Oleh :
FARADILLA OKTAVIANI
No. BP 1411012073
Dosen Pembimbing :
1. Prof. Dr. H. Harrizul Rivai, MS.
2. Dr. Hj. Roslinda Rasyid, M.Si, Apt.
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahin
kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
Kualitatif dan Kuantitatif dari Ekstrak Heksana, Aseton, Metanol dan Air
Herba Seledri (Apium graveolens L,)”. Selesainya penelitian dan skripsi ini
tidak lepas dari doa dan dukungan yang diberikan oleh orang-orang terkasih. Pada
1. Bapak Prof. Dr. Harrizul Rivai, MS. selaku Pembimbing I yang telah
2. Ibu Dr. Hj. Roslinda Rasyid,M.Si, Apt. selaku Pembimbing II yang telah
3. Ibu Dr. Rustini, M.Si, Apt , Bapak Dr. Yufri Aldi, M.Si, Apt dan Ibu Dr.
Rahmi Nofita R. M, Si, Apt selaku dosen penguji ujian sarjana yang telah
4. Bapak dan Ibu pembahas pada seminar proposal dan hasil yang telah
skripsi
v
5. Ibu Dian Ayu Juwita, S.Farm., M.Farm., Apt. selaku penasihat akademik
selesai.
7. Orang tua penulis dan semua pihak yang telah memberikan motivasi,
dukungan dan bantuan selama penelitian dan penulisan skripsi ini yang
semua pihak yang telah membantu penulis. Aamiin. Dalam penulisan skripsi ini,
penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
Penulis
vi
Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Ekstrak Heksana, Aseton, Metanol dan
Air dari Seledri (Apium graveolens L.)
ABSTRAK
Kata kunci: Herba seledri (Apium graveolens L), analisis kualitatif, analisis
kuantitatif, gravimetri, spektrofotometri Ultraviolet-Visibel
vii
Qualitative And Quantitative Anaysis Of Hexane, Asetone, Methanol, And
Water Extract From Celery (Apium graveolens L.)
ABSTRACT
viii
DAFTAR ISI
Halaman
COVER i
PERNYATAAN ORISINILITAS DAN PENYERAHAN HAK ii
CIPTA
iii
LEMBARAN PENGESAHAN
PERTAHANAN SKRIPSI iv
KATA PENGANTAR v
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR LAMPIRAN xiii
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xv
I. PENDAHULUAN 1
II. TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1. Tinjauan Botani Seledri (Apium graveolens L.) 4
2.1.1 Taksonomi Tumbuhan 4
2.1.2 Nama Lain 4
2.1.3 Deskripsi 5
2.2. Kandungan Kimia Seledri 6
2.3. Tinjauan Farmakologi Seledri 7
2.3.1 Penggunaan Secara Tradisional 7
2.3.2 Uji Praklinis 8
2.3.3 Uji Klinis 9
2.4. Ekstraksi 10
2.4.1 Defenisi Ekstraksi 10
2.4.2 Ekstrak 10
2.4.3 Metode Ekstraksi 11
ix
2.4.4 Pelarut Ekstraksi 13
2.5. Metode Identifikasi Senyawa 15
2.5.1 Protein dan asam amino 15
2.5.2 Asam Lemak 16
2.5.3 Karbohidrat 16
2.5.4 Flavonoid 17
2.5.5 Alkaloid 18
2.5.6 Saponin 19
2.5.7 Fenol 20
2.5.8 Tanin 20
2.5.9 Fitosterol 21
2.5.10 Glikosida 21
2.6. Penetapan Kadar Senyawa 22
2.6.1 Flavonoid 22
2.6.2 Alkaloid 23
2.6.3 Saponin 24
2.6.4 Fenol 24
2.6.5 Tanin 24
III. PELAKSANAAN PENELITIAN 26
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian 26
3.2. Alat dan Bahan 26
3.2.1 Alat 26
3.2.2 Bahan 26
3.3. Prosedur Penelitian 27
3.3.1 Pengambialan Sampel 27
3.3.2 Karakterisasi Sampel 27
3.3.2.1 Pemeriksaan Organoleptis 27
3.3.2.2 Susut Pengeringan 27
3.3.2.3 Penetapan Kadar Abu Total 28
3.3.2.4 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam 29
3.3.2.5 Penetapan Kadar Sari Larur Air 29
x
3.3.2.6 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol 29
3.3.3 Penyiapan Ektrak Seledri (Apium Graveolens L.) 30
3.3.3.1. Ekstrak Heksan 30
3.3.3.2. Ekstrak Aseton 30
3.3.3.3. Ekstrak Metanol 31
3.3.3.4. Ekstrak Air 31
3.3.4 Penyiapan Reagen 32
3.3.5 Analisis Kualitatif 34
3.3.5.1 Protein dan Asam Amino 34
3.3.5.2 Uji Minyak dan Lemak 34
3.3.5.3 Uji Karbohidrat 35
3.3.5.4 Uji Flavonoid 35
3.3.5.5 Uji Alkaloid 36
3.3.5.6 Uji Steroid dan Terpenoid 37
3.3.5.7 Uji Fenolat dan Tanin 37
3.3.5.8 Uji Saponin 38
3.3.5.9 Uji Glikosida 38
3.3.6 Pengujian Kuantitatif 39
3.3.6.1 Penetapan Kadar Alkaloid Total 39
3.3.6.2 Penetapan Kadar Saponin Total 39
3.3.6.3 Penetapan Kadar Fenolik Total 40
3.3.6.4 Penetapan Kadar Flavonoid Total 41
3.3.6.5 Penetapan Kadar Tanin Total 43
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 45
4.1. Hasil Penelitian 45
4.1.1. Pengambilan Sampel 45
4.1.2. Karakterisasi Sampel 45
4.1.2.1. Pemeriksaan Organoleptis 45
4.1.2.2. Susut Pengeringan 45
4.1.2.3. Kadar Abu Total 45
4.1.2.4. Kadar Abu Tidak Larut Asam 46
xi
4.1.2.5. Kadar Sari Larur Air 46
4.1.2.6. Kadar Sari Larut Etanol 46
4.1.3. Analisis Kualitatif 47
4.1.3.1. Protein dan Asam Amino 47
4.1.3.2. Uji Minyak dan Lemak 47
4.1.3.3. Uji Karbohidrat 47
4.1.3.4. Uji Flavonoid 48
4.1.3.5. Uji Alkaloid 48
4.1.3.6. Uji Steroid dan Terpenoid 49
4.1.3.7. Uji Fenolat dan Tanin 49
4.1.3.8. Uji Saponin 49
4.1.3.9. Uji Glikosida 50
4.1.4. Pengujian Kuantitatif 50
4.1.4.1. Penetapan Kadar Alkaloid Total 50
4.1.4.2. Penetapan Kadar Saponin Total 50
4.1.4.3. Penetapan Kadar Fenolat Total 50
4.1.4.4. Penetapan Kadar Flavonoid Total 51
4.1.4.5. Penetapan Kadar Tanin Total 51
4.2. Pembahasan 51
V. KESIMPULAN DAN SARAN 69
5.1. Kesimpulan 69
5.2. Saran 70
DAFTAR PUSTAKA 71
LAMPIRAN 75
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Skema kerja 75
2 Karakterisasi simplisia 77
3 Analisis kualitatif 79
4 Penetapan kadar senyawa alkaloid total 80
5 Penetapan kadar senyawa saponin total 98
6 Penetapan kadar senyawa fenolik total 99
7 Penetapan kadar senyawa flavonoid total 102
8 Penetapan kadar senyawa tanin total 105
9 Contoh perhitungan data hasil penelitian 106
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Hasil susut pengeringan 77
2. Hasil kadar abu total 77
3. Hasil kadar abu tidak larut asam 77
4. Hasil kadar sari larut air 77
5. Hasil kadar sari larut etanol 78
6. Hasil analisis kualitatif 79
Hasil penetapan kadar alkaloid total ekstrak heksana, aseton,
7. 97
metanol dan air herba seledri (Apium graveolens L.)
Hasil penetapan kadar saponin total ekstrak heksana, aseton,
8. metanol dan air herba seledri (Apium graveolens L.) 98
14. Data kadar tanin total pada ekstrak aseton dan metanol herba
seledri (Apium graveolens L.) 105
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Herba seledri 5
2. Uji Molish 80
3. Uji Fehling 81
4. Uji Biuret 82
5. Uji minyak dan lemak dengan kertas saring 83
6. Uji minyak dan lemak dengan asam sulfat 25 % 84
7. Uji saponin 85
8. Uji tanin dengan besi (III) klorida 86
9. Uji tanin dengan timbal (II) asetat 87
10. Uji fenolat 88
11. Uji flavonoid ekstrak heksana herba seledri (Apium graveolens 89
L.)
12. Uji flavonoid ekstrak aseton herba seledri (Apium graveolens L.) 89
13. Uji flavonoid ekstrak metanol herba seledri (Apium graveolens 90
L.)
14. Uji flavonoid ekstrak air herba seledri (Apium graveolens L.) 90
15. Uji Dragendorff 91
16. Uji Wagner 92
17. Uji Mayer 93
18. Uji terpenoid 94
19. Uji steroid 95
20. Uji glikosida 96
21. Spektrum ultraviolet-visibel asam galat-Folin Ciocalteau pada 99
konsentrasi 100 µg/ml
22. Kurva kalibrasi asam galat-Folin Ciocalteu pada panjang 100
gelombang 766 nm
23. Spektrum ultraviolet-visibel kuersetin-aluminium klorida pada 102
konsentrasi 60 µg/ml
24. Kurva kalibrasi kuersetin-aluminium klorida pada panjang 103
gelombang 435 nm
xv
BAB I
PENDAHULUAN
Seledri (Apium graveolens L.) merupakan tanaman dari famili Apiaceae yang
secara umum banyak dimanfaatkan sebagai sayur dan lalap untuk pelengkap
makanan terutama bagian daun dan batang (Agoes, 2012). Ternyata tidak hanya
sebagai pelengkap bahan masakan, tumbuhan ini juga digunakan sebagai obat
oleh masyarakat untuk mengatasi beberapa penyakit (Arifin et al., 2013). Seledri
(Apium graveolens L.) digunakan sebagai pemacu enzim pencernaan atau sebagai
penambah nafsu makan, peluruh air seni dan penurun tekanan darah. Disamping
itu digunakan juga untuk mengurangi rasa sakit pada rematik dan pirai (Agoes,
2012).
tahun dan semua bagian dari tumbuhan ini dapat dimanfaatkan seperti batang,
daun, biji dan akar. Dalam pengobatan Ayurveda di India, biji seledri digunakan
berbagai jenis atritis serta beberapa jenis penyakit hati dan limpa (Fazal & Sangla,
2012). Pada pengobatan tradisional Arab dan Islam, daun tumbuhan seledri atau
yang dikenal dengan nama “Karafs”, banyak digunakan untuk mengatasi beberapa
gangguan seperti gangguan pada pencernan dan hati batu ginjal serta bisa juga
digunakan untuk diuretik, mengatasi masalah haid dan batu ginjal (Al-Asmari et
al., 2017).
tumbuhan seledri ini. Aktivitas dari herba seledri yang telah ditemukan seperti
1
memiliki efek sebagai anti hipertensi dan diuretik kuat (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2011). Selain itu tumbuhan ini memiliki aktifitas sebagai
Banyaknya khasiat dalam suatu obat tidak lain disebabkan adanya kandungan
senyawa kimia yang akan bekerja di dalam tubuh sehingga dapat mengobati
penyakit. Karena itulah sangat penting untuk mengkaji kandungan senyawa yang
aktivitasnya (Cartika, 2016). Begitu juga dengan seledri, banyaknya manfaat yang
terdapat di dalam seledri disebabkan karena adanya senyawa aktif yang terdapat
di dalam seledri.
flavonoid Apiin (Mencherini et al., 2007) dan Apigenin (Ko et al., 1991) yang
banyak berperan dalam memberikan efek terapi pada seledri yaitu penurunan
tekanan darah. Selain flavonoid juga terdapat kandungan golongan senyawa lain
seperti tanin, saponin dan steroid (Din et al., 2015). Pada masing-masing bagian
tumbuhan ini juga terdapat perbedaan kandungan senyawa kimia. Pada akar
2
Banyaknya khasiat dan perbedaan kandungan senyawa yang terdapat di
kandungan senyawa herba seledri jika dibuat dalam bentuk ekstrak. Pelarut
(polar, semi polar dan non polar) yang digunakan dapat menghasilkan komponen
kandungan tetapi juga mempengaruhi jumlah atau kadar senyawa didalam ekstrak
flavonoid, tanin, saponin dan steroid didalam Apium graveolens L. yang diteliti
kadar hanya dilihat dari kandungan flavonoid dan fenolat (Din et al., 2015).
Penelitian lain menunjukkan adanya perbedaan kandungan pada ekstrak air dan
etanol dari seledri dimana di dalam ekstrak air terdapat kandungan tanin,
perbedaan kandungan dan kadar senyawa yang terdapat dalam herba seledri dalam
bentuk ekstrak yang menggunakan pelarut heksana, aseton, metanol dan air. Oleh
karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan analisa kualitatif dan kuantitatif
terhadap senyawa kimia dari masing masing ekstrak heksana, aseton, metanol dan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sangla, 2012) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathopyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Rosidae
Ordo : Apiales
Familia : Apiaceae
Genus : Apium
persley (Inggris); Oranda mitsuba (Jepang); Sedano (Italia); Phak khao puen
4
2.1.3 Deskripsi
dari Eropa Selatan. Apium graveolens L. ini dikenal dengan nama Saladri di
Sunda dan dikenal dengan nama Seledri di daerah Jawa (Agoes, 2012). Seledri
a
b
dan berwarna hijau. Daun seledri majemuk menyirip ganjil dengan anak daun
3-7 helai. Anak daun 1- 2,7 cm, helaian daun tipis dan rapuh, pangkal dan daun
runcing, tepi beringgit, panjang 2-7,5 dan lebar 2-5 cm, pertulangan menyirip,
5
berwarna hijau keputihan. Bunga berbentuk payung 8-12 buah (Kementerian
flavonoid berupa Apiin (Mencherini et al., 2007) dan Apigenin (Ko et al., 1991).
Selain golongan flavonoid juga terdapat golongan senyawa lain seperti tanin,
saponin dan steroid (Din et al., 2015). Pada masing-masing bagian tumbuhan ini
juga terdapat perbedaan kandungan senyawa kimia. Pada akar seledri terdapat
bagian daun terdapat 28 komponen minyak atsiri yang diantaranya terdiri dari 1-
et al., 2017).
Kandungan gizi dalam setiap 100 g herba Seledri mengandung air 93 mL,
protein 0,9 g, lemak 0,1 g, karbohidrat 4 g, serat 0,9 g, kalsium 50 mg, besi 1 mg,
fosfor 40 mg, yodium 150 mg, kalium 400 mg, magnesium 85 mg, vitamin A 130
IU, vitamin C 15 mg, riboflavin 0,05 mg, tiamin 0,03 mg, nikotinamid 0,4 mg.
apiin, minyak atsiri, apigenin, alkaloid. Senyawa yang memberi bau aromatik
6
adalah ftalides (3-butilftalid & 5,6-dihidro turunan sedanenolid) (Kementerian
asam galat, asam protokatekin, katekol, asam klorogenik, asam syringic, asam p-
coumaric, asam ferulic, asam salysilic, asam cinnamic, chrysin, pyrogallol, asam
ellagic, katekin dan asam caffeic. Flavonoid yang terdapat didalam herba seledri
antara lain apignen, hesperitin, luteolin, quercetrin dan rosmarinic (Sorour et al.,
2015).
Seledri juga mengandung minyak atsiri. Hasil penyulingan dari biji seledri
nya. Selain itu kandungan minyak atsiri lain yang terdapat pada Seledri adalah a-
carvone, trans-8-diene 1-ol, perialdehyde, dan thymol (Fazal & Singla, 2012).
gangguan seperti flu, retensi air, gangguan pencernaan, berbagai jenis atritis, serta
beberapa jenis penyakit hati dan limpa (Fazal & Sangla, 2012). Pada pengobatan
tradisional Arab dan Islam, seledri atau yang dikenal dengan nama “Karafs” ini
7
digunakan untuk mengatasi beberapa masalah pada bagian pencernaan dan hati.
Selain itu juga berperan sebagai diuretik serta mengatasi masalah haid dan batu
menggunakan herba seledri segar sebagai lalapan ataupun obat. Herba seledri
seperti masuk angin, mual, diare, tekanan darah tinggi, vertigo, rematik, asam
urat, alergi dan batuk (Hidayat & Rodame, 2015). Selain itu seledri juga
haid, peluruh kentut (karminatif), obat cacing dan obat penenang (Fazal & Sangla,
2012).
Berdasarkan data uji praklinis seledri yang sudah ada diketahui bahwa
dengan pemberian infusa daun seledri 20; 40% dosis 8 mL/ekor pada tikus putih
secara bermakna. Pada penelitian lain, pemberian perasan daun seledri dapat
menurunkan tekanan darah kucing sebesar 13-17 mmHg. Sementara ekstrak daun
antikolesterol yang dilakukan pada tikus putih dengan dosis 0.14 g/200 g bb/ hari ;
8
0.72g/200g bb/hari dan 3,6 g/200g/hari (Juheini, 2002). Ekstrak hidroalkoholik
dari biji Seledri menunjukkan adanya persamaan efek anti-inflamasi pada dosis
100 mg/kg dengan efek anti-inflamasi dari aspirin dengan dosis 300 mg/kg yang
telah di ujikan pada tikus (Arzi et al., 2014). Pemberian seduhan seledri dapat
menurunkan kadar asam urat pada Tikus Putih Jantan Hiperurisemia mulai dari
dosis 50 mg/ekor/ hari dan efeknya meningkat seiring dengan peningkatan dosis
L.) memperlihatkan adanya daya anti ketombe yang baik pada konsentrasi 10%
hipertensi yang diberi tingtur (setara 2 g/mL ekstrak herba seledri) 3 kali sehari
30-45 tetes. Hasil memberikan efek terapetik pada 26,5%, efek moderat pada
44,9% dan tidak memberikan efek pada 28,6%. Penambahan madu dan sirup pada
jus herba seledri segar dengan dosis 40 mL/ 3 x sehari menunjukkan efektivitas
9
2.4 Ekstraksi
aktif yang berkhasiat obat dari jaringan tumbuhan dan hewan dengan
prosedur standar dari ekstraksi adalah untuk mendapatkan bagian yang berkhasiat
dan menghilangkan bahan yang tidak diinginkan dalam pengobatan. Hasil dari
ekstraksi ini didapatkan ekstrak cairan atau tinctura yang dapat berupa campuran
2.4.2 Ekstrak
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai. Kemudian, semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa
atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang
10
2.4.3 Metode Ektraksi
a. Cara Dingin
1. Maserasi
2. Perkolasi
b. Cara Panas
1. Refluks
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
11
konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan
pengulangan proses pada residu pertama 3-5 kali sehingga dapat termasuk
2. Sokhlet
3. Digeti
temperatur yang lebih tinggi pada temperatur ruangan (kamar) yaitu secara
4. Infus
5. Dekok
Dekok adalah metode ektraksi yang sama seperti infus tetapi pada
waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan temperatur sampai titik didih.
12
2.4.4 Pelarut Ekstraksi
1. Air
air. Air juga dapat melarutkan flavonoid (kebanyakan antosianin) yang tidak
mempunyai efek yang signifikan sebagai antimikroba. Selain itu air dapat
2. Aseton
dari tumbuhan. Aseton dapat dicampur dengan air, berupa zat yang dapat
menguap, memiliki toksisitas yang rendah dan sangat berguna untuk ekstrak
melarutkan tanin dan fenolat lainnya daripada air-metanol. Kedua aseton dan
3. Alkohol
Aktivitas ekstrak etanol lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak air. Hal
ini dapat dikaitkan dengan jumlah polifenol dalam jumlah yang lebih banyak di
dalam etanol dibandingkan dengan ekstrak air. Ini berarti menunjukkan bahwa
etanol lebih efisien di dinding sel dan dapat mendegradasi senyawa yang memiliki
13
sifat nonpolar sehinggga menyebabkan polifenol dilepaskan dari sel. Selain itu
terjadinya penurunan polifenol dalam ekstrak air dianggap berasal dari polifenol
metanol enzim ini tidak aktif. Etanol ditemukan lebih mudah berpenetrasi dalam
lebih polar dari pada etanol. Tetapi metanol lebih bersifat sitotoksik dibandingkan
etanol.
4. Kloroform
senyawa-senyawa non polar. Senyawa yang dapat ditarik oleh kloroform seperti
terpenoid.
5. Eter
6. Diklorometan
mengekstraksi terpenoid.
14
2.5 Metode Identifikasi Senyawa
(Hanani, 2015) :
kecuali prolin yang memberikan warna kuning. Pereaksi ini dapat digunakan
untuk deteksi pada KLT, pengamatan dilakukan dibawah sinar tampak. Warna
akan timbul setelah didiamkan beberapa jam pada suhu kamar atau dengan
Adanya asam amino ditunjukkan dengan timbulnya bercak merah pada latar
coklat atau merah tua. Untuk deteksi pada kromatografi, lempeng atau kertas
semalam dalam kondisi gelap dalam bejana tertutup yang berisi asam sulfat.
c. Pereaksi Sakaguchi
15
d. Pereaksi Feron
fluoresensi warna hijau muda pada latar belakang ungu pada sinar ultraviolet
2.5.3 Karbohidrat
dilakukan dengan 3 cara yaitu uji Molish, uji Benedict dan uji Fehling. Sampel
yang digunakan berupa filtrat dari ekstrak, dimana ekstrak yang akan digunakan
16
a. Uji Molish
dalam tabung reaksi. Hasilnya akan terbentuk 2 lapisan dan jika diantara 2 lapisan
b. Uji Benedict
c. Uji Fehling
2.5.4 Flavonoid
a. Uji Shinoda
Larutan uji diuapkan hingga kering, ditambahkan 2-3 tetes etanol, kemudian
b. Uji dilakukan seperti diatas, tetapi serbuk Mg diganti dengan Zn. Hanya
lembayung. Flavanol dan flavonoid tidak berwarna dan warna merah muda lemah.
17
c. Reaksi Wilson-Taubock
ditambahkan sedikit serbuk asam borat dan asam oksalat, selanjutnya dikeringkan.
Residu dilarutkan dalam 10 mL eter yang kemudian dilihat pada sinar ultraviolet
(365 nm). Warna hijau kuning yang timbul menunjukkan adanya senyawa
flavonoid.
Flavonoid yang memiliki gugus hidroksil bebas pada cincin A dan B akan
2.5.5 Alkaloida
oleh keempat jenis amin tersebut. Alkaloid bersifat basa sangat lemah, contohnya
purin yang memiliki nilai pKa pada pH 10-12, basa lemah (alkaloida kinin) pada
18
Identifikasi dari alkaloid dengan reaksi warna yaitu ekstrak dilarutkan
dalam asam klorida dan disaring, kemudian dilakukan pengujian yaitu (Tiwari et
al., 2011:
a. Uji Mayer
b. Uji Wagner
c. Uji Dragendroff
d. Uji Hager
2.5.6 Saponin
a. Uji Buih
dalam sampel.
19
b. Uji Busa
Sebanyak 0,5 gram ekstrak dikocok dengan menggunakan 2 mL air. Jika busa
saponin.
2.5.7 Fenol
warna hijau hingga biru hitam dengan penambahan larutan garam besi (III)
klorida dalam air atau etanol. Penambahan larutan brom (9,6 mL brom dan 30 mL
kalium bromida dalam sejumLah air hingga 100 mL) akan terbentuk endapan
putih yang segera larut dan akan terjadi endapan kembali apabila ditambahkan
pereaksi berlebih. Pereaksi warna yang umum digunakan untuk identifikasi antara
lain Folin Ciocalteau, vanilin asam klorida pekat, vanilin asam sulfat pekat dan
itu fenol juga bisa diuji dengan uji ferri klorida dengan cara ekstrak ditetesi
dengan 3-4 tetes larutan besi (III) klorida, jika terbentuk warna hitam kebiruan
2.5.8 Tanin
Tanin dapat diekstraksi dengan menggunakan air, alkohol atau aseton dan
dapat ditentukan dengan adanya gugus fenol atau karboksilat. Larutan tanin
(Hanani, 2015). Pengujian dengan gelatin menunjukkan hasil positif jika sampel
20
2011). Identifikasi lain menggunakan larutan fenazon yang menghasilkan endapan
pada larutan tanin yang telah diberi natrium asam fosfat (Hanani, 2015).
2.5.9 Fitosterol
a. Uji Salkwoski
Uji ini dilakukan dengan cara ekstrak dari tumbuhan di tambahkan kloroform
dan disaring. Filtrat ditambahkan beberapa tetes asam sulfat pekat kemudian
senyawa triterpenoid.
Pengerjaan dari uji ini dengan cara menambahkan kloroform pada ekstrak
tumbuhan dan saring. Filtrat yang didapat ditetesi dengan beberapa asetat
2.5.10 Glikosida
ekstrak di hidrolisa dengan HCl encer dan kemudian baru diuji dengan pengujian
benzen dipisahkan dan diuji dengan larutan amonia. Pembentukan warna rosa-
21
2.6 Penetapan kadar senyawa
2.6.1 Flavonoid
dengan pereaksi larutan aluminium klorida. Cara pengerjaannya ada 2 jenis yaitu
(Hanani, 2015) :
a. Serbuk simplisia ditimbang dengan seksama 200 mg atau ekstrak yang setara
dengan 200 mg serbuk simplisia., lalu dimasukkan kedalam labu alas bulat.
disaring. Filtrat dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL. Ampas direfluks kembali
dengan 20 mL aseton selama 30 menit, lalu disaring dan filtrat diukur dalam labu
kali masing- masing dengan menggunakan etil asetat. Larutan etil asetat
dimasukkan kedalam labu tentukur 50 mL, lalu dicukupkan hingga tanda batas
Pengenceran larutan uji dilakukan dengan cara memipet 10 mL larutan uji dan
masukkan kedalam labu tentukur 25 mL. Lalu ditambah dengan asam asetat
glasial 5% v/v dalam metanol hingga tanda batas. Pembuatan larutan uji dengan
larutan aluminium klorida 2% dalam asam asetat glasial P dan larutan asetat
22
Pembuatan larutan pembanding tanpa larutan alumunium klorida dilakukan
dengan cara larutan pembanding flavonoid 0,1 % dalam etil asetat. Pengenceran
dilakukan hingga didapat serapan yang mendekati larutan uji. Pembuatan larutan
%= x
b. Metode Chang
menit diatas penangas air. Setelah dingin, larutan disaring. Dibuat campuran 0,1
mL aluminium triklorida 10%, 0,1 mL natrium asetat (1 M) dan 2.8 mL air suling,
30 menit dalam suhu ruangan. Serapan diukur kedalam panjang gelombang 425
nm.
2.6.2 Alkaloid
cara ini sudah jarang dilakukan) titrimetri, spektrofotometri, dan kromatografi cair
kinerja tinggi. Alkaloid yang bersifat basa cukup kuat dapat dititrasi dengan titrasi
23
asam basa, sedangkan alkaloid yang bersifat basa lemah lebih baik ditentukan
2.6.3 Saponin
dengan suasana dapar fosfat pH 7,4. Kadar saponin dalam ekstrak dapat
ditetapkan dengan melakukan berbagai pengenceran filtrat dan diamati kadar yang
2.6.4 Fenol
Sebagai pembanding dapat digunakan asam galat sehingga kadar fenol dinyatakan
setara dengan asam galat. Absorbsi diukur pada panjang geombang 760 nm.
2.6.5 Tanin
Penetapan kadar tanin total dalam suatu simplisia dapat dilakukan dengan
kuantitatif pada tanin harus diperhatikan adanya senyawa fenol lain yang dapat
24
dilakukan dengan menambahkan pereaksi Folin Ciocalteau, larutan natrium
karbonat jenuh pada ekstrak, kemudian dibiarkan bereaksi selama 25-30 menit.
Serapan dapat diukur dengan panjang gelombang 660 nm dan dapat digunakan
pembanding berupa asam tanat. Selain itu juga dapat digunakan titrimetri dengan
25
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
3.2.1 Alat
(Buchi R-215) blender (Philips), Kertas saring whatman 42, alat gelas standar
laboratorium lainnya.
3.2.2 Bahan
(Merck), Etil Asetat (Merck), Sodium klorida (Merck), Aquadest, Asam Sulfat
Pekat (Merck), Sodium Hidroksida (Merck), Copper (II) Sulfat (Merck), 1-naftol
Kalium Iodida (Merck), Besi (III) Klorida (Merck), Timbal (II) Asetat (Merck),
26
Asetat Glasial (Merck), Bismut (II) Nitrat (Merck), Asam Nitrat (Merck), Folin
Natrium Sulfat Anhidrat (Merck), Natrium Karbonat (Merck) dan Natrium Asetat
(Merck).
warna, dan bau dari serbuk simplisia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2008)
Kurs porselin dipanaskan pada suhu 105ᵒC selama 30 menit dan ditara.
kurs yang sudah ditara. Setelah itu kurs yang berisi serbuk simpisia dimasukkan
27
kedalam oven, lalu dipanaskan pada suhu 105ᵒC selama 5 jam. Setelah
( )
Susut pengeringan = x 100%
dipijar dan ditara. Serbuk simplisia dipijar perlahan-lahan hingga arang habis
kemudian didinginkan dan ditimbang, dipijarkan hingga bobot tetap. Kadar abu
total dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam %b/b. Pengerjaan
28
3.3.2.4 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam
Didihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dengan 25
mL asam klorida 2 N selama 5 menit. Bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpukan dan disaring melalui kertas saring bebas abu. Kemudian dicuci
dengan air panas dan dipijarkan dalam kurs hingga bobot tetap. Kadar abu yang
tidak larut dalam asam dihitung terhadap berat bahan uji dinyatakan dalam % b/b
bersumbat. Kemudian kedalam labu ditambahkan 100 mL air jenuh kloroform dan
diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan
2013).
29
jam pertama dan dibiarkan selama 18 jam. Sari disaring dengan cepat untuk
filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah
kali. Kadar dihitung dalam % sari larut etanol (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2013)
kertas saring. Proses diulangi sebanyak 2 kali pengulangan dengan pelarut yang
sama. Sehingga total maserat didapatkan kurang lebih 1,5 L. Maserat yang
30
3.3.3.2. Ekstrak Aseton
Pelarut ditambahkan sebanyak 500 mL. Sampel dimaserasi selama 24 jam dimana
pengulangan dengan pelarut yang sama. Sehingga total maserat didapatkan kurang
Republik Indonesia, 1995). Sehingga nanti didapatkan ekstrak cair dari herba
seledri.
jam dimana pada 6 jam pertama sampel diaduk menggunakan orbital shaker,
sebanyak 2 kali pengulangan dengan pelarut yang sama. Sehingga total maserat
31
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Sehingga nanti didapatkan
berisi air dan dipanaskan di atas hot plate selama 15 menit dihitung mulai suhu
90oC sambil sesekali diaduk. Setelah 15 menit, air rebusan yang telah dingin
disaring dengan menggunakan kain flanel ke dalam labu ukur 500 mL. Untuk
Indonesia, 1995).
32
c. Pembuatan pereaksi Fehling
dilarutkan dengan air suling sampai 100 mL dan ditambahkan 2 tetes asam
sulfat pekat.
natrium sulfat kemudian dilarutkan dengan air suling sampai 100 mL (Rivai et
al., 2010).
asam nitrat pekat. Dilarutkan 27,2 gram kalium iodida dalam 50 mL aquadest
pada wadah lain. Larutan yang jernih diambil dan diencerkan dengan akuades
1995).
Sebanyak 1,36 gram raksa (II) klorida ditimbang dan dilarutkan dalam
33
g. Pembuatan Pereaksi Wagner
Sebanyak 15,17 gram timbal (II) asetat dilarutkan dalam akuades bebas CO2
ekstrak. Terbentuknya warna merah muda atau ungu violet menunjukkan adanya
34
menandakan adanya minyak. Sebagai pembanding digunakan minyak zaitun
a. Uji Molish
pekat dengan hati-hati, terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas cairan
b. Uji Fehling
adanya gula pereduksi. Dalam hal-hal tertentu reduksi terjadi di dekat titik
didih dan ditunjukkan oleh endapan merah bata (Rivai et al., 2010).
menit. Hasil disaring dengan menggunakan kertas saring saat masih panas. Filtrat
35
ditambahkan petroleum eter dan kocok secara hati-hati kemudian didiamkan.
Lapisan metanol diuapkan pada suhu 400C dibawah tekanan. Sisa di larutkan
dalam 1-2 mL etanol 96%, ditambahkan 0,5 g serbuk seng dan 2 mL asam
pekat, jika dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah yang intensif maka
positif (-) menunjukkan adanya flavonoida dan apabila tidak terbentuk warna
tetes asam klorida pekat, terjadi warna merah jingga sampai merah ungu
intensif maka positif (+) menunjukkan adanya flavonoida dan apabila tidak
terbentuk warna merah jingga sampai merah ungu, maka menunjukkan hasil
Indonesia, 1995).
diatas penangas air selama 2 menit. Didinginkan lalu disaring. Filtrat kemudian
36
b. Diambil 0,5 mL filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Wagner, akan
Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari tiga
a. Steroid
tabung. Perubahan warna dari violet ke hijau atau biru menunjukkan adanya
steroid.
b. Terpenoid
sulfat pekat secara hati-hati pada dinding tabung. Adanya warna coklat
a. Uji Fenolat
besi (III) klorida 1%. Larutan akan terjadi warna biru atau hijau kehitaman
37
b. Uji Tanin
(III) klorida 1%. Larutan akan terjadi warna biru atau hijau kehitaman
3.3.4.8 Saponin
kuat selama 10 detik. Apabila terbentuk busa yang mantap selama tidak kurang
dari 10 menit, setinggi 1-10 cm dan ketika dilakukan penambahan 1 tetes asam
mL air suling dan 25 timbal (II) asetat 0.4 M, dikocok, didiamkakan selama 5
menit lalu disaring. Filtrat disari sebanyak 3 kali, tiap kali penyarian digunakan 20
natrium sulfat anhidrat P, disaring, dan diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50ᵒC.
38
Sisa dilarutkan dalam 2 mL metanol P. Kemudian diambil 1 mL larutan
percobaan dimasukkan kedalam tabung reaksi, diuapkan diatas penangas air. Pada
sisa ditambahkan 2 mL air dan 2 tetes pereaksi Molish, ditambahkan dengan hati
hati 2 mL asam sulfat pekat. Jika terbentuk cincin berwarna ungu pada batas
Indonesia, 1995).
filtrat, diuapkan hingga volume kurang dari 25 mL, disaring dalam corong pisah.
kloroform. Fase kloroform dikumpulkan dan diuapkan pada suhu 50ᵒC, kemudian
dikeringkan pada suhu 100ᵒC hingga bobot tetap. Sisa pengeringan dihitung
dengan pengadukan secara kontiniu pada suhu 55ᵒC. Campuran disaring dan
39
residunya diekstrak kembali dengan 50 mL etanol 20%. Kumpulan ekstrak
dipekatkan pada suhu 90ᵒC hingga volume 10 mL. Ekstrak yang telah dipekatkan
ditambah dengan 5 mL dietil eter yang akan membentuk lapisan dietil eter.
Lapisan dietil eternya dibuang dan lapisan air nya disimpan. Pemurnian didiulangi
kembali. Lapisan air yang tersisa ditambahkan dengan 15 mL butanol yang akan
membentuk 2 lapisan. Lapisan butanol di simpan dan lapisan air disari kembali
40
b. Pembuatan Larutan Standar Asam Galat dengan Berbagai Konsentrasi.
Dari larutan induk dipipet sebanyak 0,5; 0,75; 1; 1,25; 1,5 mL dimasukkan
tanda batas sehingga didapatkan konsentrasi 50, 75, 100, 125, 150 µg/ mL.
Larutan asam galat 100 ppm dipipet sebanyak 0,5 mL, kemudian
Ekstrak yang menunjukkan hasil positif pada uji kualitatif diuji kadar
kedalam labu ukur 25 lalu diadkan dengan pelarut masing masing ekstrak
41
absorbannya pada panjang gelombang maksimum yang telah ditentukan
sebelumnya.
Larutan induk dipipet sebanyak 0,6; 0,8; 1; 1,2; 1,4 mL kedalam labu 10
dan 2,8 air suling. Setelah itu didiamkan selama 30 menit. Kemudian
Larutan standar yang sudah disiapkan, dipipet masing masing nya 0,5
95 %, 0,1 mL aluminium klorida 10%, 0,1 natrium asetat 1M dan 2,8 air
42
suling. Setelah itu diamkan selama 30 menit. Kemudian absorban dibaca pada
ukur 25 lalu diadkan dengan pelarut masing masing ekstrak hingga tanda batas
0,1 natrium asetat 1 M dan 2,8 air suling. Setelah itu diamkan selama 30
didapatkan.
oven pada suhu 105ᵒC sampai bobot tetap. Sebanyak 10 mg ditimbang secara
seksama dan dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL, dilarutkan dengan etil asetat
kedalam labu erlenmeyer bersumbat kaca 100 mL, ditambahkan 50 mL etil asetat,
Larutan uji dibuat dengan cara, diambil sebanyak 5 mL ekstrak cair dan
LP hingga tanda batas. Larutan disaring dan filtrat yang didapat diuapkan,
43
dikeringkan pada suhu 105ᵒC sampai bobot tetap. Sisa dilarutkan dengan etil
300 nm
Persentase katekin dalam simplisia pada panjang gelombang 279 dengan rumus :
F = Faktor Pengenceran
44
BAB IV
Total sampel herba seledri segar yang diambil sebanyak 5 kg, setelah
diamati bahwa simplisia seledri yang digunakan memiliki warna hijau tua,
Hasil ini memenuhi syarat yang sesuai dengan standar simplisia herba seledri
tidak lebih dari 13%. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 2 Tabel 1.
Hasil rata-rata kadar abu total yang didapatkan adalah 12,20%. Hasil
ini memenuhi syarat yang sesuai dengan standar simplisia herba seledri pada
45
Farmakope Herbal Indonesia dimana syarat penerimaan dengan batas tidak
Hasil rata-rata kadar abu tidak larut asam yang didapatkan adalah
0,72 %. Hasil ini memenuhi syarat untuk standar simplisia herba seledri pada
Farmakope Herbal Indonesia dimana syarat dapat penerimaan tidak lebih dari
Hasil rata-rata kadar sari larut air yang didapatkan adalah 29,49 %.
Hasil ini memenuhi syarat untuk standar simplisa herba seledri pada
tidak kurang dari 10,3 %. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 2 Tabel 4.
Hasil rata-rata kadar sari larut etanol yang didapatkan adalah 6,48%.
Hasil ini memenuhi syarat standar simplisa herba seledri pada Farmakope
Herbal Indonesia dimana syarat yang diterima dengan batas tidak kurang
46
4.1.3. Analisis Kualitatif Ekstrak
metanol dan air herba seledri (Apium graveolens L.) dilakukan dengan uji
hasil yang positif hanya pada ekstrak air, sementara pada ekstrak heksana,
aseton dan metanol menunjukkan hasil yang negatif. Hasil dapat dilihat pada
Lampiran 3 Tabel 6.
herba seledri (Apium graveolens L.) dilakukan dengan uji Molish dan Fehling
yang positif hanya pada ekstrak air untuk uji Molish, sementara pada ekstrak
heksana, aseton dan metanol menunjukkan hasil yang negatif. Pada uji Fehling
ekstrak negatif untuk uji Fehling. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 3 Tabel 6.
dan air herba seledri (Apium graveolens L.) dilakukan dengan menggunakan
kertas saring dan asam sulfat 25%. Berdasarkan penelitian yang telah
47
keempat ekstrak tidak mengandung minyak dan lemak. Hasil dapat dilihat
yang positif pada ekstrak aseton, metanol dan air. Sementara pada ekstrak
heksana menunjukkan hasil yang negatif. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 3
Tabel 6.
herba seledri (Apium graveolens L.) dilakukan dengan uji Dragendorff, Mayer
dan Wagner. Syarat hasil dikatakan positif jika terdapat 2 dari tiga uji yang
ekstrak aseton, metanol dan air, menunjukkan hasil yang positif pada uji
metanol dan air herba seledri (Apium graveolens L.) dilakukan dengan asam
48
sulfat pekat dan asam asetat ahhidrat. Berdasarkan penelitian yang telah
sementara pada ekstrak aseton menunjukkan hasil yang negatif. Hasil dapat
dan air herba seledri (Apium graveolens L.) dilakukan dengan besi (III)
klorida. Sedangkan pengujian tanin dilakukan dengan uji besi (III) klorida dan
uji timbal (II) asetat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pengujian
menunjukkan hasil yang positif pada ekstrak aseton, metanol dan air,
sementara pada ekstrak heksana menunjukkan hasil yang negatif. Hasil dapat
herba seledri (Apium graveolens L.) dilakukan dengan uji busa. Berdasarkan
pada ekstrak aseton, metanol dan air. Sementara pada ekstrak heksana
menunjukkan hasil yang negatif. Hasil dapat dilihat pada lampiran 3 tabel 6.
49
4.1.3.9. Uji Glikosida
yang positif pada ekstrak aseton, metanol dan air. Sementara pada ekstrak
heksana menunjukkan hasil yang negatif. Hasil dapat dilihat pada lampiran 3
tabel 6.
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, kadar alkaloid total pada ekstrak
heksana, aseton, metanol dan air secara berturut turut yaitu 0,364 %, 0,122 %,
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, kadar saponin total pada ekstrak
aseton, metanol dan air secara berturut turut yaitu 0,133 %, 0,174 % dan
0,215%.
50
y = 0,0048x + 0,0478 dengan koefisien korelasinya 0,9997. Berdasarkan hasil
yang telah didapatkan, kadar fenol total pada ekstrak aseton, metanol dan air
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, kadar flavonoid total pada ekstrak
aseton, metanol dan air secara berturut turut yaitu 0,190 %, 0,354% dan
0,115 %.
kadar senyawa tanin total pada ekstrak aseton dan metanol secara berturut
4.2. Pembahasan
terhadap senyawa kimia dari ekstrak herba seledri. Ekstrak yang diujikan pada
penelitian ini berupa ekstrak cair dari herba seledri menggunakan 4 pelarut
51
digunakan adalah heksana, aseton, metanol dan air. Penelitian ini bertujuan untuk
melihat perbedaan dari kandungan senyawa yang ditarik atau terlarut didalam
masing-masing ekstrak sesuai dengan prinsip like disolve like yaitu pelarut yang
polar akan melarutkan zat yang polar sedangkan yang non polar akan melarutkan
zat yang non polar. Kemudian dilakukan penetapan kadar total dari golongan
senyawa untuk melihat berapa kadar masing masing senyawa yang terdapat dalam
masing-masing ekstrak.
dan dipisahkan terlebih dahulu dari kotoran kotoran atau bahan–bahan asing
lainnya seperti tanah, kerikil, dan bagian daun atau batang yang sudah busuk
(Prasetyo & Inoriah, 2013). Kemudian sampel dicuci dengan air mengalir hingga
bersih. Sampel yang sudah bersih, dirajang terlebih dahulu, setelah itu
mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam
waktu yang lama. Pengeringan dengan cara kering angin bertujuan untuk
menghindari suhu tinggi saat proses pengeringan, karena suhu tinggi dapat
Inoriah, 2013).
untuk memperkecil ukuran partikel dari simplisia sehingga dapat membuat luas
52
simplisia akan memudahkan proses ekstraksi karena luas area kontak antara
simplisia dan larutan penyari semakin besar (Prasetyo & Inoriah, 2013). Dari total
simplisia herba seledri yang digunakan memenuhi standar mutu dan kualitas yang
dilakukan dengan mengamati bentuk fisik dari herba seledri dengan cara
khas herba seledri dengan mengamati organoleptik seperti bentuk, aroma dan rasa.
didapat adalah 12,25%. Hasil ini memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam berguna untuk
dapat berupa garam organik, garam anorganik dan mineral yang terbentuk
menjadi senyawa kompleks bersifat organik. Penentuan kadar abu ini sangat
penting karena dapat menentukan cemaran logam yang terdapat dalam suatu
53
simplisia. Cemaran logam ini bisa menjadi pengotor yang menganggu hasil
analisis. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hasil kadar abu total yang
didapat pada pengujian untuk herba seledri adalah 12,20%. Hasil ini dikatakan
memenuhi syarat karena sesuai dengan syarat yang ditetapkan Farmakope Herbal
Indonesia yaitu tidak lebih dari 19%. Pada pengujian kadar abu tidak larut asam
didapatkan hasil yaitu 0,72%. Hasil ini juga memenuhi syarat yang telah
Pada pengujian senyawa yang larut dalam pelarut tertentu, pelarut yang
digunakan adalah etanol dan air. Dari hasil yang didapat, kadar yang tersari dalam
pelarut etanol sebesar 6,08%. Sedangkan hasil yang tersari dalam air sebesar
29,49%. Hasil ini sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Farmakope Herbal
Indonesia untuk herba seledri yaitu kadar sari larut etanol tidak kurang dari 5,2%
dan kadar sari larut air tidak kurang dari 10,3%. Pengujian ini bertujuan untuk
memberikan gambaran kasar kandungan senyawa aktif yang bersifat polar (larut
air) dan senyawa yang aktif bersifat semi polar-nonpolar (larut etanol) ( Saifuddin
et al,. 2011).
metode umum yang digunakan untuk mengekstraksi tumbuhan. Cara maserasi ini
dilakukan selama 24 jam dimana serbuk simplisia herba seledri di rendam selama
54
6 jam dengan pengadukan secara kontinyu menggunakan orbital shaker,
Pada pembuatan ekstrak air digunakan metode infusa. Metode ini dipilih
karena simplisia yang akan digunakan berasal dari herba. Infusa digunakan untuk
sampel yang lunak seperti daun atau herba. Selain itu juga untuk zat zat yang
mengandung minyak atsiri dan tidak tahan pemanasan. Berbeda dengan metode
dekok yang juga menggunakan pelarut air tetapi waktu perebusan membutuhkan
waktu 30 menit. Metode dekok lebih cocok untuk simplisia yang berasal dari
bahan yang keras seperti batang, kulit batang, akar ataupun kulit buah. Metode
infusa dilakukan dengan merebus simplisia dengan air pada suhu 90ᵒ selama 15
menit. Metode infusa ini digunakan untuk ekstraksi khusus dengan pelarut air.
Tetapi kekurangan dari metode ini ekstrak tidak bisa disimpan lama, jika ingin
disimpan lama harus disimpan kedalam freezer. Karena itu, infusa seledri dibuat
dengan jumlah yang terbatas tetapi tetap dalam konsentrasi yang sama dengan
ekstrak lain.
primer dan metabolit sekunder yang terdapat pada keempat ekstrak herba seledri.
Metabolit primer yang diuji berupa karbohidrat, lemak dan protein. Sedangkan
metabolit sekunder yang diuji meliputi flavonoid, alkaloid, saponin, fenol, tannin,
glikosida, steroid dan terpenoid. Uji kualitatif dilakukan dengan reaksi warna
55
menggunakan reagen kimia yang sesuai untuk mengidentifikasi masing masing
Pada pengujian protein dan asam amino, metode yang digunakan adalah uji
Biuret. Reaksi Biuret merupakan reaksi warna untuk senyawa peptida dan protein.
Suatu peptida yang mempunyai dua buah ikatan peptida atau lebih dapat bereaksi
dengan ion Cu2+ dalam suasana basa dan membentuk suatu senyawa kompleks
yang berwarna biru ungu. Warna yang diamati dari reaksi bisa bervariasi mulai
dari merah muda hingga ungu tergantung pada banyaknya ikatan peptida.
Semakin banyak ikatan peptida yang terdapat dalam suatu protein maka warnanya
semakin ungu (Lehninger, 1994). Pada uji protein dan asam amino ekstrak
heksana, aseton, metanol dan air herba seledri (Apium graveolens L.) terlihat
bahwa hanya ekstrak air yang menunjukkan adanya perubahan warna menjadi
agak kemerahan. Perubahan warna terlihat dari coklat kekuningan menjadi coklat
kemerahan, hanya saja perubahan warnanya cukup sulit ditentukan karena ekstrak
berwarna coklat. Pada ketiga ekstrak lainnya menunjukkan hasil yang negatif
untuk uji Biuret. Protein memiliki kelarutan yang lebih besar didalam air dari
pada dalam pelarut organik. Karena ini protein dan asam amino banyak ditemukan
Pengujian karbohidrat ditentukan dengan uji Molish dan Fehling. Uji Molish
umumnya menunjukkan hasil yang positif pada semua jenis karbohidrat. Pada uji
sulfat menjadi furfural (untuk pentosa) dan hidroksi metil furfural (untuk
56
heksosa). Furfural atau hidroksi metil furfural akan berkondensasi dengan adanya
Kompleks ungu yang terbentuk akan terlihat seperti cincin berwarna ungu yang
Pada uji karbohidrat menggunakan uji Molish pada ekstrak heksana, aseton,
metanol dan air herba seledri (Apium graveolens L.) cincin ungu hanya
ditunjukkan pada ekstrak air saja. Pada ekstrak heksana juga terlihat adanya cincin
yang membatasi dua lapisan tetapi diperkirakan ini bukanlah karbohidrat tetapi
senyawa yang bersifat polar, biasanya larut didalam air dan tidak larut pada
pelarut organik (Hanani, 2015). Oleh karena itu karbohidrat menunjukkan hasil
yang positif pada ekstrak air saja sementara pada ketiga ekstrak lainnya
Pada uji Fehling, yang diamati adalah ada atau tidaknya endapan merah
bata yang terbentuk setelah ekstrak ditambahkan reagen Fehling A dan Fehling B.
Uji Fehling bertujuan untuk mendeteksi adanya gula pereduksi dalam suatu
bahan. Gula pereduksi adalah semua gula yang memiliki kemampuan untuk
mereduksi dikarenakan adanya gugus aldehid dan keton. Namun gugus keton
tidak dapat teroksidasi secara langsung karena harus diubah menjadi aldehid
Pada pengujian Fehling terdapat dua reagen yang digunakan yaitu Fehling A dan
57
mengandung larutan kalium natrium tatrat dan NaOH dalam air. Pada reaksi ini
gula pereduksi akan mereduksi ion Cu2+ menjadi ion Cu+ yang dalam suasana
basa yang akan diendapkan menjadi Cu2O. Endapan Cu2O ini yang menghasilkan
endapan merah bata yang menandakan adanya gula pereduksi dalam suatu sampel
(Sudarmadji, et al., 1997). Pada pengujian yang telah dilakukan untuk keempat
ekstrak menunjukkan hasil yang negatif untuk uji Fehling karena tidak ada
satupun dari keempat ekstrak yang menunjukkan adanya endapan merah bata.
Pada uji minyak dan lemak ekstrak heksana, aseton, metanol dan air pada
herba seledri (Apium graveolens L.) menggunakan uji kertas saring dan asam
sulfat 25 %. Pada uji kertas saring hasil menunjukkan positif jika terdapat noda
yang tembus pandang pada kertas saring. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan pada keempat ekstrak tidak terdapat adanya noda yang tembus
pandang, berbeda dengan minyak zaitun sebagai pembanding yang terlihat adanya
noda yang tembus pandang ketika kertas saring diteteskan dengan minyak zaitun.
menggunakan asam sulftat 25%. Uji ini merupakan pengujian yang sangat peka
untuk lipid (Harborne, 1987) Pada pengujian dengan asam sulfat 25% keempat
Kesehatan Republik Indonesia (2016) dalam 100 g herba seledri mengandung 0,1
g lemak. Lemak dan minyak bersifat non polar yang terlarut dalam pelarut
nonpolar (Harborne, 1987). Seharunya lemak dan minyak terdapat dalam ekstrak
hasil yang negatif. Hal ini bisa disebakan karena kadar dari lemak dan minyak
58
teralu kecil dan konsentrasi ekstrak hanya 10% (50g/500 mL) dari simplisia
menyebabkan lemak dan minyak tidak terdeteksi karena tidak tertarik dengan
sempurna
adanya fenol dan tanin dapat menggunakan reagen besi (III) klorida 1% dalam air
atau etanol. Pengamatan yang dilihat adalah dari adanya perubahan warna
menjadi hijau, merah, ungu, biru atau hitam yang kuat. Perubahan warna ini
berasal dari senyawa kompleks yang terbentuk karena Fe3+ bereaksi dengan gugus
Berdasarkan pengujin fenol dan tanin yang telah dilakukan, ekstrak aseton,
metanol dan air menunjukkan adanya warna kehitaman yang menandakan bahwa
ketiga ekstrak positif atau mengandung fenol dan tanin sementara ekstrak heksana
tidak menunjukkan adanya warna kehitaman. Hal ini dapat disebabkan karena
senyawa fenol umumnya sering kali berikatan dengan gula sebagai glikosida
sehingga menyebabkan senyawa fenol lebih bersifat polar dan mudah larut dalam
pelarut yang polar (Harborne, 1987). Pada pengujian tanin ditambahkan pengujian
dengan menggunakan timbal (II) asetat. Pengamatan yang dilihat adalah adanya
59
pembentukan endapan putih pada ekstrak aseton, metanol dan air yang
test menggunakan pereaksi asam klorida pekat dan serbuk magnesium. Uji ini
benzopiron. Asam klorida dan serbuk magnesium dapat mereduksi inti benzopiron
yang terdapat dalam flavonoid. Apabila terdapat flavonoid dalam suatu sampel
maka akan terbentuk garam flavilium yang berwarna jingga hingga merah
(Achmad, 1986). Warna jingga hingga ungu yang dihasilkan menunjukkan bahwa
pada ekstrak metanol, aseton dan air dimana ekstrak menghasilkan warna jingga.
Flavonoid mempunyai tipe yang beragam yang terdapat dalam bentuk bebas
ikatan dengan gugus gula yang menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam
air atau pelarut polar (Markham, 1988). Pada pengujian lain apabila serbuk
perubahan warna merah muda. Hasil positif ditunjukkan oleh ekstrak aseton,
metanol dan air. Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak mengandung flavonon dan
flavonoid, karena hanya flavonon dan flavonoid yang menunjukkan warna merah
60
Pengujian saponin dilakukan dengan metode uji busa. Saponin adalah
senyawa aktif permukaan kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dengan air.
penyusunnya yaitu sapogenin nonpolar dan rantai samping polar yang larut air.
Gugus polar dan non polar ini bersifat aktif permukaan sehingga saat saponin
dikocok dengan air dapat membentuk misel. Gugus polar menghadap keluar
sedangkan nonpolar menghadap ke dalam, karena inilah yang tampak seperti busa
metanol dan air menunjukan adanya busa. Busa tertinggi terdapat pada ekstrak air
yaitu setinggi 4,7 cm. Ekstrak aseton menghasilkan busa setinggi 2 cm dan
ekstrak metanol 2,3 cm. Sementara pada ekstrak heksana tidak menunjukkan
adanya busa yang dihasilkan. Saponin umumnya bersifat polar dan memiliki
kelarutan yang tinggi didalam air, karena itu saponin lebih banyak terlarut dalam
Pengujian alkaloid dilakukan dengan tiga cara yaitu uji Mayer, uji
bersifat basa sehingga harus diekstrak dengan pelarut yang bersifat asam
(Harborne,1966). Pada ketiga uji yang dilakukan, hasil positif ditandai dengan
adanya endapan yang terbentuk. Endapan ini dapat terbentuk akibat atom nitrogen
yang terdapat pada alkaloid bereaksi dengan ion logam K+ pada pereaksi sehingga
61
penambahan merkuri (II) klorida kedalam kalium iodida sehingga membentuk
endapan merah merkuri (II) Iodida. Jika Kalium Iodida ditambahkan berlebih
alkaloid (Svehla,1990).
Pada uji Dragendorff yang diamati adalah endapan jingga. Endapan jingga
Wagner yang diamati adalah adanya endapan coklat. Endapan coklat ini berasal
antara K+ dan atom nitrogen pada alkaloid sementara warna coklat berasal dari I-
dari kalium iodida yang beraksi dengan iodin (I2) sehingga menghasilkan I3- yang
dan alkaloid bebas. Kedua bentuk alkaloid ini memiliki sifat alkaloid yang
berbeda. Alkaloid bebas biasanya tidak larut didalam air (kecuali beberapa bentuk
alkaloid pseudo dan protoalkaloid) tetapi mudah larut dalam pelarut organik non
polar (benzena, eter dan kloroform). Sementara dalam bentuk garamnya alkaloid
lebih mudah larut dalam pelarut organik yang bersifat polar (Harborne, 1987).
Berdasarkan sifat alkaloid ini lah yang menyebabkan alkaloid bisa tertarik pada
keempat pelarut.
gula pada glikosida. Sebelum dilakukan penambahan reagen Molish dan asam
62
sulfat, ekstrak diekstraksi dulu dengan campuran pelarut etanol dan air. Pelarut ini
dipilih karena sifat glikosida yang cenderung bersifat polar. Penambahan HCl
bertujuan untuk memutus ikatan glikon dan aglikon yang ada pada glikosida.
dan lipid yang terdapat pada ekstrak agar tidak menjadi penggangu dalam proses
ditambahkan natrium sulfat untuk menarik air yang ada pada filtrat, baru
kemudian filtrat diuapkan hingga kering dan sisa dilarutkan dengan pelarut polar
untuk melarutkan glikosida (Hanani, 2015). Sisa kering baru diuji dengan reagen
ekstrak aseton, metanol dan air yang menandakan bahwa pada ketiga ekstrak
adanya cincin ungu yang menandakan bahwa tidak terdapat adanya glikosida pada
ekstrak heksana. Hal ini dikarenakan glikosida tidak larut dalam pelarut non
polar, adanya glikon yang berupa gula menyebabkan sifat glikosida cenderung
bersifat polar sehingga lebih mudah larut dalam pelarut yang polar (Djamal, 2010)
steroid tetapi bisa juga sekaligus untuk pengujian terpenoid, dimana untuk steroid
menujukkan hasil yang positif ketika ditambahkan reagen, warna sampel berubah
63
terpenoid. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, pada ekstak heksana
terlihat adanya perubahan warna hijau-biru dan cincin coklat sementara pada
ketiga ekstrak lainnya tidak menujukkan hasil seperti ekstrak heksana. Untuk uji
sulfat pekat. Hasil dikatakan positif jika terdapat cincin coklat diantara lapisan
yang terbentuk. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, cincin coklat hanya
terbentuk pada ekstrak heksana sementara ketiga ekstrak lagi tidak menghasilkan
cincin coklat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hanya ekstrak heksana yang
menunjukkan hasil yang negatif. Hal ini bisa disebabkan karena terpenoid dan
steroid bebas umumnya bersifat non polar, sehingga banyak terdapat dalam
ekstrak cair herba seledri (Apium graveolens L.) dilakukan dengan metode
gravimetri. Ekstrak cair herba seledri (Apium graveolens L.) disari terlebih dahulu
dengan menggunakan amoniak dan metanol. Tujuan penyarian ini adalah untuk
penambahan asam yang akan tersari dalam air. Kemudian pelarut diuapkan
basa yang bertujuan untuk membentuk alkaloid base. Alkaloid base ini bersifat
mudah larut dalam pelarut organik sehingga dapat disari dengan kloroform. Pada
proses penyarian akan terlihat adanya pembentukan 2 lapisan yang terdiri dari
64
lapisan air dan lapisan kloroform. Lapisan kloroform dipisahkan karena alkaloid
kemudian dikeringkan dioven dan ditimbang hingga bobot konstan (Rivai et al.,
terdapat pada ekstrak heksana yaitu 0,335%. Kemudian dalam pelarut aseton,
metanol dan air kadar alkaloid total sebesar 0,122 %, 0,116 %, dan 0,05% secara
berturut turut.
dengan dietil eter yang akan membentuk dua lapisan, lapisan yang diambil adalah
lapisan airnya, sementara lapisan dietil eternya dibuang. Fungsi penambahan dietil
eter ini adalah untuk memisahkan saponin dari beberapa zat pengotor lain karena
saponin bersifat tidak larut dalam dietil eter. Setelah itu baru dilakukan
penambahan butanol, butanol dipilih karena butanol besifart polar yang dapat
melarutkan saponin yang bersifat polar. Proses terakhir butanolnya diuapkan dan
kadar tertinggi didapat pada ekstrak air yaitu 0,215 %, sedangkan kadar terendah
terdapat pada ekstrak metanol yaitu 0,133 %, Sementara kadar saponin total pada
65
Penetapan kadar fenolat total herba seledri (Apium graveolens L.) dilakukan
Metode ini merupakan metode yang paling umum digunakan untuk menentukan
kandungan fenolat total dengan pertimbangan bahwa metode ini lebih sederhana.
Reagen Folin Ciocalteau digunakan karena dapat bereaksi dengan senyawa fenol
yang digunakan pada pengujian ini adalah asam galat. Asam galat termasuk
sederhana. Asam galat ini dipilih karena termasuk fenolat alami dan bersifat
stabil. Asam galat dan ekstrak uji menghasilkan warna kuning ketika direaksikan
karena fenol dapat bereaksi dengan reagen Folin hanya dalam suasana basa.
struktur yang belum diketahui (Sudjadi & Rohman, 2004). Semakin pekat warna
yang terbentuk.
nm. Larutan standar asam galat ditentukan absorbannya pada konsentrasi 50, 75,
100, 125 dan 150 ppm yang diukur pada panjang gelombang maksimum asam
66
0,0478 dengan koefisien korelasinya 0,9997. Berdasarkan hasil penelitian ini,
diperoleh kadar fenol tertinggi pada ekstrak aseton yaitu 0,992 %. Sementara
kadar terndah terdapat pada ekstrak air yaitu 0,588 %. Sedangkan ekstrak metanol
ini yaitu pembentukan kompleks asam yang stabil oleh alumunium klorida dengan
gugus keto pada atom C-4 dan hidroksi pada atom C-3 atau C-5 yang bertetangga
dari golongan flavon dan flavonon. Reaksi ini akan menghasilkan kompleks
warna kuning yang stabil yang dapat diukur absorbansinya. Selain itu alumunium
klorida membentuk kompleks asam yang labil dengan gugus ortodihidroksi pada
flavonoid golongan flavonol yang memiliki gugus keto pada aton C-4 dan juga
memiliki gugus hidroksi pada atom C-3 dan C-5 yang bertetangga (Chang, et al.,
2002).
menentukan serapan larutan standar dan serapan larutan uji. Larutan standar
dibuat dengan beberapa seri konsentrasi yaitu 30, 40, 50, 60 dan 70 µg/mL.
Absorban dari larutan standar ini digunakan untuk membuat kurva kalibrasi
67
dimana kurva kalibrasi yang didapat memiliki persamaan regresi yaitu y =
penelitian didapatkan kadar flavonoid total tertinggi dari ekstrak herba seledri
adalah pada ekstrak metanol yaitu 0,354 %, sedangkan yang paling rendah adalah
ekstrak air 0,115 %. Sementara ekstrak aseton didapakan kadar flavonoid total
sebesar 0,190 %.
Tanin ditetapkan dengan melarutkan ekstrak yang sudah dikeringkan pada etil
asetat. Tanin tidak larut dalam pelarut non polar seperti benzen, eter dan
kloroform tetapi mudah larut dalam air, aseton alkohol (Harbone, 1987).
Pembanding yang digunakan pada pengujian ini adalah katekin. Berdasarkan hasil
yang didapatkan, kadar tanin total tertinggi terdapat dalam ekstrak metanol yaitu
0,141 %, sedangkan dalam aseton 0,114%. Pada ekstrak air, absorban sampel
yang didapatkan sangat kecil sehingga tidak dapat dihitung karena tidak
memenuhi hukum lamber beer. Berdasarkan uji kualitatif juga terlihat adanya
perubahan warna hitam yang sangat lemah pada pengujian tanin pada ekstrak air.
Hal ini bisa disebabkan karena tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk
kopolimer mantap yang tidak larut dalam air. Protein umumnya larut didalam air
dan tidak larut dalam pelarut organik, karena itu lah adanya protein didalam
68
BAB V
5.1. Kesimpulan
metanol dan air herba seledri (Apium graveolens L.) dapat disimpulkan bahwa :
terpenoid.
5. Kadar alkaloid total pada ekstrak heksana, aseton, metanol dan air dari
herba seledri secara berturut turut adalah 0,346%; 0,122%; 0,115 % dan
6. Kadar saponin total pada ekstrak aseton, metanol dan air dari herba
seledri secara berturut turut adalah 0,174 %; 0,133% dan 0,215%. Kadar
7. Kadar fenolat total pada ekstrak aseton metanol dan air herba seledri
secara berturut turut adalah 0,992%; 0,809% dan 0,588%. Kadar fenolat
69
8. Kadar flavonoid total pada ekstrak aseton, metanol dan air dari herba
seledri secara berturut turut adalah 0,199%; 0,354% dan 0,155%. Kadar
9. Kadar tanin total pada ekstrak aseton dan metanol herba seledri secara
5.2. Saran
kimia herba seledri (Apium graveolens L.) sesuai dengan pelarut yang
70
DAFTAR PUSTAKA
Ajiboye BO, Ibukun EO, Edobor G, Ojo AO and Onikanni SA. Qualitative and
Quantitative Analysis of Phytochemicals In Senecio Biafrae Leaf. International
Journal Of Inventio in Pharmaceutical Sciences. 2013;1(5):428-432.
Arifin H, Fahrefi M dan Dharma S. Pengaruh Fraksi Air Herba Saledri (Apium
graveolens L.) Terhadap Kadar Kolesterol Total Mendit Putih Jantan
Hiperkolesterol. Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains
Farmasi dan Klinik III 2013. Padang: Fakultas Farmasi Universitas Andalas; 2013
Cartika H. Modul Cetak Bahan Ajar Farmasi Kimia Farmasi. Jakarta: Pusdik
SDM Kesehatan; 2016
Chang CC, Yang MH, Wen HM and Chern JC. Estimation of Tota Flavonoid
Content in Propois by Two Complementary Colorimetric Methods. Journal of
Food and Drug Analysis. 2002;10(3):178-182
71
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Suplemen I Farmakope Herbal
Indonesia. Jakarta: Departemen kesehatan RI; 2010
Din ZU, Shad AA, Bakht J, Ullah I and Jan S. Invitro Antimicrobial, Antioxidant
Activity and Phytochemical Screening of Apium graveolens. Pakistan Journal of
Pharmaceutical Sciences. 2015; 28(5):1699-1704
Eissa AMF, Hassanen NHM and Hafez SAM . Antioxidant and Antimicrobial
Activity of Celery (Apium Graveolens L) and Coriander (Corianda Sativum) Herb
and Seed Essential Oil. International Journal of Current Microbiology and
Applied Sciences. 2015;4(3):284-296.
Hidayat S dan Rodame MN. Kitab Tumbuhan Obat. Jakarta: AgriFlo (Penebar
Swadaya Grup); 2015
72
Iswatini D, Ramdhani TH and Darusman LK. In Vitro Inhibition of Celery
(Apium graveolens L.) Ekstrak on The Activity of Xantine Oxidase and
Determination of Its Active Compound. Indonesian Journal of Chemistry. 2012;
12(3):247-254
73
Rivai H. Studi Analisis Bahan Alam yang Mengandung Senyawa Fenolat Untuk
Pengembangan Data Monografi Tumbuhan Obat Indonesia. Disertasi. Padang:
Universitas Andalas; 2012.
Sorour MA., Hassanen NHM and Ahmed MHM. Natural Antioxidant Change in
Fresh and Dried Celery (Apium graveolens). American Journal of Energy
Engineering. 2015;3(2-1):12-16.
Svehla G. Vogel: Buku teks analisis anorganik kualitatif makro dan semimikro.
Jakarta: Kalman Media Pustaka; 1990.
74
Lampiran 1. Skema Kerja
- Susut pengeringan
- Kadar abu total Serbuk simplisa herba seledri
- Kadar abu tidak larut asam (Apium graveolens L.)
- Kadar sari larut etanol
- Kadar sari larut air
Ekstraksi
75
Lampiran 1. (lanjutan)
76
Lampiran 2. Karakterisasi Simplisia
3 12,21%
3 0,577 %
77
Lampiran 2. (lanjutan)
78
Lampiran 3. Analisis Kualitatif
Tabel 6. Hasil uji kualitatif ekstrak heksana, aseton, metanol dan air herba seledri
(Apium graveolens L. )
Pengamatan
Parameter
Pengujian
Kimia
Heksana Metanol Aseton Air
Uji Molish - _ _ +
Karbohidrat
Uji Fehling - - _ _
Protein dan
Uji Biuret _ _ _ +
Asam amino
Minyak dan
Kertas Saring _ _ _ _
Asam Lemak
FeCl3 1% - + + +
Tanin
Uji Timbal asetat - + + +
Fenol FeCl3 5% - + + +
Uji Dragendorf + + + +
Uji Wagner + _ _ _
Uji Zn _ + + +
Flavonoid
Uji Mg _ + + +
Uji Salkowiski
+ _ _ _
Steroid dan (Terpenoid)
Terpenoid
Uji Steroid + _ _ _
79
Lampiran 3. (lanjutan)
a b
c d
Cincin Ungu
xcKeterangan:
80
Lampiran 3. (lanjutan)
a b
c
d
Keterangan:
81
Lampiran 3. (lanjutan)
a b
c d
Keterangan:
82
Lampiran 3. (lanjutan)
a b
c
d
Keterangan:
83
Lampiran 3. (lanjutan)
a b
c d
Keterangan:
84
Lampiran 3. (lanjutan)
a b
Busa
(2,3cm)
c d
Busa
Busa ( 5,7 cm)
(2 cm)
Keterangan:
85
Lampiran 3. (lanjutan)
a b
c d
Keterangan:
86
Lampiran 3. (lanjutan)
a
b
c d
Keterangan:
87
Lampiran 3. (lanjutan)
a b
c d
Keterangan:
88
Lampiran 3. (lanjutan)
Gambar 11. Uji flavonoid ekstrak heksana herba seledri (Apium graveolens L.)
Gambar 12. Uji flavonoid ekstrak aseton herba seledri (Apium graveolens L.)
89
Lampiran 3. (lanjutan)
Gambar 13. Uji flavonoid ekstrak metanol herba seledri (Apium graveolens L)
Gambar 14. Uji flavonoid ekstrak air herba seledri (Apium graveolens L)
90
Lampiran 3. (lanjutan)
a
b
d
Endapan Jingga
Keterangan:
91
Lampiran 3. (lanjutan)
a b
c
d
Endapan coklat
Keterangan:
92
Lampiran 3. (lanjutan)
a b
c d
Keterangan:
93
Lampiran 3. (lanjutan)
b
a
c d
Keterangan:
94
Lampiran 3. (lanjutan)
a b
c d
Keterangan:
95
Lampiran 3. (lanjutan)
a b
c d
Keterangan:
96
Lampiran 4. Penetapan kadar alkaloid total
Tabel 7. Hasil penetapan kadar alkaloid total ekstrak heksana, aseton, metanol dan
air herba seledri (Apium graveolens L.)
Berat cawan
Persentase Persentase kadar
Jenis Cawan +
Cawan kadar alkaloid rata rata alkaloid
ekstrak sampel setelan
kosong (g) (%) total (%)
dikeringkan (g)
50,4254 50,5427 0,335
Ekstrak 0,346
45,0857 45,1568 0,355
heksana
45,0852 45,1549 0,348
45,0858 45,1093 0,117
Ekstrak 0,122
50,4252 50,4493 0,120
aseton
29,0780 29,1042 0,131
36,0598 36,0822 0,112
Ekstrak 0,116
45,0844 45,1077 0,116
metanol
50,4253 50,4468 0,122
36,0623 36,0729 0,053
Ekstrak 0,050
29,0780 29,0876 0,048
air
50,4260 50,4360 0,050
97
Lampiran 5. Penetapan kadar saponin total
Tabel 8. Hasil penetapan kadar saponin total ekstrak heksana, aseton, metanol
dan air herba seledri (Apium graveolens L.)
Berat cawan
% Kadar % Kadar rata
Jenis Cawan + sampel
Cawan saponin total rata saponin total
Ekstrak setelan dikeringkan
kosong (g) (%) (%)
(g)
98
Lampiran 6. Penetapan kadar fenolat total
Konsentrasi
Absorban
(µg/mL)
50 0,287
75 0,400
100 0,532
125 0,660
150 0,770
99
Lampiran 6. (lanjutan)
0.9
0.8 y = 0,0048x + 0,0478
0.7 r = 0,9997
0.6
Absorban
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 50 100 150 200
Konsentrasi (µg/mL)
Gambar 22. Kurva kalibrasi asam galat-Folin Ciocalteau pada panjang gelombang
766 nm
r = 0,9997
100
Lampiran 6. (lanjutan)
Tabel 10. Hasil penetapan kadar fenolat total ekstrak aseton, metanol dan air
herba seledri (Apium gravolens L.)
Persentase Persentase
Absorban Kadar terlarut
Jenis ekstrak kadar terlarut kadar terlarut
(µg/mL)
(%) rata rata (%)
101
Lampiran 7. Penetapan kadar flavonoid total
30 0,344
40 0,452
50 0,556
60 0,687
70 0,763
102
Lampiran 7. (lanjutan)
0.9
0.8 y = 0,0107x + 0,0239
0.7 r = 0,9976
0.6
Absorban
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 20 40 60 80
Konsentrasi (µg/mL)
r = 0,9976
103
Lampiran 7. (lanjutan)
Tabel 12. Hasil penetapan kadar flavonoid total ekstrak aseton, metanol dan air
herba seledri (Apium gravolens L.)
Persentase Persentase
Jenis Absorban Kadar terlarut
kadar terlarut kadar terlarut
ekstrak (µg/mL)
(% b/b) rata rata (%b/b)
104
Lampiran 8. Penetapan kadar tanin total
Data Absorban
Jenis ekstrak
Panjang gelombang 279 nm Panjang gelombang 300 nm
0,514 0,000
Katekin 0,514 0,000
0,514 0,000
0,000 0,000
Blangko 0,000 0,000
0,000 0,000
Tabel 14. Data kadar tanin total pada ekstrak aseton dan metanol herba seledri
(Apium graveolen L.)
Persentase
Jenis ekstrak Data absorban Persentase kadar
kadar rata-rata
tanin total (%)
tanin total (%)
0,587 0,114
Ekstrak 0,114
0,587 0,114
aseton
0,587 0,114
0,728 0,141
Ekstrak 0,141
0,728 0,141
metanol
0,728 0,141
105
Lampiran 9. Contoh Perhitungan Data Hasil Penelitian
Keterangan :
a) Pengulangan 1
= x 100%
= 12,40%
b) Pengulangan 2
= x 100%
= 12,15 %
c) Pengulangan 3
= x 100%
= 12,21%
106
Lampiran 9. (lanjutan)
Keterangan
1. Pengulangan 1
= x 100%
= 12,14 %
2. Pengulangan 2
= x 100%
= 12,18 %
3. Pengulangan 3
= x 100%
= 12,29 %
107
Lampiran 9. (lanjutan)
3. Perhitungan kadar abu tidak larut asam serbuk simplisia herba seledri
(Apium graveolens L.)
Rumus :
a) Pengulangan 1
= 0,912
b) Pengulangan 2
= 0,672 %
c) Pengulangan 2
= 0,577 %
108
Lampiran 9. (lanjutan)
4. Perhitungan kadar sari larut air serbuk simplisia herba seledri (Apium
graveolens L.)
Rumus :
a) Pengulangan 1
= 29,68 %
b) Pengulangan 2
= 29,98 %
c) Pengulangan 3
= 28,82 %
109
Lampiran 9. (lanjutan)
Rumus :
a) Pengulangan 1
=6,29%
b) Pengulangan 2
=6,03 %
c) Pengulangan 3
= 5,92 %
110
Lampiran 9. (lanjutan)
Rumus
% Kadar = x 100 %
V = Volume ekstrak
1. Ekstrak Heksana
% Kadar = x 100 %
= x 100 %
= x 100 %
= 0.335 %
2. Ekstrak Aseton
% Kadar = x 100 %
= x 100 %
= x 100 %
= 0.117 %
111
Lampiran 9. (lanjutan)
3. Ekstrak Metanol
% Kadar = x 100 %
= x 100 %
= x 100 %
= 0,112 %
4. Ekstrak Air
% Kadar = x 100 %
= x 100 %
= x 100 %
= 0,053 %
112
Lampiran 9. (lanjutan)
7. Perhitungan kadar saponin total ektrak aseton, metanol dan air herba
seledri (Apium graveolens L.)
Rumus
% Kadar = x 100 %
V = Volume ekstrak
1. Ekstrak Aseton
% Kadar = x 100 %
= x 100 %
= x 100 %
= 0,182 %
2. Ekstrak Metanol
% Kadar = x 100 %
= x 100 %
= x 100 %
= 0,121 %
113
Lampiran 9. (lanjutan)
3. Ekstrak air
% Kadar = x 100 %
= x 100 %
= x 100 %
= 0,226 %
114
Lampiran 9. (lanjutan)
8. Perhitungan kadar fenolat total ekstrak aseton, metanol dan air dari
herba seledri (Apium graveolens L.)
y = absorban
Faktor Pengenceran =
= 10 kali
1. Ekstrak Aseton
0,4762 = 0,0048 x
X=
X = 99,208 µg/mL
115
Lampiran 9. (lanjutan)
= 496.040 µg
= 0,496 g
2. Ekstrak Metanol
0,3892 = 0,0048 x
X=
X = 81,083 µg/mL
= 405.415 µg
= 0,4054
3. Ekstrak Air
0,2822 = 0,0048 x
X=
116
Lampiran 9. (lanjutan)
X = 58,7916 µg/mL
= 293.958 µg
= 0,2939 g
117
Lampiran 9. (lanjutan)
9. Perhitungan kadar flavonoid total ekstrak aseton, metanol dan air dari
herba Seledri (Apium graveolens L.)
y = absorban
Faktor Pengenceran =
= 5 kali
1. Ekstrak Aseton
Absorban : 0,432
0,4081 = 0,0107 x
X=
X = 38,1401 µg/mL
118
Lampiran 9. (lanjutan)
= 95.350,25 µg
= 0,0953 g
2. Ekstrak Metanol
Absorban : 0,783
0,7591 = 0.0107 x
X=
X = 70,943 µg/mL
= 177.357,5 µg
= 0,177 g
= 0.354 %
3. Ekstrak Air
Absorban : 0,274
0,2721 = 0,0107 x
119
Lampiran 9. (lanjutan)
X=
X = 23,373 µg/mL
= 58.432,5 µg
= 0,0584
= 0,116 %
120
Lampiran 9. (lanjutan)
10. Perhitungan kadar tanin total ekstrak aseton dan metanol dari herba
seledri (Apium graveolens L.)
1. Ekstrak Aseton
Au = 0,587
= x100%
= x 100%
= x 100%
= 0,114 %
121
Lampiran 9. (lanjutan)
2. Ekstrak Metanol
Au = 0,728
= x 100%
= x 100%
= 0,141 %
122