Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penyakit tropis adalah penyakit yang lazim atau unik untuk daerah tropis
dan subtropis. Penyakit kurang lazim di daerah beriklim sedang, sebagian karena
terjadinya musim dingin, yang mengontrol populasi serangga dengan memaksa
hibernasi. Serangga seperti nyamuk dan lalat yang jauh pembawa penyakit yang
paling umum, atau vektor. Serangga ini dapat membawa parasit, bakteri atau virus
yang menular kepada manusia dan hewan. Paling sering penyakit ditularkan oleh
"menggigit" serangga, yang menyebabkan transmisi agen menular melalui
pertukaran darah subkutan. Vaksin tidak tersedia untuk salah satu penyakit yang
tercantum di sini. Manusia eksplorasi hutan hujan tropis, deforestasi, imigrasi
naik dan perjalanan udara meningkat internasional dan wisata lainnya ke daerah
tropis telah menyebabkan peningkatan insiden penyakit tersebut.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus, yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan
pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-
perdarahan.Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara,
India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-
tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. Dokter dan
tenaga kesehatan lainnya seperti Bidan dan Pak M Demam Berdarah Dengue
(DBD) kini sedang mewabah, tak heran jika penyakit ini menimbulkan
kepanikan di Masyarakat. Hal ini disebabkan karena penyakit ini telah merenggut
banyak nyawa. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI terdapat 14
propinsi dalam kurun waktu bulan Juli sampai dengan Agustus 2005 tercatat
jumlah penderita sebanyak 1781 orang dengan kejadian meninggal sebanyak 54
orang.

1
DBD bukanlah merupakan penyakit baru, namun tujuh tahun silam
penyakit inipun telah menjangkiti 27 provinsi di Indonesia dan menyebabkan
16.000 orang menderita, serta 429 jiwa meninggal dunia, hal ini terjadi sepanjang
bulan Januari sampai April 1998 (Tempo, 2004). WHO bahkan memperkirakan
50 juta warga dunia, terutama bocah-bocah kecil dengan daya tahan tubuh
ringkih, terinfeksi demam berdarah setiap tahun.
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah demam dengue yang disertai
pembesaran hati dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa
terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh syok hipovolemik akibat
kebocoran plasma. DBD merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang penularannya dari satu penderita ke penderita lain disebarkan oleh
nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu langkah yang dapat dilakukan untuk
mencegah penyebaran DBD adalah dengan memotong siklus penyebarannya
dengan memberantas nyamuk tersebut. Salah satu cara untuk memberantas
nyamuk Aedes aegypti adalah dengan melakukan Fogging. Selain itu juga dapat
dilakukan pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan abatisasi untuk
memberantas jentik nyamuk. Program studi Kesehatan Lingkungan Program
Diploma tiga Kesehatan FIK UMS sebagai salah satu institusi yang dapat
melaksanakan fogging merasa bertanggung jawab untuk mencegah penyebaran
penyakit ini. Sebagai wujud kepedulian itu maka dilaksanakan program fogging
di beberapa daerah.
Berbagai upaya pengendalian penyakit demam berdarah dengue (DBD)
telah dilaksanakan meliputi : promosi kesehatan tentang pemberantasan sarang
nyamuk, pencegahan dan penanggulangan faktor resiko serta kerja sama lintas
program dan lintas sector terkait sampai dengan tingkat desa /kelurahan untuk
pemberantasan sarang nyamuk. Masalah utama dalam upaya menekan angka
kesakitan DBD adalah belum optimalnya upaya pergerakan peran serta
masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk Demam Berdarah Dengue.
Oleh karena itu partisipasi masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk
2
DBD tersebut perlu di tingkatkan antara lain pemeriksaan jentik secara berkala
dan berkesinambungan serta menggerakan masyarakat dalam pemberantasan
sarang nyamuk DBD.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Bagaimana mekanisme terjaadinya penykit DBD ?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui penegrtian dan pnyebab DBD
2. Untuk mengetahui patogenenesis DBD
3. Untuk mengetahui diagnosisi DBD
4. Untuk mengetahui perawataan dan pencegahan DBD
5. Untuk mengetahui epiddemiologi DBD
6. Umtuk mengetahui kajian hubungan terjadinya penyakit terhadap lingkungan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3
2.1 Pengertian dan penyebab DBD
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak
ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama asia tenggara,
Amerika tengah, Amerika dan Karibia. Penyakit DBD disebabkan oleh virus
dengue dari kelompok Arbovius B, yaitu arthropod-borne virus yang disebarkan
oleh artropoda. Virus ini termasuk genus Flavivirus dari famili Flavivirus dari
famili Flaviviridae. Ada empat serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-
4. Serotipe DEN-3 merupakan jenis yang sering dihubungkan dengan kasus-kasus
parah. Infeksi oleh salah satu serotipe akan menimbulkan kekebalan terhadap
serotipe yang bersangkutan, tetapi tidak untuk serotipe yang lain. Keempat jenis
virus tersebut semuanya terdapat di indonesia. Di daerah endemik DBD.
Seseorang dapat terkena infeksi semua serotipe virus pada waktu yang bersamaan
ditularkan kemanusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk
Aedes aegypti dan Ae. albopictus2 yang terdapat hampir di seluruh pelosok
Indonesia. Masainkubasi virus dengue dalam manusia (inkubasiintrinsik)
berkisarantara 3 sampai 14 hari sebelum gejala muncul, gejala klinis rata-rata
muncul pada hari keempat sampai hari ketujuh, sedangkan masa inkubasi
ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk)berlangsung sekitar 8-10 hari (Hariyana,
2007).
Manifestasi klinis mulai dari infeksi tanpa gejala demam, demam dengue
(DD) dan DBD, ditandai dengan demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari;
pendarahan diathesis seperti uji tour niquet positif, trombosit openia dengan
jumlah trombosit ≤ 100 x 109/L dan kebocoran plasma akibat peningkatan
permeabilitas pembuluh. Tiga tahap presentasi klinis diklasifikasikan sebagai
demam, beracun dan pemulihan. Tahap beracun, yang berlangsung 24-48 jam,
adalah masa paling kritis, dengan kebocoran plasma cepat yang mengarah
kegangguan peredaran darah. Terdapat 4 tahapan derajat keparahan DBD, yaitu
derajat I dengan tanda terdapat demam disertai gejala tidak khas dan uji torniket +
(positif); derajat II yaitu derajat I ditambah ada perdarahan spontan di kulitatau.
4
Staf Pengajar FK-UNDIP Semarang perdarahanlain, derajat III yang -sitotoksik
yang akan melisismakrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel
B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu
antibody netralisasi, antibody hemaglutinasi, antibody fiksasi komplemen. Proses
tersebut akan menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang
terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyerisendi, otot, malaise dan gejala
lainnya (Hariyana, 2007).
2.2 Patogenensis DBD
Patofisiologi primer DBD dan dengue syock syndrome (DSS) adalah
peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma
kedalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan
penurunan tekanan darah. Pada kasus berat, volume plasma menurun lebih dari
20%, hal ini di dukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura,
hemokonsentrasi dan hipoproteinemi. Setelah masuk dalam tubuh manusia
(Hariyana, 2007).
Virus dengue berkembangbiak dalam sel retikuloendotelial yang
selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi ini,
muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi,
anti-hemaglutinin dan anti komplemen. Anti bodi yang muncul pada umumnya
adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer anti bodi mulai terbentuk, dan
pada infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada jadi meningkat. Antibodi
terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5,
meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah
60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetic kadar antibody IgM, oleh
karena itu kinetic antibody IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan
sekunder. Pada infeksi primer antibody IgG meningkat sekitar demam hari ke-14
sedang pada infeksi sekunder antibody IgG meningkat pada hari kedua. Oleh
karena itu diagnose dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibody IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis infeksi sekunder
5
dapat ditegakkan lebih dini dengan adanya peningkatan antibody IgG dan IgM
yang cepat. Patofisiologi DBD dan DSS sampai sekarang belum jelas, oleh karena
itu muncul banyak teori tentang responimun (Hariyana, 2007).
Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang memiliki aktivitas netralisasi
yang mengenali protein E dan monoclonal antibody terhadap NS1, Pre M dan
NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisissel yang telah terinfeksi
virus tersebut melalui aktivitas netralisasi atau aktifas ikomplemen. Akhirnya
banyak virus dilenyapkan dan penderita mengalami penyembuhan, selanjutnya
terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus yang sama, tetapi
apabila terjadi antibody non netralisasi yang memiliki sifat memacu replikasi
virus, keadaan penderita akan menjadi parah apabi laepitop virus yang masuk
tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospest. Pada infeksi kedua yang
dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda, virus dengue berperan
sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosita taumakrofag. Makrofag ini
menampilkan antigen presenting cell (APC) yang membawa muatan polipeptida
spesifik yang berasal dari mayor histocompatibility complex (MHC) (Hariyana,
2007).
2.3 Diagnosis
Menurut Widoyono (2011), menyatakan bahwa pasien penyakit dbd pada
umumnya disertai dengan tanda-tanda berikut :
1. Demam selama 2-7 hari tanpa sebab yang jelas
2. Manifestasi perdarahan dengan tes Rumpel Leese (+), mulai dari petekie (+)
sampai perdarahan spontan seperti mimisan, muntah darah, atau berak
darah-hitam.
3. Hasil pemeriksaan trombosit menurun (normal: 150.000-300.000 µL).
Hematokrit meningkat (normal: pria < 45, wanita < 40).
4. Akral dingin, gelisah, tidak sadar (DSS, dengue shock syndrome)
A. Kriteria diagnosis (WHO, 1997)
1. Kriteria klinis

6
2. Terdapat manifestasi perdarahan
3. Pembesaran hati
4. Syok
B. kriteria laboratoris
1. Trombositonia (<100.000/mm3)
2. Hemakonsentrasi (Ht meningkat >20%)
Seorang pasien dinyatakan menderita penyakit DBD bila terdapat minimal 2
gejala klinis yang positif dan 1 hasil laboratorium yang positif. Bila gejala dan
tanda tersebut kurang dari ketentuan di atas maka pasien dinyatakan menderita
demam dengue (Widoyono, 2011).
2.4 Peratawan dan pencegahan
2.4.1 Perawatan
Menurut Notoadmijo (1997), menyatakan bahwa demam berdarah
biasanya merupakan penyakit yang hanya perawatan suportif jika tepat sasaran
dapat disembuhkan. Acetaminophen dapat digunakan untuk pengobatan demam
berdarah. Untuk beberapa jenis obat seperti aspirin, obat anti-inflammatory
drugs (NSAID), dan kortikosteroid harus dihindari sebagai antisipasi pengobatan
demam berdarah.

Pasien dengan demam berdarah diketahui atau dicurigai harus memiliki


jumlah trombosit dan hematokrit diukur setiap hari dari hari ketiga penyakit
sampai 1-2 hari setelah penurunan suhu badan normal. Pasien dengan tingkat
hematokrit yang meningkat atau jumlah trombosit menurun harus memiliki
penggantian defisit volume intravaskular (Notoadmijo, 1997).

Untuk pengobatan demam berdarah lebih lanjut, pasien yang memiliki


tanda-tanda dehidrasi, seperti takikardia, kapiler terisi semakin lama, dingin atau
kulit berbintik-bintik, status mental berubah, penurunan output urine, kenaikan
tingkat hematokrit, tekanan nadi menyempit, atau hipotensi, memerlukan cairan
infus (Notoadmijo, 1997).

7
Keberhasilan pengobatan demam berdarah yang parah memerlukan
perhatian khusus, seperti cairan dan perawatan proaktif. Defisit volume
Intravaskular harus diperbaiki dengan cairan isotonik seperti larutan Ringer
laktat. Bolus dari 10-20 kg mL / harus diberikan lebih dari 20 menit dan dapat
diulang. Jika ini gagal untuk mengoreksi defisit, nilai hematokrit harus
ditentukan dan jika naik informasi klinis yang terbatas menunjukkan bahwa
plasma expander dapat diberikan. Dekstran 40, atau albumin 5% pada dosis 10-
20 kg mL juga dapat digunakan. Jika pasien tidak membaik setelah ini,
kehilangan darah harus dipertimbangkan. Pasien dengan perdarahan internal atau
pencernaan mungkin memerlukan transfusi. Pasien dengan koagulopati mungkin
memerlukan plasma beku segar (Notoadmijo, 1997).

Setelah pasien dengan dehidrasi yang stabil, mereka biasanya


membutuhkan cairan infus tidak lebih dari 24-48 jam. cairan intravena harus
dihentikan ketika tingkat hematokrit turun dibawah 40% dan volume
intravaskuler cukup (Notoadmijo, 1997).

Transfusi plasma platelet segar beku mungkin diperlukan untuk


mengontrol pendarahan parah. Sebuah laporan kasus baru-baru ini menunjukkan
perkembangan yang baik setelah pemberian globulin intravena anti-D di dua
pasien. Sebelum mengakhiri, sebelum pengobatan demam berdarah dilakukan,
khendaknya pemeriksaan atau konsultasi kepada dokter adalah jalan yang
terbaik, pastikan penderita berada pada kondisi yang stabil karena jika dibiarkan
akan menjadi semakin parah sehingga menyebabkan kematian (Notoadmijo,
1997).

2.4.2 Pencegahan
Menurut Suhardiono (2005), Pencegahan penyakit DBD dilakukan
oleh setiap keluarga (masyarakat) terutama dengan melakukan
Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD)
8
secaraterus-menerus di rumah dan lingkungan kerjanya masing-masing.
Maka dilaksanakan upaya pembinaan peran serta masyarakat, antara lain
melalui:
a. Penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit demam berdarah
dan pencegahannya melalui media massa, sekolah, tempat ibadah,
kader/PKK dan kelompok masyarakat lainnya. Kegiatan ini dilakukan
setiap saat pada berbagai kesempatan.
b. Pemantauan Jentik Berkala (PJB) dilakukan setiap 3 bulan di rumah
dan tempat-tempat umum. Untuk pemantaun jentik berkala di rumah,
dilakukan pemeriksaan sebanyak 100 rumah sampel untuk setiap
desa/kelurahan. Hasil pemeriksaan ini di informasikan pihak
kesehatan kepada kepala wilayah/daerah setempat sebagai evaluasi
dan dasar penggerakan masyarakat dalam PSN DBD. Diharapkan
Angka Bebas Jentik (ABJ) setiap kelurahan/desa dapat mencapai
lebih dari 95% akan dapat menekan penyebaran penyakit DBD.
2.3.3 Penanggulangan
Menurut Suhardiono (2005), Kewaspadaan dini dan penanggulangan
pada kejadian penyakit DBD dilakukan melalui kegiatan
penemuan/pelaporan dan pertolongan penderita, serta tindakan untuk
membatasi penularan penyakit menular yang dapat dilakukan sebagai
berikut :
a. Keluarga yang anggota keluarganya menunjukkan gejala
penyakit DBD memberikan pertolongan pertama dengan cara
memberi minum banyak, kompres dingin, dan memberikan
obat penurun panas dan dianjurkan segera memeriksakan
kedokter atau institusi pelayanan kesehatan.
b. Dokter atau petugas pelayan kesehatan memberikan
pertolongan/pengobatan kepada penderita/tersangka penyakit
DBD dan wajib segera melaporkan kepada dinas
kesehatan/Puskesmas.
9
c. Kepala instansi termasuk kepala kantor, asrama, kepala sekolah
yang mengetahui adanya penderita/tersangka DBD wajib
melaporkan kepada Puskesmas tempat domisili
penderita/tersangka.
d. Puskesmas yang menerima laporan tersebut, wajib melakukan
penyelidikan epidemiologi untuk mencari penderita/tersangka
DBD lainnya dan melakukan pemerikasaan jentik.
e. PSN DBD dilakukan di RW/dusun yang terdapat
penderita/tersangka DBD dan di Sekolah jika
penderita/tersangka adalah anak sekolah.
2.5 Epidemiologi DBD
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dan mengakibatkan spectrum manifestasiklinis yang
bervariasi antara yang paling ringan, demam dengue (DD), DBD dan demam
dengue yang disertai renjatan atau dengue shock syndrome (DSS)9; ] ditularkan
nyamuk Aedesa egypti dan Ae. albopictusyang terinfeksi. Host alami DBD
adalah manusia, agentnya adalah virus dengue yang termasuk kedalam family
Flaviridaedan genus Flavivirus, terdiri dari sero tipe yaitu Den-1, Den-2, Den3
dan Den-4.1 Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD meningkat 30 kali lipat
dengan peningkatan ekspansi geografis kenegara-negara (Hariyana, 2007).
Secara epidemiologi DBD banyak ditemukan di daerah tropis, dimanan
suhu yang hangat, adanya penyimpanan air untuk keperluan sehari-hari dan
sanitasi yang kurang baik menyebabkan terdapatnya populasi Aedes aegypti
yang permanen (Hariyana, 2007).
Di Indonesia penyakit DBD ditemukan pertama di Surabaya pada
tahun 1968. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah hingga
tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia telah terjangkit penyakit. Sejak
pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan
meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara

10
sporadis selalu terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) setiap tahun, dimana
jumlah penderita meningkat lebih dari dua kali pada periode yang sama
(Amah Majidah, 2010).
KLB DBD terbesar terjadi tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) =
35,19 per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) = 2%. Pada tahun
1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR
cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24
(tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003). Sejak Januari sampai 5 Maret tahun
2004 total kasus DBD di seluruh propinsi di Indonesia mencapai 26.015,
dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang (CFR=1,53%), sehingga pada
16 Februari 2004 demam berdarah dinyatakan sebagai kejadian luar biasa
nasional (Amah Majidah, 2010).
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang
terjangkit, disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk,
adanya pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap
pembersihan sarang nyamuk (PSN), terdapatnya vektor hampir di seluruh
pelosok tanah air serta adanya tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun
(Amah Majidah, 2010).

2.6 Kajian Hubungan Terjadinya Penyakit Terhadap Lingkungan


Menurut Fananny (2009), menyatakan bahwa Indonesia adalah salah satu
negara tropis yang paling besar di dunia. “Penyebab utama munculnya epidemi
berbagai penyakit tropis tersebut adalah perkembangbiakan dan penyebaran
nyamuk sebagai vektor penyakit yang tidak terkendali.
Nyamuk merupakan salah satu jenis serangga yang merupakan vector
penyakit di dunia, tak terkecuali di Indonesia yang merupakan negara beriklim
11
tropis. Daerah beriklim tropis merupakan tempat yang cocok untuk nyamuk
berkembangbiak. Penyakit menular yang ditularkan serangga sebagai vektor saat
ini masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, terutama penyakit malaria
dan demam berdarah. Demam berdarah adalah penyakit yang sangat berbahaya
karena dapat menyebabkan penderitanya meninggal dalam waktu beberapa hari
(Fananny, 2009)
Vektor utama penyakit demam berdarah adalah nyamuk Aedes aegypti
yang termasuk kelas insekta. Penyakit Demam berdarah (DB) atau demam
berdarah dengue (DBD) adalah, penyakit akut yang ditemukan di daerah tropis,
dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini
disebabkan oleh virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Demam
berdarah disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti (Fananny, 2009)
Munculnya kejadian DBD, dikarenakan penyebab majemuk, artinya
munculnya kesakitan karena berbagai faktor yang saling berinteraksi,
diantaranya agent (virus dengue) host yang rentan serta lingkungan yang
memungkinan tumbuh dan berkembang biaknya nyamuk Aedesspp. Selain itu,
juga dipengaruhi faktor predisposisi diantaranya kepadatan dan mobilitas
penduduk, kualitas perumahan, jarak antar rumah, pendidikan, pekerjaan, sikap
hidup, golongan umur, suku bangsa, kerentanan terhadap penyakit, dan lainnya
(Fananny, 200

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak ditemukan
di sebagian besar wilayah tropis dan subtropics, Penyakit DBD disebabkan
oleh virus dengue dari kelompok Arbovius B, yaitu arthropod-borne virus
yang disebarkan oleh artropoda.
12
2. Peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma
kedalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan
penurunan tekanan darah.
3. Seorang pasien dinyatakan menderita penyakit DBD bila terdapat minimal 2
gejala klinis yang positif dan 1 hasil laboratorium yang positif. Bila gejala dan
tanda tersebut kurang dari ketentuan di atas maka pasien dinyatakan
menderita demam dengue.
4. Pencegahan penyakit DBD dilakukan dengan pemberantasan Sarang Nyamuk
Demam Berdarah Dengue secaraterus-menerus di rumah dan lingkungan
kerjanya masing-masing.
5. Di Indonesia penyakit DBD ditemukan pertama di Surabaya pada tahun 1968.
KLB DBD terbesar terjadi tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) = 35,19
per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) = 2%.
6. Indonesia adalah salah satu negara tropis yang paling besar di dunia.
“Penyebab utama munculnya epidemi berbagai penyakit tropis tersebut adalah
perkembangbiakan dan penyebaran nyamuk sebagai vektor penyakit yang
tidak terkendali.

3.2 Saran
1. Setiap individu sebaiknya mengerti dan memahami bahaya dari penyakit DBD
tersebut, sehingga setiap individu tersebut bisa lebih merasa khawatir dan
mampu menjaga diri dan lingkungannya dari kemungkinan terserangnya
demam berdarah.

13
2 Menjaga sanitasi lingkungan tetap sehat dan rutin melakukan 3M tidak hanya
bila terjadi wabah tetapi harus dijadikan gerakan nasional melalui pendekatan
masyarakat.
3. Segenap pihak yang terkait dapat bekerja sama untuk mencegah DBD.

14
15

Anda mungkin juga menyukai