Anda di halaman 1dari 48

i

FORMULASI MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS RUMPUT


LAUT (Kappaphycus alvarezii) DENGAN PENAMBAHAN
PEWARNA ALAMI

SENDY RINDI FEBRIYANTO

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ii
iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN


SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Formulasi Minuman


Fungsional Berbasis Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dengan Penambahan
Pewarna Alami” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya limpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Sendy Rindi Febriyanto


C34070056

____________________
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB
harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
iv

ABSTRAK

SENDY RINDI FEBRIYANTO. Formulasi Minuman Fungsional Berbasis


Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) dengan Penambahan Pewarna Alami.
Dibawah Bimbingan. WINI TRILAKSANI dan BAMBANG RIYANTO.

Minuman fungsional jelly rumput laut merupakan digestive health karena


kandungan seratnya yang tinggi, akan tetapi masih banyak digunakannya pewarna
sintetis. Peningkatan mutu dengan pewarna alami rosela, temulawak dan bit
merupakan alternatif baru yang sangat penting. Hasil memperlihatkan semakin
tinggi konsentrasi pewarna alami yang ditambahkan, makin tinggi pula kandungan
antioksidan yang ada, yaitu masing-masing 1.153,080; 537,400 dan 409,040 ppm.
Adapun kandungan serat pangan adalah 1,93; 1,88; dan 1,93%.

Kata Kunci: antioksidan, digestive health, rosela, temulawak, umbi bit.

ABSTRACT

The functional drink of seaweed jelly is digestive health because high fiber
content, but still a lot of use of synthetic colorants. Improved quality with natural
colorant roselle, curcuma and beet is a new alternative that is very important. The
results showed higher concentrations of natural colorant are added, the higher the
antioxidant content of existing, respectively 1153.080; 537.400, and 409.040 ppm.
The dietary fiber content is 1.93; 1.88; 1.93%.

Keywords: antioxidants, digestive health, roselle, curcumae, beet


v

FORMULASI MINUMAN FUNGSIONAL BERBASIS RUMPUT


LAUT (Kappaphycus alvarezii) DENGAN PENAMBAHAN
PEWARNA ALAMI

SENDY RINDI FEBRIYANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
vi
vii

Judul Skripsi : Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Rumput Laut


(Kappaphycus alvarezii) dengan Penambahan Pewarna
Alami
Nama : Sendy Rindi Febriyanto
NRP : C34070056

Disetujui oleh

Dr Ir Wini Trilaksani, MSc Bambang Riyanto, SPi, MSi


Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Joko Santoso MSi


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:..................................................
Judul Skripsi Fonnulasi Minuman Fungsional Berbasis Rumput Laut
(Kappaphycus alvarezii) dengan Penambahan Pewama
Alami
Nama Sendy Rindi Febriyanto
NRP C34070056

Disetujui oleh

Bambang Riyanto, SPi, MSi


Pembimbing II

II ~ FEB ZJ"I i
Tanggal Lulus.................................................. .

viii
ix

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai
September 2012 ini ialah Formulasi Minuman Fungsional Berbasis Rumput Laut
(Kappaphycus alvarezii) dengan Penambahan Pewarna Alami.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Wini Trilaksani MSc dan
Bambang Riyanto SPi, MSi selaku dosen pembimbing, serta Bapak Ir Heru
Sumaryanto MSi sebagai dosen penguji yang telah banyak memberi saran.
Disamping itu, penghargaan penulis kepada Ibu Ema Masruroh beserta seluruh
staf laboratorium THP IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
ayah, ibu adik serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

Sendy Rindi Febriyanto


x

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii


DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) 2
Minuman Fungsional dan Minuman Jelly 3
Pewarna alami 3
Bit (Beta vulgaris) 3
Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) 4
Rosela (Hibiscus sabdariffa L) 4
Antioksidan 4
Serat Pangan 5
METODE 5
Waktu dan Tempat 5
Alat dan Bahan 5
Tahapan Penelitian 6
Penentuan formula minuman jelly 6
Ekstraksi pewarna alami 7
Formula minuman jelly dengan penambahan pewarna alami 10
Prosedur Analisis 10
Pengujian sensori (BSN-2006) 10
Analisis kimia 10
HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Penentuan Formula Minuman Jelly 13
Kenampakan 14
Warna 14
Aroma 15
Tekstur 15
Rasa 16
Uji Sensori Minuman jelly denganPenambahan Pewarna Alami 16
Rosela 16
Temulawak 17
Bit 18
Karakterisitk Kimia 19
Uji Kandungan Antioksidan 20
Rosela 20
Temulawak 21
Bit 22
Analisis Proksimat dan Serat Pangan 23
xi

SIMPULAN DAN SARAN 24


DAFTAR PUSTAKA 24
LAMPIRAN 27

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir pembuatan minuman jelly 6


2 Diagram alir pembuatan ekstrak pewarna alami 8
3 Diagram alir pembuatan minuman jelly dengan pewarna alami 9
4 Nilai rataan organoleptik minuman jelly 14
5 Nilai rataan organoleptik minuman jelly dengan penambahan
pewarna rosela 17
6 Nilai rataan organoleptik minuman jelly dengan penambahan pewarna
temulawak 18
7 Nilai rataan organoleptik minuman jelly dengan penambahan pewarna
bit 19

DAFTAR TABEL

1 Hasil uji aktivitas antioksidan pada minuman jelly dengan


penambahan pewarna alami 20

2 Hasil analisis proksimat dan serat minuman jelly dengan


penambahan pewarna alami 23

DAFTAR LAMPIRAN

1 Scoresheet uji sensori (Hedonik) penentuan formula minuman jelly 54


2 Scoresheet uji sensori (Hedonik) minuman jelly dengan
penambahan pewarna alami 55
3 Nilai rataan uji sensori (Hedonik) penentuan formula minuman jelly 56
4 Hasil analisis statistik uji sensori 57
5 Nilai rataan uji sensori (Hedonik) minuman jelly dengan
penambahan pewarna alami 58
6 Hasil analisis statistik uji sensori 59
7 Hasil uji kandungan antioksidan minuman jelly dengan
pewarna rosela 61
8 Hasil uji kandungan antioksidan minuman jelly dengan
pewarna temulawak 62
9 Hasil uji kandungan antioksidan minuman jelly dengan
pewarna bit 63
10 Hasil uji kandungan antioksidan Asam askorbat 64
xii

11 Hasil uji kandungan antioksidan BHT 64


12 Dokumentasi kegiatan penelitian 65
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan industri minuman di Indonesia mengalami pertumbuhan


yang sangat pesat dari 11.729 juta liter/kapita pada tahun 2004 menjadi 17.531
juta liter/kapita pada tahun 2010. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya
jenis minuman ringan yang beredar di pasaran. Menurut catatan Asosiasi Industri
Minuman Ringan (ASRIM), hampir 55% penduduk Indonesia menyukai
minuman panas, seperti hot tea, hot coffee, susu dan iced tea drinks, sementara
45% sisanya mengonsumsi minuman lainnya.
Saat ini tingkat konsumsi minuman ringan, khususnya air minum dalam
kemasan di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara lain yang
jumlah penduduknya jauh di bawah Indonesia. Di Thailand tingkat konsumsi
minuman ringan mencapai 89 liter, Filipina 122 liter dan Singapura 141 liter
perkapita. Pada tahun 2015 Indonesia mentargetkan konsumsi minuman ringan
mencapai 100 liter perkapita (Suroso 2010). Suatu peluang yang terbuka
mengingat kesadaran konsumen akan pentingnya kesehatan semakin meningkat.
Saat ini konsumen cenderung lebih memilih pangan fungsional yang memiliki
efek digestive health. Pada tahun 2007 konsumsi pangan fungsional yang
memiliki efek digestive health mendominasi pasar Eropa dan Jepang masing-
masing 68% dan 64%. Di Indonesia sendiri pasar pangan fungsional semakin
meningkat ditandai dengan meningkatnya produk yang mengandung probiotik,
kaya serat dan sebagainya (Noer 2010). Salah satu bahan baku yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pangan kaya serat yaitu rumput laut (Winarno 1996).
Rumput laut memiliki kandungan protein, mineral, vitamin, sedikit lemak
dan karbohidrat khususnya serat. Cox et al. (2010) menyampaikan juga bahwa
rumput laut merupakan salah satu bahan pangan yang mengandung antioksidan
dan antimikrobial. Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat
oksidasi molekul lain. Antioksidan yang banyak terdapat dalam rumput laut
diantaranya fenol, tanin, dan flavonoid. Beberapa jenis rumput laut dapat
menghasilkan karagenan yang merupakan senyawa polisakarida sulfat berantai
panjang berfungsi sebagai penstabil, pengental dan penjedal (Glicksman 1983).
Pemanfaatan karaginan sebagai hasil olahan rumput laut berkembang di bidang
pangan. Penggunaan karaginan dalam industri makanan dan minuman berfungsi
sebagai dietetic food, stabilizer, pensuspensi dan gelling agent. Sifat gelling agent
yang terdapat dalam karagenan telah banyak dimanfaatkan oleh 28% industri
minuman (Anggadiredja 2008).
Kandungan gizi yang tinggi menjadikan karagenan cocok untuk dijadikan
bahan baku minuman kesehatan seperti minuman jelly. Jelly merupakan produk
yang berada dalam kondisi cairan dan padatan, yang tersusun dari campuran
hidrokoloid dan gula dalam air dengan karateristik gel yang bersifat elastis dan
tidak mengandung butiran halus di dalamnya (Glicksman 1983). Minuman jelly
adalah produk minuman yang berbentuk gel, yang dapat dibuat dari pektin, agar,
karagenan, gelatin, atau senyawa hidrokoloid lainnya dengan penambahan gula,
asam, dan atau tanpa bahan tambahan makanan lain yang diizinkan. Minuman ini
2

memiliki konsistensi gel yang lemah sehingga dapat menghindari pengendapan,


namun mudah diminum atau disedot sebagai minuman (BSN 1994).
Dalam rangka meningkatkan mutu minuman jelly sebagai minuman
kesehatan, penggunaan bahan harus memiliki kandungan gizi tinggi. Selain itu,
bahan pengisi seperti pewarna, pencita rasa dan bahan tambahan lainnya harus
memiliki gizi yang dapat meningkatkan mutu produk tersebut. Pewarna
merupakan salah satu bahan tambahan yang dapat digunakan untuk meningkatkan
mutu suatu produk.Penggunaan pewarna dapat meningkatkan penerimaan suatu
produk khususnya pada parameter kenampakan, warna dan rasa (Winarno 2008).
Zat pewarna yang digunakan dalam makanan dibedakan menjadi dua yaitu
pewarna buatan/sintetik dan pewarna alami. Pewarna buatan banyak digunakan
karena mudah didapatkan dan memiliki banyak variasi. Namun, penggunaan
pewarna buatan ini memiliki efek negatif bagi tubuh. Oleh karena itu, kini
masyarakat mulai beralih pada penggunaan pewarna alami yang merupakan
substansi alami pada sel atau jaringan tumbuhan dan hewan yang dapat
memberikan efek warna (Winarti 2010). Beberapa pewarna alami juga
menghasilkan senyawa kimia yang bersifat sebagai antioksidan seperti klorofil,
antosianin, betalain dan karotenoid (Winarno 2008).
Keanekaragaman hayati yang terdapat di nusantara ini menjadi sumber
bahan pewarna makanan alami untuk digunakan sebagai bahan tambahan pangan
fungsional. Adapun beberapa contoh tumbuhan yang dapat digunakan yaitu
rosela, temulawak dan bit.
Diversifikasi minuman jelly dengan penambahan pewarna alami yang
berasal dari tumbuhan merupakan salah satu upaya alternatif dalam
mengkonsumsi pangan fungsional. Penggunaan bahan baku rumput laut dan
pewarna alami dapat meningkatkan mutu produk minuman jelly menjadi
minuman kesehatan yang kaya akan serat dan antioksidan. Selain itu, penggunaan
pewarna alami juga dapat meningkatkan nilai sensori dari produk minuman ini
seperti kenampakan, warna dan rasa.

Tujuan

Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui nilai sensori minuman


jelly dengan penambahan pewarna rosela, temulawak dan bit serta mengetahui
karakteristik kimia dan kandungan antioksidan dari minuman jelly dengan
penambahan pewarna rosela, temulawak dan bit.

TINJAUAN PUSTAKA
Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii)

Rumput laut atau Seaweed merupakan salah satu produk perikanan yang
kaya akan mineral dan serat pangan serta salah satu makanan tradisional di Asia.
Hasil penelitian Santoso et al. (2006) menunjukkan hubungan antara aspek
kesehatan rumput laut dengan serat pangan dan kandungan mineral yang
terkandung dalam rumput laut.
Rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii merupakan salah satu
carragaenophtytes yaitu rumput laut penghasil karagenan, yang berupa senyawa
3

polisakarida. Karagenan dapat terekstraksi dengan air panas yang mempunyai


kemampuan untuk membentuk gel. Sifat pembentukan gel pada rumput laut ini
dibutuhkan untuk menghasilkan pasta yang baik, karena termasuk ke dalam
golongan Rhodophyta yang menghasilkan florin starch. (Winarno 1996). Hasil
penelitian Suzuki et al. (2006) menunjukkan kandungan mineral terbesar pada
Kappaphycus alvarezii adalah potassium, kalium dan magnesium. Menurut
Suryaningrum et al. (2006), pada Kappaphycus alvarezii terdapat aktivitas
antioksidan dan di dominasi oleh senyawa Benzena.

Minuman Fungsional dan Minuman Jelly

Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2004), pangan fungsional


adalah pangan yang baik secara alamiah maupun yang telah melalui proses
pengolahan, mengandung satu atau lebih komponen yang berdasarkan kajian-
kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang
bermanfaat bagi kesehatan, disajikan dan dikonsumsi sebagaimana layaknya
makanan atau minuman dan memiliki karakteristik sensori seperti penampakan,
warna, tekstur atau konsistensi dan citarasa yang dapat diterima konsumen.
Beberapa komponen fungsional yang telah diizinkan antara lain vitamin,
mineral, gula alkohol, serat pangan, fitosterol dan fitostanol, prebiotik serta
probiotik. Komponen pangan fungsional tidak boleh memberikan interaksi yang
tidak diinginkan dengan komponen lain.
Jelly merupakan produk hasil gelatinisasi dari campuran hidrokoloid dan
gula dalam air dengan karakteristik gel yang bersifat elastis dan tidak
mengandung butiran-butiran halus di dalamnya. Minuman jelly adalah produk
minuman yang berbentuk gel, yang dapat dibuat dari pektin, agar, karagenan,
gelatin, atau senyawa hidrokoloid lainnya dengan penambahan gula, asam, dan
atau tanpa bahan tambahan makanan lain yang diizinkan. Minuman ini memiliki
konsistensi gel yang lemah sehingga pengendapan dapat dihindari, namun mudah
diminum atau disedot sebagai minuman (BSN 1994).
Bahan-bahan pendukung dalam pembuatan minuman jelly diantaranya
karagenan, kalium sitrat, sukrosa, asam sitrat, dan pengawet. Karagenan yang
digunakan biasanya merupakan hasil ekstraksi dari ganggang merah
(Rhodophyceae), antara lain Chondrus crispus, Euchema cottonii, dan Euchema
spinosum (Imeson 2010).

Pewarna Alami

Bit (Beta vulgaris)


Menurut Winkler et al. (2005), bit merupakan salah satu bahan pangan yang
mengandung betalain sebagai antioksidan, anti inflamasi dan juga anti kanker.
Menurut Szalaty (2008), bit merupakan sumber utama betacyanin yang digunakan
dalam industri makanan sebagai pewarna alami untuk produk makanan.
Cai et al. (2003) menyampaikan juga bahwa bit merupakan bahan pangan
berwarna merah keunguan yang berasal dari kombinasi pigmen merah-ungu
betacyanin dan pigmen kuning betaxanthin. Bit termasuk kelompok sayuran yang
berpotensi memiliki kandungan antioksidan yang tinggi. Menurut
Kanner et al. (2001) pigmen dari bit merah terutama betanin efektif menghambat
peroksidasi lipid, anti kanker dan antibakteri.
4

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)


Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman asli
Indonesia yang tumbuh di daerah tropis. Berdasarkan penelitian dan pengalaman,
temulawak telah terbukti berkhasiat dalam menyembuhkan berbagai jenis
penyakit. Tanaman ini dapat digunakan mengobati gangguan hati, asma,
penambah nafsu makan, diare, batuk dan sariawan (Hernani dan Raharjo 2006).
Menurut Lin et al. (2009), rimpang temulawak mengandung protein, pati,
dan zat warna kuning kurkuminoid (terdiri dari dua komponen yaitu kurkumin
dan desmetoksikurkumin) serta minyak atsiri. Pati merupakan komponen terbesar
dalam temulawak sekitar 29-34%. Pati ini adalah jenis jenis yang mudah dicerna
sehingga baik untuk makanan bayi atau makanan orang yang baru sembuh dari
sakit.
Aggarwal et al. (2003) menyebutkan bahwa kurkumin berpotensi mencegah
berbagai jenis kanker dan antiinflamasi. Selain itu menurut Ruslay et al. (2007),
temulawak mengandung kurkumin, demetoksikurkumin dan
bisdemetoksikurkumin yang bersifat antioksidan. Oleh karena itu temulawak juga
sering dijadikan minuman kesehatan dan obat.

Rosela (Hibiscus sabdariffa L.)


Rosela (Hibiscus sabdariffa L.) merupakan tanaman yang sangat baik
ditanam didaerah tropis dan sub tropis. Kandungan kimia rosela tersebar pada
seluruh bagian tanaman ini yaitu bunga, daun, biji. Kandungan penting yang
terdapat pada kelopak bunga rosela adalah pigmen antosianin yang membentuk
flavonoid yang berperan sebagai antioksidan. Zat lain yang tak kalah penting yang
terkandung dalam rosela adalah kalsium, niasin, riboflavin dan besi yang cukup
tinggi. Menurut Maryani et al. (2005), selain kandungan gizi yang terdapat pada
rosela, adapula hal unik yang dimiliki rosela yaitu memiliki rasa masam yang
menyegarkan pada kelopak karena kandungan senyawa asam dominan yaitu asam
sitrat dan asam malat.

Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa penting dalam menjaga kesehatan tubuh


yang berfungsi sebagai penangkap radikal bebas. Menurut Lestario (2008), fungsi
utama dari antioksidan sendiri untuk memperkecil terjadinya proses oksidasi dari
lemak dan minyak. Hartoyo et al. (2002) menyebutkan bahwa konsumsi
antioksidan pada makanan dapat menghambat proses oksidasi yang dapat
menekan jumlah radikal bebas.
Menurut Antolovich et al. (2002) tubuh manusia secara memiliki
antioksidan yang berfungsi sebagai pertahanan dari oksidasi. Namun antioksidan
di dalam tubuh tidak dapat mencukupi untuk mempertahankan keseimbangan
tubuh dari radikal bebas yang dihasilkan oleh oksidasi. Oleh karena itu,
mengkonsumsi makanan yang mengandung antioksidan dibutuhkan untuk
membantu tubuh dalam mempertahankan keseimbangannya.
Souza et al. (2012), menyebutkan salah satu sumber makanan yang
mengandung antioksidan adalah rumput laut. Seperti tumbuhan lainnya, rumput
laut mengandung berbagai zat organik dan anorganik yang dapat bermanfaat bagi
kesehatan manusia. Rumput laut mengandung senyawa fenolik yang bertindak
sebagai antioksidan. Senyawa fenolik yang banyak terkandung dalam rumput laut
5

berupa polifenol seperti flavonoid (yaitu flavon, flavonols, flavanon, flavononols,


chalcones dan-3 flavan-OLS), lignins, tokoferol, tanin dan asam fenolat (Cox et
al. 2010).

Serat Pangan

Menurut Trowell (1976), serat pangan merupakan terdiri dari sisa-sisa sel
tanaman yang resisten terhadap hidrolisis (pencernaan) oleh enzim pencernaan
manusia. Komponen tersebut diantaranya hemiselulosa, selulosa, lignin,
oligosakarida, pektin, gum dan lilin.
Berdasarkan karakteristik terhadap kelarutan, serat pangan dibagi menjadi
serat pangan larut air (soluble dietary fiber, SDF) dan serat pangan tidak larut air
(insoluble dietary fiber, IDF). Serat pangan larut air merupakan komponen serat
yang dapat larut di dalam air dan dalam saluran pencernaan. Fungsi utama serat
pangan larut air adalah memperlambat kecepatan pencernaan dalam usus sehingga
aliran energi ke dalam tubuh berkurang, memberikan perasaan kenyang yang lebih
lama, dan memperlambat kemunculan gula darah sehingga membutuhkan sedikit
insulin.Adapun serat pangan tidak larut air adalah serat yang tidak larut air baik di
dalam air ataupun saluran pencernaan. Fungsi utama serat pangan tidak larut
adalah memperpendek waktu transit makanan dalam usus dan memperlancar
proses buang air besar (Astawan dan Kasih 2008).
Kecukupan asupan serat kini dianjurkan semakin tinggi, mengingat banyak
manfaat untuk kesehatan tubuh. Menurut Widyakarya Nasional Pangan
dan Gizi (2004) kebutuhan total serat pangan adalah 25g/hari dengan rasio serat
pangan tidak larut air dan larut airnya 3:1.

METODE

Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan formula minuman jelly
antara lain rumput laut (Kappaphycus alvarezii) basah (umur panen 45 hari),
temulawak kering (umur panen 10 bulan), kuntum bunga rosela kering (2 bulan),
bit (umur panen 3 bulan). Uji kandungan antioksidan adalah metanol (Merck),
radikal bebas 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH), dan butylated
hydroxyltoluene (BHT) serta asam askorbat sebagai antioksidan pembanding.

Alat
Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan minuman jelly antara lain
timbangan dengan ketelitian 0,01 g. dan pengujian antioksidan terdiri inkubator
(Termoline type 42000) dan spektrofotometer UV-Vis 2500.
6

Tahapan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu penentuan formula


minuman jelly dengan membandingkan komposisi rumput laut dan air, ekstraksi
pewarna alami cair dan formulasi minuman jelly dengan penambahan pewarna
alami serta pengujian kandungan antioksidan dan serat pangan.

Penentuan formula minuman jelly


Proses pembuatan minuman jelly diawali dengan merendam rumput laut
selama 24 jam, kemudian dicuci hingga bersih. Rumput laut yang telah dicuci
selanjutnya digiling menggunakan blender hingga menjadi bubur rumput laut.
Kemudian bubur rumput laut dimasak pada suhu 100oC dengan perbandingan
antara air dan bubur rumput laut adalah 1:8, 1:9, dan 1:10 (Trilaksani et al. 2013
dengan modifikasi). Minuman rumput laut yang dihasilkan kemudian disaring
untuk memisahkan ampasnya. Kemudian minuman rumput laut tersebut
ditambahkan gula sebanyak 10% dan asam sitrat 0,1% dari bobot bahan
(Trilaksani et al. 2013 dengan modifikasi) serta dilakukan penghomogenan
menggunakan sudip kayu. Selanjutnya minuman didinginkan (suhu 27oC) dan
dikemas dengan gelas plastik. Pemilihan formula terbaik dilakukan berdasarkan
tingkat kesukaan (uji hedonik). Gambar Proses pembuatan minuman jelly dapat
dilihat pada Lampiran 12. Berikut adalah diagram alir pembuatan minuman jelly
yang dapat dilihat pada Gambar 1.

Ekstraksi pewarna alami

Ekstraksi pewarna alami dilakukan dengan cara mengekstrak warna dari


tumbuhan seperti rosela, temulawak dan bit. Proses ekstraksi pewarna alami ini
mengacu pada Andarwulan dan Faradillah (2012).
Pengekstrakan warna alami dari bit dilakukan dengan cara mengupas kulit
buah bit kemudian dicuci dan dilakukan pengirisan. Setelah buah bit yang telah
diiris kemudian dilakukan penimbangan. Selanjutnya buah bit diekstrak
menggunakan air dengan perbandingan air:bit 1:10 dan 1:15 selama 15 menit.
Ekstrak bit kemudian dilakukan penyaringan untuk memisahkan ekstrak dengan
ampas.
Proses pembuatan ekstrak pewarna alami dari kelopak bunga rosela diawali
dengan proses pengeringan pada sinar matahari. Bunga rosela kering selanjutnya
dilakukan permasakan kuntum bunga rosela dengan perbandingan air:bunga
rosela 1:10 dan 1:15 selama 15 menit. Ekstrak tersebut kemudian dilakukan
penyaringan untuk memisahkan ekstrak dengan ampas.
Pembuatan ekstrak pewarna temulawak dilakukan dengan mengupas kulit
temulawak kemudian dicuci dan dilakukan pengirisan. Temulawak yang telah
diiris tipis kemudian dilakukan penjemuran pada sinar matahari hingga kering.
Temulawak kering selanjutnya dimasak dengan perbandingan air:temulawak 1:10
dan 1:15 selama 15 menit. Ekstrak temulawak selanjutnya dilakukan penyaringan
untuk memisahkan ekstrak dengan ampas. Proses pengekstrakan pewarna alami
dapat dilihat pada Gambar 2.
7

Rumput laut

Penggilingan

Bubur rumput laut


Pemasukan air dengan
perbandingan air:rumput
laut 1:8, 1:9, 1:10*
Pemasakan dengan suhu
100oC selama 1 jam

Penyaringan (10 mesh)

Ampas
gula 10% *
asam sitrat 0,1%* Ekstrak rumput laut

Penghomogenan

Pendinginan dengan suhu


27oC

Pengemasan

Minuman Jelly

Keterangan :
: bahan / olahan
: proses
* : bagian yang dimodifikasi
Gambar 1. Diagram alir pembuatan minuman jelly
(Trilaksani et al. 2013 dengan modifikasi)
8

Bit Rosela kering Temulawak

Pemasukan air Pengirisan


Pengirisan

Pemasakan dengan
Bit halus suhu 100oC Penjemuran 30 – 32oC

Pemasakan dengan Pemasakan dengan


Penyaringan (10 mesh) suhu 100oC
suhu 100oC

Penyaringan (10 mesh)


Ekstrak pewarna
Penyaringan rosela
(10 mesh)
Ekstrak pewarna
temulawak
Ekstrak
pewarna bit

Keterangan :
: bahan / olahan
: proses
Gambar 2. Diagram alir pembuatan ekstrak pewarna alami

Formula minuman jelly dengan penambahan pewarna alami

Formula terbaik minuman jelly pada penelitian awal selanjutnya dilakukan


penambahan pewarna alami sebanyak 5% dari bobot bahan dan dihomogenkan
menggunakan sudip kayu. Minuman jelly kemudian didinginkan pada suhu 27oC
dan dikemas menggunakan gelas plastik (Trilaksani et al. 2013 dengan
modifikasi).
9

Rumput laut

Penggilingan dengan blender

Pemasukan air Bubur rumput laut


dengan perbandingan
air:rumput laut 1:8,
1:9, 1:10*
Pemasakan dengan suhu
100oC selama 1 jam

Penyaringan (10 mesh)


gula 10%*
asam sitrat 0,1%* Ampas

Ekstrak rumput laut

Penghomogenan
Pewarna 5%*

Pendinginan (27oC)

Pengemasan

Minuman Jelly

Keterangan :
: bahan / olahan
: proses
* : bagian yang dimodifikasi
Gambar 3. Diagram alir pembuatan minuman jelly dengan pewarna alami
(Trilaksani et al. 2013 dengan modifikasi)
10

Prosedur Analisis

Pengujian sensori (BSN-2006)


Uji sensori yang digunakan untuk uji organoleptik ini berdasarkan hedonic
test (uji hedonik) SNI-01-2346-2006. Uji hedonik merupakan metode uji yang
digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap produk dengan
menggunakan lembar penilaian. Jumlah tingkat kesukaan bervariasi tergantung
dari rentangan mutu yang ditentukan. Penilaian dapat diubah dalam bentuk angka
dan selanjutnya dapat dianalisis secara statistik untuk penarikan kesimpulan.
Metode ini menggunakan angka yang berkisar antara 1 sampai 9, dimana :
(1) amat sangat tidak suka; (2) sangat tidak suka; (3) tidak suka; (4) agak tidak
suka; (5) netral; (6) agak suka; (7) suka; (8) sangat suka; (9) amat sangat suka.
Pengukuran organoleptik merupakan cara penilaian produk pangan yang bersifat
subyektif dengan menggunakan indera manusia. Panelis yang digunakan adalah
30 orang dengan kategori panelis semi terlatih. Scoresheet organoleptik pada
penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Data yang diperoleh diuji
statistik non parametrik Kruskal wallis, sedangkan untuk uji lanjutan yaitu uji
Multiple Comparison.

Analisis kadar air (AOAC 2007)


Cawan kosong yang akan digunakan dikeringkan terlebih dahulu dalam
oven selama 15 menit atau sampai berat tetap, kemudian didinginkan dalam
desikator selama 30 menit dan ditimbang. Sampel kira-kira sebanyak 2 gram
ditimbang dan diletakkan dalam cawan kemudian dipanaskan dalam oven selama
3-4 jam pada suhu 105-110oC. Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan
setelah dingin ditimbang kembali. Persentase kadar air (berat basah) dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
𝐴−𝐵
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝑥 100%
𝐴
keterangan:
A = Berat contoh mula-mula (g)
B = Berat contoh setelah dikeringkan (g)

Analisis kadar abu (AOAC 2007)


Sampel basah sebanyak 4 gram ditempatkan dalam wadah porselin
kemudian dimasukkan dalam oven dengan suhu 60-105oC selama 8 jam.
Kemudian sampel yang sudah kering dibakar menggunakan hotplate sampai tidak
berasap dengan waktu selama ± 20 menit. Kemudian diabukan dalam tanur
bersuhu 600oC selama 3 jam lalu ditimbang. Kadar abu dapat dihitung dengan
rumus berikut:
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢 (𝑔)
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)

Analisis kadar protein (AOAC 2007)


Analisis kadar protein dilakukan dengan metode kjeldahl mikro. Sampel
sebanyak 0,1 gram dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml. Kemudian
ditambahkan K2SO4 (1,9 gram), HgO (40 mg), H2SO4 (2,5 ml) serta beberapa
tablet kjeldahl. Sampel dididihkan sampai berwarna jernih (sekitar 1-1,5 jam);
didinginkan dan dipindahkan ke alat destilasi. Kemudian dibilas dengan air
11

sebanyak 5-6 kali dengan akuades (20 mL) dan air bilasan tersebut juga
dimasukkan di bawah kondensor dengan ujung kondensor terendam di dalamnya.
Ke dalam tabung reaksi ditambahkan larutan NaOH 40% sebanyak 20 mL. Cairan
dalam ujung kondensor ditampung dengan erlenmeyer 125 ml berisi larutan
H3BO3 dan 3 tetes indikator (campuran metil merah 0,2% dalam alkohol dan
metilen blue 0,2% dalam alkohol dengan perbandingan 2:1) yang ada di bawah
kondensor. Destilasi dilakukan sampai diperoleh kira-kira 200 mL destilat yang
bercampur dengan H3BO3 dan indikator dalam erlenmeyer. Destilat dititrasi
dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna menjadi merah.
Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Kadar protein dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

% Nitrogen 
mLHCl  blankoxNHClx14.007 x100%
mgsampel

Analisis kadar lemak (AOAC 2007)


Sampel sebanyak 0,5 gram ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring
dan diletakkan pada alat ekstraksi soxhlet yang dipasang di atas kondensor serta
labu lemak di bawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak
secukupnya sesuai dengan ukuran soxhlet yang digunakan dan dilakukan refluks
selama minimal 16 jam sampai pelarut turun kembali ke dalam labu lemak.
Pelarut di dalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Labu lemak yang berisi
lemak hasil ekstraksi kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama
5 jam. Labu lemak kemudian didinginkan dalam desikator selama 20-30 menit
dan ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung berdasarkan rumus:

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑒𝑚𝑎𝑘 (𝑔)


% 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘 = 𝑥 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑔)

Analisis kadar karbohidrat (AOAC 2007)


Analisis karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil pengurangan
dari 100% dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak, sehingga
kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal ini karena
karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya. Analisis karbohidrat
dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

% Kadar karbohidrat = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar lemak+ kadar protein)

Analisis kandungan antioksidan (Brand-William et al. 1995)


Penentuan kandungan antioksidan menggunakan metode
1,1-diphenyl-2-picrylhidrazyl (DPPH) mengacu pada Brand-William et al. (1995)
dengan sedikit modifikasi. Minuman fungsional jelly sebanyak 80 mg diencerkan
12

menggunakan metanol hingga 100 mL, sehingga didapatkan stok sebesar 800
ppm. Kemudian stok tersebut diencerkan menjadi 600, 400, 200 ppm.Masing –
masing konsentrasi diambil sebanyak 4,5 mL sampel yang kemudian ditambahkan
DPPH (0,1 mM) sebanyak 0,5 mL. Campuran tersebut kemudian divorteks selama
15 detik kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang (37oC). Serapan
yang dihasilkan diukur dengan spektrofotometrik UV-Visible dengan panjang
gelombang 517nm. Sebagai pembanding digunakan BHT sebanyak 0.8 mg (8
ppm) dan asam askorbat 80 mg (800 ppm).
Berdasarkan nilai absorbansi sampel diperoleh persentase penghambatan
aktivitas radikal bebas. Nilai serapan DPPH sebelum dan setelah penambahan
ekstrak tersebut dihitung sebagai persen inhibisi (%inhibisi) dengan rumus
sebagai berikut :

(Akontrol – Asampel)
%inhibisi = X 100
Akontrol
Keterangan :
Akontrol : absorbansi tidak mengandung sampel
Asampel : absorbansi mengandung sampel
Selanjutnya hasil perhitungan dimasukan ke dalam persamaan regresi linier
dengan konsentrasi ekstrak (ppm) sebagai absis (sumbu x) dan nilai %inhibisi
(antioksidan) sebagai ordinatnya (sumbu y). Nilai IC50 dari perhitungan saat
%inhibisi sebesar 50%. Persamaan regresi yang digunakan sebagi berikut :

Y = Ax + B
Keterangan :
Y : %inhibisi
A : intercept
B : slope

Analisis serat pangan (Sulaeman et al. 1993)


Sampel basah dihomogenisasi. Semua sampel digiling menggunakan
gilingan laboratorium dengan saringan 0,3 mm. Sementara itu ekstraksi lemak
dilakukan dengan menggunakan petroleum eter pada pada suhu kamar selama 15
menit (40 ml petroleum eter per gram sampel).
Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer,
kemudianditambahkan 25 ml 0,1 M buffer fosfat pH 6 lalu diaduk. Enzim
termamylsebanyak 0,1 mL ditambahkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditutup
dengan alumunium foil dan diinkubasikan dalam penangas air pada suhu 100oC
selama 15 menit. Setelah itu dibiarkan dingin, kemudian ditambahkan akuades
20 mL dan pH diatur menjadi 1,5 menggunakan HCl. Sebanyak 100 mg pepsin
ditambahkan ke dalam erlenmeyer lalu ditutup dan diinkubasikan dalam penangas
air bergoyang pada suhu 40oC selama 60 menit, Kemudian ditambahkan 20 mL
akuades dan pH diatur lagi menjadi 6,8 menggunakan NaOH. Sebanyak 100 gram
pankreatin ditambahkan, kemudian erlenmeyer ditutup dan diinkubasikan dalam
penangas air bergoyang pada suhu 40oC selama 60 menit, pH diatur menjadi 4,5
menggunakan HCl. Larutan disaring menggunakan Crucibe (porosity 2) yang
13

telah diketahui beratnya dan mengandung 0,5 celite kering, kemudian dicuci
2x10 ml dengan akuades.
a. Residu (serat yang tidak larut)
Endapan yang tertinggal pada kertas saring dicuci 2x10 ml dengan
etanol95% dan 2 x 10 ml aseton. Kemudian kertas saring dikeringkan pada suhu
105oC sampai mencapai berat konstan (semalam). Setelah itu diinginkan dalam
desikator (D1). Endapan pada kertas saring diabukan pada suhu 550oC selama 5
jam, kemudian didinginkan dan ditimbang (I1).
b. Filtrat (serat yang larut)
Volume filtrat menjadi 100 ml. kemudian ditambahkan 400 ml etanol 95%
hangat (60oC) dan dibiarkan mengendap selama satu jam. Setelah itu larutan
disaring menggunakan Crucible (porosity 2) yang telah diketahui beratnya dan
mengandung 0,5 gram celite. Sisa larutan dicuci dengan 2x10 ml etanol 78%,
2x10 ml etanol 95% dan 2x10 ml aseton. Endapan dikeringkan pada suhu 105oC
selama semalam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (D2).
Endapan pada kertas saring diabukan pada suhu 550oC selama 5 jam, kemudian
didinginkan dan ditimbang (I2).
c. Blanko
Blanko untuk serat yang tidak larut dan serat yang larut diperoleh dengan
cara seperti prosedur untuk sampel tetapi tanpa sampel (B1 dan B2). Nilai blanko
sewaktu-sewaktu harus dicek bila menggunakan enzim dari batch yang berbeda.
Serat pangan total diperoleh dengan menjumlahkan serat pangan tidak larut
(SPTL) dan serat pangan larut (SPL). Blanko yang digunakan diperoleh dengan
metode yang sama, tetapi tidak ditambahkan contoh atau sampel. Nilai blanko
yang digunakan perlu diperiksa ulang, terutama bila menggunakan enzim dari
kemasan yang baru.

Rumus perhitungan nilai SPTL dan SPL


Nilai SPTL = D1 – I1 – B1 x 100%
W
Nilai SPL= D2 – I2 – B2 x 100%
W
Nilai TSP (%) = Nilai SPTL (%) + Nilai SPL(%)

Keterangan:
W = Berat contoh (g)
B = Berat blanko bebas serat (g)
D = Berat setelah analisis dikeringkan (g)
I = Berat setelah analisis diabukan (g)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Formula Minuman Jelly

Penentuan formula minuman jelly dilakukan dengan perlakuan


perbandingan air : rumput laut yang berbeda. Minuman jelly yang dihasilkan
selanjutnya dianalisis secara sensori (uji hedonik).
14

7 6,60 b
5,96 a 6,28 a
5,92 a 5,96 a 5,88 a 5,56 a
6 5,72 a 5,52 a 5,56 a 5,68 a
5,52 a 5,52 a
4,92 a
Nilai rata-rata kesukaan

4,88 a
5

4
1:8
3 1:9

2 1:10

0
kenampakan warna aroma tekstur rasa
Perlakuan

Gambar 4 Nilai rataan organoleptik minuman jelly

Kenampakan
Berdasarkan Gambar 4, menunjukkan bahwa nilai rataan kenampakan
minuman jelly dengan perbandingan rumput laut yang berbeda berkisar antara
5,92-5,96 (biasa/netral). Nilai rataan tertinggi terdapat pada perbandingan 1:9 dan
1:10 sedangkan nilai rataan terendah terdapat pada perbandingan 1:8
(Lampiran 3).
Hasil pengujian Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan
perbandingan air dengan rumput laut yang diberikan tidak memberikan pengaruh
yang nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan kenampakan (Lampiran 4a).
Kenampakan produk minuman jelly sama yaitu adanya granula rumput laut yang
telah dihaluskan serta terlihat warna agak gelap.

Warna
Nilai rataan warna minuman jelly dengan perbandingan rumput laut yang
berbeda berkisar antara 5,52-6,28 (agak suka). Nilai rataan tertinggi yang disukai
panelis terdapat pada perbandingan 1:8, sedangkan nilai rataan terendah terdapat
pada perbandingan 1:10 (Lampiran 3). Hasil uji sensori minuman jelly terhadap
kesukaan parameter warna dapat dilihat pada Gambar 4.
Berdasarkan hasil pengujian Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan
perbandingan air dengan rumput laut yang diberikan tidak memberikan pengaruh
yang nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan warna (Lampiran 4a). Warna
produk yang dihasilkan dari ketiga perbandingan sama yaitu kuning agak
keputih-putihan. Rumput laut yang digunakan selama penelitian tidak ada
perbedaan dan belum adanya pewarna. Bahan utama rumput laut yang digunakan
adalah basah sehingga proses perendaman merubah warna rumput laut. Perbedaan
tingkat kecerahan warna pada minuman jelly disebabkan adanya perbedaan
perbandingan dari rumput laut yang ditambahkan.
15

Aroma
Nilai rataan aroma minuman jelly dengan perbandingan rumput laut yang
berbeda berkisar antara 4,92-5,72 (biasa/netral). Nilai rataan tertinggi yang
disukai panelis terdapat pada perbandingan 1:8 sedangkan nilai rataan terendah
terdapat pada perbandingan 1:9 (Lampiran 3). Hasil uji sensori minuman jelly
terhadap kesukaan parameter aroma dapat dilihat pada Gambar 4.
Berdasarkan hasil pengujian Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan
perbandingan air dengan rumput laut yang diberikan tidak memberikan pengaruh
yang nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan aroma (Lampiran 4a). Aroma
minuman jelly berasal dari rumput laut yang secara keseluruhan sama karena tidak
terdapat perbedaan dalam jumlah bahan pengisi. Selain itu, tidak berbau amis
karena dengan semakin banyak perbandingan rumput laut maka aroma dari
rumput laut akan menguap akibat proses pemasakan.

Tekstur
Berdasarkan Gambar 4, nilai rataan tekstu rminuman jelly dengan
perbandingan rumput laut yang berbeda berkisar antara 5,52-6,60 (agak suka).
Nilai rataan tertinggi yang disukai panelis terdapat pada perbandingan 1:10
sedangkan nilai rataan terendah terdapat pada perbandingan 1:9 (Lampiran 3).
Hasil pengujian Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan
perbandingan air dengan rumput laut yang diberikan berbeda nyata (p<0,05)
terhadap tingkat kesukaan tekstur. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian lebih
lanjut Multiple Comparison. Hasil pengujian Multiple Comparison menunjukkan
bahwa minuman jelly dengan perbandingan 1:10 (air:rumput laut) berbeda nyata
dengan perlakuan lainnya (Lampiran 4b).
Tekstur yang diinginkan produk minuman jelly adalah mudah saat disedot.
Semakin besar perbandingan rumput laut maka tekstur yang dihasilkan semakin
rapuh sehingga mudah saat disedot. Hal ini disebabkan rumput laut mengandung
hidrokoloid karagenan, dimana semakin tinggi perbandingan hidrokoloid maka
rasio padatan dan cairan akan semakin meningkat sehingga gel yang terbentuk
semakin kuat dan kaku (Imeson 2010). Selain itu kandungan yang terdapat dalam
rumput laut seperti karagenan sangat berpengaruh dalam membentuk tekstur
minumanini karena merupakan hidrokoloid hasil ekstraksi dari rumput laut merah
dan sifat pembentukan gel pada rumput laut ini dibutuhkan untuk menghasilkan
pasta yang baik, karena termasuk ke dalam golongan Rhodophyta yang
menghasilkan florin starch (Winarno 1996).

Rasa
Berdasarkan Gambar 4, menunjukkan bahwa nilai rataan rasa minuman jelly
dengan perbandingan rumput laut yang berbeda berkisar antara 4,88-5,68
(biasa/netral). Nilai rataan tertinggi yang disukai panelis terdapat pada
perbandingan 1:10 sedangkan nilai rataan terendah terdapat pada perbandingan
1:9 (Lampiran 3).
Hasil pengujian Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan
perbandingan air dengan rumput laut yang diberikan tidak memberikan pengaruh
yang nyata (p<0,05) terhadap tingkat kesukaan rasa (Lampiran 4a). Rasa
minuman jelly sama karena tidak ada perbedaan perlakuan gula maupun asam
sitrat untuk memberi rasa asam.
16

Berdasarkan hasil uji sensori minuman jelly formula yang disukai oleh
panelis adalah minuman jelly dengan perbandngan air dan rumput laut 1:10.
Formula ini selanjutnya digunakan dalam penelitian selanjutnya untuk mengetahui
pengaruh pemberian pewarna alami pada minuman jelly.

Uji Sensori Minuman Jelly dengan Penambahan Pewarna Alami

Formula terbaik minuman jelly pada penelitian awal selanjutnya dilakukan


penambahan pewarna alami sebanyak 5% dari bobot bahan dan dihomogenkan.
Minuman jelly kemudian didinginkan pada suhu 27oC dan dikemas menggunakan
gelas plastik. Uji sensori bertujuan untuk mengetahui sifat sensori bahan pangan.
Parameter yang diamati pada analisis sensori antara lain kenampakan, warna,
aroma, tekstur dan rasa.

Rosela
Hasil uji sensori minuman jelly dengan penambahan pewarna alami rosela
berdasarkan lima parameter memiliki nilai rataan berkisar antara 4,60-6,92 (agak
suka) (Lampiran 5). Kelima parameter yang diuji secara umum produk dengan
perbandingan pewarna 10% memiliki nilai tertinggi. Hasil uji sensori dari lima
parameter terhadap minuman jelly dengan penambahan pewarna alami rosela
dapat dilihat pada Gambar 5.
8.00
6.76 6.92
7.00
Nilai rata-rata kesukaan

5.76 5.68 5.32 5.64


6.00 5.28 5.32
5.04
5.00 4.60

4.00
10%
3.00
5%
2.00
1.00
0.00
kenampakan warna aroma tekstur rasa
Parameter

Gambar 5 Nilai rataan organoleptik minuman jelly dengan penambahan


pewarna rosela

Berdasarkan hasil pengujian Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perbedaan


perbandingan air dengan rosela pada parameter kenampakan dan warna
memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) dimana perbandingan 10% memiliki
kenampakan dan warna yang lebih disukai oleh panelis dibandingkan
perbandingan 5%. Hasil uji lanjut T-test menunjukkan bahwa perbandingan 10%
berbeda nyata dengan perbandingan lainnya pada parameter kenampakan dan
warna (Lampiran 6b).
17

Produk dengan nilai tertinggi pada parameter kenampakan, warna dan


tekstur adalah perbandingan pewarna 10%. Parameter aroma dan rasa dimiliki
produk dengan perbandingan pewarna 5%. Rasa dari minuman jelly ini asam
dengan aroma khas rosela. Wong et al. (2002) menyebutkan bahwa kelopak
bunga rosela memiliki karakteristik yaitu kandungan asam organik yang tinggi
seperti oxalic, tartaric, malic and succini.
Komposisi jumlah rosela dengan air pada saat pengekstrakan mempengaruhi
warna dan kenampakan produk dan keduanya berbeda nyata. Pada penelitian
Isnaini (2010), total antosianin pewarna merah cair dari ekstrak bunga rosela
semakin menurun dengan semakin besarnya jumlah perbandingan bunga
rosela:air. Hal ini disebabkan karena fraksi air yang semakin membesar dan fraksi
rosela yang semakin kecil sehingga menurunkan kadar antosianin ekstrak bunga
rosela.
Menurut Tsai dan Huang (2004), komponen warna pada rosela berasal dari
pigmen antosianin dan Bridle dan Timberlake (1997) menyebutkan bahwa,
stabilitas atau degradasi dari warna merah pigmen ini dipengaruhi oleh pH,
cahaya, suhu dan oksigen.

Temulawak
Hasil uji sensori minuman jelly dengan penambahan pewarna alami
temulawak berdasarkan lima parameter memiliki nilai rataan berkisar antara
4,12-6,48 (agak suka). Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan air
dengan temulawak pada parameter tekstur memberikan pengaruh yang nyata
(p<0,05) dimana perbandingan 10% lebih disukai panelis dibandingkan
perbandingan 5% (Lampiran 6c). Hasil uji lanjut T-test yaitu perbandingan 10%
berbeda nyata dengan perbandingan lainnya pada parameter tekstur (Lampiran
6d). Nilai rataan organoleptik dari lima parameter terhadap minuman jelly dengan
penambahan pewarna alami temulawak dapat dilihat pada Gambar 15.

7.00 6.44 6.48


6.04 6.20
6.00 5.48 5.52 5.20
Nilai rata-rata kesukaan

4.96 4.88
5.00
4.12
4.00

3.00 10%
5%
2.00

1.00

0.00
kenampakan warna aroma tekstur rasa
Parameter

Gambar 6 Nilai rataan organoleptik minuman jelly dengan penambahan


pewarna temulawak
18

Produk dengan perbandingan pewarna 10% (air:temulawak) memiliki nilai


tertinggi pada semua parameter. Hal ini karena tingginya kandungan pewarna
alami pada perlakuan ini. Semakin tinggi kandungan kurkumin yang terdapat pada
suatu produk makanan akan mempengaruhi kenampakan, warna, aroma, tekstur
dan rasa.
Minuman jelly dengan perbandingan 10% memiliki kandungan kurkumin
yang lebih tinggi. Hal ini dapat dilihat dari warna kuning yang lebih pekat
dibanding perbandingan 5%. Kurkumin akan berwarna kuning pada kondisi asam
dan berwarna kuning kecoklatan pada kondisi netral atau basa (Andarwulan dan
Faradilla 2012). Selain itu, minuman ini diperkirakan memiliki pH yang lebih
rendah sehingga mempengaruhi tekstur dan rasa yang dihasilkan. Rendahnya pH
pada minuman jelly mempengaruhi kekuatan gel sehingga lebih mudah disedot.

Bit
Hasil uji sensori minuman jelly dengan penambahan pewarna alami bit,
berdasarkan lima parameter memiliki nilai rataan berkisar antara 4,52-6,64 (agak
suka). Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan air dengan bit pada
parameter warna memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05) dimana
perbandingan 10% lebih disukai oleh panelis dibandingkan perbandingan 5%
(Lampiran 6e). Hasil uji lanjut T-test yaitu perbandingan 10% berbeda nyata
dengan perbandingan lainnya pada parameter warna (Lampiran 6f). Nilai rataan
organoleptik dari lima parameter terhadap minuman jelly dengan penambahan
pewarna alami bit dapat dilihat pada Gambar 7.

7.00 6.64
5.96 6.20
6.00 5.60 5.36
Nilai rata-rata kesukaan

5.16 5.08
5.00
5.00 4.56 4.52
4.00

3.00 10%
5%
2.00

1.00

0.00
kenampakan warna aroma tekstur rasa
Parameter

Gambar 7 Nilai rataan organoleptik minuman jelly dengan penambahan


pewarna bit

Minuman jelly rumput laut dengan perbandingan 10% paling disukai


panelis. Hal ini dikarenakan tingginya kandungan pigmen betalain pada
perbandingan tersebut. Herbach et al. (2006) menyebutkan bahwa stabilitas
betalain pun berbeda-beda disebabkan oleh faktor internal seperti jumlah pigmen,
19

pH, kelembaban, dan faktor eksternal yaitu suhu, cahaya, oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoptimumkan stabilitas pigmen dan warna pada makanan.
Warna yang dihasilkan bit adalah ungu dan berasal dari pigmen betalain.
Pigmen ini salah satu yang dapat larut dalam air sehingga mudah pada saat
pengekstrakan. Bit merupakan salah satu bahan pangan berwarna merah keunguan
yang berasal dari pigmen betalain yang merupakan kombinasi dari pigmen ungu
betacyanin dan pigmen kuning betaxanthin. Menurut Castellar et al. (2003),
betasianin memiliki kesamaan dengan antosianin sebagai pewarna alami dimana
stabilitasnya dipengaruhi suhu. Selain itu, bit memiliki citarasa khas yang
dihasilkan dari komponen kimia geosmin (Hernani dan Rahardjo 2006). Buah
dan sayuran salah satu sumber pewarna alami. Menurut Cacae dan Mazza (2002),
walaupun pewarna alami ini memiliki beberapa kerugian karena biaya yang tinggi
dan stabilitas yang rendah.
Karakteristik Kimia

Karakteristik kimia yang diuji meliputi analisis antioksidan,kadar air,


protein, abu, lemak, karbohidrat dan serat pangan dari minuman jelly rumput laut.

Uji Kandungan Antioksidan


Aktivitas antioksidan ini dihitung dengan beberapa metode, salah satu
metode yang saat ini sudah cukup terkenal menggunakan radikal bebas
diphenylpicrylhydrazyl (DPPH). Parameter yang digunakan dalam metode ini
adalah IC50 (jumlah perbandingan yang diberikan efek sebesar 50%) yang akan
digunakan pada interpretasi data hasil perhitungan dari metode ini (Brand-
William et al. 1995).

Tabel 1 Hasil uji aktivitas antioksidan pada minuman jelly rumput laut dengan
penambahan pewarna alami
Sampel %Inhibisi IC50 (ppm)
2 ppm 4 ppm 6 ppm 8 ppm
BHT 28,346 31,356 33,421 36,518 18,236
200 ppm 400 ppm 600 ppm 800 ppm
Asam askorbat 25,265 50,955 86,836 94,373 380,688
Rosela 10% 26, 684 30,647 34,821 41,697 1.153,080
Rosela 5% 25,039 27,262 32,266 36,255 1.550,368
Temulawak 10% 24,147 25,897 27,507 32,003 537,400
Temulawak 5% 30,464 32,589 34,576 36,518 2.223,539
Bit 10% 37,27 42,905 49,151 59,073 409,041
Bit 5% 37,428 47,314 53,771 62,257 605,944

Rosela
Berdasarkan Tabel 1, nilai IC50 pada perbandingan 10% (air:rosela) adalah
1.153,080 ppm, yang berarti bahwa dibutuhkan 1153,080 ppm minuman jelly
untuk dapat menghambat 50% radikal bebas dari DPPH, sedangkan nilai IC50
pada perbandingan 5% (air:rosela) adalah 1.550,368 ppm (Lampiran 7a dan 7b).
Bahan pembanding yang digunakan adalah asam askorbat dan BHT dengan hasil
masing-masing yaitu 380,688 ppm dan 18,236 ppm (Lampiran 10 dan 11).
20

Nilai diatas menunjukkan bahwa dengan perbandingan jumlah air dan rosela
10% memiliki aktivitas antioksidan paling tinggi di bandingkan produk dengan
perbandingan jumlah air dan rosela 5%. Tetapi nilai ini lebih rendah dibandingkan
dengan asam askorbat dan BHT. Menurut Brand-William et al. (1995), semakin
rendah nilai IC50 yang dihasilkan dari pengujian antioksidan menunjukkan bahwa
aktivitas antioksidan dari bahan tersebut tinggi.
Peningkatan nilai IC50 pada minuman jelly dengan perbandingan 5%
disebabkan oleh rendahnya penggunaan ekstrak kelopak bunga rosela sebagai
pewarna alami yang lebih sedikit. Hal ini mengakibatkan kandungan antosianin
yang terdapat didalamnya pun lebih sedikit. Menurut Isnaini (2010), penurunan
kandungan senyawa antosianin pada perbandingan yang lebih besar disebabkan
oleh fraksi air yang semakin membesar dan fraksi rosela yang semakin mengecil.
Menurut Arellano et al. (2004), antosianin merupakan senyawa yang terdapat
pada bunga rosela berkhasiat menurunkan tekanan darah tinggi, antiseptik saluran
pencernaan dan sebagai antioksidan.
Lemahnya aktivitas antioksidan disebabkan oleh suhu tinggi baik pada
proses pengekstrakan maupun pemasakan yang mengakibatkan terdegradasinya
senyawa antosianin yang terkandung dalam minuman jelly. Menurut Shipp dan
Abdel-Aal (2010), kestabilan senyawa antosianin dapat dipengaruhi oleh pH dan
suhu, senyawa ini cenderung stabil pada suhu dan pH yang rendah.

Temulawak
Berdasarkan Tabel 1, nilai IC50 pada perbandingan 10% (air:temulawak)
yaitu 537,4 ppm dan 2.223,539 ppm pada perbandingan 5% (air:temulawak)
(Lampiran 8a dan 8b). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan minuman
jellydengan perbandingan 10% lebih tinggi dibandingkan dengan perbandingan
5%, karena hanya dengan 537,4 ppm sudah dapat mereduksi 50% radikal bebas
dari DPPH.
Bahan pembanding yang digunakan dalam pengujian aktivitas antioksidan
minuman jelly yaitu asam askorbat dan BHT serta hasil pengujian masing–masing
adalah 380,688 ppm dan 18,236 ppm (Lampiran 10 dan 11). Apabila
dibandingkan dengan hasil pengujian pada BHT, nilai aktivitas antioksidan
minuman jelly jauh lebih rendah. Menurut Brand-William et al. (1995), semakin
rendah nilai IC50 yang dihasilkan dari pengujian antioksidan menunjukkan bahwa
aktivitas antioksidan dari bahan tersebut tinggi.
Kurkumin yang terdapat pada minuman jelly berasal dari pigmen temulawak
yang digunakan sebagai pewarna alami. Hasil dari penelitian ini pun
menunjukkan bahwa semakin tingginya perbandingan ekstrak temulawak yang
digunakan pada minuman jelly akan meningkatkan aktivitas antioksidannya.
Menurut Jayaprakasha et al. (2006), kurkumin dapat menjadi anti kanker dan
berpotensi sebagi antioksidan. Oleh karena itu penggunaan kurkumin pada
minuman fungsional ini selain berfungsi sebagai pewarna alami dapat pula
sebagai antioksidan.
Rendahnya nilai IC50 pada minuman jelly dengan pewarna temulawak 10%
(air:temulawak) disebabkan kandungan kurkumin yang terdapat di dalamnya lebih
tinggi dibandingkan dengan perbandingan 5% (air:temulawak). Kandungan
senyawa kurkumin yang tinggi dapat meningkatkan aktivitas antioksidannya.
Menurut Qian dan Nihomrimbere (2004), semakin tinggi perbandingan yang
21

ekstrak yang digunakan, maka semakin tinggi pula nilai persentase penghambatan
aktivitas radikal bebas (persen inhibisi).
Menurut Cohlya et al. (1998), kurkumin dapat berfungsi sebagai penangkap
radikal bebas (antioksidan) dan antiperoksidasi lemak. Hasil pengujian
antioksidan pada perbandingan ini juga menunjukkan nilai IC50 yang paling
rendah diantara perbandingan lainnya.
Menurut Blois (1958) diacu dalam Molyneux (2003), suatu senyawa
dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat apabila nilai IC50 kurang dari 0,05
mg/ml (50 ppm), kuat apabila nilai IC50 antara 0,05-0,10 mg/ml (50-100 ppm),
sedang apabila memiliki nilai IC50 berkisar antara 0,10-0,15 mg/ml
(100-150 ppm) dan lemah apabila nilai IC50 berkisar antara 0,15-0,20 mg/ml
(150-200 ppm). Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antioksidan yang diperoleh
pada kedua perbandingan memiliki aktivitas antioksidan yang sangat lemah. Hal
ini disebabkan oleh proses pembuatan minuman jelly yang melalui proses
pemanasan. Menurut Lee dan Choung (2011), senyawa kurkumin dapat rusak dan
terdegradasi pada suhu yang tinggi dan pH basa.

Bit
Berdasarkan Tabel 1, perbandingan 10% (air:bit) memiliki nilai IC50 sebesar
605,944 ppm (Lampiran 9a), yang berarti dibutuhkan sebanyak 605,944 ppm
untuk dapat menghambat 50% radikal bebas dari DPPH. Sedangkan nilai IC50
perbandingan 5% sebesar 409,041 ppm (Lampiran 9b), yang berarti dibutuhkan
sebanyak 409,041 ppm untuk dapat menghambat 50% radikal bebas dari DPPH.
Hal ini menunjukkan bahwa minuman jellydengan perbandingan 10%
(air:bit) lebih efektif mereduksi radikal bebas sebesar 50% dari DPPH
dibandingkan dengan perbandingan 5% (air:bit). Menurut Brand-William et al.
(1995), semakin rendah nilai IC50 yang dihasilkan dari pengujian antioksidan
menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan dari bahan tersebut tinggi.
Nilai aktivitas antioksidan yang lebih tinggi pada perbandingan 10%
disebabkan tingginya kandungan betalain yang terdapat pada pigmen bit itu
sendiri. Menurut Isnaini (2010), semakin tingginya fraksi air yang terdapat pada
ekstrak maka kandungan yang terdapat didalamnya pun akan semakin sedikit.
Selain itu, menurut Winkler et al. (2005), kandungan betalain yang terdapat dalam
bit dapat berfungsi sebagai antioksidan, antiinflamasi, hepatoprotektif dan bersifat
anti tumor. Oleh karena itu selain sebagai pewarna alami bit memiliki sifat
antioksidan sehingga dapat menangkap radikal bebas.
Selain itu, sifat dari pigmen pada umbi bit yaitu mudah larut air. Betalain
adalah pigmen yang mudah larut air dengan kandungan nitrogen dan jumlah
terbesar ditemukan pada bit (Beta vulgaris). Menurut Delgado et al. (2000) dan
Stintzing et al. (2004), betalain terdiri dari dua kelompok yaitu betasianin untuk
pigmen merah violet dan betaxanthin untuk pigmen kuning.
Bahan pembanding yang digunakan pada pengujian antioksidan pada
minuman jelly yaitu asam askorbat dan BHT serta hasil pengujian masing-masing
adalah 380,688 ppm (Lampiran 10) dan 18,236 ppm (Lampiran 11). Berdasarkan
hasil pengujian aktivitas antioksidan pada minuman jelly dengan penambahan
pewarna alami bit menunjukkan bahwa perbandingan 10% memiliki nilai IC50
yang lebih baik bila dibandingkan dengan perbandingan 5%, tetapi apabila
22

dibandingkan dengan bahan pembanding asam askorbat dan BHT, aktivitas


antioksidan minuman fungsional bersifat lemah.

Analisis proksimat dan serat pangan

Minuman jelly rumput laut dengan penambahan pewarna alami yang terbaik
berdasarkan uji sensori dan kandungan antioksidan selanjutnya dilakukan analisis
proksimat dan serat pangan. Hasil anailisis proksimat dan serat pangan dari
minuman jelly rumput laut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil analisis proksimat dan serat minuman jelly dengan penambahan
pewarna alami
Rosela (%) Temulawak (%) Bit (%)
kadar air 83,300 83,495 83,895
kadar abu 0,200 0,200 0,200
protein 0,880 1,510 0,170
lemak 0,200 0,200 0,390
karbohidrat 15,420 14,595 15,345
serat pangan 1,930 1,880 1,930

Hasil analisis proksimat minuman jelly memiliki kandungan karbohidrat


yang cukup tinggi setelah kandungan air pada ketiga pewarna yang digunakan.
Kandungan ini diperoleh dari bahan baku utama yaitu rumput laut yang
digunakan.
Kandungan serat pangan pada minuman jelly pada tiga pewarna yang
digunakan memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Hal ini karena serat pangan
yang terkandung dalam minuman jelly berasal dari rumput laut yang digunakan.
Menurut Matanjun et al. (2009) karaginan yang diekstrak dari rumput laut
Euchema cottonii memiliki kandungan serat sebesar 25,05%. Selain itu serat yang
berasal dari rumput laut memiliki keunggulan dibandingkan dengan serat yang
berasal dari buah dan sayuran. Menurut Santoso et al. (2006) Serat pangan dari
rumput laut mengandung acidic group seperti sulfuric group yang memiliki
perbedaan psikokemikal dan psikologikal efek, seperti kapasitias mengikat air dan
minyak, kapasitas swelling, mengikat vitamin dan mineral.
Kandungan serat pangan pada minuman selain bersumber dari rumput laut
adalah rosela. Menurut Saura-Calixto et al. (2007), kandungan yang terdapat pada
bunga rosela selain senyawa bioaktif dan memiliki antioksidan adalah sumber
serat pangan, yang baik sebagai makanan fungsional atau sebagai suplemen gizi
bagi kesehatan.
Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004) kebutuhan total
serat pangan adalah 25g/hari. Serat pangan yang disumbangkan minuman jelly
dengan penambahan pewarna rosela, temulawak dan bit dalam 200 gram
minuman 15,44%; 15,04%; dan 15,44% dari kebutuhan serat per hari yang
dianjurkan yaitu 25%. Minuman jelly diharapkan mampu menjadi alternatif untuk
melengkapi kebutuhan serat pangan dalam tubuh. Selain itu serat pangan dapat
berperan sebagai nutrient yang dibutuhkan bagi bakteri yang menguntungkan
dalam usus (Winarno et al. 2008).
23

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan

Minuman jelly rumput laut dengan penambahan pewarna alami rosela,


temulawak dan bit pada konsentrasi 10% lebih disukai dibandingkan dengan
konsentrasi 5%. Berdasarkan pengujian kandungan antioksidan minuman jelly
dengan penambahan pewarna alami rosela, temulawak dan bit pada konsentrasi
10% memiliki nilai IC50 yang lebih rendah dibandingkan konsentrasi 5%. Hal ini
menunjukkan kandungan antioksidan pada minuman jelly rumput dengan
penambahan pewarna alami 10% memiliki kandungan antioksidan yang lebih
tinggi dibandingkan 5%. Analisis serat pangan minuman jelly dengan
penambahan pewarna alami rosela, temulawak dan bit yaitu 15,44%; 15,04%; dan
15,44% dari kebutuhan serat per hari yang dianjurkan yaitu 25%.

Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, perlu dilakukan


penelitian labih lanjut terkait penelitian minuman jelly, yaitu:
a. Perlu dilakukan pengujian umur simpan dan kemasan
b. Perlu dilakukan uji pembanding antara pewarna alami dengan sintetis
baik secara organoleptik maupun aktivitas antioksidan.

DAFTAR PUSTAKA

Aggarwal BB, Kumar A, Bharti AC. 2003. Anticancer potential of curcumin:


preclinical and clinical studies. Anticancer res. 23: 363-398.
Andarwulan N, Faradilla RHF. 2012. Pewarna Alami untuk Pangan. Bogor (ID):
South East Asian Food and Agricultural Science and Technology
(SEAFAST) Center.
Anggadireja JT, Zatnika A, Purwoto H, Istini S. 2008. Rumput Laut.
Jakarta (ID) : Penebar Swadaya.
Antalovich M, Paul D, Prenzler, Patsalides E, McDonald S, Robards K. 2002.
Methods for testing antioxidant activity. Analyst.127 : 183–198.
[AOAC] Association of Analytical Communities. 2007. Official Method of
Analysis. Gaithersburg (USA): AOAC.
Arellano HA, Romero SF, Tortoriello MACJ. 2004. Effectivencess and
tolerability of a standardizided extract from hibiscus sabdariffa in patients
with mild to moderate hypertention: a controlled and randomized clinical
trial. Phytomed. 11: 375-382.
Astawan M, Kasih AL. 2008. Khasiat Warna-warni Makanan. Jakarta (ID):
PT Gramedia Pustaka Utama.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2004.
Kemanan Pangan. Volume 6: 1-16. Jakarta (ID): BPOM.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1994. SNI 01-3552-1994. Jeli agar.
Jakarta (ID): BSN.
24

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2006. SNI-01-2346-2006. Hedonic test


(Uji Hedonik). Jakarta (ID): BSN.
Brand-Williams W, Cuveller ME, Berset C. 1995. Use of a free radical method to
evaluate antioxidant activity. J Food Scien Tech. 28: 25-30.
Bridle P, Timberlake CF. 1997. Anthocyanins as natural food colours-selected
aspects. Food Chem. 58(1-2) :103-109.
Cacace JC, Mazza G. 2002. Extraction of anthocyanin and other phenolich from
blackcurrants with sulfered water. J Agric Food Chem. 50: 5939-5946.
Cai Y, Sun M, Corke H. 2003 Antioxidantactivity of betalains from plants of the
Amaranthaceae. J Agri Food Chem. 51: 2288-2294.
Castellar R, Obon JM, Alacid M, Lopes JAF. 2003. Color properties and stability
of betacyanin from Opuntia fruits. J Agric Food Chem. 51: 2772-2776.
Cohlya HHP, Taylora A, Angela MF, Salahudeena AK. 1998. Effect of turmeric,
turmerin and curcumin on H2O2-induced renal epithelial (LLC-PK1) cell
injury. Free Rad Biol Med. 24: 49-54.
Cox S, Abu-Ghannam N, Gupta S. 2010. An assessment of the antioxidant and
antimicrobial activity of six species of edible Irish seaweeds.
J Int Food Res. 17: 205-220.
Delgado-Vargas F, Jiménez AR, Paredes-López O. 2000. Natural Pigments:
Carotenoids, Anthocyanins, and Betalains — Characteristics, Biosynthesis,
Processing, and Stability. Crit Rev Food Scien Nutr. 40(3):173–289.
Glicksman M. 1983. Food Hydrocolloid. Volume 2. Florida (US): CRC Press.
Hartoyo A, Astuti M. 2002. Aktivitas antioksidatif dan hipokolesterolemik ekstrak
teh hijau dan teh wangi pada tikus yang diberi ransum kaya asam lemak
tidak jenuh ganda. J Teknol Indust Pangan 8(1).
Herbach KM, Stintzing FC, dan Carle R. 2006. Betalain stability and
degradation-Structural and chromatic aspects. J Food Scien. 71: R41–R50.
Hernani, Rahardjo M. 2006. Tanaman Berkhasiat Antioksidan.
Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Imeson A. 2010. Food Stabilisers, Thickeners and Gelling Agents.
England (GB): Blackwell Publishing.
Isnaini L. 2010. Ekstraksi pewarna merah cair alami berantioksidan dari kelopak
bunga rosela (Hibiscus sabdarifa L.) dan aplikasinya pada produk pangan.
J. Teknol Hasil Pertan. 11(1): 18-26.
Jayaprakasha GK, Rao LJ, Sakariah KK. 2006. Antioxidant activities of
curcumin, demethoxycurcumin dan bisdemethoxycurcumin. J Food Chem.
98: 720-724.
Kanner J, Harel S, Granit R. 2001. Betalains – a new class of cationized
antioxidants. J Agric Food Chem. 49: 5178-5185.
Lee JH, Choung MG. 2011. Determination of curcuminoid colouring principles in
commercial foods by HPLC. Food Chem. 124: 1217–1222.
Lestario LN, Steffanli S, Timotus KH. 2008. Aktivitas antioksidan dan kadar
fenolik dari ganggang merah (Gracillaria verrucosa L.).
J Teknol Indust Pangan. XIX (2): 131-138.
Lin CC, Lin HY, Chen HC, Yu MW, Lee MH. 2009. Stability and
characterization of phospholipid-based curcumin-encapsulated
microemulsions Food Chem. 116: 923–928.
25

Molyneux P. 2003. The use of stable free radical diphenylpicrylhydrazyl (DPPH)


for estimating antioksidan activity. Songklan J Scien Tech. 26(2) :211-219.
Matanjun P, Mohamed S, Mustapha NM, Muhammad K. 2009. Nutrient content
of tropical edible seaweeds, Eucheuma cottonii, Caulerpa lentillifera and
Sargassum polycystum. J Appl Phycol. 21: 75–80.
Noer H. 2010. foods for digestive health: tren utama industri pangan.
http://www.foodreview.biz/login/preview.php.[14 Februari 2013].
Norhaizan ME, Fong Shin Hern, Amin I, Chew Lye Yee. Antioxidant activity in
different parts of roselle (Hibiscus sabdariffa L.) extracts and potential
exploitation of the seeds. Food Chem. 122 : 1055–1060.
Qian He , Venant N. 2004. Antioxidant power of phytochemicals from Psidium
guajava leaf. Zhejiang Univ Scien. 5(6):676-683.
Ruslay S, Faridah A, Khorizah S, Zurina Z, Maulidiani HS, Daud AI, Nordin HL.
2007. Characterization of the components present in the active fractions of
health gingers (Curcuma xanthorrhiza and Zingiber zerumbet) by
HPLC–DAD–ESIMS. J Food Chem. 104: 1183–1191.
Santoso J, Yoshie-Stark Y, Suzuki T. 2006. Comparative contents of minerals and
dietary fibres in several tropical seaweeds. Bul Tekno Hasil Perik. (IX):1.
Saura-Calixto F, Serrano J, Goñi I. 2007. Intake and bioaccessibility of total
polyphenols in a whole diet. Food Chem. 101: 492–501.
Shipp J, Abdel-Aal ESM. 2010. Food Applications and Physiological Effects of
Anthocyanins as Functional Food Ingredients. J Food Scien. 4: 7-22.
Souza BWS, Cerqueira MA, Bourbon AI, Pinheiro AC , Martins JT , Teixeira JA,
Coimbra MA, Vicente AA. 2012. Chemical characterization and antioxidant
activity of sulfated polysaccharide from the red seaweed Gracilaria birdiae.
Food Hydroc. 27: 287-292.
Stintzing FC, Carle R. 2004. Functional properties of anthocyanins and betalains
in plants, food and in human nutrition. Food Scien Technol. 15: 19–38.
Sulaeman A, Anwar F, Rimbawan, Marliyati SA. 1993. Metode Analisis
Komposisi Gizi Makanan. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber
Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Insitut Pertanian Bogor.
Suroso. 2010. peluang industri minuman ringan masih terbuka.
http://www.foodreview.biz/login/preview.php.[14 Februari 2013].
Suryaningrum, Thamrin W, Hendry K. 2006. Uji aktivitas senyawa antioksidan
dari rumput laut Halymenia harveyana dan Eucheuma cottonii.
JPBKP. (1):1.
Suzuki T, Yoshie-Stark Y, Santoso J. 2006. Mineral contents of Indonesian
seaweeds and mineral solubility affected by basic cooking. Food Scien Tech
Res. 12: 59-66.
Szalaty M. 2008. Physiological roles and bioavailability of betacyanins.
Post Fit. 1: 20-25.
Tsai P dan Huang H. 2004. Effect of polymerization on the antioxidant capacity
of anthocyannis in Roselle. Food Res Int. 37 :313-318.
Trilaksani W, Riyanto B, Ramadhan W. 2013. Diversifikasi dan Pengembangan
Produk Hasil Perikanan/Perairan. Bogor (ID): Departemen Teknologi
Hasil Perikanan. ISBN 978-602-19460-1-5.
Trowell HC. 1976. Definition of dietary fiber and hypotheses that it is a protective
factor in certain diseases. J Clin Nutrit. 29 : 417-427.
26

[WKNPG] Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan
dan Gizi, di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta (ID): LIPI.
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka
Utama.
Winarno FG. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Jakarta (ID):
PT Gramedia Pustaka Utama.
Winarti S, Firdaus A. 2010. Stabilitas warna merah ekstrak bunga rosela untuk
pewarna makanan dan minuman. J Teknol Pertan. 11(2): 87 – 93.
Winkler C, Barbara W, Katharina S, Harald S, Dietmar F. 2005. In vitro effects of
beet root juice on stimulated and unstimulated peripheral blood
mononuclear cell. J Biochem Biotech. 1(4): 180-185.
Wong P, Salmah YHM, Cheman YB. 2002. Physico-chemical characteristics of
roselle (Hibiscus sabdariffa l.). Nutr and Food Scien. 32 :68-73.

Lampiran 1. Scoresheet uji sensori (Hedonik) penentuan formula minuman


jelly

UJI HEDONIK (KESUKAAN)

Nama Panelis :
Tanggal Pengujian :
Jenis Produk : Minuman jelly
Instruksi : Nyatakan penilaian sesuai kriteria

Parameter
Kode
Kenampakan Warna Aroma Tekstur Rasa
AAC
AVS
SPC

Kriteria:
1 = amat sangat tidak suka 4 = agak tidak suka 7 = suka
2 = sangat tidak suka 5 = biasa/netral 8 = sangat suka
3 = tidak suka 6 = agak suka 9 = amat sangat suka

Lampiran 2. Scoresheet uji sensori (Hedonik) minuman jelly dengan


penambahan pewarna alami

UJI HEDONIK (KESUKAAN)

Nama Panelis :
Tanggal Pengujian :
Jenis Produk : Minuman jelly
Instruksi : Nyatakan penilaian sesuai kriteria
27

Parameter
Kode
Kenampakan Warna Aroma Tekstur Rasa
MHA
MIA
SHY
HAY
RFY
ZTI

Kriteria:
1 = amat sangat tidak suka 4 = agak tidak suka 7 = suka
2 = sangat tidak suka 5 = biasa/netral 8 = sangat suka
3 = tidak suka 6 = agak suka 9 = amat sangat suka

Lampiran 3. Nilai rataan uji sensori (Hedonik) penentuan formula


minuman jelly

Perlakuan
Parameter
AVS SPC AAC
Kenampakan 5,92 5,96 5,96
Warna 6,28 5,88 5,52
Aroma 5,72 4,92 5,52
Tekstur 5,68 5,76 5,92
Rasa 5,56 4,88 6,28

Keterangan:
AVS = Rumput laut : Air 1:8
SPC = Rumput laut : Air 1:9
AAC = Rumput laut : Air 1:10

Lampiran 4. Hasil analisis statistik uji sensori

a. Hasil analisis ragam


Test Statistica,b

kenampakan warna aroma tekstur rasa


Chi-Square ,008 2,911 2,700 7,612 3,174
Df 2 2 2 2 2
Asymp. Sig. ,996 ,233 ,259 ,022 ,205
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: kode
28

b. Hasil uji Lanjut Multiple Comparison terhadap data uji sensori parameter
tekstur
Subset for alpha = ,05
kode N
1 2
SFC 25 4,88
AVS 25 5,56 5,56
AAC 25 6,28
Sig. ,141 ,119
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 25.000.

Lampiran 5. Nilai rataan uji sensori (Hedonik) minuman jelly dengan


penambahan pewarna alami

Perlakuan
Parameter
MHA MIA SHY HAY RFY ZTI
Kenampakan 6,76 5,76 6,44 6,04 5,60 5,16
Warna 6,92 5,68 6,48 6,20 5,96 4,56
Aroma 5,28 5,32 5,48 4,96 5,00 4,52
Tekstur 5,04 4,60 5,52 4,12 5,36 5,08
Rasa 5,32 5,64 5,20 4,88 6,64 6,20

Keterangan:
MHA : Rosela 10%
MIA : Rosela 5%
SHY : Temulawak 10%
HAY : Temulawak 5%
RFY : Bit 10%
ZTI : Bit 5%

Lampiran 6. Hasil analisis statistik uji sensori

a. Hasil uji Kruskal Wallis uji sensori minuman jelly dengan penambahan
pewarna rosela
Test Statistica,b

kenampakan warna aroma tekstur rasa


Chi-Square 10,077 11,186 ,121 ,893 ,660
df 1 1 1 1 1
Asymp. Sig. ,002 ,001 ,728 ,345 ,417
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable:kode
29

b. Hasil uji lanjut t-test


Variabel N Mean SD T (t-test) p-value
Kenampakan MHA 25 6,76 0,723
3,647 0,001
MIA 25 5,76 1,165
Warna MHA 25 6,92 0,862
3,945 0,000
MIA 25 5,68 1,314

c. Hasil uji Kruskal Wallis uji sensori minuman jelly dengan penambahan
pewarna temulawak

Test Statistica,b

kenampakan warna aroma tekstur rasa


Chi-Square 2,073 ,608 1,233 8,765 ,430
df 1 1 1 1 1
Asymp. Sig. ,150 ,436 ,267 ,003 ,512
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: kode

d. Hasil uji lanjut t-test


Variabel N Mean SD T (t-test)
Tekstur SHY 25 4,12 1,536
-2,975
HAY 25 5,51 1,782

e. Hasil Uji Kruskal Wallis uji sensori minuman jelly dengan penambahan
pewarna bit

penampakan warna aroma tekstur rasa


Chi-Square 1,056 12,201 2,107 ,744 2,227
df 1 1 1 1 1
Asymp. Sig. ,304 ,000 ,147 ,388 ,136
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: kode

f. Hasil uji lanjut t-test


Variabel N Mean SD T (t-test) p-value
Warna RFY 25 5,96 1,171
3,761 0,000
HAY 25 4,56 1,446
30

Lampiran 7. Hasil uji kandungan antioksidan minuman jelly dengan


penambahan pewarna rosela
a. Perbandingan rosela 10%
Konsentrasi Rataan %Inhibisi
Persamaan Garis IC50
ppm (x) Absorbansi (y)
200 0,698 26,684

400 0,660 30,674


Y = 0,025x + 21,173 1153,080
600 0,621 34,821

800 0,555 41,697

b.Perbandingan rosela 5%
Konsentrasi Rataan %Inhibisi
Persamaan Garis IC50
ppm (x) Absorbansi (y)
200 0,714 25,039

400 0,693 27,262


Y = 0,019x + 20,543 1550,368
600 0,645 32,266

800 0,607 36,255

Lampiran 8. Hasil uji kandungan antioksidan minuman jelly dengan


penambahan pewarna temulawak
a. Perbandingan temulawak 10%
Konsentrasi Rataan %Inhibisi
Persamaan Garis IC50
ppm (x) Absorbansi (y)
200 0,723 24,147

400 0,706 25,897


Y = 0,040x + 28,504 537,400
600 0,691 27,507

800 0,648 32,003

b. Perbandingan temulawak 5%

Konsentrasi Rataan %Inhibisi


Persamaan Garis IC50
ppm (x) Absorbansi (y)
200 0,662 30,464 Y = 0,013x + 21,094 2223,539
31

400 0,642 32,598

600 0,623 34,576

800 0,605 36,518

Lampiran 9. Hasil uji kandungan antioksidan minuman jelly dengan


penambahan pewarna bit
a. Perbandingan bit 10%
Konsentrasi Rataan %Inhibisi
Persamaan Garis IC50
ppm (x) Absorbansi (y)
200 0,598 37,270
400 0,544 42,905
Y = 0,036x + 28,186 605,944
600 0,484 49,151
800 0,390 59,073

b. Perbandingan bit 5%
Konsentrasi Rataan %Inhibisi
Persamaan Garis IC50
ppm (x) Absorbansi (y)
200 0,596 37,428
400 0,502 47,314
Y = 0,040x + 29,957 49,040
600 0,440 53,771
800 0,360 62,257

Lampiran 10. Hasil uji kandungan antioksidan asam askorbat

Konsentrasi Rataan %Inhibisi


Persamaan Garis IC50
ppm (x) Absorbansi (y)
2 0,704 25,265

4 0,462 50,955
Y = 0,122x +3,556 380,688
6 0,124 86,836

8 0,053 94,373
32

Lampiran 11. Hasil uji kandungan antioksidan BHT

Konsentrasi Rataan %Inhibisi


Persamaan Garis IC50
ppm (x) Absorbansi (y)
2 0,683 28,346

4 0,654 31,356
Y = 1,329x + 25,765 18,236
6 0,634 33,421

8 0,605 36,518

Lampiran 12. Perhitungan Angka Kecukupan Gizi

Rosela
Kadar serat Pangan = 1,93%
Serving size = 200 gram
Kadar serat pangan = 1,93/100 x 200 gram = 3,86 gram
%AKG serat pangan = 3,86/25 x 100% = 15,44%

Temulawak
Kadar serat Pangan = 1,88%
Serving size = 200 gram
Kadar serat pangan = 1,88/100 x 200 gram = 3,76 gram
%AKG serat pangan = 3,76/25 x 100% = 15,04%

Bit
Kadar serat Pangan = 1,93%
Serving size = 200 gram
Kadar serat pangan = 1,93/100 x 200 gram = 3,86 gram
%AKG serat pangan = 3,86/25 x 100% = 15,44%
33

Lampiran 13. Dokumentasi kegiatan penelitian

Rumput Laut Basah Rosela Kering Bit

Na Benzoat Gula Pasir Timbangan (Ketelitian 1gr)

Timbangan (Ketelitian 0,01gr) Pemasakan Bubur Rumput Pengekstrakan Pewarna


laut

Penimbangan Bahan Pengemasan Minuman Pengujian Organoleptik

Penimbangan Bahan Pengujian Antioksidan Sampel Pengujian Antioksidan


Pengujian Antioksidan
34
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 6 Februari 1989 dari ayah
Selamat Fidiharto dan ibu Urip Estiyanti Sutini.Penulis adalah putra pertama dari
empat bersaudara.Tahun 2007 penulis lulus dari SMA BPI 2 Bandung dan pada
Tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (IPB) dan diterima di Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Selama studi di Institut Pertanian Bogor, penulis menjadi pengurus
Fisheries Processing Club periode tahun 2008/2010, Organisasi Mahasiswa
Daerah (OMDA) Pamaung Bandung periode tahun 2007 sampai sekarang, dan
Baraccuda Music Club (BMC) periode 2008/2009 sebagai ketua serta menjadi
pengurus pada periode 2009/2011. Penulis juga pernah mengikuti organisasi di
luar Institut Pertanian Bogor, yaitu Viking Agriculture sebagai wakil ketua
periode 2009/2010 dan menjadi pengurus hingga sekarang. Penulis juga terdaftar
sebagai anggota Slankers Priangan Indonesia sejak tahun 2004 sampai sekarang.

Anda mungkin juga menyukai