Anda di halaman 1dari 15

Ba b I V

FEASIBILITY STUDY

4.1 Analisis Potensi


4.1.1 Aspek Teknis
Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi sebelum pembangunan PLTMH
adalah kelayakan berdasarkan aspek teknis, yang harus memenuhi kriteria-kriteria
standar layak secara aspek teknis. Tinjauan aspek teknis meliputi aspek hidrologi,
sipil, dan mekanikal elektrikal.

4.1.1.1 Aspek Hidrologi


Dalam kaitannya dengan aspek hidrologi, parameter fisis yang diperlukan
adalah informasi tentang debit aliran sungai dan perbedaan elevasi ketinggian
aliran air sungai dalam jarak tertentu (head). Debit didefinisikan sebagai jumlah air
yang mengalir melalui suatu penampang sungai tertentu per satuan waktu. Data
debit merupakan data yang paling penting dalam menganalisa potensi sungai bagi
pembangunan PLTMH. Pengukuran debit dapat dilakukan secara langsung
maupun tidak langsung. Pengukuran debit secara tidak langsung adalah
pengukuran debit yang dilakukan dengan menggunakan rumus hidrolika misal
rumus Manning atau Chezy. Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur
parameter hidraulis sungai yaitu luas penampang melintang sungai, keliling basah,
dan kemiringan garis energi. Garis energi diperoleh dari bekas banjir yang teramati
di tebing sungai. Pengukuran debit secara langsung adalah pengukuran yang
dilakukan dengan menggunakan peralatan berupa alat pengukur arus (current
meter), pelampung, zat warna, dll. Debit hasil pengukuran dapat dihitung segera
setelah pengukuran selesai dilakukan. Debit ditentukan dengan melakukan
pengukuran kecepatan alir dan luas penampang sungai. Kecepatan alir diukur
menggunakan current meter sedang luas penampang sungai dihitung dari
kedalaman dan lebar sungai. Metoda yang digunakan dalam pengukuran
kedalaman sungai berdasarkan ketentuan bahwa:
 Apabila kedalaman air secara vertikal berada antara 0 – 30 cm, maka pengukuran
hanya ditentukan pada satu titik saja, yaitu pada posisi 0,6 kali kedalaman,
sehingga kecepatan alirnya sesuai dengan kecepatan terukur saja.
 Apabila kedalaman air secara vertikal >30 cm, maka pengukuran dilakukan pada
3 (tiga) titik vertikal, masing-masing pada posisi 0,2 kali kedalaman, 0,6 kali

LAPORAN AKHIR
IV - 1
Studi Perencanaan Infrastruktur Energi Terbarukan PLTMH Sungai Ulurina
kedalaman, dan 0,8 kali kedalaman. Kecepatan aliran sungai rata-rata
ditentukan berdasarkan persamaan:
v 0,2  2v 0,6  v 0,8
v
4
Luas penampang sungai ditentukan sebagaimana diperlihatkan pada Gambar IV-1.

(d1 + d2 + d3 + d4 + d5 )
Luas penampang (A) = xL
5

d1 d2 d3 d4 d5

Gambar IV-1. Cara penentuan luas penampang sungai

Dalam PLTMH, head atau tinggi terjun didefinisikan sebagai perbedaan elevasi
antara permukaan air pada intake dengan elevasi pada saluran pembuangan (tail
race). Tinggi terjun akan sangat bervariasi pada sebuah sungai karena berkaitan
dengan kondisi topografi. Pengukuran elevasi dilakukan menggunakan teodolit.
Dalam studi ini, pengukuran dilakukan hanya pada satu titik berdasarkan
pertimbangan saat aliran sungai dalam kondisi dengan laju konstan. Pengamatan
dilakukan pada koordinat 3o53'7,49"S ; 122o21'6,27"E, diperoleh debit rata-rata
0,043 m3/det. Debit aliran di atas adalah debit aliran terukur pada musim kemarau.
Jika dianalisa debit aliran pada musim penghujan dengan metode Mock
berdasarkan data curah hujan efektif bulanan dan data tutupan lahan, diprediksi
bahwa debit alir pada musim penghujan sekitar lima kali lipat debit pada musim
kemarau. Oleh karena itu, disain teknis tetap mempertimbangkan debit maksimum
air sungai.
Gambar IV-3 memperlihatkan kondisi topografi aliran Sungai Ulurina pada
titik pengukuran. Untuk keperluan PLTMH, titik INT diasumsikan sebagai titik
untuk lokasi penempatan intake, titik BP-1 dan BP-2 diasumsikan sebagai lokasi
penempatan forebay, dan titik PH diasumsikan sebagai lokasi penempatan
powerhouse. Titik INT dan titik BP-1 ataupun BP-2 diupayakan pada lokasi dengan
ketinggian yang sama, sehingga laju aliran dari INT ke BP-2 mendekati nol. Jarak
dari titik INT ke titik BP-1 sekitar 9,25 m yang merupakan panjang saluran
pembawa, jarak dari BP-1 ke titik BP-2 sekitar 22,75 m yang juga berupa saluran
pembawa, dan jarak BP-2 ke PH sekitar 20,4 m yang merupakan panjang pipa
pesat.
LAPORAN AKHIR
IV - 2
Studi Perencanaan Infrastruktur Energi Terbarukan PLTMH Sungai Ulurina
121o15'20" 121o15'21" 121o15'22"
PETA LOKASI STUDI
PLTMH SUNGAI ULURINA
KEC. WOLO

0 0,5 1 km
03o45'53"

Pemukiman Sungai

Sungai
Kebun musiman

Hutan Jalan
arteri
200
Garis Jalan
kontur kolektor

Titik Pengukuran
3o53'7,49"S ; 122o21'6,27"E

Peta Acuan
Peta Rupa Bumi Indonesia
03o45'54"

121o15'20" 121o15'21" 121o15'22"

Gambar IV-2. Peta titik pengukuran

LAPORAN AKHIR
IV - 3
Studi Perencanaan Infrastruktur Energi Terbarukan PLTMH Sungai Ulurina
Berdasarkan kondisi topografi terlihat bahwa dengan kondisi ini dapat
diperoleh head yang cukup dengan ketinggian head mencapai 20 m.

INT

PH

BP-2

BP-1

Gambar IV-3. Kondisi topografi lokasi pengukuran Sungai Ulurina

4.1.1.2 Aspek Sipil


Dalam kaitannya dengan aspek sipil, parameter fisis yang diperlukan adalah
informasi tentang kondisi geomorfologi dan stratigrafi rencana lokasi
pembangunan PLTMH. Oleh karena itu, diperlukan penyelidikan mekanika tanah
untuk mendapatkan gambaran teknis dalam pemilihan lokasi dan perhitungan
fondasi bangunan, atau dengan kata lain untuk mendapatkan gambaran susunan
dan kondisi lapisan tanah serta daya dukungnya pada kedalaman tertentu.
Sebagaimana diuraikan di atas bahwa wilayah Kecamatan Wolo tersusun
atas jenis tanah latosol, padzolik, organosol, dan tanah campuran. Khusus untuk
lokasi pengukuran umumnya tersusun atas tanah jenis latosol (tanah berpasir dan
berkerikil) yang terbentuk dari batuan beku serta batuan sedimen (lihat Gambar
IV-4). Jenis tanah ini dikenal mudah mengalami erosi jika berada pada daerah
dengan kelerengan dan curah hujan yang tinggi. Oleh karena itu, disain sipil untuk
keperluan PLTMH ini harus mempertimbangkan kondisi tanah di lokasi tersebut.
Hingga penyusunan laporan antara ini, penyelidikan mekanika tanah dan

LAPORAN AKHIR
IV - 4
Studi Perencanaan Infrastruktur Energi Terbarukan PLTMH Sungai Ulurina
penyusunan gambaran teknis sedang dalam tahap penyelesaian, sehingga hasilnya
belum dapat dimasukkan dalam laporan antara ini.

Gambar IV-4. Kondisi geomorfologi lokasi pengukuran

4.1.1.3 Aspek Mekanikal Elektrikal


Cara kerja PLTMH hampir sama dengan cara kerja dinamo lampu sepeda.
Putaran roda akan memutar dinamo dan dinamo menghasilkan listrik untuk
menyalakan lampu sepeda. Jadi PLTMH mengubah tenaga gerak yang berasal dari
air menjadi listrik. Tentu saja harus menggunakan peralatan yang tepat dan tidak
seadanya karena listrik berbahaya. PLTMH mempunyai beberapa bagian penting
yang mendukung kemampuan kerjanya, antara lain:
 Saluran Pengambilan (Intake) dan bendung/weir, biasanya berada di bibir
sungai ke arah hulu sungai. Pada pintu air dipasang perangkap sampah agar
tidak masuk ke saluran pembawa.
 Saluran Pembawa/headrace, bertugas untuk membawa air dari saluran
Pemasukan (Intake) ke arah Bak Pengendap.
 Bak Pengendap/ Bak Penenang (Forebay), untuk mengendapkan tanah yang
terbawa dalam air sehingga tidak masuk ke pipa pesat
 Pipa pesat (Penstock), adalah pipa yang membawa air jatuh ke arah mesin turbin.
Di samping itu, pipa pesat juga mempertahankan tekanan air jatuh sehingga
energi air tidak terbuang. Air di dalam pipa pesat tidak boleh bocor agar tekanan
air tidak hilang.
 Rumah Pembangkit/ Power House, adalah rumah tempat semua peralatan
mekanik dan elektrik PLTMH. Peralatan mekanik seperti turbin dan generator
berada dalam Rumah Pembangkit, demikian pula peralatan elektrik seperti
kontroler.

LAPORAN AKHIR
IV - 5
Studi Perencanaan Infrastruktur Energi Terbarukan PLTMH Sungai Ulurina
 Mesin PLTMH atau Turbin, bertugas mengubah tenaga air menjadi mekanik
(tenaga putar/gerak). Turbin termasuk alat mekanik.
 Turbin dengan bantuan sabuk (fanbelt) memutar generator untuk mengubah
tenaga putar/ gerak menjadi listrik. Generator termasuk alat mekanik.
 Panel atau Peralatan Pengontrol Listrik, berisi peralatan elektronik untuk
mengatur listrik yang dihasilkan Generator. Panel termasuk alat elektrik.
 Jaringan Kabel Listrik untuk menyalurkan listrik dari rumah pembangkit ke
pelanggan.
Mekanisme kerja dari energi mekanik ke energi listrik akan sangat
bergantung pada kondisi debit air dan head. Oleh karena itu, jenis turbin dan
ukuran generator harus diperhitungkan sebaik-baiknya. Hal lain yang perlu
dipertimbangkan adalah:
 Ukuran generator tidak menunjukkan kemampuan produksi listriknya karena
semuanya tergantung pada jumlah air dan ketinggian jatuh air sehingga ukuran
generator bukan penentu utama kapasitas PLTMH. Berdasarkan data
pengukuran di atas, kapasitas secara teoritis yang dapat dihasilkan oleh Sungai
Ulurina pada titik pengukuran dapat ditentukan sebagai berikut:
Pa 1  QH  (9.800N /m 3 )(0 ,043m 3 /det)(20m)
 8.428watt 8,43 kW
Daya keluaran yang dapat diperoleh dari kapasitas tersebut kemudian
digunakan untuk menentukan kapasitas daya yang dapat dihasilkan oleh
pembangkit. Dengan asumsi bahwa efisiensi turbin, efisiensi transmisi, dan
efisiensi generator masing-masing 80%, maka daya keluaran yang dapat
diperoleh adalah:
Pout1  QHturbintransmisigenerator
 (8,43kW)(0 ,75)(0 ,8)(0,85)  4,3 kW
Terlihat bahwa daya yang dihasilkan masih cukup rendah. Untuk meningkatkan
daya tersebut, debit aliran sungai direncanakan akan ditambahkan dengan
penambahan air dari sungai di sekitar sungai Ulurina. Jika diasumsikan bahwa
debit air kedua sungai sama maka daya yang dapat dibangkitkan menjadi:
Pa  2  QH  (9.800N /m 3 )(0,086m 3 /det)(20m)
 16.856watt 16,86 kW
Sehingga daya keluarannya menjadi:
Pout 2  QHturbintransmisigenerator
 (16,86kW)(0,75)(0,8)(0,85)  8,6 kW

LAPORAN AKHIR
IV - 6
Studi Perencanaan Infrastruktur Energi Terbarukan PLTMH Sungai Ulurina
Perlu diketahui bahwa pengukuran dilakukan pada musim kemarau dimana
debit yang diperoleh pada musim hujan dapat menapai nilai 5 kali lebih besar.
Dengan demikian dapat diprediksi bahwa daya yang dapat dibangkitkan pada
musim penghujan juga menjadi 5 kali lebih besar (~43 kW). Oleh karena itu,
direkomendasikan menggunakan generator dengan ukuran daya minimal
45 kW.
 Jumlah Pelanggan
Jika pelanggan melebihi kemampuan PLTMH, maka kualitas listrik akan
menurun. Jika pelanggan sudah berlebih, maka penggunaan listrik harus diatur.
Berdasarkan data yang diperoleh, jumlak kepala keluarga (KK) Desa Ulurina
adalah 117 KK. Jika daya yang dibangkitkan dapat mencapai 43 kW, maka
masing-masing KK dapat menggunakan daya 367,5 watt.
 Jarak, dimana semakin dekat jarak pelanggan ke pembangkit, maka kualitas
listrik juga lebih baik. Semakin jauh jarak pelanggan, maka listrik yang hilang
juga semakin banyak. Jarak pelanggan terjauh yang dianjurkan adalah 1 km dari
powerhouse PLTMH. Berdasarkan hasil survei lapangan, jarak antara rencana
pembangunan powerhouse dengan pemukiman terdekat sekitar 740 m sehingga
dapat dikatakan layak menurut faktor jarak. Namun demikian, daya yang
dihasilkan dari power house PLTMH ini tidak dapat diinterkoneksikan dengan
jaringan PLN dimana jarak antara power house dengan jaringan transmisi PT.
PLN terdekat adalah 2,028 km. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
PLTMH ini tidak layak untuk diinterkoneksi dengan jaringan transmisi PT. PLN.
 Pemilihan turbin.
Putaran poros turbin ini akan diubah oleh generator menjadi tenaga listrik.
Daerah aplikasi berbagai jenis turbin air relatif spesifik dimana beberapa daerah
operasi memungkinkan digunakan beberapa jenis turbin. Pemilihan jenis turbin
pada daerah operasi yang overlapping memerlukan perhitungan yang lebih
mendalam. Namun, secara umum daerah kerja operasi turbin dikelompokkan
menjadi: low head power plant dengan tinggi jatuhan air (head) <10m, medium head
power plant dengan tinggi jatuhan air (head) antara 10m – 60m, dan high head
power plant dengan tinggi jatuhan air >60m. Beberapa jenis turbin yang umum
digunakan seperti tipe Kaplan dan Propeller (untuk head antara 2m – 20m), tipe
Francis (untuk head antara 10m – 350m), tipe Peyton (untuk head antara 50m –
1000m), tipe Crossfiow (untuk head antara 6m – 100m), dan tipe Turgo (untuk
head antara 50m – 250m).
Pada tahap awal, pemilihan jenis turbin dapat diperhitungkan dengan
mempertimbangkan parameter-parameter khusus yang mempengaruhi sistem
LAPORAN AKHIR
IV - 7
Studi Perencanaan Infrastruktur Energi Terbarukan PLTMH Sungai Ulurina
operasi turbin seperti faktor tinggi jatuhan air efektif, faktor daya (power) yang
diinginkan berkaitan dengan head dan debit yang tersedia, faktor kecepatan
(putaran) turbin yang akan ditransmisikan ke generator yang akan digunakan.
Ketiga faktor ini seringkali diekspresikan sebagai kecepatan spesifik (Ns), yang
ditentukan melalui:
Q
NS  N
(He )3/4
dimana N adalah kecepatan putaran turbin (rpm), Q adalah debit air (m3/det),
dan He adalah head efektif. Kisaran kecepatan spesifik beberapa turbin air adalah
12≤Ns≤25 untuk turbin pelton, 60≤Ns≤300 untuk turbin francis, 40≤Ns≤200 untuk
turbin Crossflow dan 250≤Ns≤1000 untuk turbin Propeller. Dengan mengetahui
kecepatan spesifik turbin maka perencanaan dan pemilihan jenis turbin akan
menjadi lebih mudah. Oleh karena itu, jika digunakan asumsi kecepatan turbin
1500 rpm, berdasarkan data hasil pengukuran lapangan diperoleh nilai NS
sebesar 44,84 sehingga turbin yang cocok untuk lokasi ini adalah turbin
crossflow atau turbin pelton
Pertimbangan lain untuk pemilihan jenis turbin dapat ditentukan
berdasarkan kelebihan dan kekurangan dari jenis-jenis turbin, khususnya untuk
suatu desain yang sangat spesifik. Gambar IV-5 memperlihatkan grafik rujukan
untuk pemilihan turbin. Dengan demikian maka turbin yang sesuai untuk
Sungai Ulurina terukur adalah turbin tipe Crossflow.

1000

10
00
MW
Palton Turines
10
0M
W
100
10
MW
Head (m)

1M
W
Francis Turines
10
Crossflow
Turines
0 .1
MW

Kaplan Turines
1
1 10 100 1000
Flow (m3/s)

Gambar IV-5. Grafik rujukan untuk pemilihan turbin

Turbin Crossflow adalah radial, turbin bertekanan kecil dengan injeksi


tangensial dari putaran kipas dengan poros horisontal. Turbin ini digolongkan

LAPORAN AKHIR
IV - 8
Studi Perencanaan Infrastruktur Energi Terbarukan PLTMH Sungai Ulurina
sebagai turbin berkecepatan rendah. Aliran air mengalir melalui pintu masuk
pipa, dan diatur oleh baling-baling pemacu dan masuk ke putaran kipas turbin.
Setelah air melewati putaran kipas turbin, air berada pada putaran kipas yang
berlawanan, sehingga memberikan efisiensi tambahan. Akhirnya, air mengalir
dari casing baik secara bebas atau melalui tabung di bawah turbin. Turbin
Crossflow dapat dioperasikan pada debit 20 liter/s hingga 10 m3/s dan head
antara 1 m s/d 200 m. Turbin crossflow menggunakan nozle persegi panjang
yang lebarnya sesuai dengan lebar runner. Pancaran air masuk turbin dan
mengenai sudu sehingga terjadi konversi energi kinetik menjadi energi mekanis.
Air mengalir keluar membentur sudu dan memberikan energinya (lebih rendah
dibanding saat masuk) kemudian meninggalkan turbin. Runner turbin dibuat
dari beberapa sudu yang dipasang pada sepasang piringan paralel. Gambar IV-5
memperlihatkan bentuk dan model aliran air turbin crossflow.

(a) (b)
Gambar IV-6. (a) Bentuk turbin Crossflow, (b) model aliran air pada turbin crossflow

 Pemilihan Generator dan Sistem Kontrol


Jenis generator yang dapat digunakan pada perencanaan PLTMH ini adalah
generator sinkron dengan sistem eksitasi tanpa sikat (brushless excitation) dan
menggunakan dua tumpuan bantalan. Selain itu dapat digunakan pula Induction
Motor sebagai Generator (IMAG) sumbu vertikal, pada perencanaan turbin
propeller open flume. Spesifikasi generator yang dipersyaratkan adalah putaran
1500 rpm pada frekuensi 50 Hz dengan keluaran 3 phasa pada tegangan
220V/380V pada daya keluaran minimal 45 kW.
Sistem kontrol yang digunakan pada perencanaan PLTMH ini
menggunakan pengaturan beban sehingga jumlah output daya generator selalu
sama dengan beban. Apabila terjadi penurunan beban di konsumen, maka beban
tersebut akan dialihkan ke sistem pemanas udara (air heater) yang dikenal
sebagai ballast load/dummy load. Sistem pengaturan beban dapat

LAPORAN AKHIR
IV - 9
Studi Perencanaan Infrastruktur Energi Terbarukan PLTMH Sungai Ulurina
menggunakan Electronic Load Controller (ELC) untuk penggunaan generator
sinkron atau Induction Generator Controller (IGC) untuk penggunaan IMA.

 Jaringan Transmisi
Jaringan transmisi didasarkan pada rangkaian listrik yang mempunyai
besaran-besaran yang didistribusikan. Besaran-besaran tersebut adalah
resistansi, induktansi, dan kapasitansi. Resistansi atau biasa dikenal dengan
tahanan adalah sifat alami dari suatu penghantar dalam melawan arus yang
mengalir. Besar kecilnya nilai tahanan penghantar (R) tergantung dari panjang
(L), luas penampang (A), dan tahanan jenis () penghantar, seperti ditunjukkan
oleh persamaan:
L
R 
A
Tahanan jenis tidak hanya tergantung pada bahan penghantar tetapi juga pada
temperaturnya dimana nilainya berubah jika terjadi perubahan temperatur
sebagaimana persamaan:
2  1 1  ( T2  T1 )
dimana  adalah koefisien temperatur tahanan dari bahan penghantar. Atas
penjelasan di atas maka panjang, luas penampang, dan jenis penghantar sangat
mempengaruhi besar kehilangan daya saat ditransmisikan sehingga
direkomendasikan memilih jenis kawat transmisi yang lebih sesuai untuk jarak
transmisi sekitar 740m.

4.1.2 Aspek Non Teknis


Syarat lain yang harus dipenuhi sebelum pembangunan PLTMH adalah
kelayakan berdasarkan aspek non teknis, meliputi aspek ekonomi, sosial budaya,
lingkungan dan keberlanjutan.

4.1.2.1 Aspek Ekonomi


Secara ekonomi, beberapa parameter yang digunakan untuk mengukur
kelayakan proyek PLTMH ini antara lain adalah yaitu Harga Pokok Produksi
(HPP), Cash Flow, dan Pay Back Periode (PBP). Untuk membangun PLTMH sesuai
dengan spesifikasi daya keluaran terukur, diperlukan sejumlah biaya yang meliputi
biaya pekerjaan bangunan sipil, biaya pemasangan peralatan, dan biaya untuk
kebutuhan jaringan distribusi. Kajian biaya (initial cost) ditampilkan pada Tabel IV-1
dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) terlampir. Jika diasumsikan bahwa PLTMH
yang akan dibangun akan beroperasi selama 10 (sepuluh) tahun, maka biaya

LAPORAN AKHIR
IV - 10
Studi Perencanaan Infrastruktur Energi Terbarukan PLTMH Sungai Ulurina
modalnya adalah biaya pembangunan dibagi dengan lama operasi, diperoleh biaya
modal sebesar Rp. 48.900.000 per tahun.

Tabel IV-1. Estimasi biaya pembangunan PLTMH Sungai Ulurina


No. Kegiatan Biaya (Rp)
A Persiapan Tanah 9.100.000
B Bendungan Pengalih 36.111.100
C Intake 16.039.700
D Saluran Pembawa 10.854.200
E Bak Penenang 26.605.000
F Tail Race 7.409.400
G Pipa Pesat 10.527.500
H Power House 35.727.000
I Kelistrikan 252.500.000
J Jaringan transmisi 81.100.000
K Peralatan 2.805.000
Jumlah 488.778.900
Pembulatan 221.100
Jumlah Total 489.000.000

Biaya selanjutnya yang diperlukan adalah biaya tenaga kerja operasional


dan biaya perawatan, sebagaimana diperlihatkan pada Tabel IV-2.

Tabel IV-2. Estimasi biaya operasional PLTMH Sungai Ulurina


No. Komponen Harga satuan Biaya (Rp)
(Rp)
1 Gaji tenaga kerja operasional per tahun 18.000.000 18.000.000
2 Biaya perawatan per tahun 10.000.000 10.000.000
Jumlah 28.000.000

Dengan demikian maka total biaya yang digunakan per tahun biaya modal tahunan
ditambah dengan biaya operasional, diperoleh biaya total per tahun sebesar
Rp. 76.900.000.
Jika diasumsikan bahwa daya output rata-rata adalah seperdua dari selisih
antara daya maksimum pada musim hujan dengan daya minimum pada musim
kemarau, maha diperoleh daya bangkitan rata-rata sekitar 17,2 kW. Untuk
menentukan Harga Pokok Produksi (HPP), maka terlebih dahulu dihitung energi
yang dibangkitkan per tahun dalam satuan kWh berdasarkan perhitungan:
Energi per tahun  energi output x jumlah jam x faktor daya
 17,2 kW x 8670 jam x 0 ,7
 104.386 kWh

LAPORAN AKHIR
IV - 11
Studi Perencanaan Infrastruktur Energi Terbarukan PLTMH Sungai Ulurina
Dengan demikian maka HPP per kWh ditentukan melalui:
Rp. 76.900.000
HPP   Rp. 737 per kWh
104.386kWh
Jika diasumsikan bahwa PLTMH terbangun akan dikelola oleh masyarakat, dan
setiap pelanggan dibebankan membayar biaya operasional sebesar Rp. 2.000 per
kWh, maka pada operasi sekitar 90% akan diperoleh cash flow (CF) per tahun
sebesar:
CF  (104.386kWh x Rp. 2.000/kWh x 0,9 )  Rp. 28.000.000 Rp. 159.894.800
Secara kasar dapat dihitung nilai Pay Back Period (PBP):
investasi awal
PBP  x 1 tahun
CF
Rp. 489.000.000
 x 1 tahun
Rp. 159.894.800
 3,06 tahun  3 tahun 1 bulan
yang berarti bahwa modal investasi dapat kembali dalam jangka waktu sekitar 3
tahun 1 bulan.
Sepintas bahwa prakiraan operasional selama 10 tahun menjadi sangat
menguntungkan jika nilai investasi dapat kembali dalam jangka waktu yang lebih
singkat. Meskipun demikian, analisa lebih ditail dapat dilakukan jika biaya
investasi berasal dari dana pinjaman dengan suku bunga tertentu. Analisa
kelayakan harus melibatkan pertimbangan Net Present Value (NPV), Break Event
Point (BEP), Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return (IRR).
Jika modal yang digunakan berasal dari pinjaman dengan bunga 11% per
tahun, maka dalam jangka waktu operasi 10 tahun dapat dihitung NPV
menggunakan persamaan:
n 10
CF Rp. 159.894.800
NPV   n
- C   10
- Rp. 489.000.000  Rp. 452.657.596
i  1 (1  r ) i 1 (1  0 ,11)

dimana CF adalah Cash Flow per tahun, C adalah investasi awal, n adalah tahun ke-
i, dan r adalah diskon faktor (%). Terlihat bahwa NPV bernilai positif sehingga
dapat dikatakan bahwa pembangunan PLTMH ini layak dilakukan.
BEP adalah keadaan atau titik dimana kumulatif pengeluaran (total cost)
sama dengan kumulatif pendapatan (total revenue) atau laba sama dengan nol (0).
BCR adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif (benefit/keuntungan)
dengan manfaat bersih yang bernilai negatif (cost/biaya). Suatu proyek dapat
dikatakan layak bila diperoleh nilai BCR > 1 dan dikatakan tidak layak bila
diperoleh nilai BCR < 1. Untuk menghitung BCR dapat menggunakan persamaan:

LAPORAN AKHIR
IV - 12
Studi Perencanaan Infrastruktur Energi Terbarukan PLTMH Sungai Ulurina
N
 Bk
k 0
BCR  N
 Ck
k 0

dimana Bk adalah keuntungan (benefit) pada tahun ke-k (Rp), Ck adalah biaya (cost)
pada tahun ke-k (Rp), N adalah periode proyek (tahun). Jika cash flow per tahun
sebesar Rp. 159.894.800 dengan biaya operasional per tahun Rp. 28.000.000, maka
keuntungan per tahun sebesar Rp. 131.894.800. Maka dapat dipastikan bahwa
BCR>1.

4.1.2.2 Aspek Sosial Budaya


Kecamatan Wolo dengan jumlah penduduk 19.450 jiwa mendiami wilayah
seluas 371,24 km2 yang tersebar dalam 14 desa/kelurahan. Lokasi rencana
pembangunan PLTMH ini berada di Desa Ulurina. Bila ditinjau jarak pemukiman
penduduk dengan rencana pembangunan power house, maka PLTMH ini hanya
bisa dimanfaatkan oleh penduduk Desa Ulurina. Namun jika jaringannya
interkoneksi dengan jaringan PLN, maka dapat dimanfaatkan oleh penduduk lain
yang lebih jauh.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan pada masyarakat Desa Ulurina,
khususnya yang bermukim di sekitar Sungai Ulurina, sebahagian besar berprofesi
sebagai petani. Hasil wawancara dengan penduduk setempat memperlihatkan
minat mereka yang sangat tinggi pada keberadaan pembangkit listrik. Oleh karena
itu, keberadaan PLTMH ini diyakini akan sangat bermanfaat bagi masyarakat
setempat.

4.1.2.3 Aspek Lingkungan


Untuk melaksanakan pembangunan PLTMH, beberapa tahapan yang akan
dilakukan antara lain adalah tahap pra konstruksi, tahap konstruksi, dan tahap
operasi. Tahap pra konstruksi meliputi kegiatan perizinan dan pembebasan lahan,
yang secara umum tidak memberi dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan.
Tahap konstruksi meliputi penerimaan tenaga kerja konstruksi, mobilisasi
material konstruksi, dan konstruksi yang meliputi pembangunan intake, saluran
pembawa, pemasangan pipa pesat, pembangunan power house, dan pemasangan
jaringan. Analisa tim berdasarkan hasil survei lapangan bahwa:
 Tenaga konstruksi diperkirakan dalam jumlah yang sangat terbatas, sehingga
diprioritaskan berasal dari warga setempat, kecuali tenaga kerja yang
memerlukan keahlian khusus.

LAPORAN AKHIR
IV - 13
Studi Perencanaan Infrastruktur Energi Terbarukan PLTMH Sungai Ulurina
 Material konstruksi sebahagian didatangkan dari ibu kota kecamatan atau ibu
kota kabupaten, dan sebahagian yang lain (seperti batu) diambil dari lokasi
setempat. Meskipun demikian, kebutuhan material konstruksi diperkirakan
dalam jumlah yang sangat terbatas, sehingga tidak mengganggu aktivitas
masyarakat setempat.
 Pembangunan PLTMH tidak menggunakan peralatan berat, sehingga tidak
menimbulkan polusi udara, kebisingan, maupun getaran.
Tahap operasi meliputi pengoperasian pembangkit. Dampak lingkungan yang
ditimbulkan hanya faktor kebisingan yang dihasilkan oleh generator. Namun
demikian, intensitas suara yang dikeluarkan sangat rendah, bahkan teredam oleh
suara aliran air sungai. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas
dapat disimpulkan bahwa dampak negatif yang ditimbulkan oleh PLTMH sangat
kecil, sedang dampak positifnya cukup berarti bagi pengembangan kehidupan
masyarakat setempat.

4.1.2.4 Aspek Keberlanjutan


Keberlanjutan PLTMH sangat berkaitan dengan ketersediaan sumber air
sungai yang digunakan. Berdasarkan hasil survei hidrologi, sumber air Sungai
Ulurina berasal dari resapan air (hutan) di sepanjang daerah aliran sungai. Sungai
ini pada dasarnya merupakan anak Sungai Mataombo, mengalir melalui daerah
Desa Lapao-pao dan bermuara ke Teluk Lapao-pao Kecamatan Wolo. Bila ditinjau
dari sumber airnya, DAS Mataombo berasal dari daerah hutan dengan kerapatan
vegetasi yang cukup. Diprediksi bahwa ketersediaan sumber air masih akan terjaga
hingga beberapa puluh tahun ke depan, meskipun ancaman pembukaan lahan oleh
masyarakat mulai terlihat.

4.2 Analisis Kelayakan


Analisis kelayakan merupakan tindakan evaluasi atas rencana kegiatan
berdasarkan pertimbangan potensi yang dimiliki. Hasil analisis kelayakan ini akan
memberi masukan apakah rencana pembangunan dapat dilaksanakan atau tidak.
Dalam studi ini akan ditinjau kelayakan rencana pembangunan PLTMH ditinjau
dari aspek teknis maupun non teknis, yang meliputi kelayakan potensi hidrologi
untuk kapasitas daya bangkitan, kelayakan struktur tanah untuk daya dukung
bangunan, serta kelayakan investasi berdasarkan analisa ekonomi dan
keberlanjutan.

LAPORAN AKHIR
IV - 14
Studi Perencanaan Infrastruktur Energi Terbarukan PLTMH Sungai Ulurina
4.2.1 Kelayakan potensi hidrologi
Berdasarkan data-data pengukuran maka dapat ditentukan potensi daya
yang dapat dibangkitkan dan spesifikasi komponen mekanikal-elektrikal,
sebagaimana diperlihatkan pada Tabel IV-4 dan Tabel IV-5.

Tabel IV-4. Potensi hidrologi Sungai Ulurina pada rencana lokasi pembangunan
PLTMH
No. Uraian Keterangan Potensi Satuan
1 Head efektif (He) 20 m
2 Debit terukur (Qa) debit sungai 0,086 m /det
3

3 Debit disain (Qd) debit untuk pembangkit 0,43 m3/det


4 Daya hidrolis (Ph) (.g.Q.He ) /1000 43 kW
5 Estimasi efisiensi turbin 0,75
6 Estimasi efisiensi total (ηt) 0,5
7 Estimasi daya listrik (.g.Q.He .tot ) /1000 21,5 kW
terbangkit

Tabel IV-5. Spesifikasi turbin, generator, sistem kontrol dan ballast


Turbin Generator Kontrol
Tipe Crossflow Jenis Syncronous Tipe ELC
Diameter 100mm Rating 45 kVA Rating 45kW
runner
Panjang 280mm Frekuensi 50 Hz Tegangan 380/220 V
Head 20m AVR Standar
Debit air 0,43 m3/det Phasa 3 Ballast Load
Daya 43 kW Tegangan 380/220 V Tipe Air heater
poros
Putaran 1500 rpm Putaran 1500 rpm Rating 45kW
Efisiensi 75% Efisiensi 85%

4.2.2 Kelayakan Investasi


Berdasarkan perhitungan kasar dari nilai investasi awal, cash flow, dan pay
back period selanjutnya diperoleh kesimpulan apakah pembangunan PLTMH di
Sungai Ulurina dinilai layak secara investasi atau tidak. Jika pengelolaan dilakukan
oleh masyarakat maka biaya investasi awal akan kembali dalam jangka waktu 3
tahun 1 bulan. Hal ini dinilai sangat menguntungkan dengan pertimbangan bahwa
PLTMH dapat beroperasi optimal selama 10 tahun.

LAPORAN AKHIR
IV - 15
Studi Perencanaan Infrastruktur Energi Terbarukan PLTMH Sungai Ulurina

Anda mungkin juga menyukai