Anda di halaman 1dari 4

Pembahasan

Penyakit antraknosa atau patek pada tanaman cabai disebabkan oleh Cendawan

Colletotrichum capsici Sydow dan Colletotrichum gloeosporioides Pens, penyakit antraknosa

atau patek ini merupakan momok bagi para petani cabai karena bisa menghancurkan panen

hingga 20-90 % terutama pada saat musim hujan, cendawan penyebab penyakit antraknosa atau

patek ini berkembang dengan sangat pesat bila kelembaban udara cukup tinggi yaitu bila lebih

dari 80 rH dengan suhu 32 derajat selsius biasanya gejala serangan penyakit antraknosa atau

patek pada buah ditandai buah busuk berwarna kuning-coklat seperti terkena sengatan matahari

diikuti oleh busuk basah yang terkadang ada jelaganya berwarna hitam. Sedangkan pada biji

dapat menimbulkan kegagalan berkecambah atau bila telah menjadi kecambah dapat

menimbulkan rebah kecambah. Pada tanaman dewasa dapat menimbulkan mati pucuk, infeksi

lanjut ke bagian lebih bawah yaitu daun dan batang yang menimbulkan busuk kering warna

cokelat kehitam-hitaman Sesuai dengan Pendapat (Petani, 2013).

Pengendalian Penyakit Antraknosa atau Patek dapat dilakukan dengan beberapa cara

antara lain dengan melakukan

1. Melakukan perendaman biji dalam air panas (sekitar 55 derajat Celcius) selama 30 menit atau

perlakuan dengan fungisida sistemik yaitu golongan triazole dan pyrimidin (0.05-0.1%) sebelum

ditanam atau menggunakan agen hayati.

2. Penyiraman fungisida atau agen hayati yang tepat pada umur 5 sebelum pindah tanam.

3. Memusnahkan bagian tanaman yang terinfeksi, namun perlu diperhatikan saat melakukan

pemusnahan, tangan yang telah menyentuh (sebaiknya diusahakan tidak menyentuh) luka pada

tanaman tidak menyentuh tanaman/buah yang sehat, dan sebaiknya dilakukan menjelang pulang

sehingga kita tidak terlalu banyak bersinggungan dengan tanaman/buah yang masih sehat.
4. Penggiliran (rotasi) tanaman dengan tanaman lain yang bukan famili solanaceae(terong, tomat dll)

atau tanaman inang lainnya misal pepaya karena berdasarkan penelitian IPB patogen antraknosa

pada pepaya dapat menyerang cabai pada pertanaman.

5. Penggunaan fungisida fenarimol, triazole, klorotalonil, dll. khususnya pada periode pematangan

buah dan terutama saat curah hujan cukup tinggi.. Fungisida diberikan secara bergilir untuk satu

penyemprotan dengan penyemprotan berikutnya, baik yang menggunakan fungisida sistemik

atau kontak atau bisa juga gabungan keduanya.

6. Penggunaan mulsa hitam perak, karena dengan menggunakan mulsa hitam perak sinar matahari

dapat dipantukan pada bagian bawah permukaan daun/tanaman sehingga kelembaban tidak

begitu tinggi.

7. Menggunakan jarak tanam yang lebar yaitu sekitar 65-70 cm (lebih baik yang 70 cm) dan

ditanam secara zig-zag ini bertujuan untuk mengurangi kelembaban dan sirkulasi udara cukup

lancar karena jarak antar tanaman semakin lebar, keuntungan lain buah akan tumbuh lebih besar.

8. Jangan gunakan pupuk nitrogen (N) terlalu tinggi, misal pupuk Urea, Za, ataupun pupuk daun

dengan kandungan N yang tinggi.

9. Penyiangan / sanitasi gulma atau rumput-rumputan agar kelembaban berkurang dan tanaman

semakin sehat.

10. Jangan menanam cabai dekat dengan tanaman cabai yang sudah terkena lebih dahulu oleh

antraknosa / patek, ataupun tanaman inang lain yang telah terinfeksi.

11. Pengelolaan drainase yang baik di musim penghujan.


KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang dilakukan, maka dapat di peroleh beberapa kesimpulan

sebagai berikut:

1. Penyakit yang menyerang tanaman cabai dalam praktikum ini yaitu antraknosa atau patek yang

disebabkan oleh Cendawan Colletotrichum capsici Sydow dan Colletotrichum gloeosporioides

Pens.

2. Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan cara rotasi tanam, memberantas gulma, dan

sanitasi lingkungan, dengan menanam varietas tahan, menanam benih sehat, pengendalian

serangga vector, mengatur waktu tanam dan sanitasi tanaman.

3. Pengendalian penyakit yang baik yaitu menggabungkan keseluruhan pengandalian menjadi satu

kesatuan yang saling melengkapi(Pengendalian penyakit secara terpadu), sehingga tidak merusak

lingkungan

Saran

Berdasarkan pada hasil praktikum agar di sarankan sebaiknya praktikan memahami

pengamatan yang di lakukan dan juga praktikan dalam melakukan percobaan dalam laboratorium

tidak ribut agar praktikum dapat berjalan dengan lancar.

DAFTAR PUSTAKA

Agrios,G.N.1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.


Andre, 2012. Spora Bakteri. http://andreA088.blogspot.com./2012/02/spora-bakteri.html. Diakses pada
tanggal 23 Novenber 2013
Pelczar, M. J. 1986. Chan Eement of Microbiology. Edisi 1. Penerjemah Ratna sri Hadioetomo et. al. UI
Press. McGraw-Hill book company. Diakses tanggal 30 November 2013.
Petani, 2013. http://epetani.deptan.go.id/konsultasi/cara-mengatasi-penyakit-pathek-pada-cabe-
3283.Diakses 30 November 2013.
Pracaya, 1991. Hama Dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya: Jakarta.

Semangun, H. 2007. Penyakit- penyakit Tanaman Hortikultura di


Indonesia. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Soesanto, L. 2006. Penyakit Pascapanen. Kanisius: Yogyakarta.
Krisno, 2011. Peranan Mikroba. http://krisnoplames.blogspot.com/peranan-mikroba.html. Diakses pada
tanggal 23 Novenber 2013

Anda mungkin juga menyukai