Anda di halaman 1dari 21

Bagian Obstetri dan Ginekologi LAPORAN KASUS

“PROLAPS UTERI”

Disusun Oleh :

DEVY DAMAYANTI

N 111 16 010

Pembimbing Klinik:

dr. MELDA MM SINOLUNGAN, Sp.OG

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN


KLINIK

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

DESEMBER 2017
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Prolaps organ panggul (POP) adalah turun atau menonjolnya dinding
vagina ke dalam liang vagina atau keluar introitus vagina yang diikuti oleh
organ-organ pelvik (uterus, kandung kemih, usus atau rektum).1
Prolapsus uteri adalah suatu keadaan pergeseran letak uterus kebawah
sehingga serviks atau seluruh uterus berada dibawah orificium vagina atau
keluar hingga melewati vagina. Turunnya uterus melalui dasar panggul atau
hiatus genitalis disebabkan oleh karena kelemahan otot-otot, fascia,
ligamentum- ligamentum yang menyokongnya.1,2,3
Penyebab prolapsus genitalia adalah multifaktorial, namun pada dasarnya
disebabkan oleh kelamahan “pelvic floor” yang terdiri dari otot- otot, fascia
endopelvic, dan ligamentum - ligamentum yang menyokong organ - organ
genitalia.4,5
Defek jaringan penyokong pelvis relatif sering dan meningkat seiring usia
dan paritas. Di Amerika Serikat, studi dari 16.000 paien menunjukkan
frekuensi prolaps uteri sebesar 14,2%. Di Indonesia prolapsus genitalia lebih
sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua menopause dan
wanita dengan pekerjaan cukup berat. Rerata usia dilakukannya bedah untuk
prolaps organ uteri adalah 54,6 tahun. Perbedaan frekuensi berdasar ras
diperkirakan berhubungan dengan komponen genetik. Prolaps uteri paling
sering terjadi pada multipara (sekitar >50%) dan wanita menopause. Prolaps
terkadang terjadi pada wanita nullipara atau wanita muda (sekitar 2% untuk
prolaps simtomatik) dan jarang terjadi pada neonatus.5.6
Gejala diperberat saat berdiri atau berjalan dalam waktu lama dan pulih
saat berbaring. Pasien merasa lebih nyaman saat pagi hari, dan gejala
memberat saat siang hari. Gejala-gejala tersebut antara lain: Pelvis terasa berat
dan nyeri pelvis, Protrusi atau penonjolan jaringan, Disfungsi seksual seperti
dispareunia, penurunan libido, dan kesulitan orgasme. 1,5,6
Pasien prolaps uteri ringan tidak memerlukan terapi, karena umumnya
asimtomatik. Akan tetapi, bila gejala muncul, pilihan terapi konservatif lebih
banyak dipilih. Sementara itu, pasien dengan prognosis operasi buruk atau
sangat tidak disarankan untuk operasi, dapat melakukan pengobatan
simtomatik saja. 5,7
Sebagian besar komplikasi diakibatkan pemakaian pessarium yang terlalu
lama tanpa kontrol. Perdarahan abdomen adalah komplikasi yang dapat terjadi
pada sakrokolpopeksi. Perlukaan pada pleksus vena presakral atau arteri sakro
media pada saat operasi dapat terjadi.7,9

II. Tujuan

Pengetahuan dan pemahaman mengenai prolapsus urogenital cukup


penting sehingga setiap wanita yang mengalaminya dapat hidup dengan layak
tanpa memberikan beban yang berat pada keluarga apabila dilakukan
tatalaksana dengan benar dan tepat.2 Disisi lain untuk diketahui dan difahami
bahwa prolapsus alat genitalia dapat diatasi dengan tindakan preventif, kuratif
atau rehabilitatif dan jika memang dibutuhkan terapi dapat dilakukan secara
konservatif ataupun operatif. Oleh karena itu itu pengetahuan tentang
prolapsus gentialia ini termasuk penatalaksanaanya sangatlah penting untuk
diketahui.2
BAB II
LAPORAN KASUS
BAGIAN OBSTETRI – GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RSUD UNDATA PALU

STATUS GINEKOLOGI

Tanggal Pemeriksaan : 10 Oktober 2017


Ruangan : PAV. Matahari RS Undata
Jam : 12.25 WITA

IDENTITAS
Nama : Ny. I-W
Umur : 73 tahun
Alamat : Parigi
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan :-

ANAMNESIS

Keluhan utama :

Terdapat penonjolan yang keluar dari vagina

Riwayat penyakit sekarang : (heteroanamnesis)

Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan adanya penonjolan yang keluar
dari vagina. Menurut keluarga penonjolan ini sudah dialami sejak kurang lebih
3 tahun. Awalnya hanya turun turun sedikit, dan masih bisa masuk bila pasien
berbaring, namun lama kelamaan penonjolan tersebut turun seluruhnya dan
tidak dapat masuk kembali. Sejak 1 tahun terakhir penonjolan tersebut
dirasakan sedikit nyeri dan terkadang menimbulkan bau yang busuk. Terdapat
keluhan nyeri perut bawah, dan nyeri pinggang. Pasien sempat melakukan
pengobatan ke puskesmas, diberi obat (keluarga tidaj ingat namanya), keluhan
nyeri hilang namun keluhan penonjolan yang keluar dari vagina masih tetap
ada. Pasien sempat mengalami demam kurang lebih 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Tidak terdapat keluhan BAK maupun BAB.

Riwayat penyakit dahulu


 Hipertensi : (-) Tidak terkontrol
 Diabetes Melitus : Tidak ada
 Penyakit jantung : Tidak ada
 Batuk lama : Tidak ada
 Alergi : Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi, Diabetes Melitus, Penyakit jantung, Asma disangkal

Riwayat pernikahan : pasien sudah menikah.

Riwayat obstetric : PVIIIA0

 Anak pertama : Laki- laki, Lahir tahun 1964, lahir spontan di


dukun, BBL Lupa, Hidup
 Anak kedua : Perempuan, Lahir tahun lupa, lahir spontan di
dukun, BBL lupa, Hidup
 Anak ketiga : Perempuan, Lahir tahun 1970, lahir spontan di
dukun, BBL lupa, Hidup
 Anak keempat : Laki- laki, Lahir tahun 1973, lahir spontan di
dukun, BBL lupa, Hidup
 Anak kelima : Laki- laki, Lahir tahun lupa, lahir spontan di
dukun, BBL lupa, Hidup
 Anak keenam : Laki- laki, Lahir tahun lupa, lahir spontan di
dukun, BBL lupa, Hidup
 Anak ketujuh :Perempuan, Lahir tahun lupa, lahir spontan di
dukun, BBL lupa, Hidup
 Anak kedelapan : Laki- laki, Lahir tahun lupa, lahir spontan di
dukun, BBL lupa, Hidup

Riwayat Haid :
• Haid pertama kali usia 14 tahun
• Menstruasi teratur.
• Lama menstruasi 6-7 hari
• Haid terakhir 21 tahun lalu.
• Warna merah, tak berbau.

Riwayat Kontraspesi : (+) Suntik KB, Tahun (lupa), lama penggunaan


(lupa).

Riwayat sosial
Pasien seorang Ibu Rumah Tangga, mengaku Sudah menikah. Riwayat
koitus (+)

PEMERIKSAAN FISIK
 Kesadaran : Compos mentis
 Keadaan gizi : lebih
 Status gizi : BB 45 kg TB 150 cm
 Tekanan darah : 110/80 mmHg
 Nadi : 78 x/menit
 Suhu : 36.8 0C
 Pernafasan : 18 x/menit

STATUS GENERALISATA
 Kepala – Leher
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), edema palpebra (-/-),
pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).
 Thoraks
- Inspeksi : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-)
- Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area
jantung, batas paru-hepar SIC VII, batas jantung DBN
- Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-.
Bunyi jantung I/II murni, regular
 Abdomen :
- Inspeksi : tampak datar
- Auskultasi : peristaltic (+) kesan normal
- Perkusi : timpani
- Palpasi : nyeri tekan supra pubik, edema (-)

 Ektremitas : Akral hangat, Edema (-), capillary refill time < 2”

Status ginekologi
Inspeksi : tampak seluruh massa uterus keluar dari introitus vagina,
bentuk lonjong, warna pucat, discharge (+), erosive (+)
Palpasi : massa ukuran ± 9 x 5 cm, konsistensi sedikit rapuh, nyeri
(+)
Inspekulo : tidak dilakukan
Vaginal touche : massa tidak dapat dimasukkan

Gambar : prolapses uteri pada pasien


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin
 Leukosit : 18 x103/μL
 Eritrosit : 3,9 x106/μL
 Hemoglobin : 10,2 g/dL
 Platelet : 220 x103/μL
 Clotting Time : 7 menit 30 detik
 Bleeding Time : 2 menit 30 detik

Kimia darah

 Gula Darah Sewaktu : 94 mg/dL


 HbsAG : Non reaktif

RESUME
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan adanya penonjolan yang
keluar dari vagina. Menurut keluarga penonjolan ini sudah dialami sejak
kurang lebih 3 tahun. Awalnya hanya turun turun sedikit, dan masih bisa
masuk bila pasien berbaring, namun lama kelamaan penonjolan tersebut turun
seluruhnya dan tidak dapat masuk kembali. Sejak 1 tahun terakhir penonjolan
tersebut dirasakan sedikit nyeri dan terkadang menimbulkan bau yang busuk.
Terdapat keluhan nyeri perut bawah, dan nyeri pinggang. Pasien sempat
demam 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Pemeriksaan fisik : TD : 110/80 mmHg, N : 78 x/menit, Suhu: 36.8 0C,
Pernafasan : 18 x/menit. Pada status ginenologik : tampak seluruh massa
uterus keluar dari introitus vagina, bentuk lonjong, warna pucat, discharge
(+), erosive (+), massa ukuran ± 9 x 5 cm, konsistensi sedikit rapuh, nyeri
(+). Pada pemeriksaan laboratorium Leukosit : 18 x103/μL
DIAGNOSIS
P8A0 73 Tahun + Prolapses uteri grade IV

PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV
- Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam/ IV
- Inj. Ranitidin 50 mg/ 8 jam/ IV
FOLLOW UP

Follow up hari 1 (11 oktober 2017)

S : Turunnya peranakan dari vagina (+), nyeri perut bawah (+), nyeri
pinggang (+), pusing (+), mual (-), muntah (-), BAK (+), dan BAB (+)

O : Ku : Sedang
Konjungtiva : Anemis -/-
TD : 100/70 mmHg RR : 20 x/m
N : 76 x/m S : 36,8oC
A : P8A0 73 Tahun + Prolapsus Uteri grade IV
P : IVFD 20 TPM
Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV
Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam/ IV
Inj. Ranitidin 50 mg/ 8 jam/ IV
Metronidazole drips/ 8jam/IV

Follow up hari 2 (12 oktober 2017)


S: Turunnya peranakan dari vagina (+), nyeri perut bawah (+), nyeri
pinggang (+), pusing (+), mual (-), muntah (-), BAK (+), dan BAB (+)

O : Ku : Sedang
Konjungtiva : Anemis -/-
TD : 100/70 mmHg RR : 20 x/m
N : 76 x/m S : 36,8oC
A : P8A0 73 Tahun + Prolapsus Uteri grade IV
P : IVFD 20 TPM
Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV
Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam/ IV
Inj. Ranitidin 50 mg/ 8 jam/ IV
Metronidazole drips/ 8jam/IV
GV pagi – malam
Follow up hari 3 (13 Oktober 2017)
S: Turunnya peranakan dari vagina (+), nyeri perut bawah (+), nyeri
pinggang (+), pusing (+), mual (-), muntah (-), BAK (+), dan BAB (+)

O : Ku : Sedang
Konjungtiva : Anemis -/-
TD : 100/70 mmHg RR : 20 x/m
N : 76 x/m S : 36,8oC
A : P8A0 73 Tahun + Prolapsus Uteri grade IV
P : IVFD 20 TPM
Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV
Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam/ IV
Inj. Ranitidin 50 mg/ 8 jam/ IV
Metronidazole drips/ 8jam/IV
GV pagi-malam
Dianjur berobat lanjut

Follow up hari 4 (14 oktober 2017)


S : Turunnya peranakan dari vagina (+), nyeri perut bawah (+), nyeri
pinggang (+), pusing (+), mual (-), muntah (-), BAK (+), dan BAB (+)
O : Ku : Sedang
Konjungtiva : Anemis -/-
TD : 100/70 mmHg RR : 20 x/m
N : 76 x/m S : 36,8oC
A : P8A0 73 Tahun + Prolapsus Uteri grade IV
P : IVFD 20 TPM
Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV
Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam/ IV
Inj. Ranitidin 50 mg/ 8 jam/ IV
Metronidazole drips/ 8jam/IV
GV pagi-malam
Pulang
BAB IV
PEMBAHASAN
1. DIAGNOSIS
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan atas dasar anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis diketahui
bahwa pasien Ny. I-W usia 73 tahun datang dengan keluhan terdapat
penonjolan yang keluar dari vagina, yang dialami sejak kurang lebih 3
tahun. Awalnya hanya turun sedikit, dan masih bias masuk bila pasien
berbaring, namun lama kelamaan penonjolan tersebut turun seluruhnya
dan tidak masuk kembali. Sejak 1 tahun terakhir penonjolan tersebut
dirasakan sedikit nyeri dan terkadang menimbulkan bau yang busuk.
Pasien juga mengeluh adanya nyeri perut bawah dan nyeri pinggang.
Secara epidemiologis >50% prolaps uteri terjadi pada multipara dan
menopause. Dari anamnesis ditemukan pasien berusia lanjut, menikah dan
sudah menopause. Maka etiologi yang diperkirakan pada pasien
diakibatkan proses penuaan dan menopause yang berhubungan dengan
penurunan kadar hormone estrogen yang diketahui hormone estrogen
berfungsi untuk menjaga elastisitas dan kekuatan pada jaringan pelvic.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg,
Nadi 78x/m, suhu 36.8 0C, dan pernapasan 18x/m. pada pemeriksaan
ginekologi ditemukan tampak
seluruh massa uterus keluar dari introitus vagina, bentuk lonjong, warna
pucat, discharge (+), erosive (+), Palpasi : massa ukuran ± 9 x 5 cm,
konsistensi sedikit rapuh, nyeri (+). Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan Leukosit : 18 x103/μL.
Adanya penonjolan pada vagina dalam pasien ini dipikirkan
sebagai prolapse organ perlvis. Gejala lain yang mendukung adalah nyeri
pada perut bawah dan nyeri pinggang diperkirakan karena adanya
regangan pada ligament dan otot dalam pelvis akibat tarikan oleh organ
yang prolaps. Organ yang prolapse melalui vagina bias merupakan uretra,
vesika urinaria, uterus atau rectum. Pada pasien ditemukan adanya massa
yang menonjol yang keluar dari vagina yakni uterus yang berwarna pucat
dan berbau busuk.
Untuk menentukan derajat prolapse uteri bias menggunakan
klasifikasi Baden-Wlaker dan sistem pelvic organ prolapse Quantification
(POP-Q) yang biasa digunakan untuk praktik klinik dan penelitian.
Setelah dilakukan pemeriksaan dan dihubungkan dengan klasifikasi
berdasarkan POP-Q, didapatkan bahwa pasien tergolong prolapses uteri
stadium IV, dimana didapatkan eversi komplit total panjang traktur
genitalia bawah. Bagian distal prolapse uteru menurun sampai (TVL-2)
cm. untuk klasifiksi baden – walker didapatkan uterus mengalami
penurunan maksimum untuk tiap lokasi masuk derajat 4.

2. PENATALAKSANAAN
Adapun rencana terapi pada pasien ini yakni dilakukan pengobatan
lanjut untuk dilakukan operasi. Namun sebelumnya dilakukan terapi medis
untuk mengobati keadaan umum pasien diberikan terapi berupa antibiotic
Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV, dikarenakan adanya peningkatan leukosit
pada pasien, kemudian diberikan anti nyeri Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam/
IV, dan Inj. Ranitidin 50 mg/ 8 jam/ IV.

a. Terapi Medis
Pasien prolaps uteri ringan tidak memerlukan terapi, karena
umumnya asimtomatik. Akan tetapi, bila gejala muncul, pilihan terapi
konservatif lebih banyak dipilih. Sementara itu, pasien dengan prognosis
operasi buruk atau sangat tidak disarankan untuk operasi, dapat
melakukan pengobatan simtomatik saja. 5,7

b. Terapi Konservatif
Pengobatan cara ini tidak terlalu memuaskan tetapi cukup membantu.
Cara ini dilakukan pada prolapsus ringan tanpa keluhan, atau penderita
yang masih menginginkan anak lagi, atau penderita menolak untuk
dioperasi, atau kondisinya tidak mengizinkan untuk dioperasi. 6,7,8
1. Latihan-latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolapsus ringan, terutama yang
terjadi pada pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya
untuk menguatkan otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang
mempengaruhi miksi. Latihan ini dilakukan selama beberapa bulan.
Caranya ialah penderita disuruh menguncupkan anus dan jaringan
dasar panggul seperti biasanya setelah selesai BAB, atau penderita
disuruh membayangkan seolah-oleh sedang miksi dan tiba-tiba
menahannya. Latihan ini menjadi lebih efektif dengan menggunakan
perineometer menurut Kegel. Alat ini terdiri atas obrturator yang
dimasukkan ke dalam vagina, dan yang dengan suatu pipa
dihubungkan dengan suatu manometer. Dengan demikian, kontraksi
otot-otot dasar panggul dapat diukur.

2. Penatalaksanaan dengan pessarium


Pengobatan dengan pessarium sebenarnya hanya bersifat paliatif,
yaitu menahan uterus di tempatnya selama dipakai. Oleh karena itu,
jika pessarium diangkat, timbul prolapsus lagi. Ada berbagai macam
bentuk dan ukuran pessarium. Prinsip pemakaian pessarium adalah
bahwa alat tersebut mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian
atas, sehingga bagian dari vagina tersebut berserta uterus tidak dapat
turun dan melewati vagina bagian bawah. Jika pessarium terlalu kecil
atau dasar panggul terlalu lemah, pessarium dapat jatuh dan prolapsus
uteri akan timbul lagi. Pessarium yang paling baik untuk prolapsus
genitalis ialah pessarium cincin, terbuat dari plastik. Jika dasar panggul
terlalu lemah dapat digunakan pessarium Napier. Pessarium ini terdiri
atas suatu gagang (stem) dengan ujung atas suatu mangkok (cup)
dengan beberapa lubang, dan di ujung bawah 4 tali. Mangkok
ditempatkan di bwah serviks dan tali-tali dihubungkan dengan sabuk
pinggang untuk memberi sokongan kepada pessarium. Sebagai
pedoman untuk mencari ukuran yang cocok, diukur dengan jari jarak
antara forniks vagina dengan pinggir atas intraoitus vagina. Ukuran
tersebut dikurangi dengan 1 cm untuk mendapatkan diameter dari
pessarium yang dipakai.
Pessarium diberi zat pelicin dan dimasukkan miring sedikit ke
dalam vagina. Setelah bagian atas masuk ke dalam vagina, bagian
tersebut ditempatkan ke forniks vagina posterior. Untuk mengetahui
setelah dipasang, apakah ukuran pessarium cocok atau tidak, penderita
disuruh mengejan atau batuk. Jika pessarium tidak keluar, penderita
disuruh jalan-jalan, apabila ia tidak merasa nyeri, pessarium dapat
dipakai terus.6
Pasien yang menggunakan pessarium harus mempunyai vagina
yang well-esterogenized. Pasien postmenopause sebaiknya diberikan
terapi sulih hormon, atau sebagai alternatif, dapat digunakan esterogen
topikal intravaginal, 4-6 minggu sebelum pemasangan pessarium,
sehingga saat pemasangan pessarium pasien dapat merasa nyaman,
meningkatkan komplians, serta pemakaian dapat lebih lama. Terapi
sulih esterogen dapat membantu mengurangi kelemahan otot dan
jaringan penghubung lainnya yang menyokong uterus. Esterogen juga
dapat memperlambat terjadinya prolaps lebih lanjut, dan dapat
mencegah terjadinya iritasi pada serviks, kandung kemih, dan rektum
(tergantung bagian mana yang prolaps dahulu), juga esterogen dapat
membantu proses penyembuhan pada wanita yang menjalani proses
operasi prolaps vagina. Ada beberapa efek samping pemakaian
esterogen, antara lain meningkatkan risiko pembekuan darah, penyakit
empedu, dan kanker payudara. Pemakaiannya pun harus dengan
pengawasan dokter.6,8
c. Terapi Operatif
Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolaps vagina. Maka, jika
dilakukan pembedahan untuk prolapsus uteri, prolapsus vagina perlu
ditangani pula. Ada kemungkinan terdapat prolapsus vagina yang
membutuhkan pembedahan, padahal tidak ada prolaps uteri, atau
sebaliknya. Indikasi untuk melakukan operasi pada prolaps vagina ialah
adanya keluhan.6,8
Terapi pembedahan pada jenis-jenis prolapsus vagina:6
1. Prolapsus uteri
Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus uteri tergantung dari
beberapa faktor, seperti umur penderita, keinginannya untuk masih
mendapatkan anak atau untuk mempertahankan uterus, tingkat
prolapsus, dan adanya keluhan.
2. Sistokel
Operasi yang lazim dilakukan ialah kolporafia anterior. Setelah
diadakan sayatan dan dinding vagina depan dilepaskan dari kandung
kencing dan urethta, kandung kencing didorong ke atas, dan fasia
puboservikalis sebelah kiri dan sebelah kanan dijahit digaris tengah.
Sesudah dinding vagina yang berlebihan dibuang, dinding vagina yang
terbuka ditutup kembali. Kolporafia anterior dilakukan pula pada
urethrokel.
3. Rektokel
Operasi disini adalah kolpoperinoplastik.Mukosa dinding belakang
vagina disayat dan dibuang berbentuk segitiga dengan dasarnya batas
antara vagina dan perineum, dan dengan ujungnya pada batas atas
retrokel.Sekarang fasia rektovaginalis dijahit di garis tengah, dan
kemudian m. levator ani kiri dan kanan didekatkan di garis
tengah.Luka pada dinding vagina dijahir, demikian pula otot-otot
perineum yang superfisial. Kanan dan kiri dihubungkan di garis
tengah, dan akhirnya luka pada kulit perineum dijahit.
4. Enerokel
Sayatan pada dinding belakang vagina diteruskan ke atas sampai ke
serviks uteri.Setelah hernia enterokel yang terdiri atas peritoneum
dilepaskan dari dinding vagina, peritoneum ditutup dengan jahitan
setinggi mungkin.Sisanya dibuang dan di bawah jahitan itu
ligamentum sakrouterinum kiri dan kanan serta fasia endopelvik dijahit
ke garis tengah.

Macam-macam Operasi:6,7,8
1. Ventrofikasasi
Pada golongan wanita yangmasih muda dan masih ingin mempunyai
anak, dilakukan operasi untuk membuat uterus ventrofiksasi dengan
cara memendekkan ligamentum rotundum atau mengikat ligamentum
rotundum ke dinding perut atau dengan cara operasi Purandare.
2. Operasi Manchester
Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan
penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong, di muka serviks;
dilakukan pula kolporafia anterior dan kolpoperioplastik. Amputasi
serviks dilakukan untuk memperpendek serviks yang memanjang
(elongasi colli).Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas, abortus,
partus prematur, dan distosia servikalis pada persalinan. Bagian yang
terpenting dari operasi Menchester adalah penjahitan ligamentum
kardinale di depan serviks karena dengan tindakan ini ligamentum
kardinale diperpendek, sehingga uterus akan terletak dalam posisi
anteversifleksi, dan turunnya uterus dapat dicegah.
3. Histerektomi vaginal
Operasi ini tepat untuk dilakukan pada prolaps uteri tingkat lanjut, dan
pada wanita menopause. Keuntungannya adalah pada saat yang sama
dapat dilakukan operasi vagina lainnya (seperti anterior dan posterior
kolporafi dan perbaikan enterokel), tanpa memerlukan insisi di tempat
lain maupun reposisi pasien. Saat pelaksanaan operasi, harus
diperhatikan dalam menutup cul-de-sac dengan menggunakan
kuldoplasti McCall dan merekatkan fasia endopelvik dan ligamen
uterosakral pada rongga vagina sehingga dapat memberikan suport
tambahan. Setelah uterus diangkat, puncak vagina digantungkan pada
ligamentum rotundum kanan kiri, atas pada ligamentum infundibulo
pelvikum, kemudian operasi akan dilanjutkan dengan kolporafi
anterior dan kolpoperineorafi untuk mencegah prolaps vagina di
kemudian hari.
4. Kolpokleisis (Operasi Neugebauer-Le Fort)
Pada waku obat-obatan serta pemberian anestesi dan perawatan
pra/pasca operasi belum baik untuk wanita tua yang secara seksual
tidak aktif, dapat dilakukan operasi sederhana dengan men jahitkan
dinding vagina depan dengan dinding belakang, sehingga lumen vagina
tertutup dan uterus letaknya di atas vagina. Akan tetapi, operasi ini
tidak memperbaiki sistokel dan rektokelnya sehingga dapat
menimbulkan inkontinensia urine. Obstipasi serta keluhan prolaps
lainnya juga tidak hilang.

5. KOMPLIKASI
Perdarahan abdomen adalah komplikasi yang dapat terjadi pada
sakrokolpopeksi. Pada pasien ini tidak didapatkan perdarahan pada bagian
abdominal. Perlukaan pada pleksus vena presakral atau arteri sakro media
pada saat operasi dapat terjadi.7,9

6. PROGNOSIS
Bila prolaps uteri tidak ditatalaksana, maka secara bertahap akan
memberat. Prognosis akan baik pada pasien usia muda, dalam kondisi
kesehatan optimal (tidak disertai penyakit lainnya), dan IMT dalam batas
normal. Prognosis buruk pada pasien usia tua, kondisi kesehatan buruk,
mempunyai gangguan sistem respirasi (asma, PPOK), serta IMT diatas
batas normal. Pada kasus ini prognosis yaitu dubia ad malam karena
pasien sudah berusia tua dan kondisi kesehatan buruk. Rekurensi prolaps
uteri setelah tindakan operasi sebanyak 16%.10
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

1. Prolaps organ panggul (POP) adalah turun atau menonjolnya dinding


vagina ke dalam liang vagina atau keluar introitus vagina yang diikuti oleh
organ-organ pelvik (uterus, kandung kemih, usus atau rektum).1
2. Prolapsus uteri adalah suatu keadaan pergeseran letak uterus kebawah
sehingga serviks atau seluruh uterus berada dibawah orificium vagina atau
keluar hingga melewati vagina. Turunnya uterus melalui dasar panggul atau
hiatus genitalis disebabkan oleh karena kelemahan otot-otot, fascia,
ligamentum- ligamentum yang menyokongnya.1,2,3
3. Managemnt dari prolaps uteri dibagi menjadi 3 yaitu: terapi medis, terapi
konservatif dan terapi operatif.
4. pada kasus ini pasien mengalami prolaps uteri dan diterapi medis untuk
dipersiapkan terapi operatif

4.2 Saran
Memberikan edukasi pada pasien menegenai penyebab prolapsorgan
panggul, pencegahan serta memberikan edukasi pada ibu agar
persalinannya ditolong tenaga kesehatan ahli.
DAFTAR PUSTAKA

1. Menefee SA, Wall LL.Incontinence, Prolapse, and Disorders of the Pelvic


Floor. In: Berek JS. Novak's Gynecology. Lippincott Williams & Wilkins.
2002.
2. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan. Edisi
kedua. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2008. Hal.1-7
3. Widjaja S. Anatomi Alat-Alat Rongga Panggul. Jakarta: Balai Pustaka
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2002. Hal 12
4. Moeloek FA, Hudono ST. Penyakit dan Kelainan Alat Kandungan. Dalam:
Wiknjosastro H, ed. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2005.
hal.402-428
5. DeLancey JOL. Strohbehn K. Pelvic Organ Prolapse. In: James R., Md. Scott,
Ronald S., Md. Gibbs, Beth Y., Md. Karlan, Arthur F., Md. Haney, David N.
Danforth's Obstetrics and Gynecology. 9th Ed. Lippincott Williams & Wilkins
Publishers. 2003.
6. Mailhot T. Uterine prolapse (online) 24 Mei 2006 (Diunduh tanggal 11
September 2016). Tersedia di URL: http://www.emedicine.com
7. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Prolaps genital. Dalam Ilmu
Kandungan. Edisi kedua. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta;1994; ha.428-33.

Anda mungkin juga menyukai