Anda di halaman 1dari 4

Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seorang


karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk
mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut (Robbins dan Judge
2007). Luthans (2008) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai (1) keinginan
yang kuat untuk tetap menjadi anggota dari bagian organisasi (2) kesediaan untuk
mengerahkan tingkat usaha yang tinggi atas nama organisasi (3) keyakinan yang
dalam dan penerimaan nilai-nilai serta tujuan organisasi.
Meyer dan Allen (1997) juga menyatakan bahwa karyawan yang memiliki
komitmen organisasi akan bekerja dengan penuh dedikasi karena karyawan yang
memiliki komitmen tinggi menganggap bahwa hal yang penting yang harus
dicapai adalah pencapaian tugas dalam organisasi. Karyawan yang memiliki
komitmen organisasi yang tinggi juga memiliki pandangan yang positif dan akan
melakukan yang terbaik untuk kepentingan organisasi. Hal ini membuat karyawan
memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab yang lebih
menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi tempatnya bekerja.
Menurut Schultz dan Schultz (2006) komitmen organisasi dipengaruhi
oleh persepsi karyawan tentang bagaimana komitmen organisasi itu sendiri.
Semakin besar komitmen yang dirasakan oleh karyawan, semakin tinggi harapan
karyawan bahwa jika mereka bekerja untuk memenuhi tujuan organisasi maka
mereka akan dihargai secara adil (Schultz dan Schultz 2006). Hal tersebut
merupakan sikap kerja yang penting karena orang yang berkomitmen diharapkan
untuk menampilkan kemauan bekerja lebih keras untuk mencapai tujuan
organisasi dan keinginan yang lebih besar untuk tetap dipekerjakan di dalam
organisasi.
Jenis-jenis komitmen menurut Meyer dan Allen (1997), meliputi :
1. Komitmen sikap
Komitmen sikap berfokus pada proses bagaimana seseorang mulai
memikirkan mengenai hubungannya dalam organisasi atau menentukan sikapnya
terhadap organisasi. Hal ini dapat dianggap sebagai sebuah pola pikir dimana
individu memikirkan sejauh mana nilai tujuannya sendiri sesuai dengan organisasi
dimana ia berada. Komitmen sikap melibatkan pengukuran terhadap komitmen
dan variabel lain yang dianggap sebagai penyebab atau konsekuensi dari
komitmen. Tujuannya adalah untuk menunjukan bahwa komitmen yang kuat akan
membentuk tingkah laku anggota organisasi sesuai dengan yang diharapkan, dan
juga bertujuan untuk menunjukan karakteristik individu dan situasi kondisi seperti
apa yang memengaruhi perkembangan komitmen berorganisasi yang tinggi
(Buchanan dan Steers dalam Meyer dan Allen 1997).
2. Komitmen perilaku
Komitmen perilaku berhubungan dengan proses dimana individu merasa
terikat kepada organisasi tertentu dan bagaimana cara mereka mengatasi setiap
masalah yang dihadapi. Komitmen perilaku, melihat anggota sebagai individu
yang berkomitmen terhadap tingkah laku tertentu, dan bukan hanya sebagai suatu
identitas saja. Sikap atau tingkah laku yang berkembang merupakan konsekuensi
komitmen terhadap tingkah laku. Tujuan dari komitmen perilaku ini adalah untuk
menentukan kondisi yang seperti apa yang membuat individu memiliki komitmen
terhadap organisasinya (Kiesler dan Salancik dalam Meyer dan Allen 1997).
Menurut Meyer dan Allen (1997) dalam Kreitner dan Kinicki (2008)
terdapat tiga komponen dalam komitmen organisasi, yaitu:
1. Komponen affective
Komponen ini berkaitan dengan keinginan secara emosional terikat
dengan organisasi, identifikasi serta keterlibatan berdasarkan atas nilai-nilai yang
sama. Menurut Meyer dan Allen (1991) dalam Rhoades, Eisenberger dan Armeli
(2001) ikatan emosional karyawan dalam komitmen afektif dianggap sebagai
penentu yang penting dari dedikasi dan loyalitas. Komitmen afektif karyawan
dianggap memiliki rasa dan identifikasi yang meningkatkan keterlibatan mereka
dalam kegiatan organisasi, kesediaan mereka untuk mengejar tujuan organisasi
dan keinginan mereka untuk tetap dengan organisasi. Anggota organisasi dengan
komitmen afektif yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena
memang memiliki keinginan untuk itu (Meyer dan Allen 1997).
Beberapa faktor yang menyebabkan komitmen afektif, antara lain
karakteristik organisasi, karakteristik pribadi, dan pengalaman kerja. Pertama,
karakteristik organisasi yang mempengaruhi komitmen afektif adalah cara
pengambilan kebijakan perusahaan. Kedua, karakteristik pribadi yang
mempengaruhi komitmen afektif, antara lain variabel demografis, seperti gender,
usia, tingkat pendidikan, dan masa kerja, serta variabel seperti kepribadian, dan
nilai (value) yang dianut. Secara keseluruhan hubungan antara variabel
demografis dan komitmen afektif tidak konsisten dan kurang kuat. Berdasarkan
hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa wanita memiliki komitmen
organisasi yang lebih tinggi daripada pria (Meyer dan Allen 1997).
2. Komponen continuance
Komitmen kontinuan berkaitan dengan kesadaran anggota organisasi
bahwa jika meninggalkan organisasi, maka ia akan mengalami kerugian. Anggota
organisasi dengan komitmen kontinuan yang tinggi akan terus menjadi anggota
dalam organisasinya karena mereka memiliki kebutuhan untuk menjadi anggota
organisasi tersebut (Meyer dan Allen 1997). Seorang karyawan mungkin
berkomitmen terhadap seorang yang memberi pekerjaan karena ia dibayar tinggi
dan merasa bahwa pengunduran diri dari organisasi akan menghancurkan
keluarganya.
Menurut Meyer dan Allen (1997), faktor yang menyebabkan komitmen
rasional adalah investasi yang diberikan pada organisasi dan alternatif pekerjaan
lain. Komitmen rasional (continuance commitment) berkorelasi negatif dengan
jumlah alternatif pekerjaan lain serta menariknya pekerjaan lain tersebut (Meyer
dan Allen 1997). Investasi maupun alternatif pekerjaan ini tidak akan berdampak
apapun terhadap komitmen rasional apabila karyawan tidak menyadari dan tidak
mengetahui akibatnya.
3. Komponen normative
Komitmen berdasarkan perasaan wajib sebagai anggota/karyawan untuk
tetap tinggal karena perasaan hutang budi. Disini terjadi juga internalisasi norma-
norma. Anggota organisasi dengan komitmen normatif yang sangat tinggi akan
terus menjadi anggota dalam organisasi karena merasa dirinya harus berada dalam
organisasi tersebut (Meyer dan Allen 1997).
Menurut Meyer dan Allen (1997), faktor-faktor yang menyebabkan
kokmitmen normatif antara lain proses sosialisasi dan investasi yang diberikan
organisasi pada karyawannya. Proses sosialisasi terjadi di lingkungan keluarga
maupun lingkungan kerja.
Daftar Pustaka
Allen, N.J. dan J.P. Meyer. 1990. The Measurement and Antecedents of Affective,
Continuance, and Normative Commitment to the Organization. Journal of
Occupational Psychology. 63 : 1-18.
Luthans Fred. 2006. Perilaku Organisasi Edisi Sepuluh. Vivin Andhika,
penerjemah. Yogyakarta: Andi. Terjemahan dari : Organizztional Behavior.
McMahon, B. (2007). Organizational Commitment, Relationship Commitment
and Their Association with Attachment Style and Locus of Control. Thesis.
Georgia Institute of Technology.
Meyer J. P dan Allen N. J . 1997. Commitmen in The Workplace Theory Research
and Aplication. California : Sage Publication.
Rhoades, E & Armeli. 2001. Affective Commitment to the Organization: The
Contribution of Perceived Organization Support. Journal of Applied
Psychology. 86 (5): 825-836.
Robbins dan Judge. 2008. Perilaku Organisasi Edisi Duabelas. Jakarta : Penerbit
Salemba Empat
Sari Dian N. 2013. Analisis pengaruh OCB (Organizational Citizenship
Behavior) terhadap komitmen organisasi pada pegawai dinas pertambangan
dan energi di Kabupaten Tanggamus. [THESIS] Program Pascasarjana
Magister Manajemen Falkutas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Lampung.
Bandar Lampung.
Schultz, D., Schultz, S E. 2006. Psychology & Work Today Ninth Edition. New
Jersey: Pearson Education.Inc

Anda mungkin juga menyukai