Anda di halaman 1dari 20

Makalah Pencernaan Makanan

SEMESTER GASAL
TAHUN AKADEMIK 2014/2015

OLEH KELOMPOK 13:

 ROSELLINA CHARISMA ILMAN (161610101001)


 GHAFRAN NAILUL FARCHI (161610101041)
 NAFRA GLENIVIO AGRETDIE (161610101043)
 SAMAHI ARRAHMA (161610101061)
 SEPTIANA DWI RAHAYU (161610101072)
 JULIA EKA PUTRI A (161610101113)
 ADRIANO JOSHUA (131610101065)
 MEIRISA YUNASTIA (131610101089)
 FATIMATUZ ZAHRO

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS JEMBER
2015
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah Pencernaan Makanan. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
perkuliahan blok Fungsi Tubuh Manusia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.

Penulisan laporan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan–perbaikan di
masa mendatang demi kebaikanmakalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua.

Jember, 09 November 2016

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. 2


DAFTAR ISI................................................................................................................................................. 3
BAB I ............................................................................................................................................................ 4
1.1. Latar Belakang .............................................................................................................................. 4
BAB II........................................................................................................................................................... 5
2.1. Fungsi Gastrointestinal ................................................................................................................. 5
2.2. Pengunyahan (mastikasi) ................................................................................................................... 5
2.2.1. Saliva............................................................................................................................................... 6
2.3. Sensai Rasa dan Faktor yang Mempengaruhinya .............................................................................. 6
2.4. Biolistrik Otot Polos .......................................................................................................................... 8
2.4.1. Neuron motorik ......................................................................................................................... 8
2.4.2. Perambatan Potensial Aksi........................................................................................................ 9
2.5. Pergerakan Saluran Cerna ............................................................................................................. 9
2.5.1. Diglutisi (Penelanan) ...................................................................................................................... 9
2.5.2. Tipe Pergerakan Usus Halus Secara Otonom ............................................................................... 10
2.6. Fungsi Aliran Darah GIT (Gasrtrointestinal) .............................................................................. 10
2.7. Pengendalian Gerak Gastrointestinal Tractus ............................................................................. 11
2.8. Sekresi Getah Lambung .............................................................................................................. 13
2.8.1. Mekanisme Sekresi Asam Hidroklorida ................................................................................. 15
2.8.2. Sekresi dan Aktivasi Pepsinogen ............................................................................................ 16
2.8.3. Fase Sekresi Lambung ............................................................................................................ 17
2.9 Pencampuran Bolus di Lambung ..................................................................................................... 17
BAB III ....................................................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 20
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Makanan yang kita makan tidak selamanya berguna bagi tubuh. Di dalam tubuh kita
terdapat organ-organ tubuh yang sangat berperan penting dalam proses pencernaan. Dimana
antara organ yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan. Jika ada salah satu organ yang
mengalami gangguan maka sistem pencernaan di dalam tubuh manusia tidak akan berlangsung
secara optimal.

Kita mengetahui bahwa tidak ada satu individu yang dapat bertahan hidup tanpa adanya
organ sistem pencernaan, karena sistem pencernan merupakan hal yang sangat vital di dalam
tubuh manusia. Sistem pencernaan memiliki fungsi sebagai menyediakan makanan, air dan
lektrolit yang dibutuhkan oleh sel-sel tubuh melalui proses pencernaan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Fungsi Gastrointestinal

Gastrointestinal atau sistem pencenaan yang mempunyai peran besar dalam serah terima
makanan atau energi bagi tubuh. Fungsi utama dari sistem pencernaan ini adalah untuk
menyediakan air, elektrolit, dan zat makan secara terus menerus. Untuk mencapai hal itu maka
dibutuhkan :

1. Pergerakan makanan melalui saluran pencernaan


2. Sekresi getah pencernaan dan pencernaan makanan
3. Absorbsi air, elektrolit dan hasil pencernaan
4. Sirkulasi darah melalui organ-organ gastrointestinal untuk membawa zat yang akan
diabsorbsi
5. Pengaturan fungsi oleh sistem lokal, saraf, dan hormon.

2.2. Pengunyahan (mastikasi)


Gigi sudah dirancang dengan sangat tepat, terdapat gigi anterior untuk memotong dan
gigi posterior untuk menggiling. Semua otot rahang bawah dapat bekerja sama untuk
mengatupkan gigi sebesar 55 pound pada gigi insisiv dan 200 pound pada gigi molar. Otot
pengunyahan disarafi oleh cabang motorik dari saraf kranial kelima, sedangkan proses
menyunyah dikontrol oleh nukleus pada batang otak. Proses mengunyah biasanya disebabkan
oleh suatu refleks menyunyah dengan proses sebagai berikut :

a. Bolus makanan yang terdapat di dalam mulut awalnya akan menimbulkan penghambat
refleks otot untuk mengunyah yang menyebabkan rahang bawah turun.
b. Penurunan pada rahang bawah ini menimbulkan refleks regang pada otot rahang bawah
yg kemudian menimbulkan kontraksi rebound, secara otomatis rahang bawah akan
terangkat, gigi akan mengatup.
c. Kemudian bolus makanan akan tertekan pada dinding mulut dan menghambat otot rahang
bawah sekali lagi menyebabkan rahang bawah turun dan rebound kembali.
d. Hal ini terjadi berulang-ulang.

Mengunyah bersifat penting untuk pencernaan semua makanan. Menyunyah akan membantu
pencernaan makanan karena enzim-enzim pencernaan hanya bekerja pada permukaan partikel
pada makanan, maka dari itu kecepatan pencernaan seluruhnya bergantung pada total area
permukaan yang terpapar dengan sekresi/penyerapan pencernaan. Menyunyah makanan sampai
menjadi partikel yang kecil dan halus dapat mencegah ekskoriasi/kerusakan traktus
gastrointestinal dan memudahkan pengosongan makanan dari lambung ke usus halus dan semua
segmen usus berikutnya.

2.2.1. Saliva
Kelenjar saliva yang utama adalah kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis, selain
itu ada kelenjar bukalis yang sangat kecil. Sekresi saliva normal berkisar 800-1500 mililiter tiap
harinya. Saliva mengandung dua tipe sekresi protein yakni :

a. Sekresi serosa yang mengandung ptialin (α-amilase) untuk mencerna karbohidrat.


b. Sekresi mukus yang mengandung musin untuk pelumasan dan perlindungan permukaan.
Kelenjar parotis hampir seluruhnya menyekresi serosa, sedangkan kelenjar submandibularis dan
sublingualis menyekresi mukus dan serosa. Kelenjar bukalis hanya menyekresi serosa.

Pada kondisi seseorang sedang terjaga terdapat sekitar 0,5 mililiter saliva disekresi setiap
menit dan hampir seluruhnya adalah tipe mukus. Pada saat tidur sekresi akan menjadi semakin
sedikit. Sekresi ini penting untuk mempertahankan kesehatan rongga mulut. Di dalam rongga
mulut terdapat bakteri yang patogen dan dengan mudah merusak jaringan dan menimbulakan
karies. Saliva dapat mencegah proses kerusakan melalui cara :

1. Pertama, aliran saliva dapat membantu untuk membuang bakteri patogen dan partikel
makanan yang mendukung metabolik bakteri.
2. Kedua, saliva mengandung beberapa faktor yang dapat menghancurkan bakteri. Salah
satunya adalah ion tiosianat dan beberapa enzim proteolitik terutama lisozim yang dapat
(a) menyerang bakteri, (b) membantu ion tiosianat memasuki bakteri dan menjadi
bakterisid, (c) mencerna partikel makanan dan membantu menghilangkan pendukung
metabolisme bakteri lebih lanjut.
3. Ketiga, saliva mengandung sejumlah besar antibodi protein yang dapat menghancurkan
bakteri rongga mulut, termasuk bakteri penyebab karies gigi.
Pada saat keadaan tidak ada saliva, jaringan pada rongga ulut dapat mengalami ulserasi dan
menjadi mudah terinfeksi dan karies gigi dapat meluas.

2.3. Sensai Rasa dan Faktor yang Mempengaruhinya

Pada lidah terdapat taste buds sebagai pengecap. Taste buds terdiri dari pori –pori yang
dikenal sebagai taste pore yang memiliki mikrovili untuk membawa sel gustatori yang akan
dirangsang oleh berbagai cairan kimia. Mikrovili adalah permukaan bagi reseptor rasa. Melalui
chorda tympani, serabut nervus sensorik yang dimiliki oleh taste buds pada bagian anterior lidah
menghantarkan impuls menuju batang otak. Impuls yang berasal dari bagian posterior lidah
dihantarkan melalui nervus glossopharyng sedangkan taste buds yang berada di pharynx dan
epiglotis dipersarafi oleh nervus vagus untuk menginterpretasikan rasa. Beberapa reseptor rasa
yaitu rasa asam, manis, pahit dan umami terkandung dalam taste buds. Kegunaan dari rasa asam
yaitu untuk mendeteksi keasaman. Memodulasi diet untuk kestabilan elektrolit tubuh merupakan
fungsi rasa asin. Rasa manis merupakan hal yang penting bagi penambahan energi tubuh.
Berbagai toksin dapat dideteksi dengan rasa pahit sedangkan untuk mendeteksi asam amino
digunakan rasa umami (Irmawati, 2009)

Fungsi pengecapan pada lidah juga dapat mengalami penurunan fungsi. Faktor – faktor
yang mempengaruhi sensitivitas lidah yaitu usia, suhu makanan, penyakit, merokok dan
menginang (Asnawati,2016). Usia yang semakin bertambah dibarengi dengan penurunan pada
jumlah papilla sirkumvalata dan penuran fungsi pada taste buds. Taste buds juga akan rusak pada
suhu yang terlalu panas. Salah satu contoh faktor penurunan akibat penyakit yaitu penyakit
kencing manis dan ginjal serta radiasi yang dapat menimbulkan penyakit xerostomia. Xerostomia
disebabkan berkurangnya produksi kelenjar saliva sehingga keadaan mulut kering (Guyton,
2001). Berkurangnya produksi saliva menyebabkan sel – sel pengecap mengalami kesulitan
dalam menerima rangsang.

Lapisan lemak atau yang biasa disebut lapisan fosfolipid juga terdapat pada lidah. Fungsi
lapisan ini pada lidah yaitu menghambat rasa pahit dan mengontrol ion atau molekul yang masuk
ke dalam sel. Sensivitas rasa manis dapat mengalami penurunan apabila pada protein
transmembran taste buds terjadi denaturasi rantai polipeptida dan penurunan tegangan
permukaan saliva sehingga kelarutan saliva berkurang dan menggangu sensitivitas rasa manis
pada lidah. Faktor yang dapat mempengaruhi denaturasi adalah panas, pH, bahan kimia dan
mekanis(Irmawati,2009)

Substansi kimia yang membentuk rasa manis anatara lain yaitu gula, glikol, aldehid,
keton, amida, ester, asam amino, asam sulfonat, asam halogen, dan garam anorganik dari timah
hitam dan berilium. Dua substansi organik yang membentuk rasa pahit adalah nitrogen dan
alkaloid (Asnawati, 2016)

Sensasi rasa asam dapat disebabkan oleh ion hidrogen yang terdapat dalam larutan. Sel
rasa bereaksi dengan ion ini dalam tiga cara yaitu secara langung dapat masuk kedalam sel,
mblokir kanal ion kalium pada mikrovili dan mengikat kanal bukaan di mikrovili sehingga ion –
ion positif dapat masuk ke dalam sel rasa. Muatan positif tersebut terakumulasi dan
menimbulkan depolarisasi yang melepaskan neurotransmitter dan menyalurkan sinyal ke otak.
Sensasi rasa asin dapat ditimbulkan dari garam dapur atau NaCl salah satunya. Ion natrium
melewati kanal ion pada mikrovili bagian apikal atau dapat juga melalui basolateral sel rasa, ini
dapat membangunkan sel rasa tersebut. Glutamat dapat menimbulkan sensasi rasa umami.
Bersama reseptor atau second messenger zat tersebut bereaksi, akan tetapi tahapan pelepasan
neurotransmitter belum diketahui (Iritianto,2012)

2.4. Biolistrik Otot Polos

Biolistrik adalah energi yang dimiliki setiap manusia yang bersumber dari ATP
(Adenosine Tri Posphate) dimana ATP ini di hasilkan oleh salah satu energi yang bernama
mitchondria melalui proses respirasi sel. Biolistrik juga merupakan fenomena sel. Sel-sel mampu
menghasilkan potensial listrik yang merupakan lapisan tipis muatan positif pada permukaan luar
dan lapisan tipis muatan negative pada permukaan dalam bidang batas/membran.

2.4.1. Neuron motorik

Gambar: Hubungan antara neuron sensorik, neuron penghubung dan neuron motorik

Neuron ini berawal dari sinapsis dengan neuron penghubung, berlanjut ke dendrit
lalu badan sel, akson dan diakhiri pada pilihan-pilihan di bawah ini:

a) Neuromyal junction, yang berhubungan dengan sel otot


b) Neuroglandular junction, yang berhubungan dengan kelenjar
Kedua junction di atas merupakan jenis dari neuroeffector junction. Neuromyal
junction jika efektornya berupa jaringan otot, sedangkan neuroglandular junction jika
efektornya berupa kelenjar (misalnya kelenjar saliva, kelenjar keringat dll.)
Neuromyal junction adalah hubungan antara sel saraf dengan sel otot. Seperti halnya
pada sinapsis, neuromyal junction memiliki kemampuan meneruskan gelombang depolarisasi
dengan cara meloncat dari sel satu ke sel berikutnya. Gelombang depolarisasi ini penting pada
membrane sel otot karena pada saat terjadi depolarisasi, zat kimia yang terdapat pada otot akan
bergetar, menyebabkan kontraksi otot yang akhirnya dilanjutkan dengan repolarisasi.

2.4.2. Perambatan Potensial Aksi


Potensial aksi terjadi apabila suatu daerah membrane saraf atau otot mendapat
rangsangan mencapai nilai ambang. Potensial aksi itu sendiri mempunyai kemampuan
untuk merangsang daerah sekitar sel membrane untuk mencapai aksi kesegala jurusan sel
membrane, keadaan ini disebut perambatan potensial aksi atau gelombang depolarisasi.

Setelah timbul potensial aksi, sel membrane akan mengalami repolarisasi sel
membrane disebut suatu tingkat refrakter. Tingkat refrakter dibagi dalam 2 fase:

1. Periode Refrakter Absolut


Selama periode ini tidak ada rangsangan, tidak ada unsure kekuatan untuk
menghasilkan aksi yang lain.

2. Periode Refrakter Relatif


Setelah sel membran mendekati repolarisasi seluruhnya maka dari periode refrakter
absolute akan menjadi periode refrakter relatif, dan apabila ada stimulus/rangsangan
yang kuat secara normal akan menghasilkan potensial aksi yang baru.

Sel membrane setelah mencapai potensial membrane istirahat, sel membran


tersebut telah siap untuk menghantarkan implus yang lain. Gelombang depolarisasi
setelah mencapai ujung dari saraf atau setelah terjadi depolarisasi seluruhnya, gelombang
tersebut akan berhenti dan tidak pernah aliran balik kearah mulainya datang rangsangan.

2.5. Pergerakan Saluran Cerna

2.5.1. Diglutisi (Penelanan)


a. Tahap bukal : makanan dikumpulkan dipermukaan atas lidah sebagai bolus yang lembab.
Kemudian bolus didorong ke dalam faring.
b. Tahap faringeal : faring tertarik ke atas di bawah dasar lidah, dan epiglotis menutupi laring
untuk mencegah makanan masuk trakea. Otot-otot faring kemudian mendorong bolus ke
dalam esofagus bagian atas.
c. Tahap esofagus: gelombang peristaltik membawa bolus ke bawah terus ke lambung.

Pencegahan refluks pada esofagus dan lambung:

 Kontraksi otot pada ujung bawah esofagus


 Lipatan mukosa pada esofagus bagian bawah
 Jepitan esofagus oleh diafragma
 Jalan masuk yang bertonjolan dari esofagus ke dalam lambung

2.5.2. Tipe Pergerakan Usus Halus Secara Otonom


 Gerakan ke belakang dan ke depan dari masing-masing vili, hasil kontraksi otot mukosa
 Gerakan pendular (ayunan) oleh otot longitudinal
 Gerakan sirkuler secara ritmik oleh otot sirkuler
 Gelombang peristaltik (30-120 cm/menit), mendorong isi usus halus (± 1cm/menit) ke
arah usus besar.

2.6. Fungsi Aliran Darah GIT (Gasrtrointestinal)

 Sirkulasi splanknik
 Pembuluh darah pada sistem gastrointestinal disebut sirkulasi splanknik, yang meliputi
aliran darah melalui usus, limpa, pankreas, dan hati. Semua darah dari usus, limpa, dan
pankreas akan mengalir menuju hati melalui vena porta. Kemudian darah akan mengalir
melalui sinusoid hati yang terletak di dalam hati, dan keluar melalui vena hepatika yang
mengalir menuju vena cava dari sirkulasi sistemik. Aliran darah melalui hati ini
menyebabkan sel-sel retikuloendotelial mengeluarkan bakteri dan partikel-partikel yang
mampu mencegah masuknya zat-zat berbahaya ke dalam jaringan tubuh yang lain
 Nutrisi yang terlarut dalam air akan diabsorbsi oleh usus dan ditransportasikan menuju
sinusoid-sinusoid hati yang sama melalui darah pada vena porta. Setelah itu, diserap oleh
sel retikuloendotelial dan sel-sel hati dan disimpan hingga mencapai setengah sampai tiga
per empat dari seluruh zat yang telah diabsorbsi. Sedangkan hampir semua nutrisi yang
tidak larut dalam lemak akan diabsorbsi menuju saluran limfatik usus dan
ditransportasikan ke dalam darah melalui duktus torasikus.
 Peningkatan aliran darah dalam gastrointestinal berbanding lurus dengan
peningkatan aktivitas metabolik area setempat. Peningkatan kecepatan metabolik akan
memimbulkan penurunan konsentrasi O2 hingga memungkinkan terjadinya vasodilatasi
yang dapat menimbulkan peningkatan aliran darah. Vasodilatasi itu sendiri adalah suatu
peristiwa naiknya ukuran lumen pembuluh darah. Selain itu, selama aktivitas metabolik,
traktus dan kelenjar intestinal akan melepaskan zat-zat yang bersifat vasodilator seperti
kalidin dan bradikinin, adenosin, dan hormon peptida termasuk kolesistokinin, gastrin,
dan sekretin. Di sisi lain, alasan dari peningkatan aliran darah ini belum diketahui secara
pasti.

2.7. Pengendalian Gerak Gastrointestinal Tractus

Motilitas dan sekresi pada saluran pencernaan dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu fungsi
otonom otot polos, pleksus saraf intrinsic, pleksus saraf ekstrinsik, dan hormon pencernaan

1. Fungsi Otonom Otot Polos

Sebagian dari sel-sel otot polos adalah sel pemacu yang mana terletak di antara lapisan
otot polos longitudinal dan sirkular yang mana berperan dalam memicu aktivitas gelombang
lambat siklik. Aktivitas gelombang lambat siklik ini adalah aktivitas listrik spontan dari otot
polos yang bekerja secara lambat dan terus menerus.
Otot-otot polos ini dihubungkan oleh suatu celah yang dapat dialiri oleh ion-ion
bermuatan listrik, sehingga aktivitas listrik yang bermula dari sel pemacu akan menyebar ke sel-
sel otot polos polos di sampingnya. Jadi, jika titik awal berada dekat dengan ambang, maka
aktivitas kontraktil yang menyertainya meningkat, begitu juga dengan sebaliknya. Seperti
contoh, jika terdapat makanan di saluran cerna, maka akan memberikan rangsangan pada otot
polos sekitarnya, sehingga kontraksi pada saluran pencernaan meningkat. Kecepatan atau
frekuensi aktivitas kontraktil dari saluran pencernaan, berbanding lurus pada laju yang diciptakan
oleh sel-sel pemacu yang terlibat.

2. Pleksus Saraf Intrinsik

Pleksus saraf intrinsik ini terdiri atas dua anyaman serat saraf yang seluruhnya berrada di
dalam dinding saluran cerna, yang terdiri atas pleksus submukosa dan pleksus mienterikus.
Bersama-sama, pleksus ini sering disebut system saraf enterik.

Pleksus intrinsik mengandung berbagai jenis neuron yaitu neuron sensorik, neuron
motorik, dan antarneuron yang menghubungkan dua neuron tersebut. Neuron motorik akan
mensarafi otot polos dan kelenjar yang mempengaruhi motilitas saluran cerna, sekresi enzym,
dan sekresi hormon.

3. Pleksus Saraf Ekstrinsik

Saraf ekstrinsik adalah serat saraf dari kedua cabang sistem saraf otonom (simpatik dan
parasimpatik) yang terletak di luar saluran cerna. Saraf ini bekerja dengan cara memodifikasi
aktivitas yang berlangsung pada saraf intrinsik –seperti mengubah tingkat sekresi hormon
pencernaan– dan pada konsisi tertentu mampu bekerja secara langsung pada otot polos dan
kelenjar.
Saraf simpatis berperan dalam menghambat sekresi dan kontraksi otot polos sedangkan
saraf parasimpatis cenderung mendorong sekresi enzym dan hormon sekaligus meningkatkan
motilitas otot polos saluran pencernaan.

4. Hormon Pencernaan

Hormon pencernaan ini dibawa oleh darah ke bagian-bagian lain saluran cerna, yang
mana hormon ini akan memberikan efek inhibitorik (menghambat) pada otot polos dan kelenjar
eksokrin.

2.8. Sekresi Getah Lambung


Getah pencernaan dari lambung disekresikan oleh kelenjar gastrik, yang berada pada
hampir seluruh dinding korpus lambung kecuali sepanjang garis sempitdi kurvatura minor
lambung. Sekresi ini terjadi dengan segera saat berkontak dengan makanan yang terletak
berhadapan dengan permukaan mukosa lambung (Guyton dan Hall, 2007).
Getah lambung yang dikeluarkan oleh lambung mencapai sekitar 2 liter setiap
harinya. Sel-sel yang bertanggung jawab untuk fungsi sekresi terletak di lapisan mukosa
lambung. Secara umum, mukosa lambung dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu mukosa
oksintik yang melapisi bagian fundus dan badan lambung, serta daerah kelenjar pilorik yang
melapisi bagian antrum. Sel-sel kelenjar mukosa terdapat di kantong lambung (gastric pits), yaitu
suatu invaginasi atau kantung pada permukaan luminal lambung. Variasi sel sekretori yang
melapisi invaginasi ini beberapa diantaranya adalah eksokrin, endokrin, dan parakrin (Sherwood,
2010).
Gambar 1. Kelenjar Oksintik di Lambung
Terdapat tiga jenis sel tipe eksokrin yang ditemukan di dinding kantung dan kelenjar
oksintik mukosa lambung (Gambar 1) , yaitu :
1. Sel mukus yang melapisi kantung lambung, yang menyekresikan mucus yang encer.
2. Bagian yang paling dalam dilapisi oleh sel utama (chief cell) dan sel parietal. Sel utama
menyekresikan prekursor enzim pepsinogen.
3. Sel parietal (oksintik) mengeluarkan HCl dan faktor intrinsik. Oksintik artinya tajam, yang
mengacu kepada kemampuan sel ini untuk menghasilkan keadaan yang sangat asam.
Semua sekresi eksokrin ini dikeluarkan ke lumen lambung dan mereka berperan
dalam membentuk getah lambung (gastric juice)(Sherwood, 2010). Sel mukus cepat membelah
dan berfungsi sebagai sel induk bagi semua sel baru di mukosa lambung. Sel-sel anak yang
dihasilkan dari pembelahan sel akan bermigrasi ke luar kantung untuk menjadi sel epitel
permukaan atau berdiferensiasi ke bawah untuk menjadi sel utama atau sel parietal. Melalui
aktivitas ini, seluruh mukosa lambung diganti setiap tiga hari (Sherwood, 2010).
Kantung-kantung lambung pada daerah kelenjar pilorik terutama mengeluarkan
mukus dan sejumlah kecil pepsinogen, yang berbeda dengan mukosa oksintik. Sel-sel di daerah
kelenjar pilorik ini jenis selnya adalah sel parakrin atau endokrin. Sel-sel tersebut adalah sel
enterokromafin yang menghasilkan histamin, sel G yang menghasilkan gastrin, sel D
menghasilkan somatostatin. Histamin yang dikeluarkan berperan sebagai stimulus untuk sekresi
asetilkolin, dan gastrin. Sel G yang dihasilkan berperan sebagai stimuli sekresi produk protein,
dan sekresi asetilkolin. Sel D berperan sebagai stimuli asam (Sherwood, 2010).

2.8.1. Mekanisme Sekresi Asam Hidroklorida


Sel-sel parietal secara aktif mengeluarkan HCl ke dalam lumen kantung lambung,
yang kemudian mengalirkannya ke dalam lumen lambung. pH isi lumen turun sampai serendah 2
akibat sekresi HCl. Ion hidorgen (H+) dan ion klorida (Cl ̄ ) secara aktif ditransportasikan oleh
pompa yang berbeda di membran plasma sel parietal. Ion hidrogen secara aktif dipindahkan
melawan gradien konsentrasi yang sangat besar, dengan konsentrasi H+ di dalam lumen
mencapai tiga sampai empat juta kali lebih besar dari pada konsentrasinya dalam darah. Karena
untuk memindahkan H+ melawan gradien yang sedemikian besar diperlukan banyak energi, sel-
sel parietal memiliki banyak mitokondria, yaitu organel penghasil energi. Klorida juga
disekresikan secara aktif, tetapi melawan gradien konsentrasi yang jauh lebih kecil, yakni hanya
sekitar satu setengah kali (Sherwood, 2010).
Ion H+ yang disekresikan tidak dipindahkan dari plasma tetapi berasal dari proses-
proses metabolisme di dalam sel parietal. Secara spesifik, ion H+ disekresikan sebagai hasil
pemecahan dari molekul H2O menjadi H+ dan OH ̄. Di sel parietal H+ disekresikan ke lumen
oleh pompa H+-K+-ATPase yang berada di membran luminal sel parietal. Transpot aktif primer
ini juga memompa K+ masuk ke dalam sel dari lumen. Ion K+ yang telah ditranspotkan, secara
pasif balik ke lumen, melalui kanal K+, sehingga jumlah K+ tidak berubah setelah sekresi H+.
Sel-sel parietal memiliki banyak enzim karbonat anhidrase (ca). Dengan adanya karbonat
anhidrase, H2O mudah berikatan dengan C2, yang diproduksi oleh sel parietal melalui proses
metabolisme atau berdifusi masuk dari darah. Kombinasi antara H2O dan CO2 menghasilkan
H2CO3 yang secara parsial terurai menjadi H+dan HCO3 ̄.(Sherwood, 2010).
HCO3 ̄ dipindahkan ke plasma oleh antipoter Cl ̄ dan HCO3 ̄ pada membran
basolateral dari sel parietal. Kemudian mengangkat Cl ̄ dari plasma ke lumen lambung.
Pertukaran Cl ̄ dan HCO3 ̄ mempertahankan netralitas listrik plasma selama sekresi HCl (gambar
2) (Sherwood, 2010).
Gambar 2. Mekanisme Sekresi HCl (Sherwood, 2010)
Proses tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

HCl memiliki fungsi, diantaranya :


1. Mengaktifkan prekursor enzim pepsinogen menjadi enzim aktif pepsin, dan membentuk
lingkungan asam yang optimal untuk aktivitas pepsin.
2. Membantu penguraian serat otot dan jaringan ikat, sehingga partikel makanan berukuran
besar dapat dipecah-pecah menjadi partikel-partikel kecil.
3. Bersama dengan lisozim air liur, mematikan sebagian besar mikroorganisme yang masuk
bersama makanan, walaupun sebagian dapat lolos serta terus tumbuh dan berkembang
biak di usus besar (Sherwood, 2010).

2.8.2. Sekresi dan Aktivasi Pepsinogen


Beberapa tipe pepsinogen yang sedikit berbeda disekresi oleh sel peptic dan sel
mucus kelenjar gastrik. Meskipun demikian semua pepsinogen memiliki fungsi yang sama.
Ketika pepsinogen pertama kali disekresikan, pepsinogen ini tidak memiliki aktivitas
pencernaan. Akan tetapi sesaat setelah berkontak dengan asam hidroclorida, pepsinogen akan
diaktivkan menjadi pepton yang aktif. Pepsin berfungsi sebagai enzim proteolitik aktiv dalam
medium yang sangat asam (pH optimal 1,8-3,5; diatas 5 pepsin tidak memiliki aktivitas
protreolitik dan menjadi tidak aktiv dalam waktu yang singkat) (Guyton dan Hall, 2007).

2.8.3. Fase Sekresi Lambung


1. Fase Sefalik
Fase ini terjadi bahkan sebelum makanan masuk ke dalam lambung, terutama pada saaat
makanan dikonsumsi. Fase ini timbul akibat melihat, membaui, membayangkan atau
mencicipi makanan dan semakin besar nafsu makan , semakin kuat rangsangan itu
timbul. Sinyal neurogenic yang menyebabkan fase sefalik berasal dari serebri dan pada
pusat nafsu makan di amigdala dan hipotalamus yang ditransmisikan melalui nucleus
motoric dorsalis nervus vagus ke lambung. Fase ini umumnya menghasilkan 20% sekresi
lambung yang berkaitan dengan konsumsi makanan (Guyton dan Hall, 2007).
2. Fase Gastrik
Sekali makanan masuk ke lambung terjadi :
a. Reflex vagovagal yang panjang dari lambung ke otak dan kembali ke lambung
b. Reflek enteric setempat
c. Mekanisme gastrin
Yang semuanya akan meyebabkan terjadinya sekresi getah lambung selama beberapa
jam ketika makanan berada di dalam lambung. Fase ini membentuk sekitar 70% total
sekresi lambung yaitu sekitar 1500 ml (Guyton dan Hall, 2007).
3. Fase Intestinal
Keberadaan makanan di bagian atas usus halus, khususnya pada duodenum, akan terus
mengakibatkan lambung menyekresi sejumlah kecil getah pencernaan, mungkin sebagin
akibat sejumlah kecil gastrin yang dilepaskan oleh mukosa duodenum (Guyton dan Hall,
2007).

2.9 Pencampuran Bolus di Lambung


Selama lambung berisi makanan, gelombang peristaltic yang lemah, juga disebut
dengan gelombang pencampur, mulai timbul di bagian tengah sampai ke bagian yang lebih atas
dari dinding lambung dan bergerak ke arah antrum setiap 15-20 detik sekali. Gelombang ini
ditimbulkan oleh irama listrik dasar dinding lambung yang terdiri dari gelombang pendek listrik
yang terjadi secara spontan pada dinding lambung (Guyton dan Hall, 2007).
Sewaktu gelombang konstriktor berjalan dari korpus lambung ke dalam antrum,
gelombng tersebut menjadi lebih kuat, beberapa menjadi sangat kuat dan menimbulkan cincin
konstriktor yang digerakkan oleh potensial aksi peristaltic yang kuat, yang mendorong isi antrum
di bawah tekanan yang semakin lama semakin tinggi kea rah pylorus. Cincin konstriktor ini juga
memainkan peran penting dalam mencampur isi lambung dengan mekanisme yaitu setiap kali
gelombang peristaltik berjalan ke bawah dinding antrum menuju pylorus, gelombang tersebut
menembus isi lambung semakin dalam pada antrum. Tetapi pembukan pylorus masih sempit
sehingga hanya beberapa millimeter atau kurang, isi antrum yang dapat di keluarkan ke
duodenum pada satu gerakan peristaltic. Demikian juga, sewaktu gelombang peristaltic
mendekati pylorus, otot pylorus berkontraksi yang menghalangi pengosongan lambung melalui
pylorus. Oleh karena itu, sebagian besar isi antrum akan diperas balik kearahnya melalui cincin
peristaltic menuju korpus lambung, tidak menuju pylorus. Jadi, gerakan cincin konstriktif
peristaltic digabung dengan kerja memeras terbalik , disebut “retropulsi” adalah mekanisme
pencampuran dalam lambung yang sangat penting (Guyton dan Hall, 2007).
BAB III

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

 Irmawati, A.,Sunariani, J., Bt Roslan, A. 2009. Jurnal PDGI Penurunan Sensitivitas Rasa
Manis Akibat Pemakaian Pasta Gigi Mengandung Sodium Lauryl Sulphate 5% Vol.58
No.2
 Destiawan, dkk. 2013. Makalah Biofisika Biolistrik. Universitas Brawijaya: Fakultas
Kedokteran Hewan
 Materi Pembelajaran Dr. Katrin Roosita, MSi. Diakses melalui
kroosita2.staff.ipb.ac.id/files/2014/09/FISIOLOGI-PENCERNAAN2014.pdf pada 8
November 2016
 Guyton, A C. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerjemah: Irawati Setiawan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
 Harty, F. J. dan Ogston, R. 1995. Kamus Kedokteran Gigi. Alih Bahasa: Narlan
Sumawinata drg. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC
 Sherwood, L. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Alih Bahasa: Pendit, B. U.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai