MUHAMAD HARIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Label Cerdas Indikator
Warna dari Ekstrak Kubis Merah (Brassica oleracea) adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Muhamad Haris
NIM F34090098
ABSTRAK
MUHAMAD HARIS. Label Cerdas Indikator Warna dari Ekstrak Kubis Merah
(Brassica oleracea). Dibimbing oleh ENDANG WARSIKI
MUHAMAD HARIS
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa taala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi berjudul Label Cerdas Indikator Warna dari
Ekstrak Kubis Merah (Brassica oleracea) ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah Teknologi Pengemasan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Dr. Endang Warsiki S.TP, M.Si. selaku dosen pembimbing atas
bimbingan dan motivasi yang diberikan.
2. Dr. Ir. Sugiarto, M.Si dan Dr. Farah Fahma, S.TP. MT. selaku dosen
penguji atas saran dan masukan yang diberikan.
3. Seluruh dosen dan staff Departemen Teknologi Industri Pertanian
4. Seluruh laboran Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah
membantu selama proses penelitian.
5. Bapak Sudirja, Ibu Nurhayati, adik Reza Hidayat, Tutus Kuryani, serta
seluruh keluarga dan sahabat, atas segala doa dan kasih sayangnya.
6. Teman-teman di pondok Emperor dan pondok Dinzayu 4 serta teman-
teman TIN 46 atas kebersamaan yang berkesan, perjuangan, semangat
dan doa yang diberikan.
Muhamad Haris
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Label/Kemasan Cerdas 2
Polivinil Alkohol (PVA) Sebagai Matriks Film 3
METODE 5
Bahan dan Alat 5
Metode 6
Ekstraksi dan Karakterisasi Pewarna Kubis Merah 6
Pembuatan Film PVA 6
Pembuatan Label/Film Indikator Warna 8
Karakterisasi Sifat Fisik dan Mekanis Label/Film Indikator 8
Analisis Perubahan Warna Film Indikator 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Ekstraksi dan Karakterisasi Pewarna Kubis Merah 10
Label/Film Berbahan Dasar PVA 11
Pembuatan Label/Film Indikator Warna 12
Karakteristik Sifat Fisik dan Mekanis Film Indikator 13
Analisis Perubahan Warna Film Indikator 14
SIMPULAN DAN SARAN 24
Simpulan 24
Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 25
LAMPIRAN 27
RIWAYAT HIDUP 31
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Teknologi dalam bidang kemasan saat ini sedang berkembang pesat. Salah
satu yang mendorong munculnya berbagai inovasi, kebaruan, dan tren ialah
tuntutan konsumen terhadap kemudahan penggunaan kemasan. Dewasa ini
industri pengemasan kerap dituntut untuk meneliti berbagai material baru
mengingat semakin pekanya konsumen terhadap nilai keamanan produk terkemas.
Salah satu alternatif kemasan modern saat ini yang mempunyai kriteria tersebut
yaitu kemasan cerdas. Kemasan cerdas merupakan kemasan yang mampu
menginformasikan kesegaran dari produk makanan yang dikemasnya. Hal ini
dikarenakan teknologi tersebut dapat memberikan informasi kepada konsumen
untuk memantau kualitas dan keamanan produk pangan baik selama
penyimpanan, transportasi dan pemasaran.
Penurunan mutu produk tidak dapat dilihat tanpa adanya sebuah indikator.
Oleh sebab itu perlu indikator yang dapat berperan sebagai media informasi
kepada konsumen akan kesegaran produk selama penyimpanan yang mudah
rusak, seperti produk yang rentan penurunan kualitas akibat berbagai faktor. Salah
satu jenis kemasan cerdas ialah Time Temperature Indicators (TTI) atau biasa
dikenal sebagai label indikator warna. Beberapa penelitian kemasan cerdas
berbentuk label telah banyak dilakukan. Nofrida et al. (2013), Warsiki et al.
(2013) telah meneliti label cerdas indikator warna untuk mendeteksi kerusakan
susu pasteurisasi, serta meneliti label indikator pendeteksi Eschericia coli
(Warsiki dan Rahayuningsih 2014), Staphlylococcus aureus (Warsiki et al. 2014),
dan Salmonella typhimurium (Warsiki et al. 2014). Hong dan Park (2000)
mengembangkan indikator warna untuk memantau fermentasi dan umur simpan
kimchi dengan menggunakan perubahan pH dan suhu di dalam kemasan sebagai
sensor untuk perubahan warna pada kemasan produk tersebut. Penelitian
mengenai label cerdas juga dilakukan oleh Vaikousi et al. (2008) yang
mengembangkan label cedas untuk memonitor mutu mikrobial pada produk yang
disimpan pada suhu dingin, serta Warsiki dan Putri (2012) tentang label cerdas
dengan indikator warna dari bahan alami dan sintetik.
Salah satu bahan yang potensial dikembangkan sebagai matrik pembawa
warna pada label cerdas adalah PVA, karena PVA (Polivinil Alkohol) dapat
membentuk film dan membran dengan baik (Apriyanto 2007). PVA (Polivinil
Alkohol) merupakan serbuk kristal berwarna putih yang bersifat biodegradable,
biasanya dapat digunakan sebagai bahan pembuatan kemasan plastik. Penelitian
terdahulu menunjukkan bahwa penggunaan PVA sebagai polimer film memiliki
karakteristik ketebalan, kuat tarik dan elongasi lebih baik. Nofrida et al (2013)
melakukan penelitian dengan menggunakan kombinasi kitosan dan PVA yang
menghasilkan film yang lebih baik dibandingkan dengan kitosan saja. Namun,
penelitian dengan menggunakan PVA murni sebagai polimer film indikator label
cerdas belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini dapat
dikembangkan sebagai salah satu cara pembuatan label cerdas indikator warna
baru.
2
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah membuat label cerdas indikator warna
berbahan dasar PVA murni dengan pewarna alami kubis merah sebagai indikator
warna. Tujuan khusus penelitian ini mendapatkan formulasi PVA terbaik yang
menghasilkan film/ label cerdas dengan karakteristik fisik dan mekanis terbaik
dan dapat berubah warna pada suhu tinggi.
TINJAUAN PUSTAKA
Label/Kemasan Cerdas
Polivinil alkohol adalah suatu kopolimer vinil alkohol yang tersusun dari
komonomer unit vinil seperti ethylene dan prophylene. Pembentukan polivinil
alkohol dilakukan melalui proses hidrolisis (saponifikasi) dari polivinil asetat.
Reaksi ini dapat berjalan dengan adanya katalis yaitu garam palladium (II) klorida
(Schonberger et al. 1997). Polivinil alkohol merupakan polimer sintetik yang
mudah diuraikan secara biologi (biodegradable) dan tidak beracun. Pada
pengembangannya, polivinil alkohol sudah diaplikasikan dalam bidang kesehatan,
pelapis bahan, bahan pembuat detergen, lem, serta pengemulsi (Hodgkinson dan
Taylor 2000).
Polivinil alkohol berbentuk serbuk yang berwarna putih dan dapat larut
dalam air pada suhu 80oC serta memiliki densitas sebesar 1.20 1.30 g/cm3
(Sheftel 2000). Polivinil alkohol dapat digunakan sebagai bahan pembuatan
kemasan plastik film. Mutu PVA yang baik ditentukan oleh derajat hidrolisisnya.
Derajat hidrolisis berpengaruh terhadap kelarutan PVA dalam air, semakin tinggi
derajat hidrolisisnya maka kelarutannya akan semakin rendah. PVA dengan
derajat hidrolisis 98.5% atau lebih dapat dilarutkan dalam air pada suhu 70C
(Hassan dan Peppas 2000).
PVA dalam penelitian ini digunakan sebagai bahan dasar pembuatan film
indikator. Sifat PVA yang dapat larut dalam air, memiliki kekuatan tarik yang
tinggi, fleksibilitas yang tinggi, dan sifat penghalang oksigen yang baik
menjadikan alasan utama PVA digunakan dalam penelitian ini. Sifat-sifat tersebut
lebih baik dibandingkan dengan kitosan. Selain itu, harganya yang jauh lebih
murah dibandingkan kitosan akan lebih bernilai ekonomis untuk digunakan.
4
Gliserol adalah senyawa alkohol polihidrat dengan tiga buah gugus hidroksil
dalam satu molekul (alkohol trivalen). Rumus kimia gliserol adalah C3H8O3
dengan nilai densitas 1.23 g/cm3 dan titik didihnya 204oC, berbentuk cair, tidak
berbau, transparan, higroskopis, dan dapat larut dalam air dan alkohol.
Penambahan gliserol dengan jumlah sedikit akan menghasilkan film yang lebih
fleksibel dan halus, namun tidak terlalu menurunkan kuat tarik dari film yang
dihasilkan (Nurdiana 2002)
Penambahan plasticizer yaitu gliserol mempengaruhi tingkat elastisitas film
yang dihasilkan. Semakin banyak penambahan plasticizer, maka elastisitas film
akan semakin tinggi. Plasticizer adalah bahan organik dengan bobot molekul
rendah yang ditambahkan dengan maksud memperlemah kekakuan suatu film.
Plasticizer didefinisikan sebagai substansi non volatil yang mempunyai titik didih
tinggi, yang jika ditambahkan ke senyawa lain akan mengubah sifat fisik dan
mekanik senyawa tersebut. Penambahan plasticizer akan menghindarkan film dari
keretakan selama penanganan maupun penyimpanan yang dapat mengurangi
sifatsifat tahanan film (Sumarto 2008).
Kubis merah merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak terdapat di
Indonesia. Kubis ini memiliki banyak manfaat karena memiliki banyak
kandungan antara lain vitamin (A, B, C, dan E), mineral (kalium, kalsium, fosfor,
natrium, dan besi), serta mengandung zat antosianin yang mampu mengubah
warna kubis menjadi merah (Ekasari 2009).
Kubis merah mengandung setidaknya tiga puluh enam dari 300 macam
antosianin yang berperan dalam berbagai warna merah dan biru pada tanaman
(Charron et. al. 2007). Antosianin terdiri dari beberapa cincin karbon ke hidrogen
atau kelompok hidroksil terikat. Pembentukan kimia ini memungkinkan molekul
antosianin untuk mengambil dua bentuk (di mana salah satu atom hidrogen
melekat pada eksterior dan satu tidak). Bahan asam ditandai dengan memiliki
lebih banyak atom hidrogen (H+) dari kelompok hidroksil (OH-) sehingga ketika
terkena asam, antosianin merebut atom hidrogen dan berubah merah. Dalam
kondisi basa dimana tidak ada kelebihan hidrogen atom, molekul warna yang
muncul adalah biru atau hijau (Charron et. al. 2007).
Antosianin merupakan pewarna paling penting dan paling luas dalam
tumbuhan yang memberikan hampir semua warna merah jambu, merah,
lembayung muda, ungu dan biru pada kelopak bunga, daun dan buah pada
tumbuhan tingkat tinggi. Semua antosianin memiliki struktur dasar satu gugus
aromatik yaitu sianidin dan turunannya dengan penambahan atau pengurangan
gugus hidroksil melalui metilisasi atau glikosilasi (Harborne 1983). Fungsi
antosianin pada tanaman adalah dalam hal resistensi terhadap penyakit (Salisbury
dan Ross 1995).
Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar dan terdapat
dalam semua tumbuhan hijau kecuali alga. Secara struktur flavonoid merupakan
turunan dari flavon dan biasanya terdiri dari beberapa bagian. Telah ada sepuluh
5
kelompok flavonoid yang dikenali. Flavonoid pada umumnya dapat larut dalam
air. Flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk akar, daun, kayu,
kulit, tepung sari, nektar, bunga, buah buni, dan biji (Harbone 1987). Gambar 2
menunjukkan struktur rumus bangun antosianin.
METODE
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kristal PVA (polivinil
alcohol), gliserol, akuades, etanol teknis 98% dan kubis merah. Sedangkan alat
yang digunakan antara lain gelas piala, gelas ukur, neraca analitik, mikro pipet,
hot stirer, magnetic stirer, termometer, sudip kaca dan alumunium, plat kaca
ukuran 30 cm 20 cm, ukuran 20 cm 20 cm, ukuran 20 cm 15 cm, oven,
pisau, blender dan saringan.
6
Metode
Tahap pertama yang dilakukan adalah ekstraksi bahan pewarna alami dari
kubis merah. Kubis merah yang digunakan adalah kubis merah yang masih segar,
warna ungu pekat, daun tidak rusak. Sebelum digunakan, kubis merah dicuci
dengan cepat agar mencegah berkurangnya rendemen antosianin. Setelah dicuci
daun dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Kemudian ruas-ruas kubis
dilepas untuk mempermudah proses pengecilan sebelum ditimbang. Ruas yang
telah dilepaskan kemudian dipotong kecil agar ekstrak warna dari dalam daun
dapat keluar. Setelah itu ditimbang sesuai kebutuhan yang akan digunakan dalam
ekstraksi. Dalam penelitian ini dilakukan 3 (tiga) cara untuk mengekstraksi kubis
merah.
(i) Perebusan, menggunakan air mendidih dengan suhu 80 sampai 100oC. Hal
ini didasarkan oleh kandungan antosianin yang ada dalam buah kubis merah
akan mengeluarkan zat warnanya ketika kontak dengan suhu tinggi.
Perebusan dimulai dengan mendidihkan air terlebih dahulu, kemudian
potongan kubis merah baru dimasukkan. Perebusan dilakukan selama
rentang waktu 7 sampai 10 menit hingga seluruh permukaan daun berwarna
putih. Perbandingan kubis merah dengan akuades ditentukan dengan
komposisi 1:1 , 1:2 , 1:3.
(ii) Penghancuran, menggunakan blender. Hal ini ditujukan agar memperluas
permukaan bahan dan ektrak warna dapat lebih pekat. Langkah pertama
dimulai dengan memasukan potongan kubis merah kedalam blender yang
sebelumnya telah ditimbang terlebih dahulu. Kemudian dimasukkan
akuades dengan perbandingan 1:1 , 1:2 , dan 1:3.
(iii) Pelarutan, menggunakan bahan kimia. Dalam hal ini dipilih alkohol 98%
sebagai pelarut. Ekstraksi dengan bahan kimia ditujukan agar kandungan
antosianin dapat terekstrak. Langkah pertama yang dilakukan adalah
memasukkan potongan kubis merah kedalam erlenmeyer. Kemudian
dimasukkan pelarut alkohol 98%. Banyaknya pelarut yang digunakan
ditentukan dengan perbandingan 1:1 , 1:2 , dan 1:3. Selanjutnya didiamkan
selama 24 jam pada tempat gelap.
Ekstrak dikarakterisasi dengan mengukur pH dan kadar total antosianin. Prosedur
analisa dapat dilihat pada Lampiran 1.
Akuades
(80, 100 mL)
.
PVA (3, 3.5, dan 4
gram) (b/b) Pemanasan 80-100oC
Pendinginan
Film PVA
lebih kecil (1:1) warna kubis merah sulit untuk diratakan akibat volume air yang
lebih sedikit. Selain itu ekstrak warna 1:2 yang cukup pekat dan tidak berbeda
nyata dengan perbandingan 1:1. Alasan lain adalah jumlah ekstrak yang
dihasilkan perbandingan 1:2 lebih banyak dibandingkan dengan perebusan yang
menggunakan perbandingan 1:1. Semakin sedikit jumlah air yang digunakan
untuk mengekstrak bahan maka akan semakin pekat warna ekstrak yang
dihasilkan. Cara ekstraksi kubis merah dengan perebusan menggunakan akuades
selain harganya murah juga menghasilkan warna yang pekat karena ketika proses
perebusan sel-sel yang mengandung antosianin terbuka dan menyebabkan pigmen
warna larut ke dalam pelarut dalam hal ini air. Tabel 5 menunjukkan hasil ektraksi
cara perebusan dengan akuades.
PVA dipilih sebagai bahan dasar pembuat film indikator karena PVA dapat
membentuk film dan membran dengan baik. Selain itu PVA bersifat
biodegradable. Untuk melarutkan PVA, pelarut yang digunakan adalah akuades
dengan suhu 80 - 100oC. Formulasi terpilih ini merupakan formulasi paling baik
dari masing-masing jumlah bahan seperti akuades, PVA, dan gliserol yang
berbeda-beda dan telah diujicobakan sebelumnya. Penggunaan PVA kurang dari 3
gram menghasilkan label/film yang sangat tipis sehingga memiliki elastisitas yang
sangat tinggi dan sulit untuk dikikis dari plat kaca. Penggunaan PVA lebih dari 4
gram tidak menghasilkan karakter label/film yang baik seperti ketebalan yang
sangat tebal dan elastisitas yang sangat tinggi. Dari kelima formulasi terpilih, kode
formulasi terbaik yaitu F3. Hal ini berdasarkan sifat film yang dihasilkannya, yaitu
dari ketebalan, elastisitas, kemudahan film dikikis dari plat kaca, dan sifat film
yang tidak lengket. Dari formulasi tersebut jumlah PVA terbaik pembentuk
lembaran film yaitu 3.5 g. Dalam pembuatan film berbahan dasar PVA digunakan
plasticizer yaitu gliserol. Gliserol memiliki keunggulan sebagai plasticizer karena
titik didih yang tinggi sehingga tidak ada gliserol yang menguap dalam proses.
Penambahan jumlah gliserol kedalam larutan film dilakukan sebanyak 1, 2, dan 3
mL. Menurut Warsiki et al. (2012) penambahan gliserol sebagai plasticizer
sebanyak 1 mL menghasilkan film yang lebih halus dan lentur, dibandingkan
12
penambahan gliserol sebagai plasticizer sebanyak 0.5 mL dan 0.8 mL. Atas dasar
informasi itu, dilakukan penambahan gliserol sebagai plasticizer sebanyak 1 mL
ke dalam larutan film PVA. Penambahan jumlah gliserol sebanyak 2 dan 3 mL
membuat film yang dihasilkan bersifat lengket. Semakin banyak penambahan
jumlah gliserol maka semakin lengket dan berminyak film yang dihasilkan.
Penelitian pada tahap ini adalah pembuatan film indikator warna. Formulasi
pembuatan film PVA telah didapatkan formulasi terbaik yaitu dengan jumlah PVA
sebanyak 3.5 gram, akuades sebanyak 100 mL, dan penambahan plastisizer
gliserol sebanyak 1 mL Setelah didapatkan lembaran film indikator, tahap
selanjutnya adalah pemberian pewarna alami. Formulasi ekstrak pewarna kubis
merah dengan perbandingan 1:2 akan digunakan sebagai bahan pewarna film
indikator. Formulasi perbandingan tersebut merupakan yang terbaik untuk
digunakan pada tahap pewarnaan film indikator. Pembuatan label/ film indikator
warna dilakukan dengan 2 metode, yaitu pencampuran langsung dan metode oles.
1. Metode Pencampuran
Perlakuan dengan menambahkan berbagai konsentrasi pewarna (2, 4,6,8,10)
mL pewarna /100 mL larutan film PVA) kedalam larutan film lalu dihomogenisasi
pada suhu 30oC . Pada penambahan pewarna sebanyak 2 mL dan 4 mL, warna
yang dihasilkan pada larutan film indikator masih terlalu pucat. Penambahan
pewarna sebanyak 6 mL warna yang dihasilkan lebih baik, hanya saja masih
kurang menarik untuk dijadikan sebagai pewarna indikator. Sementara pada
penambahan warna sebanyak 8 mL, warna yang dihasilkan cukup pekat dan lebih
menarik untuk dijadikan pewarna indikator.
Hasil dari teknik pewarnaan langsung kedalam larutan PVA ini
menghasilkan film indikator dengan warna ungu yang tidak diharapkan. Larutan
film dengan pewarna kubis merah menghasilkan warna yang tidak stabil, sehingga
larutan film sudah berubah warna menjadi ungu pucat mendekati bening seperti
warna film PVA tanpa warna. Ketika bahan dikeringkan pada oven suhu 50oC
menghasilkan film yang tidak berwarna dan tidak bisa digunakan sebagai
indikator warna. Hal ini disebabkan karena ekstrak pewarna kubis merah di dalam
film sangat rentan terhadap suhu ruang dan suhu tinggi, sehingga sudah berubah
warna selama pengeringan, maupun selama pembuatan film. Menurut Jackman
dan Smith (1996), secara umum stabilitas antosianin dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu struktur dan konsentrasi antosianin, suhu, pH, oksigen,
cahaya, enzim, asam askorbat, gula, sulfit dan sebagainya. Pada saat pewarna
dicampurkan kedalam larutan film, pewarna antosianin pada ekstrak kubis merah
terdegradasi dan mengalami kehilangan warna ungu (memudar).
2. Metode Oles
Percobaan selanjutnya dilakukan dengan teknik pengolesan ekstrak pewarna
pada matrik film yang sudah dikeringkan. Metode ini dipilih juga karena menurut
Sumarto (2008) polimer yang berupa larutan encer memiliki rantai bebas
13
(a) (b)
Gambar 4 Label/film indikator dengan pewarna kubis merah (a) 4 mL; (b) 6 mL
Sifat fisik dan mekanis film berkaitan dengan proses pencetakan, jenis dan
sifat bahan yang digunakan untuk membentuk film dan terutama sifat kohesi dari
larutan bahan. Sifat kohesi bahan akan mempengaruhi kemampuan polimer,
terutama ikatan molekul antar rantai polimer (Gontard dan Gilbert 1994). Hasil
pengujian dapat dilihat pada Tabel 7.
14
Dari kelima formula yang telah di uji, kode formulasi F3 memberikan hasil
terbaik. Nilai ketebalan film yang dihasilkan dari kode F3 paling tebal diantara
formula lainnya, yaitu sebesar 0.15 mm. Kekuatan tarik dari formula 3 sebesar
263.52 kgf/mm2 merupakan kekuatan tarik paling ideal dibanding kekuatan tarik
yang lainnya. Persen elongasi yang paling sesuai dengan penelitian Hodgkinson
dan Taylor (2000) adalah formulasi F3, yaitu sebesar 209.96 %. Polivinil alkohol
memiliki kuat sobek sekitar 147 834 N/mm, kuat tarik sebesar 44 64 MN/m2,
serta persen pemanjangan sebesar 150 400 %. Dengan karakteristik tersebut,
polivinil alkohol dapat dibentuk menjadi kemasan plastik film yang
biodegradable (Hodgkinson dan Taylor 2000).
Nilai kuat tarik film yang dihasilkan tinggi yaitu 263.52kgf/cm2, jika
dibandingkan dengan kuat tarik film dari bahan kitosan saja yaitu sebesar 13.3
kgf/cm2 (Putri 2012) dan dengan kuat tarik film dari bahan film kitosan-PVA yaitu
sebesar 42.67 kgf/cm2 serta kuat tarik dari film agar bubuk sebesar 81.05 kgf/cm2
(Lestari 2013).
Elongasi atau persen pemanjangan film yang dihasilkan 209.96%, semakin
besar nilai persen pemanjangan, maka akan semakin elastis film tersebut. Elongasi
film yang dihasilkan lebih tinggi daripada elongasi film kitosan-PVA dengan
plasticizer gliserol yaitu 78.06%, juga lebih tinggi dari elongasi film kitosan
dengan plasticizer sorbitol yaitu 16.6% (Purwanti 2010) dan plastisizer gliserol
yaitu 20.8% (Putri 2012). Jika dibandingkan dengan film dari polimer lain, nilai
elongasi juga lebih tinggi, yaitu elongasi film dari pati ubi jalar sebesar
9.002.70%, dengan pati ubi kayu sebesar 10.672.39%, dengan pati kentang
sebesar 4.671.55%, dengan pati garut sebesar 4.331.55% dan dengan pati
jagung sebesar 25.336.29% (Ardian 2011).
Agar hasil pengamatan secara visual tersebut dapat dianalisa, maka dilakukan
pengukuran perubahan warna secara kuantitatif dengan menggunakan Colorimeter.
(i)
Nilai L
Grafik nilai L film indikator dapat dilihat pada Gambar 6 sampai Gambar 8.
Kemudian Tabel 9 menunjukkan persamaan regresi dan nilai R2 dari masing-
masing grafik nilai L.
50
40
30
Nilai L
20
10
0
0 24 48 72 96 120 144
Lama penyimpanan (jam)
50
40
Nilai L 30
20
10
0
0 24 48 72 96 120 144
Lama penyimpanan (jam)
Gambar 7 Grafik nilai L film indikator selama penyimpanan suhu kulkas
50
40
30
Nilai L
20
10
0
0 24 48 72 96 120 144
Lama penyimpanan (jam)
Tabel 8 Persamaan regresi dan nilai R2 dari grafik nilai L suhu ruang, suhu
kulkas(3-5C0, dan suhu freezer ( -5-(-10)C)
Nilai a*
Selain nilai L, dalam pengukuran Colorimeter juga terdapat nilai a* (derajat
kemerahan) dan b* (derajat kekuningan). Dalam pengamatan ini terdapat
kecenderungan nilai L berbanding terbalik dengan nilai a* dan berbanding lurus
dengan nilai b*. Nilai a+ (positif) dengan jangkauan dari 0 100 menandakan
warna merah, sedangkan nilai a (negatif) dari 0 (-80) menandakan warna hijau.
Grafik nilai a* dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.
18
40
30
28.32
29.12 21.05
25.44
20
Nilai a*
21.09
19.40
10
0
0 24 48 72 96 120 144
Lama Penyimpanan ( Jam )
40
28.54
30
22.57
Nilai a*
27.22
20
21.59 19.30 21.37
10
0
0 24 48 72 96 120 144
Lama Penyimpanan ( Jam )
Gambar 10 Grafik nilai a* film indikator selama penyimpanan suhu kulkas
40
30 26.29
23.01 22.79
Nilai a*
20 23.46
20.66 20.24
10
0
0 24 48 72 96 120 144
Lama Penyimpanan (Jam)
Pada ketiga grafik nilai a* diatas (Gambar 9,10,11) terlihat bahwa nilai a*
dari film indikator cenderung bergerak turun meskipun penurunan yang terjadi
tidak konstan. Terjadi kenaikan dibeberapa titik pada setiap suhu penyimpanan.
Nilai a* di awal penyimpanan suhu ruang bernilai 29.12 . Kemudian pada
penyimpanan selama 120 jam (akhir penyimpanan) menjadi 19.40. Pada suhu
kulkas, nilai a* di awal penyimpanan bernilai 28.54. Selama penyimpanan 120
jam, nilai a* turun menjadi 21.37. Hal yang sama juga terjadi pada penyimpanan
suhu freezer, yaitu dari nilai awal 26.29 turun menjadi 20.24.
Parameter nilai a*Colorimeter pada suhu ruang memiliki persamaan regresi
y = -0.0821x + 28.997 dengan koefisien determinasi 0.7975. Hal ini menunjukkan
bahwa model regresi yang dihasilkan memiliki hubungan negatif tinggi. Bernilai
negatif karena nilai slope yang dihasilkan bernilai negatif sehingga grafik yang
dihasilkan menurun mulai dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Penurunan yang
terjadi sebesar 0.0821 setiap 24 jam. Model regresi pada suhu ruang ini memiliki
koefisien determinasi sebesar 0.7975, artinya hubungan antara lama paparan
matahari terhadap penurunan nilai a* dapat dijelaskan dengan cukup baik oleh
model regresi tersebut berdasarkan nilai R2 yang lebih dari 0.61. Sementara pada
suhu kulkas, persamaan regresi yang dimiliki yaitu y = -0.062x + 27.152 dengan
koefisien determinasi 0.5880. Sama seperti pada penyimpanan suhu ruang, model
regresi yang dihasilkan miliki hubungan negatif, hanya saja dengan korelasi yang
agak rendah. Hal ini dikarenakan koefisien determinasi yang dihasilkan bernilai
kurang dari 0.60 dan lebih dari 0.41. Sementara pada suhu freezer menghasilkan
koefisiensi determinasi sebesar 0.7197 dengan persamaan regresi y = -0.0412x +
25.213. Hubungan korelasi regrasi pada penyimpanan suhu freezer memiliki
hubungan negatif cukup tinggi, karena nilai R2 yang lebih dari 0.61.
Tabel 9 Persamaan regresi dan nilai R2 dari grafik nilai a* suhu ruang, suhu
kulkas, dan suhu freezer
Nilai b
Selain nilai L dan a*, dalam pengukuran Colorimeter juga terdapat nilai b*
(derajat kekuningan). Nilai b* ada positif dan negatif. Nilai b+ (positif) jika nilai
nya dari 0 70, yang menandakan warna kuning. Sedangkan nilai b- (negatif)
bernilai 0 (-70) untuk warna biru. Grafik nilai b* film indikator dapat dilihat
pada Gambar 12 sampai Gambar 14. Kemudian Tabel 10 menunjukkan persamaan
regresi dan nilai R2 dari masing-masing grafik nilai b*.
20
90
85.17 85.67
86 83.95 84.37
82.55
82
Nilai b*
81.56
78
74
70
0 24 48 72 96 120 144
Lama Penyimpanan (Jam)
85.35
86 83.91
83.07 82.23
81.51
82
Nilai b*
78 79.64
74
70
0 24 48 72 96 120 144
Lama Penyimpanan (Jam)
86 84.63
84.37
82.20
82 83.38 83.28
81.10
Nilai b*
78
74
70
0 24 48 72 96 120 144
Tabel 10 Persamaan regresi dan nilai R2 dari grafik nilai b* suhu ruang, suhu
kulkas, dan suhu freezer
Nilai ohue
Nilai hue atau nilai derajat Hue merupakan atribut yang menunjukkan
derajat warna visual yang terlihat. Nilai hue diperoleh melalui perhitungan invers
30 tangen perbandingan nilai b dengan nilai a. Nilai hue merupakan gambaran
dari sumbu 360o di mana daerah kuadran 1 menunjukkan warna kemerahan,
daerah kuadran 2 menunjukkan warna kuning hijau, daerah kuadran 3
menunjukkan warna hijau biru, dan kuadran 4 menunjukkan warna ungu.
Sampel yang disimpan pada suhu ruang terjadi peningkatan nilai hue dari
70.49o pada jam ke-0 menjadi 72.58o pada jam ke-24. Kemudian hue mengalami
penurunan pada jam ke-48 menjadi 71.44o. Nilai ohue kembali meningkat pada
jam ke-72 menjadi 75.81o, dan terus meningkat pada jam ke-96 hingga jam ke-
120 dengan nilai hue sebesar 76.03o dan 76.89o. Semua nilai hue berada pada
daerah kisaran kuadran 2.
Untuk sampel yang disimpan pada suhu kulkas nilai hue meningkat dari
71.04 pada hari ke-0 menjadi 76.79 pada hari ke-3, yang merupakan nilai hue
yang berada pada daerah kisaran warna kuning, pada hari ke-4 nilai hue sampel
turun menjadi 74.94 yang berada pada daerah kisaran warna kuning. Kemudian
nilai hue kembali naik pada hari ke-5 dengan nilai 75.94 yang berada pada
daerah kisaran warna kuning.
Untuk sampel yang disimpan pada freezer terjadi peningkatan nilai hue
yaitu dari 72.33 pada hari ke-0 menjadi 76.71 pada hari ke-5. Pada sampel yang
disimpan di suhu freezer hue berkisar antara 40.96o-75.52o, jika merujuk pada
22
tabel daerah kisaran warna hue film yang disimpan pada suhu freezer berada pada
kisaran warna merah hingga kuning merah.
85
80
76.89
Nilai ohue
75 72.58
75.81 76.03
70
70.49 71.44
65
60
0 24 48 72 96 120 144
Lama Penyimpanan (Jam)
85
80 76.79 75.94
75
Nilai ohue
71.13
74.94
75.16
70
71.04
65
60
0 24 48 72 96 120 144
Lama Penyimpanan (Jam)
85
80
76.24
73.95 76.71
75
Nilai ohue
75.02
74.67
70 72.33
65
60
0 24 48 72 96 120 144
Lama Penyimpanan (Jam)
Gambar 17 Hubungan lama penyimpanan terhadap nilai ohue film indikator
selama penyimpanan suhu freezer
23
Simpulan
Jumlah PVA terbaik untuk pembuatan film indikator PVA sebanyak 3.5
gram. Hasil film memiliki penampakan yang lebih bening dan mengkilat.
Penggunaan pewarna kubis merah sebagai warna indikator, tidak memungkinkan
untuk dilakukan pengeringan bersamaan dengan larutan film. Teknik pewarnaan
agar pewarna alami tetap dapat dipergunakan sebagai pewarna indikator adalah
metode oles dengan volume terbaik yang digunakan untuk mengoleskan pewarna
alami pada film adalah 6 ml per 400 cm2. Film indikator dengan pewarna alami
akan merespon melalui perubahan warna terhadap suhu penyimpanan.
Perubahan warna film indikator selama penyimpanan sangat dipengaruhi
oleh faktor suhu dan cahaya. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan film
indikator yang disimpan. Hasil pengukuran warna film indikator menghasilkan
koefisien determinasi L untuk suhu ruang sebesar 0.782, suhu kulkas sebesar
0.418, dan 0.066 untuk suhu freezer. Hasil pengukuran parameter nilai a* film
indikator menghasilkan koefisien determinasi berturut-turut untuk suhu ruang,
kulkas, dan freezer yaitu sebesar 0.7975, 0.5880, dan 0.7179. Sedangkan hasil
pengukuran parameter nilai b* menghasilkan koefisien determinasi berturut-turut
untuk suhu ruang, kulkas, dan freezer yaitu sebesar 0.8393, 0.4534, 0.3631.
Persamaan linier nilai ohue menghasilkan koefisien determinasi tinggi berturut-
turut 0.8536, 0.6586, 0.8061. Parameter nilai ohue pada suhu ruang memiliki
persamaan regresi y = 0.0556x + 70.54 , sedangkan pada suhu kulkas mempunyai
persamaan regresi yang dimiliki yaitu y=0.0447x + 71.485. Suhu freezer memiliki
persamaan regresi y = 0.0317x + 72.919. Peningkatan suhu penyimpanan
menyebabkan terjadinya peningkatan nilai ohue, dan semakin lama waktu
penyimpanan juga menyebabkan ohue semakin meningkat.
Saran
Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini, yaitu perlu adanya kajian
mengenai jenis pewarna alami lainnya yang lebih tahan terhadap suhu serta perlu
dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengaplikasian kemasan cerdas ini pada
suatu produk.
25
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Ketebalan film diukur dengan cara mengukur ketebalan pada tiga titik permukaan
film dan dihitung rata-rata dari hasil pengukuran. Pengukuran ketebalan
menggunakan alat thickness gauge. Alat diletakkan di atas bidang horizontal
dengan permukaan yang rata kemudian sampel diletakkan di antara tatakan dan
penekan dengan sisi grain berada di atas (jika dapat diidentifikasi). Jika sisi grain-
nya tidak dapat diidentifikasi, maka sampel diletakkan dengan salah satu sisi ke
atas. Penekan dilepas, ditunggu sekitar 5 detik 1 detik, kemudian angka yang
terbaca pada meteran dicatat sebagai ketebalan. Hasil ketebalan yang terbaca
kemudian dirata-ratakan.
Dimensi (mm) :
L l1 L2 B b1 a
55 25 15 5 12.5 5
28
5. Warna
Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat Colortex
Colorimeter dengan spesifikasi Colorimetry IV Version 4.0. Nilai yang terbaca
pada alat antara lain nilai L, a, dan b (tingkat kecerahan). Intensitas warna
ditunjukan melalui nilai Chroma yang dihitung dengan rumus sebagai berikut :
O
H = tan-1 (b/a)
Keterangan :
C = Chroma, menunjukkn intensitas warna sampel
H = oHue, menunjukkan warna sampel
L = Tingkat kecerahan
a = merupakan warna campuran merah-hijau
b = merupakan warna campuran kuning-biru
o
Hue = parameter untuk kisaran warna
29
Akuades
100 mL
(2, 4, 6 ,8 dan 10 ) mL
Homogenisasi pewarna kubis merah
Film
Indikator
Akuades
100 mL
Homogenisasi
Lembaran film
Film Indikator
RIWAYAT HIDUP