Anda di halaman 1dari 10

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN REACT DENGAN METODE

DEMONSTRASI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KERJA


ILMIAH DAN PRESTASI BELAJAR FISIKA SISWA KELAS VIIID
SMPN 1 KARANGPLOSO MALANG

Rizka Warna Kaliantin


Universitas Negeri Malang
E-mail : rizkawarna43@gmail.com

ABSTRAK: Hasil observasi pembelajaran yang diterapkan di kelas yaitu guru belum
memanfaatkan media untuk demonstrasi dan praktikum, siswa tidak diajari dilatih
menghubungkan materi yang dipelajari dengan pengetahuannya, guru jarang memberikan
latihan soal. Siswa belum diberikan kesempatan untuk memperoleh pengetahuan tentang
alat, metode dan prosedur. Prestasi belajar siswa kelas 8D untuk pelajaran fisika adalah
58,13 dengan kemampuan siswa dalam mengingat, memahami, menerapkan masih
kurang serta belum pernah dilatih untuk menganalisis. Hanya 6,67% siswa yang nilainya
sudah mencapai 75. Hal ini diduga karena model pembelajaran yang diterapkan belum
melatih siswa untuk menemukan konsep sendiri dan tidak melatih unjuk kerja siswa.
Salah satu upaya untuk memecahkan permasalahan tersebut diterapkan suatu
pembelajaran dengan model REACT. Demonstrasi pada awal pembelajaran bertujuan
untuk membuat pelajaran fisika menarik. Model pembelajaran REACT ini menuntun
mengkonstruksi pengetahuan yang siswa miliki dan menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Penelitian Tindakan Kelas dilakukan dalam dua siklus di kelas 8D SMPN 1
Karangploso Malang yang berjumlah 33 siswa. Data dikumpulkan dengan melakukan
observasi, dan tes. Analisis data yang dilakukan adalah deskriptif kualitatif dan juga
kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlaksanaan pembelajaran meningkat
dari siklus I sebesar 81,94% menjadi 91,94% pada siklus II dimana sebelum dilaksanakan
penelitian guru belum pernah melaksanakan demonstrasi, eksperimen, appliying, dan
transferring. Seluruh kemampuan kerja ilmiah siswa mengalami peningkatan dari siklus I
ke siklus II. Urutan peningkatan komponen dasar kerja ilmiah dari yang paling tinggi
adalah bersikap ilmiah, berkomunikasi ilmiah, mengolah data, dan melakukan percobaan.
Prestasi belajar fisika siswa mengalami peningkatan dari siklus I 73,89 menjadi 77,62
pada siklus II. Peningkatan terjadi pada seluruh aspek mengingat (pada relating),
memahami (pada experiencing), menerapkan (pada appliying), dan menerapkan (pada
transferring).

Kata kunci: Model REACT, metode demonstrasi, kemampuan kerja ilmiah, prestasi
belajar

Proses pembelajaran merupakan salah satu unsur penting untuk mencapai


keberhasilan dalam pembelajaran. Terjadi proses transformasi ilmu pengetahuan
serta nilai-nilai selama proses pembelajaran. Terjadi interaksi antara guru dengan
siswa yang memungkinkan bagi guru untuk dapat mengenali karakteristik serta
potensi yang dimiliki siswa ketika proses pembelajaran berlangsung. Demikian
pula sebaliknya, pada saat pembelajaran siswa memiliki kesempatan untuk
mengembangkan potensi yang dimilikinya sehingga potensi tersebut dapat
dioptimalkan. Oleh karena itu, pendidikan bukan lagi memberikan stimulus akan
tetapi usaha mengembangkan potensi yang dimiliki. Dalam proses pembelajaran
banyak komponen yang mempengaruhi hasil belajar, antara lain: tujuan, bahan
atau materi yang dipelajari, strategi pembelajaran, siswa dan guru sebagai subjek
belajar, media pembelajaran dan penunjang proses pembelajaran (Sugandi, 2008:
28). Pembelajaran fisika dipandang sebagai suatu proses untuk mengembangkan
kemampuan memahami konsep, prinsip maupun hukum-hukum fisika sehingga
dalam proses pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode
pembelajaran yang efektif dan efisien. Pembelajaran fisika di sekolah menengah
pertama merupakan salah satu mata pelajaran IPA yang dapat menjadi wahana
bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pengalaman proses
sains dan pemahaman produk sains dalam bentuk pengalaman langsung akan
sangat berarti dalam membentuk konsep siswa dalam pembelajaran fisika.
Berdasarkan hasil observasi pembelajaran pada saat melaksanakan praktik
pengalaman lapangan di SMP Negeri 1 Karangploso Malang selama enam
minggu di kelas 8D, diketahui bahwa pembelajaran yang berlangsung masih
didominasi oleh ceramah. Hal itu dikarenakan ceramah di kelas tidak memakan
waktu yang lama baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan. Kelas masih
terlihat sunyi dikarenakan siswa tidak banyak menanggapi penjelasan dari guru.
Tanya jawab antara guru dan siswa kurang nampak sehingga kelas terlihat pasif.
Kegiatan motorik siswa di dalam kelas belum terlihat. Respon atau tanggapan
siswa terhadap pembelajaran belum terlihat dengan jelas. Hal ini menyebabkan
prestasi belajar siswa menjadi kurang, terlihat dengan masih banyak siswa yang
bingung dalam mengejakan soal yang diberikan oleh guru. Selain itu, belum
terlihat pemanfaatan media pembelajaran baik untuk demonstrasi maupun
praktikum. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran fisika dan
beberapa murid kelas 8D, siswa juga jarang melaksanakan kegiatan praktikum.
Siswa kurang mengerti tentang praktikum atau percobaan fisika dikarenakan guru
sangat jarang menyampaikan materi fisika dengan metode eksperimen maupun
demonstrasi. Padahal eksperimen merupakan metode yang dibutuhkan untuk
menata konsep materi fisika dengan baik. Siswa berperan aktif menemukan
konsep secara langsung dari apa yang mereka lakukan selama praktikum,. Hal ini
dikarenakan guru juga kurang telaten untuk melakukan praktikum dan
demonstrasi. Menurut guru, banyak siswa yang tidak tertarik dengan pelajaran
fisika. Banyak siswa yang tidak menghiraukan saat guru menyampaikan materi,
terbukti dengan banyaknya siswa yang keluar masuk kelas dengan alasan ke
kamar mandi serta banyak siswa yang mengobrol dengan temannya. Dari data
awal yang diperoleh dari guru fisika SMP Negeri 1 Karangploso Malang,
diketahui bahwa nilai rerata ujian harian siswa kelas 8D untuk pelajaran fisika
adalah 63,875 dan 58,13. Nilai tersebut masih di bawah KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimum) yang ditentukan yaitu 75. Presentase siswa yang lulus
untuk ujian pertama sebanyak 21,875% dan untuk ujian kedua sebanyak 6,67%
yang semestinya masih bisa ditingkatkan lagi.
Dibutuhkan solusi untuk mengatasi masalah tersebut, salah satunya dengan
menerapkan model dan metode pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran
yang digunakan diharapkan dapat melibatkan siswa secara aktif dan mampu
memberi pengalaman langsung pada siswa sehingga kemampuan kerja ilmiah dan
prestasi belajar siswa dapat meningkat. Model pembelajaran fisika yang mampu
membantu siswa tidak hanya sekedar memahami konsep tetapi juga menemukan
konsep sendiri ialah model pembelajaran REACT (Relating, Experiencing,
Appliying, Cooperating, dan Transfering. Model pembelajaran REACT adalah
model pembelajaran yang membantu guru untuk menanamkan konsep pada siswa.
Siswa diajak menemukan sendiri konsep yang dipelajarinya, bekerja sama,
menerapkan konsep tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan mentransfer dalam
kondisi baru (Sri Rahayu dalam Yuliati, 2008:60). Pembelajaran dengan model
pembelajaran REACT menuntun siswa untuk dapat mengkonstruksi pengetahuan
yang siswa miliki dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
siswa dapat membangun sendiri informasi dan pengetahuan awal yang
dimilikinya. Selain itu juga diperlukan metode yang sesuai untuk menambah daya
tarik siswa terhadap pelajaran fisika. Metode yang diharapkan dapat membuat
siswa belajar secara langsung tentang fenomena atau kejadian fisika. Metode
pengajaran dimana guru dapat memperagakan kejadian baik secara langsung
maupun melalui media adalah demonstrasi. Siswa mendapat pengalaman dan
kesan sebagai hasil pembelajaran dengan metode demonstrasi sehingga lebih
melekat dalam diri siswa.

METODE
Penelitian yang akan dilaksanakan ini termasuk dalam pendekatan
kualitatif karena data yang diperoleh dalam penelitian nanti dinyatakan dalam
bentuk verbal yaitu berupa kata-kata. Penelitian yang akan dilaksanakan
digunakan untuk mendeskripsikan peristiwa yang dilaporkan, sehingga penelitian
yang akan dilaksanakan termasuk dalam penelitian kualitatif bersifat deskriptif
yang dilaksanakan selama dua siklus pembelajaran, sesuai dengan yang diartikan
dalam Moelong (2011:11), bahwa dalam penelitian deskriptif data yang
dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.Peneliti
berusaha melihat, mengamati, merefleksi dan mengevaluasi kegiatan
pembelajaran yang berlangsung. Jenis penelitian ini mengacu pada tempat dan
konteks dimana penelitian dilakukan. Oleh karena itu penelitian ini diberi nama
penelitian tindakan kelas. Penelitian ini didahului dengan observasi awal yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang kegiatan pembelajaran yang
selama ini berlangsung. Informasi yang diperoleh dari observasi awal diantaranya
adalah metode pembelajaran yang digunakan selama ini dan kesulitan guru dalam
pembelajaran..
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 8I SMP Negeri 1
Karangploso Malang semester genap tahun ajaran 2013/2014. Jumlah kelas dua
yang terdapat di SMP Negeri 1 Karangploso ada delapan kelas. Diantara delapan
kelas itu, yang akan dijadikan objek penelitian ini adalah siswa kelas 8D yang
berjumlah 33 siswa. Penelitian ini mengacu pada rancangan penelitian model
Hopkins (dalam Arikunto, 2009:105) di mana setiap siklus terdiri dari tiga
langkah yang terdiri dari: (1) perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan dan
pengamatan (observasi), dan (3) refleksi. Data yang akan diambil dalam penelitian
ini meliputi keterlaksanaan model pembelajaran REACT, kemampuan kerja
ilmiah fisika siswa, dan prestasi belajar fisika siswa. Data-data tersebut diperoleh
selama penelitian berlangsung sesuai dengan rancangan penelitian yang telah
ditentukan sebelumnya. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan catatan
lapangan, observasi, dan tes formatif.
Analisis data dalam penelitian ini bersifat kualitatif (berupa kata-kata dan
kalimat) dan kuantitatif (berupa angka). Analisis data ini dilakukan oleh peneliti
setelah proses penelitian telah mendapatkan data sesuai tujuan penelitian. Teknik
analisis data dalam penelitian ini meliputi mereduksi data, paparan data, penarikan
kesimpulan dan verifikasi. Prosedur penelitian yang digunakan peneliti dalam
penelitian ini sesuai dengan pendapat Arikunto (2009:16), ada empat tahap yaitu
perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Penelitian yang dilaksankan
terdiri dari siklus I dan siklus II.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Deskripsi Data pada Refleksi Awal
Observasi awal dalam penilitian ini dilakukan pada tanggal 20 Januari
2014 oleh peneliti ke SMP Negeri 1 Karangploso Malang yang terletak di Jl. Pb.
Sudirman no 49 Malang. Adapun tujuan dari observasi ini adalah melihat keadaan
kelas pada saat pembelajaran. Terlihat bahwa metode ceramah masih dominan
dilakukan oleh guru pada saat menyampaikan materi. Kelas masih terlihat sunyi
dikarenakan siswa tidak banyak menanggapi penjelasan dari guru. Tanya jawab
antara guru dan siswa kurang nampak sehingga kelas terlihat pasif. Kegiatan
motorik siswa di dalam kelas belum terlihat. Respon atau tanggapan siswa
terhadap pembelajaran belum terlihat dengan jelas. Selain itu, belum terlihat
pemanfaatan media pembelajaran baik untuk demonstrasi maupun praktikum.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran fisika dan
beberapa murid kelas 8D, siswa juga jarang melaksanakan kegiatan praktikum.
Siswa juga kurang mengerti tentang praktikum atau percobaan fisika dikarenakan
guru sangat jarang menyampaikan materi fisika dengan metode eksperimen
maupun demonstrasi. Hal ini dikarenakan guru juga kurang telaten untuk
melakukan praktikum dan demonstrasi. Menurut guru, banyak siswa yang tidak
tertarik dengan pelajaran fisika. Banyak siswa yang tidak menghiraukan saat guru
menyampaikan materi, terbukti dengan banyaknya siswa yang keluar masuk kelas
dengan alasan ke kamar mandi serta banyak siswa yang mengobrol dengan
temannya. Dari data awal yang diperoleh dari guru fisika SMP Negeri 1
Karangploso Malang, diketahui bahwa nilai rerata ujian harian siswa kelas 8D
untuk pelajaran fisika adalah 63,875 dan 58,13. Nilai tersebut masih di bawah
KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) yang ditentukan yaitu 75. Dengan
presentase siswa yang lulus untuk ujian pertama sebanyak 21,875% dan untuk
ujian kedua sebanyak 6,67%..

Temuan Penelitian
Hasil temuan penelitian ini mencangkup tindakan peneliti selama proses
pembelajaran fisika, kemampuan kerja ilmiah siswa, serta prestasi belajar siswa.
(1) Keterlaksanaan model pembelajaran REACT pada pada siklus I sebesar
81,94% dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 91,11%. (2)
Presentase skor total kemampuan kerja ilmiah fisika siswa pada siklus I adalah
61,67 dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 73,33. (3) Pelaksanaan
siklus I penerapan model pembelajaran REACT dengan metode demonstrasi
diperoleh rata-rata prestasi belajar siswa sebesar 73,89 dengan presentase siswa
yang tuntas belajar sebesar 51,52%. Sedangkan pada siklus II rata-rata prestasi
belajar fisika siswa adalah 77,62. Pada siklus II siswa yang tuntas belajar adalah
23 siswa dari 33 siswa, dengan presentase sebesar 69,7%.

Keterlaksanaan Model Pembelajaran REACT dengan Metode Demonstrasi


Penerapan model pembelajaran REACT pada siklus I dilaksanakan 3 kali
pertemuan. Sedangkan pada siklus II juga 3 kali pertemuan. Menurut Dimyati dan
Mudjiono (2006:7), “Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang
kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri.”
Pelaksanaan model pembelajaran dilakukan oleh siswa itu sendiri guna
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep yang ia
jumpai dalam kehidupannya. Model pembelajaran REACT dipilih untuk
meningkatkan kemampuan kerja ilmiah siswa dan prestasi belajar fisika siswa
yang masih rendah berdasarkan observasi awal dan wawancara dengan guru fisika
maupun siswa kelas VIIID SMP Negeri 1 Karangploso.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan selama proses
pelaksanaan tindakan diperoleh rata-rata keterlaksanaan model pembelajaran
REACT dengan metode demonstrasi pada siklus I sebesar 81,94% dan pada siklus
II sebesar 91,94%. Berdasarkan hasil yang telah diperoleh, kedua indikator
tersebut telah memenuhi indikator keterlaksanaan model pembelajaran REACT,
dimana keterlaksanaan model REACT untuk siklus I masuk dalam katagori baik
dan keterlaksanaan model pembelajaran REACT untuk siklus II masuk dalam
katagori sangat baik. Selain itu, keterlaksanaan model pembelajaran telah
mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Peningkatan ini merupakan hasil
refleksi yang telah dilakukan oleh peneliti, observer, dan temuan selama tindakan
berlangsung setelah tindakan siklus I dengan berusaha memperbaiki kekurangan-
kekurangan pada pelaksanaan siklus I serta mempertahankan kelebihan pada
siklus I untuk diterapkan pada siklus berikutnya.
Presentase keterlaksanaan model pembelajaran REACT pada tahap relating
untuk siklus I adalah 83,33% dan 91,67%. Pada tahap experiencing presentase
keterlaksanaannya adalah 82,64% untuk siklus I dan 93,06% pada pelaksanaan
siklus II. Tahap appliying untuk siklus I memiliki presentase keterlaksanaan
sebesar 83,33% dan meningkat menjadi 91,67% pada siklus II. Selanjutnya untuk
tahap cooperating presentase keterlaksanaannya adalah 80% untuk siklus I dan
91,67% untuk siklus II. Pada tahap transferring keterlaksanaannya sebesar
80,95% untuk siklus I dan meningkat menjadi 90,48% pada siklus II.
Tahap relating guru mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari serta
melakukan demonstrasi sehingga siswa antusias dalam pembelajaran. Menurut Sri
Rahayu dalam Yuliati (2008:61) hal ini sesuai dengan definisi pembelajaran
kontekstual sebagai suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk membantu
siswa memahami makna yang ada pada bahan ajar yang mereka pelajari dengan
menghubungkan pelajaran.
Kekurangan yang ditemui pada siklus I antara lain pada tahap
experiencing, siswa masih belum melaksanakan praktikum dengan baik. Sebagian
besar siswa masih bingung dalam memahami langkah-langkah percobaan yang
tertera dalam lembar kerja siswa. Hal ini ditunjukkan dari masih banyaknya siswa
yang bertanya pada peneliti saat melaksanakan praktikum. Selain itu siswa masih
belum terbiasa membuat hipotesis dan kesimpulan dari percobaan yang mereka
lakukan. Pada siklus II guru memperbaiki kekurangan tersebut dengan
memperjelas LKS, memberikan pertanyaan diskusi yang lebih detail, dan
mendesain alat dengan gambar yang jelas agar lebih mudah dipahami oleh siswa
dalam melakukan praktikum.
Pada tahap appliying siswa cenderung pasif dalam pembelajaran, siswa
masih kebingungan dalam menjawab pertanyaan guru dan mengemukakan
pendapat. Selanjutnya pada siklus II guru memperbaiki dengan memberikan
motivasi, memancing dan memandu siswa, serta memberikan penguatan kepada
siswa sehingga pada siklus II siswa lebih percaya diri dalam menjawab pertanyaan
guru dan mengemukakan pendapat. Pada tahap transferring, sebagian besar siswa
masih mengalami kesalahan saat mengerjakan soal latihan yang diberikan guru.
Selain itu, siswa masih kesulitan dalam membuat kesimpulan dari materi
pembelajaran yang mereka peroleh. Guru berupaya memperbaiki kekurangan
tersebut dengan memberikan contoh soal yang beragam sehingga siswa lebih
banyak mendapat aplikasi materi kedalam soal. Selain itu guru juga memberikan
banyak pertanyaan terkait materi yang telah diajarkan, sehingga siswa mudah
membuat kesimpulan pada akhir pembelajaran. Guru juga memberikan penguatan
terhadap jawaban siswa untuk lebih memperjelas kesimpulan yang diperoleh.
Pada siklus I siswa masih banyak yang ramai saat kegiatan praktikum dan
diskusi berlangsung. Siswa masih sering main-main dengan alat praktikum yang
selesai mereka pergunakan. Pada pelaksanaan siklus II guru lebih meningkatkan
pengawasan terhadap siswa dengan mengelilingi kelas secara merata dan
memperingatkan serta mendekati siswa yang ramai. Guru juga menarik alat
praktikum yang selesai digunakan siswa agar siswa tidak menggunakan alat
tersebut untuk bermain. Sebelum pelaksanaan siklus II, guru menyampaikan nilai-
nilai yang mereka peroleh selama siklus I berlangsung dengan harapan siswa lebih
termotivasi untuk memperbaiki nilai mereka pada siklus II baik penilaian kerja
ilmiah maupun prestasi belajar fisika.

Kemampuan Kerja Ilmiah Fisika Siswa dengan Adanya Penerapan Model


Pembelajaran REACT dengan Metode Demonstrasi Kelas VIIID SMP
Negeri 1 Karangploso Malang
Kemampuan kerja ilmiah siswa merupakan kemampuan siswa yang diukur
selama kegiatan experiencing berlangsung. Kemampuan kerja ilmiah ini terdiri
dari empat komponen dasar dimana masing-masing komponen dasar memiliki
beberapa indikator. Komponen dasar tersebut adalah melakukan percobaan,
mengolah data, berkomunikasi ilmiah, bersikap ilmiah. Siswa dibagi menjadi
enam kelompok dimana penilaian dilakukan oleh observer kepada masing-masing
kelompok. Skor kemampuan kerja ilmiah siswa yang diperoleh pada siklus I
sebesar 61,67 dan 73,33 pada pelaksanaan siklus II. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran REACT mampu meningkatkan
kemampuan kerja ilmiah. Faktor penting untuk dapat membuat pembelajaran
fisika lebih menarik dan menghasilkan prestasi belajar yang tinggi adalah dengan
melibatkan siswa secara aktif dalam mengamati, mengoperasikan alat, berlatih
menggunakan objek konkrit sebagai bagian dari pelajaran (Handayanto, 2003:3).
Komponen dasar melakukan percobaan terdiri dari empat indikator
penilaian yaitu menggunakan instrument yang sesuai, mengumpulkan data hasil
percobaan, melakukan pengukuran yang sesuai untuk mendapatkan keterandalan
(reliabilitas) instrument, dan menyusun hipotesis. Pengukuran keempat indikator
tersebut melalui lembar observasi penilaian kemampuan kerja ilmiah siswa. Pada
siklus I kemampuan kerja ilmiah rata-rata yang diperoleh siswa pada komponen
melakukan percobaan ini sebesar 64,58. Rata-rata nilai melakukan percobaan
yang diperoleh siswa pada siklus II adalah 72,92. Pada komponen ini terjadi
peningkatan dari siklus I dibandingkan dengan siklus II. Kendala yang dihadapi
pada pelaksanaan siklus I adalah siswa masih kesulitan melaksanakan praktikum
dan menyusun hipotesis. Kekurangan ini diperbaiki guru pada siklus II dengan
memperbaiki lembar kerja siswa sehigga lebih mudah dipahami oleh siswa. Selain
itu guru juga membimbing siswa dalam menyusun hipotesis percobaan.
Komponen dasar mengolah data terdiri dari tiga buah indikator pencapaian.
Indikator tersebut adalah memproses data kedalam bentuk tabel, grafik, diagram
alur, (flow-chart), dan peta konsep untuk melihat kecenderungan, hubungan, pola
dan keterkaitan, antar variabel, dan menganalisis data percobaan, serta
menyimpulkan data sesuai dengan tujuan penelitian. Nilai siswa untuk
kemampuan mengolah data secara rata-rata adalah 55,53 pada siklus I dan 69,45
pada siklus II. Indikator yang masih kurang selama pelaksaaan siklus I adalah
memproses data kedalam bentuk tabel dan grafik serta menganalisis data
percobaan. Guru memperbaiki kekurangan tersebut pada siklus II dengan
memandu siswa dalam menganalisis data percobaan serta memproses data
tersebut dengan mencantumkan pertanyaan diskusi yang terperinci untuk
mempermudah siswa. selain itu guru juga berkeliling untuk membantu setiap
kelompok menganalisis hasil percobaan.
Komponen dasar berkomunikasi ilmiah ini terdiri dari dua bua indikator
yaitu menjelaskan data dengan menggunakan simbol fisika yang sesuai dengan
tujuan penyelidikan dan membuat laporan tertulis hasil percobaan. Nilai rata-rata
siswa untuk aspek berkomunikasi ilmiah ini adalah 60,42 untuk siklus I dan 75
untuk siklus II. Sebagian besar kelompok masih kurang dalam aspek menjelaskan
data menggunakan simbol fisika yang sesuai dengan tujuan penyelidikan. Mereka
kurag tau symbol fisika yang sesuai dengan data percobaan. Pada siklus II, guru
memperbaiki kekurangan tersebut dengan mencantumkan simbol fisika pada
lembar jawaban siswa agar siswa mengerti simbol yang harus mereka gunakan
dalam menyajikan data hasil percobaan.
Komponen dasar bersikap ilmiah terdiri dari satu buah indikator yaitu berani
dan santun dalam mengajukan pertanyaan dan berargumentasi. Aspek ini dinilai
pada saat siswa berkomunikasi dengan teman mereka, atau dengan guru selama
tahap experiencing berlangsung. Agar semua kelompok memiliki nilai pada aspek
bersikap ilmiah ini, guru meminta semua kelompok untuk menyampaikan hasil
diskusi mereka di depan kelas secara bergantian dan mempersilakan setiap
kelompok untuk bertanya dan menanggapi. Kemampuan kerja ilmiah pada aspek
bersikap ilmiah diperoleh nilai rata-rata siswa sebesar 66,67 pada siklus I. Nilai
rata-rata siswa pada siklus II sebesar 83,33. Mayoritas siswa masih belum
menggunakan bahasa yang tegas dan jelas pada saat menyampaikan hasil diskusi
mereka di depan kelas. Selain itu, siswa juga masih pasif dalam menanggapi hasil
diskusi teman mereka. Kekurangan ini diperbaiki guru dengan cara mengajari
bagaimana presentasi yang baik dan menyampaikan hasil diskusi dengan bahasa
yang jelas sehingga mudah dipahami dan didengar oleh teman mereka. Selain itu
guru juga mewajibkan setiap kelompok untuk menanggapi maupun bertanya
kepada kelompok yang sedang presentasi.

Prestasi Belajar Siswa dengan Adanya Penerapan Model Pembelajaran


REACT dengan Metode Demonstrasi Kelas VIIID SMP Negeri 1
Karangploso Malang
Prestasi belajar yang meningkat merupakan salah satu tujuan yang ingin
dicapai dalam proses belajar mengajar. Proses belajar merupakan salah satu
indikator dari mutu pengajaran yang mencerminkan mutu pendidikan. Prestasi
belajar merupakan kemampuan aktual siswa yang dapat diukur secara langsung
melalui berbagai pembuktian, salah satunya adalah tes. Ketuntasan belajar yang
digunakan berdasarkan kriteria ketuntasan minimum yang telah ditetapkan oleh
sekolah untuk pelajaran fisika. Ketuntasan belajar secara individu harus mencapai
75, dan apabila pencapaiannya kurang dari 75 maka siswa tersebut belum dapat
dikatagorikan tuntas dalam belajar ekonomi.
Rata-rata prestasi belajar siswa sebelum diadakannya model pembelajaran
REACT adalah 58,13 dengan presentase ketuntasan siswa sebesar 6,67%.
Berdasarkan analisis prestasi belajar siswa pada siklus I, dapat diketahui bahwa
jumlah siswa yang tuntas belajar sebanyak 17 siswa dari total 33 siswa dengan
presentase sebesar 51,52 % dan jumlah siswa yang belum tuntas belajar sebanyak
16 siswa atau 48,48 %. Rata-rata prestasi belajar fisika siswa kelas VIIID sebesar
73,89 pada siklus I. Prestasi belajar fisika siswa ini mengalami peningkatan baik
dari nilai rata-rata siswa maupun jumlah siswa yang tuntas belajar. Kenaikan
prestasi belajar fisika siswa sebesar 15,76 dengan presentase kenaikan jumlah
siswa yang tuntas belajar sebesar 44,85%. Dilihat dari prestasi belajar siswa pada
siklus II terjadi kenaikan ketuntasan dan rata-rata prestasi belajar siswa.
Banyaknya siswa yang mencapai ketuntasan belajar sebanyak 23 siswa atau 69,7
% dan siswa yang belum tuntas sebanyak 10 siswa atau 30,3 %. Rata-rata nilai
prestasi belajar fisika siswa adalah 77,62. Maka hal ini terjadi kenaikan ketuntasan
belajar yang mencapai pada siklus I 51,52 % sedangkan pada siklus II menjadi
69,7 %. Sehingga terjadi kenaikannya sebesar 18,18 %. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran REACT dapat
mengingkatkan prestasi belajar

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan paparan data dan pembahasan tentang model pembelajaran
REACT dengan metode demonstrasi, dapat disimpulkan (1) Penerapan Model
Pembelajaran REACT dengan metode demonstrasi untuk mata pelajaran fisika
sudah terlaksana dengan baik di kelas VIIID SMPN 1 Karangploso Malang.
Presentase keterlaksanaan model pembelajaran REACT dengan metode
demonstrasi adalah sebesar 81,94% pada siklus I dan meningkat menjadi 91,11%
pada siklus II; (2) Kemampuan kerja ilmiah siswa mengalami peningkatan untuk
masing-masing komponen dasar. Guru menjelaskan prosedur percobaan secara
lebih terperinci agar siswa lebih mudah dalam melakukan percobaan. Pertanyaan
yang tercantum dalam LKS lebih beragam untuk mempermudah siswa dalam
mengolah data. Siswa dilatih untuk presentasi dan menyampaikan pertanyaan atau
pendapat untuk melatih sikap dan komunikasi ilmiah menjadi lebih baik daripada
sebelum diadakan pembelajaran REACT; (3) Prestasi belajar fisika siswa kelas
VIIID SMPN 1 Karangploso meningkat dengan diterapkannya penerapan model
pembelajaran REACT dengan metode demonstrasi. Rata-rata prestasi belajar
siswa sebelum diadakannya model pembelajaran REACT adalah 58,13 dengan
presentase ketuntasan siswa sebesar 6,67%. Setelah diterapkan model
pembelajaran REACT dengan metode demonstrasi ini rata-rata prestasi belajar
fisika siswa menjadi 73,89 dengan presentase ketuntasan siswa sebesar 51,52%
pada siklus I. dan pada siklus II rata-rata prestasi belajar fisika siswa adalah 77,62
dengan presentase ketuntasan siswa sebesar 69,7%. Peningkatan ini terjadi untuk
setiap aspek ranah kognitif mulai dari mengingat (siswa dilatih pada tahap
relating), memahami (siswa dilatih pada tahap experiencing), menerapkan (siswa
dilatih pada tahap appliying), dan menganalisis (siswa dilatih pada tahap
transferring).

Saran
Dari hasil penelitian mengenai penerapan model pembelajaran REACT
dengan metode demonstrasi pada mata pelajaran fisika kelas VIIID SMPN 1
Karangploso Malang, maka saran yang dapat peneliti sampaikan yaitu; (1) Bagi
guru SMPN 1 Karangploso Malang, diharapkan dapat mengimplementasikan
strategi pembelajaran yang tepat, dan sesuai dengan masing-masing karakteristik
mata pelajaran. Khususnya bagi guru mata pelajaran fisika agar dapat menerapkan
model pembelajaran REACT sebagai alternatif model pembelajaran yang tepat
untuk meningkatkan kemampuan kerja ilmiah dan prestasi belajar fisika siswa.
Selain itu hendaknya guru lebih memotivasi siswa untuk berani mengungkapkan
pendapatnya, sehingga pembelajaran di kelas tidak hanya didominasi oleh guru
saja; (2) Bagi siswa, agar dapat belajar dengan giat, karena pembelajaran tersebut
akan melatih siswa berpikir kritis, berani mengungkapkan pendapat, mengasah
kreativitas siswa, dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa; (3) Bagi peneliti
berikutnya, dapat menggunakan model pembelajaran REACT dengan subyek yang
berbeda, guna peningkatan kualitas pembelajaran di kelas dan meningkatkan
kemampuan analisis siswa.

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, S. 2009. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara


Arikunto, S, dkk. 2009. Penelitian Tindakan kelas. Jakarta: PT Bumi Aksara
Dawson, C. 2006. Beginning science teaching. Longman Cheshire. National
Library of Australia
Depdiknas. 2006. Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah
Dimyati, dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Fachrozi, D. 2011. Penerapan Model Pembelajaran REACT untuk Meningkatkan
Aktivitas dan Prestasi Belajar Fisika Pokok Bahasan Cahaya Siswa
Kelas VIII-D MTs Miftahul Ulum Pamekasan Tahun Ajaran 2010/2011.
Skripsi, Program Studi Pendidikan Fisika FMIPA, Universitas Negeri
Malang

Hamid, A. 2011. Pembelajaran Fisika di Sekolah. (Online),


(https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=
1&cad=rja&uact=8&ved=0CCkQFjAA&url=http%3A%2F%2Fstaff.uny
.ac.id%2Fsites%2Fdefault%2Ffiles%2F130814851%2FPembelajaran%2
520Fisika%2520di%2520Sekolah.pdf&ei=OldeU4L7I4b8rAef4YCADw
&usg=AFQjCNFENJWqw7vYsCm_yGVSzZZcuXJJEQ&sig2=1e4Itwer
8NCmx2T5cf8bzw), diakses tanggal 20 Oktober 2013
Handayanto, S.K. 2003. Strategi Pembelajaran Fisika. Malang: Universitas
Negeri Malang.
Indrawati & Wanwan Setiawan. 2009. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan untuk Guru SD. PPPPTK IPA
Mahyudinnor. 2010. Kerja Ilmiah dalam Pembelajaran Fisika, (Online),
(http://bdkbanjarmasin.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=22),
diakses tanggal 20 Oktober 2013
Moleong, L. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Roesdakarya
Sagala, S. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran. Jakarta: Alfabeta
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT.
Rineka Cipta
Sudjana, N.2009. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo
Sugandi, A. 2008. Teori Pembelajaran. Semarang : Unnes Press
Syah, M. 2006. Psikologi belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Wiriaatmadja, R. 2010. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung. PT Remaja
Rosdakarya
Yuliati, L.2008. Model-model Pembelajaran Fisika. Universitas Negeri Malang:
Lembaga Pengembangan Pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai