Anda di halaman 1dari 106

FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI

SABUN PADAT TRANSPARAN EKSTRAK LENGKUAS


(Alpinia galanga (L.) Willd.) DAN EKSTRAK KULIT
BATANG BANYURU (Pterospermum celebicum Miq.)
TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN GRAM
NEGATIF

FORMULATION AND ANTIBACTERIAL ACTIVITY


TEST OF SOLID TRANSPARENT SOAP LENGKUAS
EXTRACT (Alpinia galanga (L.) Willd.) AND STEM
BARK BANYURU EXTRACT (Pterospermum
celebicum Miq.) AGAINST GRAM POSITIVE AND
GRAM NEGATIVE BACTERIA

SRI WAHYUNI
N111 14 003

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

i
FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI SABUN PADAT
TRANSPARAN EKSTRAK LENGKUAS (Alpinia galanga (L.)Willd.) DAN
EKSTRAK KULIT BATANG BANYURU (Pterospermum celebicum Miq.)
TERHADAP BAKTERI GRAM POSITIF DAN BAKTERI GRAM NEGATIF

FORMULATION AND ANTIBACTERIAL ACTIVITY TEST OF SOLID


TRANSPARENT SOAP LENGKUAS EXTRACT (Alpinia galanga (L.)
Willd.) AND STEM BARK BANYURU EXTRACT (Pterospermum
celebicum Miq.) AGAINST GRAM POSITIVE AND GRAM NEGATIVE
BACTERIA

SKRIPSI

untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi


syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana

SRI WAHYUNI
N111 14 003

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

ii
iii
iv
v
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji Syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Subhana

Wata’ala atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini sebagai persyaratan untuk menyelesaikan studi

pada Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini banyak

hambatan yang dihadapi, namun berkat do’a dan bantuan dari berbagai

pihak skripsi ini dapat terealisasikan. Oleh karena itu perkenankanlah

penulis mengungkapkan rasa terima kasih dan penghargaan yang

setinggi-tingginya kepada:

1. Para pembimbing penulis, Prof. Dr. M. Natsir Djide, M.S., Apt. selaku

pembimbing utama yang telah sabar mengarahkan dan membimbing

serta memotivasi penulis selama penelitian hingga tahap

penyelesaian skripsi. Ibu Prof. Dr. Asnah Marzuki, M.Si., Apt. selaku

pembimbing pertama sekaligus penasehat akademik yang senantiasa

meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan petunjuk,

bimbingan, nasehat, dan motivasi kepada penulis selama perkuliahan

dan dalam menyelesaikan skripsi, serta Ibu Dra. Rosany Tayeb, M.Si.,

Apt. selaku pembimbing kedua yang juga telah meluangkan waktunya

untuk memberikan petunjuk, bimbingan, nasehat, dan motivasi

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Para penguji penulis, Dr. Latifah Rahman, DESS., Apt. selaku ketua

penguji penulis, ibu Dra. Ermina Pakki, M.Si., Apt. selaku sekretaris

vi
penguji penulis, dan Ibu Dr. Herlina Rante, S.Si., M.Si., Apt. selaku

anggota penguji penulis yang senantiasa memberikan arahan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dekan dan wakil dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

serta seluruh dosen Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.

Demikian pula penulis menyampaikan terima kasih kepada

seluruh staf Fakultas Farmasi atas segala fasilitas yang diberikan selama

penulis menempuh studi di Farmasi hingga menyelesaikan skripsi ini.

Terkhusus lagi penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada

orang-orang terdekat penulis :

1. Ayahanda Muhammadong dan Ibu tercinta Rannu terimakasih atas

kerja keras, dukungan materi, kasih sayang, dan ketulusan hati dalam

mendoakan penulis, serta saudara penulis Ismail yang selalu memberi

dukungan kepada penulis.

2. Guru-guru tercinta SMAN 1 Batang Jeneponto yang tidak akan penah

penulis lupa, terimakasih atas ilmu yang telah diberikan kepada

penulis.

3. Rekan penelitian sampel Banyuru, Yulfira Amalika dan Sartika

Rantekata, serta rekan penelitian mikrobiologi; Hikma, Rizkiya, Nur

Rahmah Masda, Rezky Raudah, Indah Angraeni, Herlina, Dalaratmi,

Nurul Asmi, Evi, Nur Indah Sari, Nurul Atikah, Nahdah, Ika Sartika,

Nurul Ilmi, Israyanti, kak Faika, Kak Nono, dan Sari Fatahillah.

vii
viii
ABSTRAK

SRI WAHYUNI. Formulasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Sabun Padat


Transparan Ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd.) dan Ekstrak
Kulit Batang Banyuru (Pterospermum celebicum Miq.) terhadap Bakteri
Gram Positif dan Gram Negatif (dibimbing oleh M. Natsir Djide, Asnah
Marzuki dan Rosany Tayeb)

Ekstrak Lengkuas dan ekstrak kulit batang Banyuru masing-masing


mengandung senyawa antimikroba terhadap bakteri Gram positif dan
Gram negatif. Staphylococcus aureus, dan Propionibacterium acnes
digunakan untuk mewakili Gram positif, sedangkan Pseudomonas
aeruginosa, dan Escherichia coli mewakili Gram negatif. Pemilihan bentuk
sediaan sabun padat transparan didasarkan pada alasan acceptabilitas.
Ekstrak diformulasikan dalam sediaan sabun transparan menggunakan
VCO, dan minyak zaitun sebagai bahan basis sabun dengan variasi
konsentrasi ekstrak Lengkuas 1% (F1); Banyuru 1% (F2); ekstrak
Lengkuas : Banyuru 1:1% (F3), 1:2% (F4) dan 1:3% (F5). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan aktivitas antibakteri dari
sabun transparan setelah penambahan ekstrak Lengkuas dan ekstrak kulit
batang Banyuru maupun kombinasi keduanya. Tahap kegiatan mencakup
pembuatan ekstrak, uji antibakteri ekstrak, formulasi sabun padat
transparan, uji organoleptik, uji kekerasan sabun, uji tinggi busa, uji pH, uji
kadar air, uji kadar alkali bebas, dan uji aktivitas antibakteri sabun padat
transparan. Hasil pengujian menunjukkan karakteristik fisik, kadar air, dan
kadar alkali bebas semua formula memenuhi standar persyaratan mutu
sabun padat yang telah ditetapkan SNI 3532-2016. Uji antibakteri
menunjukkan semua formula sediaan sabun dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Gram positif dan Gram negatif dengan daerah
hambat paling besar pada sabun F2 dengan diameter daerah hambat
pada bakteri S. aureus 28,67 mm, P. aureginosa 28 mm, E. coli 16,23
mm, dan pada bakteri P. acnes 19,41 mm.

Kata Kunci: Lengkuas, Banyuru, Sabun padat transparan, Bakteri Gram


Positif, Bakteri Gram negatif

ix
ABSTRACT

SRI WAHYUNI. Formulation and Antibacterial Activity Test of Solid


Transparent Soap Lengkuas Extract (Alpinia galanga (L.) Willd.) and Stem
Bark Banyuru Extract (Pterospermum celebicum Miq.) against Gram
Positive and Gram Negative Bacteria (Supervised by M. Natsir Djide,
Asnah Marzuki, and Rosany Tayeb)

Galangal extract and stem bark Banyuru extracts each contain


antimicrobial P. aureginosa compounds against gram-positive and gram-
negative bacteria. Staphylococcus aureus, and Propionibacterium acnes
are used to represent Gram-positive, while Pseudomonas aeruginosa, and
Escherichia coli represent Gram-negative. Selection of dosage form based
on a transparen soap acceptability reasons. The extract was formulated in
a transparent soap preparation using VCO, and olive oil as a base material
of soap with variations of Lengkuas extract concentration of 1% (F1);
Banyuru 1% (F2); Lengkuas extract: Banyuru 1: 1% (F3), 1: 2% (F4), and
1:3% (F5). This study aims to determine the characteristics and
antibacterial activity of transparent soap after the addition of Lengkuas
extract and stem bark banyuru extract or a combination of both. The
activity stage includes extract preparation, antibacterial extract test,
transparent solid soap formulation, organoleptic test, soap hardness test,
high foam test, pH test, moisture test, free alkali level test, and transparent
solid soap antibacterial activity test. The test results showed physical
characteristics, moisture content, and soap-free alkali levels in all formulas
meeting the standard of solid soap quality requirements established by
SNI 3532-2016. Antibacterial test showed all soap formulas can inhibit the
growth of Gram positive and Gram negative bacteria with the largest
resistor area on F2 soap with the inhibition area diameter on S. aureus
28,67 mm, P. acnes 19,41 mm, P. aureginosa 28 mm, and in E. coli
bacteria 16,23 mm.

Keywords: Galangal, Banyuru, Transparent solid soap, Gram positive


bacteria, Gram negative bacteria

x
DAFTAR ISI
Halaman

UCAPAN TERIMA KASIH vi

ABSTRAK ix

ABSTRACT x

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

BAB I PENDAHULUAN 1

I.1 Latar Belakang 1

I.2 Rumusan Masalah 4

I.3 Tujuan Penelitian 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5

II.1 Banyuru 5

II.2 Lengkuas 6

II.3 Ekstraksi Bahan Alam 9

II.4 Anatomi Kulit 10

II.5 Sabun 13

II.6 Sabun Transparan 18

II.7 Syarat Mutu sabun Mandi SNI 3532-2016 19

II.8 Antimikroba 19

II.9 Mikroba Uji 27

xi
II.10 Uraian Bahan Tambahan 32

BAB III METODE PENELITIAN 38

III.1 Alat dan Bahan 38

III.2 Metode Kerja 39

III.2.1 Pengambilan dan Pengolahan sampel 39

III.2.2 Ekstraksi 40

III.2.3 Penentuan Bilangan Penyabunan VCO dan Minyak Zaitun 41

III.2.4 Formulasi Sabun padat Ekstrak Kulit Batang Banyuru dan


Ekstrak Lengkuas 41

III.2.5 Evaluasi 42

III.2.5.1 Pemeriksaan Organoleptik Sabun Padat Transparan 42

III.2.5.2 Pemeriksaan pH Sabun Padat Transparan 43

III.2.5.3 Uji Kekerasan Sabun Padat Transparan 43

III.2.5.4 Uji Tinggi Busa Sabun Padat Transparan 43

III.2.5.5 Bilangan Alkali Bebas Sabun Padat Transparan 44

III.2.5.6 Kadar Air Sabun Padat Transparan 44

III.2.6 Uji Antibakteri 45

III.2.6.1 Sterilisasi Alat 45

III.2.6.2 Pembuatan Medium 45

III.2.6.3 Peremajaan Kultur Bakteri 46

III.2.6.4 Penyiapan Bakteri Uji 46

III.2.6.5 Penyiapan Sampel Uji 47

III.2.6.6 Uji Aktivitas Antibakteri 48

xii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN . 50

IV.1 Hasil Ekstraksi 50

IV.2 Hasil Uji Bilangan Penyabunan VCO dan Minyak Zaitun 50

IV.3 Hasil Evaluasi 51

IV.3.1 Pengamatan Organoleptik Sabun Padat Transparan 51

IV.3.2 Evaluasi Kekerasan Sabun Padat Transparan 53

IV.3.3 Evaluasi Tinggi Busa Sabun Padat Transparan 55

IV.3.4 Pemeriksaan pH Sabun Padat Transparan 56

IV.3.5 Uji Kadar Air Sabun Padat Transparan 58

IV.3.6 Uji Alkali Bebas Sabun Padat Transparan 59

IV.4 Uji Aktivitas Antibakteri 60

IV.4.1 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak 60

IV.4.2 Uji Aktivitas Antibakteri Sediaan Sabun Transparan 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 65

V.1 Kesimpulan 65

V.2 Saran 65

DAFTAR PUSTAKA 66

LAMPIRAN 70

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Persyaratan mutu sabun mandi SNI 35232-2016 19

2. Kategori daya hambat bakteri 27

3. Formula hasil modifikasi basis sabun padat transparan 41

4. Formula sabun padat transparan ekstrak lengkuas dan Ekstrak


kulit batang Banyuru 41

5. Hasil ekstraksi 50

6. Hasil uji bilangan penyabunan VCO dan minyak zaitun 50

7. Hasil pengamatan organoleptik sediaan sabun padat transparan 51

8. Hasil pengukuran kekerasan sabun padat transparan 53

9. Hasil pengukuran tinggi busa sabun padat transparan 55

10. Hasil pengukuran pH sabun padat transparan 56

11. Hasil pengukuran kadar air sabun padat transparan 58

12. Hasil pengukuran kadar alkali bebas sabun padat transparan 59

13. Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak 60

14. Hasil pengujian aktivitas antibakteri sabun padat transparan 62

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Lapisan epidermis kulit 10

2. Reaksi penyabunan 14

3. Sediaan sabun padat transparan 53

4. Histogram hasil uji kekerasan sabun padat transparan 54

5. Histogram hasil uji tinggi busa sabun padat transparan 55

6. Histogram hasil uji pH sabun padat transparan 57

7. Histogram hasil uji kadar air sabun padat transparan 58

8. Histogram hasil uji Alkali bebas sabun padat transparan 60

9. Histogram hasil uji antibakteri ekstrak Lengkuas dan ekstrak kulit


batang Banyuru 61

10. Histogram hasil uji antibakteri sabun padat transparan 63

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Skema Kerja 70

2. Hasil Uji Bilangan Penyabunan VCO dan Minyak Zaitun Sifat Fisis,
pH, kadar Alkali Bebas, dan Aktivitas Antibakteri Sabun Transparan 73

3. Perhitungan dan Analisis Karakteristik Mutu Sabun 80

4. Pembuatan Larutan Uji 85

5. Dokumentasi Kegiatan 87

xvi
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kulit adalah lapisan atau jaringan terluar yang menutupi seluruh

tubuh dan melindungi tubuh dari bahaya yang datang dari luar utamanya

terhadap bakteri. Fungsi barrier kulit terdapat di epidermis, yaitu lapisan

stratum korneum. Hal tersebut dikarenakan adanya intraselular lipid yang

menjadi salah satu penyusun stratum korneum. Selain untuk melindungi

tubuh, kulit juga berfungsi sebagai tempat ekskresi. Zat berlemak, air, ion-

ion, dan keringat merupakan contoh dari hasil ekskresi kulit. Hasil ekskresi

yang bercampur dengan kotoran, mengakibatkan bakteri banyak dikulit,

dan dapat menyebakan infeksi jika terjadi vulnus pada kulit (Barel et al.

2001; Hernani, dkk., 2010).

Berdasarkan pewarnaan gram bakteri dibedakan menjadi dua,

bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri Gram positif adalah

bakteri yang dinding selnya menyerap warna violet dan memiliki lapisan

peptidoglikan yang tebal. Bakteri gram positif diantaranya adalah

Staphylococcus aureus dan Propionibacterium acnes. Staphylococcus

aureus dapat menyebabkan jerawat, pneumonia, meningitis, dan atritis,

sedangkan Propionibacterium acnes merupakan bakteri penyebab utama

terjadinya jerawat. Bakteri Gram negatif adalah bakteri yang tidak

mempertahankan zat warna kristal violet sewaktu proses pewarnaan

1
2

Gram sehingga akan berwarna merah bila diamati dengan mikroskop,

bakteri gram negatif diantaranya adalah Pseudomonas aeruginosa dan

Escherichia coli. Pseudomonas aeruginosa dapat menyebabkan infeksi

nosokomial, dermatitis, folikulitis, infeksi pada mata, otitis eksterna, infeksi

pada luka bakar, infeksi pada saluran pernafasan bagian bawah, dan

saluran kemih, sedangkan Eschericia coli patogenik merupakan bakteri

yang dapat menyebabkan meningitis, pneumonia, kolelitiasis, kolangitis,

dan diare (Djide, dan Sartini; 2013, Dimpudus, dkk. 2017; Murwani, 2015).

Bentuk sediaan farmasi yang dapat digunakan untuk menjaga

kesehatan kulit salah satu diantaranya ialah sabun. Sabun adalah produk

yang dihasilkan dari reaksi antara asam lemak dengan basa kuat yang

berfungsi untuk mencuci dan membersihkan lemak (kotoran). Ada 2 jenis

sabun yang dikenal, yaitu sabun padat (batangan) dan sabun cair. Sabun

padat dibedakan atas 3 jenis, yaitu sabun opaque, translucent, dan

transparan. Sabun transparan merupakan salah satu jenis sabun yang

memiliki penampilan menarik karena penampakannya (Hernani dkk.,

2010).

Selain dapat membersihkan kulit dari kotoran, sabun juga dapat

digunakan untuk menjaga kesehatan kulit dari bakteri. Sabun yang dapat

membunuh bakteri dikenal dengan sabun antiseptik. Di pasaran banyak

beredar sabun antiseptik yang mengandung antibakteri seperti triklosan,

penggunaan triklosan dapat memicu terjadinya resistensi antibiotik. Bahan

antibakteri yang digunakan dapat berasal dari bahan alam yang memiliki
3

kandungan senyawa antibakteri, tanaman yang memiliki senyawa

antibakteri diantaranya adalah Banyuru (Pterospermum celebicum Miq.)

dan Lengkuas (Alpinia galanga (L.)Willd.) (Rachmawati, dkk., 2008;

Marzuki, dkk., 2015; Spitz, 2016).

Lengkuas merupakan tanaman herba yang sering dimanfaatkan

sebagai obat, dan bumbu dapur oleh masyarakat. Lengkuas (Alpinia

galanga (L.) Willd.) mengandung senyawa D,L-1’-acetoxychavicol yang

dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus. Sedangkan ekstrak

etanol Lengkuas (Alpinia galanga (L.)Willd.) mengandung senyawa 5-

hydroxymethyl furfural, benzyl alcohol, 1,8 cineole, methyl cinnamate, 3-

phenyl-2-butanone, dan 1,2 benzenedicarboxylic acid, yang dapat

menghambat beberapa pertumbuhan bakteri diantaranya adalah

Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli dan

Propiobacterium acnes (Areea, 2006; Rao et al. 2010).

Banyuru (Pterospermium celebicum Miq.) merupakan pohon yang

berukuran sedang hingga besar, banyak mengandung senyawa kimia

seperti flavanoid dan tannin yang dapat menghambat pertumbuhan

bakteri. Pada penelitian potensi ekstrak kulit batang Banyuru

(Pterorspermum celebicum Miq.) terstandar sebagai agen anti infeksi pada

beberapa bakteri yang telah dilakukan oleh Marzuki A., dkk. (2015)

menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit batang Banyuru dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas

aeruginosa dan Escherichia coli (Marzuki, dkk., 2015).


4

I.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Apakah ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd.) dan ekstrak

kulit batang Banyuru (Pterospermum celebicum Miq.) dapat

diformulasikan dalam sediaan sabun padat transparan dan memiliki

aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif dan Gram

negatif?

2. Apakah formula sabun padat transparan ekstrak Lengkuas (Alpinia

galanga (L.) Willd.) dan ekstrak kulit batang Banyuru

(Pterospermum celebicum Miq.) memenuhi standar mutu sabun

menurut SNI ?

I.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui apakah ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga (L.)Willd.)

dan ekstrak kulit batang Banyuru (Pterospermum celebicum Miq.)

dapat diformulasikan dalam sediaan sabun padat transparan dan

memiliki aktivitas antibakteri tehadap bakteri Gram positif dan Gram

negatif.

2. Mengetahui apakah formula sabun padat transparan ekstrak

Lengkuas (Alpinia galanga (L.)Willd.) dan ekstrak kulit batang

Banyuru (Pterospermum celebicum Miq.) memenuhi standar mutu

sabun menurut SNI.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Banyuru

II.1.1 Banyuru (Pterospermum celebicum Miq.)

Klasifikasi tanaman Banyuru (Pterospermum celebicum Miq.) adalah

sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Anak Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Anak Kelas : Dialypetalae

Bangsa : Malvales

Suku : Sterculiaceae

Marga : Pterospermum

Jenis : Pterospermum celebicum Miq. (Heryati, 2003)

II.1.2 Nama Daerah

Pterospermum celebicum Miq. Memiliki beberapa nama daerah yang

berebeda-beda sebagai berikut :

Jawa : Balang, Cerlang, Wadang, Walang, Walangan

Sumatra : Bayur, Cemerlang, Jitang, Merilang

Kalimantan : Bayur, Bawan Besar Daun, Tenggi Leuyan

Sulawesi : Lawanan, Puyaan, Wayu, Badjo, Buli, Banyuru

5
6

II.1.3 Morfologi Banyuru (Pterospermium celebicum Miq.)

Banyuru (Pterospermium celebicum Miq.) merupakan pohon

berukuran sedang hingga besar, tingginya sekitar 10-15 cm dan berdiameter

hingga 100-120 cm. Daunnya tunggal hijau licin pada bagian bawah daun

berwarna kelabu coklat. Perbungaannya dekat pada bagian ujung. Bunganya

berwarna putih kekuningan dan berbunga pada bulan Mei-Juni, permukaan

kulit batang halus, bersisik atau bercelah dangkal, berlentisel, kulit bagian

dalam berserabut (Ogata et al. 2008; Sosef, et al. 1998).

II.1.4 Kandungan Kimia

Mengandung senyawa kimia seperti tanin, katekin, fenol, steroid,

lemak, dan air (Sosef et al. 1998).

II.1.5 Manfaat banyuru

Banyuru dapat digunakan untuk mengobati gatal-gatal, bisul, jerawat,

masuk angin dan disentri (Ogata et al. 2008; Sosef et al. 1998).

II.2 Lengkuas

II.2.1 Klasifikasi Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd.)

Klasifikasi tanaman Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd.) adalah

sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae
7

Anak kelas : Commelinidae

Bangsa : Zingiberales

Suku : Zingiberaceae

Marga : Alpinia

Jenis : Alpinia galanga (L.)Willd. (Raviraja dan Monisha, 2015)

II.2.2 Nama Daerah

Jeneponto : Laja, Langkuasa

Jawa : Laos

Sunda : Laja

II.2.3 Morfologi Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd.)

Lengkuas merupakan herba tahunan, akar berupa akar serabut,

berwarna cokelat. Batang bermetamorfosis menjadi rimpang menjalar

dibawah permukaan tanah, berwarna putih kemerahan, akar muncul disetiap

ruas rimpang berwarna cokelat, batang semu muncul di permukaan tanah,

tumbuh dari tunas rimpang, sebelum berbunga terdiri atas pelepah daun

yang menyatu, sesudah berbunga batang semu terisi oleh tangkai bunga

(Raviraja dan Monisha, 2015; Sastrahidayat, 2016).

Daun tunggal, merupakan daun lengkap, terdiri atas pelepah yang

panjangnya 15-30 cm, tangkai daun pendek dan helaian daun. Bentuk

lanset, tepi rata, ujung lancip, pangkal tumpul, panjang 25-50 cm, lebar 7-15

cm, pertulangan daun menyirip, permukaan beralur dan berwarna hijau

(Raviraja dan Monisha, 2015; Sastrahidayat, 2016).


8

Bunga majemuk, berbentuk tandan, terletak di ujung batang (bunga

terminal). Bunga berbentuk tabung, daun kelopak berjumlah 5 warna hijau

keputihan, daun mahkota berjumlah 5, berwarna putih. Benang sari

berjumlah 1, putik berwarna kuning kehijauan, Buah buni, bulat, keras,

masih muda berwarna hijau setelah tua berwarna merah lalu menghitam

(Raviraja dan Monisha, 2015).

II.2.4 Kandungan Kimia

Rimpang mengandung 0.5-1.0% minyak atsiri yang terdiri atas

sesquiterpen, alkohol dan sedikit eugenol. Lengkuas mengandung

diarilheptanoid, gingerol, flavonoid termasuk kamferol, sterol dan steroidal

glikosida (β-sitosterol diglukosil kaprat), natrium, besi, vitamin A dan C, Β-

sitosterol, galangin, emodin, dan kuarsetin (Raviraja dan Monisha, 2015;

Chudiwal et al. 2010).

II.2.5 Manfaat Lengkuas (Alpinia galanga (L.)Willd.)

Rimpang digunakan untuk mengobati alergi, anafilaktik, antibiotik,

antijamur, obat cacing, antihipertensi, antiinflamasi (bengkak), antimikroba,

antioksidan, antiparasit, antiplatelet atau anti pembekuan darah,

antispasmodik, artritis, kanker, penyakit jantung, diabetes, dispepsia,

ekspektoran (obat batuk), demam, masuk angin, kelainan saluran

pencernaan, hiperlipidemia, stimulan imun, insektisida, leukemia, mual,

muntah, bisul, kelainan pada kulit, dan gigitan ular (Hariana, 2008; Chudiwal

et al. 2010).
9

II.3 Ekstraksi Bahan Alam

Ekstraksi yaitu penyarian komponen kimia atau zat-zat aktif dari

bagian tanaman obat, hewan termasuk biota laut. Komponen kimia yang

terdapat pada tanaman, hewan, pada umumnya mengandung senyawa-

senyawa yang mudah larut dalam pelarut organik. Proses ini didasarkan atas

perpindahan massa komponen zat padat yang ada dalam simplisia ke dalam

pelarut organik (Zaifuddin 2012; Satuhu, & Yulianti, 2012).

Metode ekstraksi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu (DJPOM, 1986) :

1. Ekstraksi dengan pemanasan seperti refluks, infundasi, dekokta,

destilasi uap, dan soxhletasi.

2. Ekstraksi tanpa pemanasan (ekstraksi secara dingin) seperti

maserasi, perkolasi, dan soxhletasi.

Maserasi merupakan salah satu jenis ekstraksi padat cair tanpa

pemanasan dengan cara penyarian yang sederhana. Proses ekstraksi

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia pada suhu kamar

menggunakan pelarut yang sesuai. Cairan penyari akan menembus dinding

sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif

akan larut, dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif

di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak

keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan

konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (DJPOM, 1986).

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan

dan peralatan yang digunakan sederhana, murah, dan tidak memerlukan alat
10

yang relatif rumit. Selain itu, metode ini dapat menghindari kerusakan

komponen senyawa karena tidak menggunakan panas dalam penyarian,

sehingga baik untuk sampel yang tidak tahan panas. Kelemahan metode ini

adalah dari segi waktu dan penggunaan pelarut yang tidak efektif dan efisien

karena jumlah pelarut yang digunakan relatif banyak dan membutuhkan

waktu yang lebih lama serta penyarian yang kurang sempurna (DJPOM,

1986).

II.4 Anatomi Kulit

Kulit adalah organ yang terbesar dan paling luas dari tubuh. Bahkan,

rata-rata orang dewasa memiliki sekitar 170-200 cm2 dengan berat yang

bervariasi antara 15 kg dan 17 kg. Kulit manusia tersusun atas tiga lapisan

jaringan: epidermis, dermis, dan lapisan lemak subkutan. Selain lapisan

tersebut, juga terdapat beberapa struktur pelengkap pada kulit, seperti

kelenjar-kelenjar kulit (Baumann, 2009; Pearce, 2013).

1. Epidermis

Gambar 1. Lapisan epidermis (Baumann L. 2009. Cosmetic Dermatology Principles


and Practice. Second Edition. The McGraw-Hill Companies. New York. hal 3)
11

Epidermis adalah bagian terluar kulit, bagian ini tersusun dari jaringan

epitel skuamosa bertingkat yang mengalami keratinisasi, jaringan ini tidak

memiliki pembuluh darah dan sel-selnya sangat rapat. Bagian epidermis

yang paling tebal ditemukan pada telapak tangan dan telapak kaki yang

mengalami tratifikasi menjadi lima lapisan (Sloane, 2003).

2. Korium atau Dermis

Dermis tersusun atas matriks jaringan fibrus dan jaringan ikat yang terdiri

dari serat protein kolagen, elastin, dan retikulin yang terikat oleh bahan dasar

mukopolisakarida. Terdapat jaringan saraf, pembuluh darah, pembuluh limfa

dan bagian pelengkap kulit pada lapisan ini. Dermis dipisahkan dari

epidermis dengan adanya jaringan dasar atau lamina, membran ini tersusun

dari dua lapisan jaringan ikat (Sloane, Ethel, 2003; Pearce, 2013).

3. Subkutan

Jaringan subkutan pada kulit memberikan pertahanan bagi kulit terhadap

tekanan mekanis dan sebagai penghalang termal, jaringan ini mensintesis

dan menyimpan energi yang siap digunakan dalam jumlah besar (Aulton,

1988).

4. Struktur Pelengkap Kulit

Kelenjar keringat ekrin memproduksi keringat dengan pH 4,0-6,8 dan

juga mampu mengeluarkan obat, protein, antibodi dan antigen. Fungsi

dasarnya adalah mengontrol suhu tubuh. Kelenjar keringat apokrin terdapat

pada daerah pilosebaseus dan banyak terdapat pada daerah ketiak, putting

dan perianal. Hasil sekresinya umumnya keruh dan terasa berminyak yang
12

mengandung protein, lipid, lipoprotein, dan sakarida. Bakteri yang terdapat

pada permukaan kulit akan memetabolisme cairan tersebut sehingga kadang

menimbulkan bau yang disebut sebagai bau badan (Aulton, 1988).

Folikel rambut terdapat pada sekujur tubuh selain pada bibir, telapak

tangan dan telapak kaki. Kelenjar sebasea (kelenjar minyak) bersambungan

dengan folikel yang terdapat di atas otot penegak rambut sehingga kelenjar

tersebut dapat berhubungan langsung dengan daerah dermoepidermal.

Kelenjar sebasea paling banyak ditemukan pada wajah, dahi, telinga, tengah

punggung dan daerah sekitar genitalia; kurang ditemukan pada telapak

tangan dan kaki. Kelenjar ini memproduksi sebum melalui disintegrasi sel,

komposisinya meliputi gliserida, asam lemak bebas, kolesterol, ester

kolesterol, lilin, dan skualen (Aulton, 1988).

Kulit memiliki banyak fungsi bagi tubuh, antara lain:

a. Sebagai penghalang masuknya substansi luar dan juga mencegah

keluarnya substansi di bawah kulit;

b. Pelindung terhadap agen biologis (bakteri dan virus), fisik, dan kimia;

c. Imunologi yang mengakibatkan peradangan yang merupakan respon

penting menandai invasi agen asing;

d. Tempat sekresi keringat dan zat berbahaya;

e. Pengatur suhu tubuh;

f. Merupakan indra peraba / sentuhan;

g. Absorpsi obat transdermal; serta

h. Memproduksi vitamin D.
13

II.5 Sabun

II.5.1 Pengertian Sabun

Sabun merupakan garam natrium dan kalium dari asam lemak yang

berasal dari minyak nabati atau lemak hewani. Sabun yang digunakan

sebagai pembersih dapat berwujud padat (keras), lunak dan cair. Badan

Standarisasi Nasional menyatakan bahwa sabun adalah bahan yang

digunakan untuk tujuan mencuci dan mengemulsi, terdiri dari asam lemak

dengan rantai karbon C12-C18 dan sodium atau potassium (BSN, 2016).

Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang

dan ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut

dalam zat-zat non polar. Sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut

dalam air. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara

keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam air. Namun sabun mudah

tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles), yakni segerombol

(50 - 150) molekul yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-

ujung ionnya yang menghadap ke air (Fessenden, 1992).

Sabun diproduksi dan diklasifikasikan menjadi beberapa grade mutu.

Sabun dengan grade mutu A diproduksi oleh bahan baku minyak atau lemak

yang terbaik dan mengandung sedikit atau tidak mengandung alkali bebas.

Sabun dengan grade B diperoleh dari bahan baku minyak atau lemak

dengan kualitas yang lebih rendah dan mengandung sedikit alkali, namun

kandungan alkali tersebut tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Sedangkan


14

sabun dengan kualitas C mengandung alkali bebas yang relatif tinggi berasal

dari bahan baku lemak atau minyak yang berwarna gelap (Kamikaze, 2002).

Na- stearat
(sabun keras) gliserol
Gliserin tristearat

Gambar 2. Reaksi penyabunan (NIIR Board of Consultants & Engineers. 2016. The
Complete Technology Book on Soaps. 2nd ed. Asia Pacifik Business Press Inc. India.
8)

II.5.2 Fungsi sabun

Fungsi utama sabun adalah sebagai bahan pembersih. Sabun

menurunkan tegangan permukaan air, sehingga memungkinkan air

membasahi bahan yang dicuci dengan lebih efektif, sabun bertindak sebagai

suatu zat pengemulsi untuk mendispersikan minyak atau lemak, dan sabun

teradsorpsi pada butiran kotoran (Fessenden, 1992).

II.5.3 Sifat-Sifat Sabun Padat

Sabun berkemampuan untuk mengemulsi kotoran berminyak

sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Adapun sifat-sifat sabun padat

adalah sebagai berikut (Kamikaze, 2002) :

1. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga

akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air

bersifat basa.

CH3(CH2)16COONa + H2O →CH3(CH2)16COOH + OH-


15

2. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih,

peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun

dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg2+ atau Ca2+

dalam air mengendap.

CH3(CH2)16COONa + CaSO4 →Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2

3. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses

kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan

untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena

sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun

mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor

yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organik

sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air)

dan larut dalam air. Non polar : CH3(CH2)16 (larut dalam minyak,

hidrofobik dan juga memisahkan kotoran non polar). Polar : COONa+

(larut dalam air, hidrofilik dan juga memisahkan kotoran polar).

II.5.4 Formulasi Sabun

Bahan-bahan yang digunakan untuk memformulasi sabun, antara lain :

1. Lemak dan minyak

Lemak dan minyak merupakan bahan dasar dalam pembuatan sabun,

dimana asam lemak yang bereaksi dengan basa akan menghasilkan gliserin

dan sabun, yang dikenal dengan proses saponifikasi. Perbedaan yang

mendasar pada lemak dan minyak adalah pada bentuk fisisnya, lemak

berbentuk padatan, sedangkan minyak berbentuk cairan. Lemak yang


16

digunakan dalam pembuatan sabun adalah tallow, sedangkan minyak yang

digunakan pada pembuatan sabun adalah coconut oil, palm oil, palm kernel

oil, palm stearin, dll. (Barel et al. 2001).

2. Basa

Basa seperti NaOH dan KOH diperlukan dalam pembuatan sabun. Peran

dari basa adalah sebagai agen pereaksi dengan fase minyak, sehingga akan

terjadi proses saponifikasi. Dengan adanya reaksi antara fase minyak dan

basa, maka akan terbentuk gliserol dan sabun, yang berupa garam sodium

atau potassium (Barel et al. 2001).

3. Bahan aditif

Bahan aditif berguna untuk meningkatkan minat konsumen pada

pemakaian sabun, karena adanya modifikasi dari penampilan atau

keuntungan produk tersebut. Bahan aditif yang biasa digunakan, antara lain :

a. Fragrance

Fragrance merupakan bahan aditif yang paling penting pada produk

cleansing, agar dapat diterima oleh konsumen. Penggunaan fragrance

pada umumnya berfungsi untuk menutupi karakterisitik bau dasar dari

asam lemak atau fase minyak. Fragrance yang digunakan tidak boleh

menyebabkan perubahan stabilitas atau perubahan pada produk akhir.

Jumlah fragrance yang digunakan pada sabun batangan tergantung dari

kebutuhan konsumen, biasanya berkisar dari 0,3% (untuk kulit sensitif)

hingga 1,5% (Barel et al. 2001).


17

b. Pengawet

Pengawet atau preservatif berfungsi untuk mencegah oksidasi

selama penyimpanan. Oksidasi dapat terjadi karena adanya penggunaan

asam lemak tak tersaturasi (seperti oleat, linoleat, linolenat), dan adanya

bahan tambahan seperti fragrance. Pengawet yang digunakan dapat

terdiri dari agen pengkhelat logam, seperti ediamine tetra acid (EDTA)

atau antioksidan, seperti Butylated Hydroxy Toluene (BHT) (Barel et al,

2001).

c. Kondisioner kulit

Saat ini konsumen tidak hanya menginginkan sabun yang dapat

membersihkan kulit, tetapi juga menimbulkan kesan lembut pada kulit.

Dengan adanya perubahan permintaan konsumen tersebut, maka perlu

ditambahkan senyawa yang dapat meningkatkan kelembutan (mildness)

di kulit setelah pemakaian sabun. Gliserin dan asam lemak bebas

merupakan bahan tambahan yang dapat digunakan untuk memenuhi

kebutuhan tersebut. Bahan lainnya yang dapat digunakan antara lain

vitamin E, jojoba oil, lanolin, mineral oil, beeswax, dll. (Barel et al, 2001).

d. Surfaktan sintetik

Penggunaan surfaktan sintetik dapat meningkatkan penampilan dari

sabun batangan, karena dapat memperbaiki kualitas dan kuantitas dari

busa. Jumlah surfaktan yang digunakan berkisar antara 5% (combar level

rendah) hingga 80% (syndet) (Barel et al, 2001).


18

Beberapa bahan tambahan lain yang dapat digunakan sebagai zat

aktif seperti agen antimikrobia triklosan (TCC), whitening agent (asam kojic,

vitamin C dan derivatnya), skin care (astringent, dan vitamin A, B, D, E), dan

antiperspiran atau antideodoran. Selain zat aktif, dapat juga digunakan

binder atau pengikat (gum dan resin), dan filler atau pengisi (dextrin dan talk)

(Barel et al, 2001).

II.6 Sabun transparan

Sabun transparan memiliki tampilan yang transparan dan lebih berkilau

dibanding jenis sabun lain serta mampu menghasilkan busa yang lebih

lembut dikulit. Tampilan dari sabun transparan yang menarik, berkelas dan

mewah membuat sabun transparan dijual dengan harga yang relatif lebih

mahal. Selain itu sabun transparan juga bisa dijadikan cindera mata,

souvenir, sehingga memberikan kesan unik dan tampilan eksklusif (Spitz,

2016; Erliza et al. 2005).

Sabun transparan merupakan sabun batangan yang memiliki struktur

bening, sabun ini memiliki tingkat transparansi tinggi sehingga memancarkan

cahaya yang menyebar dalam partikel-partikel kecil. Sabun transparan dibuat

dari campuran minyak/lemak dan larutan NaOH yang disebut dengan reaksi

saponifikasi yang dilakukan pada suhu 60-70°C. Struktur transparan pada

sabun didapat karena penambahan bahan-bahan seperti etanol, gliserin, dan

larutan gula. Sabun yang dibuat dengan NaOH dikenal dengan sabun keras

(hard soap), sedangkan sabun yang dibuat dengan KOH disebut sabun lunak

(soft soap). Sabun dibuat dengan dua cara yaitu proses saponifikasi dan
19

proses netralisasi minyak. Proses saponifikasi minyak akan memperoleh

produk sampingan yaitu gliserol, sedangkan proses netralisasi tidak akan

memperoleh gliserol. Proses saponifikasi terjadi karena reaksi antara

trigliserida dengan alkali, sedangkan proses netralisasi terjadi karena reaksi

asam lemak bebas dengan alkali (Spitz, 2016; Ophardt, 2003).

II.7 Syarat Mutu Sabun Mandi

Syarat mutu sabun mandi yang dipersyaratkan SNI 3532-2016 adalah

sebagai berikut BSN (2016) :

Tabel 1. Persyaratan mutu sabun mandi yang dipersyaratkan SNI 3532-2016


No Kriteria uji Satuan Mutu
1 Kadar air % fraksi massa Maks. 15,0
2 Total lemak % fraksi massa Min. 65,0
3 Bahan tak larut dalam etanol % fraksi massa Maks. 5,0
Alkali bebas (dihitung sebagai
4 % fraksi massa Maks. 0.1
NaOH)
Asam lemak bebas (dihitung Maks. 2,5
5 % fraksi massa
sebagai asam oleat)
6 Kadar klorida % fraksi massa Maks, 1,0
7 Lemak tidak tersabunkan % fraksi massa Maks, 0,5
Catatan : Alkali bebas atau asam lemak bebas merupakan pilihan bergantung pada
sifatnya asam atau basa.

II.8 Antimikroba

II.8.1 Senyawa Antimikroba

Antimikroba adalah subtansi yang menghambat pertumbuhan atau

membunuh bakteri atau mikoorganisme lain (organisme mikroskopik

termasuk bakteria, virus, jamur, protozoa, dan riketsia). Sedangkan

antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh suatu macam

mikroorganisme atau dihasilkan secara sintetik yang dapat membunuh atau

menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain (Kee, et al. 1996).


20

Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan

mikroba dan membunuhnya, dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM)

atau kadar bunuh minimal (KBM). Kadang aktivitas antimikroba tertentu

dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisidal apabila kadar

antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Ganiswara et al. 1995).

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi menjadi lima

kelompok, yaitu (Ganiswara et al. 1995):

1. Menghambat Metabolisme Sel Mikroba

Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini ialah sulfonamid,

trimetorpim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon. Dengan mekanisme

kerja bakteriostatik. Mikroba membutuhkan asam folat untuk

kelangsungan hidupnya, berbeda dengan mamalia yang mendapat asam

folat dari asam amino benzoat (PABA) untuk kebutuhan hidupnya.

Apabila sulfonamid atau sulfon menang bersaing dengan PABA untuk

diikutsertakan dalam pembentukan asam folat, maka terbentuk analog

asam folat yang nonfungsional. Akibatnya, kehidupan mikroba terganggu.

2. Menghambat Sintesis Dinding Sel

Obat yang termasuk dalam kelompok ini ialah penisilin, sefalosporin,

basitrasin, vankomisin, dan sikloserin. Dinding sel bakteri terdiri dari

peptidoglikan yaitu suatu kompleks polimer mukopeptida (glikopeptida).

Sikloserin menghambat reaksi yang paling dini dalam proses sintesis

dinding sel, diikuti berturut-turut basitrasin, vankomisin dan diakhiri oleh

penisilin dan sefalosporin yang menghambat reaksi terakhir


21

(transpeptidasi). Oleh karena itu tekanan osmotik dalam sel bakteri lebih

tinggi daripada di luar sel maka kerusakan dinding sel bakteri akan

menyebabkan terjadinya lisis, yang merupakan dasar efek bakterisidal

pada bakteri yang peka.

3. Mengganggu Keutuhan Membran Sel Mikroba

Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah polimiksin, golongan

polien serta berbagai antimikroba kamoterapeutik. Polimiksin sebagai

senyawa ammonium-kuartener dapat merusak membran sel setelah

bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel mikroba. Polimiksin

tidak efektif pada bakteri Gram positif karena jumlah fosfor bakteri ini

rendah. Antibiotik polien bereaksi dengan struktur sterol yang terdapat

pada membran sel fungus sehingga mempengaruhi permeabilitas selektif

membran tersebut. Bakteri tidak sensitif terhadap antibiotik polien, karena

tidak memiliki struktur sterol pada membran selnya. Antiseptik yang

mengubah tegangan permukaan dapat merusak permeabilitas selektif

dari membran sel menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting

dari dalam sel mikroba yaitu protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-

lain.

4. Menghambat Sintesis Protein Sel Mikroba

Obat yang termasuk dalam kelompok ini adalah golongan

aminoglikosida, makrolida, linkomisin, tetrasiklin, dan kloramfenikol.

Streptomisin berikatan dengan komponen ribosom 30S dan

menyebabkan kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA pada waktu
22

sintesis protein. Akibatnya akan terbentuk protein yang abnormal dan

nonfungsional bagi sel mikroba. Eritromisin berikatan dengan ribosom

50S dan menghambat translokasi kompleks tRNA-peptida dari lokasi

asam amino ke lokasi peptide, akibatnya rantai polipeptida tidak dapat

diperpanjang karena lokasi asam amino tidak dapat menerima kompleks

tRNA-asam amino yang baru. Linkomisin juga berikatan dengan ribosom

50S dan menghambat sintesis protein. Tetrasiklin berikatan dengan

ribosom 30S dan menghambat masuknya kompleks rRNA-asam amino

pada lokasi asam amino. Kloramfenikol berikatan dengan ribosom 50S

dan menghambat pengikatan asam amino baru pada rantai polipeptida

oleh enzim peptidil transferase.

5. Menghambat Asam Nukleat Sel Mikroba

Antimikroba yang termasuk dalam kelompok ini ialah rifampisin dan

golongan kuinolon. Rifampisin berikatan dengan enzim polymerase-RNA

(pada sub unit) sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim

tersebut. Golongan kuinolon menghambat enzim DNA girase pada bakteri

yang fungsinya menata kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk

spiral sehingga bisa dimuat dalam bentuk bakteri yang kecil. Banyak

faktor dan keadaan yang mempengaruhi kerja zat antimikroba. Semua

harus dipertimbangkan agar zat antimikroba tersebut dapat bekerja

secara efektif. Beberapa hal yang mempengaruhi kerja zat antimikroba

adalah sebagai berikut (Pelczar dan Chan, 1998) :


23

a. Konsentrasi atau Intensitas Zat Antimikroba

Semakin tinggi konsentrasi zat antimikrobanya, maka banyak bakteri

akan terbunuh lebih cepat.

b. Jumlah Mikroorganisme

Semakin banyak jumlah mikroorganisme yang ada, maka semakin

banyak pula waktu yang diperlukan untuk membunuhnya.

c. Suhu

Kenaikan suhu dapat meningkatkan keefektifan desinfektan atau

bahan mikrobial. Hal ini disebabkan zat kimia merusak

mikroorganisme melalui reaksi kimia dan laju reaksi kimia dapat

dipercepat dengan menaikkan suhu.

d. Spesies Mikroorganisme

Spesies mikroorganisme menunjukkan ketahanan yang berbeda beda

terhadap suatu bahan kimia tertentu.

e. Adanya Bahan Organik

Adanya bahan organik asing dapat menurunkan keefektifan zat kimia

antimikrobial dengan cara menonaktifkan bahan kimia tersebut.

Adanya bahan organik dalam campuran zat antimikrobial dapat

mengakibatkan:

a. Penggabungan zat antimikrobial dengan bahan organik membentuk

produk yang tidak bersifat antimikrobial.


24

b. Penggabungan zat antimikrobial dengan bahan organik menghasilkan

suatu endapan sehingga antimikrobial tidak mungkin lagi mengikat

mikroorganisme.

c. Akumulasi bahan organik pada permukaan sel mikroba menjadi suatu

pelindung yang akan mengganggu kontak antar zat antimikrobial

dengan sel.

d. Keasaman (pH) atau Kebasaan (pOH). Mikroorganisme yang hidup

pada pH asam akan lebih mudah dibasmi pada suhu rendah dan

dalam waktu yang singkat bila dibandingkan dengan mikroorganisme

yang hidup pada pH basa.

II.8.2 Uji Aktivitas Antimikroba

Metode penentuan kepekaan mikroba digunakan untuk mengetahui

potensi dari suatu antibiotik dalam sampel atau menguji kepekaan

antimikroba. Penentuan kepekaan mikroba patogen (bakteri dan fungi)

terhadap antimikroba dapat dilakukan dengan empat metode, yaitu (Pelczar,

dan Chan, 1998; Casida, 1968):

1. Uji Difusi

Uji difusi dilakukan pada medium padat, umunya pada medium agar

yang cocok untuk pertumbuhan mikroba uji. Komponen yang diujikan

akan berdifusi di atas medium dalam pola radial dari suatu pencadang

atau kertas cakram. Komponen yang berdifusi dapat menghambat

pertumbuhan mikroba uji apabila memiliki sifat seperti antibiotik ataupun

dapat memacu pertumbuhan mikroba uji jika komponen yang diuji


25

merupakan faktor tumbuh suatu mikroorganisme. Diameter zona yang

terbentuk menggambarkan kemampuan komponen yang diujikan, dan

umumnya dibandingkan dengan bermacam konsentrasi standar atau

komponen referensi yang telah diketahui. Setelah medium padat dan

bakteri diinkubasi, pertumbuhan bakteri dapat diamati berupa (Pelczar,

dan Chan, 1998; Jawetz, dkk., 2001) :

a. Zona radikal yaitu suatu daerah di sekitar paper disk atau sumuran

yang sama sekali tidak terlihat adanya pertumbuhan mikroorganisme.

Potensi mikroorganisme diukur dengan mengukur garis tengah zona

tersebut.

b. Zona irradikal yaitu suatu daerah di sekitar paper disk atau sumuran

yang menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme yang dihambat oleh

zat antimikroba tersebut, tetapi tidak mematikan.

Ada lima macam uji difusi, yaitu (Djide, dan Sartini, 1997):

a. Metode difusi silinder pipih. Metode ini didasarkan atas perbandingan

antara luas daerah hambatan yang dibentuk larutan contoh dengan

daerah hambatan yang dibentuk oleh larutan pembanding terhadap

pertumbuhan mikroba uji.

b. Metode difusi dengan mangkuk pipih. Cara perlakuan dari metode ini

sama dengan metode silinder pipih, namun perbedaannya yaitu

metode ini menggunakan lubang yang dibuat pada medium.

c. Metode difusi dengan kertas saring. Metode ini menggunakan kertas

saring dengan bentuk dan ukuran tertentu, umumnya dengan garis


26

tengah 0,6 cm. kertas saring tersebut akan ditetesi dengan larutan

contoh dan larutan pembanding.

d. Metode difusi Kirby-Bauer. Metode ini menggunakan cawan yang

berukuran 150 x 150 mm dan alat untuk meletakkan kertas saring

e. Metode difusi agar berlapis. Metode ini merupakan modifikasi dari

metode difusi Kirby-Bauer. Perbedaannya yaitu metode ini

menggunakan dua lapis agar, lapis pertama (based layer) berisi

medium dan tanpa mengandung mikroba uji, sedangkan lapis kedua

(seed layer) adalah medium yang mengandung mikroba uji.

Beberapa faktor yang mempengaruhi difusi antibiotika, yaitu (Djide, dan

Sartini, 2008):

a. Faktor fisik meliputi: waktu predifusi, suhu inkubasi, dan ketebalan

lempeng.

b. Faktor biologi meliputi: populasi mikroorganisme, komposisi medium,

dan konsentrasi kritis antibiotika.

2. Uji Turbidimetri (Dilusi)

Pada uji ini digunakan medium cair yang cocok dengan mikroba uji

dan efektivitas dari komponen uji diukur berdasarkan kemampuan komponen

tersebut meningkatkan ataupun menurunkan nilai turbidimetri (kekeruhan)

medium uji yang telah mengandung mikroba uji.

3. Uji Respon Metabolik

Prosedur uji respon metabolik sama dengan uji turbidimetri tetapi juga

dilakukan pengukuran efek dari produk fermentasi terhadap mikroba uji yang
27

diujikan berdasarkan total pertumbuhan mikroba uji. Beberapa reaksi

metabolisme yang diukur pada pengujian ini antara lain adalah produksi

asam, perubahan CO2, absorbsi oksigen, dan aktivitas enzim dehidrogenase.

4. Uji Enzimatik

Cara pengujian enzimatik adalah dengan menambahkan sejumlah

enzim tertentu ke dalam medium kultur cair yang telah diinokulasikan

mikroba uji dan komponen yang diujikan sehingga akan menyebabkan

terjadinya beberapa perubahan pada hasil produk fermentasi.

Tabel 2. Kategori daya hambat bakteri (Davis dan Stout, 1971)


Daya Hambat Bakteri Kategori
≥ 20 mm Sangat kuat
10 - 20 mm Kuat
5 – 10 mm Sedang
≤ 5 mm Lemah

II.9 Mikroba Uji

Berdasarkan atas pewarnaan Gram, maka bakteri dapat dibedakan

atas dua golongan yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif.

Kedua golongan tersebut mempunyai perbedaan susunan kimia dari dinding

selnya. Dinding sel bakteri Gram negatif lebih rumit susunannya daripada

positif. Dinding sel bakteri Gram positif hanya tersusun satu lapisan saja,

yaitu lapisan peptidoglikan yang relatif tebal. Sedangkan bakteri Gram

negatif mempunyai dua lapisan dinding sel yaitu: lapisan luar yang tersusun

peptidoglikan tetapi lebih tipis. Bakteri yang tergolong dalam klasifikasi

bakteri Gram positif diantaranya adalah Staphylococcus aureus dan

Propionibacterium acnes, sedangkan bakteri Gram negatif diantaranya


28

adalah Pseudomonas aeruginosa dan Escherichia coli (Djide, dan Sartini,

2013).

II.9.1 Staphylococcus aureus

1. Klasifikasi

Dari Rosenbach (1884) klasifikasi Staphylococcus aureus yaitu:

Kingdom : Bacteria

Filum : Firmicutes

Kelas : Bacilli

Ordo : Bacillales

Famili : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphyococcus aureus

2. Morfologi

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif berbentuk

bulat berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang

tidak teratur seperti buah anggur, fakultatif anaerob, tidak membentuk spora,

dan tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ºC, tetapi

membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25ºC). Koloni pada

perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan, berbentuk

bundar, halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik

menghasilkan S. aureus yang mempunyai kapsul polisakarida atau selaput

tipis yang berperan dalam virulensi bakteri (Jawetz et al. 2008; Joshi and

Devkota, 2014).
29

II.9.2 Pseudomonas aeruginosa

1. Klasifikasi

Dari Sarlangue, et al. (2006) klasifikasi Pseudomonas aeruginosa yaitu:

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gamma Proteobacteria

Ordo : Pseudomonadales

Famili : Pseudomonadaceae

Genus : Pseudomonas

Spesies : Pseudomonas aeruginosa

2. Morfologi

Pseudomonas aeruginosa mempunyai ciri khas bergerak dan

berbentuk batang, berukuran sekitar 0.6 x 2 μm. Umumnya mempunyai

flagel polar, tetapi kadang kadang 2-3 flagel. Bakteri Gram negatif dan

terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan, dan kadang-kadang

membentuk rantai yang pendek. Struktur dinding sel sama dengan famili

Enterobactericeae. Strain yang diisolasi dari bahan klinik sering mempunyai

pili untuk perlekatan pada permukaan sel dan memegang peranan penting

dalam resistensi terhadap fagositosis. P. aeruginosa mempunyai pili. Pili

(fimbriae) menjulur dari permukaan sel dan membantu perlekatan pada sel

epitel inang. Lipopolisakarida yang terdapat dalam banyak imunotip

merupakan salah satu faktor virulensi dan juga melindungi sel dari

pertahanan tubuh inang P. aeruginosa dapat digolongkan berdasarkan


30

imunotipe polisakarida dan kepekaannya terhadap piosin (bakteriosin).

Produk ekstraseluler yang dihasilkan berupa enzim-enzim, yaitu elastase,

protease dan dua hemolisin, fosfolipase C yang tidak tahan panas dan

rhamnolipid (Sarlangue et al. 2006; Kannan, 2016).

II.9.3 Escherichia coli

1. Klasifikasi

Dari Murwani, (2015) klasifikasi Escherichia coli yaitu:

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gamma Proteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Familia : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

Spesies : Escherichia coli

2. Morfologi

Escherichia coli umumnya merupakan bakteri patogen yang banyak

ditemukan pada saluran pencernaan manusia sebagai flora normal.

Morfologi bakteri ini adalah kuman berbentuk batang pendek (coccobasil),

Gram negatif, ukuran 0,4 – 0,7 µm x 1-3 µm, sebagian besar gerak positif

dan beberapa strain mempunyai kapsul. Nama bakteri ini diambil dari nama

seorang bakteriologis yang berasal dari Jerman yaitu Theodor Von

Escherich, yang berhasil melakukan isolasi bakteri ini pertamakali pada

tahun 1885 (Murwani, 2015).


31

II.9.4 Propionibacterium acnes

1. Klasifikasi

Dari Irianto K, (2006) klasifikasi Propionibacterium acnes yaitu:

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Actinobacteridae

Ordo : Actinomycetales

Famili : Propionibacteriaceae

Genus : Propionibacterium

Spesies : Propionibacterium acnes

2. Morfologi

Propionibacterium acnes termasuk Gram-positif berbentuk batang tak

teratur yang terlihat pada pewarnaan Gram positif, tidak berspora, tangkai

anaerob, beberapa strain/jenis adalah aerotoleran, tetapi tetap menunjukkan

pertumbuhan lebih baik sebagai anaerob. Bakteri ini dapat berbentuk filamen

bercabang atau campuran antara bentuk batang/filamen dengan bentuk

kokoid. Beberapa bersifat patogen untuk hewan dan tanaman. Bakteri ini

mempunyai kemampuan untuk menghasilkan asam propionate.

Propionibacterium acne adalah flora normal kulit terutama di wajah. Bakteri

ini berperan pada patogenesis jerawat yang dapat menyebabkan inflamasi

(Irianto K, 2006).
32

II.10 Uraian Bahan Tambahan

1. Virgin Coconut Oil

Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan minyak yang diproses dari buah

kelapa tanpa mengalami pemanasan. VCO mempunyai kenampakan bening

serta mengandung banyak asam laurat.

Penggunaan VCO sebagai bahan dasar pembuatan sabun karena VCO

adalah minyak yang paling kaya dengan kandungan asam lemak yang

menguntungkan kulit dibandingkan dengan minyak lainnya dan warna VCO

yang bening putih jernih dan mudah larut dalam air. Asam lemak yang paling

dominan dalam VCO adalah asam laurat (HC12H23O2). Kandungan utama

pada VCO adalah asam laurat 46%. Asam laurat sangat diperlukan dalam

pembuatan sabun karena mampu memberikan sifat pembusaan yang sangat

baik dan lembut untuk produk sabun. Asam laurat merupakan asam lemak

jenuh rantai sedang yang bersifat antimikroba (antivirus, antibakteri, dan

antijamur) (Hambali, 2008).

2. Minyak Zaitun

Minyak zaitun atau yang biasa dikenal dengan oleum olive merupakan

minyak yang paling sering digunakan dalam pembuatan sabun, minyak

zaitun berwarna kuning pucat atau kuning kehijauan terang, cairan

berminyak, sedikit berbau dan berasa, bobot jenisnya 0,910 – 0,915. Sedikit

larut dalam alkohol, dapat bercampur dengan karbon disulfida, kloroform

atau eter. Minyak zaitun dapat digunakan untuk mengurangi iritasi yang

ditimbulkan oleh sabun minyak kelapa (Hambali, 2008).


33

3. Asam stearat

Rumus Molekul : CH3(CH2)16COOH

Asam stearat adalah asam lemak jenuh berupa granul, potongan lilin,

padat keras atau bubuk, berwarna putih atau sedikit kuning, agak mengkilap,

sedikit bau (dengan ambang bau 20 bpj) dan rasa yang seperti lemak,

memiliki titik lebur 59,4°C-59,8°C. Praktis tidak larut dalam air, larut dalam

kloroform, etanol (95%) eter, dan minyak sayur (Rowe, 2009).

Asam stearat merupakan monokarboksilat berantai panjang (C18)

yang bersifat jenuh karena tidak memiliki ikatan rangkap diantara atom

karbonnya. Asam stearat dapat berbentuk cairan atau padatan. Pada proses

pembuatan sabun, asam stearat berfungsi untuk mengeraskan dan

menstabilkan busa (Barel et al, 2001; Spitz, 2016).

4. Natrium Hidroksida

Rumus Molekul : NaOH

Natrium hidroksida berbentuk putih padat seperti pelet, serpihan,

butiran ataupun larutan jenuh 50% yang biasa disebut larutan sorensen.

Natrium hidroksida memiliki sifat lembap cair dan secara spontan menyerap

karbon dioksida dari udara bebas. NaOH sangat mudah larut dalam air dan

akan melepaskan panas ketika dilarutkan, karena pada proses pelarutannya

dalam air bereaksi secara eksotermis. NaOH juga larut dalam etanol dan

metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil

daripada kelarutan KOH. NaOH tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non-

polar lainnya (Rowe, 2009).


34

Natrium hidroksida (NaOH) seringkali disebut dengan soda kaustik

atau soda api yang merupakan senyawa alkali yang bersifat basa dan

mampu menetralisir asam. NaOH bereaksi dengan minyak membentuk

sabun yang disebut dengan saponifikasi (Barel et al, 2001; Hambali 2005)

5. Gliserin

Rumus molekul : C3H8O3

Gliserin dapat berfungsi sebagai pelarut, emolien, humektan. Gliserin

adalah larutan seperti sirup, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, cair

higroskopik dan memiliki rasa manis 0,6 kali lebih manis dari sukrosa.

Gliserin dapat bercampur dengan air, metanol, dan etanol 95%, tidak

bercampur dengan kloroform, eter, dan minyak lemak. Konsentrasi gliserin

yang bisa digunakan sebagai humektan dan emolien dalam sediaan

kosmetik tidak lebih dari 30% (Rowe, 2009).

Dalam sabun yang dibuat, gliserin berfungsi sebagai humektan.

Humektan adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengontrol perubahan

kelembaban suatu sediaan dalam wadah atau kemasannya dan mengontrol

kelembaban kulit ketika sediaan tersebut diaplikasikan (Barel et al, 2001;

Spitz, 2016).

6. Sukrosa

Rumus Molekul : C12H22O11

Sukrosa adalah gula yang diperoleh dari tebu, gula bit, dan sumber

lainnya. Tidak mengandung zat tambahan. Sukrosa berbentuk kristal tak


35

berwarna, seperti massa kristalin atau blok, atau bubuk kristal putih, dan

memiliki rasa manis (Rowe, 2009).

Pada proses pembuatan sabun transparan, gula pasir berfungsi untuk

membantu terbentuknya transparansi pada sabun, penambahan gula pasir

dapat membantu perkembangan kristal pada sabun (Barel et al, 2001;

Hambali, 2005).

7. Etanol

Rumus Molekul : CH3CH2OH

Alkohol digunakan sebagai pengawet antimikroba, desinfektan,

penetran kulit, pelarut. Etanol dan larutan etanol dari berbagai konsentrasi

banyak digunakan dalam formulasi farmasi dan kosmetik. Meskipun etanol

secara umum digunakan sebagai pelarut, etanol juga digunakan sebagai

bahan pengawet antimikroba. Pada sediaan topikal larutan etanol juga

digunakan sebagai peningkat penetrasi dan sebagai disinfektan. Etanol juga

digunakan dalam sediaan transdermal kombinasi dengan Labrasol sebagai

ko-surfaktan (Rowe, 2009).

8. Asam sitrat

Rumus Molekul : C6H8O7

Asam sitrat berbentuk kristal tidak berwarna atau tembus cahaya, atau

sebagai kristal putih, bubuk berkabut, berbau dan memiliki rasa asam yang

kuat. Struktur kristalnya ortorombik. asam sitrat berfungsi sebagai

antioksidan, agen buffering, agen chelating, dan penambah rasa (Rowe,

2009).
36

Asam sitrat berfungsi sebagai agen penghelat (chelating agent) yaitu

pengikat ion-ion logam pemicu oksidasi, sehingga mampu mencegah

terjadinya oksidasi pada minyak akibat pemanasan. Pada sabun selain

sebagai agen penghelat, asam sitrat juga dapat digunakan sebagai

pengawet dan pengatur pH (Barel et al, 2001; Spitz, 2016).

9. Trietanolamin (TEA)

Rumus molekul C6H15NO3 dan berat molekul 149,19.

Trietanolamin berfungsi sebagai agen pembasa dan pengemulsi.

Trietanolamin merupakan cairan kental tidak berwarna hingga kuning pucat,

memiliki sedikit bau amoniak. Trietanolamin merupakan senyawa amin

tersier yang mengandung gugus hidroksil, dapat bercampur dengan air dan

dengan alkohol (Rowe, 2009).

10. Butil Hidroksi Toluena (BHT)

Rumus Molekul : C15H24O dan Berat Molekul 220.35

Butil Hidroksi Toluena berbentuk putih atau kuning pucat atau bubuk

kuning dengan bau khas samar. BHT berfungsi sebagai antioksidandan

sering digunakan dalam kosmetik, makanan, dan obat-obatan. BHT

digunakan untuk menunda atau mencegah ketengikan oksidatif lemak dan

minyak dan untuk mencegah hilangnya aktivitas vitamin yang larut dalam

minyak (Rowe, 2009).


37

11. Kokamidopropil betain

Rumus Molekul : C19H38N2O3


KokoBetaine (Kokamidopropil betain) adalah larutan surfaktan berair,

dari Coconut Oil. Kokamidopropil betain digunakan dalam shampoo, sabun

mandi padat dan sabun mandi cair, sebagai surfaktan sekunder dalam

sistem pembersihan di mana Kokobetain akan meningkatkan viskositas dan

memberikan busa yang halus. Kokamidopropil betain memberikan busa yang

baik, dan stabilisasi cairan busa, dengan sifat pembasahan yang sangat

baik. Kokamidopropil betain bersifat amfoter dan kompatibel dengan

surfaktan anionik, kationik, dan nonionik. Penambahan Kokamidopropil

betain akan membantu meningkatkan kinerja busa, mengurangi iritasi

surfaktan anionik, meningkatkan kemampuan pembersihan surfaktan

nonionik dan membantu menjembatani celah dan memungkinkan

penggunaan kombinasi kationik dan non-ionik untuk formulasi pembersihan

superior (Rowe, 2009).


BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN

III.1 Penyiapan Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah, masker, handscoon, cawan

porselen, gelas piala (Pyrex®), labu erlenmeyer (Pyrex®), termometer,

autoklaf (All American®), cawan petri, freeze dryer (CoolSafeTM),

homogenizer (Ultra Turax®), inkubator (Memmert®), jangka sorong (Tricle

Brand®), Laminary Air Flow (Envirco®), oven (Ecocell®), pencadang, pH

meter (Sartorius®), mantel head, reflux, statif, rotavapor (Heidolph®), spoit

steril (One Med®), timbangan analitik (Sartorius®), paper disc, Toples.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit

batang Banyuru, Lengkuas, Etanol 70%, aluminium foil, Aquadest, Etanol

96%, Etanol P, Eter P, Fenolftalein LP, Gliserin, kapas, medium Mueller

Hinton Agar (MHA), medium Nutrient Agar (NA), minyak zaitun, Natrium

hidroksida 30% (NaOH), Natrium Klorida, NaOH 0.1 N, minyak jeruk,

plastic wrap, bakteri Pseudomonas aeruginosa, bakteri Staphylococcus

aureus, bakteri Escheria coli, bakteri Propionibacterium acnes, Sukrosa,

Trietanolamin (TEA) dan Virgin Coconut Oil (VCO), Kokamidiopropil

betain.

38
39

III.2 Metode Kerja

III.2.1 Pengambilan dan Pengolahan Sampel

III.2.1.1 Banyuru (Pterospermum celebicum Miq.)

Sampel kulit batang Banyuru (Pterospermum celebicum Miq.)

diambil dari Desa Bili-Bili, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa,

Sulawesi-Selatan. Sampel kulit batang Banyuru dipisahkan terlebih dahulu

antara kulit batang dari kayu batangnya dan dicuci hingga bersih pada air

mengalir. Kulit batang yang telah bersih ditiriskan dan dirajang kecil-kecil

menggunakan pisau, selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan oven

pada suhu 50°C selama beberapa hari hingga diperoleh kadar air <10%.

Sampel kering kemudian disortasi kering dan dihaluskan menggunakan

mesin penggiling, selanjutnya diayak dengan ayakan no. 18 sehingga

didapatkan serbuk simplisia Lengkuas.

III.2.1.2 Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd.)

Sampel rimpang Lengkuas diambil dari Desa Tombo-Tombolo,

Kecamatan Bangkala, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi-Selatan. Rimpang

Lengkuas disortasi basah dan dibersihkan dibawah air mengalir, ditiriskan

kemudian dirajang kecil-kecil, selanjutnya dikeringkan dengan

menggunakan oven suhu 50°C selama beberapa hari hingga diperoleh

kadar air <8%. Sampel kering kemudian disortasi kering dan dihaluskan

menggunakan mesin penggiling, selanjutnya diayak dengan ayakan no.

18 sehingga didapatkan serbuk simplisia Lengkuas.


40

III.2.2 Ekstraksi

III.2.2.1 Banyuru (Pterospermum celebicum Miq.)

Sebanyak 500 g serbuk simplisia kering diekstraksi secara

maserasi menggunakan pelarut etanol 70% sebanyak 5 liter dimana

serbuk simplisia dibasahi terlebih dahulu dengan penyarinya, proses

maserasi dilakukan selama 3 hari pada tempat yang terlindung dari sinar

matahari sambil sesekali diaduk, selanjutnya hasil maserasi disaring dan

filtrat yang di peroleh dikumpulkan. Residu dimaserasi kembali dengan

menggunakan etanol 70% 5 liter selama 3 hari. Filtrat yang dikumpulkan,

dikisatkan menggunakan alat rotavapor (suhu 50°C, 50 rpm), hingga di

peroleh ekstrak etanol kulit batang Banyuru.

III.2.2.2 Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd.)

Sebanyak 300 g serbuk kasar simplisia kering diekstraksi secara

maserasi menggunakan pelarut etanol 70% sebanyak 3 liter, dimana

serbuk simplisia dibasahi terlebih dahulu dengan cairan penyarinya.

Proses maserasi dilakukan selama 3 hari pada tempat yang terlindung

dari sinar matahari sambil sesekali diaduk, selanjutnya hasil maserasi

disaring, filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dikisatkan menggunakan

alat rotavapor (suhu 50°C, 50 rpm) hingga diperoleh ekstrak etanol

Lengkuas.
41

III.2.3 Penentuan Bilangan Penyabunan VCO dan Minyak Zaitun

Ditimbang sampel sebanyak ± 2 gram dalam labu 250 mL dan

ditambahkan 25 mL kalium hidroksida etanol 0.5 N LV. Panaskan labu

diatas tangas air, refluks dengan pendingin selama 30 menit sambil

diputar. Kemudian ditambahkan 1 mL fenolftalein LP dan titrasi kelebihan

natrium hidroksida dengan asam klorida 0.5 N LV.

III.2.4 Formulasi Sabun Padat Transparan

Formula sabun padat ekstrak Lengkuas dan ekstrak kulit batang

Banyuru memiliki komposisi formula sebagai berikut :

Tabel 3. Formula basis sabun padat transparan


Bahan Kosentrasi %
Asam stearate 6.5
Virgin Coconut Oil 15.0
Minyak Zaitun 6.0
NaOH 30% 20.0
Etanol 96% 17.0
Gliserin 12.0
Sukrosa 10.0
Trietanolamin 2.0
Asam sitrat 4.5
BHT 0.1
Cocobetain 2.0
Oleum citri 0.5
Aqua destilata 4.4

Tabel 4. Formula sabun padat transparan ekstrak kulit batang Banyuru dan ekstrak
Lengkuas
Bahan Konsentrasi (%)
F0 F1 F2 F2 F3 F4
Ekstrak Lengkuas - 1,0 - 1,0 1,0 1,0
Ekstrak kulit batang Bayuru - - 1,0 1,0 2,0 3,0
Basis sabun ad 100 100 100 100 100 100
42

III.2.4.1 Prosedur Pembuatan Sabun Padat Transparan

Semua bahan ditimbang terlebih dahulu. Asam stearat dilebur

pada suhu 60°C di dalam gelas piala di atas penangas air, kemudian

tambahkan campuran minyak (VCO dan minyak zaitun) dan BHT ke

dalam gelas piala dan diaduk hingga homogen. Larutan NaOH 30%

ditambahkan ke dalam gelas piala jika suhu sudah mencapai 70°C dan

diaduk selama 2-4 menit hingga terbentuk sabun, suhu diturunkan sampai

50°C, kemudian ditambahkan campuran gliserin, TEA, sukrosa,

cocobetain dan asam sitrat yang telah terlebih dahulu dilarutkan dalam air

panas ditambahkan ke dalam campuran sambil terus diaduk sekitar 7-10

menit hingga campuran menjadi homogen. Selanjutnya secara perlahan–

lahan tambahkan sebagian etanol 96% hingga terbentuk larutan bening.

Ekstrak kulit batang Banyuru dan ekstrak Lengkuas dilarutkan dalam sisa

etanol 96% dan ditambahkan pada campuran basis kemudian diaduk

pada suhu 40°C hingga homogen, selanjutnya ditambahkan minyak jeruk

dan dilakukan pengadukan kembali hingga homogen dan dimasukkan ke

dalam cetakan sabun transparan.

II.2.5 Evaluasi

III.2.5.1 Pemeriksaan Organoleptik Sabun Padat Transparan

Dilakukan dengan mengamati warna/transparansi, tekstur, dan

aroma sabun transparan.


43

III.2.5.2 Pemeriksaan pH Sabun Padat Transparan

Pemeriksaan ini dilakukan dengan pH meter yang telah dikalibrasi,

pengukuran pH sediaan dilakukan dengan cara, 1 gram sabun dari

masing-masing formula dilarutkan dengan air suling panas hingga 10 mL.

Elektroda dicelupkan dalam wadah, dibiarkan jarum bergerak sampai

posisi konstan. Angka yang ditunjukan oleh pH meter merupakan nilai pH

dari sabun. Pengamatan dilakukan setiap minggunya hingga minggu

keempat penyimpanan (Febriyenti, 2014).

III.2.5.3 Uji Kekerasan Sabun Padat Transparan

Sabun dengan ukurran 1x1x1 cm diletakkan pada hardness tester

secara vertikal. Hardness tester diputar sampai menembus bagian sabun.

Skala kekerasan yang tertera dicatat dan ditentukan rata-rata kekerasan

sabun. Pengamatan dilakukan setiap minggunya hingga minggu keempat

penyimpanan.

III.2.5.4 Uji Tinggi Busa Sabun Padat Transparan

Satu gram sabun ditimbang dan dilarutkan dalam 10 mL aquadest.

Sebanyak 5 mL sabun yang telah dilarutkan dimasukkan kedalam tabung

reaksi kemudian dilakukan penggojogan dengan bantuan vortex selama 2

menit. Busa yang terbentuk kemudian diamati dan dicatat tinggi busa

sabun. Pengamatan dilakukan setiap minggunya hingga minggu keempat

penyimpanan.
44

III.2.5.5 Bilangan Alkali Bebas Sabun Padat Transparan

Sampel sabun transparan sebanyak ±10 g dilarutkan dalam labu

yang berisi 50 mL campuran Etanol P : Eter P (1:1), bila sabun tidak larut

dalam pelarut dingin, labu dihubungkan dengan pendingin yang sesuai

dan dihangatkan perlahan-lahan, sambil dikocok hingga sabun larut,

ditambahkan 1 mL fenolftalein LP dan dititrasi dengan asam klorida 0.1 N

LV sampai larutan warna merah muda menghilang setelah dikocok selama

30 detik. Dihitung kadar alkali bebas dengan bilangan asam atau jumlah

mL asam klorida 0.1 N yang diperlukan untuk menetralkan 10 gram sabun.

III.2.5.6 Kadar Air Sabun Padat Transparan

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode gravimetri.

Ditimbang saksama 5 gram sampel sabun transparan pada cawan

penguapan yang telah diketahui bobotnya, panaskan pada lemari

pengering pada suhu 105°C selama 2 jam sampai bobot tetap.

Kadar air = Kadar air =

Keterangan :

W = bobot sabun (gram)

W1 = bobot wadah + sabun (gram)

W2 = bobot wadah + sabun dipanaskan (gram)


45

III.2.6 Uji Antibakteri

III.2.6.1 Sterilisasi Alat

Alat-alat gelas tidak berskala disterilkan dengan menggunakan

oven pada suhu 180°C selama 2 jam. Sedangkan alat-alat gelas berskala

disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C tekanan 2 atm selama 15 menit.

III.2.6.2 Pembuatan Medium

III.2.6.2.1 Pembuatan Medium Nutrient Agar (NA)

Pembuatan medium Nutrient Agar (NA), dengan komposisi

Ekstrak daging 3,0 g

Pepton 5,0 g

Agar 15,0 g

Air suling hingga 1000 ml

pH setelah sterilisasi 7

Cara pembuatan :

Semua bahan ditimbang sesuai dengan kebutuhan kemudian dimasukkan

ke dalam erlenmeyer, lalu dilarutkan dengan air suling, diatur pH medium

hingga pH 7, kemudian dipanaskan hingga larut. Setelah itu disterilkan

dengan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit.

III.2.6.2.2 Pembuatan Medium Muller Hilton Agar (MHA)

Pembuatan Medium Muller Hilton Agar (MHA), dengan komposisi

Ekstrak daging 3,00 g

Kasein hidroksilat 17,5 g


46

Pati 1,5 g

Agar 17,0 g

Air suling hingga 1000 mL

pH setelah sterilisasi 7

Cara pembuatan :

Semua bahan ditimbang sesuai dengan kebutuhan kemudian dimasukkan

ke dalam erlenmeyer, lalu dilarutkan dengan air suling, diatur pH medium

hingga pH 7, kemudian dipanaskan hingga larut. Setelah itu disterilkan

dengan autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit.

III.2.6.3 Peremajaan Kultur Bakteri

Mikroba uji yang digunakan adalah Staphylococcus aureus,

Propionibacterium acnes, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli.

Stok bakteri yang digunakan berasal dari Laboratorium Mikrobiologi

Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin diremajakan dengan cara

memindahkan satu ose bakteri kedalam medium Nutrient Agar (NA)

miring, selanjutnya diinkubasi pada suhu 37°C selama 1 x 24 jam.

III.2.6.4 Penyiapan Bakteri Uji

Bakteri uji yang telah diremajakan diambil satu ose kemudian

disuspensikan dengan 10 mL larutan fisiologis NaCl 0,9% selanjutnya

diinkubasi pada suhu 37°C selama 1 x 24 jam.


47

III.2.6.5 Penyiapan Sampel Uji

1. Ekstrak

Dibuat larutan uji ekstrak Lengkuas 1% dengan cara menimbang 0.05

gram ekstrak Lengkuas kemudian dilarutkan dalam 5 mL DMSO 10%,

untuk larutan uji ekstrak Banyuru 1% dibuat dengan cara menimbang 0.05

gram ekstrak Lengkuas kemudian dilarutkan dalam 5 mL DMSO 10%,

untuk larutan uji ekstrak Lengkuas 1% : kulit batang Banyuru 1% dibuat

dengan cara menimbang 0.05 gram ekstrak Lengkuas dan 0.05 gram

ekstrak kulit batang Banyuru dalam wadah yang sama kemudian

dilarutkan dalam 5 mL DMSO 10%, untuk larutan uji ekstrak Lengkuas 1%

: kulit batang Banyuru 2% dibuat dengan cara menimbang 0.05 gram

ekstrak Lengkuas dan 0.10 gram ekstrak kulit batang Banyuru dalam

wadah yang sama kemudian dilarutkan dalam 5 mL DMSO 10%, dan

untuk larutan uji ekstrak Lengkuas 1% : kulit batang Banyuru 2% dibuat

dengan cara menimbang 0.05 gram ekstrak Lengkuas dan 0.15 gram

ekstrak kulit batang Banyuru dalam wadah yang sama kemudian

dilarutkan dalam 5 mL DMSO 10%, selanjutnya disimpan untuk diuji

antibakterinya.

2. Sabun

Lima gram sabun dari masing-masing formula dan sabun antibakteri

Triclocarban sebagai kontrol positif dilarutkan dalam 5 mL air suling steril,

selanjutnya disimpan untuk di uji antibakterinya.


48

III.2.6.6 Uji Aktivitas Antibakteri

1. Ekstrak

Uji aktivitas antibakteri ekstrak kulit batang Banyuru dan ekstrak

Lengkuas terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Propionibacterium

acnes, Pseudomonas aeruginosa, dan Escherichia coli ditetapkan

berdasarkan metode difusi agar dengan menggunakan paper disk.

Medium MHA yang telah berisi 100 µL bakteri uji dituang kedalam cawan

petri dan ditunggu hingga memadat. Ekstrak Lengkuas dengan

konsentrasi 1%, ekstrak kulit batang Banyuru 1%, ekstrak Lengkuas :

ekstrak kulit batang Banyuru (1:1%, 1:2%, dan 1:3%) yang masing-masing

telah dilarutkan dalam DMSO 10% dipipet sebanyak 20 µL dan diteteskan

pada paper disk, selanjutnya diletakkan menggunakan pinset streril di atas

pemukaan medium MHA yang telah berisi bakteri uji, didiamkan kurang

lebih 30 menit selanjutnya diinkubasi selama 1 x 24 jam, pada suhu 37°C.

2. Sabun Padat Transparan

Uji aktivitas antibakteri sabun transparan ekstrak kulit batang

Banyuru dan ekstrak Lengkuas terhadap bakteri Staphylococcus aureus,

Pseudomonas aeruginos, Propionibacterium acnes, dan Escherichia coli

ditetapkan berdasarkan metode difusi agar dengan pembuatan lubang

pada seed layer (metode sumur agar). Medium MHA agar yang telah

disterilkan dituang ke dalam cawan petri untuk membuat base layer yang

menjadi dasar pada cawan petri, kemudian 20 µl biakan bakteri yang telah

disuspensikan dicampur dengan medium MHA agar dalam botol


49

pengencer yang berfungsi sebagai seed layer. Setelah base layer

memadat, diletakkan pencadang di atas medium kemudian lapisan seed

layer dituang diatas base layer. Setelah lapisan seed layer memadat,

pencadang diangkat dari medium menggunakan pinset steril sehingga

terbentuk lubang pada medium. Kemudian formula F0 sebagai kontrol

negatif, F1, F2, F3, F4 dan F5 serta sabun antiseptik triclocarban sebagai

kontrol positif yang telah dilarutkan dalam air suling steril, masing-masing

dipipet sebanyak 100 µL ke dalam lubang sumuran lalu diinkubasi pada

suhu 37°C selama 1 x 24 jam. Setelah inkubasi diukur diameter daerah

hambat antimikroba menggunakan jangka sorong.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil Ekstraksi

IV.1.1 Lengkuas

Sebanyak 300 g Lengkuas diekstraksi secara maserasi dengan

menggunakan cairan penyari etanol 70% sebanyak 3 L, diperoleh ekstrak

kental sebesar 20,32 g dengan persen rendamen sebesar 6,7% yang

berwarna kuning kecoklatan dan berbau khas Lengkuas.

IV.1.2 Banyuru

Sebanyak 500 g Banyuru diekstraksi secara maserasi dengan

menggunakan cairan penyari etanol 70% sebanyak 5 L, diperoleh ekstrak

kering sebesar 46 g dengan persen rendamen sebesar 9,2% yang

berwarna merah kecoklatan dan berbau khas Banyuru.

Tabel 5. Hasil ekstraksi Lengkuas dan Kulit batang Banyuru


Bobot
Bobot Persen
Ekstrak Warna Bau Simplisia
Ekstrak (g) Rendamen
(g)
kuning Khas
Lengkuas 300 20,32 6,7%
kecoklatan Lengkuas
Kulit batang Merah Khas
500 46 9,2%
Banyuru kecoklatan Banyuru

IV.2 Uji Bilangan Penyabunan VCO dan Minyak Zaitun


Tabel 6. Hasil pengukuran bilangan penyabunan VCO dan Minyak zaitun
Bilangan penyabunan
VCO Minyak Zaitun
Replikasi 1 224,4456 206,6162
Replikasi 2 225,0569 208,2401
Replikasi 3 223,4940 206.8124
Rata-Rata 224,3322 207,2229
SD 0,7876 0,8864

50
51

Pada pemeriksaan bilangan penyabunan dapat dilihat pada tabel 6,

diperoleh hasil rata-rata bilangan penyabunan pada VCO adalah 224,3322

mg/gram dan pada minyak zaitun adalah 207,2229 mg/gram berdasarkan

APCC (2008) persyaratan bilangan penyabunan adalah berkisar 200-250,

sehingga minyak yang digunakan dalam pembuatan sabun memenuhi

persyaratan yang ditetapkan oleh APCC tahun 2008.

IV.3 Hasil Evaluasi

IV.3.1 Pengamatan Organoleptik Sabun Padat Transparan


Tabel 7. Hasil pengamatan organoleptik sediaan sabun padat transparan
Formula Parameter
Sebelum penyimpanan Setelah penyimpanan
Warna Bau Tekstur Warna Bau Tekstur
F0 Putih, Minyak Padat Putih, Minyak Padat
transparan jeruk transparan jeruk
F1 Kuning Minyak Padat Kuning Minyak Padat
kecoklatan, jeruk kecoklatan, jeruk
transparan transparan
F2 Coklat, Minyak Padat Coklat, Minyak Padat
transparan jeruk transparan jeruk
F3 Coklat Minyak Padat Coklat Minyak Padat
kehitaman, jeruk kehitaman, jeruk
transparan transparan
F4 Coklat Minyak Padat Coklat Minyak Padat
kehitaman, jeruk kehitaman, jeruk
agak agak
transparan transparan
F5 Coklat Minyak Padat Coklat Minyak Padat
kehitaman, jeruk kehitaman, jeruk
tidak tidak
transparan transparan
Keterangan:
F0 : Basis sabun tanpa kandungan ekstrak
F1 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas
F2 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak kulit batang Banyuru
F3 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas dan 1% ekstrak kulit batang
Banyuru
F4 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas dan 2% ekstrak kulit batang
Banyuru
F5 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas dan 3% ekstrak kulit batang
Banyuru
52

Evaluasi organoleptis sabun transparan meliputi bentuk, bau, warna

dan tingkat transparansi. Hasil pengamatan organoleptik menunjukkan

bahwa, sabun yang dihasilkan pada F0 (basis) memiliki warna putih,

transparan, bau minyak jeruk dan berbentuk padat. F1 memiliki warna

kuning kecoklatan, transparan, bau minyak jeruk dan berbentuk padat, F2

memiliki warna coklat, transparan dan berbentuk padat, F3 memiliki warna

coklat kehitaman, bau minyak jeruk, transparan dan berbentuk padat, F4

memiliki warna coklat kehitaman, agak transparan, bau minyak jeruk, dan

berbentuk padat, dan F5 memiliki warna coklat kehitaman, tidak

transparan, bau minyak jeruk, dan berbentuk padat. Hasil evaluasi

organoleptik menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak Lengkuas dan

ekstrak kulit batang Banyuru berpengaruh terhadap warna dan tingkat

transparansi sabun padat transparan, pada sabun dengan ekstrak

kombinasi, semakin tinggi konsentrasi dari ekstrak kulit batang Banyuru

maka tingkat transparansi dari sabun padat transparan semakin

berkurang. Sabun padat transparan berwarna kuning kecoklatan pada F1

disebabkan karena penambahan ekstrak Lengkuas yang berwarna kuning

kecoklatan, sabun padat berwarna coklat pada F2 disebabkan karena

penambahan ekstrak kulit batang Banyuru yang berwarna merah

kecoklatan, sementara warna coklat kehitaman pada sabun padat

transparan F3, F4, dan F5 disebabkan karena penambahan ekstrak

Lengkuas dan ekstrak kulit batang Banyuru pada sabun.


53

A B C

D E F

Gambar 3. Sediaan sabun padat transparan, (A) Basis (B) F1 (lengkuas


1%) (C) F2 (Banyuru 1%), (D) F3 (Lengkuas 1% : Banyuru 1%), (E) F4
(Lengkuas 1% : Banyuru 2%), (F) F5 (Lengkuas 1% : Banyuru 3%).

IV.3.2 Evaluasi Kekerasan Sabun Padat Transparan

Tabel 8. Hasil pengukuran kekerasan sabun padat transparan


Formula Rata- Rata Kekerasan Sabun (Kg)
Minggu ke
1 2 3 4
F0 1,33 ± 0,58 2,00 ± 0,00 2,67 ± 0,58 4,67 ± 0,58
F1 1,67 ± 0,58 2,67 ± 0,58 3,67 ± 0,58 5,33 ± 0,58
F2 1,33 ± 0,58 2,33 ± 0,58 3,33 ± 0,58 5,00 ± 0,00
F3 2,00 ± 0,00 3,00 ± 0,00 4,67 ± 0,58 5,67 ± 0,58
F4 2,67 ± 0,58 4,33 ± 0,58 5,67 ± 0,58 6,33 ± 0,58
F5 3,33 ± 0,58 4,67 ± 0,58 6,00 ± 0,00 6,67 ± 0,58
Keterangan:
F0 : Basis sabun tanpa kandungan ekstrak
F1 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas
F2 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak kulit batang Banyuru
F3 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas dan 1% ekstrak kulit batang
Banyuru
F4 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas dan 2% ekstrak kulit batang
Banyuru
F5 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas dan 3% ekstrak kulit batang
Banyuru
54

Hasil Uji Kekerasan Sabun


8,00
Kekerasan sabun (Kg) 7,00
6,00 F0
5,00 F1
4,00
F2
3,00
2,00 F3
1,00 F4
0,00
F5
Minggu ke 1 Minggu ke 2 Minggu ke 3 Minggu ke 4
Waktu

Gambar 4. Histogram hasil uji kekerasan sabun padat transparan

Pemeriksaan kekerasan sabun padat transparan ekstrak Lengkuas

dan ekstrak kulit batang Banyuru dilakukan setiap minggu hingga minggu

keempat, pada uji kekerasan sabun, tabel 8, terlihat bahwa kekerasan

sabun semakin meningkat tiap minggunya, dimana semakin tinggi

konsentrasi ekstrak yang digunakan semakin besar pula tingkat kekerasan

sabun. Selain karena pengaruh penambahan ekstrak Lengkuas dan

Banyuru, besarnya kekerasan sabun juga dipengaruhi oleh tingginya

konsentrasi asam stearat dan sukrosa yang digunakan, dimana semakin

tinggi konsentrasi asam stearat dan sukrosa semakin besar pula

kekerasan sabun yang dihasilkan, sementara bertambahnya kekerasan

sabun tiap minggu setelah penyimpanan dikarenakan reaksi saponifikasi

yang mulai bereaksi sempurna setelah 3-4 minggu penyimpanan

(Hambali, 2008).
55

IV.3.3 Evaluasi Tinggi Busa Sabun Padat Transparan

Tabel 9. Hasil pengukuran tinggi busa sabun padat transparan


Formula Rata- Rata Tinggi Busa (cm)
Minggu ke
1 2 3 4
F0 1,33 ± 0,29 2,00 ± 0,00 4,33 ± 0,58
6,00 ± 0,87
F1 1,33 ± 0,29 1,67 ± 0,58 3,33 ± 0,58
5,00 ± 0,00
F2 1,33 ± 0,58 1,67 ± 0,58 3,33 ± 0,58
5,00 ± 0,00
F3 1,00 ± 0,00 1,33 ± 0,58 3,00 ± 0,00
4,67 ± 0,58
F4 1,00 ± 0,00 1,00 ± 0,00 2,83 ± 0,29
4,00 ± 0,00
F5 1,00 ± 0,00 1,00 ± 0,00 2,67 ± 0,29
3,83 ± 0,29
Keterangan:
F0 : Basis sabun tanpa kandungan ekstrak
F1 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas
F2 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak kulit batang Banyuru
F3 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas dan 1% ekstrak kulit batang
Banyuru
F4 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas dan 2% ekstrak kulit batang
Banyuru
F5 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas dan 3% ekstrak kulit batang
Banyuru

Hasil Uji Tinggi Busa

7,00
6,00 F0
Tinggi busa (Cm)

5,00 F1
4,00
F2
3,00
F3
2,00
1,00 F4
0,00 F5
1 2 3 4
Minggu ke

Gambar 5. Histogram hasil uji tinggi busa sabun padat transparan

Pemeriksaan tinggi busa sabun padat transparan ekstrak Lengkuas

dan ekstrak kulit batang Banyuru dilakukan setiap minggu sampai minggu

keempat waktu penyimpanan, pada uji tinggi busa sabun dalam air suling

dapat dilihat pada tabel 9, gambar 5, ketinggian busa semakin meningkat

tiap minggunya, hal ini dikarenakan reaksi penyabunan akan terbentuk


56

sempurna setelah 3 - 4 minggu penyimpanan. Penambahan ekstrak

Lengkuas dan ekstrak kulit batang Banyuru berpengaruh terhadap tinggi

busa sabun, dimana kemampuan berbusa sabun semakin menurun

dengan penambahan ektrak Lengkuas maupun ekstrak Banyuru, pada

sabun dengan kombinasi ekstrak Lengkuas dan ekstrak kulit batang

Banyuru semakin tinggi konsentrasi ekstrak Banyuru semakin menurun

pula tinggi busa sabun. Pada semua formula, setelah lima menit

pengujian, ketinggian busa tidak berkurang, hal ini disebabkan oleh

penggunaan surfaktan cocobetain dan penggunaan TEA yang mampu

memberikan busa yang stabil setelah lima menit pengujian (Febriyenti,

dkk., 2014)

IV.3.4 Pemeriksaan pH Sabun Padat Transparan

Tabel 10. Hasil pengukuran pH sabun padat transparan


Formula Rata- Rata pH
Minggu ke
1 2 3 4
F0 8,83 ± 0,06 8,83 ± 0,06 8,87 ± 0,06 8,87 ± 0,06
F1 8,40 ± 0,00 8,40 ± 0,00 8,40 ± 0,00 8,40 ± 0,00
F2 8,70 ± 0,00 8,80 ± 0,00 8,87 ± 0,06 8,90 ± 0,00
F3 8,90 ± 0,10 8,93 ± 0,06 8,97 ± 0,06 9,00 ± 0,10
F4 9,07 ± 0,06 9,10 ± 0,10 9,17 ± 0,06 9,20 ± 0,00
F5 9,20 ± 0,00 9,23 ± 0,06 9,23 ± 0,06 9,23 ± 0,06
Keterangan:
F0 : Basis sabun tanpa kandungan ekstrak
F1 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas
F2 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak kulit batang Banyuru
F3 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas dan 1% ekstrak kulit batang
Banyuru
F4 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas dan 2% ekstrak kulit batang
Banyuru
F5 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas dan 3% ekstrak kulit batang
Banyuru
57

Hasil pengukuran pH
9,50
F0
PH meter 9,00
F1
8,50
F2
8,00 F3
7,50 F4
1 2 3 4
F5
Minggu ke

Gambar 6. Histogram hasil uji pH sabun padat transparan

Pemeriksaan pH sabun transparan ekstrak Lengkuas dan ekstrak

kulit batang Banyuru dilakukan setiap minggu sampai minggu keempat

waktu penyimpanan. Pada tabel 10, dapat dilihat bahwa pH sabun

berkisar antara 8,83 – 9,23. Formula basis (F0) pH yang diperoleh cukup

basa berkisar antara 8,83 – 9,87. Menurut Febriyenti (2014) sabun

dengan pH yang cukup basa bila digunakan akan meningkatkan pH kulit,

tetapi kulit memiliki kemampuan untuk mengembalikan pH kulit seperti

semula segera setelah dibilas dalam jangka waktu 15-30 menit. Efek

buffer ini disebabkan kandungan asam amino yang terdapat pada

komponen kulit. Pada F1 terjadi penurunan pH sabun, hal ini disebabkan

karena penambahan ekstrak Lengkuas yang memiliki pH asam,

sedangkan pada F2, F3, F4, dan F5 terjadi peningkatan pH sediaan

disebabkan karena penambahan ekstrak kulit batang Banyuru yang

bersifat basa, dimana pH ekstrak kulit batang Banyuru yang digunakan

adalah 10,2. Menurut hasil penelitian Febriyenti, dkk, 2014, pH sabun

padat transparan yang beredar dipasaran berkisar 9,45-9,59 dan


58

persyaratan pH sabun padat yang dipersyaratkan SNI 3532-2016 yaitu

berkisar 8-11, sehingga berdasarkan hasil pengukuran pH, semua formula

sabun transparan memenuhi persyaratan standar mutu sabun SNI 3532-

2016.

IV.3.5 Uji Kadar Air Sabun Padat Transparan

Tabel 11. Hasil pengukuran kadar air sabun padat transparan


Rata- Rata Kadar Air Sabun (%)
Formula Minggu ke
1 2 43
F0 34,80 ± 0,00 20,13 ± 0,12 15,27 ± 0,12
13,87 ± 0,12
F1 34,07 ± 0,12 18,17 ± 0,12 14,13 ± 0,12
12,87 ± 0,12
F2 34,10 ± 0,14 18,40 ± 0,20 14,20 ± 0,00
12,67 ± 0,12
F3 33,00 ± 0,20 17,73 ± 0,12 13,40 ± 0,00
11,67 ± 0,12
F4 32,00 ± 0,00 16,87 ± 0,12 12,40 ± 0,00
10,87 ± 0,23
F5 30,60 ± 0,69 15,87 ± 0,12 11,33 ± 0,12
9,80 ± 0,20
Keterangan:
F0 : Basis sabun tanpa kandungan ekstrak
F1 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas
F2 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak kulit batang Banyuru
F3 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas dan 1% ekstrak kulit batang
Banyuru
F4 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas dan 2% ekstrak kulit batang
Banyuru
F5 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas dan 3% ekstrak kulit batang
Banyuru

Hasil Uji Kadar Air


40
35
30 F0
Kadar Air (%)

25
F1
20
F2
15
F3
10
5 F4
0 F5
Minggu ke 1 Minggu ke 2 Minggu ke 3 Minggu ke 4
Waktu

Gambar 7. Histogram hasil uji kadar air sabun padat transparan


59

Kadar air dalam sabun padat berpengaruh terhadap kualitas

sediaan. Air yang ditambahkan dalam produk sabun dapat mempengaruhi

kelarutan sabun dalam air. Menurut Hambali (2005) Semakin banyak air

yang terkandung dalam sabun, maka sabun akan mudah menyusut dan

cepat habis pada saat digunakan. Pada tabel 11, gambar 7, kadar air

pada formula sabun padat transparan berkurang dengan penambahan

ekstrak Lengkuas dan ekstrak kulit batang Banyuru, pada sabun dengan

kombinasi ekstrak Lengkuas dan ekstrak kulit batang Banyuru juga

menunjukkan kadar air sabun padat transparan semakin berkurang jika

konsentrasi ekstrak kulit batang banyuru ditingkatakan. Kadar air sabun

pada minggu keempat berkisar antara 9,80% - 13,87%. Persyaratan mutu

sabun padat yang ditetapkan oleh SNI 3532-2016 adalah ≤15% dengan

demikian semua formula memenuhi persyaratan yang ditetapkan SNI.

IV.3.6 Uji Alkali Bebas Sabun Padat Transparan

Tabel 12. Hasil pengukuran kadar alkali bebas sabun padat transparan pada
minggu keempat
Alkali Bebas
F0 F1 F2 F3 F4 F5
Replikasi 1 0,0821 0,0696 0,0696 0,0532 0,0492 0,0409
Replikasi 2 0,0861 0,0693 0,0693 0,0530 0,0449 0,0410
Replikasi 3 0,0862 0,0734 0,0735 0,0490 0,0491 0,0409
Rata-Rata 0,0848 0,0708 0,0708 0,0517 0,0477 0,0409
SD 0,0023 0,0023 0,0023 0,0024 0,0025 0,0001
Keterangan:
F0 : Basis sabun tanpa kandungan ekstrak
F1 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas
F2 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak kulit batang Banyuru
F3 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas dan 1% ekstrak kulit batang
Banyuru
F4 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas dan 2% ekstrak kulit batang
Banyuru
F5 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas dan 3% ekstrak kulit batang
Banyuru
60

Hasil Uji Kadar Alkali Bebas


0,1
kadar alkali bebas (%)
0,08
0,06
0,04
0,02
0
F0 F1 F2 F3 F4 F5
Formula
Gambar 8. Histogram hasil uji kadar alkali bebas sabun padat transparan Minggu
keempat

Pemeriksaan alkali bebas sabun transparan ekstrak Lengkuas dan

ekstrak kulit batang Banyuru dilakukan pada minggu keempat waktu

penyimpanan. Pada tabel 12, kadar alkali bebas sabun berkisar antara

0,0409%–0,0848%. Pada pengujian bilangan alkali bebas, semakin tinggi

konsentrasi ekstrak semakin rendah pula kadar alkali bebas sabun padat

transparan yang dihasilkan. Kadar alkali bebas sabun padat berdasarkan

SNI 3532-2016 adalah <0,1 %, sehingga semua formula sabun transparan

memenuhi standar kadar alkali bebas yang dipersyaratkan SNI.

IV.4 Uji Aktivitas Antibakteri

IV.4.1 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Lengkuas dan Banyuru

Tabel 13. Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak Lengkuas dan Banyuru
Formula Rata- Rata Diameter Daerah Hambat (mm)
S. aureus P. aureginosa E. coli P. acnes
K- - - - -
Lengkuas 1 % 7,87 ± 0,01 7,12 ± 0,03 6,49 ± 0,05 6,51 ± 0,10
Banyuru 1 % 8,95 ± 0,01 7,37 ± 0,17 7,40 ± 0,07 7,11 ± 0,01
Lengkuas 1% : 17,84 ± 0,01 14,91 ± 0,01 14,31 ± 0,02 14,88 ± 0,06
banyuru 1%
Lengkuas 1% : 18,16 ± 0,05 15,84 ± 0,01 15,33 ± 0,04 15.83 ± 0,01
banyuru 2%
Lengkuas 1% : 19,23 ± 0,02 16,92 ± 0,01 16,37 ± 0,09 16,82 ± 0,01
banyuru 3%
K+ (amox.) 29,75 ± 0,11 40,28 ± 0,15 30,35 ± 0,05 39,23 ± 0,11
61

Uji Antibakteri Ekstrak Lengkuas dan Banyuru


45
Daerah hamabt (mm)

40
35 S. aureus
30
25 P. aureginosa
20 E. coli
15
10 P. acne
5
0
K- Lengkuas Banyuru 1 Lengkuas Lengkuas Lengkuas K+
1% % 1% : 1% : 1% :
banyuru banyuru banyuru
1% 2% 3%
Ekstrak

Gambar 9. Histogram hasil uji antibakteri ekstrak lengkuas dan ekstrak kulit batang
Banyuru

Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak Lengkuas dan ekstrak kulit

batang Banyuru dilakukan dengan menggunakan metode difusi agar. Uji

ini dilakukan dengan menggunakan S. aureus, P. aeruginosa, E. coli dan

P. acnes sebagai bakteri uji. Pemilihan mikroba uji ini berdasarkan tujuan

penggunaan sabun transparan ekstrak Lengkuas dan ekstrak kulit batang

Banyuru sebagai sabun antibakteri, dimana bakteri S. aureus dan P.

acnes mewakili bakteri Gram positif, sedangkan bakteri P. aeruginosa,

dan E. coli mewakili bakteri Gram negatif. Pada pengujian aktivitas daya

hambat konsentrasi ekstrak Lengkuas yang digunakan adalah 1%, ekstrak

Banyuru 1%, dan pada kombinasi ekstrak Lengkuas dan ekstrak kulit

batang Banyuru digunakan konsentrasi ekstrak Lengkuas : ekstrak kulit

batang Banyuru (1:1%, 1:2%, dan 1:3%). Hasil penelitian dapat dilihat

pada tabel 13. Dari pengujian yang telah dilakukan ekstrak Banyuru

memiliki daerah hambat yang lebih besar pada semua bakteri uji
62

dibandingkan dengan daerah hambat ekstrak Lengkuas meski konsentrasi

yang digunakan sama, ekstrak Lengkuas dan ekstrak Banyuru memiliki

respon hambatan sedang terhadap semua bakteri uji. pada kombinasi

ekstrak Lengkuas dan ekstrak kulit batang Banyuru terjadi peningkatan

zona hambat dibandingkan dengan ekstrak tunggal, semakin tinggi

konsentrasi ekstrak banyuru pada kombinasi ekstrak lengkuas dan ekstrak

kulit batang Banyuru semakin besar pula diameter daerah hambat yang

dihasilkan. Diameter daerah hambat paling besar diperoleh pada

perbandingan ekstrak Lengkuas : ekstrak kulit batang Banyuru 1:3 %

dengan diameter daerah hambat tergolong kuat pada semua bakteri pada

bakteri S. aureus, yaitu 19,23 ± 0,02 mm, pada bakteri P. aureginosa

16,92 ± 0,01 mm, E.coli 16,37 ± 0,09 mm dan P.acnes 16,82 ± 0,01 mm.

IV.4.2 Uji Aktivitas Antibakteri Sabun PadatTransparan


Tabel 14. Hasil pengujian aktivitas antibakteri sabun padat transparan
Formula Rata- Rata Diameter Daerah Hambat (mm)
S. aureus P. aureginosa E. coli P. acnes
F0 15,31± 0,13 18,46 ± 0,30 14,29 ± 0,16 14,45 ± 0,43
F1 24,45 ± 0,91 21,66 ± 0,30 15,73 ± 0,10 14,96 ± 0,34
F2 28,67 ± 1,00 28,47 ± 0,14 16,23 ± 0,50 19,41 ± 0,31
F3 24,07 ± 0,75 24,40 ± 0,14 14,27 ± 0,57 16,78 ± 0,98
F4 25,38 ± 0,82 26,17 ± 0,14 14,62 ± 0,85 16,39 ± 0,19
F5 26,01 ± 0,90 27,27 ± 0,02 14,85 ± 0,73 16,87 ± 0,43
K+ 25,38 ± 0,61 27,37± 0,29 15,81± 0,27 16,76 ± 0,50
Keterangan:
F0 : Basis sabun tanpa ekstrak lengkuas dan ekstrak banyuru
F1 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas
F2 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Banyuru
F3 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas dan 1% ekstrak Banyuru
F4 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas dan 2% ekstrak Banyuru
F5 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas dan 3% ekstrak Banyuru
K+ : Sabun antibakteri merek D yang beredar dipasaran
63

Hasil Uji Antibakteri Sabun


35
Diameter Daerah Hambat (mm)

30

25

20 S. Aureus

15 P. aureginosa

10 E. coli
P. acne
5

0
F0 F1 F2 F3 F4 F5 K+
Formula

Gambar 10. Histogram hasil uji antibakteri sabun padat transparan

Pengujian aktivitas antimikroba sabun padat transparan dilakukan

menggunakan metode uji difusi sumur dengan terlebih dahulu menyiapkan

larutan sabun yaitu 5 gram sabun dilarutkan dalam 5 mL air suling.

Kemudian diambil 100 µl dan dimasukkan pada media yang telah

dilubangi. Sebagai kontrol positif digunakan sabun merek D (sabun padat

yang mengandung zat aktif triclocarban) dan basis sabun digunakan

sebagai kontrol negatif, dari hasil pengujian antibakteri diperoleh F1, F2,

F3, F4, F5 dan kontrol positif memberikan respon hambatan yang sangat

kuat pada bakteri S. aureus dan P. aureginosa, dan respon hambatan

yang kuat pada bakteri E. coli dan P. acnes, dimana daerah hambat F2

(formula sabun yang mengandung ekstrak kulit batang Banyuru 1%)

memiliki daerah hambat yang paling besar dibandingkan formula lainnya,

yaitu 28,67 ± 1,00 mm pada bakteri S. aureus, 28,47 ± 0,14 mm pada

bakteri P. aureginosa, 16,23 ± 0,50 mm pada bakteri E. coli, 19,41 ± 0,31


64

mm pada bakteri P. acnes. Terjadinya penurunan daerah hambat setelah

ekstrak Lengkuas dan ekstrak Banyuru dikombinasi dibandingkan

penggunaan ekstrak tunggal pada formula sabun padat transparan

disebabkan karena adanya interaksi antara senyawa yang ada pada

ekstrak dengan bahan organik yang digunakan seperti VCO dan minyak

zaitun. Menurut Febriyenti, dkk. (2014) adanya daerah hambat yang

terjadi pada basis karena salah satu komponen basis yaitu VCO

mengandung asam laurat yang bersifat antibakteri. Senyawa antibakteri

dalam sabun memberikan aktivitas maksimum dalam menghambat bakteri

disebabkan sabun bersifat hidrofilik-lipofilik. Gugus nonpolar pada sabun

yaitu -R dan gugus -COONa yang bersifat polar. Sifat hidrofil dari sabun

menyebabkan senyawa antimikroba mampu berdifusi dalam medium agar

yang bersifat polar sedangkan sifat lipofil sabun akan membantu penetrasi

senyawa antibakteri ke dalam membran sel bakteri yang bersifat lipofilik

(Febriyenti, 2014; Pelczar, 1998).


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Ekstrak Lengkuas dan ekstrak kulit batang Banyuru dapat

diformulasikan dalam sabun padat transparan dan menunjukkan

aktivitas antibakteri kategori sedang hingga sangat kuat terhadap

bakteri Gram negatif dan Gram positif, daerah hambat paling besar

terdapat pada sediaan sabun F2 dengan diameter daerah hambat

pada bakteri S. aureus 28,67 ± 1,00 mm, P. aureginosa 28,47 ±

0,14 mm, E. coli 16,23 ± 0,50 mm, dan pada bakteri P. acnes 19,41

± 0,31 mm.

2. Berdasarkan hasil uji syarat mutu sabun mandi menurut SNI

menunjukkan kadar air dan kadar alkali bebas pada semua formula

memenuhi syarat mutu sabun mandi menurut SNI 3532-2016.

V.2 Saran

Sebaiknya dilakukan pengujian lanjutan terkait uji iritasi sabun dan

uji lanjutan terkait pengaruh penggunaan VCO, dan Minyak zaitun

terhadap aktivitas antibakteri kombinasi ekstrak Lengkuas dan ekstrak

kulit batang Banyuru.

65
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. APCC Standards for Virgin Coconut Oil. Asian and Pasific
Coconut Community. Jakarta.

Areea, J.O, Suzuki, T., Gasaluck, P., and Eumkeb, G. 2006. Antimicrobial
properties and action of galanga (Alpinia galanga Linn.) on
Staphylococcus aureus. LWT. 39. (2006): 1214–1220.

Aulton, M.E. 1988. Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design.


2nd ed. Livingstone. 501-502.

Badan Standarisasi Nasional. 2016. Sabun Mandi padat. SNI 3532-2016.


Dewan- Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta. 1-10.

Barel, A.O., Paye, M., and Maibach, H.I., 2001, Handbook of Cosmetic
Science and Technology. 3rd ed. Informa Healthcare USA, Inc.
New York. 6, 485-491, 495-496. Alvailable as PDF file.

Casida, Jr.L.E. 1968. Industrial Microbiology. John Wiley and Sons Inc.
New York. 219.

Chudiwal, A.K., Jain, D.P., and Somani, R.S. 2010. Alpinia galanga Willd.
An Overview on Phyto-pharmacological Properties. Indian
Jurnal of Natural Products and Resources. 1. (2): 143-149.

Davis and Stout. 1971. Disc Plate Method of Microbioligical Antibiotic


Essay. Journal of Microbiology. (22): 4

Dimpudus, S.A., Yamlean, P.V.Y., dan Yudistira, A. 2017. Formulasi


Sediaan Sabun Cair Antiseptik Ekstrak Etanol Bunga Pacar Air
(Impatiens balsamina L.) dan Uji Efektivitasnya terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus Secara In Vitro. Pharmacon
Jurnal Ilmiah Farmasi. 6. (3): 208-215.

Ditjen POM. Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. DepKes RI.
Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1986. Sediaan


Galenik. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
10-16.

Djide, M.N., dan Sartini. 2008. Analisis Mikrobiologi Farmasi. Laboratorium


Mikrobiologi Farmasi Universitas Hasanuddin. Makassar. 292.

66
67

Djide, M.N., dan Sartini. 2013. Dasar-Dasar Mikrobiologi Farmasi.


Laboratorium Mikrobiologi Farmasi Universitas Hasanuddin.
Makassar. 114.

Febriyenti, Sari, L.I., dan Nofita, R. 2014. Formulasi Sabun Transparan


Minyak Ylang-Ylang dan Uji Efektivitas terhadap Bakteri
Penyebab Jerawat. Jurnal Sains Farmasi & Klinis. 1. (1): 61-71.

Fessenden, R. J., dan Fessenden, J. S. 1997. Kimia Organik, Jilid 1. Ed.


3. Terjemahan oleh Pudjaatmaka H.A, & Surdia N.M. Jakarta:
Erlangga.

Ganiswara, G.S., Setiabudy, R., Suyatna, F.D., Astuti, P., dan Nafrialdi,
(editors). 1995. Farmakologi dan Terapi. Ed. 4. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 586-587.

Gould, D., and Brooker, C. 2003. Mikrobiologi Terapan untuk Perawat.


Terjemahan oleh Pendit B.U. Jakarta : EGC.

Hambali, E. A, Suryani dan Rival M., 2005. Membuat Sabun Transparan.


Penebar Plus. Jakarta.

Hariana, H. 2008. Sumber Tumbuhan Obat dan Khasiatnya 2. Penebar


Swadaya. Jakarta. 95-99.

Hernani, Bunasor, T.K., dan Fitriati. 2010. Formula Sabun Transparan Anti
Jamur dengan Bahan Aktif Ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga
L.Swartz.). Bul. Litro. 21. (2): 192-205.

Heryati, Y., Mandawati, N., dan Kokasih, A.S. 2003. Bayur. Departemen
Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Irianto K. 2006. Mikrobiologi: Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 2. CV.


Utama Widya. Bandung.

Jawetz, E., Melnick, J.L., dan Adelberg, E.A. 2001. Mikrobiologi


Kedokteran. Ed. 22. Terjemahan oleh Bagian Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran Airlangga. Jakarta: Salemba Medika. Hal.
223-228.

Joshi, L. R. and Devkota, S.P. 2014. Methicillin-Resistant Staphylococcus


aureus (MRSA) in Cattle: Epidemiology and Zoonotic
Implications. International Journal of Applied Sciences and
Biotechnology. 2. (1).
68

Kamikaze, D. 2002. Studi Awal Pembuatan Sabun Menggunakan


Campuran Lemak Abdomen Sapi dan Curd Susu Afkir. Skripsi.
Bogor. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Kannan. 2016. Essentials of Microbiology for Nurses. 1st ed. Relx India Pvt
ltd. India. 113.

Kee, Joyce, L., Hayes, & Evelin, R. 1996. Farmakologi: Pendekatan


Proses Keperawatan. Terjemahan oleh Peter Anugrah.
Cetakan ke-1. Jakarta: EGC. hal 324.

Marzuki, A., Lidjaja, A., Yulianty, R., Yanti, N.I. 2015. Potensi Ekstrak Kulit
Batang Banyuru (Pterospermum celebicum, Miq) Terstandar
sebagai Agen Anti Infeksi pada Beberapa Bakteri. Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M). Universitas
Hasanuddin.

Murwani, S. 2015. Dasar-Dasar Mikrobiologi Veteriner. Universitas


Brawijaya Press. Malang.

NIIR Board of Consultants & Engineers. 2016. The Complete Technology


Book on Soaps. 2nd ed. Asia Pacifik Business Press Inc. India.
8

Ogata, K., Fujii T., Abe. H., & Baas, P. 2008. Identification of the Timbers
of Southeast Asia and the Western Pacific. Kaisesha Press.
Japan. 332.

Ophardt, C.E., 2003. Virtual Chembook. Departemen of Chemistry


Elmhurst IL. Elmhurst College.

Pearce, E.C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. PT Gramedia


Pustaka Utama. Jakarta.

Pelczar, M.J., dan Chan, E.C.S. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. jilid 2.


Terjemahan dari Elements of Microbiology, oleh Hadioetomo
RS. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Prawira, R.S.A. 1978. Daftar Nama Pohon-Pohonan Sulawesi Selatan,


Tenggara dan Sekitarnya,. Revisi (1) Proyek Pelita :
Pengembangan dan Pemanfaatan Hutan Tropik. Makassar.
Hal. 99.

Rachmawati, F.J., dan Triyana, S.Y. 2008. Perbandingan Angka Kuman


pada Cuci Tangan Dengan Beberapa Bahan sebagai
Standarisasi Kerja di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
69

Kedokteran Universitas Islam Indonesia. Jurnal Logika. 5. (1):


26-31.

Rao, K., Bhuvaneswari, C.H., Lakshmi, M., Narasu, and Giri, A. 2010.
Antibacterial Activity of Alpinia galanga (L.) Willd. Crude
Extracts. Appl Biochem Biotechnol. 162: 871–884.

Raviraja, S.G., and Monisha, S. 2015. Pharmacology of an Endangered


Medicinal Plant Alpinia galanga. Research Journal of
Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences. 6. (1): 499.

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., and Owen, S.C. 2009. Handbook of


Pharmaceutical Excipients. 6th ed. Pharmaceutical Press. USA.
110-113, 278-281, 441-444, 592-592, 754-755.

Saifudin, Azis. 2012. Senyawa Alam Metabolit Sekunder: Teori, Konsep,


dan Teknik Pemurnian. Deepublish. Yogyakarta.

Sarlangue, J., Brissaud, O., Labreze, C. 2006. Clinical features of


Pseudomonas aeruginosa infections. Arch Pediatr. 13(1): 13-6.

Sastrahidayat, I.R. 2016. Penyakit pada Tumbuhan Obat-Obatan,


Rempah-Bumbu dan Stimulan. UB Press. Malang. 14-15.

Satuhu, S., & Yulianti, S. 2012. Panduan Lengkap Minyak Asiri. Penebar
Swadaya. Depok. 46-48.

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Terjemahan


oleh James Veldman. Jakarta: EGC.

Sosef, M.S.M., Hong, L.T., dan Prawirohatmodjo. 1988. Plant Resources


of South – East Asia. Prosea. Bogor. 480.

Spitz, L. 2016. Soap Manufacturing Technology. 2nd ed. Amerika Oils


Chemists’ Society Press. Amerika. 50.

Todar, K. 2008. Staphylococcus aureus and Staphylococcal disease.


Todar’s Online textbook of Bacteriology.
(http://textbookofbacteriology.net/staph.html, diakses 10 April
2018)

Tranggono. R., Latifah, F. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan


Kosmetik. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Lampiran 1

Skema Kerja

1. Ekstraksi kulit Batang Banyuru

Simplisia kulit batang Banyuru

 Ditimbang 500 g
 Dibasahi dengan etanol 70% ±3 L
 Ditambahkan pelarut etanol 70% ±2 L
 Didiamkan selama 3 hari, sambil
sesekali diaduk
 Disaring
 residu dimaserasi kembali dengan
Etanol 70% 5 L
 Disaring

Filtrat hasil saringan

 Dipekatkan dengan Rotavapor

Ekstrak Etanol Banyuru

2. Ekstraksi Lengkuas

Simplisia Lengkuas

 Ditimbang 300 g
 Dibasahi dengan etanol 70% ±2 L
 Ditambahkan pelarut etanol 70% ±1 L
 Didiamkan selama 3 hari, sambil sesekali
diaduk
 Disaring
 Residu dimaserasi kembali dengan Etanol
70% 5 L
 Disaring

Filtrat hasil saringan

 Dipekatkan dengan Rotavapor

Ekstrak Etanol Lengkuas

70
3. Formulasi

VCO dan minyak zaitun


 Dilebur di atas penangas air pada
suhu 60°C
 Ditambahkan asam stearat yang
telah dilelehkan diatas penangas air
pada suhu 60°C
 Ditambahkan BHT aduk hingga
homogen

Fraksi lemak

 Ditambahkan sedikit demi sedikit


larutan NaOH 30%
 Diaduk hingga homogen pada suhu
70ºC

Saponifikasi

 Ditambahkan gliserin, sukrosa, TEA, dan Asam sitrat


 Diaduk secara kontinyu
 Diturunkan suhunya hingga 40°C
 Ditambahkan ekstrak kulit batang Banyuru dan
Lengkuas yang telah dilarutkan dengan Etanol 96%
 ditambahkan minya jeruk
 Dituang kedalam cetakan sabun
 Didiamkan hingga memadat

Sabun transparan

F1 (Ekstrak F2 (ekstrak F1 (ekstrak Lengkuas F2 (ekstrak Lengkuas F3 (ekstrak Lengkuas


F0 (kontrol
Lengkuas kulit batang 1% : ekstrak kulit 1% : ekstrak kulit 1% : ekstrak kulit
negatif)
1%) Banyuru 1%) batang Banyuru 1%) batang Banyuru 2%) batang Banyuru 3%)

Evaluasi

Uji Pengukuran Bilangan alkali Kemampuan


kekerasan Kadar air
organoleptis pH bebas berbusa

71
3. Uji Antibakteri

Sterilisasi alat

 Alat-alat gelas tidak berskala disterilkan


dalam oven suhu 180°C selama 2 jam
 Alat-alat gelas berskala dan plastik disterilkan
dalam autoklaf suhu 121°C selama 15 menit
tekanan 2 atm

Penyiapan Bakteri uji

 Biakan bakteri diremajakan dalam medium


NA agar miring, ink 1x24 jam suhu 37°C
 Didispersikan dengan NaCl 0,9% steril

Uji Aktivitas Antibakteri

 Medium dibagi menjadi base layer (dasar) dan seed


layer (campuran medium dengan suspensi bakteri)
 Dipasangkan pencadang pada bagian atas medium
 Dituangkan seed layer
 Pencadang diangkat, sehingga terbentuk lubang
sumuran pada medium
A B  Masing-masing 1 gram dari formula F0, F1, F2, F3,
C F4, F5 dan sabun antibakteri triclocarban yang telah
F
dilarutkan dalam air 5 mL suling steril dipipet
E D sebanyak 0,1 mL ke dalam sumuran

Ket :
Inkubasi 1 x 24 jam suhu 37°C A : Kontrol Positif
B : Formula F1
C : Formula F2
D : Formula F3
Ukur diameter daerah hambat E : Formula F4
menggunakan jangka sorong F : Formula F5
G : Kontrol negatif

72
Lampiran 2

Hasil uji Bilangan Penyabunan Minyak, sifat fisis, pH, Bilangan Alkali
Bebas, dan Aktivitas Antibakteri Sabun Transparan

1. Pengukuran Bilangan Penyabunan Minyak VCO dan Minyak


Zaitun

Data pengukuran bilangan penyabunan minyak VCO dan Minyak Zaitun


Bilangan penyabunan
Minyak VCO Minyak Zaitun
Replikasi 1 224,4456 206,6162
Replikasi 2 225,0569 208,2401
Replikasi 3 223,4940 206,8124
Rata-Rata 224,3322 207,2229
SD 0,7876 0,8864

2. Uji Kekerasan Sabun Padat Transparan

Pengukuran kekerasan sabun padat transparan pada minggu pertama


Kekerasan Sabun (Kg)
F0 F1 F2 F3 F4 F5
Replikasi 1 1,00 2,00 2,00 2,00 3,00 3,00
Replikasi 2 1,00 2,00 1,00 2,00 2,00 3,00
Replikasi 3 2,00 1,00 1,00 2,00 3,00 4,00
Rata-Rata 1,33 1,67 1,33 2,00 2,67 3,33
SD 0,58 0,58 0,58 0,00 0,58 0,58

Pengukuran kekerasan sabun padat transparan pada minggu kedua


Kekerasan Sabun (Kg)
F0 F1 F2 F3 F4 F5
Replikasi 1 2,00 2,00 2,00 3,00 4,00 5,00
Replikasi 2 2,00 3,00 2,00 3,00 4,00 5,00
Replikasi 3 2,00 3,00 3,00 3,00 5,00 4,00
Rata-Rata 2,00 2,67 2,33 3,00 4,33 4,67
SD 0,00 0,58 0,58 0,00 0,58 0,58

Pengukuran kekerasan sabun padat transparan pada minggu ketiga


Kekerasan Sabun (Kg)
Replikasi
F0 F1 F2 F3 F4 F5
Replikasi 1 3,00 4,00 3,00 5,00 6,00 6,00
Replikasi 2 2,00 4,00 3,00 5,00 5,00 6,00
Replikasi 3 3,00 3,00 4,00 4,00 6,00 6,00
Rata-Rata 2,67 3,67 3,33 4,67 5,67 6,00
SD 0,58 0,58 0,58 0,58 0,58 0,00

73
74

Pengukuran kekerasan sabun padat transparan pada minggu keempat


Kekerasan Sabun (Kg)
Replikasi
F0 F1 F2 F3 F4 F5
Replikasi 1 4,00 5,00 5,00 6,00 6,00 7,00
Replikasi 2 5,00 5,,00 5,00 5,00 6,00 6,00
Replikasi 3 5,00 6,00 5,00 6,00 7,00 7,00
Rata-Rata 4,67 5,33 5,00 5,67 6,33 6,67
SD 0,58 0,58 0,00 0,58 0,58 0,58

3. Uji Kemampuan Membentuk Busa Sabun Padat Transparan

Pengukuran tinggi busa sabun padat transparan pada minggu pertama


Tinggi Busa (cm)
F0 F1 F2 F3 F4 F5
Replikasi 1 2,5 1,50 1,00 1,00 1,00 1,00
Replikasi 2 2,5 1,50 2,00 1,00 1,00 1,00
Replikasi 3 2,0 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
Rata-Rata 2,33 1,33 1,33 1,00 1,00 1,00
SD 0,29 0,29 0,58 0,00 0,00 0,00

Pengukuran tinggi busa sabun padat transparan pada minggu kedua


Tinggi Busa (cm)
F0 F1 F2 F3 F4 F5
Replikasi 1 2,00 2,00 2,00 2,00 1,00 1,00
Replikasi 2 2,00 2,00 2,00 1,00 1,00 1,00
Replikasi 3 2,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
Rata-Rata 2,00 1,67 1,67 1,33 1,00 1,00
SD 0,00 0,58 0,58 0,58 0,00 0,00

Pengukuran tinggi busa sabun padat transparan pada minggu ketiga


Tinggi Busa (cm)
F0 F1 F2 F3 F4 F5
Replikasi 1 4,00 3,00 3,00 3,00 3,00 3,00
Replikasi 2 4,00 3,00 3,00 3,00 3,00 2,50
Replikasi 3 5,00 4,00 4,00 3,00 2,50 2,50
Rata-Rata 4,33 3,33 3,33 3,00 2,83 2,67
SD 0,58 0,58 0,58 0,00 0,29 0,29

Pengukuran tinggi busa sabun padat transparan pada minggu keempat


Tinggi Busa (cm)
F0 F1 F2 F3 F4 F5
Replikasi 1 5,00 5,00 5,00 4,00 4,00 4,00
Replikasi 2 6,50 5,00 5,00 5,00 4,00 4,00
Replikasi 3 6,50 5,00 5,00 5,00 4,00 3,50
Rata-Rata 6,00 5,00 5,00 4,67 4,00 3,83
SD 0,87 0,00 0,00 0,58 0,00 0,29
4. Pengukuran pH Sabun Padat Transparan
Pengukuran pH sabun padat transparan pada minggu pertama
pH Sabun
Replikasi
F0 F1 F2 F3 F4 F5
Replikasi 1 8,80 8,40 8,70 8,80 9,10 9,20
Replikasi 2 8,90 8,40 8,70 9,00 9,10 9,20
Replikasi 3 8,80 8,40 8,70 8,90 9,00 9,20
Rata-Rata 8,83 8,40 8,70 8,90 9,07 9,20
SD 0,06 0,00 0,00 0,10 0,06 0,00

Pengukuran pH sabun padat transparan pada minggu kedua


pH Sabun
F0 F1 F2 F3 F4 F5
Replikasi 1 8,80 8,40 8,80 8,90 9,10 9,20
Replikasi 2 8,90 8,40 8,80 9,00 9,20 9,30
Replikasi 3 8,80 8,40 8,80 8,90 9,00 9,20
Rata-Rata 8,83 8,40 8,80 8,93 9,10 9,23
SD 0,06 0,00 0,00 0,06 0,10 0,06

Pengukuran pH sabun pada minggu ketiga


pH Sabun
F0 F1 F2 F3 F4 F5
Replikasi 1 8,90 8,40 8,80 8,90 9,20 9,20
Replikasi 2 8,90 8,40 8,90 9,00 9,20 9,30
Replikasi 3 8,80 8,40 8,90 9,00 9,10 9,20
Rata-Rata 8,87 8,40 8,87 8,97 9,17 9,23
SD 0,06 0,00 0,06 0,06 0,06 0,06

Pengukuran pH sabun padat transparan pada minggu keempat


pH Sabun
F0 F1 F2 F3 F4 F5
Replikasi 1 8,90 8,40 8,90 8,90 9,20 9,20
Replikasi 2 8,90 8,40 8,90 9,00 9,20 9,30
Replikasi 3 8,80 8,40 8,90 9,10 9,20 9,20
Rata-Rata 8,87 8,40 8,90 9,00 9,20 9,23
SD 0,06 0,00 0,00 0,10 0,00 0,06

75
5. Pengukuran Kadar Air Sabun Padat Transparan

Pengukuran kadar air sabun padat transparan pada minggu Pertama


Kadar Air (%)
F0 F1 F2 F3 F4 F5
Replikasi 1 34,80 34,20 34,00 33,20 32,00 31,00
Replikasi 2 34,80 34,00 34,20 32,80 32,00 29,80
Replikasi 3 34,80 34,00 34,,20 33,00 32,00 31,00
Rata-Rata 34,80 34,07 34,10 33,00 32,00 30,60
SD 0,00 0,12 0,14 0,20 0,00 0,69

Pengukuran kadar air sabun padat transparan pada minggu Kedua


Kadar Air (%)
F0 F1 F2 F3 F4 F5
Replikasi 1 20,20 18,60 18,40 17,80 16,80 15,80
Replikasi 2 20,00 18,80 18,60 17,60 17,00 15,80
Replikasi 3 20,20 18,60 18,20 17,80 16,80 16,00
Rata-Rata 20,13 18,17 18,40 17,73 16,87 15,87
SD 0,12 0,12 0,20 0,12 0,12 0,12

Pengukuran kadar air sabun padat transparan pada minggu Ketiga


Kadar Air (%)
F0 F1 F2 F3 F4 F5
Replikasi 1 15,20 14,20 14,20 13,40 12,40 11,20
Replikasi 2 15,20 14,00 14,20 13,40 12,40 11,40
Replikasi 3 15,40 14,20 14,20 13,40 12,40 11,40
Rata-Rata 15,27 14,13 14,20 13,40 12,40 11,33
SD 0,12 0,12 0,00 0,00 0,00 0,12

Pengukuran kadar air sabun padat transparan pada minggu Keempat


Kadar Air (%)
F0 F1 F2 F3 F4 F5
Replikasi 1 13,80 12,80 12,80 11,60 11,00 9,80
Replikasi 2 14,00 12,80 12,60 11,60 11,00 10,00
Replikasi 3 13,80 13,00 12,60 11,80 10,60 9,60
Rata-Rata 13,87 12,87 12,67 11,67 10,87 9,80
SD 0,12 0,12 0,12 0,12 0,23 0,20

76
6. Pengukuran Kadar Alkali Bebas Sabun Padat Transparan

Data pengukuran kadar alkali bebas sabun padat transparan pada minggu keempat
Alkali Bebas
F0 F1 F2 F3 F4 F5
Replikasi 1 0,0821 0,0696 0,0696 0,0532 0,0492 0,0409
Replikasi 2 0,0861 0,0693 0,0693 0,0530 0,0449 0,0410
Replikasi 3 0,0862 0,0734 0,0735 0,0490 0,0491 0,0409
Rata-Rata 0,0848 0,0708 0,0708 0,0517 0,0477 0,0409
SD 0,0023 0,0023 0,0023 0,0024 0,0025 0,0001

7. Pengukuran Daerah Hambat Ekstrak Banyuru dan Lengkuas

Daerah Hambat Ekstrak Banyuru dan Lengkuas terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Daerah Hambat Ektrak Banyuru dan Lengkuas terhadap bakteri
Staphylococcus aureus (mm)
Lengkuas Lengkuas Lengkuas
Lengkuas Banyuru 1% : 1% : 1% :
K- K+
1% 1% banyuru banyuru banyuru
1% 2% 3%
1 - 7,89 8,94 17,84 18,11 19,21 29,62
2 - 7,91 8,95 17,85 18,19 19,25 29,81
3 - 7,80 8,95 17,84 18,19 19,22 29,81
Rata-Rata - 7,87 8,95 17,84 18,16 19,23 11,75
SD - 0,01 0,01 0,01 0,05 0,02 0,11

Daerah Hambat Ekstrak Banyuru dan Lengkuas terhadap bakteri Escherichia coli
Daerah Hambat Ektrak Banyuru dan Lengkuas terhadap bakteri
Escherichia coli (mm)
Lengkuas Lengkuas Lengkuas
Lengkuas Banyuru 1% : 1% : 1% :
K- K+
1% 1% banyuru banyuru banyuru
1% 2% 3%
1 - 6,45 7,43 14,31 15,31 16,31 30,36
2 - 6,55 7,44 14,33 15,31 16,48 30,39
3 - 6,48 7,32 14,30 15,38 16,33 30,29
Rata-Rata - 6,49 7,40 14,31 15,33 16,37 30,35
SD - 0,05 0,07 0,02 0,04 0,09 0,05

77
78

Daerah Hambat Ekstrak Banyuru dan Lengkuas terhadap bakteri Pseudomonas


aureginosa

Daerah Hambat Ektrak Banyuru dan Lengkuas terhadap bakteri


Pseudomonas aureginosa (mm)
Lengkuas Lengkuas Lengkuas
Lengkuas Banyuru 1% : 1% : 1% :
K K+
1% 1% banyuru banyuru banyuru
1% 2% 3%
1 - 7,10 7,46 14,92 15,83 16,93 40,33
2 - 7,15 7,48 14,91 15,84 16,91 40,12
3 - 7,10 7,18 14,91 15,85 16,92 40,40
Rata-Rata - 7,12 7,37 14,91 15,84 16,92 40,28
SD - 0,03 0,17 0,01 0,01 0,01 0,15

Daerah Hambat Ekstrak Banyuru dan Lengkuas terhadap bakteri Propionibacterium


acnes

Daerah Hambat Ektrak Banyuru dan Lengkuas terhadap bakteri


Propionibacterium acnes (mm)
Lengkuas Lengkuas Lengkuas
Lengkuas Banyuru 1% : 1% : 1% :
K- K+
1% 1% banyuru banyuru banyuru
1% 2% 3%
1 - 6,41 7,11 14,92 15,83 16,82 39,18
2 - 6,51 7,12 14,92 15,82 16,82 39,16
3 - 6,61 7,10 14,81 15,83 16,83 39,36
Rata-Rata - 6,51 7,11 14,88 15.83 16,82 39,23
SD - 0,10 0,01 0,06 0,01 0,01 0,11

8. Pengukuran daerah hambat sediaan sabun padat transparan


Daerah hambat sabun padat transparan terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Daerah hambat sabun padat transparan terhadap bakteri
Staphylococcus aureus (mm)
F0 F1 F2 F3 F4 F5 K+
Replikasi 1 15,21 23,65 28,09 23,27 24,53 24,99 24,77
Replikasi 2 15,46 24,25 29,83 24,75 26,16 26,70 26,00
Replikasi 3 15,27 25,44 28,10 24,19 25,44 26,34 25,38
Rata-Rata 15,31 24,45 28,67 24,07 25,38 26,01 25,38
SD 0,13 0,91 1,00 0,75 0,82 0,90 0,61

Daerah hambat sabun padat transparan terhadap bakteri Escherichia coli


Daerah hambat sabun padat transparan terhadap bakteri
Escherichia coli (mm)
F0 F1 F2 F3 F4 F5 K+
Replikasi 1 14,13 15,62 16,02 14,48 15,16 15,48 15,98
Replikasi 2 14,45 15,81 16,80 14,71 15,06 15,03 15,95
Replikasi 3 14,28 15,76 15,86 13,63 13,64 14,05 15,49
Rata-Rata 14,29 15,73 16,23 14,27 14,62 14,85 15,81
SD 0,16 0,10 0,50 0,57 0,85 0,73 0,27
Daerah hambat sabun padat transparan terhadap bakteri Pseudomonas aureginosa
Daerah Hambat sabun transparan terhadap bakteri
Pseudomonas aureginosa (mm)
F0 F1 F2 F3 F4 F5 K+
Replikasi 1 18,29 21,97 28,47 24,33 26,06 27,29 27,63
Replikasi 2 18,29 21,37 28,61 24,32 26,11 27,29 27,43
Replikasi 3 18,81 21,64 28,32 24,56 26,33 27,26 27,05
Rata-Rata 18,46 21,66 28,47 24,40 26,17 27,27 27,37
SD 0,30 0,30 0,14 0,14 0,14 0,02 0,29

Daerah hambat sabun padat transparan terhadap bakteri Propionibacterium acnes


Daerah Hambat sabun transparan terhadap
Propionibacterium acnes (mm)
F0 F1 F2 F3 F4 F5 K+
Replikasi 1 14,09 15,34 19,73 17,89 16,40 16,37 17,33
Replikasi 2 14,32 14,83 19,39 16,02 16,15 17,09 16,60
Replikasi 3 14,93 14,70 19,11 16,44 16,61 17,15 16,35
Rata-Rata 14,45 14,96 19,41 16,78 16,39 16,87 16,76
SD 0,43 0,34 0,31 0,98 0,19 0,43 0,50

79
Lampiran 3

Perhitungan dan Analisis Karakteristik Mutu Bahan Minyak dan


Sabun Padat Transparan

1. Perhitungan Persen Rendamen Ekstrak

a. Ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga (L. )Willd.)

Berat Simplisia 300 g

Ekstrak Yang diperoleh 20,32 g

( )
Rendemen % ( )

= 6,7%

b. Ekstrak Kulit Batang Banyuru (Pterospermum clebicum Miq.)

Berat Simplisia 500 g

Ekstrak Yang diperoleh 46 g

( )
Rendemen % ( )

= 9,2 %

2. Kadar Air Simplisia

Hasil analisis kadar air simplisia Lengkuas


Bobot cawan Bobot cawan
Bobot Kosong + Kosong + Kadar air
Replikasi
simplisia (g) Simplisia Simplisia (%)
awal (g) akhir (g)
1 1,0079 46,4225 46,3587 6,32
2 1,0081 46,4321 46,3627 6,94
3 1,0077 41,6638 41,5996 6,37
Rata-rata 6,54
SD 0,34

80
81

Hasil analisis kadar air simplisia kulit batang Banyuru


Bobot cawan Bobot cawan
Bobot Kosong + Kosong + Kadar air
Replikasi
simplisia (g) Simplisia Simplisia (%)
awal (g) akhir (g)
1 1,0069 47,4295 47,3411 8,77
2 1,0066 46,7364 46,6621 7,38
3 1,0055 45,6671 45,5777 8,88
Rata-rata 8,34
SD 0,83

3. Perhitungan Bilangan Penyabunan Minyak VCO dan Minyak


Zaitun
( )
Bilangan penyabunan = ( )

 Perhitungan Bilangan Penyabunan Minyak VCO R1


( )
= ( )

= 224,4456
Perhitungan Selanjutnya dengan cara yang sama, hasilnya ditabulasikan
pada tabel berikut :
Hasil pengukuran bilangan penyabunan minyak VCO dan minyak zaitun
Berat Normalit Volume Bilangan
Volume titrasi
Minyak sabun as HCl Titrasi penyabunan
sampel (mL)
(gram) (N) Blanko (mL) (mg/gram)
R1 2,0188 0,5016 25,2 9,1 224,4456
V R2 2,0009 0,5016 25,2 9,2 225,0569
R3 2,0023 0,5016 25,2 9,3 223,4940
R1 2,0024 0,5016 25,2 10,5 206,6162
Z R2 2,0003 0,5016 25,2 10,4 208,2401
R3 2,0005 0,5016 25,2 10,5 206.8124
Ket :
V : minyak VCO
Z : minyak Zaitun
82

4. Perhitungan Kadar Alkali Bebas Sabun Padat Transparan


Analisisis alkali bebas berdasarkan SNI 06-3532-1994

% Alkali bebas = ( )

*Bst alkali = Berat molekul alkali (NaOH) yaitu 40


Perhitungan Kadar alkali bebas basis sabun

% Alkali bebas =

=0,0821 %
Perhitungan selanjutnya dengan cara yang sama, hasilnya ditabulasikan
pada tabel berikut :
Hasil analisis bilangan alkali bebas sediaan sabun padat transparan
Berat Berat Bilangan
Normalitas Volume titrasi
Formula sabun setara alkali
HCl (N) sampel (mL)
(mg) NaOH bebas (%)
R1 10003 0,1026 2,0 40 0,0821
F0 R2 10007 0,1026 2,1 40 0,0861
R3 10001 0,1026 2,1 40 0,0862
R1 10019 0,1026 1,7 40 0,0696
F1 R2 10065 0,1026 1,7 40 0,0693
R3 10068 0,1026 1,8 40 0,0734
R1 10019 0,1026 1,7 40 0,0696
F2 R2 10065 0,1026 1,7 40 0,0693
R3 10045 0,1026 1,6 40 0,0735
R1 10027 0,1026 1,3 40 0,0532
F3 R2 10053 0,1026 1,3 40 0,0530
R3 10053 0,1026 1,2 40 0,0490
R1 10015 0,1026 1,2 40 0,0492
F4 R2 10049 0,1026 1,1 40 0,0449
R3 10027 0,1026 1,2 40 0,0491
R1 10028 0,1026 1,0 40 0,0409
F5 R2 10012 0,1026 1,0 40 0,0410
R3 10022 0,1026 1,0 40 0,0409
5. Kadar Air Sabun Padat Transparan

Analisis kadar air berdasarkan metode gravimetri


Kadar air = x 100 %

Keterangan
W0 = berat cawan kosong

W1 = berat cawan + sampel awal (sebelum pemanasan dalam oven)

W2 = berat cawan + sampel awal (setelah pendinginan dalam eksikator)

 Perhitungan kadar air Basis sabun


Kadar air = x 100 %

= 34,80 %
Perhitungan Selanjutnya dengan cara yang sama, hasilnya ditabulasikan
pada tabel berikut :
Hasil analisis kadar air sediaan sabun padat transparan
Berat sabun + Berat sabun +
Min Berat berat cawan berat cawan
Kadar air
Formula ggu sabun sebelum setelah
(%)
ke (gram) pemanasan pemanasan
(gram) (gram)
R1 1 5,00 59,61 57,87 34,80
R2 1 5,00 59,44 57,70 34,80
R3 1 5,00 93,36 91,62 36,20
R1 2 5,00 58,88 57,87 20,20
R2 2 5,00 47,80 46,80 20,00
R3 2 5,00 53,58 52,57 20,20
F0
R1 3 5,00 53,25 52,49 15,20
R2 3 5,00 58,02 57,26 15,20
R3 3 5,00 55,65 54,88 15,40
R1 4 5,00 52,69 52,00 13,80
R2 4 5,00 53,30 52,60 14,00
R3 4 5,00 56,12 55,43 13,80
R1 1 5,00 59,54 57,83 34,20
R2 1 5,00 65,09 63,39 34,00
R3 1 5,00 65,15 63,45 34,00
R1 2 5,00 64,44 63,51 18,60
R2 2 5,00 60,94 60,00 18,80
R3 2 5,00 60,62 59,69 18,60
F1
R1 3 5,00 56,15 56,15 14,20
R2 3 5,00 60,06 59,36 14,00
R3 3 5,00 57,96 57,25 14,20
R1 4 5,00 58,39 57,75 12,80
R2 4 5,00 53,21 52,57 12,80
R3 4 5,00 57,53 56,88 13,00

83
84

Lanjutan, hasil analisis kadar air sediaan sabun padat transparan


Berat sabun + Berat sabun +
Min Berat berat cawan berat cawan
Kadar air
Formula ggu sabun sebelum setelah
(%)
ke (gram) pemanasan pemanasan
(gram) (gram)
R1 1 5,00 93,21 91,51 34,00
R2 1 5,00 64,58 62,87 34,20
R3 1 5,00 59,10 57,39 34,20
R1 2 5,00 58,73 57,81 18,40
R2 2 5,00 55,36 54,43 18,60
R3 2 5,00 47,80 46,49 18,20
F2
R1 3 5,00 60,33 59,62 14,20
R2 3 5,00 47,02 46,31 14,20
R3 3 5,00 58,45 57,74 14,20
R1 4 5,00 63,89 63,25 12,80
R2 4 5,00 52,98 52,35 12,60
R3 4 5,00 58,16 57,53 12,60
R1 1 5,00 58,74 57,08 33,20
R2 1 5,00 50,10 48,46 32,80
R3 1 5,00 64,53 62,88 33,00
R1 2 5,00 58,02 57,13 17,80
R2 2 5,00 64,28 63,40 17,60
R3 2 5,00 58,46 57,57 17,80
F3
R1 3 5,00 58,21 57,54 13,40
R2 3 5,00 57,24 56,57 13,40
R3 3 5,00 64,10 63,43 13,40
R1 4 5,00 60,34 59,76 11,60
R2 4 5,00 46,99 46,41 11,60
R3 4 5,00 55,83 55,24 11,80
R1 1 5,00 49,88 48,28 32,00
R2 1 5,00 48,97 47,37 32,00
R3 1 5,00 59,30 57,70 32,00
R1 2 5,00 56,85 56,01 16,80
R2 2 5,00 57,62 56,77 17,00
R3 2 5,00 58,01 57,17 16,80
F4
R1 3 5,00 57,48 56,86 12,40
R2 3 5,00 60,20 59,58 12,40
R3 3 5,00 47,20 46,58 12,40
R1 4 5,00 47,33 46,78 11,00
R2 4 5,00 58,04 57,49 11,00
R3 4 5,00 57,24 56,71 10,60
R1 1 5,00 48,94 47,39 31,00
R2 1 5,00 58,71 57,22 29,80
R3 1 5,00 49,10 47,55 31,00
R1 2 5,00 53,84 53,05 15,80
R2 2 5,00 58,82 58,03 15,80
R3 2 5,00 64,32 63,52 16,00
F5
R1 3 5,00 47,49 46,93 11,20
R2 3 5,00 63,28 62,71 11,40
R3 3 5,00 55,98 55,41 11,40
R1 4 5,00 59,82 59,33 9,80
R2 4 5,00 63,55 63,05 10,00
R3 4 5,00 58,21 57,73 9,60
Lampiran 4

Pembuatan Larutan Uji

1. Larutan KOH alkoholis

1) KOH ditimbang sebanyak 8,5 gram dengan neraca kasar dan

dalam cawan porselen

2) KOH dilarutkan dalam 5 mL aquades dan ditambahkan alkohol

bebas aldehid 250 mL kemudian diendapkan satu malam.

Pembakuan : asam klorida 0,5 N dipipet sebanyak 25 mL, diencerkan

dengan 50 mL aquadest, ditambahkan 2 tetes fenolftalein LP dan

dititrasi dengan larutan kalium hidroksida hingga terjadi warna merah

muda pucat. Dihitung normalitas larutan baku.

2. Indikator Fenolftalein sebanyak 100 mL

Fenolftalein ditimbang sebanyak 0,2 gram menggunakan neraca

kasar dan dilarutkan dengan aquades hingga volume 100 mL.

3. Larutan HCI 0,1 N sebanyak 100 mL

Larutan asam klorida P dipipet sebanyak 42,5 mL kemudian

ditambahkan aquades hingga 500 mL.

Pembakuan :

Natrium karbonat anhidrat yang telah dipanaskan pada suhu 270°C

selama 1 jam ditimbang sebanyak 0,75 gram, diilarutkn dalam 50 mL

air dan ditambahkan 2 tetes metil merah. Tambahkan asam perlahan-

lahan dari buret sambil diaduk hingga warna merah mudah pucat.

Dihitung normalitas larutan

85
4. Larutan HCI 0,5 N sebanyak 100 mL

Larutan asam klorida P dipipet sebanyak 21,25 mL kemudian

ditambahkan aquades hingga 500 mL.

Pembakuan :

Natrium karbonat anhidrat yang telah dipanaskan pada suhu 270°C

selama 1 jam ditimbang sebanyak 0,75 gram, diilarutkn dalam 50 mL

air dan ditambahkan 2 tetes metil merah. Tambahkan asam perlahan-

lahan dari buret sambil diaduk hingga warna merah mudah pucat.

Dihitung normalitas larutan.

86
Lampiran 5

Dokumentasi Kegiatan

A B
Gambar 1. A. Ekstrak Lengkuas, B. Ekstrak Kulit Batang Banyuru

A B C

D E F
Gambar 2. Uji transparansi sabun A. Basis; B. Sabun transparan Lengkuas 1%; C.
Sabun transparan Ekstrak kulit batang Banyuru 1%; D. Sabun transparan Ekstrak
Lengkuas : Ekstrak kulit batang Banyuru (1:1); E. Sabun transparan Ekstrak Lengkuas :
Ekstrak kulit batang Banyuru (1:2); F. Sabun transparan Ekstrak Lengkuas : Ekstrak kulit
batang Banyuru (1:3)

87
Gambar 3. Proses homogenizer Gambar 4. Uji tinggi busa sabun
pembuatan sabun transparan transparan

Gambar 5. Uji kekerasan sabun Gambar 6. Uji pH sabun


menggunakan Hardness tester menggunakan pH meter

Gambar 7. Uji kadar air sabun Gambar 8. Uji bilangan


menggunakan oven suhu 105°C penyabunan VCO

88
Gambar 9. Uji bilangan Alkali bebas

K-
1:3
1:1 B
L K+
K+
L
1:2
K- B
1:2
1:3 1:1
A B

1:3 B
K-
L
1:1
K+ K+
L 1:2
K-
1:2

B 1:1
1:3
C D
Keterangan gambar :
K- = kontrol negatif, L = ekstrak Lengkuas 1%; B = Ekstrak kulit batang
Banyuru 1%; 1:1 = Lengkuas 1% : Banyuru 1%; 1:2 = Lengkuas 1% : Banyuru
2%; 1:3 = Lengkuas 1% : Banyuru 3%; K+ = kontrol positif (paper disc
amoxicillin)
Gambar 10. Uji antibakteri ekstrak lengkuas dan ekstrak kulit batang banyuru
terhadap A. Staphylococcus aureus, B. Pseudomonas aeruginosa, C.
Escherichia coli, D. Propionibacterium acnes
89
F3 F1
K+
F2
F2
F4
F0 F1 F0

F5
F5 K+ F3

F4
A B

F4
F5 F4
F3
F5
F0 F0 F3
F2 K+

F1 K+ F1 F2
C D

Keterangan:
F0 : Basis sabun tanpa kandungan ekstrak
F1 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas
F2 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak kulit batang Banyuru
F3 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas dan 1% ekstrak kulit
batang Banyuru
F4 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas dan 2% ekstrak kulit
batang Banyuru
F5 : Sabun dengan konsentrasi 1% ekstrak Lengkuas dan 3% ekstrak kulit
batang Banyuru
K+ : kontrol positif, sabun merek D yang mengandung triclocarban

Gambar 11. Uji antibakteri sediaan sabun padat transparan ekstrak Lengkuas
dan ekstrak kulit batang Banyuru terhadap A. Staphylococcus aureus, B.
Pseudomonas aeruginosa, C. Escherichia coli, D. Propionibacterium acnes

90

Anda mungkin juga menyukai