Anda di halaman 1dari 45

LABEL CERDAS INDIKATOR WARNA DARI EKSTRAK

KUBIS MERAH (Brassica oleracea)

MUHAMAD HARIS

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Label Cerdas Indikator
Warna dari Ekstrak Kubis Merah (Brassica oleracea) adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015

Muhamad Haris
NIM F34090098
ABSTRAK
MUHAMAD HARIS. Label Cerdas Indikator Warna dari Ekstrak Kubis Merah
(Brassica oleracea). Dibimbing oleh ENDANG WARSIKI

Kemasan cerdas adalah kemasan indikator yang diletakkan didalam atau


diluar kemasan makanan untuk memberikan informasi mengenai keadaan
kemasan dan kualitas produk di dalamnya. Salah satu jenis terpopuler dewasa ini
ialah dalam bentuk label/film berupa campuran PVA (Polivinil Alkohol) dan
bahan pewarna alami sebagai indikator. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mempelajari dan mengembangkan label cerdas dari bahan PVA dengan
penambahan pewarna ekstrak kubis merah sebagai indikator serta mempelajari
teknik pewarnaan film. Tahap pertama yakni ekstraksi kubis merah yaitu dengan
cara: 1) perebusan, 2) penghancuran dengan blender, dan 3) ekstraksi
menggunakan pelarut etanol 98%, dengan proses terpilih yakni perebusan selama
7 menit menghasilkan ekstrak dengan pH 6.21 dan kadar antosianin 25.02 mg per
100 gram bahan. Selanjutnya, tahap pembuatan film menggunakan PVA dengan
formulasi: 3 g (b/b), 3.5 g (b/b), dan 4 g (b/b), dimana film terbaik dengan
ketebalan 0.15 mm, kekuatan tarik 2.64 kgf/mm dan elongasi 210 % ditunjukkan
pada formulasi PVA 3.5 g. Metode pembuatan film dengan teknik pencampuran
menghasilkan film tidak berwarna, sedangkan metode pengolesan menghasilkan
film berwarna yang merata dan stabil. Hasil pengukuran warna film untuk suhu
ruang, kulkas dan freezer berturut-turut pada koefisien determinasi nilai L yakni
0.782, 0.418 dan 0.066; nilai a* 0.7975, 0.5880, dan 0.7179; dan nilai b* 0.8393,
0.4534, 0.3631. Persamaan linier nilai ohue menghasilkan koefisien determinasi
tinggi berturut-turut 0.8536, 0.6586, 0.8061. Peningkatan suhu penyimpanan
menyebabkan terjadinya peningkatan nilai ohue, dan semakin lama waktu
penyimpanan juga menyebabkan ohue semakin meningkat.

Kata kunci: film PVA, label cerdas, pewarna kubis merah


ABSTRACT

MUHAMAD HARIS. Smart Label Color Indicator of Red Cabbage Extract


(Brassica oleracea). Supervised by ENDANG WARSIKI.

Smart packaging is an indicator, either it is placed internally or externally


in the food packaging to provide information about the quality of the product
packed. One of the most popular nowadays is in the form of film made from PVA
(polyvinyl alcohol) with additional natural dyes as its indicator. The purpose of
this research was to study and develop smart packaging made from PVA and red
cabbage extract as the natural dyes and figure out the best formulation as well as
to study the film coloring technic. First step was the red cabbage color extraction
conducted in methods namely: 1) boiling, 2) crushing in a blender, and 3) solvent
extraction using 98% ethanol; while the selected process was by boiling for 7
minutes resulting extract with pH of 6.21 and anthocyanin content of 25.02 mg
per 100 gram red cabbage. Afterwards, film preparation with PVA powders
formulations applied as following: 3 g (w/w), 3.5 g (w/w) and 4 g (w/w); while the
best film resulted with thickness of 0.15 mm, tensile strength of 2.64 kgf/mm and
elongation of 210% shown by 3.5 g PVA powder film formulation. Film
formulation technique by mixing method produced colorless film, whereas
tinting method showed more uniform and stable colored film. Indicator film color
measurement for room, cooler and freezer temperature showed L determination
coefficient were 0.782, 0.418 and 0.066, respectively; a* value of 0.7975, 0.5880
and 0.7179, respectively; and b* value of 0.8393, 0.4534 and 0.3631, respectively.
o
Hue linier equation revealed high determination coefficients of 0.8536, 0.6586
and 0.8061, respectively. Rising storage temperature lead to increase in ohue
value, and the longer storage time the higher ohue value.

Keywords: PVA film, red cabbage dye, smart packaging,


LABEL CERDAS INDIKATOR WARNA DARI EKSTRAK
KUBIS MERAH (Brassica oleracea)

MUHAMAD HARIS

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa taala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi berjudul Label Cerdas Indikator Warna dari
Ekstrak Kubis Merah (Brassica oleracea) ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah Teknologi Pengemasan.
Terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Dr. Endang Warsiki S.TP, M.Si. selaku dosen pembimbing atas
bimbingan dan motivasi yang diberikan.
2. Dr. Ir. Sugiarto, M.Si dan Dr. Farah Fahma, S.TP. MT. selaku dosen
penguji atas saran dan masukan yang diberikan.
3. Seluruh dosen dan staff Departemen Teknologi Industri Pertanian
4. Seluruh laboran Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah
membantu selama proses penelitian.
5. Bapak Sudirja, Ibu Nurhayati, adik Reza Hidayat, Tutus Kuryani, serta
seluruh keluarga dan sahabat, atas segala doa dan kasih sayangnya.
6. Teman-teman di pondok Emperor dan pondok Dinzayu 4 serta teman-
teman TIN 46 atas kebersamaan yang berkesan, perjuangan, semangat
dan doa yang diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

Muhamad Haris
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Label/Kemasan Cerdas 2
Polivinil Alkohol (PVA) Sebagai Matriks Film 3
METODE 5
Bahan dan Alat 5
Metode 6
Ekstraksi dan Karakterisasi Pewarna Kubis Merah 6
Pembuatan Film PVA 6
Pembuatan Label/Film Indikator Warna 8
Karakterisasi Sifat Fisik dan Mekanis Label/Film Indikator 8
Analisis Perubahan Warna Film Indikator 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Ekstraksi dan Karakterisasi Pewarna Kubis Merah 10
Label/Film Berbahan Dasar PVA 11
Pembuatan Label/Film Indikator Warna 12
Karakteristik Sifat Fisik dan Mekanis Film Indikator 13
Analisis Perubahan Warna Film Indikator 14
SIMPULAN DAN SARAN 24
Simpulan 24
Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 25
LAMPIRAN 27
RIWAYAT HIDUP 31
DAFTAR TABEL

1 Formulasi film PVA 6


2 Interpretasi Nilai R2 11
3 Hasil setiap cara ekstraksi kubis merah 10
4 Kadar antosianin pada berbagai tanaman 10
5 Hasil ekstraksi dengan cara perebusan 11
6 Hasil formulasi pembuatan film PVA 11
7 Hasil pengujian sifat fisik film PVA 14
8 Persamaan regresi dan nilai R2 dari grafik nilai L* suhu ruang, suhu
kulkas, dan suhu freezer 17
9 Persamaan regresi dan nilai R2 dari grafik nilai a* suhu ruang, suhu
kulkas, dan suhu freezer 20
10 Persamaan regresi dan nilai R2 dari grafik nilai b* suhu ruang, suhu
kulkas, dan suhu freezer 22
11 Persamaan regresi dan nilai R2 dari hubungan lama penyimpanan
terhadap nilai ohue film indikator suhu ruang, suhu kulkas, dan suhu
freezer 23

DAFTAR GAMBAR

1 Kemasan cerdas pada produk 3


2 Rumus bangun antosianin 5
3 Diagram alir pembuatan film PVA 6
4 Label/film indikator dengan pewarna kubis merah
(a) 4 mL dan (b) 6 mL 13
5 Perubahan warna indikator (i) awal penyimpanan (0 jam), (ii) akhir
penyimpanan (120 jam) pada (a) suhu ruang, (b) suhu kulkas, dan
(c) suhu freezer 16
6 Grafik nilai L* film indikator selama penyimpanan suhu ruang 16
7 Grafik nilai L* film indikator selama penyimpanan suhu kulkas 17
8 Grafik nilai L* film indikator selama penyimpanan suhu freezer 17
9 Grafik nilai a* film indikator selama penyimpanan suhu ruang 19
10 Grafik nilai a* film indikator selama penyimpanan suhu kulkas 19
11 Grafik nilai a* film indikator selama penyimpanan suhu freezer 19
12 Grafik nilai b* film indikator selama penyimpanan suhu ruang 21
13 Grafik nilai b* film indikator selama penyimpanan suhu kulkas 21
14 Grafik nilai b* film indikator selama penyimpanan suhu freezer 21
15 Hubungan lama penyimpanan terhadap nilai ohue film indikator
selama penyimpanan suhu ruang 22
16 Hubungan lama penyimpanan terhadap nilai ohue film indikator
selama penyimpanan suhu kulkas 22
17 Hubungan lama penyimpanan terhadap nilai ohue film indikator
selama penyimpanan suhu freezer 22
DAFTAR LAMPIRAN

1 Prosedur analisa uji 27


2 Diagram alir pembuatan film inikator warna (metode pencampuran) 29
3 Diagram alir pembuatan film indikator warna (metode oles) 30
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Teknologi dalam bidang kemasan saat ini sedang berkembang pesat. Salah
satu yang mendorong munculnya berbagai inovasi, kebaruan, dan tren ialah
tuntutan konsumen terhadap kemudahan penggunaan kemasan. Dewasa ini
industri pengemasan kerap dituntut untuk meneliti berbagai material baru
mengingat semakin pekanya konsumen terhadap nilai keamanan produk terkemas.
Salah satu alternatif kemasan modern saat ini yang mempunyai kriteria tersebut
yaitu kemasan cerdas. Kemasan cerdas merupakan kemasan yang mampu
menginformasikan kesegaran dari produk makanan yang dikemasnya. Hal ini
dikarenakan teknologi tersebut dapat memberikan informasi kepada konsumen
untuk memantau kualitas dan keamanan produk pangan baik selama
penyimpanan, transportasi dan pemasaran.
Penurunan mutu produk tidak dapat dilihat tanpa adanya sebuah indikator.
Oleh sebab itu perlu indikator yang dapat berperan sebagai media informasi
kepada konsumen akan kesegaran produk selama penyimpanan yang mudah
rusak, seperti produk yang rentan penurunan kualitas akibat berbagai faktor. Salah
satu jenis kemasan cerdas ialah Time Temperature Indicators (TTI) atau biasa
dikenal sebagai label indikator warna. Beberapa penelitian kemasan cerdas
berbentuk label telah banyak dilakukan. Nofrida et al. (2013), Warsiki et al.
(2013) telah meneliti label cerdas indikator warna untuk mendeteksi kerusakan
susu pasteurisasi, serta meneliti label indikator pendeteksi Eschericia coli
(Warsiki dan Rahayuningsih 2014), Staphlylococcus aureus (Warsiki et al. 2014),
dan Salmonella typhimurium (Warsiki et al. 2014). Hong dan Park (2000)
mengembangkan indikator warna untuk memantau fermentasi dan umur simpan
kimchi dengan menggunakan perubahan pH dan suhu di dalam kemasan sebagai
sensor untuk perubahan warna pada kemasan produk tersebut. Penelitian
mengenai label cerdas juga dilakukan oleh Vaikousi et al. (2008) yang
mengembangkan label cedas untuk memonitor mutu mikrobial pada produk yang
disimpan pada suhu dingin, serta Warsiki dan Putri (2012) tentang label cerdas
dengan indikator warna dari bahan alami dan sintetik.
Salah satu bahan yang potensial dikembangkan sebagai matrik pembawa
warna pada label cerdas adalah PVA, karena PVA (Polivinil Alkohol) dapat
membentuk film dan membran dengan baik (Apriyanto 2007). PVA (Polivinil
Alkohol) merupakan serbuk kristal berwarna putih yang bersifat biodegradable,
biasanya dapat digunakan sebagai bahan pembuatan kemasan plastik. Penelitian
terdahulu menunjukkan bahwa penggunaan PVA sebagai polimer film memiliki
karakteristik ketebalan, kuat tarik dan elongasi lebih baik. Nofrida et al (2013)
melakukan penelitian dengan menggunakan kombinasi kitosan dan PVA yang
menghasilkan film yang lebih baik dibandingkan dengan kitosan saja. Namun,
penelitian dengan menggunakan PVA murni sebagai polimer film indikator label
cerdas belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini dapat
dikembangkan sebagai salah satu cara pembuatan label cerdas indikator warna
baru.
2

Dalam pembuatan label cerdas berbahan dasar PVA menggunakan indikator


warna, diperlukan bahan pewarna yang memiliki stabilitas tertentu yang dapat
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti suhu penyimpanan dan bahan yang akan
dikemas. Salah satu sumber pewarna adalah antosianin. Antosianin adalah pigmen
yang bisa larut dalam air. Secara kimiawi antosianin bisa dikelompokkan ke
dalam flavonoid dan fenolik. Zat tersebut berperan dalam pemberian warna
terhadap bunga atau bagian tanaman lain dari mulai merah, biru sampai ke ungu
termasuk juga kuning dan tidak berwarna (seluruh warna kecuali hijau) (Sudiatso
2001). Salah satu sumber pewarna alami dapat diperoleh dari komoditas kubis
merah. Kubis merah adalah tanaman yang banyak mengandung antosianin.
Antosianin yang diekstrak dari kubis merah bersifat sensitif terhadap panas dan
cahaya, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai warna indikator pada label cerdas
untuk pendeteksi kerusakan produk akibat suhu tinggi. Tanaman ini digunakan
sebagai bahan utama pewarna alami dalam penelitian ini.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah membuat label cerdas indikator warna
berbahan dasar PVA murni dengan pewarna alami kubis merah sebagai indikator
warna. Tujuan khusus penelitian ini mendapatkan formulasi PVA terbaik yang
menghasilkan film/ label cerdas dengan karakteristik fisik dan mekanis terbaik
dan dapat berubah warna pada suhu tinggi.

TINJAUAN PUSTAKA

Label/Kemasan Cerdas

Label atau kemasan cerdas bertujuan untuk mengawasi kondisi makanan


terkemas dengan tujuan untuk mendapatkan informasi mengenai kualitas makanan
dalam kemasan sewaktu transportasi dan penyimpanan. Pengawasan kondisi
makanan dilakukan dengan menggunakan indikator yang dibedakan atas indikator
luar dan indikator dalam. Indikator luar adalah indikator yang diletakkan di luar
kemasan sementara indikator dalam adalah indikator yang ditempatkan di dalam
kemasan, dapat ditempatkan pada head-space kemasan atau ditambahkan pada
penutup kemasan. Contoh indikator luar yaitu indikator waktu, indikator suhu dan
indikator pertumbuhan mikroba. Sementara contoh indikator dalam adalah
indikator oksigen, indikator karbon dioksida, indikator patogen dan indikator
pertumbuhan mikroba (Ahvenainen 2003). Menurut Robertson (2006) kemasan
cerdas (smart packaging) merupakan kemasan yang memiliki indikator baik yang
diletakkan secara internal maupun secara eksternal, yang mampu memberikan
informasi tentang keadaan kemasan dan atau kualitas makanan di dalamnya.
Meningkatnya kebutuhan informasi bagi konsumen mengenai produk yang
mereka konsumsi, mendorong kebutuhan akan kemasan cerdas semakin
meningkat terutama untuk produk pangan. Dengan adanya kemasan cerdas yang
dibentuk menjadi label atau stiker pada kemasan (Gambar 1), akan memberikan
3

informasi visual secara langsung kepada produsen, pengecer, dan konsumen


mengenai kondisi produk. Selain itu, keuntungan lain penggunaan kemasan cerdas
pada produk makanan akan mempertahankan integritas dan aktif dalam mencegah
pembusukan, meningkatkan atribut produk (penampilan/warna, rasa, aroma,
viskositas, dan tekstur), serta dapat merespon secara aktif terhadap perubahan
produk atau lingkungan kemasan (Kuswandi et al. 2011).

Gambar 1 Kemasan cerdas pada produk (Anonim 2009).


Kemasan cerdas pada gambar di atas bekerja berdasarkan waktu
kadarluarsanya. Saat produk mendekati kadarluarsa label tersebut akan berubah
warna menjadi biru dan akan berubah menjadi biru tua saat produk telah melewati
tanggal kadarluarsanya. Dengan demikian, konsumen dapat membedakan mana
produk yang masih segar dan mana yang sudah tidak dapat dikonsumsi.

Polivinil Alkohol (PVA) Sebagai Matriks Film

Polivinil alkohol adalah suatu kopolimer vinil alkohol yang tersusun dari
komonomer unit vinil seperti ethylene dan prophylene. Pembentukan polivinil
alkohol dilakukan melalui proses hidrolisis (saponifikasi) dari polivinil asetat.
Reaksi ini dapat berjalan dengan adanya katalis yaitu garam palladium (II) klorida
(Schonberger et al. 1997). Polivinil alkohol merupakan polimer sintetik yang
mudah diuraikan secara biologi (biodegradable) dan tidak beracun. Pada
pengembangannya, polivinil alkohol sudah diaplikasikan dalam bidang kesehatan,
pelapis bahan, bahan pembuat detergen, lem, serta pengemulsi (Hodgkinson dan
Taylor 2000).
Polivinil alkohol berbentuk serbuk yang berwarna putih dan dapat larut
dalam air pada suhu 80oC serta memiliki densitas sebesar 1.20 1.30 g/cm3
(Sheftel 2000). Polivinil alkohol dapat digunakan sebagai bahan pembuatan
kemasan plastik film. Mutu PVA yang baik ditentukan oleh derajat hidrolisisnya.
Derajat hidrolisis berpengaruh terhadap kelarutan PVA dalam air, semakin tinggi
derajat hidrolisisnya maka kelarutannya akan semakin rendah. PVA dengan
derajat hidrolisis 98.5% atau lebih dapat dilarutkan dalam air pada suhu 70C
(Hassan dan Peppas 2000).
PVA dalam penelitian ini digunakan sebagai bahan dasar pembuatan film
indikator. Sifat PVA yang dapat larut dalam air, memiliki kekuatan tarik yang
tinggi, fleksibilitas yang tinggi, dan sifat penghalang oksigen yang baik
menjadikan alasan utama PVA digunakan dalam penelitian ini. Sifat-sifat tersebut
lebih baik dibandingkan dengan kitosan. Selain itu, harganya yang jauh lebih
murah dibandingkan kitosan akan lebih bernilai ekonomis untuk digunakan.
4

Gliserol sebagai Plasticizer

Gliserol adalah senyawa alkohol polihidrat dengan tiga buah gugus hidroksil
dalam satu molekul (alkohol trivalen). Rumus kimia gliserol adalah C3H8O3
dengan nilai densitas 1.23 g/cm3 dan titik didihnya 204oC, berbentuk cair, tidak
berbau, transparan, higroskopis, dan dapat larut dalam air dan alkohol.
Penambahan gliserol dengan jumlah sedikit akan menghasilkan film yang lebih
fleksibel dan halus, namun tidak terlalu menurunkan kuat tarik dari film yang
dihasilkan (Nurdiana 2002)
Penambahan plasticizer yaitu gliserol mempengaruhi tingkat elastisitas film
yang dihasilkan. Semakin banyak penambahan plasticizer, maka elastisitas film
akan semakin tinggi. Plasticizer adalah bahan organik dengan bobot molekul
rendah yang ditambahkan dengan maksud memperlemah kekakuan suatu film.
Plasticizer didefinisikan sebagai substansi non volatil yang mempunyai titik didih
tinggi, yang jika ditambahkan ke senyawa lain akan mengubah sifat fisik dan
mekanik senyawa tersebut. Penambahan plasticizer akan menghindarkan film dari
keretakan selama penanganan maupun penyimpanan yang dapat mengurangi
sifatsifat tahanan film (Sumarto 2008).

Kubis Merah Sebagai Sumber Pewarna

Kubis merah merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak terdapat di
Indonesia. Kubis ini memiliki banyak manfaat karena memiliki banyak
kandungan antara lain vitamin (A, B, C, dan E), mineral (kalium, kalsium, fosfor,
natrium, dan besi), serta mengandung zat antosianin yang mampu mengubah
warna kubis menjadi merah (Ekasari 2009).
Kubis merah mengandung setidaknya tiga puluh enam dari 300 macam
antosianin yang berperan dalam berbagai warna merah dan biru pada tanaman
(Charron et. al. 2007). Antosianin terdiri dari beberapa cincin karbon ke hidrogen
atau kelompok hidroksil terikat. Pembentukan kimia ini memungkinkan molekul
antosianin untuk mengambil dua bentuk (di mana salah satu atom hidrogen
melekat pada eksterior dan satu tidak). Bahan asam ditandai dengan memiliki
lebih banyak atom hidrogen (H+) dari kelompok hidroksil (OH-) sehingga ketika
terkena asam, antosianin merebut atom hidrogen dan berubah merah. Dalam
kondisi basa dimana tidak ada kelebihan hidrogen atom, molekul warna yang
muncul adalah biru atau hijau (Charron et. al. 2007).
Antosianin merupakan pewarna paling penting dan paling luas dalam
tumbuhan yang memberikan hampir semua warna merah jambu, merah,
lembayung muda, ungu dan biru pada kelopak bunga, daun dan buah pada
tumbuhan tingkat tinggi. Semua antosianin memiliki struktur dasar satu gugus
aromatik yaitu sianidin dan turunannya dengan penambahan atau pengurangan
gugus hidroksil melalui metilisasi atau glikosilasi (Harborne 1983). Fungsi
antosianin pada tanaman adalah dalam hal resistensi terhadap penyakit (Salisbury
dan Ross 1995).
Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar dan terdapat
dalam semua tumbuhan hijau kecuali alga. Secara struktur flavonoid merupakan
turunan dari flavon dan biasanya terdiri dari beberapa bagian. Telah ada sepuluh
5

kelompok flavonoid yang dikenali. Flavonoid pada umumnya dapat larut dalam
air. Flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk akar, daun, kayu,
kulit, tepung sari, nektar, bunga, buah buni, dan biji (Harbone 1987). Gambar 2
menunjukkan struktur rumus bangun antosianin.

Gambar 2 Rumus Bangun Antosianin (Harbone 1987)


Antosianin yang terkandung dalam kubis merah sangat dipengaruhi
stabilitasnya oleh berbagai faktor, antara lain suhu, oksigen dan cahaya.
Peningkatan suhu pengolahan hingga penyimpanan dapat mengakibatkan
kerusakan dan perubahan warna antosianin secara cepat, hal ini akan berpengaruh
terhadap film yang dibuat. Selanjutnya, oksigen dapat menstimulasi terjadinya
proses degradasi antosianin secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung
oksigen mampu menyebabkan oksidasi antosianin membentuk senyawa tidak
berwarna yang menurunkan stabilitas warna antosianin. Cahaya juga dapat
menyebabkan terjadinya proses degradasi antosianin. Cahaya memiliki energi
tertentu yang mampu menstimulasi terjadinya reaksi fotokimia (fotooksidasi)
dapat memnyebabkan pembukaan cincin karbon nomor dua. Pada akhirnya reaksi
fotokimia (fotooksidasi) tersebut mampu membentuk senyawa yang tidak
berwarna seperti kalkon yang merupakan indikator degradasi warna antosianin
(Ningrum 2005).

METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kristal PVA (polivinil
alcohol), gliserol, akuades, etanol teknis 98% dan kubis merah. Sedangkan alat
yang digunakan antara lain gelas piala, gelas ukur, neraca analitik, mikro pipet,
hot stirer, magnetic stirer, termometer, sudip kaca dan alumunium, plat kaca
ukuran 30 cm 20 cm, ukuran 20 cm 20 cm, ukuran 20 cm 15 cm, oven,
pisau, blender dan saringan.
6

Metode

Ekstraksi dan Karakterisasi Pewarna Kubis Merah

Tahap pertama yang dilakukan adalah ekstraksi bahan pewarna alami dari
kubis merah. Kubis merah yang digunakan adalah kubis merah yang masih segar,
warna ungu pekat, daun tidak rusak. Sebelum digunakan, kubis merah dicuci
dengan cepat agar mencegah berkurangnya rendemen antosianin. Setelah dicuci
daun dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Kemudian ruas-ruas kubis
dilepas untuk mempermudah proses pengecilan sebelum ditimbang. Ruas yang
telah dilepaskan kemudian dipotong kecil agar ekstrak warna dari dalam daun
dapat keluar. Setelah itu ditimbang sesuai kebutuhan yang akan digunakan dalam
ekstraksi. Dalam penelitian ini dilakukan 3 (tiga) cara untuk mengekstraksi kubis
merah.
(i) Perebusan, menggunakan air mendidih dengan suhu 80 sampai 100oC. Hal
ini didasarkan oleh kandungan antosianin yang ada dalam buah kubis merah
akan mengeluarkan zat warnanya ketika kontak dengan suhu tinggi.
Perebusan dimulai dengan mendidihkan air terlebih dahulu, kemudian
potongan kubis merah baru dimasukkan. Perebusan dilakukan selama
rentang waktu 7 sampai 10 menit hingga seluruh permukaan daun berwarna
putih. Perbandingan kubis merah dengan akuades ditentukan dengan
komposisi 1:1 , 1:2 , 1:3.
(ii) Penghancuran, menggunakan blender. Hal ini ditujukan agar memperluas
permukaan bahan dan ektrak warna dapat lebih pekat. Langkah pertama
dimulai dengan memasukan potongan kubis merah kedalam blender yang
sebelumnya telah ditimbang terlebih dahulu. Kemudian dimasukkan
akuades dengan perbandingan 1:1 , 1:2 , dan 1:3.
(iii) Pelarutan, menggunakan bahan kimia. Dalam hal ini dipilih alkohol 98%
sebagai pelarut. Ekstraksi dengan bahan kimia ditujukan agar kandungan
antosianin dapat terekstrak. Langkah pertama yang dilakukan adalah
memasukkan potongan kubis merah kedalam erlenmeyer. Kemudian
dimasukkan pelarut alkohol 98%. Banyaknya pelarut yang digunakan
ditentukan dengan perbandingan 1:1 , 1:2 , dan 1:3. Selanjutnya didiamkan
selama 24 jam pada tempat gelap.
Ekstrak dikarakterisasi dengan mengukur pH dan kadar total antosianin. Prosedur
analisa dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pembuatan Film PVA

Penelitian pada tahap ini ditujukan untuk memperoleh formulasi pembuatan


film yang sesuai. Jumlah PVA yang digunakan untuk membuat film ditentukan
sebesar 3, 3.5, dan 4 gram (b/v) per 100 mL pelarut. PVA kemudian dilarutkan
dalam 100 mL akuades dan dipanaskan pada suhu 80 100 oC hingga membentuk
larutan film. Setelah itu dilakukan penambahan gliserol sebagai plasticizer pada
larutan film. Jumlah gliserol yang ditambahkan kedalam larutan ditentukan
sebesar 1, 2, dan 3 mL dengan terus diaduk sampai homogen. Setelah homogen,
7

larutan didinginkan di suhu ruang. Pembentukan lembaran film dilakukan dengan


cara menuang larutan pada media plat kaca berukuran 20 cm 30 cm, kemudian
diratakan menggunakan sudip kaca. Setelah itu dilakukan pengeringan di dalam
oven dengan suhu 50oC selama 24 jam. Formulasi film divariasikan jumlah
akuades, PVA dan gliserol seperti pada Tabel 1. Diagram alir pembuatan film
PVA dapat dilihat pada Gambar 3.
Tabel 1 Formulasi film PVA
Komposisi
Kode
PVA Akuades Gliserol
F1 3 gr 100 mL 1 mL
F2 3 gr 80 mL 1 mL
F3 3.5 gr 100 mL 1 mL
F4 3.5 gr 100 mL 2 mL
F5 4 gr 100 mL 1 mL

Akuades
(80, 100 mL)
.
PVA (3, 3.5, dan 4
gram) (b/b) Pemanasan 80-100oC

Pelarutan PVA dan pengadukan


konstan

Gliserol (1, 2 dan Larutan film


3) mL)

Pendinginan

Penuangan di plat kaca

Pengeringan 50oC (oven) selama 24 jam

Pelepasan film dari cetakan

Film PVA

Gambar 3 Diagram alir pembuatan film PVA (modifikasi Nofrida 2013)


8

Formulasi film terbaik dipilih berdasarkan karakteristik fisiknya seperti


kemudahan pelepasan film dari cetakan, ketebalan dan kelenturan film sebagai
label. Hasil terbaik dari tahap ini akan digunakan untuk penelitian pada tahap
selanjutnya. Ketebalan merupakan salah satu parameter untuk mengetahui
karakteristik film yang telah dibuat. Ketebalan film dipengaruhi oleh volume
larutan film dan luas cetakan yang digunakan dalam pembuatan film, semakin
besar volume larutan film yang dimasukkan ke dalam cetakan dengan ukuran
tertentu maka akan semakin tebal film yang dihasilkan. Ketebalan juga
dipengaruhi oleh kekentalan atau viskositas larutan film yang digunakan, semakin
besar persentase padatan bahan baku dan plasticizer yang digunakan maka akan
semakin meningkatkan ketebalan yang dihasilkan (Buckmann et al. 2002).
Kuat tarik dan persen pemanjangan merupakan sifat mekanik yang
berhubungan dengan kekuatan film, semakin tinggi nilai kuat tarik suatu film
maka semakin kuat juga film tersebut. Kuat tarik atau kekuatan tarik menunjukkan
ukuran ketahanan film, yaitu regangan maksimal yang dapat diterima sampel
sebelum putus, sedangkan persen pemanjangan atau elongasi merupakan
perubahan panjang maksimum yang di alami (Theresia 2003).

Pembuatan Label/Film Indikator Warna

Teknik pencampuran pewarna kedalam larutan film PVA digunakan dengan


2 cara, yaitu pencampuran langsung kedalam larutan film dan pengolesan pada
permukaan film kering. Pembuatan film indikator warna dengan metode
pencampuran dapat dilihat pada Lampiran 2. Sedangkan pembuatan film indikator
warna dengan metode oles ditujukkan pada Lampiran 3.

Karakterisasi Sifat Fisik dan Mekanis Label/Film Indikator

Karakterisasi sifat fisik kemasan cerdas (film indikator) dilakukan untuk


mengetahui sifat fisik yang dimiliki oleh label (film indikator) yang terbuat dari
PVA dan dengan tambahan pewarna ekstrak kubis merah. Pengujian yang
dilakukan adalah uji ketebalan film. Sedangkan sifat mekanis dari label/film
dilakukan dengan cara pengujian yang meliputi kekuatan tarik dan elongasi.
Prosedur analisis karakterisasi sifat fisik dan mekanis film indikator dapat dilihat
pada Lampiran 1.

Analisis Perubahan Warna Film Indikator

Pada penelitian ini, dilakukan pengukuran warna film indikator dengan


menggunakan alat colorimeter. Colorimeter merupakan alat yang digunakan
untuk mengukur warna dari suatu sampel padat. Film indikator diletakkan pada 3
(tiga) tempat berbeda, yaitu pada suhu ruang (25oC), suhu kulkas (3-5oC) dan
suhu freezer ( (-5)-(-10)oC). Pengamatan dilakukan setiap hari di laboratorium
teknologi pengemasan distribusi dan transportasi (TPDT) Departemen Teknologi
Industri Pertanian dan diukur nilai warnanya menggunakan alat colorimeter.
Prinsip kerja alat ini adalah pemantulan cahaya oleh sampel. Data hasil
pengukuran berupa L*a*b* (CIE 1976). Sistem pengukuran CIE L*a*b* atau
9

CIELab merupakan sistem pengukuran yang paling sering digunakan. L*


menyatakan parameter kecerahan, a* menyatakan cahaya pantul yang
menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau, dan b* menyatakan warna
kromatik campuran biru-kuning. Prosedur pengukuran disajikan pada Lampiran 1.
Data L*a*b* terhadap waktu t kemudian dilakukan regresi linier untuk
memperoleh kecendeungan perubahan warna label. Secara matematik persamaan
linier dinyatakan sebagai berikut (Usman dan Akbar 2008):
......(Persamaan 1)
Dimana : x = lama penyimpanan
y = hasil pengukuran komponen warna
a = slope garis regresi
b = nilai komponen warna pada kondisi garis regresi berpotongan
dengan sumbu y

Tingkat ketepatan dan ketelitian pengukuran ditunjukkan dengan melihat


nilai korelasi garis regresi (kecenderungan data). Nilai pengukuran dinyatakan
baik jika nilai korelasinya lebih dari 80% (R2 0.80). Menurut Usman dan Akbar
(2008), nilai R2 terbesar adalah +1 dan terkecil adalah -1 sehingga dapat ditulis -1
R2 +1. Apabila nilai R2 = +1, maka disebut hubungan positif sempurna dan
hubungannya linier langsung sangat tinggi. Sebaliknya jika nilai R2 = -1, maka
disebut hubungan negatif sempurna dan hubungannya tidak langsung sangat
tinggi (invers). Nilai R2 tidak mempunyai satuan (dimensi). Makna dari nilai R2
yang dihitung dapat diinterpretasikan dengan Tabel 2.

Tabel 2 Interpretasi dari nilai R2 (Usman dan Akbar 2008)


R2 Interpretasi
0 Tidak berkorelasi
0.01 0.20 Sangat rendah
0.21 0.40 Rendah
0.41 0.60 Agak rendah
0.61 0.80 Cukup tinggi
0.81 0.99 Tinggi
1 Sangat tinggi
10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi dan Karakterisasi Pewarna Kubis Merah

Karakterisasi pewarna kubis merah dilakukan dengan melihat kepekatan


pewarna secara visual, semakin sedikit jumlah air yang digunakan maka secara
visual semakin pekat pewarna kubis yang dihasilkan. Menurut Marwati (2011),
bahan pengekstrak dan cara mengekstraksi akan berpengaruh pada warna ekstrak
yang digunakan sebagai indikator alami. Ekstraksi pewarna kubis merah dapat
dilakukan dengan 3 cara, yaitu cara perebusan, penghancuran dengan blender, dan
cara pelarutan dengan etanol. Dari ketiga cara tersebut terpilih cara terbaik untuk
ekstraksi yaitu dengan cara perebusan. Cara ini terpilih karena menghasilkan
ekstrak warna yang pekat dan hanya menggunakan bahan serta teknik yang
sederhana. Berbeda dengan cara penghancuran blender yang menghasilkan warna
kurang pekat karena kandungan antosianin dalam kubis banyak yang tertinggal di
saringan. Metode perendaman dengan etanol 98% menghasilkan warna pekat,
namun cara ekstraksinya sangat lama karena setelah proses perendaman harus
dilakukan proses evaporasi untuk menghilangkan etanol yang ada pada larutan.
Selain itu cara ini dikhawatirkan masih meninggalkan kadar alkohol karena
walaupun sudah dilakukan proses penguapan tetap akan meninggalkan sisa
alkohol. Untuk keamanan pangan maka cara ekstraksi ini tidak di pilih. Tabel 3
menunjukkan hasil dari setiap cara ekstraksi kubis merah, dan Tabel 4
menunjukkan perbandingan kadar antosianin dari berbagai tanaman lain.

Tabel 3 Hasil setiap cara ekstraksi kubis merah


Ekstraksi pH Kadar Total Antosianin
(mg/100 gram bahan)
Perebusan 6.35 25.02
Penghancuran 6.18 23.58
Etanol 98 % 5.85 24.45

Tabel 4 Kadar antosianin pada berbagai tanaman


Sumber Kadar Total Antosianin
Referensi
(mg/100 gram bahan)
Kubis merah 25
Buah plum 2-25
Lobak merah 11-60
SEAFAST CENTER 2012
Stroberi 11-35
Blueberry 25-495
Anggur 6-600
Ubi jalar ungu 84-600
Daun erpa 116,65 Nofrida 2013

Metode terpilih dari proses ekstraksi adalah perebusan dengan


menggunakan akuades suhu 80 100oC. Dari metode perebusan ini kemudian
dilakukan kembali percobaan perbandingan kubis merah dan akuades.
Perbandingan yang digunakan yaitu 1:1, 1:2 dan 1:3 (kubis merah : akuades)
Perbandingan 1:2 adalah perbandingan terpilih, karena dengan perbandingan yang
11

lebih kecil (1:1) warna kubis merah sulit untuk diratakan akibat volume air yang
lebih sedikit. Selain itu ekstrak warna 1:2 yang cukup pekat dan tidak berbeda
nyata dengan perbandingan 1:1. Alasan lain adalah jumlah ekstrak yang
dihasilkan perbandingan 1:2 lebih banyak dibandingkan dengan perebusan yang
menggunakan perbandingan 1:1. Semakin sedikit jumlah air yang digunakan
untuk mengekstrak bahan maka akan semakin pekat warna ekstrak yang
dihasilkan. Cara ekstraksi kubis merah dengan perebusan menggunakan akuades
selain harganya murah juga menghasilkan warna yang pekat karena ketika proses
perebusan sel-sel yang mengandung antosianin terbuka dan menyebabkan pigmen
warna larut ke dalam pelarut dalam hal ini air. Tabel 5 menunjukkan hasil ektraksi
cara perebusan dengan akuades.

Tabel 5 Hasil ekstraksi dengan cara perebusan


Perbandingan (kubis merah : akuades)
1:3 1:2 1:1

Label/Film Berbahan Dasar PVA

PVA dipilih sebagai bahan dasar pembuat film indikator karena PVA dapat
membentuk film dan membran dengan baik. Selain itu PVA bersifat
biodegradable. Untuk melarutkan PVA, pelarut yang digunakan adalah akuades
dengan suhu 80 - 100oC. Formulasi terpilih ini merupakan formulasi paling baik
dari masing-masing jumlah bahan seperti akuades, PVA, dan gliserol yang
berbeda-beda dan telah diujicobakan sebelumnya. Penggunaan PVA kurang dari 3
gram menghasilkan label/film yang sangat tipis sehingga memiliki elastisitas yang
sangat tinggi dan sulit untuk dikikis dari plat kaca. Penggunaan PVA lebih dari 4
gram tidak menghasilkan karakter label/film yang baik seperti ketebalan yang
sangat tebal dan elastisitas yang sangat tinggi. Dari kelima formulasi terpilih, kode
formulasi terbaik yaitu F3. Hal ini berdasarkan sifat film yang dihasilkannya, yaitu
dari ketebalan, elastisitas, kemudahan film dikikis dari plat kaca, dan sifat film
yang tidak lengket. Dari formulasi tersebut jumlah PVA terbaik pembentuk
lembaran film yaitu 3.5 g. Dalam pembuatan film berbahan dasar PVA digunakan
plasticizer yaitu gliserol. Gliserol memiliki keunggulan sebagai plasticizer karena
titik didih yang tinggi sehingga tidak ada gliserol yang menguap dalam proses.
Penambahan jumlah gliserol kedalam larutan film dilakukan sebanyak 1, 2, dan 3
mL. Menurut Warsiki et al. (2012) penambahan gliserol sebagai plasticizer
sebanyak 1 mL menghasilkan film yang lebih halus dan lentur, dibandingkan
12

penambahan gliserol sebagai plasticizer sebanyak 0.5 mL dan 0.8 mL. Atas dasar
informasi itu, dilakukan penambahan gliserol sebagai plasticizer sebanyak 1 mL
ke dalam larutan film PVA. Penambahan jumlah gliserol sebanyak 2 dan 3 mL
membuat film yang dihasilkan bersifat lengket. Semakin banyak penambahan
jumlah gliserol maka semakin lengket dan berminyak film yang dihasilkan.

Pembuatan Label/Film Indikator Warna

Penelitian pada tahap ini adalah pembuatan film indikator warna. Formulasi
pembuatan film PVA telah didapatkan formulasi terbaik yaitu dengan jumlah PVA
sebanyak 3.5 gram, akuades sebanyak 100 mL, dan penambahan plastisizer
gliserol sebanyak 1 mL Setelah didapatkan lembaran film indikator, tahap
selanjutnya adalah pemberian pewarna alami. Formulasi ekstrak pewarna kubis
merah dengan perbandingan 1:2 akan digunakan sebagai bahan pewarna film
indikator. Formulasi perbandingan tersebut merupakan yang terbaik untuk
digunakan pada tahap pewarnaan film indikator. Pembuatan label/ film indikator
warna dilakukan dengan 2 metode, yaitu pencampuran langsung dan metode oles.

1. Metode Pencampuran
Perlakuan dengan menambahkan berbagai konsentrasi pewarna (2, 4,6,8,10)
mL pewarna /100 mL larutan film PVA) kedalam larutan film lalu dihomogenisasi
pada suhu 30oC . Pada penambahan pewarna sebanyak 2 mL dan 4 mL, warna
yang dihasilkan pada larutan film indikator masih terlalu pucat. Penambahan
pewarna sebanyak 6 mL warna yang dihasilkan lebih baik, hanya saja masih
kurang menarik untuk dijadikan sebagai pewarna indikator. Sementara pada
penambahan warna sebanyak 8 mL, warna yang dihasilkan cukup pekat dan lebih
menarik untuk dijadikan pewarna indikator.
Hasil dari teknik pewarnaan langsung kedalam larutan PVA ini
menghasilkan film indikator dengan warna ungu yang tidak diharapkan. Larutan
film dengan pewarna kubis merah menghasilkan warna yang tidak stabil, sehingga
larutan film sudah berubah warna menjadi ungu pucat mendekati bening seperti
warna film PVA tanpa warna. Ketika bahan dikeringkan pada oven suhu 50oC
menghasilkan film yang tidak berwarna dan tidak bisa digunakan sebagai
indikator warna. Hal ini disebabkan karena ekstrak pewarna kubis merah di dalam
film sangat rentan terhadap suhu ruang dan suhu tinggi, sehingga sudah berubah
warna selama pengeringan, maupun selama pembuatan film. Menurut Jackman
dan Smith (1996), secara umum stabilitas antosianin dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu struktur dan konsentrasi antosianin, suhu, pH, oksigen,
cahaya, enzim, asam askorbat, gula, sulfit dan sebagainya. Pada saat pewarna
dicampurkan kedalam larutan film, pewarna antosianin pada ekstrak kubis merah
terdegradasi dan mengalami kehilangan warna ungu (memudar).

2. Metode Oles
Percobaan selanjutnya dilakukan dengan teknik pengolesan ekstrak pewarna
pada matrik film yang sudah dikeringkan. Metode ini dipilih juga karena menurut
Sumarto (2008) polimer yang berupa larutan encer memiliki rantai bebas
13

bergerak, sehingga kemungkinan terbentuk konfigurasi rantai yang beragam,


tetapi polimer dalam bentuk padat memiliki rantai tidak teratur sehingga gerakan
dan konfigurasinya terbatas, sehingga ketika pewarna dioleskan pada film yang
sudah dalam bentuk lembaran menghasilkan film dengan warna yang lebih stabil
dibanding ketika pewarna dicampurkan dalam larutan film yang berbentuk cair.
Metode pengolesan dilakukan hingga didapatkan film indikator warna
dengan warna merata secara visual. Pada prosedur sebelumnya pewarna kubis
merah dicampur terlebih dahulu dengan larutan film baru dikeringkan dengan
oven. Sementara pada pewarnaan metode oles, larutan film terlebih dahulu
dikeringkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 50 C. Setelah itu pewarna
indikator dengan volume tertentu dioleskan pada lembaran film. Pada metode
sebelumnya volume pewarna yang digunakan adalah 8 ml, sedangkan pada
metode oles volume pewarna yang digunakan sebanyak 4 mL dan 6mL. Volume
sebanyak 4 mL yang digunakan dengan metode oles menghasilkan lembaran film
dengan warna yang tidak merata dan belum dapat menutup lembaran film dengan
warna ungu pudar (Gambar 4a). Penambahan pewarna yang dipilih sebanyak 6
mL/400 cm2 film (Gambar 4b), karena apabila volume pewarna yang ditambahkan
kurang dari 6 ml warna film yang dihasilkan kurang pekat, sementara apabila
warna yang ditambahkan lebih dari 6 ml lembaran film akan mudah sobek. Film
yang telah diberi pewarna, dimasukkan kedalam oven 50oC selama 75-90 menit
untuk mengeringkan warna sekaligus untuk menurunkan kadar air pada lembaran
film tersebut.

(a) (b)
Gambar 4 Label/film indikator dengan pewarna kubis merah (a) 4 mL; (b) 6 mL

Karakteristik Sifat Fisik dan Mekanis Film Indikator

Sifat fisik dan mekanis film berkaitan dengan proses pencetakan, jenis dan
sifat bahan yang digunakan untuk membentuk film dan terutama sifat kohesi dari
larutan bahan. Sifat kohesi bahan akan mempengaruhi kemampuan polimer,
terutama ikatan molekul antar rantai polimer (Gontard dan Gilbert 1994). Hasil
pengujian dapat dilihat pada Tabel 7.
14

Tabel 7 Hasil pengujian sifat fisik film PVA

Ketebalan Kuat Tarik Elongasi


Kode
(mm) (kgf/mm) (%)
F1 0.11 564.00 438.82
F2 0.14 890.29 531.88
F3 0.15 263.52 209.96
F4 0.12 823.46 479.27
F5 0.13 329.48 402.62

Dari kelima formula yang telah di uji, kode formulasi F3 memberikan hasil
terbaik. Nilai ketebalan film yang dihasilkan dari kode F3 paling tebal diantara
formula lainnya, yaitu sebesar 0.15 mm. Kekuatan tarik dari formula 3 sebesar
263.52 kgf/mm2 merupakan kekuatan tarik paling ideal dibanding kekuatan tarik
yang lainnya. Persen elongasi yang paling sesuai dengan penelitian Hodgkinson
dan Taylor (2000) adalah formulasi F3, yaitu sebesar 209.96 %. Polivinil alkohol
memiliki kuat sobek sekitar 147 834 N/mm, kuat tarik sebesar 44 64 MN/m2,
serta persen pemanjangan sebesar 150 400 %. Dengan karakteristik tersebut,
polivinil alkohol dapat dibentuk menjadi kemasan plastik film yang
biodegradable (Hodgkinson dan Taylor 2000).
Nilai kuat tarik film yang dihasilkan tinggi yaitu 263.52kgf/cm2, jika
dibandingkan dengan kuat tarik film dari bahan kitosan saja yaitu sebesar 13.3
kgf/cm2 (Putri 2012) dan dengan kuat tarik film dari bahan film kitosan-PVA yaitu
sebesar 42.67 kgf/cm2 serta kuat tarik dari film agar bubuk sebesar 81.05 kgf/cm2
(Lestari 2013).
Elongasi atau persen pemanjangan film yang dihasilkan 209.96%, semakin
besar nilai persen pemanjangan, maka akan semakin elastis film tersebut. Elongasi
film yang dihasilkan lebih tinggi daripada elongasi film kitosan-PVA dengan
plasticizer gliserol yaitu 78.06%, juga lebih tinggi dari elongasi film kitosan
dengan plasticizer sorbitol yaitu 16.6% (Purwanti 2010) dan plastisizer gliserol
yaitu 20.8% (Putri 2012). Jika dibandingkan dengan film dari polimer lain, nilai
elongasi juga lebih tinggi, yaitu elongasi film dari pati ubi jalar sebesar
9.002.70%, dengan pati ubi kayu sebesar 10.672.39%, dengan pati kentang
sebesar 4.671.55%, dengan pati garut sebesar 4.331.55% dan dengan pati
jagung sebesar 25.336.29% (Ardian 2011).

Analisis Perubahan Warna Film Indikator

Warna menjadi salah satu penilaian kualitas sensori produk. Dalam


pengukuran warna suatu produk, terdapat dua metode pengukuran warna yang
paling banyak digunakan, yaitu pengukuran warna secara obyektif dan
pengukuran warna secara subyektif. Pengamatan yang dilakukan terjadi
perubahan pada label indikator warna selama penyimpanan di suhu ruang, suhu
kulkas, dan freezer. Semakin lama penyimpanan, warna dari film indikator juga
semakin cerah. Perubahan warna film indikator selama awal penyimpanan hingga
akhir penyimpanan pada berbagai suhu penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 5.
15

Agar hasil pengamatan secara visual tersebut dapat dianalisa, maka dilakukan
pengukuran perubahan warna secara kuantitatif dengan menggunakan Colorimeter.

(i)

(a) (b) (c)


(ii)
Gambar 5 Perubahan warna film indikator (i) awal penyimpanan (0 jam), (ii)
akhir penyimpanan (120 jam) pada (a) suhu ruang, (b) suhu kulkas 3-
5C, dan (c) suhu freezer -5-(-10)C.

Nilai L
Grafik nilai L film indikator dapat dilihat pada Gambar 6 sampai Gambar 8.
Kemudian Tabel 9 menunjukkan persamaan regresi dan nilai R2 dari masing-
masing grafik nilai L.

50

40

30
Nilai L

20

10

0
0 24 48 72 96 120 144
Lama penyimpanan (jam)

Gambar 6 Grafik nilai L film indikator selama penyimpanan suhu ruang


16

50

40

Nilai L 30

20

10

0
0 24 48 72 96 120 144
Lama penyimpanan (jam)
Gambar 7 Grafik nilai L film indikator selama penyimpanan suhu kulkas

50

40

30
Nilai L

20

10

0
0 24 48 72 96 120 144
Lama penyimpanan (jam)

Gambar 8 Grafik nilai L film indikator selama penyimpanan suhu freezer

Tabel 8 Persamaan regresi dan nilai R2 dari grafik nilai L suhu ruang, suhu
kulkas(3-5C0, dan suhu freezer ( -5-(-10)C)

Suhu penyimpanan Persamaan regresi Nilai R2


Ruang y = 0.0326x + 40.984 0.782
Kulkas y = 0.0336x + 40.649 0.418
Freezer y = 0.0137x + 40.483 0.066

Berdasarkan ketiga grafik tersebut dapat dilihat bahwa terjadi perubahan


warna film selama penyimpanan. Pada penyimpanan di suhu ruang, film indikator
rata-rata sudah mulai berubah dari 0 hingga 24 jam pertama penyimpanan
mengalami kenaikan nilai L. Dari 24 jam hingga 48 jam mengalami penurunan
nilai L dan kembali naik pada jam ke-72 hingga jam 120 (Gambar 6). Sementara
pada penyimpanan suhu kulkas 3-5C (Gambar 7) dan suhu freezer -5-(-10)C
(Gambar 8) warna film indikator rata-rata sudah mulai berubah pada 24 jam
pertama hingga jam ke-48 penyimpanan mengalami penurunan nilai L. Jam ke-72
hingga 120 mengalami peningkatan nilai L.
17

Selama pengamatan yang dilakukan terjadi penurunan tingkat kecerahan


warna di beberapa titik pengamatan. Hal ini dapat disebabkan metode pemberian
warna pada film juga mempengaruhi kepekatan warna pada film. Metode oles
yang digunakan untuk memberi warna pada film dilakukan secara manual,
kemungkinan ketidakrataan olesan sangat tinggi. Selain itu, adanya perubahan
tingkat kecerahan pada film indikator ini diakibatkan oleh ketidakstabilan pigmen
yang terdapat dalam pewarna yang digunakan. Dalam kubis ungu terdapat pigmen
antosianin yang memberikan warna ungu. Kestabilan Pigmen antosianin ini
dipengaruhi oleh pH, paparan cahaya, oksigen, dan suhu. Selama pembuatan dan
penyimpanan, pewarna ini selalu kontak dengan suhu dan cahaya. Menurut
Sutrisno (1987), suhu dan lama pemanasan menyebabkan terjadi dekomposisi dan
perubahan struktur pigmen sehingga terjadi pemucatan. Penyimpanan suhu rendah
lebih dapat mempertahankan kestabilan dari warna tersebut. Oleh karena itu,
kenaikan tingkat kecerahan warna pada suhu kulkas dan suhu freezer tidak terlalu
cepat seperti pada suhu ruang.
Berdasarkan Tabel 9, pengukuran nilai L pada suhu ruang, suhu kulkas dan
suhu freezer menghasilkan persamaan regresi dan nilai korelasi. Berdasarkan
persamaan regresi diperoleh nilai slope masing-masing suhu penyimpanan
berturut-turut adalah 0.0326 , 0.0336 dan 0.0137. Hal ini menyatakan bahwa nilai
L pada ketiga suhu penyimpanan tersebut memiliki kecenderungan meningkat
selama penyimpanan karena slope yang dihasilkan bernilai positif. Nilai slope
menunjukkan bahwa kenaikan nilai L pada suhu ruang sebesar 0.0326 setiap 24
jam. Sementara pada penyimpanan suhu suhu kulkas, kenaikan nilai L terjadi
setiap 24 jam sebesar 0.0336, dan suhu freezer sebesar 0.0137 setiap 24 jam.
Nilai L hasil pengukuran Colorimeter untuk film indikator pada
penyimpanan suhu ruang berkorelasi positif cukup tinggi dengan lama paparan
karena nilai R2 yang dimiliki lebih dari 0.6. Berdasarkan hasil yang dipaparkan
pada Tabel 9, sebesar 78.2% hubungan antara lama paparan matahari dan
perubahan nilai L yang dapat dijelaskan oleh model regresi, sedangkan sisanya
tidak dapat dijelaskan akibat pengaruh variabel lain. Sementara pada suhu kulkas,
hubungan antara nilai L dan lama penyimpanan berkorelasi agak rendah karena
nilai R2 bernilai lebih tinggi dari 0.4 tetapi kurang dari 0.6 (0.4 R2 0.6), berarti
hanya 41.8% hubungan antara lama paparan matahari dan perubahan nilai L yang
dapat dijelaskan oleh model regresi. Pada suhu freezer berkorelasi sangat rendah
karena nilai R2 berada di bawah 0.2. Hal ini berarti kemampuan lama paparan
suhu freezer dalam menjelaskan perubahan warna film indikator sangat rendah
hanya sebesar 6.6%. Sehingga untuk penyimpanan suhu rendah ini terdapat
pengaruh yang cukup lambat antara x (lama penyimpanan) terhadap y (perubahan
warna film / nilai L).

Nilai a*
Selain nilai L, dalam pengukuran Colorimeter juga terdapat nilai a* (derajat
kemerahan) dan b* (derajat kekuningan). Dalam pengamatan ini terdapat
kecenderungan nilai L berbanding terbalik dengan nilai a* dan berbanding lurus
dengan nilai b*. Nilai a+ (positif) dengan jangkauan dari 0 100 menandakan
warna merah, sedangkan nilai a (negatif) dari 0 (-80) menandakan warna hijau.
Grafik nilai a* dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.
18

40

30
28.32
29.12 21.05
25.44
20
Nilai a*

21.09
19.40

10

0
0 24 48 72 96 120 144
Lama Penyimpanan ( Jam )

Gambar 9 Grafik nilai a* film indikator selama penyimpanan suhu ruang

40

28.54
30
22.57
Nilai a*

27.22
20
21.59 19.30 21.37

10

0
0 24 48 72 96 120 144
Lama Penyimpanan ( Jam )
Gambar 10 Grafik nilai a* film indikator selama penyimpanan suhu kulkas

40

30 26.29
23.01 22.79
Nilai a*

20 23.46
20.66 20.24
10

0
0 24 48 72 96 120 144
Lama Penyimpanan (Jam)

Gambar 11 Grafik nilai a* film indikator selama penyimpanan suhu freezer


19

Pada ketiga grafik nilai a* diatas (Gambar 9,10,11) terlihat bahwa nilai a*
dari film indikator cenderung bergerak turun meskipun penurunan yang terjadi
tidak konstan. Terjadi kenaikan dibeberapa titik pada setiap suhu penyimpanan.
Nilai a* di awal penyimpanan suhu ruang bernilai 29.12 . Kemudian pada
penyimpanan selama 120 jam (akhir penyimpanan) menjadi 19.40. Pada suhu
kulkas, nilai a* di awal penyimpanan bernilai 28.54. Selama penyimpanan 120
jam, nilai a* turun menjadi 21.37. Hal yang sama juga terjadi pada penyimpanan
suhu freezer, yaitu dari nilai awal 26.29 turun menjadi 20.24.
Parameter nilai a*Colorimeter pada suhu ruang memiliki persamaan regresi
y = -0.0821x + 28.997 dengan koefisien determinasi 0.7975. Hal ini menunjukkan
bahwa model regresi yang dihasilkan memiliki hubungan negatif tinggi. Bernilai
negatif karena nilai slope yang dihasilkan bernilai negatif sehingga grafik yang
dihasilkan menurun mulai dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Penurunan yang
terjadi sebesar 0.0821 setiap 24 jam. Model regresi pada suhu ruang ini memiliki
koefisien determinasi sebesar 0.7975, artinya hubungan antara lama paparan
matahari terhadap penurunan nilai a* dapat dijelaskan dengan cukup baik oleh
model regresi tersebut berdasarkan nilai R2 yang lebih dari 0.61. Sementara pada
suhu kulkas, persamaan regresi yang dimiliki yaitu y = -0.062x + 27.152 dengan
koefisien determinasi 0.5880. Sama seperti pada penyimpanan suhu ruang, model
regresi yang dihasilkan miliki hubungan negatif, hanya saja dengan korelasi yang
agak rendah. Hal ini dikarenakan koefisien determinasi yang dihasilkan bernilai
kurang dari 0.60 dan lebih dari 0.41. Sementara pada suhu freezer menghasilkan
koefisiensi determinasi sebesar 0.7197 dengan persamaan regresi y = -0.0412x +
25.213. Hubungan korelasi regrasi pada penyimpanan suhu freezer memiliki
hubungan negatif cukup tinggi, karena nilai R2 yang lebih dari 0.61.

Tabel 9 Persamaan regresi dan nilai R2 dari grafik nilai a* suhu ruang, suhu
kulkas, dan suhu freezer

Suhu penyimpanan Persamaan regresi Nilai R2


Ruang y = -0.0821x + 28.997 0.7975
Kulkas y = -0.062x + 27.152 0.5880
Freezer y = -0.0412x + 25.213 0.7197

Nilai b
Selain nilai L dan a*, dalam pengukuran Colorimeter juga terdapat nilai b*
(derajat kekuningan). Nilai b* ada positif dan negatif. Nilai b+ (positif) jika nilai
nya dari 0 70, yang menandakan warna kuning. Sedangkan nilai b- (negatif)
bernilai 0 (-70) untuk warna biru. Grafik nilai b* film indikator dapat dilihat
pada Gambar 12 sampai Gambar 14. Kemudian Tabel 10 menunjukkan persamaan
regresi dan nilai R2 dari masing-masing grafik nilai b*.
20

90

85.17 85.67
86 83.95 84.37
82.55
82
Nilai b*

81.56
78

74

70
0 24 48 72 96 120 144
Lama Penyimpanan (Jam)

Gambar 12 Grafik nilai b* film indikator selama penyimpanan suhu ruang

85.35
86 83.91
83.07 82.23
81.51
82
Nilai b*

78 79.64

74

70
0 24 48 72 96 120 144
Lama Penyimpanan (Jam)

Gambar 13 Grafik nilai b* film indikator selama penyimpanan suhu kulkas

86 84.63
84.37
82.20
82 83.38 83.28

81.10
Nilai b*

78

74

70
0 24 48 72 96 120 144

Lama Penyimpanan (Jam)

Gambar 14 Grafik nilai b* film indikator selama penyimpanan suhu frezeer


21

Tabel 10 Persamaan regresi dan nilai R2 dari grafik nilai b* suhu ruang, suhu
kulkas, dan suhu freezer

Suhu penyimpanan Persamaan regresi Nilai R2


Ruang y = 0.032x + 81.960 0.8393
Kulkas y = 0.0297x + 80.838 0.4534
Freezer y = 0.0179x + 82.089 0.3631

Berdasarkan data hasil pengukuran Colorimeter tersebut, persamaan linier


yang menghasilkan koefisien determinasi tinggi berturut-turut 0.8393, 0.4534,
0.3631. Parameter nilai b* Colorimeter pada suhu ruang memiliki persamaan
regresi y = 0.032x + 81.960, pada suhu kulkas, persamaan regresi yang dimiliki
yaitu y = 0.0297x + 80.838. Suhu freezer memiliki persamaan regresi y = 0.0179x
+ 82.089.
Nilai b* pada indikator film penyimpanan suhu ruang berkorelasi positif
tinggi dengan lama penyimpanan dengan nilai korelasi lebih dari 0.8. Hal ini
menunjukkan bahwa model regresi yang dihasilkan memiliki hubungan yang kuat,
sebesar 83,93% hubungan antara lama penyimpanan dengan kenaikan nilai b*
dapat dijelaskan oleh model regresi. Untuk penyimpanan suhu kulkas, nilai
korelasinya agak rendah karena nilai korelasi berada pada kisaran 0.41<R2 < 0.60.
Sedangkan nilai b* korelasi suhu freezer merupakan yang paling rendah, yaitu
hanya 0.3631. Nilai tersebut menginpretasikan korelasi yang rendah karena nilai
korelasi berada pada kisaran 0.21<R2 < 0.40

Nilai ohue

Nilai hue atau nilai derajat Hue merupakan atribut yang menunjukkan
derajat warna visual yang terlihat. Nilai hue diperoleh melalui perhitungan invers
30 tangen perbandingan nilai b dengan nilai a. Nilai hue merupakan gambaran
dari sumbu 360o di mana daerah kuadran 1 menunjukkan warna kemerahan,
daerah kuadran 2 menunjukkan warna kuning hijau, daerah kuadran 3
menunjukkan warna hijau biru, dan kuadran 4 menunjukkan warna ungu.
Sampel yang disimpan pada suhu ruang terjadi peningkatan nilai hue dari
70.49o pada jam ke-0 menjadi 72.58o pada jam ke-24. Kemudian hue mengalami
penurunan pada jam ke-48 menjadi 71.44o. Nilai ohue kembali meningkat pada
jam ke-72 menjadi 75.81o, dan terus meningkat pada jam ke-96 hingga jam ke-
120 dengan nilai hue sebesar 76.03o dan 76.89o. Semua nilai hue berada pada
daerah kisaran kuadran 2.
Untuk sampel yang disimpan pada suhu kulkas nilai hue meningkat dari
71.04 pada hari ke-0 menjadi 76.79 pada hari ke-3, yang merupakan nilai hue
yang berada pada daerah kisaran warna kuning, pada hari ke-4 nilai hue sampel
turun menjadi 74.94 yang berada pada daerah kisaran warna kuning. Kemudian
nilai hue kembali naik pada hari ke-5 dengan nilai 75.94 yang berada pada
daerah kisaran warna kuning.
Untuk sampel yang disimpan pada freezer terjadi peningkatan nilai hue
yaitu dari 72.33 pada hari ke-0 menjadi 76.71 pada hari ke-5. Pada sampel yang
disimpan di suhu freezer hue berkisar antara 40.96o-75.52o, jika merujuk pada
22

tabel daerah kisaran warna hue film yang disimpan pada suhu freezer berada pada
kisaran warna merah hingga kuning merah.
85

80
76.89
Nilai ohue

75 72.58
75.81 76.03
70
70.49 71.44
65

60
0 24 48 72 96 120 144
Lama Penyimpanan (Jam)

Gambar 15 Hubungan lama penyimpanan terhadap nilai ohue film indikator


selama penyimpanan suhu ruang

85

80 76.79 75.94
75
Nilai ohue

71.13
74.94
75.16
70
71.04
65

60
0 24 48 72 96 120 144
Lama Penyimpanan (Jam)

Gambar 16 Hubungan lama penyimpanan terhadap nilai ohue film indikator


selama penyimpanan suhu kulkas

85

80
76.24
73.95 76.71
75
Nilai ohue

75.02
74.67
70 72.33

65

60
0 24 48 72 96 120 144
Lama Penyimpanan (Jam)
Gambar 17 Hubungan lama penyimpanan terhadap nilai ohue film indikator
selama penyimpanan suhu freezer
23

Tabel 10 Persamaan regresi dan nilai R2 dari hubungan lama penyimpanan


terhadap nilai ohue film indikator suhu ruang, suhu kulkas, dan
suhu freezer

Suhu penyimpanan Persamaan regresi Nilai R2


Ruang y = 0.0556x + 70.54 0.8536
Kulkas y=0.0447x + 71.485 0.6586
Freezer y = 0.0317x + 72.919 0.8061

Berdasarkan data hasil perhitungan tersebut, persamaan linier yang


menghasilkan koefisien determinasi tinggi berturut-turut 0.8536, 0.6586, 0.8061.
Parameter nilai ohue pada suhu ruang memiliki persamaan regresi y = 0.0556x +
70.54 , pada suhu kulkas, persamaan regresi yang dimiliki yaitu y=0.0447x +
71.485. Suhu freezer memiliki persamaan regresi y = 0.0317x + 72.919.
Persamaan matematis menggambarkan adanya peningkatan nilai ohue,
dapat dilihat nilai kemiringan (slope) persamaan matematis nilai ohue pada suhu
ruang lebih tinggi dibanding pada penyimpanan suhu dingin. Hal ini
menunjukkan semakin tinggi suhu penyimpanan, nilai ohue semakin meningkat.
Pada suhu ruang, setiap hari terjadi peningkatan nilai ohue sebesar 0.0556 satuan.
Suhu kulkas mengalami peningkatan nilai ohue sebesar 0.0447 satuan per hari, dan
suhu freezer mengalami peningkatan nilai ohue sebesar 0.0317 satuan per hari.
Perubahan nilai a dan b berpengaruh pada perubahan nilai ohue. Nilai a yang
cenderung menurun derajat kemerahan dan nilai b yang cenderung meningkat
derajat kekuningan menyebabkan daerah kisaran warna kromatis film bergeser
dari merah menjadi kuning seiring meningkatnya nilai ohue. Peningkatan suhu
penyimpanan menyebabkan terjadinya peningkatan nilai ohue, dan semakin lama
waktu penyimpanan juga menyebabkan ohue semakin meningkat.
24

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Jumlah PVA terbaik untuk pembuatan film indikator PVA sebanyak 3.5
gram. Hasil film memiliki penampakan yang lebih bening dan mengkilat.
Penggunaan pewarna kubis merah sebagai warna indikator, tidak memungkinkan
untuk dilakukan pengeringan bersamaan dengan larutan film. Teknik pewarnaan
agar pewarna alami tetap dapat dipergunakan sebagai pewarna indikator adalah
metode oles dengan volume terbaik yang digunakan untuk mengoleskan pewarna
alami pada film adalah 6 ml per 400 cm2. Film indikator dengan pewarna alami
akan merespon melalui perubahan warna terhadap suhu penyimpanan.
Perubahan warna film indikator selama penyimpanan sangat dipengaruhi
oleh faktor suhu dan cahaya. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan film
indikator yang disimpan. Hasil pengukuran warna film indikator menghasilkan
koefisien determinasi L untuk suhu ruang sebesar 0.782, suhu kulkas sebesar
0.418, dan 0.066 untuk suhu freezer. Hasil pengukuran parameter nilai a* film
indikator menghasilkan koefisien determinasi berturut-turut untuk suhu ruang,
kulkas, dan freezer yaitu sebesar 0.7975, 0.5880, dan 0.7179. Sedangkan hasil
pengukuran parameter nilai b* menghasilkan koefisien determinasi berturut-turut
untuk suhu ruang, kulkas, dan freezer yaitu sebesar 0.8393, 0.4534, 0.3631.
Persamaan linier nilai ohue menghasilkan koefisien determinasi tinggi berturut-
turut 0.8536, 0.6586, 0.8061. Parameter nilai ohue pada suhu ruang memiliki
persamaan regresi y = 0.0556x + 70.54 , sedangkan pada suhu kulkas mempunyai
persamaan regresi yang dimiliki yaitu y=0.0447x + 71.485. Suhu freezer memiliki
persamaan regresi y = 0.0317x + 72.919. Peningkatan suhu penyimpanan
menyebabkan terjadinya peningkatan nilai ohue, dan semakin lama waktu
penyimpanan juga menyebabkan ohue semakin meningkat.

Saran

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini, yaitu perlu adanya kajian
mengenai jenis pewarna alami lainnya yang lebih tahan terhadap suhu serta perlu
dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengaplikasian kemasan cerdas ini pada
suatu produk.
25

DAFTAR PUSTAKA

Ahvenainen R. 2003. Active and intelligent packaging. Di dalam : Ahvenainen R,


editor. Novel Food Packaging Techniques. Abington : Woodhead Publishing.
hlm 5-21
Anonim. 2009. Takut makanan kadarluarsa?. [Internet]. [diunduh 2013 Sept 9]
Tersedia pada URL http://www.jepang.net/2009/08/takut-makanan-
kadaluarsa.html
Apriyanto J. 2007. Karakteristik biofilm dari bahan dasar polivinil alcohol dan
chitosan. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Ardian FN. 2011. Pengaruh jenis pati terhadap kuat tarik dan persen pemanjangan
plastik biodegradabel dengan metode grafting. ?. [Internet]. [diunduh 2013
Desember 7] tersedia pada http://elibrary.ub.ac.id/handle/123456789/26342
Charron CS, Clevidence BA, Britz SJ, Novotny DJ. 2007. The effect of dose size
on bioavailability of acylated and nonacylated anthocyanins from red cabbage
(Brassica oleracea). Journal of Agricultural and Food Chemistry. 55(13):5354-
5362
Ekasari W. 2009. Kubis Sayur Yang Kaya Manfaat. Departemen Farmakognosi
dan Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Jackman RL, Smith JL. 1996. Anthocyanins and betalains. Di dalam : Hendry, G.
F. And J.D. Houghton. Natural Food Colourants. London : Blackie Academic
Prof : 244-309
Lestari IA. 2013. Pembuatan Label Cerdas Pendeteksi Escherichia coli. [Skripsi].
Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor
Marwati S. 2011. Kestabilan warna Ekstrak Kubis Ungu (Brassica oleracea)
sebagai Indikator Alami Titrasi Asam Basa. Prosiding Seminar Nasional
Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA FMIPA UNY, 11 Mei 2011
Marwati S. 2012. Aplikasi Beberapa Bunga Berwarna sebagai Indikator Alami
Titrasi Asam Basa. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan
Penerapan MIPA FMIPA UNY, 2 Juni 2012
Nofrida R, Warsiki E, Yuliasih I. 2013. Film Indikator Warna Daun Erpa (Aerva
sanguinolenta) sebagai Kemasan Cerdas untuk Produk Rentan Suhu dan
Cahaya. IPB. Pasca Sarjana.
Nurdiana D. 2002. Karakteristik fisik edible film dari kitosan dengan sorbitol
sebagai plasticizer. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Putri CDW. 2012. Kemasan cerdas indikator warna untuk mendeteksi kesegaran
buah potong nenas.[Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor
Robertson GL. 2006. Food Packaging Principles and Practice. Second edition,
CRC Press, Boca Raton, FL, USA.
Schonberger H, Maumann A, Keller W. 1997. Study of microbial degradation of
plyvinyl alcohol (PVA) in wastewater treatment Plants. Di dalam. Apriyanto J.
2007. Karakteristik biofilm dari bahan dasar polivinil alcohol dan chitosan.
[Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Seafast Center. 2012. Pewarna alami untuk pangan. Bogor (ID): Seafast Center
Sheftel VO. 2000. Indirect Food Additives and Polymer : Migration
andToxicology. Boca Raton London New York Washington DC. Lewis
26

[SLTC] Society of Leather Technologists and Chemists. 1996. Official methods of


Analysis. Northampton (UK): SLTC. Publisher, 736-737, 1167-1169. Smith H.
1975. Phytochrome and Photo Morphologenesis. Mc-Graw Hill Book
Publishing
Sumarto. 2008. Mempelajari pengaruh penambahan asam lemak dan natrium
benzoat terhadap sifat fisik, mekanik, dan aktivitas antimikroba film edibel
kitosan .[Skripsi].Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Theresia V. 2003. Aplikasi dan karakteristik sifat fisik mekanik plastik
biodegradable dari campuran LDPE dan tapioka. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut
Pertanian Bogor
Usman H dan Akbar PS. 2008. Pengantar Statistika. PT Bumi Aksara, Jakarta.
Vaikousi H, Biliaderis, Koutsoumanis KP. 2008. Development of a microbial TTI
prototype for monitoring microbiological quality of chilled food. Amerika :
American Society for Microbiology
Vaikousi H, Biliaderis, Koutsoumanis KP. 2009. Applicability of a microbial
Time Temperature Indicator (TTI) for monitoring spoilage of modified
atmosphere packed minced meat. J Food Microbiol. 133 : 272-278
Warsiki E, Sunarti TC dan Damanik R. 2010. Pengembangan Kemasan
Antimikrobial untuk Memperpanjang Umur Simpan Produk. Prosiding
Seminar Tahunan Hasil-hasil Riset IPB Tahun 2009. Buku ke-5 : Rekayasa dan
Teknologi Pangan. ISBN : 978-602-8853-03-3, 978-602-8853-08-8. hlm 579-
588.
Warsiki E dan Sunarti TC. 2011. Evaluasi Sifat Fisik-Mekanis dan Permeabilitas
Film Kitosan. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. ISSN : 0216-3160. Volume
21 No 3. hlm 139-145.
Warsiki E dan Putri CDW. 2012. Pembuatan label/film indikator warna dengan
pewarna alami dan sintetis. E-J Agroindustry Indonesia. 1(2): 82 87
Warsiki E, Yuliasih I, Nofrida R. 2013. Smart Label for Milk Deterioration
Detection. The 105 most Prospective Indonesia Innovation. The Ministry of
Research and Tecnology, The Republic of Indonesia
Warsiki E, Mulyorini R. 2014. Smart Label to Detect Pathogenic Bacteria on
Meat. Proceeding of Annually Seminar on Research Results of Bogor
Agricultural University in Year of 2015. Vol 5: Food, Energy, Engineering and
Technology (In Press)
Warsiki E, Rahayuningsih M, Latifah N. 2014. Smart Label for Rapid Detection
of Staphylococcus aureus. Proceedingof National Seminar on Synergy of Food,
Feed, and Renewable Energy. (In Press)
Warsiki E, Rahayuningsih M, Anggraeni RR. 2014. Color-Based Indicator From
Various Selective Media as a Smart Label to Detect The Growth of Salmonella
typhimurium. Agroindustrial Technology Journal. (Accepted)
Winarno FG. 1983. Kerusakan Bahan Pangan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Winarno FG. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
hal. 251
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
Umum.
27

LAMPIRAN

Lampiran 1 Prosedur Analisis Uji

1. Uji Ketebalan Film (SLTC 1996)

Ketebalan film diukur dengan cara mengukur ketebalan pada tiga titik permukaan
film dan dihitung rata-rata dari hasil pengukuran. Pengukuran ketebalan
menggunakan alat thickness gauge. Alat diletakkan di atas bidang horizontal
dengan permukaan yang rata kemudian sampel diletakkan di antara tatakan dan
penekan dengan sisi grain berada di atas (jika dapat diidentifikasi). Jika sisi grain-
nya tidak dapat diidentifikasi, maka sampel diletakkan dengan salah satu sisi ke
atas. Penekan dilepas, ditunggu sekitar 5 detik 1 detik, kemudian angka yang
terbaca pada meteran dicatat sebagai ketebalan. Hasil ketebalan yang terbaca
kemudian dirata-ratakan.

2. Uji Kekuatan Tarik (SLTC 1996)

Pengujian kekutan tarik dilakukan dengan menggunakan alat tensile


strength tester. Sampel dipasang pada alat penguji dengan cara menjepitkan kedua
ujung sampel pada alat penjepit. Jarak antar jepitan adalah 5 cm. Setelah sampel
terpasang, mesin dinyalakan dan dimatikan ketika sampel terputus. Kuat tarik
ditentukan berdasarkan beban maksimum pada saat film pecah dan persentase
pemanjangan didasarkan atas pemanjangan film saat film pecah. Nilai kekuatan
tarik dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Kekuatan tarik ( )=

F = nilai yang terbaca pada alat (kgf)


l = lebar kulit yang diuji (mm)
t = ketebalan kulit (mm)

Berikut ini adalah bentuk sampel untuk uji kekuatan tarik

Dimensi (mm) :
L l1 L2 B b1 a
55 25 15 5 12.5 5
28

3. Perpanjangan putus atau elongasi (SLTC 1996)


Pengujian perpanjangan (elongasi) adalah pengukuran perpanjangan film
yang ditarik mulai dari kondisi awal sampai dengan akhir yaitu terputusnya film
pada saat pengujian kekuatan tarik. Perpanjangan dihitung dengan
membandingkan perpanjangan film ketika terputus pada saat pengujian kekuatan
tarik dengan panjang film diawal pengukuran. Penghitungan perpanjangan putus
dilakukan dengan menggunakan rumus sebagi berikut:
Persen Perpanjangan putus = 100 %
Keterangan :
a = panjang awal
b = panjang setelah putus

4. Konsentrasi Total Antosianin (Less dan Francis 1972 )


Konsentrasi antosianin diukur dengan teknik spektrofotometri. Sebanyak 1
ml filtrat hasil ekstraksi diencerkan hingga 100 mL dengan etanol 95 %: HCl 1.5
13 N (85:15). Filtrat kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer
pada panjang gelombang 535 nm (Dianawati 2001).Total antosianin kemudian
dihitung dengan rumus :

Total Antosianin (mL/100 g sampel) = (Absorbansi fp) 100


98.2 Wsampel (g)
Dimana : fp = faktor pengenceran
Faktor 98.2 = nilai (serapan molar) dari pigmen antosianin dalam
pelarut etanol 95% : HCl 1.5 N (85:15), yang merujuk pada
absorbansi antosianin dalam etanol asam yang di ukur dalam celah
selebar 1 cm pada panjang gelombang 535 nm dalam konsentrasi
1% (v/v).
Wsampel = berat sampel

5. Warna
Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat Colortex
Colorimeter dengan spesifikasi Colorimetry IV Version 4.0. Nilai yang terbaca
pada alat antara lain nilai L, a, dan b (tingkat kecerahan). Intensitas warna
ditunjukan melalui nilai Chroma yang dihitung dengan rumus sebagai berikut :


O
H = tan-1 (b/a)

Keterangan :
C = Chroma, menunjukkn intensitas warna sampel
H = oHue, menunjukkan warna sampel
L = Tingkat kecerahan
a = merupakan warna campuran merah-hijau
b = merupakan warna campuran kuning-biru
o
Hue = parameter untuk kisaran warna
29

Lampiran 2 Diagram alir pembuatan film indikator warna (metode pencampuran)

Akuades
100 mL

PVA (3, 3.5,


dan 4 gram Pemanasan 80-100oC
(b/b)

Pelarutan PVA dan


pengadukan konstan

Gliserol (1, 2 Larutan


dan 3) mL) film

(2, 4, 6 ,8 dan 10 ) mL
Homogenisasi pewarna kubis merah

Pencetakan dengan plat kaca ukuran 30 x 20 cm

Pengeringan suhu 50oC (oven) dan suhu


ruang (25 + 3oC selama 24 jam

Pelepasan film dari cetakan

Film
Indikator

*Modifikasi Nofrida (2013)


30

Lampiran 3 Diagram alir pembuatan film indikator warna (metode oles)

Akuades
100 mL

PVA (3, 3.5,


dan 4 gram Pemanasan 100oC
(b/b)

Pelarutan PVA dan


pengadukan konstan

Gliserol (1, 2 Larutan


dan 3) mL) film

Homogenisasi

Pencetakan dengan plat kaca ukuran 30 x 20 cm

Pengeringan suhu 50oC (oven) selama 24 jam

Lembaran film

Pengolesan pewarna Pewarna kubis merah

Film Indikator

*Modifikasi Nofrida (2013)


31

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pandeglang pada tanggal 16 Desember 1990 sebagai


putra pertama dari bapak Sudirja dan ibu Nurhayati. Tahun 2009 penulis lulus dari
SMA Negeri 1 Pandeglang dan pada tahun yang sama diterima di Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan
diterima di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam beberapa organisasi dan
perkuliahan. Pada tahun 2010 penulis menjadi panitia IASLS (Indonesian
Agroindustrial Student Leader Summit) Forum Agroindustri Indonesia sebagai
staf divisi acara. Pada tahun 2011 penulis juga menjadi panitia dalam acara Hari
Warga Industri (Hagatri) HIMALOGIN IPB dan panitia Atsiri Fair HIMALOGIN
IPB. Penulis juga aktif dalam kegiatan seperti menjadi asisten praktikum
Teknologi Minyak Atsiri, Rempah dan Fitofarmaka dan asisten praktikum
Teknologi Bahan Penyegar pada tahun ajaran 2012/2013. Penulis aktif dalam
organisasi yaitu menjadi staff departemen Kewirausahaan tahun 2010-2011
Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) Teknologi Industri
Pertanian IPB dan Anggota Forum Agroindustri Indonesia (Foragrin)
Penulis melakukan Praktik Lapangan di PT. Rajawali II Unit PG
Sindanglaut, Cirebon pada bulan Juni-Agustus 2012. Judul Praktik Lapangan
yang diambil yaitu Mempelajari Aspek Teknologi Pengemasan, Penyimpanan dan
Penggudangan di PT. Rajawali II Unit PG Sindanglaut, Cirebon. Pada tahun 2013
penulis berhasil menjadi Finalis lomba Espriex Business Model Canvas di
Universitas Brawijaya Malang. Penulis melakukan penelitian di Laboratorium
Dasar Ilmu Terapan dan Laboratorium Teknologi Pengemasan, Distribusi dan
Transportasi serta Laboratorium SBRC - IPB dengan judul Label Cerdas
Indikator Warna dari Ekstrak Kubis Merah (Brassica oleracea)

Anda mungkin juga menyukai