Anda di halaman 1dari 38

1

LAPORAN SEMINAR
ASUHAN KEPERAWATAN NY. S DENGAN GANGGUAN MOBILISASI
DI RUANG MELATI 1 RSUD Dr. MOEWARDI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktik Klinik


Stase KDP (Keperawatan Dasar Profesi)

Disusun oleh :
1. Anik Widyastuti (SN171019)
2. Anna Mustika Dewi (SN171022)
3. Fatimah (SN171068)
4. Sidiq Ramadhan (SN171158)
5. Tamam Husni (SN171194)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2017
2

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mobilisasi atau kemampuan seseorang untuk bergerak bebas
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi. Tujuan
mobilisasi adalah memenuhi kebutuhan dasar (termasuk melakukan aktifitas
hidup sehari-hari dan aktifitas rekreasi), mempertahankan diri (melindungi
diri dari trauma), mempertahankan konsep diri, mengekspresikan emosi
dengan gerakan tangan non verbal. Mobilisasi diperlukan untuk
meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat
proses penyakit khususnya penyakit degeneratif, dan untuk aktualisasi diri
(harga diri dan citra tubuh). Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk
bergerak secara bebas, mudah, dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehat. Kehilangan kemampuan untuk bergerak
menyebabkan ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan keperawatan.
(Wahid, 2007)
Imobilisasi adalah ketidakmampuan untuk bergerak secara aktif akibat
berbagai penyakit atau impairment (gangguan pada alat atau organ tubuh)
yang bersifat fisik atau mental. Imobilisasi dapat juga diartikan sebagai
keadaan tidak bergerak atau tirah baring yang terus menerus selama lima hari
atau lebih akibat perubahan fungsi fisiologis. (Potter & Perri, 2010)
Pasien dengan gangguan mobilisasi dapat diberikan intervensi salah
satunya yaitu ROM (Range of Motion). Penelitian yang dilakukan oleh Maria
Astrid, et.al tentang “Efektivitas Mobilisasi Persendian dengan Latihan ROM
Aktif dan Pasif Terhadap Kekuatan Otot, Luas Gerak Sendi dan Kemampuan
Fungsional Klien Stroke di RS Sint Carolus Jakarta” membuktikan mobilisasi
persendian dengan latihan ROM 4 kali sehari dalam 7 hari bermanfaat untuk
klien, yaitu adanya peningkatan kekuatan otot dan kemampuan fungsional.
Latihan ROM juga dapat mencegah terjadinya komplikasi seperti kontraktur
dan atrofi otot. Latihan ROM berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan
otot dan kemampuan fungsional, namun tidak berpengaruh terhadap luas
gerak sendi. (Maria, et.al, 2011)
Mengingat hal tersebut, maka penulis memandang bahwa pemenuhan
mobilisasi diperlukan sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, sehingga
3

penulis menyusun dan memberikan asuhan keperawatan pada kasus dengan


gangguan mobilisasi.

B. TUJUAN PENULISAN
a. Tujuan Umum
Memberikan perawatan yang sesuai dengan kebutuhan dasar yang
terganggu
b. Tujuan Khusus
1. Menjelaskan konsep dasar gangguan kebutuhan mobilisasi
2. Menjelaskan asuhan keperawatan kasus mobilisasi
3. Menjelaskan kesenjangan yang terjadi antara teori dengan praktik dan
memberikan pemecahan masalah.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Gangguan Kebutuhan Dasar


1. Definisi
Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan
kegiatan dengan bebas ( Kosier, 2015). Mobilisasi dini adalah
kebijaksanaan untuk sekelas mungkin membimbing penderita keluar
dari tempat tidurnya dan membimbingnya sekelas mungkin berjalan
(Soelaiman, 2009). Mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang
terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk
mempertahankan kemandirian (Carpenito, 2012).
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai
suatu kedaaan dimana individu yangmengalami atau beresiko
mengalami keterbatasan gerakan fisik. Individu yang mengalami atau
beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia,
individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih
dari 3 hari atau lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomic akibat
perubahan fisiologik (kehilangan fungsi motorik,klien dengan stroke,
klien penggunaa kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti
gipsatau traksi), dan pembatasan gerakan volunteer (Potter, 2013).
Imobilisasi merupakan ketidakmampuan seseorang untuk
menggerakkan tubuhnya sendiri. Imobilisasi dikatakan sebagai faktor
resiko utama pada munculnya luka dekubitus baik di rumah sakit
maupun di komunitas. Kondisi ini dapat meningkatkan waktu
penekanan pada jaringan kulit, menurunkan sirkulasi dan selanjutnya
mengakibatkan luka dekubitus. Imobilisasi disamping mempengaruhi
kulit secara langsung, juga mempengaruhi beberapa organ tubuh.
Misalnya pada system kardiovaskuler,gangguan sirkulasi darah perifer,
system respirasi, menurunkan pergerakan paru untuk mengambil
oksigen dari udara (ekspansi paru) dan berakibat pada menurunnya
asupan oksigen ke tubuh Lindgren et al, 2009)
5

2. Etiologi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah,
kekakuan otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis.
Osteoartritis merupakan penyebab utama kekakuan pada usia lanjut.
Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia dan gangguan
fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan imobilisasi.
Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orang usia
lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah maupun
dirumah sakit (Setiati dan Roosheroe, 2007).
Penyebab secara umum:
1) Kelainan postur
2) Gangguan perkembangan otot
3) Kerusakan system saraf pusat
4) Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan
neuromuscular
5) Kekakuan otot
Kondisi-kondisi yang menyebabkan immobilisasi antara lain:
(Restrick, 2011)
1) Fall
2) Fracture
3) Stroke
4) Postoperative bed rest
5) Dementia and Depression
6) Instability
7) Hipnotic medicine
8) Impairment of vision
9) Polipharmacy
10) Fear of fall

3. Patofisiologi
Mobilisasi yang terganggu bisa disebabkan oleh berbagai
masalah akibat perubahan fisiologi. Terjadinya trauma dapat
menyebabkan tubuh mengalami cidera. Adanya cidera sel
mengakibatkan degranulasi sel mast sehingga mediator kimiawi
dilepaskan, rangsang tersebut diterima oleh nociceptor kemudian
6

diteruskan ke korteks cerebri. Hal yang akan muncul adalah spasme


otot dan tubuh akan merasakan nyeri.
Cidera sel ataupun jaringan juga dapat mengakibatkan
kerusakan neuromuscular yang kemudian mengakibatkan keterbatasan
rentang gerak. Seseorang yang mengalami masalah pergerakan missal
kaku sendi ketika akan melakukan ambulasi atau mobilisasi akan
terganggu muncullah masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik.
Keterbatasan rentang gerak mengakibatkan aktivitas hidup sehari-hari
(ADL) misal toileting, eliminasi, berpakaian akan terganggu sehingga
ADL tidak bisa dilakukan secara mandiri atau membutuhkan bantuan
alat/ orang lain sehingga muncullah masalah keperawatan deficit
perawatan diri.

PATHWAY

Trauma

Cidera sel

Degranulasi sel Kerusakan


mast neuromuskular

Pelepasan mediator Keterbatasan ADL (mis: berpakaian,


kimiawi rentang gerak toileting) terganggu

Nociceptor menerima
Perlu bantuan
rangsang
Gangguan alat/orang lain
mobilitas fisik

Rangsang diteruskan
Deficit
ke korteks cerebri
perawatan diri

Spasme otot

Nyeri
Akut
7

4. Manifestasi klinik
a. Kelainan postur
b. Gangguan perkembangan otot
c. Kerusakan system saraf pusat
d. Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
e. Kekakuan otot
5. Pemeriksaan penunjang
a. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
b. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang
tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor
jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang
sulit dievaluasi.
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik
pencitraan khusus, noninvasive, yang menggunakan medan
magnet, gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan
abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak
melalui tulang. Dll.
d. Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑,
kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.
6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan keperawatan:
1) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan
mobilitas, digunakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan
otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu :
a) Posisi fowler (setengah duduk)
b) Posisi litotomi
c) Posisi dorsal recumbent
d) Posisi supinasi (terlentang)
e) Posisi pronasi (tengkurap)
f) Posisi lateral (miring)
8

g) Posisi sim
h) Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
2) Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot serta meningkatkan fungsi
kardiovaskular. Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara melatih
posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke
kursi roda, dan lain-lain.
3) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan
untuk melatih kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar
mudah bergerak, serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.
4) Latihan isotonik dan isometrik
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan
ketahanan otot dengan cara mengangkat beban ringan, lalu
beban yang berat. Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat
dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan
latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan
meningkatkan curah jantung dan denyut nadi.
5) Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan
pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan
kelemahan otot.
Latihan-latihan itu, yaitu :
a) Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
b) Fleksi dan ekstensi siku
c) Pronasi dan supinasi lengan bawah
d) Pronasi fleksi bahu
e) Abduksi dan adduksi
f) Rotasi bahu
g) Fleksi dan ekstensi jari-jari
h) Infersi dan efersi kaki
i) Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
j) Fleksi dan ekstensi lutut
k) Rotasi pangkal paha
l) Abduksi dan adduksi pangkal paha
9

6) Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif


Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi
sebagai dampakterjadinya imobilitas.
7) Melakukan Postural Drainas.
Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan
sekret dari paru dengan menggunakan gaya berat (gravitasi) dari
sekret itu sendiri. Postural drainase dilakukan untuk mencegah
terkumpulnya sekret dalam saluran napas tetapi juga
mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi
atelektasis, sehingga dapat meningkatkan fungsi respirasi. Pada
penderita dengan produksi sputum yang banyak, postural
drainase lebih efektif bila diikuti dengan perkusi dan vibrasi
dada.
8) Melakukan komunikasi terapeutik
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis
yaitu dengan cara berbagi perasaan dengan pasien, membantu
pasien untuk mengekspresikan kecemasannya, memberikan
dukungan moril, dan lain-lain.

b. Penatalaksanaan medis:
1. Tatalaksana faktor risiko imobilisasi
2. Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
3. Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik
kepada dokter spesialis yang kompeten.
4. Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien–pasien
yang mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti
werdha untuk mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut yang
mengalami disabilitas permanen

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1. aktivitas sehari-hari
a) Pola aktivitas sehari-hari
b) Jenis, frekuensi dan lamanya latihan fisik
2. Tingkat kelelahan
10

a) Aktivitas yang membuat lelah


b) Riwayat sesak napas
3. Gangguan pergerakan
a) Penyebab gangguan pergerakan
b) Tanda dan gejala
c) Efek dari gangguan pergerakan
4. Pemeriksaan fisik
a) Tingkat kesadaran
b) Postur/bentuk tubuh (Skoliosis, Kifosis, Lordosis, Cara
berjalan)
c) Ekstremitas (Kelemahan, Gangguan sensorik, Tonus otot,
Atropi, Tremor, Gerakan tak terkendali, Kekuatan otot,
Kemampuan jalan, Kemampuan duduk, Kemampuan berdiri,
Nyeri sendi, Kekakuan sendi)
Beberapa aspek dari pasien yang perlu dikaji selanjutnya:
a. Aspek biologis
1) Usia.
Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan
aktifitas, terkait dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang
perlu dikaji diantaranya adalah postur tubuh yang sesuai dengan
tahap pekembangan individu.
2) Riwayat keperawatan.
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya
gangguan pada sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap
orang lain dalam melakukan aktivitas, jenis latihan atau olahraga
yang sering dilakukan klien dan lain-lain.
b. Aspek psikologis.
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana
respons psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas
yang dialaminya, mekanisme koping yang digunakan klien dalam
menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.
c. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk
mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat gangguan aktifitas
yang dialami klien terhadap kehidupan sosialnya, misalnya
11

bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik


dirumah, kantor maupun sosial dan lain-lain.
d. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan
dan nilai yang dianut klien dengan kondisi kesehatan yang
dialaminya sekarang, seperti apakah klien menunjukan
keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan
keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan lain-lain (Asmadi, 2008).
e. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system
musculoskeletal adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan
ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan kekuatan skeletal.
Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk
memantau perubahan dan keefektifan intervensi.
f. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung
atau meyaknkan tentang perkembangan komplikasi imobilitas.
Hanya sedikit petunjuk diagnostic yang dapat diandalkan pada
pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi
eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi
ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak
seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan
darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam
mengikuti perintah dan sinkop
g. Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala
atelektasis dan pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi
peningkatan temperature dan denyut jantung. Perubahan-
perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas
arteri mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi
yang terjadi.
h. Perubahan-perubahan integument.
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah
reaksi inflamasi. Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit
sebagai daerah eritema yang tidak teratur dan didefinisikan sangat
12

buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3


menit setelah tekanan dihilangkan.
i. Perubahan-perubahan fungsi urinaria.
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-
tanda fisik berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen
bagian bawah, dan batas kandung kemih yang dapat diraba.
Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan
ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada
abdomen bagian bawah.
j. Perubahan-perubahan Gastrointestinal.
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada
abdomen bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosongan
rectum yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah, depresi
mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
k. Faktor-faktor lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk
intervensi. Di dalam rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet
yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga yang tinggi,
lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat
menurunkan mobilitas klien. Hambatan-hambatan institusional
terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang, tempat
tidudan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai. Identifikasi dan
penghilangan hambatan-hambatan yang potensial dapat
meningkatakan mobilitas.

1. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular
(Tarwoto & Wartonah, 2003)

2. Rencana Tindakan Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik


13

No Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan


Keperawatan Keperawatan (NIC )
(NANDA) ( NOC )
Nyeri akut Setelah dilakukan Pain Management
berhubungan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan agen keperawatan selama secara komprehensif termasuk
cidera fisik 3x24 jam lokasi, karakteristik, durasi,
diharapkan pasien frekuensi, dan factor prespitasi
dapat mengontrol 2. Observasi reaksi non verbal dari
nyeri dengan tekhnik ketidak nyamanan
non farmakologi dan 3. Bantu pasien dan keluarga
nyeri berkurang / untuk mencari dan menemukan
dari nyeri sedang ke dukungan
nyeri ringan teratasi 4. Ajarkan teknik non farmakologi
dengan criteria hasil 5. Kolaborasi dengan dokter jika
: ada keluhan dan tindakan nyeri
Pain control 1605 tidak berhasil
1. Melaporkan 6. Menentukan analgesic pilihan,
bahwa nyeri rute pemberian dan dosis yang
berkurang sampai optimal
skala 0 dengan
menggunakan
manajemen nyeri
relaksasi nafas
dalam
2. Mengatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular


No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
Keperawatan ( NOC ) (NIC )
(NANDA)
Hambatan Setelah dilakukan asuhan Latihan Kekuatan
mobilitas fisik keperawatan selama ...x 24 - Ajarkan dan berikan
berhubungan jam klien menunjukkan: dorongan pada klien
dengan gangguan -Mampu mandiri total untuk melakukan
neuromuskular - Membutuhkan alat bantu program latihan secara
-Membutuhkan bantuan rutin
orang lain Latihan untuk
-Membutuhkan bantuan ambulasi
orang lain dan alat - Ajarkan teknik
- Penampilan posisi tubuh Ambulasi &
yang benar perpindahan yang aman
- Pergerakan sendi dan otot kepada klien dan
14

- Melakukan perpindahan/ keluarga.


ambulasi : miring - Sediakan alat bantu
kanan-kiri, berjalan, untuk klien seperti
kursi roda kruk, kursi roda, dan
walker
-Beri penguatan positif
untuk berlatih mandiri
dalam batasan yang
aman.
Latihan mobilisasi
dengan kursi roda

- Ajarkan pada klien &


keluargatentang cara
pemakaian kursi roda
& cara berpindah dari
kursi roda ke tempat
tidur atau sebaliknya.
-Dorong klien melakukan
latihan untuk
memperkuat anggota
tubuh
- Ajarkan pada klien/
keluarga tentang cara
penggunaan kursi roda

c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular


No Diagnosa Tujuan Rencana Tindakan
Keperawatan Keperawatan (NIC )
(NANDA) ( NOC )
Defisit Setelah dilakukan Bantuan Perawatan Diri:
perawatan diri asuhan keperawatan Mandi, higiene mulut,
berhubungan selama... x24 jm penil/vulva, rambut, kulit
dengan Klien mampu : - Kaji kebersihan kulit, kuku,
gangguan Self Care ADLs rambut, gigi, mulut, perineal,
neuromuskular -Melakukan ADL anus
mandiri : mandi, -Bantu klien untuk mandi,
hygiene mulut tawarkan pemakaian lotion,
,kuku, penis/vulva, perawatan kuku, rambut, gigi
rambut, dan mulut, perineal dan anus,
berpakaian, sesuai kondisi
toileting, makan- - Anjurkan klien dan
minum, ambulasi keluargauntuk melakukan oral
-Mandi sendiri atau hygiene sesudah makan dan bila
dengan bantuan perlu
15

tanpa kecemasan -Kolaborasi dgn Tim Medis /


- Terbebas dari bau dokter gigi bila ada lesi, iritasi,
badan dan kekeringan mukosa mulut, dan
mempertahankan gangguan integritas kulit.
kulit utuh Bantuan perawatan diri :
-Mempertahankan berpakaian
kebersihan area -Kaji dan dukung kemampuan
perineal dan anus klien untuk berpakaian sendiri
- Berpakaian dan - Ganti pakaian klien setelah
melepaskan personal hygiene, dan pakaikan
pakaian sendiri pada ektremitas yang sakit/
- Makan dan minum terbatas terlebih dahulu,
sendiri, meminta Gunakan pakaian
bantuan bila perlu Bantuan perawatan diri :
-Mengosongkan Makan-minum
kandung kemih -Kaji kemampuan klien untuk
dan bowel makan : mengunyah dan
menelan makanan
-Fasilitasi alat bantu yg mudah
digunakan klien
- Dampingi dan dorong keluarga
untuk membantu klien saat
makan
Bantuan Perawatan Diri:
Toileting
- Kaji kemampuan toileting:
defisit sensorik
(inkontinensia),kognitif(men
ahan untuk toileting), fisik
(kelemahan fungsi/ aktivitas)
-Ciptakan lingkungan yang
aman(tersedia pegangan
dinding/ bel), nyaman dan
jaga privasi selama toileting
-Sediakan alat bantu (pispot,
urinal) di tempat yang mudah
dijangkau
- Ajarkan pada klien dan
keluarga untuk melakukan
toileting secara teratur
16

3. Evaluasi
a. Nyeri akut b.d agen cidera fisik
1) Klien mampu melaporkan nyeri secara terkontrol
2) Klien merasa nyaman setelah nyeri berkurang
3) Klien dapat mengurangi nyeri dengan relaksasi napas dalam
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular
1) Mampu mandiri total
2) Membutuhkan alat bantu
3) Membutuhkan bantuan orang lain
4) Membutuhkan bantuan orang lain dan alat
5) Penampilan posisi tubuh yang benar
6) Pergerakan sendi dan otot
7) Melakukan perpindahan/ ambulasi : miring kanan-kiri, berjalan,
kursi roda
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskular
Klien mampu :
1) Melakukan ADL mandiri : mandi, hygiene mulut ,kuku,
penis/vulva, rambut, berpakaian, toileting, makan-minum,
ambulasi
2) Mandi sendiri atau dengan bantuan tanpa kecemasan
3) Terbebas dari bau badan dan mempertahankan kulit utuh
4) Mempertahankan kebersihan area perineal dan anus
5) Berpakaian dan melepaskan pakaian sendiri
6) Makan dan minum sendiri, meminta bantuan bila perlu
7) Mengosongkan kandung kemih dan bowel
17

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
I. Identitas
1. Tanggal masuk rumah sakit : 26 Oktober 2017
2. Nama : Ny. S
3. Tempat/ tanggal lahir : Karangayar
4. Usia : 52 Tahun
5. Agama : Islam
6. Suku bangsa : Jawa Indonesia
7. Status perkawinan : Menikah
8. Pendidikan : SD
9. Bahasa yang digunakan : Jawa
10. Alamat : Karanganyar
11. No Register : 01395175
12. Diagnosa Medis : DM type II
II. Identitas penanggung jawab
1. Nama : Tn. A
2. Umur : 33 Tahun
3. Jenis kelamin : Laki - Laki
4. Agama : Islam
5. Alamat : Karanganyar
6. Hubungan dengan klien : Anak
B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak bagian kanan
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dibawa kerumah sakit karena lemas, penglihatan kabur dan ada
luka pada tungkai kanan yang tak kunjung sembuh dan BAB cair selama 3
hari sebelum dibawa ke rumah sakit.
3. Riwayat penyakit dahulu
Ny. S mengatakan sering merasa capek, mudah emosi dan pasien
mengatakan bahwa dirinya memiliki riwayat hipertensi.
18

GENOGRAM

Keterangan =
= Laki-laki
= Perempuan
= Garis keturunan
= Tinggal serumah
= Meninggal

III. PENGKAJIAN KEBUTUHAN DASAR BERDASARKAN


HENDERSON
1. Oksigenasi
Sesak nafas = tidak ada
Batuk = tidak ada
Sputum = tidak ada
Nyeri dada = tidak ada
Riwayat penyakit = Asma = tidak ada
TB = tidak ada
Batuk darah = tidak ada
Trauma dada = tidak ada
Paparan dengan penderita TB = tidak ada
Riwayat merokok = tidak ada

2. Nutrisi
Frekuensi makan : pasien makan 3x sehari, nasi, lauk pauk, dan
sayur 1 porsi habis
TB/BB : 150 mm / 70 kg
BB dalam 1 bulan terakhir : Tetap (-)
Meningkat (-)
19

Menurun (v)berat badan


mengalami penurunan karena diit yang dari rumah sakit hanya
dimakan yang lunak saja.
Jenis makanan : Lunak
Makanan yang disukai : Sayur
Alergi : Tidak ada alergi
Nafsu makan : nafsu makan berkurang karena terfikir
dengan penyakitnya
Masalah pencernaan : mual : tidak mual
Muntah : tidak muntah

Kesulitan menelan : tidak ada


kesulitan menelan
Sariawan :tidak ada sariawan
Riwayat operasi / trauma GI : tidak ada riwayat operasi
Diit RS : bubur, sayur, tahu, susu
Habis : tidak habis
½ porsi : hanya bubur dan makanan yang lunak
Pemenuhan kebutuhan ADL makan : mandiri, tergantung / dengan
bantuan
3. Cairan, elektrolit dan asam basa
Frekuensi minum : 2 – 2,5 liter per hari
Turgor kulit : elastis
Support IV line : RL (Ringer Laktat)
Dosis : 20 tpm
4. Eliminasi bowel
Frekuensi : selama sakit 1 x sehari
Waktu : pagi hari
Warna : kuning kecoklatan
Gangguan eliminasi bowel : selama sakit tidak ada gangguan eliminasi
Kebutuhan pemenuhan ADL bowel: tergantung keluarga
5. Eliminasi Bladder
Frekuensi : 2-3x sehari, penggunaan pencahar : tidak
ada
Warna : kuning kecoklatan, darah : tidak ada
20

Waktu : pagi/siang/sore/malam
Gangguan eliminasi bowel :
Nyeri saat BAK (√ )
Burning Sensation (-)
Bladder terasa penuh setelah BAK (-)
Riwayat dahulu : penyakit ginjal (-)
Batu ginjal (-)
Injuri/trauma (-)
Penggunaan kateter : ya/tidak
Kebutuhan pemenuhan ADL Bladder : mandiri/tergantung/dengan
bantuan (kateter)
6. Aktivitas dan latihan
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Olahraga rutin : tidak pernah
Alat bantu : walker (-)
Kruk (-)
Kursi roda (-)
Tongkat (-)
Terapi : traksi ( - ) di :
Gips ( - ) di :
Kemampuan melakukan ROM : aktif/ pasif (pasien tidak melakukan
ROM
Kemampuan ambulasi : mandiri/tergantung/dengan bantuan keluarga
Pasien mengatakan kaki kanan tidak bisa digunakan untuk berjalan dan
sulit digerakan
Aktivitas 0 1 2 3 4 5
Makan dan minum 
Mandi 
Toileting 
Berpakaian 
Mobilitas di tempat tidur 
Berpindah 
Ambulasi / ROM 
Keterangan :
0 : Mandiri
21

1 : Dengan alat bantu


2 : Di bantu orang lain
3 : Di bantu orang lain dan alat
4 : Tergantung total

7. Tidur dan istirahat


Lama tidur : 3 jam tidur siang : 1 jam
Kesulitan tidur di RS : ya/tidak
Alasan : terfikir dengan penyakit
Kesulitan tidur di : menjelang tidur (√ )
Mudah/ sering terbangun (√ )
Merasa tidak segar saat bangun (√ )
Pasien hanya berbaring di tempat tidur, nampak lemah
8. Kenyamanan dan nyeri
Kaki kanan pasien lemah, nampak ada luka
Nyeri : ya/tidak, skala nyeri (1-10) : 5
Paliatif/ provokatif : pasien memiliki ulkus diabetikum
Quality : cenut cenut
Region : pasien mengatakan nyeri pada tungkai sebelah
kanan
Severity : skala 5
Time : nyeri hilang timbul sekitar 5 menit
Pasien mengatakan lemas
Ambulasi tempat tempat tidur : mandiri/tergantung/dengan bantuan
keluarga
9. Sensori, persepsi, dan kognitif
Gangguan penglihatan : ya, penglihatan pasien kabur
Gangguan pendengaran : tidak ada gangguan pendengaran
Gangguan penciuman : tidak ada gangguan penciuman
Gangguan sensasi taktil : tidak ada gangguan sensasi taktil
Gangguan pengecapan : tidak ada gangguan pengecapan
Riwayat penyakit : eye surgery (-)
Otitis media (-)
Luka sulit sembuh (√ )
Persepsi klien terhadap penyakitnya :
22

Pasien mengatakan bahwa penyakitnya sekarang akibat pola hidup klien


yang kurang sehat, tidak pernah berolahraga dan banyak mengkonsumsi
manis-manisan terus menerus.
Respon klien mencari solusi untuk masalah kesehatannya :
Klien mengatakan jika sembuh nanti akan berolahraga semampunya dan
menjaga pola makan
10. Komunikasi
Hubungan klien dengan keluarga dan sekitarnya :
Klien mengatakan hubungannya dengan keluarga dan tetangga sekitarnya
baik-baik saja
Cara klien menyatakan emosi, kebutuhan, dan pendapat :
Klien mengatakan sering emosi dan mudah marah
11. Aspek spiritual dan dukungan sosial
Kepercayaan klien dan aspek ibadah :
Pasien mengatakan beragama islam dan ibadah rajin
Dukungan keluarga terhadap klien :
Anggota keluarga selalu memberikan dukungan sosial dan spiritual
terhadap anggota keluarga yang mengalami masalah
12. Kebutuhan rekreasi
Klien mengatakan jarang sekali untuk rekreasi dengan anggota keluarga

IV. PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan Umum : baik
a. Kesadaran : composmentis
GCS : 15 E4 V5 M6
b. Pemeriksaan Tanda- tanda Vital
1) Tekanan darah : 185/84 mmhg
2) Nadi
Frekuensi : 100 x/ menit
Irama : regular
Kekuatan : kuat
3) Pernapasan
Frekuensi : 22 x/mnt
Irama : regular
4) Suhu : 36 °C
23

2. Pemeriksaan head to toe


a. Kepala
Bentuk : mesocepal, simetris
Pertumbuhan rambut : pertumbuhan rambut merata
Kulit kepala : terdapat ketombe, di kulit kepala sedikit kotor
b. Wajah : Oval, simetris ka/ki
c. Mata :
1) Kelopak mata : kemerahan
2) Sklera : tidak ikterik
3) Konjungtiva : tidak anemis
4) Pupil : isokor 2mm
5) Iris : hitam
6) Reflek cahaya : +/+
7) Fungsi penglihatan : kabur
8) Penggunaan alat bantu penglihatan : tidak ada
d. Hidung : Hidung bersih, tidak ada serumen, tidak ada sekret,
penciuman baik, tidak ada polip dan nyeri sinus,
dan tidak ada pernapasan cuping hidung
e. Mulut :
Kemampuan bicara : pasien dapat berbicara dengan lancar
Mukosa bibir : kemerahan/ tidak pucat, lembab
Warna lidah : merah sedikit putih
Keadaan gigi : sedikit kotor dan sudah banyak yang hilang
Bau nafas : sedikit bau
Dahak : tidak ada dahak
f. Gigi
a) Jumlah :9 buah
b) Kebersihan :sedikit kotor
c) Masalah : gigi ompong
g. Telinga
1) Fungsi pendengaran : tidak ada gangguan pendengaran
2) Bentuk : simitris
3) Kebersihan : tidak adanya kotoran
4) Serumen : tidak terdapat serumen
5) Nyeri telinga : tidak ada nyeri telinga
24

h. Leher
1) Bentuk : simetris
2) Pembesaran tyroid : tidak ada pembesaran tyroid
3) Kelenjar getah bening: tidak ada gangguan getah bening
4) Nyeri waktu menelan : tidak ada nyeri saat menelan
5) JVP : tidak tampak peninggian
i. Dada (Thorak)
6.) paru- paru
 Inspeksi : simetris antara dada kanan dan kiri
 Palpasi :vocal premitus seimbang, pengembangan dada
ka/ki sama
 Perkusi :sonor
 Auskultasi :vesikuler pada paru kanan dan kiri
7.) jantung
 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5
 Perkusi : pekak
 Auskultasi: tidak ada suara tambahan
j. abdomen
 Inspeksi : bentuk datar
 Auskultasi : bising usus 7x/ menit
 Perkusi : tympani
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan
k. genetalia : tidak tekaji
l. anus dan rektum : tidak terkaji
m. ekstermitas
ATAS
a) Kekuatan otot kanan dan kiri :5/5 ka/ki
b) ROM kanan/ kiri :aktif
c) Perubahan bentuk tulang :tidak ada
d) Pergerakan sendi bahu : normal
e) Perabaan akral :hangat
f) Pitting edema : tidak ada
g) Terpasang infus : RL 20 tpm
BAWAH
25

a) Kekuatan otot kanan dan kiri: 5-4 ka/ki


b) ROM kanan/ kiri : aktif
c) Perubahan bentuk tulang : tidak ada
d) Varises : tidak ada
e) Perabaan akral : Hangat
f) Pitting edema : > 2 detik

n. Integumen : mukosa pucat, turgor kulit baik/ elastic kecuali pada


luka

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan laboratorium
Tanggal pemeriksaan
Jenis Nilai normal Satuan Hasil Keterangan
pemeriksaan
Hemoglobin 12.0-15.6 g/dl 8.0 Rendah
Leokosit 14.5- 11.0 Ribu/ul 32.3 Rendah
Albumin 3.5- 5.2 g/dl 1.8 Rendah
Kreatinin 0.6-1.1 mg/dl 1.4 Rendah
Kalium <50 mg/dl 91 Tinggi
Glukosa darah 60-140 mg/dl 162 Tinggi
sewaktu
Trombosit 4.10-5.10 Juta/ul 2.95 Rendah

V. TERAPI MEDIS
Jenis terapi Dosis Golongan dan kandungan
Infus Nacl 0,9 % 20 tpm IV
Ciprofloacin 400mg/ 12 jam IV
Omeprazol 400mg/ 12 jam IV
Metoclopemid 10 mp/ 12 jam IV
Lisinopril 5 mg/ 12 jam Oral
Novorapid 10-10-10 IV
Lantus 0-0-0-14 IV
26

G. ANALISA DATA
No Tgl / jam Data Fokus Problem Etiologi Ttd
1 31-10- DS : Nyeri akut Agen cidera
2017 - Pasien (00132) fisik :
10:00 Wib mengeluh nyeri Luka berada
pada tungkai di kaki
kaki kanan sebelah
- Tampak adanya kanan
luka
- Nyeri
P : pasien
memiliki ulkus
diabetikum
Q : cenut -
cenut
R : nyeri
dibagian
tungkai kaki
kanan
S : skala 5
T : hilang
timbul
DO :
- Pasien terlihat
Lemah dan
gelisah, pasien
tampak
meringis
kesakitan
TD: 185 / 84 mmHg
;RR 22 x/m ; HR 98
x/m
2 DS: pasien mengatakan Hambatan Penurunan
kaki kanan tidak bisa mobilitas kekuatan otot
digunakan untuk fisik
berjalan dan sulit (00085)
digerakan

DO: - Kaki kanan


lemah
- Pasien hanya
terbaring
ditempat tidur
- kaki kanan
terlihat adanya
luka dan nyeri
27

saat digerakan
- kekuatan otot
ekstremitas atas
ka/ki : 5/5
- Kekuatan otot
ekstremitas
bawah ka/ki :
5/4
- ADL dibantu
orang lain (score
: 2) kecuali
makan dan
minum mampu
melakukan
secara mandiri
(score : 1)

C. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan penurunan kekuatan otot

I. INTERVENSI KEPERAWATAN
Nama : Ny. S No CM : 01395175
Umur : 52 tahun Dx. Medis : DM type II
No Diagnosa Tujuan Intervensi Ttd
Dx
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Pain Management
berhubungan tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian
dengan agen selama 3x24 jam nyeri secara
cidera fisik diharapkan pasien dapat komprehensif
mengontrol nyeri dengan termasuk lokasi,
tekhnik non farmakologi karakteristik, durasi,
dan nyeri berkurang / dari frekuensi, dan factor
nyeri sedang ke nyeri prespitasi
ringan teratasi dengan 2. Observasi reaksi
criteria hasil : non verbal dari
Pain control 1605 ketidak nyamanan
1. Melaporkan bahwa 3. Bantu pasien dan
nyeri berkurang keluarga untuk
sampai skala 0 dengan mencari dan
menggunakan menemukan
manajemen nyeri dukungan
relaksasi nafas dalam 4. Ajarkan teknik non
28

2. Mengatakan rasa farmakologi


nyaman setelah nyeri 5. Kolaborasi dengan
berkurang dokter jika ada
3. Skala nyeri berkurang keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
6. Menentukan
analgesic pilihan,
rute pemberian dan
dosis yang optimal
2 Hambatan Setelah dilakukan Mobility enhancement
mobitas fisik tindakan keperawatan - ajarkan dan pantau
berhubungan 3x24 jam diharapkan pasien dalam hal
dengan pasien akan menunjukan penggunaan alat
penurunan tingkat mobilitas optimal bantu
kekuatan dengan kriteria hasil: - ajarkan dan dukung
otot Mobility bed, impaired pasien dalam latihan
1. Penampilan yang ROM aktif.
seimbang
2. Melakukan
pergerakan dan
perpindahan
tempat
3. Mempertahankan
mobilitas optimal
yang dapat
ditoleransi dengan
karakteristik :
0 : mandiri penuh
1 : memerlukan
alat bantu
2 : memerlukan
bantuan orang lain
untuk bantuan
pengawasan dan
pengajaran.
3 : membutuhkan
bantuan dari orang
lain dan alat bantu
4 : ketergantungan
tidak berpartisipasi
dalam aktifitas.
29

J. IMPLIKASI KEPERAWATAN
No
Tgl/ Jam Implementasi Respon Ttd
Dx
31/10/17 1 Melakukan pengkajian DS:
09.00 nyeri secara - pasien mengatakan
WIB komprehensif nyeri/ sakit tungkai
kaki kanan
P: nyeri saat bergerak
Q: cenut- cenut
R: tungkai kanan / luka
S: skala 5
T: hilang timbul

DO: pasien terlihat meringis


kesakitan
RR 22 x/m ; HR 100 x/m; S
36o C
1 Mengajarkan tekhnik non DS:-
farmakologi untuk Pasien mengatakan bersedian
mengurangi nyeri di ajari tekhnik relaksasi nafas
dalam.
DO:
Setelah diajari tekhnik
relaksasi nafas dalam pasien
terlihat lebih rileks
1 Memberikan dukungan Ds :
dan motivasi kepada Pasien mengatakan senang
pasien dimotivasi
Do :
pasien terlihat lebih semangat
untuk sembuh.
2 Mengajarkan pasien DS:
gerakan ROM aktif Pasien mengatakan bersedia
untuk diajari gerakan ROM
DO:
Pasien terlihat kooperatif
mengikuti gerakan ROM aktif
yang diajarkan
10.30 2 Mengobservasi tanda- DS:
WIB tanda vital DO:
30

TD : 183 / 84 mmHg; N :
87x/mnt; RR: 22x/mnt; S :
36,2 o C.
2 Memotivasi pasien agar DS:-
lebih aktif bergerak DO:
Pasien terlihat lebih aktif
bergerak setelah dimotivasi
01 / 11 / 1 Melakukan pengkajian DS:
17 nyeri secara - pasien mengatakan
11.00 komprehensif nyeri/ sakit tungkai
WIB kaki kanan
P: nyeri saat bergerak
Q: cenut- cenut
R: tungkai kanan / luka
S: skala 3
T: hilang timbul

DO: pasien terlihat meringis


kesakitan
1 Mengobservasi tekhnik DS:
relaksasi nafas dalam pasien mengatakan melakukan
tekhnik relaksasi nafas dalam
DO:
pasien terlihat lebih rileks
2 Mengkaji kemampuan DS:
pasien dalam mobilisasi Keluarga pasien mengatakan
kaki kanan pasien masih sulit
unruk digerakan
DO:
Saat pengkajian kaki kanan
pasien masih lemah untuk
bergerak
2 Memotivasi keluarga DS:
untuk membantu pasien Keluarga mengatakan akan
dalam melakukan ROM membantu dalam latihan ROM
aktif DO: keluarga pasien tampak
aktif membantu pasien dalam
latihan ROM
2 Monitor tanda-tanda vital DS:
DO:
31

TD : 185 / 90 mmHg; N :
110x/mnt; RR: 22x/mnt; S :
35,2 o C.
02/11/16 1 Melakukan pengkajian DS:
10.00 nyeri secara - pasien mengatakan
WIB komprehensif masih nyeri/ sakit
tungkai kaki kanan
P: nyeri saat bergerak
Q: cenut- cenut
R: tungkai kanan / luka
S: skala 2
T: hilang timbul
DO: pasien terlihat meringis
1 Mengobservasi tekhnik DS:
relaksasi nafas dalam Pasien mengatakan masih
terus menggunakan tekhnik
relaksasi nafas dalam untuk
mengurangi nyeri
DO:
Pasien terlihat lebih rileks
2 Mengkaji kemampuan DS:
pasien dalam melakukan Keluarga mengatakan pasien
gerakan ROM aktif dalam melakukan ROM
DO:
Kaki pasien terlihat sudah
lebih kuat dan lemas untuk
digerakan
2 Memotivasi keluarga DS:
untuk mengawasi pasien Keluarga mengatakan akan
dalam latihan ROM selalu mengawasi pasien
dalam tindakan ROM
DO:
Keluarga pasien tampak aktif
mendampingi pasien dalam
latihan ROM
2 Monitor tanda-tanda vital DS: pasien mengatakan
bersedia unuk di TTV
DO:
TD : 180 / 87 mmHg; N : 105
x/mnt; RR: 22x/mnt; S : 36,0 o
32

C.

K. EVALUASI KEPERAWATAN
TgL/ jam No Evaluasi Ttd
Dx
31/10/2017 1 S: pasien mengatakan nyeri/ sakitpada area kaki
14.00 WIB tungkai kanan
P: nyeri saat bergerak
Q: cenut- cenut
R: tungkai kaki sebelah kanan
S: skala 5
T: hilang timbul
O:
- pasien terlihat meringis kesakitan
- RR 21 x/m ; HR 110 x/m
A: masalah nyeri akut belum teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
- Ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam)
- Kolaborasi dengan tenaga medis lain dalam
pemberian analgesik
2 S:Pasien mengatakan kaki sebelah kanan kaku dan
lemah untuk digerakan
O: Pasien mau mengikuti saran dari pasien untuk
melakukan latihan ROM
A: masalah mobilisasi belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
- Ajarkan gerakan ROM aktif
- Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
01/11/2017 1 S: Pasien mengatakan masih nyeri pada tungkai kaki
10.00 WIB kanan
P: nyeri saat bergerak
Q: cenut- cenut
R: tungkai kaki sebelah kanan
S: skala 3
T: hilang timbul
O:Pasien tampak meringis
A: Masalah nyeri belum teratasi
P:Lanjutkan intervensi
- Mengobservasi tekhnik relaksasi nafas dalam
33

- Kolaborasi dalam pemberian analgetik


2 S: pasien mengatakan kaki masih sulit untuk
digerakan/kaku
O: Pasien bersidia melakukan ROM
A: masalah mobiliasi belum teratasi
P: lanjutkanintervensi
- Lakukan gerakan ROM
- Konsultasi dengan fisioterapi
02/11/17 2 S: Pasien mengatakan nyeri sudah brkurang
11.00 WIB P: nyeri saat bergerak
Q: cenut- cenut
R: tungkai kaki sebelah kanan
S: skala 2
T: hilang timbul
O: pasien tampak meringis
A: masalah nyeri belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
- Monitor dalam melakukan tekhnik relaksasi nafas
dalam
- Kolaborasi pemberian analgetik
2 S: Pasien mengatakan kaki sdah lebih kuat untuk
digerakan
O: Pasien aktif melakukan gerakan ROM
A: masalah mobilisasi belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
- Memotivasi agar melakukan gerakan ROM
secara rutin
34

BAB IV
PEMBAHASAN
Pembahasan dalam asuhan keperawatan yang berisi tentang kesenjangan
teori dan praktek kali ini membahas tentang mobilisasi dan nyeri akut, mobilisasi
yang diambil adalah melakukan tindakan latihan ROM. Prinsip Dasar Latihan
ROM adalah
1. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari.
2. ROM dilakukan pertahanan dan hati-hati agar tidak melelahkan pasien
3. Dalam merncanakan program latihan ROM, memperhatikan umur pasien,
diagnosis, tanda vital, dan lamanya tirah baring,
4. ROM sering diprogramkan oleh dokter dan dikerjakan oleh fisioterapi atau
perawat
5. Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan ROM adalah leher, jari,
lengan,siku,bahu,tumit, kaki, dan pergelangan kaki
6. ROM dapat dilakukan pada semua persedian atau hanya pada bagian yang
dicurigai mengalami proses penyakit
7. Melakukan ROM harus sesuai dengan waktunya, misalnya setelah mandi
atau perawatan rutin telah dilakukan
Menurut potter dan perry (2006) Range of motion adalah latihan gerakan
sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimna klien
menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara
aktif maupun pasif. Tujuan ROM adalah mempertahankan atau memelihara
kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian, merangsang sirkulasi, mencegah
kelainan bentuk.
Menurut kozier (2010) ROM dapat diartikan sebebagai pergerakan
maksimal yang dimungkinkan pada sebuah persendian tanpa menyebabkan rasa
nyeri. Latihan ROM dapat dilakukan dengan posisi duduk dan berdiri serta pada
posisi terlentang pada tempat tidur. Klasifikasi latihan ROM : latihan ROM pasif
adalah latihan ROM yang dilakukan pasien dengan bantuan perawat setiap
gerakan, latihan ROM Aktif adalah latihan ROM yang dlakukan sendiri oleh
pasien tanpa bantuan perawat di setiap gerakan yang dilakukan.
35

Hasil penelitian yang dilakuakan oleh Murtaqib (2013) menunjukan bahwa


respendoen menyatakan bahwa sebelum dilakukan latihan Range of motion, tubuh
responden yang mengalami kontraktur terasa kaku dan nyeri. Kekakuan dan nyeri
tersebut menyebabkan responden merasa tidak nyaman untuk bergerak dan
beraktivitas. Klien mengaku karena kondisi penyakitnya, klien merasa berputus
asa. Keadaan menjadi berbeda setelah responden mengikuti pelatihan dengan 4
kali pengukuran, klien mengungkapkan bahwa setelah latihan range of motion,
klien merasa tubuh mengalami kontraktur tersebut berkurang kekakuan dan
tingkat nyerinya sehingga klien lebih bersemangat untuk sembuh dari
penyakitnya.
Sedangkan menurut penelitian yang dilakukan oleh Maimurahman dan
Fitria (2012) didapatkan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan (peningkatan)
derajat kekuatan otot pasien sebelum dan sesudah terapi ROM dengan nilai
p=0,003< 0,005. Terapi ROM dinyatakan efektif dalam meningkatkan kekuatan
otot ekstermitas.
Terapi latihan ROM di Ruangan Melati 1 dilakukan sesuai advis dari
dokter, biasanya hanya dilakukan satu kali saja, akan tetapi karena beban kerja
perawat yang banyak maka untuk latihan ROM jarang dilakukan, Padahal dalam
penelitian dari Mawarti dan Farid (2013) dengan pengaruh latihan ROM pasif, 2x
sehari terhadap peningkatan kekuatan otot pasien. Maka seharusnya perlu
dilanjutkan untuk program latihan ROM aktif dan pasif dimana peran kemandirian
pasien lebih bagus apa bila dilakukan ROM secara rutin terutama dalam
merangsang koordinasi saraf, otot dan tulang.
Masalah keperawatan nyeri akut ditegakkan karena adanya hasil
pengkajian nyeri yang menunjukkan pasien mengalami nyeri. Setelah dilakukan
intervensi selama 3x24 jam skala nyeri pasien berkurang maka perlu untuk
diberikan intervensi lanjutan seandainya muncul masalah nyeri berulang. Jadi
dalam praktik lapangan jika setelah diberikan intervensi nyeri berkurang mungkin
saja bisa nyeri muncul lagi atau bisa bertambah jika penanganan sebelumnya
belum adekuat atau ada masalah lain yang menyebabkan nyeri timbul lagi
36

sehingga perlu untuk pengkajian komprehensif, dan tindakan keperawatan yang


benar dan sesuai SOP.
Pathway kasus

Ulkus diabetikum

Diskontinuitas Kerusakan
jaringan neuromuscular

Tidak nyaman Penurunan kekuatan


otot

Gelisah, meringis
kesakitan Keterbatasan
rentang gerak

Skala nyeri
Hambatan mobilitas
fisik
Nyeri akut
37

BAB V
PENUTUP

a. Kesimpulan
Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan
kegiatan dengan bebas ( Kosier, 2015). Gangguan mobilitas fisik
(immobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis
Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu yang
mengalami atau beresiko mengalami keterbatsan gerakan fisik yang bisa
disebabkan oleh perubahan fisiologi tubuh.
Masalah keperawatan yang ditegakkan berdasarkan atas data fokus
dan penunjang yang dimiliki pasien. Diagnose keperawatan dibuat
berdasarkan NANDA NOC NIC. Setelah merumuskan diagnose selanjutnya
dibuat tujuan dan kriteria hasil kemudian rencana keperawatan. Dalam kasus
ini diagnose yang diambil adalah nyeri akut dan hambatan mobilitas fisik.
Intervensi yang diberikan kepada pasien selama 3x24 jam memberikan
dampak positif yaitu mengurangi nyeri dan dapat membantu pasien untuk
melakukan ROM.

b. Saran
Untuk perawat : supaya lebih meningkatkan safety dalam setiap melakukan
tindakan keperawatan dan memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan kasus pasien dan tindakan sesuai dengan SOP
Untuk mahasiswa keperawatan : supaya dapat belajar dari pengalaman
perawat senior atau perawat yang sudah bekerja, supaya dapat
meningkatkan skill dalam melakukan tindakan keperawatan
38

DAFTAR PUSTAKA
Aziz Alimul (2012), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta : Salemba
Medika.
Brunner, L dan Suddarth, D. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah
(H.Kencana,A.Hartono, M. Ester, Y.Asih, Terjemah). (Ed.8) Vol 1. Jakarta :
EGC
Dangoes, E, Marilyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Editor Ester
Monika,Yasmin. Jakarta : EGC
Mubarak, Wahit Iqbal. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori Dan.
Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta : EGC
Nanda. 2015. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika
Pearce, C. Evelyn. 2012. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedic. Jakarta :
PT.Gramedia Pustaka Utama.
Potter, P.A dan Perry,A,G. (2014). Buku Ajar Fundalmental Keperawatan
Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4 Volume 1. Jakarta : EGC.
Susan J. Garrison, (2014), Dasar-dasar Terapi dan Latihan Fisik.Jakarta : EGC
Tarwoto & Wartonah, 2013. Kebutuhan Dasar Manusia & Proses Keperawatan.
Jakarta Salemba Medika.
Tarwoto dan Wartonah, 2014. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan
Edisi Pertama. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai