Anda di halaman 1dari 137

ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF

EKSTRAK HEKSANA, ASETON, METANOL DAN


AIR DARI SELEDRI (Apium graveolens L.)

SKRIPSI SARJANA FARMASI

Oleh :

FARADILLA OKTAVIANI
No. BP 1411012073

Dosen Pembimbing :
1. Prof. Dr. H. Harrizul Rivai, MS.
2. Dr. Hj. Roslinda Rasyid, M.Si, Apt.

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2018
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahin

Alhamdulillahirrabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan atas

kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat

menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis

Kualitatif dan Kuantitatif dari Ekstrak Heksana, Aseton, Metanol dan Air

Herba Seledri (Apium graveolens L,)”. Selesainya penelitian dan skripsi ini

tidak lepas dari doa dan dukungan yang diberikan oleh orang-orang terkasih. Pada

kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Harrizul Rivai, MS. selaku Pembimbing I yang telah

memberikan arahan, bimbingan, nasehat, semangat dan dukungan kepada

penulis selama menjalankan perkuliahan, penelitian dan penulisan skripsi.

2. Ibu Dr. Hj. Roslinda Rasyid,M.Si, Apt. selaku Pembimbing II yang telah

memberikan arahan, bimbingan, semangat, dukungan kepada penulis

selama menjalankan perkuliahan, penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Rustini, M.Si, Apt , Bapak Dr. Yufri Aldi, M.Si, Apt dan Ibu Dr.

Rahmi Nofita R. M, Si, Apt selaku dosen penguji ujian sarjana yang telah

memberikan saran dan masukan dalam penelitian dan penulisan skripsi.

4. Bapak dan Ibu pembahas pada seminar proposal dan hasil yang telah

banyak memberikan masukan dan arahan dalam penelitian dan penulisan

skripsi

v
5. Ibu Dian Ayu Juwita, S.Farm., M.Farm., Apt. selaku penasihat akademik

yang telah memberikan arahan, bimbingan, semangat, dukungan kepada

penulis selama menjalankan perkuliahan

6. Bapak dan Ibu staf pengajar, analis laboratoium, dan karyawan-karyawati

Fakultas Farmasi Universitas Andalas yang telah memberikan ijin

penelitian, dukungan dan bantuan kepada penulis hingga skripsi ini

selesai.

7. Orang tua penulis dan semua pihak yang telah memberikan motivasi,

dukungan dan bantuan selama penelitian dan penulisan skripsi ini yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada

semua pihak yang telah membantu penulis. Aamiin. Dalam penulisan skripsi ini,

penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan jauh dari sempurna.

Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang

membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

kemajuan ilmu pengetahuan pada masa yang akan datang.

Padang, Oktober 2018

Penulis

vi
Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Ekstrak Heksana, Aseton, Metanol dan
Air dari Seledri (Apium graveolens L.)

ABSTRAK

Herba seledri (Apium graveolens L.) merupakan tumbuhan dari famili


apiaceae yang umum digunakan oleh masyarakat sebagai pelengkap makanan.
Tidak hanya itu, herba seledri juga digunakan oleh masyarakat sebagai obat secara
tradisional. Hanya saja pemanfaatannya belum maksimal. Karena itu perlu
dilakukan analisis terhadap kandungan senyawa kimia dari herba seledri ini
sebagai tahap pengembangan informasi untuk mengolah herba seledri sebagai
tumbuhan obat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan dan kadar
dari senyawa herba seledri dalam bentuk ekstrak yang diekstraksi dengan
menggunakan empat pelarut yang berbeda kepolarannya. Ekstrak herba seledri
dibuat dengan teknik maserasi untuk mendapatkan ekstrak heksana, aseton dan
metanol sedangkan untuk mendapatkan ekstrak air digunakan metode infusa.
Ekstrak yang didapatkan diuji secara kualitatif dengan pereaksi warna
menggunakan reagen kimia yang sesuai. Berdasarkan hasil yang didapat untuk
ekstrak aseton, metanol dan air memiliki kandungan metabolit sekunder yang
hampir sama yaitu alkaloid, flavonoid, tanin, fenol, glikosida dan saponin.
Sedangkan ekstrak heksan hanya menunjukkan kandungan yang positif pada
alkaloid, steroid dan terpenoid. Pengujian kuantitatif untuk saponin dan alkaloid
dilakukan dengan metode gravimetri dimana hasil yang didapatkan untuk kadar
alkaloid terbesar terdapat dalam ekstrak heksana yaitu 0,346% dan kadar saponin
paling besar terdapat dalam ekstrak air yaitu 0,215%. Uji kuantitatif fenol,
flavonoid dan tanin dilakukan dengan spektrofotometri ultraviolet-visible dimana
kadar fenol paling tinggi terdapat dalam ekstrak aseton yaitu 0,992% sedangkan
kadar flavonoid dan tanin paling besar terdapat didalam ekstrak metanol yaitu
0,354 % dan 0,141 % secara berturut-turut.

Kata kunci: Herba seledri (Apium graveolens L), analisis kualitatif, analisis
kuantitatif, gravimetri, spektrofotometri Ultraviolet-Visibel

vii
Qualitative And Quantitative Anaysis Of Hexane, Asetone, Methanol, And
Water Extract From Celery (Apium graveolens L.)

ABSTRACT

Celery herb (Apium graveolens L.) is a plant of the Apiaceae family


which is commonly used by the community as a complement to food. Not only
that, it turns out that celery herb is also used by community as a traditional
medicine. But the utilization of celery is less than optimal. Therefore, it is
necessary to analyze the content of chemical compounds from celery herbs to
develope information to process celery herbs as medicinal plants. The purpose of
this research is to find out to component of chemical compound conteined in each
extract using four solvent with different polarity and determine the total level of
secondary metabolite in each extract. Celery herb extract was made using
maseration technique to obtain hexane, acetone and methanol extract while water
extract was obtained with infusion method. Extract obtained qualitatively tested
with color reagents using suitable chemical reagents. Based on the result obtained
for acetone extract, methanol and water have the same content of secondary
metabolite, which is alkaloids, flavonoids, tannins, phenols, glicosydes and
saponin. Extract of hexane only shows a positive content on alkaloids, steroids,
and terpenoids. Quantitative testing for saponins and alkaloids was carried out by
gravimetric method where the highest alkaloid content was found in hexane
extract is 0.346 % and the most saponin contents was found in water extract is
0.215%. Quantitative test of phneol, flavonoid and tannin were tested with
ultraviolet-visible spechtrofotometry where the highest phenol content was found
in acetone extract is 0.992% , the higest flavonoid content was in methanol extract
is 0.354% while the higest levels of tannin were found in extract methanol is
0.141%.

Keywords: Celery Herb (Apium graveolens L), qualitative analysis, quantitative


analysis, gravimetric, Ultraviolet-Visible spectrophotometry

viii
DAFTAR ISI

Halaman
COVER i
PERNYATAAN ORISINILITAS DAN PENYERAHAN HAK ii
CIPTA
iii
LEMBARAN PENGESAHAN
PERTAHANAN SKRIPSI iv
KATA PENGANTAR v
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR LAMPIRAN xiii
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xv
I. PENDAHULUAN 1
II. TINJAUAN PUSTAKA 4
2.1. Tinjauan Botani Seledri (Apium graveolens L.) 4
2.1.1 Taksonomi Tumbuhan 4
2.1.2 Nama Lain 4
2.1.3 Deskripsi 5
2.2. Kandungan Kimia Seledri 6
2.3. Tinjauan Farmakologi Seledri 7
2.3.1 Penggunaan Secara Tradisional 7
2.3.2 Uji Praklinis 8
2.3.3 Uji Klinis 9
2.4. Ekstraksi 10
2.4.1 Defenisi Ekstraksi 10
2.4.2 Ekstrak 10
2.4.3 Metode Ekstraksi 11

ix
2.4.4 Pelarut Ekstraksi 13
2.5. Metode Identifikasi Senyawa 15
2.5.1 Protein dan asam amino 15
2.5.2 Asam Lemak 16
2.5.3 Karbohidrat 16
2.5.4 Flavonoid 17
2.5.5 Alkaloid 18
2.5.6 Saponin 19
2.5.7 Fenol 20
2.5.8 Tanin 20
2.5.9 Fitosterol 21
2.5.10 Glikosida 21
2.6. Penetapan Kadar Senyawa 22
2.6.1 Flavonoid 22
2.6.2 Alkaloid 23
2.6.3 Saponin 24
2.6.4 Fenol 24
2.6.5 Tanin 24
III. PELAKSANAAN PENELITIAN 26
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian 26
3.2. Alat dan Bahan 26
3.2.1 Alat 26
3.2.2 Bahan 26
3.3. Prosedur Penelitian 27
3.3.1 Pengambialan Sampel 27
3.3.2 Karakterisasi Sampel 27
3.3.2.1 Pemeriksaan Organoleptis 27
3.3.2.2 Susut Pengeringan 27
3.3.2.3 Penetapan Kadar Abu Total 28
3.3.2.4 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam 29
3.3.2.5 Penetapan Kadar Sari Larur Air 29

x
3.3.2.6 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol 29
3.3.3 Penyiapan Ektrak Seledri (Apium Graveolens L.) 30
3.3.3.1. Ekstrak Heksan 30
3.3.3.2. Ekstrak Aseton 30
3.3.3.3. Ekstrak Metanol 31
3.3.3.4. Ekstrak Air 31
3.3.4 Penyiapan Reagen 32
3.3.5 Analisis Kualitatif 34
3.3.5.1 Protein dan Asam Amino 34
3.3.5.2 Uji Minyak dan Lemak 34
3.3.5.3 Uji Karbohidrat 35
3.3.5.4 Uji Flavonoid 35
3.3.5.5 Uji Alkaloid 36
3.3.5.6 Uji Steroid dan Terpenoid 37
3.3.5.7 Uji Fenolat dan Tanin 37
3.3.5.8 Uji Saponin 38
3.3.5.9 Uji Glikosida 38
3.3.6 Pengujian Kuantitatif 39
3.3.6.1 Penetapan Kadar Alkaloid Total 39
3.3.6.2 Penetapan Kadar Saponin Total 39
3.3.6.3 Penetapan Kadar Fenolik Total 40
3.3.6.4 Penetapan Kadar Flavonoid Total 41
3.3.6.5 Penetapan Kadar Tanin Total 43
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 45
4.1. Hasil Penelitian 45
4.1.1. Pengambilan Sampel 45
4.1.2. Karakterisasi Sampel 45
4.1.2.1. Pemeriksaan Organoleptis 45
4.1.2.2. Susut Pengeringan 45
4.1.2.3. Kadar Abu Total 45
4.1.2.4. Kadar Abu Tidak Larut Asam 46

xi
4.1.2.5. Kadar Sari Larur Air 46
4.1.2.6. Kadar Sari Larut Etanol 46
4.1.3. Analisis Kualitatif 47
4.1.3.1. Protein dan Asam Amino 47
4.1.3.2. Uji Minyak dan Lemak 47
4.1.3.3. Uji Karbohidrat 47
4.1.3.4. Uji Flavonoid 48
4.1.3.5. Uji Alkaloid 48
4.1.3.6. Uji Steroid dan Terpenoid 49
4.1.3.7. Uji Fenolat dan Tanin 49
4.1.3.8. Uji Saponin 49
4.1.3.9. Uji Glikosida 50
4.1.4. Pengujian Kuantitatif 50
4.1.4.1. Penetapan Kadar Alkaloid Total 50
4.1.4.2. Penetapan Kadar Saponin Total 50
4.1.4.3. Penetapan Kadar Fenolat Total 50
4.1.4.4. Penetapan Kadar Flavonoid Total 51
4.1.4.5. Penetapan Kadar Tanin Total 51
4.2. Pembahasan 51
V. KESIMPULAN DAN SARAN 69
5.1. Kesimpulan 69
5.2. Saran 70
DAFTAR PUSTAKA 71
LAMPIRAN 75

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1 Skema kerja 75
2 Karakterisasi simplisia 77
3 Analisis kualitatif 79
4 Penetapan kadar senyawa alkaloid total 80
5 Penetapan kadar senyawa saponin total 98
6 Penetapan kadar senyawa fenolik total 99
7 Penetapan kadar senyawa flavonoid total 102
8 Penetapan kadar senyawa tanin total 105
9 Contoh perhitungan data hasil penelitian 106

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Hasil susut pengeringan 77
2. Hasil kadar abu total 77
3. Hasil kadar abu tidak larut asam 77
4. Hasil kadar sari larut air 77
5. Hasil kadar sari larut etanol 78
6. Hasil analisis kualitatif 79
Hasil penetapan kadar alkaloid total ekstrak heksana, aseton,
7. 97
metanol dan air herba seledri (Apium graveolens L.)
Hasil penetapan kadar saponin total ekstrak heksana, aseton,
8. metanol dan air herba seledri (Apium graveolens L.) 98

Data absorban asam galat-Folin Ciocalteau dengan berbagai


9. 99
konsentrasi pada panjang gelombang 766 nm
Hasil penetapan kadar fenolat total ekstrak aseton, metanol dan
10. 101
air herba seledri (Apium gravolens L.)
Data absorban kuersetin-alumunium klorida dengan berbagai
11. 102
konsentrasi pada panjang gelombang 435 nm
Hasil penetapan kadar flavonoid total ekstrak aseton, metanol 104
12.
dan air herba Seledri (Apium gravolens L.)
Data absorban pembanding katekin pada panjang gelombang 105
13.
279 dan 300 nm

14. Data kadar tanin total pada ekstrak aseton dan metanol herba
seledri (Apium graveolens L.) 105

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Herba seledri 5
2. Uji Molish 80
3. Uji Fehling 81
4. Uji Biuret 82
5. Uji minyak dan lemak dengan kertas saring 83
6. Uji minyak dan lemak dengan asam sulfat 25 % 84
7. Uji saponin 85
8. Uji tanin dengan besi (III) klorida 86
9. Uji tanin dengan timbal (II) asetat 87
10. Uji fenolat 88
11. Uji flavonoid ekstrak heksana herba seledri (Apium graveolens 89
L.)
12. Uji flavonoid ekstrak aseton herba seledri (Apium graveolens L.) 89
13. Uji flavonoid ekstrak metanol herba seledri (Apium graveolens 90
L.)
14. Uji flavonoid ekstrak air herba seledri (Apium graveolens L.) 90
15. Uji Dragendorff 91
16. Uji Wagner 92
17. Uji Mayer 93
18. Uji terpenoid 94
19. Uji steroid 95
20. Uji glikosida 96
21. Spektrum ultraviolet-visibel asam galat-Folin Ciocalteau pada 99
konsentrasi 100 µg/ml
22. Kurva kalibrasi asam galat-Folin Ciocalteu pada panjang 100
gelombang 766 nm
23. Spektrum ultraviolet-visibel kuersetin-aluminium klorida pada 102
konsentrasi 60 µg/ml
24. Kurva kalibrasi kuersetin-aluminium klorida pada panjang 103
gelombang 435 nm

xv
BAB I

PENDAHULUAN

Seledri (Apium graveolens L.) merupakan tanaman dari famili Apiaceae yang

secara umum banyak dimanfaatkan sebagai sayur dan lalap untuk pelengkap

makanan terutama bagian daun dan batang (Agoes, 2012). Ternyata tidak hanya

sebagai pelengkap bahan masakan, tumbuhan ini juga digunakan sebagai obat

oleh masyarakat untuk mengatasi beberapa penyakit (Arifin et al., 2013). Seledri

(Apium graveolens L.) digunakan sebagai pemacu enzim pencernaan atau sebagai

penambah nafsu makan, peluruh air seni dan penurun tekanan darah. Disamping

itu digunakan juga untuk mengurangi rasa sakit pada rematik dan pirai (Agoes,

2012).

Tumbuhan seledri sudah digunakan dalam bidang pengobatan selama ribuan

tahun dan semua bagian dari tumbuhan ini dapat dimanfaatkan seperti batang,

daun, biji dan akar. Dalam pengobatan Ayurveda di India, biji seledri digunakan

untuk mengobati gejala kedinginan, flu, retensi air, gangguan pencernaan,

berbagai jenis atritis serta beberapa jenis penyakit hati dan limpa (Fazal & Sangla,

2012). Pada pengobatan tradisional Arab dan Islam, daun tumbuhan seledri atau

yang dikenal dengan nama “Karafs”, banyak digunakan untuk mengatasi beberapa

gangguan seperti gangguan pada pencernan dan hati batu ginjal serta bisa juga

digunakan untuk diuretik, mengatasi masalah haid dan batu ginjal (Al-Asmari et

al., 2017).

Beberapa penelitian juga sudah mengungkapkan aktivitas farmakologi dari

tumbuhan seledri ini. Aktivitas dari herba seledri yang telah ditemukan seperti

1
memiliki efek sebagai anti hipertensi dan diuretik kuat (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2011). Selain itu tumbuhan ini memiliki aktifitas sebagai

antimikroba, antibakteri, antioksidan (Eissa et al., 2015; Ibrahim, 2016)

antiinflamasi (Arzi et al., 2014), antikolesterol (Juheini, 2002) dan antigout

(Iswatini et al., 2012).

Banyaknya khasiat dalam suatu obat tidak lain disebabkan adanya kandungan

senyawa kimia yang akan bekerja di dalam tubuh sehingga dapat mengobati

penyakit. Karena itulah sangat penting untuk mengkaji kandungan senyawa yang

terdapat dalam tumbuhan yang berkhasiat obat untuk menghubungkan dengan

aktivitasnya (Cartika, 2016). Begitu juga dengan seledri, banyaknya manfaat yang

terdapat di dalam seledri disebabkan karena adanya senyawa aktif yang terdapat

di dalam seledri.

Kandungan utama yang ditemukan di tumbuhan seledri ialah senyawa

flavonoid Apiin (Mencherini et al., 2007) dan Apigenin (Ko et al., 1991) yang

banyak berperan dalam memberikan efek terapi pada seledri yaitu penurunan

tekanan darah. Selain flavonoid juga terdapat kandungan golongan senyawa lain

seperti tanin, saponin dan steroid (Din et al., 2015). Pada masing-masing bagian

tumbuhan ini juga terdapat perbedaan kandungan senyawa kimia. Pada akar

seledri terdapat kandungan falcarinol, falcarindiol dan polyetylene 8-O-

methyfalcarindiol. Pada bagian batang mengandung senyawa seperti apiuman, d-

galacturonoic acid, 1-rhamnose, dan d-galctose. Sedangkan pada bagian daun

terdapat 28 komponen minyak atsiri yang diantaranya terdiri dari 1-dodecanol, 9-

octadecen-12-ynoic acid, metil ester dan tetradecence ( Al-Asmari et al., 2017).

2
Banyaknya khasiat dan perbedaan kandungan senyawa yang terdapat di

dalam bagian tumbuhan seledri, mendorong peneliti untuk melihat perbedaan

kandungan senyawa herba seledri jika dibuat dalam bentuk ekstrak. Pelarut

merupakan faktor penting dalam ekstrak. Perbedaan tingkat kepolaran pelarut

(polar, semi polar dan non polar) yang digunakan dapat menghasilkan komponen

senyawa kimia yang berbeda pada ekstrak. Tidak hanya mempengaruhi

kandungan tetapi juga mempengaruhi jumlah atau kadar senyawa didalam ekstrak

(Firdiyani et al., 2015).

Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya menunjukkan adanya kandungan

flavonoid, tanin, saponin dan steroid didalam Apium graveolens L. yang diteliti

dari ekstrak menggunakan pelarut etanol, metanol, heksana. Tetapi perbedaan

kadar hanya dilihat dari kandungan flavonoid dan fenolat (Din et al., 2015).

Penelitian lain menunjukkan adanya perbedaan kandungan pada ekstrak air dan

etanol dari seledri dimana di dalam ekstrak air terdapat kandungan tanin,

flavonoid dan alkaloid. Sedangkan di dalam ekstrak etanol terdapat kandungan

tanin, flavonoid, steroid, triterpenoid dan alkaloid (Iswantini et al., 2012).

Berdasarkan latar belakang tersebut, belum ada penelitian yang meneliti

perbedaan kandungan dan kadar senyawa yang terdapat dalam herba seledri dalam

bentuk ekstrak yang menggunakan pelarut heksana, aseton, metanol dan air. Oleh

karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan analisa kualitatif dan kuantitatif

terhadap senyawa kimia dari masing masing ekstrak heksana, aseton, metanol dan

air dari herba seledri (Apium graveolens L.).

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Botani Seledri (Apium graveolens L.)

2.1.1 Taksonomi Tumbuhan

Taksonomi dari Apium graveolens L. adalah sebagai berikut (Fazal &

Sangla, 2012) :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermathopyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Magnoliopsida

Subkelas : Rosidae

Ordo : Apiales

Familia : Apiaceae

Genus : Apium

Spesies : Apium graveolens L.

2.1.2 Nama Lain

Seledri (Indonesia); Sledri (Jawa); Saladri (Sunda); Daun sop;

(Melayu), Bladsledrij (Belanda); Qin (China); Ajmud (Hindi); Celery, Marsh

persley (Inggris); Oranda mitsuba (Jepang); Sedano (Italia); Phak khao puen

(Thailand) (Latief, 2012).

4
2.1.3 Deskripsi

Apium graveolens L. merupakan jenis tumbuhan herba yang berasal

dari Eropa Selatan. Apium graveolens L. ini dikenal dengan nama Saladri di

Sunda dan dikenal dengan nama Seledri di daerah Jawa (Agoes, 2012). Seledri

memiliki tinggi 50 cm dengan bau aromatik yang khas (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2011).

a
b

(a) Bagian tubuh lengkap Seledri (Apium graveolens L.)


(b) Daun Seledri (Apium graveolens L.)
(c) Akar Seledri (Apium graveolens L.)

Gambar 1. Herba Seledri (Kementerian Kesehatan Repubik Indonesia, 2011)

Batangnya persegi, beralur, beruas, tidak berambut, bercabang banyak

dan berwarna hijau. Daun seledri majemuk menyirip ganjil dengan anak daun

3-7 helai. Anak daun 1- 2,7 cm, helaian daun tipis dan rapuh, pangkal dan daun

runcing, tepi beringgit, panjang 2-7,5 dan lebar 2-5 cm, pertulangan menyirip,

5
berwarna hijau keputihan. Bunga berbentuk payung 8-12 buah (Kementerian

Kesehatan RI, 2011).

2.2 Kandungan Kimia Seledri

Kandungan utama yang ditemukan di tumbuhan seledri ialah senyawa

flavonoid berupa Apiin (Mencherini et al., 2007) dan Apigenin (Ko et al., 1991).

Selain golongan flavonoid juga terdapat golongan senyawa lain seperti tanin,

saponin dan steroid (Din et al., 2015). Pada masing-masing bagian tumbuhan ini

juga terdapat perbedaan kandungan senyawa kimia. Pada akar seledri terdapat

kandungan falcarinol, falcarindiol, panaxidol dan polyetylene 8-O-

methyfalcarindiol. Pada bagian batang mengandung senyawa seperti apiuman, d-

galacturonoic acid, 1-rhamnose, 1-arabinose, dan d-galctose. Sedangkan pada

bagian daun terdapat 28 komponen minyak atsiri yang diantaranya terdiri dari 1-

dodecanol, 9-octadecen-12-ynoic acid, methyl ester dan tetradecence (Al-Asmari

et al., 2017).

Kandungan gizi dalam setiap 100 g herba Seledri mengandung air 93 mL,

protein 0,9 g, lemak 0,1 g, karbohidrat 4 g, serat 0,9 g, kalsium 50 mg, besi 1 mg,

fosfor 40 mg, yodium 150 mg, kalium 400 mg, magnesium 85 mg, vitamin A 130

IU, vitamin C 15 mg, riboflavin 0,05 mg, tiamin 0,03 mg, nikotinamid 0,4 mg.

Akar seledri mengandung asparagin, manit, minyak atsiri, pentosan, glutamin,

dan tirosin. Ekstrak diklorometan akar seledri mengandung senyawa poliasetilen

falkarinol, falkarindiol, panaksidiol dan 8-O-metilfalkarindiol. Biji mengandung

apiin, minyak atsiri, apigenin, alkaloid. Senyawa yang memberi bau aromatik

6
adalah ftalides (3-butilftalid & 5,6-dihidro turunan sedanenolid) (Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

Herba seledri mengandung senyawa 15 komponen senyawa fenolat yaitu

asam galat, asam protokatekin, katekol, asam klorogenik, asam syringic, asam p-

coumaric, asam ferulic, asam salysilic, asam cinnamic, chrysin, pyrogallol, asam

ellagic, katekin dan asam caffeic. Flavonoid yang terdapat didalam herba seledri

antara lain apignen, hesperitin, luteolin, quercetrin dan rosmarinic (Sorour et al.,

2015).

Seledri juga mengandung minyak atsiri. Hasil penyulingan dari biji seledri

didapatkan bahwa terdapat kandungan limonen (80%) sebagai kandungan utama

nya. Selain itu kandungan minyak atsiri lain yang terdapat pada Seledri adalah a-

p-dimethylstyrere, n-pertyl benzene, caryophyllene, a-selinene, n-butyl phthalide,

Sedanenolide bersama dengan sablnene, b-elemne, trans-1 2- epoxy limonene,

linalool, isovalaric acid, cis-dihydrocarvone, trans-dihydrocarvone, trepinene-4-ol,

1-cis –p menth-2,8-diene-1-ol, trans-p-menth-2,8-diene-1-ol, alpha-terpineol,

carvone, trans-8-diene 1-ol, perialdehyde, dan thymol (Fazal & Singla, 2012).

2.3 Tinjauan Farmakologi Seledri (Apium graveolens L.)

2.3.1 Penggunaan Secara Tradisional

Dalam pengobatan Ayurveda, biji seledri digunakan dalam mengatasi

gangguan seperti flu, retensi air, gangguan pencernaan, berbagai jenis atritis, serta

beberapa jenis penyakit hati dan limpa (Fazal & Sangla, 2012). Pada pengobatan

tradisional Arab dan Islam, seledri atau yang dikenal dengan nama “Karafs” ini

7
digunakan untuk mengatasi beberapa masalah pada bagian pencernaan dan hati.

Selain itu juga berperan sebagai diuretik serta mengatasi masalah haid dan batu

ginjal (Al-Asmari et al., 2017).

Seledri merupakan tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia.

Penggunaan seledri sendiri sudah sangat luas di masyarakat. Masyarakat biasa

menggunakan herba seledri segar sebagai lalapan ataupun obat. Herba seledri

sudah lama digunakan oleh masyarakat Tiongkok secara tradisional untuk

menurunkan tekanan darah (Hidayat & Rodame, 2015).

Secara tradisional herba seledri sudah digunakan untuk mengobati masalah

seperti masuk angin, mual, diare, tekanan darah tinggi, vertigo, rematik, asam

urat, alergi dan batuk (Hidayat & Rodame, 2015). Selain itu seledri juga

dimanfaatkan untuk mengobati penyakit seperti pendarahan, diuretik, peluruh

haid, peluruh kentut (karminatif), obat cacing dan obat penenang (Fazal & Sangla,

2012).

2.3.2 Uji Praklinis

Berdasarkan data uji praklinis seledri yang sudah ada diketahui bahwa

dengan pemberian infusa daun seledri 20; 40% dosis 8 mL/ekor pada tikus putih

dengan pembanding furosemida dosis 1,4 mg/ekor, dapat memperbanyak urin

secara bermakna. Pada penelitian lain, pemberian perasan daun seledri dapat

menurunkan tekanan darah kucing sebesar 13-17 mmHg. Sementara ekstrak daun

seledri menurunkan darah kucing sebesar 10-30 mmHg (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2016). Sari herba seledri menunjukkan adanya aktivitas

antikolesterol yang dilakukan pada tikus putih dengan dosis 0.14 g/200 g bb/ hari ;

8
0.72g/200g bb/hari dan 3,6 g/200g/hari (Juheini, 2002). Ekstrak hidroalkoholik

dari biji Seledri menunjukkan adanya persamaan efek anti-inflamasi pada dosis

100 mg/kg dengan efek anti-inflamasi dari aspirin dengan dosis 300 mg/kg yang

telah di ujikan pada tikus (Arzi et al., 2014). Pemberian seduhan seledri dapat

menurunkan kadar asam urat pada Tikus Putih Jantan Hiperurisemia mulai dari

dosis 50 mg/ekor/ hari dan efeknya meningkat seiring dengan peningkatan dosis

(Deviandra et al., 2013). Pada penelitian yang dilakukan terhadap Jamur

Pityrosporum ovale penggunaan shampo ekstrak etanol seledri (Apium graveolens

L.) memperlihatkan adanya daya anti ketombe yang baik pada konsentrasi 10%

(Mahataranti et al., 2012).

2.3.3 Uji Klinis

Uji klinis dilakukan pada penelitian yang melibatkan 49 penderita

hipertensi yang diberi tingtur (setara 2 g/mL ekstrak herba seledri) 3 kali sehari

30-45 tetes. Hasil memberikan efek terapetik pada 26,5%, efek moderat pada

44,9% dan tidak memberikan efek pada 28,6%. Penambahan madu dan sirup pada

jus herba seledri segar dengan dosis 40 mL/ 3 x sehari menunjukkan efektivitas

pengobatan pada 14 dari 16 kasus hipertensi sedangkan 2 kasus tidak efektif

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

9
2.4 Ekstraksi

2.4.1 Definisi Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu prosedur standar dalam proses pemisahan senyawa

aktif yang berkhasiat obat dari jaringan tumbuhan dan hewan dengan

menggunakan pelarut tertentu. Selama ekstraksi pelarut berdifusi kedalam

tumbuhan dan melarutkan senyawa yang sama tingkat kepolarannya. Tujuan

prosedur standar dari ekstraksi adalah untuk mendapatkan bagian yang berkhasiat

dan menghilangkan bahan yang tidak diinginkan dalam pengobatan. Hasil dari

ekstraksi ini didapatkan ekstrak cairan atau tinctura yang dapat berupa campuran

kompleks dari banyak metabolit tumbuhan obat seperti alkaloid, glikosida,

terpenoid, flavonoid dan lignan (Tiwari et al., 2011).

2.4.2 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan jalan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut

yang sesuai. Kemudian, semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa

atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang

telah ditetapkan. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dipilih

berdasarkan kemampuannya melarutkan zat aktif dalam jumlah maksimum dan

seminimum mungkin bagi unsur yang tidak diinginkan (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 2000).

10
2.4.3 Metode Ektraksi

Ekstraksi dengan menggunakan pelarut terbagi menjadi 2 cara yaitu

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000) :

a. Cara Dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengesktrakan simplisia menggunakan pelarut

dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan

(kamar). Secara teknologi termasuk ektraksi dengan prinsip metode

pencapaian konsentrasi pada kesimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan

pengadukan yang kontinu (terus menerus). Remaserasi berarti dilakukan

pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat

pertama dan seterusnya.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna (exhaustive extraktion) yang umumnya dilakukan pada temperatur

ruangan. Proses pada perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan,

tahap maserasi antara, tahap perlokasi sebenarnya (penetasan atau

penampungan ekstrak, terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat)

yang jumLahnya 1-5 kali bahan.

b. Cara Panas

1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik

didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif

11
konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan

pengulangan proses pada residu pertama 3-5 kali sehingga dapat termasuk

proses ekstraksi sempurna.

2. Sokhlet

Sokhlet adalah ekstraksi menggunaakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu

dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingan balik.

3. Digeti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi pada temperatur ruangan (kamar) yaitu secara

umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

4. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air

mendidih, temperatur terukur 96-98oC).

5. Dekok

Dekok adalah metode ektraksi yang sama seperti infus tetapi pada

waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan temperatur sampai titik didih.

12
2.4.4 Pelarut Ekstraksi

Beberapa jenis pelarut yang digunakan untuk ekstraksi antara lain

(Tiwari et al., 2011) :

1. Air

Air merupakan pelarut universal yang digunakan untuk ekstrak tumbuhan

dengan aktivitas antimikroba. Meskipun secara tradisional air banyak digunakan

tetapi ekstrak tumbuhan menggunakan pelarut organik telah ditemukan

memberikan aktivitas antimikroba yang lebih konsisten daripada penggunakan

air. Air juga dapat melarutkan flavonoid (kebanyakan antosianin) yang tidak

mempunyai efek yang signifikan sebagai antimikroba. Selain itu air dapat

melarutkan fenolat yang penting sebagai antioksidan.

2. Aseton

Aseton dapat melarutkan kebanyakan komponen hidrofilik dan lipofilik

dari tumbuhan. Aseton dapat dicampur dengan air, berupa zat yang dapat

menguap, memiliki toksisitas yang rendah dan sangat berguna untuk ekstrak

khususnya antimikroba. Telah dilaporkan bahwa ekstrak air-aseton lebih baik

melarutkan tanin dan fenolat lainnya daripada air-metanol. Kedua aseton dan

methanol dapat melarutkan saponin yang berfungsi sebagai antimikroba.

3. Alkohol

Aktivitas ekstrak etanol lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak air. Hal

ini dapat dikaitkan dengan jumlah polifenol dalam jumlah yang lebih banyak di

dalam etanol dibandingkan dengan ekstrak air. Ini berarti menunjukkan bahwa

etanol lebih efisien di dinding sel dan dapat mendegradasi senyawa yang memiliki

13
sifat nonpolar sehinggga menyebabkan polifenol dilepaskan dari sel. Selain itu

terjadinya penurunan polifenol dalam ekstrak air dianggap berasal dari polifenol

oksidase yang dapat mendegradasi polifenol didalam air sementara didalam

metanol enzim ini tidak aktif. Etanol ditemukan lebih mudah berpenetrasi dalam

membran sel untuk mengekstrak komponen intraseluler pada tumbuhan. Metanol

lebih polar dari pada etanol. Tetapi metanol lebih bersifat sitotoksik dibandingkan

etanol.

4. Kloroform

Kloroform merupakan senyawa non polar yang dapat melarutkan

senyawa-senyawa non polar. Senyawa yang dapat ditarik oleh kloroform seperti

terpenoid.

5. Eter

Eter biasanya pelarut yang digunakan secara selektif untuk ekstraksi

golongan senyawa seperti kumarin dan asam lemak.

6. Diklorometan

Pelarut diklorometan merupakan salah satu pelarut yang dapat digunakan

dalam prosedur ekstraksi. Diklorometan digunakan secara selektif hanya untuk

mengekstraksi terpenoid.

14
2.5 Metode Identifikasi Senyawa

2.5.1 Protein dan Asam Amino

Identifikasi asam amino dengan menggunakan pereaksi warna antara lain

(Hanani, 2015) :

a. Larutan 0,1 ninhidrin-aseton

Larutan pereaksi dibuat segar dan dilakukan dengan sedikit pemanasan.

Umumnya asam amino memberikan warna ungu hingga biru keabu-abuan,

kecuali prolin yang memberikan warna kuning. Pereaksi ini dapat digunakan

sebagai larutan deteksi pada identifikasi menggunakan KLT. Apabila digunakan

untuk deteksi pada KLT, pengamatan dilakukan dibawah sinar tampak. Warna

akan timbul setelah didiamkan beberapa jam pada suhu kamar atau dengan

pemanasan setelah dilakukan penyemprotan.

b. Larutan ninhidrin-kadmium asetat

Adanya asam amino ditunjukkan dengan timbulnya bercak merah pada latar

belakang putih, sedangkan asam amino nonprotein memberikan warna hijau,

coklat atau merah tua. Untuk deteksi pada kromatografi, lempeng atau kertas

yang mengandung asam amino dicelup ke dalam larutan di atas, dibiarkan

semalam dalam kondisi gelap dalam bejana tertutup yang berisi asam sulfat.

c. Pereaksi Sakaguchi

Pereaksi ini spesifik untuk arginin dan turunannya.

15
d. Pereaksi Feron

Pereaksi ini spesifik untuk senyawa guanidin, yaitu kanavanin dan

seaminokanavanin yang merupakan asam amino nonprotein yang banyak

terdapat dalam biji berbagai jenis Leguminosae.

2.5.2 Asam Lemak

Dalam identifikasi asam lemak dapat dilakukan dengan beberapa pereaksi

warna, yaitu (Hanani, 2015):

a. Larutan 2’,7’-diklorofluoresensi 0,2% dalam etanol, menimbulkan

fluoresensi warna hijau muda pada latar belakang ungu pada sinar ultraviolet

b. Larutan 0,5% Rodamin B atau 6G pada etanol, menimbulkan warna kuning

atau ungu kebiruan pada latar belakang merah muda

c. Asam sulfat 25%, pengamatan dilakukan pada pemanasan dan terbentuk

warna coklat muda. Pada glikolipid terdapat coklat merah, sedangkan

sulfolipid terbentuk merah terang

2.5.3 Karbohidrat

Pemeriksaan karbohidrat dengan menggunakan reaksi kimia bisa

dilakukan dengan 3 cara yaitu uji Molish, uji Benedict dan uji Fehling. Sampel

yang digunakan berupa filtrat dari ekstrak, dimana ekstrak yang akan digunakan

dilarutkan dengan 5 mL air suling, kemudian disaring dan didapatkan filtrat

(Tiwari et al, 2011)

16
a. Uji Molish

Filtrat yang didapat tadi diteteskan dengan 2 tetes larutan α-naphthol ke

dalam tabung reaksi. Hasilnya akan terbentuk 2 lapisan dan jika diantara 2 lapisan

terdapat cincin berwarna violet berarti menandakan adanya karbohidrat.

b. Uji Benedict

Filtrat ditambahkan dengan reagen Benedict. Apabila terbentuk endapan

berwarna orange kemerahan menunjukkan adanya gula pereduksi.

c. Uji Fehling

Filtrat dihidrolisa dengan HCl kemudian dinetralkan dengan basa. Sampel

dipanaskan dengan penambahan reagen Fehling A dan B. Apabila terbentuk

endapan merah menunjukkan adanya gula pereduksi.

2.5.4 Flavonoid

Identifikasi menggunakan reaksi warna dilakukan dengan beberapa

macam pereaksi flavonoid, yaitu (Hanani, 2015; Tiwari et al.,2011) :

a. Uji Shinoda

Larutan uji diuapkan hingga kering, ditambahkan 2-3 tetes etanol, kemudian

ditambahkan serbuk magnesium dan beberapa tetes asam klorida 5 M. Warna

merah hingga merah lembayung yang timbul menandakan adanya senyawa

flavonol, flavononol dan dihidroflavonol.

b. Uji dilakukan seperti diatas, tetapi serbuk Mg diganti dengan Zn. Hanya

senyawa dihidroflavonol yang menimbulkan warna merah hingga merah

lembayung. Flavanol dan flavonoid tidak berwarna dan warna merah muda lemah.

17
c. Reaksi Wilson-Taubock

Larutan uji 1 mL diuapkan, kemudian ditambah aseton beberapa tetes, lalu

ditambahkan sedikit serbuk asam borat dan asam oksalat, selanjutnya dikeringkan.

Residu dilarutkan dalam 10 mL eter yang kemudian dilihat pada sinar ultraviolet

(365 nm). Warna hijau kuning yang timbul menunjukkan adanya senyawa

flavonoid.

d. Penambahan Larutan Besi (III) Klorida.

Flavonoid yang memiliki gugus hidroksil bebas pada cincin A dan B akan

menimbulkan warna hijau biru setelah penambahan larutan ini.

e. Larutan uji diuapkan, dan dilarutkan dalam 1 mL etanol, lalu ditambahkan

10 mg natrium borohidrida dan 2 tetes asam klorida 2 N. Setelah 1 menit, larutan

uji ditambahkan beberapa tetes asam klorida pekat. Warna lembayung

menunjukkan adanya flavonon.

f. Uji Timbal Asetat

Ekstrak ditambahkan beberapa tetes timbal asetat. Terbentuknya endapan

berwarna biru menunjukkan adanya flavonoid.

2.5.5 Alkaloida

Alkaloid pada tanaman banyak terdapat dalam bentuk turunan amin

primer, sekunder, tersier maupun kuartener. Sifat kebasaan alkaloid ditentukan

oleh keempat jenis amin tersebut. Alkaloid bersifat basa sangat lemah, contohnya

purin yang memiliki nilai pKa pada pH 10-12, basa lemah (alkaloida kinin) pada

pH 7-10, sedangkan kebasaan yang sedang (alkaloid opium) pH 3-7.

18
Identifikasi dari alkaloid dengan reaksi warna yaitu ekstrak dilarutkan

dalam asam klorida dan disaring, kemudian dilakukan pengujian yaitu (Tiwari et

al., 2011:

a. Uji Mayer

Filtrat ditambahkan reagen Mayer (mercuric potassium iodide). Adanya

endapan kuning yang terbentuk menunjukkan adanya alkaloida.

b. Uji Wagner

Filtrat ditambahkan dengan reagen Wagner (iodine dalam potassium iodide)

Jika terbentuk endapan coklat/ kemerahan menunjukkan adanya alkaloid.

c. Uji Dragendroff

Filtrat diuji dengan reagen Dragendorff (Larutan potassium bismuth iodide).

Adanya endapan jingga menunjukkan adanya alkaloid.

d. Uji Hager

Filtrat ditambahkan reagen hager (Larutan asam pikrat jenuh). Pembentukan

endapan kuning menunjukkan adanya alkaloid.

2.5.6 Saponin

Identifiikasi saponin dapat dilakukan dengan cara (Tiwari et al., 2011)

a. Uji Buih

Ekstrak diencerkan dengan air suling 20 mL dan dikocok selama 15 menit.

Adanya lapisan busa yang terbentuk setinggi 1 cm menunjukkan adanya saponin

dalam sampel.

19
b. Uji Busa

Sebanyak 0,5 gram ekstrak dikocok dengan menggunakan 2 mL air. Jika busa

yang terbentuk dapat bertahan selama 10 menit maka menunjukkan adanya

saponin.

2.5.7 Fenol

Identifikasi fenol dapat ditentukan dengan cara senyawa fenol memberikan

warna hijau hingga biru hitam dengan penambahan larutan garam besi (III)

klorida dalam air atau etanol. Penambahan larutan brom (9,6 mL brom dan 30 mL

kalium bromida dalam sejumLah air hingga 100 mL) akan terbentuk endapan

putih yang segera larut dan akan terjadi endapan kembali apabila ditambahkan

pereaksi berlebih. Pereaksi warna yang umum digunakan untuk identifikasi antara

lain Folin Ciocalteau, vanilin asam klorida pekat, vanilin asam sulfat pekat dan

Gibbs (2,6-diklorokuinon-klorimida 2% dalam kloroform) (Hanani, 2015). Selain

itu fenol juga bisa diuji dengan uji ferri klorida dengan cara ekstrak ditetesi

dengan 3-4 tetes larutan besi (III) klorida, jika terbentuk warna hitam kebiruan

menunjukkan adanya fenol (Tiwari et al., 2011).

2.5.8 Tanin

Tanin dapat diekstraksi dengan menggunakan air, alkohol atau aseton dan

dapat ditentukan dengan adanya gugus fenol atau karboksilat. Larutan tanin

mengendap dengan penambahan logam berat alkaloida dan gelatin (protein)

(Hanani, 2015). Pengujian dengan gelatin menunjukkan hasil positif jika sampel

ditambahkan 1% larutan gelatin dalam 10% natrium klorida maka akan

menimbulkan endapan putih yang menunjukkan adanya tanin (Tiwari et al.,

20
2011). Identifikasi lain menggunakan larutan fenazon yang menghasilkan endapan

pada larutan tanin yang telah diberi natrium asam fosfat (Hanani, 2015).

2.5.9 Fitosterol

Fitosterol diidentifikasi dengan menggunakan uji Salkwoski dan

Lieberman-Bunchard (Tiwari et al., 2015)

a. Uji Salkwoski

Uji ini dilakukan dengan cara ekstrak dari tumbuhan di tambahkan kloroform

dan disaring. Filtrat ditambahkan beberapa tetes asam sulfat pekat kemudian

kocok lalu diamkan, pembentukan warna kuning keemasan menunjukan adanya

senyawa triterpenoid.

b. Uji Lieberman Bunchard

Pengerjaan dari uji ini dengan cara menambahkan kloroform pada ekstrak

tumbuhan dan saring. Filtrat yang didapat ditetesi dengan beberapa asetat

anhidrat, dipanaskan lalu dinginkan. Kemudian tambahkan asam sulfat pekat.

Apabila terbentuk cincin berwarna coklat yang menghubungkan 2 lapisan

menunjukkan adanya fitosterol.

2.5.10 Glikosida

Pengujian kandungan glikosida dalam ekstrak dilakukan dengan cara

ekstrak di hidrolisa dengan HCl encer dan kemudian baru diuji dengan pengujian

glikosida. Campuran didinginkan dan dilakukan penambahan benzen. Lapisan

benzen dipisahkan dan diuji dengan larutan amonia. Pembentukan warna rosa-

pink menunjukkan adanya anthranol glikosida (Tiwari et al., 2011).

21
2.6 Penetapan kadar senyawa

2.6.1 Flavonoid

Penetapan kadar flavonoid total dengan menggunakan spektrofotometer

dengan pereaksi larutan aluminium klorida. Cara pengerjaannya ada 2 jenis yaitu

(Hanani, 2015) :

a. Serbuk simplisia ditimbang dengan seksama 200 mg atau ekstrak yang setara

dengan 200 mg serbuk simplisia., lalu dimasukkan kedalam labu alas bulat.

Sebanyak 1 mL larutan hexametilentetramin 0,5 % b/v (HMT), 29 mL aseton dan

2 mL asam klorida P ditambahkan kemudian direfluks selama 30 menit lalu

disaring. Filtrat dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL. Ampas direfluks kembali

dengan 20 mL aseton selama 30 menit, lalu disaring dan filtrat diukur dalam labu

tentukur. Volume dicukupkan dengan aseton sampai tanda batas. Sebanyak 20 mL

larutan dimasukkan kedalam corong pisah, ditambah 20 mL air dan diekstraksi 3

kali masing- masing dengan menggunakan etil asetat. Larutan etil asetat

dimasukkan kedalam labu tentukur 50 mL, lalu dicukupkan hingga tanda batas

dengan etil asetat pekat. Larutan disebut larutan uji.

Pengenceran larutan uji dilakukan dengan cara memipet 10 mL larutan uji dan

masukkan kedalam labu tentukur 25 mL. Lalu ditambah dengan asam asetat

glasial 5% v/v dalam metanol hingga tanda batas. Pembuatan larutan uji dengan

aluminium klorida dilakukan dengan cara memipet 10 mL larutan uji dan

dimasukkan kedalam 25 mL labu tentukur, kemudian ditambah dengan 1 mL

larutan aluminium klorida 2% dalam asam asetat glasial P dan larutan asetat

glasial 5%v/v dalam metanol hingga tanda batas.

22
Pembuatan larutan pembanding tanpa larutan alumunium klorida dilakukan

dengan cara larutan pembanding flavonoid 0,1 % dalam etil asetat. Pengenceran

dilakukan hingga didapat serapan yang mendekati larutan uji. Pembuatan larutan

pembanding dengan larutan alumunium klorida dilakukan dengan cara

menambahkan aluminium klorida pada pembanding. Pengukuran dengan

menggunakan spektrofotometer dilakukan 30 menit setelah penambahan larutan

aluminium klorida pada panjang gelombang yang sesuai

Kadar flavonoid dihitung dengan menggunakan rumus:

%= x

b. Metode Chang

Metode ini merupakan penetapan kadar flavonoid dengan menggunakan

pembanding kuersetin. Pengerjaannya dilakukan dengan serbuk simplisia 5 gram

dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambah 15 mL metanol, lalu dipanaskan 10

menit diatas penangas air. Setelah dingin, larutan disaring. Dibuat campuran 0,1

mL aluminium triklorida 10%, 0,1 mL natrium asetat (1 M) dan 2.8 mL air suling,

Campuran dimasukkan ke dalam ekstrak metanol, dan dibiarkan bereaksi selama

30 menit dalam suhu ruangan. Serapan diukur kedalam panjang gelombang 425

nm.

2.6.2 Alkaloid

Penetapan kadar alkaloid dapat ditentukan secara gravimetri (meskipun

cara ini sudah jarang dilakukan) titrimetri, spektrofotometri, dan kromatografi cair

kinerja tinggi. Alkaloid yang bersifat basa cukup kuat dapat dititrasi dengan titrasi

23
asam basa, sedangkan alkaloid yang bersifat basa lemah lebih baik ditentukan

dengan titrasi bebas air (Hanani, 2015).

2.6.3 Saponin

Penetapan kadar saponin dilakukan dengan penambahan suspensi darah,

dengan suasana dapar fosfat pH 7,4. Kadar saponin dalam ekstrak dapat

ditetapkan dengan melakukan berbagai pengenceran filtrat dan diamati kadar yang

masih menghasilkan hemolisis total, lalu dibandingkan dengan saponin

pembanding (Hanani, 2015).

2.6.4 Fenol

Penetapan kadar fenol dalam simplisia umumnya ditentukan

mengguanakan pereaksi Folin Ciocalteau yang menghasilkan kadar fenol total.

Sebagai pembanding dapat digunakan asam galat sehingga kadar fenol dinyatakan

setara dengan asam galat. Absorbsi diukur pada panjang geombang 760 nm.

Metode lain yang dapat digunakan adalah dengan pembentukan senyawa

kompleks dengan nitrit-natrium molibdat yang memiiki absorbsi maksimum pada

panjang gelombang 505 nm (Hanani, 2015).

2.6.5 Tanin

Penetapan kadar tanin total dalam suatu simplisia dapat dilakukan dengan

cara-cara seperti titrimetri atau spektofotometri. Dalam melaksanakan pengujian

kuantitatif pada tanin harus diperhatikan adanya senyawa fenol lain yang dapat

mengganggu kadar tanin. Penetapan dengan menggunakan spektrofotometri dapat

24
dilakukan dengan menambahkan pereaksi Folin Ciocalteau, larutan natrium

karbonat jenuh pada ekstrak, kemudian dibiarkan bereaksi selama 25-30 menit.

Serapan dapat diukur dengan panjang gelombang 660 nm dan dapat digunakan

pembanding berupa asam tanat. Selain itu juga dapat digunakan titrimetri dengan

menggunakan larutan KMnO4 dan indikator indigosulfonat dengan perubahan

warna dari biru menjadi kuning terang (Hanani,2015).

25
BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari – September 2018

di Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif Fakultas Farmasi Universitas Andalas,

Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif Fakultas Farmasi Universitas Andalas

dan Laboratorium Sentral Fakultas Farmasi Universitas Andalas.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Timbangan digital (Shimadzu-AUX 220, Jepang), Spektrofotometri

Ultraviolet-Visibel (Shimadzu- UV 1700, Jepang), Rotary Vacum Evaporator

(Buchi R-215) blender (Philips), Kertas saring whatman 42, alat gelas standar

laboratorium lainnya.

3.2.2 Bahan

Herba seledri (Apium Graveolens L), Hexane (Brataco), Aseton

(Brataco), Metanol (Brataco), Etanol (Merck), 1-Butanol (Merck), Dietil Eter

(Merck), Etil Asetat (Merck), Sodium klorida (Merck), Aquadest, Asam Sulfat

Pekat (Merck), Sodium Hidroksida (Merck), Copper (II) Sulfat (Merck), 1-naftol

(Merck), Kalium Natrium Tartrat (Merck), Amonia (Merck), Aluminium

Klorida(Merck), Serbuk Magnesium (Merck), Serbuk Seng (Merck), Asam

Klorida (Merck), Kloroform (Merck), Asetat Anhidrida (Merck), Iodida (Merck),

Kalium Iodida (Merck), Besi (III) Klorida (Merck), Timbal (II) Asetat (Merck),

26
Asetat Glasial (Merck), Bismut (II) Nitrat (Merck), Asam Nitrat (Merck), Folin

Ciocalteau (Merck), Raksa (II) Klorida (Merck), Isopropil Alkohol (Merck),

Natrium Sulfat Anhidrat (Merck), Natrium Karbonat (Merck) dan Natrium Asetat

(Merck).

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pengambilan Sampel

Herba seledri (Apium graveolens L) dibeli di daerah Padang luar,

Kabupaten Agam sebanyak 5 Kg. Pengeringan dilakukan dengan cara kering

angin di Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas Andalas. Kemudian

dilakukan penghalusan menggunakan blender.

3.3.2 Karakterisasi Simplisia

3.3.2.1 Pemeriksaan Organoleptis

Pengamatan secara organoleptis dilakukan untuk mengetahui

karakteristik dari serbuk simplisia. Pengamatan yang dilakukan meliputi bentuk,

warna, dan bau dari serbuk simplisia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2008)

3.3.2.2 Susut Pengeringan

Kurs porselin dipanaskan pada suhu 105ᵒC selama 30 menit dan ditara.

Kemudian ditimbang sebanyak 2 gram serbuk simplisia dan dimasukkan kedalam

kurs yang sudah ditara. Setelah itu kurs yang berisi serbuk simpisia dimasukkan

27
kedalam oven, lalu dipanaskan pada suhu 105ᵒC selama 5 jam. Setelah

dipanaskan krus dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit dan ditimbang

kembali. Proses pengeringan dilanjutkan dan ditimbang kembali selama 1 jam

hingga berat konstan. Pengerjaan diulangi sebanyak 2 kali. (Departemern

Kesehatan Rerpublik Indonesia, 2000)

Perhitungan susut pengeringan dilakukan menggunakan rumus, sebagai berikut

( )
Susut pengeringan = x 100%

Keterangan: A= Berat kurs porselin kosong (g)

B = Berat kurs porselin + simplisia (g)

C = Berat kurs porselin + simplisia yang telah dikering (g)

3.3.2.3 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia dimasukkan kedalam kurs silikat yang telah

dipijar dan ditara. Serbuk simplisia dipijar perlahan-lahan hingga arang habis

kemudian didinginkan dan ditimbang, dipijarkan hingga bobot tetap. Kadar abu

total dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam %b/b. Pengerjaan

diulangi sebanyak 2 kali. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

Kadar Abu = x 100%

Keterangan : A = Berat krus + simplisia sebelum pemijaran (g)

B = Berat krus + simplisa setelah pemijaran (g)

C = Berat kurs kosong (g)

28
3.3.2.4 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Didihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dengan 25

mL asam klorida 2 N selama 5 menit. Bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpukan dan disaring melalui kertas saring bebas abu. Kemudian dicuci

dengan air panas dan dipijarkan dalam kurs hingga bobot tetap. Kadar abu yang

tidak larut dalam asam dihitung terhadap berat bahan uji dinyatakan dalam % b/b

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

Kadar abu tidak larut asam = x 100%

3.3.2.5 Penetapan Kadar Sari Larut Air

Ditimbang sebanyak 5 g serbuk simplisia dan dimasukkan ke dalam labu

bersumbat. Kemudian kedalam labu ditambahkan 100 mL air jenuh kloroform dan

dikocok berkali-kali selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam.

Setelah didiamkan sari disaring. Filtrat diambil sebanyak 20 mL kemudian

diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan

105ᵒC hingga bobot tetap. Pengulangan dilakukan sebanyak 2 kali. Kadar

dihitung dalam % sari larut air. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2013).

Kadar Sari Larut Air = x x 100 %

3.3.2.6 Penentapan Kadar Sari Larut Etanol

Ditimbang sebanyak 5 g serbuk simplisia dan dimasukkan ke dalam labu

bersumbat kemudian ditambahkan 100 mL etanol, dikocok berkali-kali selama 6

29
jam pertama dan dibiarkan selama 18 jam. Sari disaring dengan cepat untuk

menghindari terjadinya penguapan etanol. Diambil sebanyak 20 mL fitrat lalu

filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah

dipanaskan pada suhu105ᵒC hingga bobot tetap. Pengerjaan diulangi sebanyak 2

kali. Kadar dihitung dalam % sari larut etanol (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2013)

Kadar Sari Larut Etanol = x x 100%

3.3.3 Penyiapan Ekstrak Seledri (Apium graveolens L)

3.3.3.1. Ekstrak Heksana

Sebanyak 50 gram serbuk simpisia, dimasukkan kedalam erlenmeyer.

Sampel diekstraksi dengan metode maserasi dengan menggunakan pelarut n-

heksana. n-Heksana ditambahkan sebanyak 500 mL. Selama 6 jam pertama

sampel diaduk menggunakan orbital shaker, kemudian didiamkan selama 18 jam

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008). Maserat dipisahkan dengan

kertas saring. Proses diulangi sebanyak 2 kali pengulangan dengan pelarut yang

sama. Sehingga total maserat didapatkan kurang lebih 1,5 L. Maserat yang

diperoleh diuapkan sampai volumenya 500 mL menggunakan rotary evaporator

dengan tekanan rendah (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

Sehingga nanti didapatkan ekstrak cair dari herba seledri.

30
3.3.3.2. Ekstrak Aseton

Sebanyak 50 gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam erlenmeyer.

Sampel diekstraksi dengan metode maserasi dengan menggunakan pelarut aseton.

Pelarut ditambahkan sebanyak 500 mL. Sampel dimaserasi selama 24 jam dimana

pada 6 jam pertama sampel diaduk menggunakan orbital shaker, kemudian

didiamkan selama 18 jam (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

Maserat disaring menggunakan kertas saring. Proses diulangi sebanyak 2 kali

pengulangan dengan pelarut yang sama. Sehingga total maserat didapatkan kurang

lebih 1,5 L. Maserat yang diperoleh diuapkan sampai volumenya 500 mL

menggunakan rotary evaporator dengan tekanan rendah (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 1995). Sehingga nanti didapatkan ekstrak cair dari herba

seledri.

3.3.2.3 Ekstrak Metanol

Sebanyak 50 gram serbuk simplisia, dimasukkan kedalam erlenmeyer.

Sampel diekstraksi dengan metode maserasi dengan menggunakan pelarut

metanol. Pelarut ditambahkan sebanyak 500 mL. Sampel dimaserasi selama 24

jam dimana pada 6 jam pertama sampel diaduk menggunakan orbital shaker,

kemudian didiamkan selama 18 jam (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

2008). Maserat disaring dengan menggunakan kertas saring. Proses diulangi

sebanyak 2 kali pengulangan dengan pelarut yang sama. Sehingga total maserat

didapatkan kurang lebih 1,5 L. Maserat yang diperoleh diuapkan sampai

volumenya 500 mL menggunakan rotary evaporator dengan tekanan rendah

31
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995). Sehingga nanti didapatkan

ekstrak cair dari herba seledri.

3.3.2.4 Ekstrak Air

Infusa dibuat dengan cara 50 gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam

500 mL akuades dalam erlenmeyer. Erlenmeyer diletakkan dalam gelas beker

berisi air dan dipanaskan di atas hot plate selama 15 menit dihitung mulai suhu

90oC sambil sesekali diaduk. Setelah 15 menit, air rebusan yang telah dingin

disaring dengan menggunakan kain flanel ke dalam labu ukur 500 mL. Untuk

mencukupi kekurangan air, ditambahkan akuades yang mendidih melalui

ampasnya hingga volume mencapai 500 mL (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 1995).

3.3.3 Penyiapan Reagen

a. Pembuatan Pereaksi Biuret

Larutan A: NaOH 40% (ditimbang 40 g natrium hidroksida dilarutkan dengan

air sampai 100 mL).

Larutan B : CuSO4 1% (ditimbang sebanyak 1 g tembaga (II) sulfat dilarutkan

dengan air sampai 100 mL) (Rivai et al., 2010).

b. Pembuatan Reagen Molisch

Sebanyak 3 gram 1-naftol ditimbang dan dilarutkan dengan etanol 96%

sampai 100 mL (Rivai et al., 2010).

32
c. Pembuatan pereaksi Fehling

Fehling A: Ditimbang sebanyak 6.9 gram tembaga (II) sulfat kemudian

dilarutkan dengan air suling sampai 100 mL dan ditambahkan 2 tetes asam

sulfat pekat.

Fehling B: Ditimbang sebanyak 36,4 gram kalium natrium-tatrat dan 10 gram

natrium sulfat kemudian dilarutkan dengan air suling sampai 100 mL (Rivai et

al., 2010).

d. Pembuatan Pereaksi besi (III) klorida 1%

Ditimbang sebanyak 1 g kristal besi (III) klorida kemudian dilarutkan dengan

air sampai 100 mL (Rivai et al., 2010).

e. Pembuatan Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 8 gram bismuth (III) nitrat ditimbang, dilarutkan dalam 20 mL

asam nitrat pekat. Dilarutkan 27,2 gram kalium iodida dalam 50 mL aquadest

pada wadah lain. Larutan yang jernih diambil dan diencerkan dengan akuades

hingga volume larutan 100 mL (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

1995).

f. Pembuatan Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,36 gram raksa (II) klorida ditimbang dan dilarutkan dalam

aquades hingga diperoleh volume larutan 60 mL. Sebanyak 5 gram kalium

iodida ditimbang, dilarutkan dalam 10 mL aquades pada wadah yang berbeda,

kemudian kedua larutan dicampurkan dalam satu wadah. Campuran larutan

tersebut ditambahkan dengan aquadest hingga diperoleh volume larutan

sebanyak 100 mL (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

33
g. Pembuatan Pereaksi Wagner

Sebanyak 4 gram kalium iodida dilarutkan dalam akuades, kemudian 2 gram

iodium dilarutkan dalam larutan kalium iodida dan dicukupkan dengan

akuades 100 mL (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

l. Pembuatan Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 gram timbal (II) asetat dilarutkan dalam akuades bebas CO2

hingga 100 mL (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

3.3.4 Analisis Kualitatif

Setiap ekstrak herba seledri ( Apium graveolens L) dianalisis untuk

melihat adanya variasi fitokimia seperti steroid, triterpenoid, saponin, alkaloid,

karbohidrat, flavonoid, glikosida dan fenolat melalui prosedur fitokimia standar

(Rivai et al., 2010).

3.3.4.1 Protein dan asam amino

Sebanyak 1 mL larutan NaOH 40% ditambahkan 2 tetes larutan CuSO4

1% akan menghasilkan warna biru kemudian ditambahkan ke dalam 1 mL

ekstrak. Terbentuknya warna merah muda atau ungu violet menunjukkan adanya

protein (Rivai et al., 2010).

3.3.4.2 Uji Minyak dan lemak

a. Sebanyak 0,5 mL ekstrak, ditekan diantara kertas saring kemudian kertas

saringnya tersebut diamati, terlihatnya kertas saring yang tembus pandang

34
menandakan adanya minyak. Sebagai pembanding digunakan minyak zaitun

(Rivai et al., 2010).

b. Sebanyak 1 mL ekstrak, ditambah dengan asam sulfat 25 %. Pengamatan

dilakukan dengan pemanasan dan positif ditandai dengan terbentuknya warna

coklat muda. Pada glikolipid terbentuk warna coklat kemerahan, sedangkan

sulfolipid terbentuk merah terang. (Hanani,2015)

3.3.4.3 Uji Karbohidrat

a. Uji Molish

Sebanyak 1 mL ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 5

tetes reagen Molish dan dikocok. Kemudian ditambahkan 2 mL asam sulfat

pekat dengan hati-hati, terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas cairan

menunjukkan adanya karbohidrat.

b. Uji Fehling

Pada 1 mL ekstrak, ditambahkan sama banyak larutan Fehling A dan Fehling

B, kemudian dipanaskan, terbentuknya endapan merah bata menunjukkan

adanya gula pereduksi. Dalam hal-hal tertentu reduksi terjadi di dekat titik

didih dan ditunjukkan oleh endapan merah bata (Rivai et al., 2010).

3.3.4.4 Uji Flavonoid

Sebanyak 10 mL ekstrak cair diuapkan pelarutnya hingga kering.

Kemudian ditambahkan dengan 10 mL metanol P dan direfluks selama 10

menit. Hasil disaring dengan menggunakan kertas saring saat masih panas. Filtrat

diencerkan dengan 10 mL air dan kemudian didinginkan. Setelah dingin,

35
ditambahkan petroleum eter dan kocok secara hati-hati kemudian didiamkan.

Lapisan metanol diuapkan pada suhu 400C dibawah tekanan. Sisa di larutkan

dengan 5 mL etil asetat, lalu disaring.

a. Sebanyak 1 mL larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan

dalam 1-2 mL etanol 96%, ditambahkan 0,5 g serbuk seng dan 2 mL asam

klorida 2 N, didiamkan selama satu menit. Ditambahkan 10 mL asam klorida

pekat, jika dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah yang intensif maka

positif (-) menunjukkan adanya flavonoida dan apabila tidak terbentuk warna

merah, maka menunjukkan hasil negatif (-) untuk senyawa flavonoid.

b. Sebanyak 1 mL larutan percobaaan diuapkan hingga kering, sisanya

dilarutkan dalam 1 mL etanol 96%, ditambahkan 0,1 g magnesium dan 10

tetes asam klorida pekat, terjadi warna merah jingga sampai merah ungu

intensif maka positif (+) menunjukkan adanya flavonoida dan apabila tidak

terbentuk warna merah jingga sampai merah ungu, maka menunjukkan hasil

negatif (-) untuk senyawa flavonoid (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 1995).

3.3.4.5 Uji Alkaloid

Sebanyak 10 mL ekstrak di uapkan hingga kering, sisa kering dari

ekstrak ditambahkan 1 mL asam klorida 2N dan 9 mL air kemudian dipanaskan

diatas penangas air selama 2 menit. Didinginkan lalu disaring. Filtrat kemudian

digunakan untuk percobaan berikut.

a. Diambil 0,5 mL filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, akan

terbentuk endapan putih atau kuning

36
b. Diambil 0,5 mL filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Wagner, akan

menunjukkan endapan coklat

c. Diambil 0,5 mL filtrat, lalu ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff, akan

terbentuk endapan coklat atau jingga kecoklatan

Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari tiga

percoban (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

3.3.4.6 Steroid dan Terpenoid

a. Steroid

Sebanyak 2 mL ekstrak ditambahkan asam asetat anhidrat 2 mL. Kemudian

ditambahkan dengan 2 mL asam sulfat pekat secara hati-hati pada dinding

tabung. Perubahan warna dari violet ke hijau atau biru menunjukkan adanya

steroid.

b. Terpenoid

Sebanyak 5 mL ekstrak dicampur dengan 2 mL kloroform dan 3 mL asam

sulfat pekat secara hati-hati pada dinding tabung. Adanya warna coklat

kemerahan diantara lapisan yang terbentuk menunjukkan adanya terpenoid

(Ajiboye, et al., 2013)

3.3.4.7 Fenolat dan Tanin

a. Uji Fenolat

Ekstrak diambil sebanyak 1 mL dan ditambahkan 1-2 tetes larutan pereaksi

besi (III) klorida 1%. Larutan akan terjadi warna biru atau hijau kehitaman

menunjukkan adanya senyawa fenolat.

37
b. Uji Tanin

Ekstrak diambil sebanyak 2 mL kemudian ditambahkan larutan pereaksi besi

(III) klorida 1%. Larutan akan terjadi warna biru atau hijau kehitaman

menunjukkan adanya tanin. Ekstrak diambil sebanyak 2 mL kemudian

ditambahkan pereaksi timbal (II) asetat, adanya endapan putih menunjukkan

positif tanin ( Rivai et al., 2010)

3.3.4.8 Saponin

Sebanyak 10 mL ekstrak cair diuapkan di penagas air hingga kering.

Sisa kering ditambahkan dengan 10 mL air panas, didinginkan kemudian dikocok

kuat selama 10 detik. Apabila terbentuk busa yang mantap selama tidak kurang

dari 10 menit, setinggi 1-10 cm dan ketika dilakukan penambahan 1 tetes asam

klorida 2N buih tidak hilang menandakan bahwa adanya saponin (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, 1995).

3.3.4.9 Uji Glikosida

Sebanyak 10 mL ekstrak diuapkan di penangas air, kemudian

ditambahkan dengan 30 mL campuran (7 bagian volume etanol 95% dan 3 bagian

volume air) dan ditambahkan asam klorida 2 N hingga pH ±2 kemudian direfluks

selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Pada 20 mL filtrat ditambahkan 25

mL air suling dan 25 timbal (II) asetat 0.4 M, dikocok, didiamkakan selama 5

menit lalu disaring. Filtrat disari sebanyak 3 kali, tiap kali penyarian digunakan 20

mL campuran kloroform-isopropanol (3:2). Pada kumpulan sari ditambahkan

natrium sulfat anhidrat P, disaring, dan diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50ᵒC.

38
Sisa dilarutkan dalam 2 mL metanol P. Kemudian diambil 1 mL larutan

percobaan dimasukkan kedalam tabung reaksi, diuapkan diatas penangas air. Pada

sisa ditambahkan 2 mL air dan 2 tetes pereaksi Molish, ditambahkan dengan hati

hati 2 mL asam sulfat pekat. Jika terbentuk cincin berwarna ungu pada batas

kedua cairan menunjukkan adanya glikosida (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 1995).

3.3.5 Pengujian Kuantitatif Senyawa

3.3.5.1 Penetapan Kadar Alkaloid Total

Sebanyak 20 mL sampel ekstrak cair dilarutkan dengan 100 mL

metanol P dan 10 mL amoniak P, kemudian dipanaskan diatas penangas air

selama 30 menit. Penyarian diulangi sebanyak 2 kali menggunakan jenis dan

pelarut yang sama. Ditambahkan 50 mL asam klorida 1 N LP pada kumpulan

filtrat, diuapkan hingga volume kurang dari 25 mL, disaring dalam corong pisah.

Filtrat dibasakan dengan amoniak P sampai pH ± 10, disari 3 kali dengan 25 mL

kloroform. Fase kloroform dikumpulkan dan diuapkan pada suhu 50ᵒC, kemudian

dikeringkan pada suhu 100ᵒC hingga bobot tetap. Sisa pengeringan dihitung

sebagai alkaloid total (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

3.3.5.2 Penentapan Kadar Saponin Total

Sebanyak 50 mL ekstrak yang telah dikeringkan pelarutnya ditambah

dengan 25 mL etanol 20%. Sampel dipanaskan diatas waterbath selama 4 jam

dengan pengadukan secara kontiniu pada suhu 55ᵒC. Campuran disaring dan

39
residunya diekstrak kembali dengan 50 mL etanol 20%. Kumpulan ekstrak

dipekatkan pada suhu 90ᵒC hingga volume 10 mL. Ekstrak yang telah dipekatkan

ditambah dengan 5 mL dietil eter yang akan membentuk lapisan dietil eter.

Lapisan dietil eternya dibuang dan lapisan air nya disimpan. Pemurnian didiulangi

kembali. Lapisan air yang tersisa ditambahkan dengan 15 mL butanol yang akan

membentuk 2 lapisan. Lapisan butanol di simpan dan lapisan air disari kembali

dengan 15 mL butanol. Kumpulan butanol ditambahkan dengan 5 natrium klorida

5%. Larutan kemudian diuapkan di waterbath. Setelah menguap sampel

dikeringkan di oven hingga berat konstan (Ajiboye et al., 2013).

Analisa data kadar saponin yang dihitung menggunakan rumus :

% Kadar Saponin Total = x 100 %

X1 = bobot kertas saring (g)

X2 = bobot kertas saring + endapan saponin (g),

A = volume ekstrak ekstrak (g)

3.3.5.3 Penetapan Kadar Fenolat Total (Rivai, 2012)

a. Pembuatan Larutan Induk Asam Galat (1000 µg/mL)

Ditimbang sebanyak 10 mg asam galat, dimasukkan kedalam labu ukur 10

mL kemudian diadkan aquadest hingga tanda batas. Sehingga didapatkan

larutan induk 1000 µg/mL.

40
b. Pembuatan Larutan Standar Asam Galat dengan Berbagai Konsentrasi.

Dari larutan induk dipipet sebanyak 0,5; 0,75; 1; 1,25; 1,5 mL dimasukkan

masing-masingnya ke dalam labu ukur 10 mL. Kemudian diadkan hingga

tanda batas sehingga didapatkan konsentrasi 50, 75, 100, 125, 150 µg/ mL.

c. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Larutan asam galat 100 ppm dipipet sebanyak 0,5 mL, kemudian

ditambahkan dengan 5 mL reagen Folin Ciocalteau 10% dan 4 mL natrium

karbonat 1 M, didiamkan selama 15 menit. Kemudian diukur panjang

gelombang maksimumnya dengan menggunakan Spektrofometri Ultraviolet-

Visibel Pada rentang 400-800 nm.

d. Pembuatan Kurva Kalibrasi

Larutan standar asam galat masing masing nya diambil 0,5 mL

ditambahkan dengan 5 mL reagen Folin Ciocalteau dan 4 mL natrium

karbonat. Kemudian larutan didiamkan selama 15 menit lalu absorbansi

dibaca pada panjang gelombang maksimum yang didapatkan.

e. Penetapan Kadar Fenolat Total dalam Ekstrak

Ekstrak yang menunjukkan hasil positif pada uji kualitatif diuji kadar

fenolat totalnya. Masing-masing ekstrak dipipet 2,5 mL kemudian dimasukkan

kedalam labu ukur 25 lalu diadkan dengan pelarut masing masing ekstrak

hingga tanda batas sehingga diperoleh konsentrasi 10.000 µg/mL. Setiap

ekstrak diambil 0,5 mL kemudian ditambahkan 5 mL reagen Folin Ciocalteau

dan 4 mL natrium karbonat 1 M lalu didiamkan selama 15 menit. Sampel diuji

41
absorbannya pada panjang gelombang maksimum yang telah ditentukan

sebelumnya.

3.3.5.4 Penetapan Kadar Flavonoid Total (Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, 2008)

a. Penyiapan larutan Induk Kuersetin (1000 µg/mL)

Sebanyak 10 mg kuersetin ditimbang dan dimasukkan kedalam labu

ukur 10 mL kemudian diadkan dengan etanol 80% sampai tanda batas

sehingga didapat konsentrasi 1000 µg/mL.

b. Pembuatan Larutan Standar Kuersetin dengan Berbagai Konsentrasi

Larutan induk dipipet sebanyak 0,6; 0,8; 1; 1,2; 1,4 mL kedalam labu 10

mL kemudian diadkan dengan etanol 80% hingga tanda batas. Sehingga

didapatkaan konsentrasi 60, 80, 100, 120 dan 140 µg/mL.

c. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Larutan Kursetin 100 µg/mL dipipet 0,5 mL kemudian ditambahkan 1,5

mL etanol P, 0,1 mL aluminium klorida( AlCl 3) 10%, 0,1 natrium asetat 1 M

dan 2,8 air suling. Setelah itu didiamkan selama 30 menit. Kemudian

dilakukan pembacaan panjang gelombang maksimumnya dengan

menggunakan spektrofotometri Ultraviolet-Visibel pada panjang gelombang

350- 450 nm.

d. Pembuatan Kurva Kalibrasi

Larutan standar yang sudah disiapkan, dipipet masing masing nya 0,5

mL kedalam labu ukur yang berbeda, kemudian ditambahkan 1,5 mL etanol

95 %, 0,1 mL aluminium klorida 10%, 0,1 natrium asetat 1M dan 2,8 air

42
suling. Setelah itu diamkan selama 30 menit. Kemudian absorban dibaca pada

panjang gelombang maksimum yang didapatkan.

e. Penentuan Kadar Senyawa Flavonoid Total dalam Ekstrak

Ekstrak yang menunjukkan hasil positif pada uji kualitatif ditentukan

kadar flavonoidnya totalnyaa dengan menggunakan metode kolorimetri.

Masing-masing ekstrak dipipet 5 mL kemudian dimasukkan kedalam labu

ukur 25 lalu diadkan dengan pelarut masing masing ekstrak hingga tanda batas

sehingga diperoleh konsentrasi 20.000 µg/mL. Setiap ekstrak diambil 0,5 mL

kemudian ditambahkan 1,5 mL etanol 95 %, 0.1 mL aluminium klorida 10%,

0,1 natrium asetat 1 M dan 2,8 air suling. Setelah itu diamkan selama 30

menit. Kemudian absorban dibaca pada panjang gelombang maksimum yang

didapatkan.

3.3.5.5 Penetapan Kadar Tanin Total (Departemen Kesehatan Repubik


Indonesia, 2010)
Larutan pembanding dibuat dengan cara mengeringkan katekin dalam

oven pada suhu 105ᵒC sampai bobot tetap. Sebanyak 10 mg ditimbang secara

seksama dan dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL, dilarutkan dengan etil asetat

P, disonikasi selama 5 menit. Larutan dipipet sebanyak 2 mL larutan, dimasukkan

kedalam labu erlenmeyer bersumbat kaca 100 mL, ditambahkan 50 mL etil asetat,

disonikasi kembali selama 5 menit.

Larutan uji dibuat dengan cara, diambil sebanyak 5 mL ekstrak cair dan

dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL kemudian dicukupkan dengan etanol 70%

LP hingga tanda batas. Larutan disaring dan filtrat yang didapat diuapkan,

43
dikeringkan pada suhu 105ᵒC sampai bobot tetap. Sisa dilarutkan dengan etil

asetat P, dan disonikasi selama 5 menit. Dipipet sebanyak 2 mL larutan ,

dimasukkan kedalam labu erlenmeyer bersumbatkaca 100 mL, tambahkan 50 mL

etil asetat, sonikasi kembali selama 5 menit.

Larutan blangko yang digunakan adalan etil asetat P. Pengukuran

dilakukan menggunakan spektrofotometri pada panjang gelombag 279 nm dan

300 nm

Persentase katekin dalam simplisia pada panjang gelombang 279 dengan rumus :

% Kadar Tanin Total= x 100%

Keterangan : Au = Serapan larutan uji

AP = Serapan larutan pembanding

AB = Serapan Larutan blangko

Cp = Kadar Larutan Pembanding

V = Volume larutan uji sebelum pengenceran (dalam mL)

W = Bobot serbuk (dalam gram)

F = Faktor Pengenceran

44
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Pengambilan sampel

Total sampel herba seledri segar yang diambil sebanyak 5 kg, setelah

dikeringkan dan dihalus didapatkan serbuk seledri sebanyak 320,98 gram.

4.1.2. Karakterisasi Simplisia

4.1.2.1. Pemeriksaan Organoleptis

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan secara organoleptik

diamati bahwa simplisia seledri yang digunakan memiliki warna hijau tua,

bau aromatis khas seledri dan rasa khas seledri.

4.1.2.2. Susut Pengeringan

Hasil rata-rata susut pengeringan yang didapatkan adalah 12,25%.

Hasil ini memenuhi syarat yang sesuai dengan standar simplisia herba seledri

pada Farmakope Herbal Indonesia dimana syarat penerimaan dengan batas

tidak lebih dari 13%. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 2 Tabel 1.

4.1.2.3. Kadar Abu Total

Hasil rata-rata kadar abu total yang didapatkan adalah 12,20%. Hasil

ini memenuhi syarat yang sesuai dengan standar simplisia herba seledri pada

45
Farmakope Herbal Indonesia dimana syarat penerimaan dengan batas tidak

lebih dari 19,3%. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 2 Tabel 2.

4.1.2.4. Kadar Abu Tidak Larut Asam

Hasil rata-rata kadar abu tidak larut asam yang didapatkan adalah

0,72 %. Hasil ini memenuhi syarat untuk standar simplisia herba seledri pada

Farmakope Herbal Indonesia dimana syarat dapat penerimaan tidak lebih dari

1,2 %. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 2 Tabel 3.

4.1.2.5. Kadar Sari Larut Air

Hasil rata-rata kadar sari larut air yang didapatkan adalah 29,49 %.

Hasil ini memenuhi syarat untuk standar simplisa herba seledri pada

Farmakope Herbal Indonesia dimana syarat yang penerimaan dengan batas

tidak kurang dari 10,3 %. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 2 Tabel 4.

4.1.2.6. Kadar Sari Larut Etanol

Hasil rata-rata kadar sari larut etanol yang didapatkan adalah 6,48%.

Hasil ini memenuhi syarat standar simplisa herba seledri pada Farmakope

Herbal Indonesia dimana syarat yang diterima dengan batas tidak kurang

dari 5,2 %. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 2 Tabel 5.

46
4.1.3. Analisis Kualitatif Ekstrak

4.1.3.1. Uji Protein dan Asam Amino

Pengujian protein dan asam amino pada ekstrak heksana, aseton,

metanol dan air herba seledri (Apium graveolens L.) dilakukan dengan uji

biuret. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pengujian menunjukkan

hasil yang positif hanya pada ekstrak air, sementara pada ekstrak heksana,

aseton dan metanol menunjukkan hasil yang negatif. Hasil dapat dilihat pada

Lampiran 3 Tabel 6.

4.1.3.2. Uji Karbohidrat

Pengujian karbohidrat pada ekstrak heksana, aseton, metanol dan air

herba seledri (Apium graveolens L.) dilakukan dengan uji Molish dan Fehling

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pengujian menunjukkan hasil

yang positif hanya pada ekstrak air untuk uji Molish, sementara pada ekstrak

heksana, aseton dan metanol menunjukkan hasil yang negatif. Pada uji Fehling

keempat ekstrak tidak menunjukkan endapan merah bata sehingga keempat

ekstrak negatif untuk uji Fehling. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 3 Tabel 6.

4.1.3.3. Uji Minyak dan Lemak

Pengujian minyak dan lemak pada ekstrak heksana, aseton, metanol

dan air herba seledri (Apium graveolens L.) dilakukan dengan menggunakan

kertas saring dan asam sulfat 25%. Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan, kedua pengujian tidak menujukkan hasil yang positif sehingga

47
keempat ekstrak tidak mengandung minyak dan lemak. Hasil dapat dilihat

pada Lampiran 3 Tabel 6.

4.1.3.4. Uji Flavonoid

Pengujian flavonoid pada ekstrak heksana, aseton, metanol dan air

herba seledri (Apium graveolens L.) dilakukan dengan cyanidin test.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pengujian menunjukkan hasil

yang positif pada ekstrak aseton, metanol dan air. Sementara pada ekstrak

heksana menunjukkan hasil yang negatif. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 3

Tabel 6.

4.1.3.5. Uji Alkaloid

Pengujian alkaloid pada ekstrak heksana, aseton, metanol dan air

herba seledri (Apium graveolens L.) dilakukan dengan uji Dragendorff, Mayer

dan Wagner. Syarat hasil dikatakan positif jika terdapat 2 dari tiga uji yang

positif. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pengujian menunjukkan

bahwa keempat ekstrak positif mengandung alkaloid. Ekstrak heksana

menunjukkan hasil positif pada uji Dragendorff dan Wagner. Sementara

ekstrak aseton, metanol dan air, menunjukkan hasil yang positif pada uji

Mayer dan Dragendorff. Hasil dapat dilihat pada Lampiran 3 Tabel 6.

4.1.3.6. Uji Steroid dan Terpenoid

Pengujian steroid dan terpenoid pada ekstrak heksana, aseton,

metanol dan air herba seledri (Apium graveolens L.) dilakukan dengan asam

48
sulfat pekat dan asam asetat ahhidrat. Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan, pengujian menunjukkan hasil yang positif pada ekstrak heksana,

sementara pada ekstrak aseton menunjukkan hasil yang negatif. Hasil dapat

dilihat pada lampiran 3 tabel 6.

4.1.3.7. Uji Fenolat dan Tanin

Pengujian senyawa fenolat pada ekstrak heksana, aseton, metanol

dan air herba seledri (Apium graveolens L.) dilakukan dengan besi (III)

klorida. Sedangkan pengujian tanin dilakukan dengan uji besi (III) klorida dan

uji timbal (II) asetat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pengujian

menunjukkan hasil yang positif pada ekstrak aseton, metanol dan air,

sementara pada ekstrak heksana menunjukkan hasil yang negatif. Hasil dapat

dilihat pada lampiran 3 tabel 6.

4.1.3.8. Uji Saponin

Pengujian saponin pada ekstrak heksana, aseton, metanol dan air

herba seledri (Apium graveolens L.) dilakukan dengan uji busa. Berdasarkan

penelitian yang telah dilakukan, pengujian menunjukkan hasil yang positif

pada ekstrak aseton, metanol dan air. Sementara pada ekstrak heksana

menunjukkan hasil yang negatif. Hasil dapat dilihat pada lampiran 3 tabel 6.

49
4.1.3.9. Uji Glikosida

Pengujian glikosida pada ekstrak heksana, aseton, metanol dan air

herba seledri (Apium graveolens L.) dilakukan dengan uji Molish.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pengujian menunjukkan hasil

yang positif pada ekstrak aseton, metanol dan air. Sementara pada ekstrak

heksana menunjukkan hasil yang negatif. Hasil dapat dilihat pada lampiran 3

tabel 6.

4.1.4. Analisis Kuantitatif Ekstrak

4.1.4.1. Penetapan Kadar Alkaloid Total

Penetapan kadar alkaloid total dilakukan dengan metode gravimetri.

Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, kadar alkaloid total pada ekstrak

heksana, aseton, metanol dan air secara berturut turut yaitu 0,364 %, 0,122 %,

0,116 % dan 0,05 %

4.1.4.2. Penetapan Kadar Saponin Total

Penetapan kadar saponin total dilakukan dengan metode gravimetri.

Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, kadar saponin total pada ekstrak

aseton, metanol dan air secara berturut turut yaitu 0,133 %, 0,174 % dan

0,215%.

4.1.4.3. Penetapan Kadar Fenolat Total

Penetapan kadar fenolat total dilakukan dengan spektrofotometri

menggunakan metode Folin-Ciocalteau. Persamaan regresi yang didapat yaitu

50
y = 0,0048x + 0,0478 dengan koefisien korelasinya 0,9997. Berdasarkan hasil

yang telah didapatkan, kadar fenol total pada ekstrak aseton, metanol dan air

secara berturut turut yaitu 0,992 %, 0,809 % dan 0,588 %.

4.1.4.4. Penetapan Kadar Flavonoid Total

Penetapan kadar flavonoid total dilakukan dengan spektofotometri

menggunakan metode kolorimetri. Persamaan regresi yang didapat pada

pengujian yaitu y = 0,0107x + 0,0239 dengan koefisien korelasinya 0,9976.

Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, kadar flavonoid total pada ekstrak

aseton, metanol dan air secara berturut turut yaitu 0,190 %, 0,354% dan

0,115 %.

4.1.4.5. Penetapan Kadar Tanin Total

Penetapan kadar tanin total dilakukan dengan Spektofotometri

Ultraviolet-Visibel. Serapan pembanding yang didapatkan pada panjang

gelombang 279 nm yaitu 0,514. Sementara pada panjang gelombang 300 nm

didapatkan absorbannya 0,000. Berdasarkan hasil yang telah didapatkan,

kadar senyawa tanin total pada ekstrak aseton dan metanol secara berturut

turut yaitu 0,114 % dan 0,141 %.

4.2. Pembahasan

Pada penelitian ini dilakukan pengujian secara kualitatif dan kuantitatif

terhadap senyawa kimia dari ekstrak herba seledri. Ekstrak yang diujikan pada

penelitian ini berupa ekstrak cair dari herba seledri menggunakan 4 pelarut

berbeda yang dibedakan berdasarkan tingkat kepolarannya. Pelarut yang

51
digunakan adalah heksana, aseton, metanol dan air. Penelitian ini bertujuan untuk

melihat perbedaan dari kandungan senyawa yang ditarik atau terlarut didalam

masing-masing ekstrak sesuai dengan prinsip like disolve like yaitu pelarut yang

polar akan melarutkan zat yang polar sedangkan yang non polar akan melarutkan

zat yang non polar. Kemudian dilakukan penetapan kadar total dari golongan

senyawa untuk melihat berapa kadar masing masing senyawa yang terdapat dalam

masing-masing ekstrak.

Pada tahap pertama pembuatan simplisia, herba seledri segar dibersihkan

dan dipisahkan terlebih dahulu dari kotoran kotoran atau bahan–bahan asing

lainnya seperti tanah, kerikil, dan bagian daun atau batang yang sudah busuk

(Prasetyo & Inoriah, 2013). Kemudian sampel dicuci dengan air mengalir hingga

bersih. Sampel yang sudah bersih, dirajang terlebih dahulu, setelah itu

dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Tujuan pengeringan adalah untuk

mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam

waktu yang lama. Pengeringan dengan cara kering angin bertujuan untuk

menghindari suhu tinggi saat proses pengeringan, karena suhu tinggi dapat

mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan senyawa aktif (Prasetyo &

Inoriah, 2013).

Proses pengeringan yang dilakukan untuk mengeringkan herba seledri

membutuhkan waktu kurang lebih 2 minggu hingga siap untuk di haluskan.

Setelah kering simplisia dihaluskan dengan menggunakan blender dan diayak

untuk memperkecil ukuran partikel dari simplisia sehingga dapat membuat luas

permukaan simplisia menjadi lebih besar. Semakin besar luas permukaan

52
simplisia akan memudahkan proses ekstraksi karena luas area kontak antara

simplisia dan larutan penyari semakin besar (Prasetyo & Inoriah, 2013). Dari total

5 Kg sampel basah yang telah dikeringkan, diperoleh serbuk simplisia herba

seledri sebanyak 320,98 gram.

Karakterisasi simplisia herba seledri bertujuan untuk memastikan bahwa

simplisia herba seledri yang digunakan memenuhi standar mutu dan kualitas yang

telah ditetapkan oleh Farmakope Herbal Indonesia. Pengujian organoleptik

dilakukan dengan mengamati bentuk fisik dari herba seledri dengan cara

pengamatan secara langsung menggunakan panca indra untuk melihat ciri-ciri

khas herba seledri dengan mengamati organoleptik seperti bentuk, aroma dan rasa.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, serbuk simplisia herba seledri berwarna

hijau tua dengan aroma dan rasa khas seledri.

Karakterisasi yang dilakukan selanjutnya meliputi uji susut pengeringan.

Susut pengeringan bertujuan untuk menentukan batasan maksimal terhadap

besarnya senyawa yang hilang akibat pemanasan (Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 2010). Berdasarkan penelitian, hasil susut pengeringan yang

didapat adalah 12,25%. Hasil ini memenuhi syarat yang ditetapkan oleh

Farmakope Herbal Indonesia yaitu tidak lebih dari 13%.

Penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam berguna untuk

menentukan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu simplisia. Mineral

dapat berupa garam organik, garam anorganik dan mineral yang terbentuk

menjadi senyawa kompleks bersifat organik. Penentuan kadar abu ini sangat

penting karena dapat menentukan cemaran logam yang terdapat dalam suatu

53
simplisia. Cemaran logam ini bisa menjadi pengotor yang menganggu hasil

analisis. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hasil kadar abu total yang

didapat pada pengujian untuk herba seledri adalah 12,20%. Hasil ini dikatakan

memenuhi syarat karena sesuai dengan syarat yang ditetapkan Farmakope Herbal

Indonesia yaitu tidak lebih dari 19%. Pada pengujian kadar abu tidak larut asam

didapatkan hasil yaitu 0,72%. Hasil ini juga memenuhi syarat yang telah

ditetapkan oleh Farmakope Herbal Indonesia, dimana batasan yang diberikan

adalah tidak lebih dari 1,2%.

Pada pengujian senyawa yang larut dalam pelarut tertentu, pelarut yang

digunakan adalah etanol dan air. Dari hasil yang didapat, kadar yang tersari dalam

pelarut etanol sebesar 6,08%. Sedangkan hasil yang tersari dalam air sebesar

29,49%. Hasil ini sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Farmakope Herbal

Indonesia untuk herba seledri yaitu kadar sari larut etanol tidak kurang dari 5,2%

dan kadar sari larut air tidak kurang dari 10,3%. Pengujian ini bertujuan untuk

memberikan gambaran kasar kandungan senyawa aktif yang bersifat polar (larut

air) dan senyawa yang aktif bersifat semi polar-nonpolar (larut etanol) ( Saifuddin

et al,. 2011).

Selanjutnya dilakukan proses ekstraksi dengan cara maserasi untuk

mendapatkan ekstrak heksana, aseton dan metanol. Sedangkan untuk

mendapatkan ekstrak air diekstraksi dengan cara infusa. Maserasi merupakan

metode umum yang digunakan untuk mengekstraksi tumbuhan. Cara maserasi ini

dipilih karena pengerjaannya mudah dan peralatannya cukup sederhana. Maserasi

dilakukan selama 24 jam dimana serbuk simplisia herba seledri di rendam selama

54
6 jam dengan pengadukan secara kontinyu menggunakan orbital shaker,

kemudian didiamkan selama 18 jam baru disaring. Pengerjaannya diulangi 2 kali

sehingga didapatkan total maserat sebanyak 1,5 L. Maserat kemudian diuapkan

dengan rotary eveporator untuk mendapatkan volume 500 mL.

Pada pembuatan ekstrak air digunakan metode infusa. Metode ini dipilih

karena simplisia yang akan digunakan berasal dari herba. Infusa digunakan untuk

sampel yang lunak seperti daun atau herba. Selain itu juga untuk zat zat yang

mengandung minyak atsiri dan tidak tahan pemanasan. Berbeda dengan metode

dekok yang juga menggunakan pelarut air tetapi waktu perebusan membutuhkan

waktu 30 menit. Metode dekok lebih cocok untuk simplisia yang berasal dari

bahan yang keras seperti batang, kulit batang, akar ataupun kulit buah. Metode

infusa dilakukan dengan merebus simplisia dengan air pada suhu 90ᵒ selama 15

menit. Metode infusa ini digunakan untuk ekstraksi khusus dengan pelarut air.

Tetapi kekurangan dari metode ini ekstrak tidak bisa disimpan lama, jika ingin

disimpan lama harus disimpan kedalam freezer. Karena itu, infusa seledri dibuat

dengan jumlah yang terbatas tetapi tetap dalam konsentrasi yang sama dengan

ekstrak lain.

Pengujian kualitatif dilakukan untuk menentukan kandungan metabolit

primer dan metabolit sekunder yang terdapat pada keempat ekstrak herba seledri.

Metabolit primer yang diuji berupa karbohidrat, lemak dan protein. Sedangkan

metabolit sekunder yang diuji meliputi flavonoid, alkaloid, saponin, fenol, tannin,

glikosida, steroid dan terpenoid. Uji kualitatif dilakukan dengan reaksi warna

55
menggunakan reagen kimia yang sesuai untuk mengidentifikasi masing masing

golongan senyawa yang ingin ditentukan.

Pada pengujian protein dan asam amino, metode yang digunakan adalah uji

Biuret. Reaksi Biuret merupakan reaksi warna untuk senyawa peptida dan protein.

Suatu peptida yang mempunyai dua buah ikatan peptida atau lebih dapat bereaksi

dengan ion Cu2+ dalam suasana basa dan membentuk suatu senyawa kompleks

yang berwarna biru ungu. Warna yang diamati dari reaksi bisa bervariasi mulai

dari merah muda hingga ungu tergantung pada banyaknya ikatan peptida.

Semakin banyak ikatan peptida yang terdapat dalam suatu protein maka warnanya

semakin ungu (Lehninger, 1994). Pada uji protein dan asam amino ekstrak

heksana, aseton, metanol dan air herba seledri (Apium graveolens L.) terlihat

bahwa hanya ekstrak air yang menunjukkan adanya perubahan warna menjadi

agak kemerahan. Perubahan warna terlihat dari coklat kekuningan menjadi coklat

kemerahan, hanya saja perubahan warnanya cukup sulit ditentukan karena ekstrak

berwarna coklat. Pada ketiga ekstrak lainnya menunjukkan hasil yang negatif

untuk uji Biuret. Protein memiliki kelarutan yang lebih besar didalam air dari

pada dalam pelarut organik. Karena ini protein dan asam amino banyak ditemukan

di air (Hanani, 2015).

Pengujian karbohidrat ditentukan dengan uji Molish dan Fehling. Uji Molish

umumnya menunjukkan hasil yang positif pada semua jenis karbohidrat. Pada uji

Molish, karbohidrat akan dihidrolisa oleh asam sulfat pekat menjadi

monosakarida, kemudian monosakarida akan mengalami dehidrasi oleh asam

sulfat menjadi furfural (untuk pentosa) dan hidroksi metil furfural (untuk

56
heksosa). Furfural atau hidroksi metil furfural akan berkondensasi dengan adanya

alfa-naftol membentuk kompleks berwarna ungu (Sudarmadji et al., 1997).

Kompleks ungu yang terbentuk akan terlihat seperti cincin berwarna ungu yang

membatasi lapisan ekstrak dengan lapisan asam sulfat.

Pada uji karbohidrat menggunakan uji Molish pada ekstrak heksana, aseton,

metanol dan air herba seledri (Apium graveolens L.) cincin ungu hanya

ditunjukkan pada ekstrak air saja. Pada ekstrak heksana juga terlihat adanya cincin

yang membatasi dua lapisan tetapi diperkirakan ini bukanlah karbohidrat tetapi

kemungkinan steroid atau terpenoid. Hal ini karena karbohidrat merupakan

senyawa yang bersifat polar, biasanya larut didalam air dan tidak larut pada

pelarut organik (Hanani, 2015). Oleh karena itu karbohidrat menunjukkan hasil

yang positif pada ekstrak air saja sementara pada ketiga ekstrak lainnya

menunjukkan hasil yang negatif.

Pada uji Fehling, yang diamati adalah ada atau tidaknya endapan merah

bata yang terbentuk setelah ekstrak ditambahkan reagen Fehling A dan Fehling B.

Uji Fehling bertujuan untuk mendeteksi adanya gula pereduksi dalam suatu

bahan. Gula pereduksi adalah semua gula yang memiliki kemampuan untuk

mereduksi dikarenakan adanya gugus aldehid dan keton. Namun gugus keton

tidak dapat teroksidasi secara langsung karena harus diubah menjadi aldehid

dengan perpindahan tautomerik yang memindahkan gugus karbonil kebagian

akhir rantai. Umumnya semua jenis monosakarida merupakan gula pereduksi.

Pada pengujian Fehling terdapat dua reagen yang digunakan yaitu Fehling A dan

fehling B. Fehling A mengandung CuSO4 dalam air sedangkan Fehling B

57
mengandung larutan kalium natrium tatrat dan NaOH dalam air. Pada reaksi ini

gula pereduksi akan mereduksi ion Cu2+ menjadi ion Cu+ yang dalam suasana

basa yang akan diendapkan menjadi Cu2O. Endapan Cu2O ini yang menghasilkan

endapan merah bata yang menandakan adanya gula pereduksi dalam suatu sampel

(Sudarmadji, et al., 1997). Pada pengujian yang telah dilakukan untuk keempat

ekstrak menunjukkan hasil yang negatif untuk uji Fehling karena tidak ada

satupun dari keempat ekstrak yang menunjukkan adanya endapan merah bata.

Pada uji minyak dan lemak ekstrak heksana, aseton, metanol dan air pada

herba seledri (Apium graveolens L.) menggunakan uji kertas saring dan asam

sulfat 25 %. Pada uji kertas saring hasil menunjukkan positif jika terdapat noda

yang tembus pandang pada kertas saring. Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan pada keempat ekstrak tidak terdapat adanya noda yang tembus

pandang, berbeda dengan minyak zaitun sebagai pembanding yang terlihat adanya

noda yang tembus pandang ketika kertas saring diteteskan dengan minyak zaitun.

Uji lain yang digunakan untuk mengidentifikasi lemak adalah dengan

menggunakan asam sulftat 25%. Uji ini merupakan pengujian yang sangat peka

untuk lipid (Harborne, 1987) Pada pengujian dengan asam sulfat 25% keempat

ekstrak juga menunjukkan hasil yang negatif. Berdasakan data Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia (2016) dalam 100 g herba seledri mengandung 0,1

g lemak. Lemak dan minyak bersifat non polar yang terlarut dalam pelarut

nonpolar (Harborne, 1987). Seharunya lemak dan minyak terdapat dalam ekstrak

heksana, tetapi berdasarkan hasil penelitian, lemak dan minyak menunjukkan

hasil yang negatif. Hal ini bisa disebakan karena kadar dari lemak dan minyak

58
teralu kecil dan konsentrasi ekstrak hanya 10% (50g/500 mL) dari simplisia

menyebabkan lemak dan minyak tidak terdeteksi karena tidak tertarik dengan

sempurna

Pengujian fenol dan tanin dilakukan dengan penambahan reagen besi(III)

klorida dengan konsentrasi 1%. Tanin merupakan golongan polifenol, sehingga

untuk mengidentifikasi tanin secara umum dapat dilakukan dengan

mengidentifikasi gugus fenol yang terdapat pada tanin Cara mengidentifikasi

adanya fenol dan tanin dapat menggunakan reagen besi (III) klorida 1% dalam air

atau etanol. Pengamatan yang dilihat adalah dari adanya perubahan warna

menjadi hijau, merah, ungu, biru atau hitam yang kuat. Perubahan warna ini

berasal dari senyawa kompleks yang terbentuk karena Fe3+ bereaksi dengan gugus

hidroksi pada senyawa fenol dan tanin (Harborne,1987).

Berdasarkan pengujin fenol dan tanin yang telah dilakukan, ekstrak aseton,

metanol dan air menunjukkan adanya warna kehitaman yang menandakan bahwa

ketiga ekstrak positif atau mengandung fenol dan tanin sementara ekstrak heksana

tidak menunjukkan adanya warna kehitaman. Hal ini dapat disebabkan karena

senyawa fenol umumnya sering kali berikatan dengan gula sebagai glikosida

sehingga menyebabkan senyawa fenol lebih bersifat polar dan mudah larut dalam

pelarut yang polar (Harborne, 1987). Pada pengujian tanin ditambahkan pengujian

dengan menggunakan timbal (II) asetat. Pengamatan yang dilihat adalah adanya

endapan putih yang terbentuk yang menandakan bahwa ekstrak positif

mengandung tanin. Berdasarkan pengujian yang telah diakukan, terlihat adanya

59
pembentukan endapan putih pada ekstrak aseton, metanol dan air yang

menunjukkan bahwa ketiga ekstrak positif mengandung senyawa tanin.

Pada pengujian flavonoid, metode yang digunakan adalah metode sianidin

test menggunakan pereaksi asam klorida pekat dan serbuk magnesium. Uji ini

biasanya digunakan untuk mendeteksi senyawa yang mempunyai inti α-

benzopiron. Asam klorida dan serbuk magnesium dapat mereduksi inti benzopiron

yang terdapat dalam flavonoid. Apabila terdapat flavonoid dalam suatu sampel

maka akan terbentuk garam flavilium yang berwarna jingga hingga merah

(Achmad, 1986). Warna jingga hingga ungu yang dihasilkan menunjukkan bahwa

adanya senyawa flavonoid golongan flavonon, flavonol, flavononol, dan

dihidroflavonol (Hanani, 2015).

Dari pengujian yang telah dilakukan flavonoid menunjukkan hasil positif

pada ekstrak metanol, aseton dan air dimana ekstrak menghasilkan warna jingga.

Flavonoid mempunyai tipe yang beragam yang terdapat dalam bentuk bebas

maupun terikat sebagai glikosida (Harborne, 1987). Flavonoid umumnya memiliki

ikatan dengan gugus gula yang menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam

air atau pelarut polar (Markham, 1988). Pada pengujian lain apabila serbuk

magnesium diganti serbuk seng, hasil yang didapatkan menunjukkan adanya

perubahan warna merah muda. Hasil positif ditunjukkan oleh ekstrak aseton,

metanol dan air. Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak mengandung flavonon dan

flavonoid, karena hanya flavonon dan flavonoid yang menunjukkan warna merah

muda lemah hingga tidak berwarna (Hanani, 2015).

60
Pengujian saponin dilakukan dengan metode uji busa. Saponin adalah

senyawa aktif permukaan kuat yang menimbulkan busa jika dikocok dengan air.

Busa yang ditimbulkan saponin disebabkan karena adanya kombinasi stuktur

penyusunnya yaitu sapogenin nonpolar dan rantai samping polar yang larut air.

Gugus polar dan non polar ini bersifat aktif permukaan sehingga saat saponin

dikocok dengan air dapat membentuk misel. Gugus polar menghadap keluar

sedangkan nonpolar menghadap ke dalam, karena inilah yang tampak seperti busa

(Robinson, 1991). Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan ekstrak aseton,

metanol dan air menunjukan adanya busa. Busa tertinggi terdapat pada ekstrak air

yaitu setinggi 4,7 cm. Ekstrak aseton menghasilkan busa setinggi 2 cm dan

ekstrak metanol 2,3 cm. Sementara pada ekstrak heksana tidak menunjukkan

adanya busa yang dihasilkan. Saponin umumnya bersifat polar dan memiliki

kelarutan yang tinggi didalam air, karena itu saponin lebih banyak terlarut dalam

pelarut yang polar (Hanani, 2015).

Pengujian alkaloid dilakukan dengan tiga cara yaitu uji Mayer, uji

Dragendorff dan uji Wagner. Sebelum ditambahkan pereaksi kedalam ekstrak

pengujian alkaloid dilakukan penambahan HCl terlebih dahulu karena alkaloid

bersifat basa sehingga harus diekstrak dengan pelarut yang bersifat asam

(Harborne,1966). Pada ketiga uji yang dilakukan, hasil positif ditandai dengan

adanya endapan yang terbentuk. Endapan ini dapat terbentuk akibat atom nitrogen

yang terdapat pada alkaloid bereaksi dengan ion logam K+ pada pereaksi sehingga

membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap. Pada uji Mayer ion

logam K+ berasal dari kalium tetraiodomerkurat (II) yang didapat dari

61
penambahan merkuri (II) klorida kedalam kalium iodida sehingga membentuk

endapan merah merkuri (II) Iodida. Jika Kalium Iodida ditambahkan berlebih

maka akan membentuk kalium tetraiodomerkurat (II) dan bereaksi dengan

alkaloid (Svehla,1990).

Pada uji Dragendorff yang diamati adalah endapan jingga. Endapan jingga

terbentuk akibat adanya kompleks kalium-alkaloid, yang berasal dari atom

nitrogen pada alkaloid membentuk ikatan kovalen koordinasi dengan K+ pada

Kalium tetraiodobismut dari pereaksi Dragendorff (Svehla, 1990). Pada uji

Wagner yang diamati adalah adanya endapan coklat. Endapan coklat ini berasal

dari kompleks kalium-alkaloid yang terbentuk dari ikatan kovalen koordinasi

antara K+ dan atom nitrogen pada alkaloid sementara warna coklat berasal dari I-

dari kalium iodida yang beraksi dengan iodin (I2) sehingga menghasilkan I3- yang

berwarna coklat (Svehla, 1990).

Alkaloid dalam tumbuhan memiliki 2 bentuk yaitu bentuk garam alkaloid

dan alkaloid bebas. Kedua bentuk alkaloid ini memiliki sifat alkaloid yang

berbeda. Alkaloid bebas biasanya tidak larut didalam air (kecuali beberapa bentuk

alkaloid pseudo dan protoalkaloid) tetapi mudah larut dalam pelarut organik non

polar (benzena, eter dan kloroform). Sementara dalam bentuk garamnya alkaloid

lebih mudah larut dalam pelarut organik yang bersifat polar (Harborne, 1987).

Berdasarkan sifat alkaloid ini lah yang menyebabkan alkaloid bisa tertarik pada

keempat pelarut.

Pengujian glikosida dilakukan dengan uji Molish untuk mendeteksi adanya

gula pada glikosida. Sebelum dilakukan penambahan reagen Molish dan asam

62
sulfat, ekstrak diekstraksi dulu dengan campuran pelarut etanol dan air. Pelarut ini

dipilih karena sifat glikosida yang cenderung bersifat polar. Penambahan HCl

bertujuan untuk memutus ikatan glikon dan aglikon yang ada pada glikosida.

Sementara penambahan timbal (II) asetat bertujuan untuk mengendapkan pigmen

dan lipid yang terdapat pada ekstrak agar tidak menjadi penggangu dalam proses

analisis. Endapan kemudian disaring untuk memisahkan endapan dan cairannya.

Setelah itu baru disari dengan campuran pelarut kloroform-isopropanol. Filtrat

ditambahkan natrium sulfat untuk menarik air yang ada pada filtrat, baru

kemudian filtrat diuapkan hingga kering dan sisa dilarutkan dengan pelarut polar

untuk melarutkan glikosida (Hanani, 2015). Sisa kering baru diuji dengan reagen

Molish dan asam sulfat.

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, cincin ungu ditemukan pada

ekstrak aseton, metanol dan air yang menandakan bahwa pada ketiga ekstrak

terdapat golongan glikosida. Sementara pada ekstrak heksana tidak ditemukan

adanya cincin ungu yang menandakan bahwa tidak terdapat adanya glikosida pada

ekstrak heksana. Hal ini dikarenakan glikosida tidak larut dalam pelarut non

polar, adanya glikon yang berupa gula menyebabkan sifat glikosida cenderung

bersifat polar sehingga lebih mudah larut dalam pelarut yang polar (Djamal, 2010)

Pengujian terpenoid dan steroid dilakukan dengan pengujian cieberman-

bunchard dan Salkowski. Uji Lieberman-bunchard digunakan untuk mendeteksi

steroid tetapi bisa juga sekaligus untuk pengujian terpenoid, dimana untuk steroid

menujukkan hasil yang positif ketika ditambahkan reagen, warna sampel berubah

menjadi hijau-biru dan apabila terdapat cincin coklat menandakan adanya

63
terpenoid. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, pada ekstak heksana

terlihat adanya perubahan warna hijau-biru dan cincin coklat sementara pada

ketiga ekstrak lainnya tidak menujukkan hasil seperti ekstrak heksana. Untuk uji

terpenoid digunakan uji Salkwoski dengan menggunakan kloroform dan asam

sulfat pekat. Hasil dikatakan positif jika terdapat cincin coklat diantara lapisan

yang terbentuk. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, cincin coklat hanya

terbentuk pada ekstrak heksana sementara ketiga ekstrak lagi tidak menghasilkan

cincin coklat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hanya ekstrak heksana yang

positif mengandung steroid dan terpenoid, sementara ketiga ekstrak lainnya

menunjukkan hasil yang negatif. Hal ini bisa disebabkan karena terpenoid dan

steroid bebas umumnya bersifat non polar, sehingga banyak terdapat dalam

pelarut non polar (Hanani,2015).

Pengujian kuantitatif untuk menentukan kadar golongan alkaloid total

ekstrak cair herba seledri (Apium graveolens L.) dilakukan dengan metode

gravimetri. Ekstrak cair herba seledri (Apium graveolens L.) disari terlebih dahulu

dengan menggunakan amoniak dan metanol. Tujuan penyarian ini adalah untuk

membentuk alkaloid base yang terekstrak didalam metanol. Kemudian HCl 1 N

ditambahkan agar alkaloid base dapat membentuk garam alkaloid dengan

penambahan asam yang akan tersari dalam air. Kemudian pelarut diuapkan

sehingga alkaloid bebas yang kemudian ditambahkan amoniak agar mencapai pH

basa yang bertujuan untuk membentuk alkaloid base. Alkaloid base ini bersifat

mudah larut dalam pelarut organik sehingga dapat disari dengan kloroform. Pada

proses penyarian akan terlihat adanya pembentukan 2 lapisan yang terdiri dari

64
lapisan air dan lapisan kloroform. Lapisan kloroform dipisahkan karena alkaloid

base tertarik kelapisan kloroform. Selanjutnya fase kloroform dikumpulkan dan

kloroform diuapkan sehingga yang tinggal adalah alkaloid totalnya, yang

kemudian dikeringkan dioven dan ditimbang hingga bobot konstan (Rivai et al.,

2010). Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, kadar alkaloid terbanyak

terdapat pada ekstrak heksana yaitu 0,335%. Kemudian dalam pelarut aseton,

metanol dan air kadar alkaloid total sebesar 0,122 %, 0,116 %, dan 0,05% secara

berturut turut.

Penetapan kadar saponin dilakukan dengan metode gravimetri. Metode

gravimetri merupakan metode yang sederhana dan tidak membutuhkan

pembanding dalam penetapan kadar. Pada pengujiannya ekstrak disari dulu

dengan etanol, kemudian dikentalkan sampai volume 40 mL. Ekstrak tambahkan

dengan dietil eter yang akan membentuk dua lapisan, lapisan yang diambil adalah

lapisan airnya, sementara lapisan dietil eternya dibuang. Fungsi penambahan dietil

eter ini adalah untuk memisahkan saponin dari beberapa zat pengotor lain karena

saponin bersifat tidak larut dalam dietil eter. Setelah itu baru dilakukan

penambahan butanol, butanol dipilih karena butanol besifart polar yang dapat

melarutkan saponin yang bersifat polar. Proses terakhir butanolnya diuapkan dan

sisanya dikeringkan. Berdasarkan pengujiaan yang telah dilakukan kadar saponin

kadar tertinggi didapat pada ekstrak air yaitu 0,215 %, sedangkan kadar terendah

terdapat pada ekstrak metanol yaitu 0,133 %, Sementara kadar saponin total pada

ekstrak aseton adalah 0,174 %

65
Penetapan kadar fenolat total herba seledri (Apium graveolens L.) dilakukan

dengan spektrofotometer UV-VIS menggunakan metode Folin-Ciocalteau.

Metode ini merupakan metode yang paling umum digunakan untuk menentukan

kandungan fenolat total dengan pertimbangan bahwa metode ini lebih sederhana.

Reagen Folin Ciocalteau digunakan karena dapat bereaksi dengan senyawa fenol

membentuk larutan berwarna sehingga dapat diukur absorbannya. Larutan standar

yang digunakan pada pengujian ini adalah asam galat. Asam galat termasuk

senyawa fenolat turunan asam hidroksibenzoat yang tergolong asam fenolat

sederhana. Asam galat ini dipilih karena termasuk fenolat alami dan bersifat

stabil. Asam galat dan ekstrak uji menghasilkan warna kuning ketika direaksikan

dengan reagen Folin-Ciocalteau yang menandakan bahwa adanya kandungan

fenolat. Penambahan natrium karbonat bertujuan untuk memberikan suasana basa

karena fenol dapat bereaksi dengan reagen Folin hanya dalam suasana basa.

Selama reaksi berlangsung, gugus fenol bereaksi dengan pereaksi Folin-

Ciocalteau membentuk komples moliabdenumtungsten berwarna biru dengan

struktur yang belum diketahui (Sudjadi & Rohman, 2004). Semakin pekat warna

biru yang ditimbulkan menandakan semakin tingginya konsentrasi ion fenolat

yang terbentuk.

Panjang gelombang maksimum yang diperoleh dari pengujian adalah 766

nm. Larutan standar asam galat ditentukan absorbannya pada konsentrasi 50, 75,

100, 125 dan 150 ppm yang diukur pada panjang gelombang maksimum asam

galat untuk mendapatkan kurva kalibrasi. Berdasarkan pengujian yang telah

dilakukan didapatkan persamaan regresi linier yang diperoleh yaitu y = 0.0048x +

66
0,0478 dengan koefisien korelasinya 0,9997. Berdasarkan hasil penelitian ini,

diperoleh kadar fenol tertinggi pada ekstrak aseton yaitu 0,992 %. Sementara

kadar terndah terdapat pada ekstrak air yaitu 0,588 %. Sedangkan ekstrak metanol

mengandung fenolat total sebesar 0,809 %.

Penetapan kadar flavonoid total herba seledri (Apium graveolens L.)

ditentukan dengan spektofotometer ultraviolet-visibel menggunakan metode

kolorimetri. Metode ini menggunakan pereaksi aluminium klorida 10% dan

natrium asetat 1 M. Prinsip penetapan kadar flavonoid dengan metode kolorimetri

ini yaitu pembentukan kompleks asam yang stabil oleh alumunium klorida dengan

gugus keto pada atom C-4 dan hidroksi pada atom C-3 atau C-5 yang bertetangga

dari golongan flavon dan flavonon. Reaksi ini akan menghasilkan kompleks

warna kuning yang stabil yang dapat diukur absorbansinya. Selain itu alumunium

klorida membentuk kompleks asam yang labil dengan gugus ortodihidroksi pada

cincin A- atau B- pada flavonoid (Chang, et al., 2002). Senyawa pembanding

yang digunakan adalah kuersetin. Kuersetin dipiih karena kuersetin merupakan

flavonoid golongan flavonol yang memiliki gugus keto pada aton C-4 dan juga

memiliki gugus hidroksi pada atom C-3 dan C-5 yang bertetangga (Chang, et al.,

2002).

Panjang gelombang maksimum kuersetin yang diperoleh adalah 435 nm

dengan konsentrasi 60 µg/mL. Panjang gelombang ini digunakan untuk

menentukan serapan larutan standar dan serapan larutan uji. Larutan standar

dibuat dengan beberapa seri konsentrasi yaitu 30, 40, 50, 60 dan 70 µg/mL.

Absorban dari larutan standar ini digunakan untuk membuat kurva kalibrasi

67
dimana kurva kalibrasi yang didapat memiliki persamaan regresi yaitu y =

0.0107x + 0.0239 dengan koefisien korelasinya sebesar 0.9976. Berdasarkan hasil

penelitian didapatkan kadar flavonoid total tertinggi dari ekstrak herba seledri

adalah pada ekstrak metanol yaitu 0,354 %, sedangkan yang paling rendah adalah

ekstrak air 0,115 %. Sementara ekstrak aseton didapakan kadar flavonoid total

sebesar 0,190 %.

Penetapan kadar tanin total ditetapkan dengan spektrofotometer UV-Vis.

Tanin ditetapkan dengan melarutkan ekstrak yang sudah dikeringkan pada etil

asetat. Tanin tidak larut dalam pelarut non polar seperti benzen, eter dan

kloroform tetapi mudah larut dalam air, aseton alkohol (Harbone, 1987).

Pembanding yang digunakan pada pengujian ini adalah katekin. Berdasarkan hasil

yang didapatkan, kadar tanin total tertinggi terdapat dalam ekstrak metanol yaitu

0,141 %, sedangkan dalam aseton 0,114%. Pada ekstrak air, absorban sampel

yang didapatkan sangat kecil sehingga tidak dapat dihitung karena tidak

memenuhi hukum lamber beer. Berdasarkan uji kualitatif juga terlihat adanya

perubahan warna hitam yang sangat lemah pada pengujian tanin pada ekstrak air.

Hal ini bisa disebabkan karena tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk

kopolimer mantap yang tidak larut dalam air. Protein umumnya larut didalam air

dan tidak larut dalam pelarut organik, karena itu lah adanya protein didalam

ekstrak air mengganggu penetapan kadar tanin (Harbone, 1987).

68
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Bedasarkan analsis kualitatif dan kuantitatif pada ekstrak heksana, aseton,

metanol dan air herba seledri (Apium graveolens L.) dapat disimpulkan bahwa :

1. Ekstrak heksana mengandung golongan senyawa alkaloid, steroid dan

terpenoid.

2. Ekstrak aseton mengandung golongan senyawa alkaloid, flavonoid,

fenol, tanin, saponin dan glikosida

3. Ekstrak metanol mengandung golongan senyawa alkaloid, flavonoid,

fenol, tanin, saponin dan glikosida

4. Ekstrak air mengandung golongan senyawa alkaloid, flavonoid,

fenol,tanin, saponin, glikosida karbohidrat dan protein

5. Kadar alkaloid total pada ekstrak heksana, aseton, metanol dan air dari

herba seledri secara berturut turut adalah 0,346%; 0,122%; 0,115 % dan

0,05%. Kadar alkaloid terbesar terdapat dalam ekstrak heksana

6. Kadar saponin total pada ekstrak aseton, metanol dan air dari herba

seledri secara berturut turut adalah 0,174 %; 0,133% dan 0,215%. Kadar

saponin terbesar terdapat dalam ekstrak air.

7. Kadar fenolat total pada ekstrak aseton metanol dan air herba seledri

secara berturut turut adalah 0,992%; 0,809% dan 0,588%. Kadar fenolat

terbesar terdapat pada ekstrak aseton.

69
8. Kadar flavonoid total pada ekstrak aseton, metanol dan air dari herba

seledri secara berturut turut adalah 0,199%; 0,354% dan 0,155%. Kadar

flavonoid terbesar terdapat di dalam ekstrak metanol

9. Kadar tanin total pada ekstrak aseton dan metanol herba seledri secara

berturut turut adalah 0,114% dan 0,141%. Kadar flavonoid terbesar

terdapat di dalam ekstrak metanol.

5.2. Saran

Pada penelitin selanjutnya disarankan untuk melakukan isolasi senyawa

kimia herba seledri (Apium graveolens L.) sesuai dengan pelarut yang

mengandung senyawa dengan kadar paling besar.

70
DAFTAR PUSTAKA

Achmad SA. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta: Karnunika; 1986.

Agoes A. Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: Salemba Medika; 2012.

Ajiboye BO, Ibukun EO, Edobor G, Ojo AO and Onikanni SA. Qualitative and
Quantitative Analysis of Phytochemicals In Senecio Biafrae Leaf. International
Journal Of Inventio in Pharmaceutical Sciences. 2013;1(5):428-432.

Al-Asmari AK, Athar MT and Kadasah SG. An Updated Phytopharmacological


Review on Medicinal Plant of Arab Region: Apium graveolens Linn.
Pharmacognosy Review. 2017;11(12):13-18.

Arifin H, Fahrefi M dan Dharma S. Pengaruh Fraksi Air Herba Saledri (Apium
graveolens L.) Terhadap Kadar Kolesterol Total Mendit Putih Jantan
Hiperkolesterol. Prosiding Seminar Nasional Perkembangan Terkini Sains
Farmasi dan Klinik III 2013. Padang: Fakultas Farmasi Universitas Andalas; 2013

Arzi A, Hemmati AA, Kampour NS, Nazari Z and Baniahmad B. Anti-


Inflammatory Effects of Celery Seed Hydroalcohilic Ekstract on Carrageenan-
Induced Pau Edema in Rats. Research Journal of Pharmaceutical, Biological,
Chemical Sciences. 2014;5(6):24-29.

Cartika H. Modul Cetak Bahan Ajar Farmasi Kimia Farmasi. Jakarta: Pusdik
SDM Kesehatan; 2016

Chang CC, Yang MH, Wen HM and Chern JC. Estimation of Tota Flavonoid
Content in Propois by Two Complementary Colorimetric Methods. Journal of
Food and Drug Analysis. 2002;10(3):178-182

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Materia Medika Indonesia Jilid VI.


Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 1995

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Parameter Standar Umum Ekstrak


Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan;
2000

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Herbal Indonesia edisi I.


Jakarta: Departemen kesehatan RI; 2008

71
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Suplemen I Farmakope Herbal
Indonesia. Jakarta: Departemen kesehatan RI; 2010

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Suplemen III Farmakope Herbal


Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2013

Deviandra R, Safitri F dan Handaja D. Efek Pemberian Seduhan Seledri (Apium


graveolens L.) Terhadap Kadar Asam Urat pada Tikus Putih Jantan Strain Wistar
(Rattus novergicus) Hiperurisemia.Saintika Medika. 2013;9(2):75-81

Din ZU, Shad AA, Bakht J, Ullah I and Jan S. Invitro Antimicrobial, Antioxidant
Activity and Phytochemical Screening of Apium graveolens. Pakistan Journal of
Pharmaceutical Sciences. 2015; 28(5):1699-1704

Djamal R. Prinsip-Prinsip Dasar Isolasi dan Identifikasi. Padang: Universitas


Baiturrahman; 2010.

Eissa AMF, Hassanen NHM and Hafez SAM . Antioxidant and Antimicrobial
Activity of Celery (Apium Graveolens L) and Coriander (Corianda Sativum) Herb
and Seed Essential Oil. International Journal of Current Microbiology and
Applied Sciences. 2015;4(3):284-296.

Fazal SS and Singla RF. Review on The Pharmacognostical & Pharmacological.


Indo Global Journal of Pharmaceutical Sciences.2012;2(1):36-42

Firdiyani F, Agustini TW dan Ma'ruf WF. Ekstraksi Senyawa Bioaktif sebagai


Antioksida Alami Apirulina platensis Segar dengan Pelarut yang Berbeda. Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. 2015;18(1):28-37

Hanani E . Analisis Fitokimia. Jakarta: EGC; 2015

Harborne JB. Metode Fitokimia Penuntun cara modren Menganalisis Tumbuhan


diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Imam Soediro. Bandung: ITB;
1996

Harborne JB. Metode Fitokimia edisi 2. terjemahan Kapdmawinata dan Isoediro.


Bandung: Penerbit ITB; 1987

Hidayat S dan Rodame MN. Kitab Tumbuhan Obat. Jakarta: AgriFlo (Penebar
Swadaya Grup); 2015

Ibrahim, HK. Antibacterial and Antioxidant activity of Seed Methanolic Extract


of Apium graveolens in Vitro. World Journal of Pharmaceutical
Research.2016;5(6):1914-1923.

72
Iswatini D, Ramdhani TH and Darusman LK. In Vitro Inhibition of Celery
(Apium graveolens L.) Ekstrak on The Activity of Xantine Oxidase and
Determination of Its Active Compound. Indonesian Journal of Chemistry. 2012;
12(3):247-254

Juheini. Pemanfaatan Herba Seledri (Apium graveolens L) Untuk Menurunkan


Kadar Kolesterol dan Lipid dalam Darah Tikus Putih yang Diberi Diit Tinggi
Kolesterol dan Lemak. Makara Sains. 2002;6(2):65-69.

Kementerian Kesehatan RI. Formularium Obat Herbal Asli Indonesia Volume 1.


Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan
Komplementer; 2011

Kementerian Kesehatan RI. Formularium Obat Herbal Asli Indonesia Volume 1.


Jakarta: Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif dan
Komplementer; 2016

Ko FN, Huang TF and Teng CM. Vasodilatory action mechanism of apigenin


isolated from Apium graveolens in rat thoratic aorta Biochim Biophys Acta. 1991;
1115 (1):69-74

Latief A. Obat Tradisinal. Jakarta: EGC; 2012

Lehninger A. Dasar- Dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga; 1994

Mahataranti N, Astuti IY dan Astriningdhiani B. Formulasi Shampo Antiketombe


Ekstrak Etanol Seledri (Apium graveolens L) dan Aktivitasnya Terhadap Jamur
Pityrosporum ovale. Pharmacy. 2012;9(2):128-138

Markham KR. Cara mengidentifikasi flavonoid. Bandung: Penerbit ITB; 1988

Mencherini T, Cau A, Bianco G, Loggia RD and Aquino RP. An Extract of Apium


graveolens var, dulce leaves: structure of the major constituent, apiin, and its anti-
inflammatory properties. Journal of pharmacy and pharmacology. 2007;59(6):
891-897

Prasetyo dan Inoriah E. Pengelolaan Budidaya Tanaman Obat Obatan. Bengkulu:


Badan Penerbitan Fakultas Pertanian UNIB; 2013

Rivai H, Handayani D dan Meliyana. Karakterisasi Ekstrak Spon Laut Axinella


Carteri Dendy Secara Fisika, Kimia Dan Fisikokimia. Jurnal Farmasi Higea.
2010;2(1):1-12

73
Rivai H. Studi Analisis Bahan Alam yang Mengandung Senyawa Fenolat Untuk
Pengembangan Data Monografi Tumbuhan Obat Indonesia. Disertasi. Padang:
Universitas Andalas; 2012.

Robinson T. 1991. Kandugan Organik Tumbuhan Obat Tinggi, Dierjemahkan


oleh Kokasih Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB; 1991

Saifudin A, Rahayu V, Teruna HY. Standarisasi Bahan Obat Alam. Yogyakarta:


Graha Ilmu; 2011

Sorour MA., Hassanen NHM and Ahmed MHM. Natural Antioxidant Change in
Fresh and Dried Celery (Apium graveolens). American Journal of Energy
Engineering. 2015;3(2-1):12-16.

Sudarmadji B, Bambang H dan Suhardi. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.


Yogyakarta: Liberty; 1997

Svehla G. Vogel: Buku teks analisis anorganik kualitatif makro dan semimikro.
Jakarta: Kalman Media Pustaka; 1990.

Sudjadi dan Rohman A. Analisis obat dan makanan. Yogyakarta: Yayasan


Farmasi Indonesia; 2004

Tiwari P, Bimlesh K, Mandeep K, Grupreet K and Herleen K. Phytochemical


Screening and Ekstraction: A Review. Internationale Pharmaceutica Sciencia.
2011:1(1);98-106.

74
Lampiran 1. Skema Kerja

Uji makroskopik Herba seledri (Apium graveolens


dilakukan dengan L.) segar
melihat literature secara
umum untuk tanaman - Disortasi basah
Seledri - Dicuci
- Dikeringkan dengan cara
diangin-anginkan
- Sortasi kering
- Dihaluskan dengan
menggunakan blender
Karakterisasi simplisia

- Susut pengeringan
- Kadar abu total Serbuk simplisa herba seledri
- Kadar abu tidak larut asam (Apium graveolens L.)
- Kadar sari larut etanol
- Kadar sari larut air
Ekstraksi

- Maserasi dengan pelarut


- Infus dengan air
heksana, aseton dan metanol
- Disaring dengan kain - Disaring dengan kertas saring
flanel
- Maserasi dilakukan 3 kali
pengulangan

Infusa herba Seledri Maserat heksana, aseton dan metanol


(Apium graveolens L.) herba seledri (Apium graveolens L.)

Penguapan dengan Rotary


Vakum Evaporator hingga
volume 500 mL

Ekstrak cair heksana, aseton dan


metanol herba seledri (Apium graveolens
L.)

75
Lampiran 1. (lanjutan)

Ekstrak cair heksana, aseton, metanol


dan infusa herba seledri (Apium
graveolens L.)

Analisis kualitatif ekstrak

- Dilakukan pengujiaan kualitatif metabolit


primer yaitu karbohidrat, protein dan lemak
- Dilakukan pengujian kualitatif metabolit
sekunder saponin, tanin, flavonoid, alkaloid,
steroid/terpenoid, fenol dan glikosida
- Diamati hasil yang positif dan negatif

Analisis Kuatitatif Ekstrak

- Hasil yang positif pada uji kualitatif


dilakukan penetapan golongan senyawa
- Tanin, fenol, flavonoid dengan
menggunakan spektrofotmeter UV-VIS
- Alkaloid dan saponin dengan metode
gravimetri

Persentase kadar total


golongan senyawa

76
Lampiran 2. Karakterisasi Simplisia

Tabel 1. Hasil susut pengeringan

Pengulangan Susut pengeringan Susut pengeringan


(%) rata-rata (%)
Sampel Kering 1 12,4 %
2 12,15 % 12,25 %

3 12,21%

Tabel 2. Hasil kadar abu total

Kadar abu total Kadar abu total


Pengulangan
(%) rata-rata (%)
Sampel Kering 1 12,14 %
2 12,18 % 12,20 %
3 12,29 %

Tabel 3. Uji kadar abu tidak larut asam

Kadar abu tidak Kadar abu tidak


Pengulangan
larut asam (%) larut asam (%)
Sampel Kering 1 0,912 %
2 0,672 % 0,72 %

3 0,577 %

Tabel 4. Uji kadar sari larut air

Kadar sari larut air Kadar sari larut air


Pengulangan
(%) (%)
Sampel Kering 1 29,68 %
2 29,98 % 29,49 %
3 28,82 %

77
Lampiran 2. (lanjutan)

Tabel 5. Uji kadar sari larut etanol

Kadar sari larut


Kadar sari larut
Pengulangan etanol rata-rata
etanol (%)
(%)
Sampel Kering 1 6,29 %
2 6,03 % 6,08 %
3 5,92 %

78
Lampiran 3. Analisis Kualitatif

Tabel 6. Hasil uji kualitatif ekstrak heksana, aseton, metanol dan air herba seledri
(Apium graveolens L. )

Pengamatan
Parameter
Pengujian
Kimia
Heksana Metanol Aseton Air

Uji Molish - _ _ +
Karbohidrat
Uji Fehling - - _ _

Protein dan
Uji Biuret _ _ _ +
Asam amino

Minyak dan
Kertas Saring _ _ _ _
Asam Lemak

Saponin Uji Busa - + + +

FeCl3 1% - + + +
Tanin
Uji Timbal asetat - + + +

Fenol FeCl3 5% - + + +

Uji Dragendorf + + + +

Alkaloid Uji Mayer _ + + +

Uji Wagner + _ _ _

Uji Zn _ + + +
Flavonoid
Uji Mg _ + + +

Uji Salkowiski
+ _ _ _
Steroid dan (Terpenoid)
Terpenoid
Uji Steroid + _ _ _

Glikosida Uji Keller Kiliani _ + + +

79
Lampiran 3. (lanjutan)

a b

c d

Cincin Ungu

Gambar 2. Uji Molish

xcKeterangan:

(a) Ekstrak heksana herba seledri (Apium graveolens L.)


(b) Ekstrak aseton herba seledri (Apium graveolens L.)
(c) Ekstrak metanol herba seledri (Apium graveolens L.)
(d) Ekstrak air herba seledri (Apium graveolens L.)

80
Lampiran 3. (lanjutan)

a b

c
d

Gambar 3. Uji Fehling

Keterangan:

(a) Ekstrak metanol herba seledri (Apium graveolens L.)


(b) Ekstrak aseton herba seledri (Apium graveolens L.)
(c) Ekstrak heksana herba seledri (Apium graveolens L.)
(d) Ekstrak air herba seledri (Apium graveolens L.)

81
Lampiran 3. (lanjutan)

a b

c d

Gambar 4. Uji Biuret

Keterangan:

(a) Ekstrak heksana herba seledri (Apium graveolens L.)


(b) Ekstrak aseton herba seledri (Apium graveolens L.)
(c) Ekstrak metanol herba seledri (Apium graveolens L.)
(d) Ekstrak air herba seledri (Apium graveolens L.)

82
Lampiran 3. (lanjutan)

a b

c
d

Gambar 5. Uji minyak dan lemak dengan kertas saring

Keterangan:

(a) Ekstrak metanol herba seledri (Apium graveolens L.)


(b) Ekstrak aseton herba seledri (Apium graveolens L.)
(c) Ekstrak heksana herba seledri (Apium graveolens L.)
(d) Minyak zaitun
(e) Ekstrak air herba seledri (Apium graveolens L.)

83
Lampiran 3. (lanjutan)

a b

c d

Gambar 6. Uji minyak dan lemak dengan asam sulfat 25%

Keterangan:

(a) Ekstrak heksana herba seledri (Apium graveolens L.)


(b) Ekstrak aseton herba seledri (Apium graveolens L.)
(c) Ekstrak metanol herba seledri (Apium graveolens L.)
(d) Ekstrak air herba seledri (Apium graveolens L.)

84
Lampiran 3. (lanjutan)

a b

Busa
(2,3cm)

c d

Busa
Busa ( 5,7 cm)
(2 cm)

Gambar 7. Uji saponin

Keterangan:

(a) Ekstrak heksana herba seledri (Apium graveolens L.)


(b) Ekstrak aseton herba seledri (Apium graveolens L.)
(c) Ekstrak metanol herba seledri (Apium graveolens L.)
(d) Ekstrak air herba seledri (Apium graveolens L.)

85
Lampiran 3. (lanjutan)

a b

c d

Gambar 8. Uji tanin dengan besi (III) klorida

Keterangan:

(a) Ekstrak heksana herba seledri (Apium graveolens L.)


(b) Ekstrak aseton herba seledri (Apium graveolens L.)
(c) Ekstrak metanol herba seledri (Apium graveolens L.)
(d) Ekstrak air herba seledri (Apium graveolens L.)

86
Lampiran 3. (lanjutan)

a
b

c d

Gambar 9. Uji tanin dengan timbal (II) asetat

Keterangan:

(a) Ekstrak heksana herba seledri (Apium graveolens L.)


(b) Ekstrak aseton herba seledri (Apium graveolens L.)
(c) Ekstrak metanol herba seledri (Apium graveolens L.)
(d) Ekstrak air herba seledri (Apium graveolens L.)

87
Lampiran 3. (lanjutan)

a b

c d

Gambar 10. Uji fenol

Keterangan:

(a) Ekstrak heksana herba seledri (Apium graveolens L.)


(b) Ekstrak aseton herba seledri (Apium graveolens L.)
(c) Ekstrak metanol herba seledri (Apium graveolens L.)
(d) Ekstrak air herba seledri (Apium graveolens L.)

88
Lampiran 3. (lanjutan)

Gambar 11. Uji flavonoid ekstrak heksana herba seledri (Apium graveolens L.)

Gambar 12. Uji flavonoid ekstrak aseton herba seledri (Apium graveolens L.)

89
Lampiran 3. (lanjutan)

Gambar 13. Uji flavonoid ekstrak metanol herba seledri (Apium graveolens L)

Gambar 14. Uji flavonoid ekstrak air herba seledri (Apium graveolens L)

90
Lampiran 3. (lanjutan)

a
b
d

Endapan Jingga

Gambar 15. Uji Dragendorff

Keterangan:

(a) Ekstrak heksana herba seledri (Apium graveolens L.)


(b) Ekstrak aseton herba seledri (Apium graveolens L.)
(c) Ekstrak metanol herba seledri (Apium graveolens L.)
(d) Ekstrak air herba seledri (Apium graveolens L.)

91
Lampiran 3. (lanjutan)

a b

c
d

Endapan coklat

Gambar 16. Uji Wagner

Keterangan:

(a) Ekstrak heksana herba seledri (Apium graveolens L.)


(b) Ekstrak aseton herba seledri (Apium graveolens L.)
(c) Ekstrak metanol herba seledri (Apium graveolens L.)
(d) Ekstrak air herba seledri (Apium graveolens L.)

92
Lampiran 3. (lanjutan)

a b

c d

Gambar 17. Uji Mayer

Keterangan:

(a) Ekstrak heksana herba seledri (Apium graveolens L.)


(b) Ekstrak aseton herba seledri (Apium graveolens L.)
(c) Ekstrak metanol herba seledri (Apium graveolens L.)
(d) Ekstrak air herba seledri (Apium graveolens L.)

93
Lampiran 3. (lanjutan)

b
a

c d

Gambar 18. Uji terpenoid

Keterangan:

(a) Ekstrak heksana herba seledri (Apium graveolens L.)


(b) Ekstrak aseton herba seledri (Apium graveolens L.)
(c) Ekstrak metanol herba seledri (Apium graveolens L.)
(d) Ekstrak air herba seledri (Apium graveolens L.)

94
Lampiran 3. (lanjutan)

a b

c d

Gambar 19. Uji steroid

Keterangan:

(a) Ekstrak heksana herba seledri (Apium graveolens L.)


(b) Ekstrak aseton herba seledri (Apium graveolens L.)
(c) Ekstrak metanol herba seledri (Apium graveolens L.)
(d) Ekstrak air herba seledri (Apium graveolens L.)

95
Lampiran 3. (lanjutan)

a b

c d

Gambar 20. Uji glikosida

Keterangan:

(a) Ekstrak heksana herba seledri (Apium graveolens L.)


(b) Ekstrak aseton herba seledri (Apium graveolens L.)
(c) Ekstrak metanol herba seledri (Apium graveolens L.)
(d) Ekstrak air herba seledri (Apium graveolens L.)

96
Lampiran 4. Penetapan kadar alkaloid total

Tabel 7. Hasil penetapan kadar alkaloid total ekstrak heksana, aseton, metanol dan
air herba seledri (Apium graveolens L.)

Berat cawan
Persentase Persentase kadar
Jenis Cawan +
Cawan kadar alkaloid rata rata alkaloid
ekstrak sampel setelan
kosong (g) (%) total (%)
dikeringkan (g)
50,4254 50,5427 0,335
Ekstrak 0,346
45,0857 45,1568 0,355
heksana
45,0852 45,1549 0,348
45,0858 45,1093 0,117
Ekstrak 0,122
50,4252 50,4493 0,120
aseton
29,0780 29,1042 0,131
36,0598 36,0822 0,112
Ekstrak 0,116
45,0844 45,1077 0,116
metanol
50,4253 50,4468 0,122
36,0623 36,0729 0,053
Ekstrak 0,050
29,0780 29,0876 0,048
air
50,4260 50,4360 0,050

97
Lampiran 5. Penetapan kadar saponin total

Tabel 8. Hasil penetapan kadar saponin total ekstrak heksana, aseton, metanol
dan air herba seledri (Apium graveolens L.)

Berat cawan
% Kadar % Kadar rata
Jenis Cawan + sampel
Cawan saponin total rata saponin total
Ekstrak setelan dikeringkan
kosong (g) (%) (%)
(g)

50,4255 50,5166 0,182


Ekstrak
29,0780 29,1649 0,176 0,174
aseton
45,0858 45,1684 0,165
29,0779 29,1388 0,121
Ekstrak
50,4252 50,4936 0,136 0,133
metanol
36,0587 36,1302 0,143
36,0549 36,1682 0,226
Ekstrak
50,4253 50,5278 0,205 0,215
air
29,0778 29,1856 0,215

98
Lampiran 6. Penetapan kadar fenolat total

Gambar 21. Spekrum ultraviolet-visibel asam galat-Folin Ciocalteau pada


konsentrasi 100 ppm

Tabel 9. Data absorban asam galat-Folin Ciocalteau dengan berbagai


konsentrasi pada panjang gelombang 766 nm

Konsentrasi
Absorban
(µg/mL)

50 0,287

75 0,400

100 0,532

125 0,660

150 0,770

99
Lampiran 6. (lanjutan)

0.9
0.8 y = 0,0048x + 0,0478
0.7 r = 0,9997
0.6
Absorban

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 50 100 150 200
Konsentrasi (µg/mL)

Gambar 22. Kurva kalibrasi asam galat-Folin Ciocalteau pada panjang gelombang
766 nm

Persamaan regresi : y = 0,0048x- 0,0478

r = 0,9997

100
Lampiran 6. (lanjutan)

Tabel 10. Hasil penetapan kadar fenolat total ekstrak aseton, metanol dan air
herba seledri (Apium gravolens L.)

Persentase Persentase
Absorban Kadar terlarut
Jenis ekstrak kadar terlarut kadar terlarut
(µg/mL)
(%) rata rata (%)

0,524 992,08 0,992


Ekstrak 0,992
0,524 992,08 0,992
aseton
0,524 992,08 0,992

0,436 808,75 0,808


Ekstrak 0,809
0,437 810,83 0,810
metanol
0,437 810,83 0,810

0,331 590 0,590


Ekstrak air 0,330 587,91 0,587 0,588

0,330 587,91 0,587

101
Lampiran 7. Penetapan kadar flavonoid total

Gambar 23. Spektrum ultraviolet-visibel kuersetin-aluminium klorida pada


konsentrasi 60 µg/mL

Tabel 11. Data absorban kuersetin-alumunium klorida dengan berbagai


konsentrasi pada panjang gelombang 435 nm

Konsentrasi (µg/mL) Absorban

30 0,344

40 0,452

50 0,556

60 0,687

70 0,763

102
Lampiran 7. (lanjutan)

0.9
0.8 y = 0,0107x + 0,0239
0.7 r = 0,9976
0.6
Absorban

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 20 40 60 80
Konsentrasi (µg/mL)

Gambar 24. Kurva kalibrasi kuersetin-aluminium klorida pada panjang


gelombang 435 nm

Persamaan Regresi : y = 0.0107x + 0,0239

r = 0,9976

103
Lampiran 7. (lanjutan)

Tabel 12. Hasil penetapan kadar flavonoid total ekstrak aseton, metanol dan air
herba seledri (Apium gravolens L.)

Persentase Persentase
Jenis Absorban Kadar terlarut
kadar terlarut kadar terlarut
ekstrak (µg/mL)
(% b/b) rata rata (%b/b)

0,432 190,70 0,190


Ekstrak 0,190
0,430 189,76 0,189
aseton
0,431 190,23 0,190

0,783 354,71 0,354


Ekstrak 0,354
0,782 354,25 0,354
metanol
0,781 353,78 0,353

0,274 116,86 0,116

Ekstrak air 0,271 115,46 0,115 0,115

0,269 114,53 0,114

104
Lampiran 8. Penetapan kadar tanin total

Tabel 13. Data absorban pembanding katekin pada panjang gelombang


279 nm dan 300 nm

Data Absorban
Jenis ekstrak
Panjang gelombang 279 nm Panjang gelombang 300 nm

0,514 0,000
Katekin 0,514 0,000

0,514 0,000

0,000 0,000
Blangko 0,000 0,000

0,000 0,000

Tabel 14. Data kadar tanin total pada ekstrak aseton dan metanol herba seledri
(Apium graveolen L.)

Persentase
Jenis ekstrak Data absorban Persentase kadar
kadar rata-rata
tanin total (%)
tanin total (%)

0,587 0,114
Ekstrak 0,114
0,587 0,114
aseton
0,587 0,114

0,728 0,141
Ekstrak 0,141
0,728 0,141
metanol
0,728 0,141

105
Lampiran 9. Contoh Perhitungan Data Hasil Penelitian

1. Perhitungan susut pengeringan serbuk simplisia herba seledri (Apium


graveolens L.)

Susut Pengeringan = x 100 %

Keterangan :

A = Berat Kurs porselin kosong (g)

B = Berat kurs porselin + simplisia (g)

C = Berat kurs porselin = simplisia yang telah dikeringkan (g)

a) Pengulangan 1

Susut pengeringan = x 100%

= x 100%

= 12,40%

b) Pengulangan 2

Susut pengeringan = x 100%

= x 100%

= 12,15 %

c) Pengulangan 3

Susut pengeringan = x 100%

= x 100%

= 12,21%

106
Lampiran 9. (lanjutan)

2. Perhitungan kadar abu total serbuk simplisia herba seledri (Apium


graveolens L.)

Kadar Abu Total = x 100%

Keterangan

A = Berat kurs porselin kosong yang telah dipijar

B = Berat kurs porselin + simplisia

C = Berat kurs porselin + abu

1. Pengulangan 1

Kadar Abu Total = x 100 %

= x 100%

= 12,14 %

2. Pengulangan 2

Kadar Abu Total = x 100 %

= x 100%

= 12,18 %

3. Pengulangan 3

Kadar Abu Total = x 100 %

= x 100%

= 12,29 %

107
Lampiran 9. (lanjutan)

3. Perhitungan kadar abu tidak larut asam serbuk simplisia herba seledri
(Apium graveolens L.)

Rumus :

Kadar abu tidak larut asam = x 100%

a) Pengulangan 1

Kadar abu tidak larut asam = x 100%

= 0,912

b) Pengulangan 2

Kadar abu tidak larut asam = x 100%

= 0,672 %

c) Pengulangan 2

Kadar abu tidak larut asam = x 100%

= 0,577 %

108
Lampiran 9. (lanjutan)

4. Perhitungan kadar sari larut air serbuk simplisia herba seledri (Apium
graveolens L.)

Rumus :

Kadar sari larut air = x x 100 %

a) Pengulangan 1

Kadar sari larut air = x x 100 %

= 0,07242 x 4,1 x 100 %

= 29,68 %

b) Pengulangan 2

Kadar sari larut air = x x 100 %

= 0,07316 x 4,1 x 100 %

= 29,98 %

c) Pengulangan 3

Kadar sari larut air = x x 100 %

= 0,07032 x 4,1 x 100 %

= 28,82 %

109
Lampiran 9. (lanjutan)

5. Perhitungan kadar sari larut etanol serbuk simplisia herba seledri


(Apium graveolens L.)

Rumus :

Kadar sari larut etanol = x x 100 %

a) Pengulangan 1

Kadar sari larut etanol = x x 100 %

= 0,01414 x 4,45 x 100%

=6,29%

b) Pengulangan 2

Kadar sari larut etanol = x x 100 %

= 0,01354x 4,45 x 100%

=6,03 %

c) Pengulangan 3

Kadar sari larut etanol = x x 100 %

= 0,01330 x 4,45 x 100

= 5,92 %

110
Lampiran 9. (lanjutan)

6. Perhitungan kadar alkaloid total ekstrak heksana, aseton, metanol dan


dari herba seledri (Apium graveolens L.)

Rumus

% Kadar = x 100 %

W1 = bobot cawan + sampel (setelah dioven)

W0 = bobot cawan kosong

V = Volume ekstrak

1. Ekstrak Heksana

% Kadar = x 100 %

= x 100 %

= x 100 %

= 0.335 %

2. Ekstrak Aseton

% Kadar = x 100 %

= x 100 %

= x 100 %

= 0.117 %

111
Lampiran 9. (lanjutan)

3. Ekstrak Metanol

% Kadar = x 100 %

= x 100 %

= x 100 %

= 0,112 %

4. Ekstrak Air

% Kadar = x 100 %

= x 100 %

= x 100 %

= 0,053 %

112
Lampiran 9. (lanjutan)

7. Perhitungan kadar saponin total ektrak aseton, metanol dan air herba
seledri (Apium graveolens L.)

Rumus

% Kadar = x 100 %

W1 = bobot cawan + sampel (setelah dioven)

W0 = bobot cawan kosong

V = Volume ekstrak

1. Ekstrak Aseton

% Kadar = x 100 %

= x 100 %

= x 100 %

= 0,182 %

2. Ekstrak Metanol

% Kadar = x 100 %

= x 100 %

= x 100 %

= 0,121 %

113
Lampiran 9. (lanjutan)

3. Ekstrak air

% Kadar = x 100 %

= x 100 %

= x 100 %

= 0,226 %

114
Lampiran 9. (lanjutan)

8. Perhitungan kadar fenolat total ekstrak aseton, metanol dan air dari
herba seledri (Apium graveolens L.)

Persamaan regresi = y= 0,0048x + 0,0478

y = absorban

x = konsentrasi fenolat terlarut (µg/mL)

Faktor Pengenceran =

= 10 kali

Kadar fenolat dalam sampel = Konsentrasi fenolat terlarut (µg/mL) x Volume

ekstrak x faktor pengenceran

Volume ekstrak = 500 mL

% Kadar fenolat total = x 100 %

1. Ekstrak Aseton

Absorban Sampel = 0,524

0,524 = 0,0048x + 0,0478

0,524 – 0,0478 = 0,0048x

0,4762 = 0,0048 x

X=

X = 99,208 µg/mL

115
Lampiran 9. (lanjutan)

Konsentrasi Fenolat dalam Sampel = 99,208 µg/mL x 500 mL x 10

= 496.040 µg

= 0,496 g

% Kadar Fenol Total = X 100% = 0.992 %

2. Ekstrak Metanol

Absorban Sampel = 0,437

0,437 = 0,0048x + 0,0478

0.437 – 0,0478 = 0,0048x

0,3892 = 0,0048 x

X=

X = 81,083 µg/mL

Kadar fenolat dalam sampel = 81,083 µg/mL x 500 mL x 10

= 405.415 µg

= 0,4054

% Kadar Fenol Total = X 100% = 0,81 %

3. Ekstrak Air

Absorban Sampel = 0,330

0,330 = 0,0048x + 0,0182

0,330 – 0,0478 = 0,0052x

0,2822 = 0,0048 x

X=

116
Lampiran 9. (lanjutan)

X = 58,7916 µg/mL

Kadar fenolat dalam sampel = 58,7916 µg/mL x 500 mL x 10

= 293.958 µg

= 0,2939 g

% Kadar Fenol Total = x 100% = 0,58 %

117
Lampiran 9. (lanjutan)

9. Perhitungan kadar flavonoid total ekstrak aseton, metanol dan air dari
herba Seledri (Apium graveolens L.)

Persamaan regresi : Y = 0,0107x + 0,0239

y = absorban

x = konsentrasi flavonoid terlarut (µg/mL)

Faktor Pengenceran =

= 5 kali

Kadar flavonoid total terlarut dalam sampel = Konsentrasi flavonoid terlarut

(µg/mL) x Volume ekstrak x faktor pengenceran

Volume ekstrak = 500 mL

% Kadar flavonoid total = x 100 %

1. Ekstrak Aseton

Absorban : 0,432

0,432 = 0,0107x + 0,0239

0,432 – 0,0239 = 0,0107 x

0,4081 = 0,0107 x

X=

X = 38,1401 µg/mL

118
Lampiran 9. (lanjutan)

Kadar flavonoid terlarut dalam sampel = 38,1401 µg/mL x 500 mL x 5

= 95.350,25 µg

= 0,0953 g

% Kadar Flavonoid Total = x 100% = 0,190%

2. Ekstrak Metanol

Absorban : 0,783

0,783 = 0,0107x + 0,0239

0,783 – 0,0239 = 0,0107 x

0,7591 = 0.0107 x

X=

X = 70,943 µg/mL

Kadar flavonoid terlarut dalam sampel = 70,943 µg/mL x 500 mL x 5

= 177.357,5 µg

= 0,177 g

% Kadar Flavonoid Total = X 100 %

= 0.354 %

3. Ekstrak Air

Absorban : 0,274

0,274 = 0,0107x + 0,0239

0,274 – 0,0239 = 0,0107 x

0,2721 = 0,0107 x

119
Lampiran 9. (lanjutan)

X=

X = 23,373 µg/mL

Kadar flavonoid terlarut dalam sampel = 23,373 µg/mL x 500 mL x 5

= 58.432,5 µg

= 0,0584

% Kadar Flavonoid Total dalam sampel = X 100 %

= 0,116 %

120
Lampiran 9. (lanjutan)

10. Perhitungan kadar tanin total ekstrak aseton dan metanol dari herba
seledri (Apium graveolens L.)

% Kadar Tanin = x 100%

Cp = Kadar larutan pembanding (0,001 g)

Au = Serapan larutan uji

Ap = Serapan larutan pembanding (0,514)

Ab = Serapan larutan blangko (0,000)

V = Volume larutan uji sebelum pengenceran ( 10 mL)

F = Faktor pengenceran (0,05 g/mL)

W = Bobot serbuk ( 0,5 g)

1. Ekstrak Aseton

Au = 0,587

= x100%

= x 100%

= x 100%

= 0,114 %

121
Lampiran 9. (lanjutan)

2. Ekstrak Metanol

Au = 0,728

= x 100%

= x 100%

= 0,141 %

122

Anda mungkin juga menyukai