Pemahaman Praktis Pemotongan PPH Pasal 21 Komprehensif Da
Pemahaman Praktis Pemotongan PPH Pasal 21 Komprehensif Da
Disusun oleh:
ABSTRAK
Dinamika ketentuan peraturan perpajakan sejalan dengan peningkatan penerimaan negara sektor
perpajakan. Pemahaman praktis pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 secara komprehensif dan lengkap
harus berdasarkan perubahan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku dari Undang-undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan Direktur Jenderal Pajak, Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak, dan Surat Direktur Jenderal Pajak. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21
dilakukan atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam
bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Mekanisme
pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 meliputi unsur pemotong, objek, tarif dan dasar penghitungannya.
Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 terbagi menjadi dua yaitu, pemberi kerja yang wajib melakukan
pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan yang tidak wajib. Sedangkan mekanisme objek, tarif dan
dasar penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 terinci dalam matriks yang mudah dipahami
oleh Wajib Pajak sebagai masyarakat pembayar pajak dan fiskus sebagai pengumpul uang dari sektor
perpajakan tersebut sehingga mereka mempunyai kesamaan pemahaman pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21. Pemotongan Pajak Penghasilan pasal 21 wajib disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan wajib dilaporkan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa
Pajak berakhir. Pelaporan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 menggunakan Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 beserta Daftar Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Bukti
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21, baik Surat Pemberitahuan Masa yang bentuk elektronik (e-SPT)
maupun manual.
Kata Kunci: Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21.
I. PENDAHULUAN
Perubahan Undang Undang Pajak Penghasilan yang berlaku sekarang adalah Undang-undang Nomor
7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
undang Nomor 36 Tahun 2008, yang diharapkan untuk dapat mengamankan penerimaan negara yang
semakin meningkat, mewujudkan sistem perpajakan yang netral, sederhana, stabil, lebih memberikan
keadilan, dan lebih dapat menciptakan kepastian hukum serta transparansi. Upaya pengamanan penerimaan
negara dari sektor perpajakan terlihat dari perubahan-perubahan tarif perpajakan yang tertuang dalam
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 terutama dari tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21.
-2-
Pemahaman pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 sejalan dengan perubahan ketentuan peraturan
perpajakan dari Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, Peraturan Direktur
Jenderal Pajak, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak, dan Surat Direktur Jenderal Pajak.
Dalam pengajaran Program Studi Administrasi Perpajakan di kampus Sekolah Tinggi Ilmu
Administrasi Mandala Indonesia (STIAMI), saya memberikan materi Pemotongan dan Pemungutan Pajak
(Kode POT101) pertama kali di Semester Ganjil Tahun Ajaran 2011/2012. Sebelumnya materi tersebut
belum ada dan pembahasan pemotongan dan pemungutan pajak dijelaskan saat memberikan materi Pajak
Penghasilan I dan Pajak Penghasilan II. Saat ini kampus STIAMI sudah tepat melakukan mapping materi
Pajak Penghasilan yaitu, Pajak Penghasilan I tentang uraian Pajak Penghasilan terkait pelaksanaan hak dan
kewajiban Wajib Pajak Orang Pribadi, Pajak Penghasilan II tentang Pajak Penghasilan terkait pelaksanaan
hak dan kewajiban Wajib Pajak Badan, dan Pajak Penghasilan II tentang Pajak Penghasilan terkait
pelaksanaan hak dan kewajiban Wajib Pajak Pemotong/Pemungut. Pelaksanaan mapping materi Pajak
Penghasilan ini sejalan dengan pendidikan dan pelatihan perpajakan lanjutan di Brevet A, B dan C. Materi
Pajak Penghasilan yang diberikan di Brevet A, B dan C meliputi, Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang
Pribadi, Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, dan Pajak Penghasilan Pemotongan dan Pemungutan.
Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut diatas, tepatlah kalau penulisan ini bertemakan Pemahaman
Praktis Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21, ”Komprehensif dan Lengkap”. Komprehensif terhadap
seluruh ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku sampai dengan penulisan ini dibuat dan lengkap
terhadap elemen-elemen hukum perpajakan seperti, pemotong, objek, tarif dan dasar penghitungan Pajak
Penghasilan Pasal 21.
pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang
Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus.
diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Dalam rangka melaksanakan Pasal 10 Peraturan
Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009, ditetapkanlah Peraturan Menteri Keuangan Nomor
16/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas
Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, Dan
Jaminan Hari Tua Yang Dibayarkan Sekaligus.
2). Peraturan pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak
Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Selanjutnya ketentuan Pasal
7 Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010, diatur bahwa Ketentuan mengenai tata cara
pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota
POLRI, dan Pensiunannya atas penghasilan yang menjadi beban APBN atau APBD diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan. Dalam rangka melaksanakan Pasal 7 Peraturan
Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010, ditetapkanlah Peraturan Menteri Keuangan Nomor
262/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pejabat
Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya atas Penghasilan yang
Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.
e. Pasal 21 ayat (8), diatur bahwa ketentuan mengenai petunjuk pelaksanaan pemotongan pajak atas
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan. Petunjuk pelaksanaannya adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor
252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan
Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Ketentuan peraturan perpajakan terkait dengan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 selanjutnya
adalah petunjuk pelaksanaan atas Pasal 24 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 dan Pasal
4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2008, yaitu Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-57/PJ/2009 tentang perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 tentang
Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau
Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
-5-
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 wajib dilaporkan melalui Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan Pasal 21 yang telah diatur dalam:
a. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ./2009 tentang Bentuk Formulir Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan Bukti
Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26.
b. Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-6/PJ/2009 Tentang Tata Cara Penyampaian Surat
Pemberitahuan Dalam Bentuk Elektronik
c. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-62/PJ./2009 tanggal 25 Juni 2009 tentang
Penyampaian Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ./2009 tentang Bentuk Formulir
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan Bukti
Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26.
tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri,
bukan untuk dan atas nama persekutuannya;
2. honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang
dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri;
3. honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
e. penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan
internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan,
yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib pajak
orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.
Sedangkan pemberi kerja yang tidak mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 21 adalah:
a. kantor perwakilan Negara asing;
b. organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-
Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
c. pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-
mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan
dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Organisasi internasional yang tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib melakukan
pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah sebagai berikut:
j. ESCAP (Economic and Social Commission for Asia and The Pacific)
k. UNFPA (United Nations Funds for Population Activities)
l. WFP (World Food Programme)
m. IMO (International Maritime Organization)
n. WIPO (World Intellectual Property Organization)
o. IFAD (International Fund for Agricultural Development)
p. WTO (World Trade Organization)
q. WTO (World Tourism Organization)
1. Asean Secretariat
2. SEAMEO (South Bast Asian Minister of Education Organization)
3. ACE (The ASEAN Centre for Energy)
4. NORAD (The Norwegian Agency for International Development)
5. FPP Int. (Foster Parents Plan Int.)
6. PCI (Project Concern International)
7. IDRC (The International Development Research Centre)
8. Kerjasama Teknik Di bidang Perkoperasian antara DMTCI/CLUSA-Republik Indonesia
9. NLRA (The Netherlands Leprosy Relief Association)
10. The Commission of The European Communities
11. OISCA INT. (The Organization for Industrial, Spiritual and Cultural Advancement
International)
12. World Relief Cooperation
13. APCU (The Asean Heads of Population Coordination Unit)
14. SIL (The Summer Institute of Linguistics, Inc.)
15. IPC (The International Pepper Community)
16. APCC (Asian Pacific Coconut Community)
17. INTELSAT (International Telecommunication Satellite Organization)
18. People Hope of Japan (PHJ) dan Project Hope
19. CIP (The International Potato Centre)
20. ICRC (The International Committee of Red Cross)
21. Terre Des Hommes Netherlands
22. Wetlands International
23. HKI (Helen Keller International, Inc.)
24. Taipei Economic and Trade Office
25. Vredeseilanden Country Office (VECO) Belgic
26. KAS (Konrad Adenauer Stiftung)
27. Program for Appropriate Technology in Health, USA-PATH
28. Save the Children-US dan Save the Children-UK
29. CIFOR (The Center for International Forestry Research)
30. Islamic Development Bank
31. Kyoto University- Jepang
32. ICRAF (the International Centre for Research in Agroforestry)
-9-
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pasal 17 UU PPh PKP = PB - (BJ + PKP
Pegawai tetap. IP) – PTKP disetahunkan
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pasal 17 UU PPh PKP = (PB – BP) – PKP
Penerima pensiun secara teratur PTKP disetahunkan
(Penerima pensiun berkala) berupa uang
pensiun atau penghasilan sejenisnya.
3. Penghasilan pegawai tidak tetap atau
tenaga kerja lepas kecuali tenaga ahli,
berupa upah harian, upah mingguan, upah
satuan, upah borongan atau upah yang :
a. imbalan yang tidak bersifat Pasal 17 UU PPh 50% dari jumlah Kumulatif
berkesinambungan penghasilan bruto
b. imbalan yang bersifat berkesinambungan
- Memenuhi Ketentuan Pasal 17 UU PPh PKP = (50% x PB) Kumulatif
– PTKP
- Tidak Memenuhi Ketentuan Pasal 17 UU PPh 50% dari jumlah Kumulatif
penghasilan bruto
Ketentuan Pasal 13 ayat (1) PER-
31/PJ/2009 jo. PER-57/PJ/2009 :
Catatan :
Bagi Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh
Pasal 21 yang tidak memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak, dikenakan pemotongan PPh Pasal
21 dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh
persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap
Wajib Pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak
-14-
Keterangan :
PKP : Penghasilan Kena Pajak
PB : Penghasilan Bruto
BJ : Biaya Jabatan
IP : Iuran Pensiun
BP : Biaya Pensiun
h. Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pegawai Negeri Sipil, Anggota Tentara
Nasional Indonesia/Polisi Republik Indonesia, Pejabat Negara dan Pensiunannya (Formulir
1721-A2).
i. Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 (Tidak Final). Daftar
Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 (Tidak Final) merupakan
rekapitulasi dari Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Tidak Final.
j. Daftar Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 (Final). Daftar Bukti
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 (Final) merupakan rekapitulasi dari Bukti
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Final.
V. KESIMPULAN
Pemahaman praktis pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 harus diawali dengan Pasal 21 Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, kemudian dijabarkan peraturan petunjuk pelaksanaannya.
Berikut ini bagan praktis pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dapat disimpulkan adalah sebagai
berikut:
No. Undang-undang Peraturan Peraturan Peraturan Surat Edaran
Pajak Pemerintah Menteri Direktur Direktur
Penghasilan Keuangan Jenderal Pajak Jenderal Pajak
Kesimpulan berikutnya adalah mengenai pemotong, objek, tarif, dan dasar penghitungan pemotongan
Pajak Penghasilan Pasal 21. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 terbagi menjadi dua yaitu, pemberi kerja
yang wajib melakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan yang tidak wajib. Mekanisme objek,
tarif, dan dasar penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 telah dibuatkan matriksnya dan telah
mengakomodasi seluruh ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku. Hasil pemotongan Pajak Penghasilan
pasal 21 wajib disetor paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Hasil
setoran tersebut wajib dilaporkan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Dalam hal
tanggal jatuh tempo penyetoran pajak dan batas akhir pelaporan tersebut bertepatan dengan hari libur
termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran pajak dan pelaporan tersebut dapat dilakukan pada
hari kerja berikutnya. Hari libur nasional tersebut termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan
Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
Selanjutnya media pelaporan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 menggunakan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 beserta Daftar Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan
Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21. Pelaporan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 wajib
dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak Madya termasuk Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus dan Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor
Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar dalam bentuk elektronik (e-SPT), sedangkan
pelaporan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak yang tidak disebutkan diatas
tidak wajib menyampaikan SPT dalam bentuk elektronik (e-SPT).
-18-
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
............................... (2011). Oasis Pemotong/Pemungut PPh. Jakarta: Direktorat Jenderal Pajak.
Kurniawan, Anang Mury. (2011). Pajak Internasional Beserta Contoh Aplikasi. Bogor: Penerbit Ghalia
Indonesia.
Rusjidi, Muhammad. (2004). PPh; Pajak Penghasilan. Jakarta: Penebit Indeks.
Zain, Mohammad. (2007). Manajemen Perpajakan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Peraturan Perpajakan:
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
Peraturan pemerintah Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan dan Pengenaan Pajak Penghasilan
Pasal 21 atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan
Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang
Dibayarkan Sekaligus.
Peraturan Menteri Keuangan nomor 80/PMK.03/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 184/PMK.03/2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran
Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan
Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya atas
Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 142/PMK.03/2010 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 215/PMK.03/2008 tentang Organisasi-organisasi Internasional dan Pejabat-pejabat
Perwakilan Organisasi Internasional yang Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, Dan
Jaminan Hari Tua Yang Dibayarkan Sekaligus.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan
Dengan Pekerjaan Dari Pegawai Harian Dan Mingguan Serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya Yang
Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak
atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan Atau Biaya Pensiun
Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 tentang perubahan atas Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran
-19-
dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan
Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ./2009 tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan
Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan Bukti Pemotongan/Pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-6/PJ/2009 Tentang Tata Cara Penyampaian Surat
Pemberitahuan Dalam Bentuk Elektronik
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-62/PJ./2009 tanggal 25 Juni 2009 tentang Penyampaian
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ./2009 tentang Bentuk Formulir Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dan Bukti
Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26.
Website:
www.pajak.go.id
www.ortax.org