Kasus Prolaps Fix
Kasus Prolaps Fix
“PROLAPS UTERI”
Disusun Oleh :
DEVY DAMAYANTI
N 111 16 010
Pembimbing Klinik:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
DESEMBER 2017
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Prolaps organ panggul (POP) adalah turun atau menonjolnya dinding
vagina ke dalam liang vagina atau keluar introitus vagina yang diikuti oleh
organ-organ pelvik (uterus, kandung kemih, usus atau rektum).1
Prolapsus uteri adalah suatu keadaan pergeseran letak uterus kebawah
sehingga serviks atau seluruh uterus berada dibawah orificium vagina atau
keluar hingga melewati vagina. Turunnya uterus melalui dasar panggul atau
hiatus genitalis disebabkan oleh karena kelemahan otot-otot, fascia,
ligamentum- ligamentum yang menyokongnya.1,2,3
Penyebab prolapsus genitalia adalah multifaktorial, namun pada dasarnya
disebabkan oleh kelamahan “pelvic floor” yang terdiri dari otot- otot, fascia
endopelvic, dan ligamentum - ligamentum yang menyokong organ - organ
genitalia.4,5
Defek jaringan penyokong pelvis relatif sering dan meningkat seiring usia
dan paritas. Di Amerika Serikat, studi dari 16.000 paien menunjukkan
frekuensi prolaps uteri sebesar 14,2%. Di Indonesia prolapsus genitalia lebih
sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua menopause dan
wanita dengan pekerjaan cukup berat. Rerata usia dilakukannya bedah untuk
prolaps organ uteri adalah 54,6 tahun. Perbedaan frekuensi berdasar ras
diperkirakan berhubungan dengan komponen genetik. Prolaps uteri paling
sering terjadi pada multipara (sekitar >50%) dan wanita menopause. Prolaps
terkadang terjadi pada wanita nullipara atau wanita muda (sekitar 2% untuk
prolaps simtomatik) dan jarang terjadi pada neonatus.5.6
Gejala diperberat saat berdiri atau berjalan dalam waktu lama dan pulih
saat berbaring. Pasien merasa lebih nyaman saat pagi hari, dan gejala
memberat saat siang hari. Gejala-gejala tersebut antara lain: Pelvis terasa berat
dan nyeri pelvis, Protrusi atau penonjolan jaringan, Disfungsi seksual seperti
dispareunia, penurunan libido, dan kesulitan orgasme. 1,5,6
Pasien prolaps uteri ringan tidak memerlukan terapi, karena umumnya
asimtomatik. Akan tetapi, bila gejala muncul, pilihan terapi konservatif lebih
banyak dipilih. Sementara itu, pasien dengan prognosis operasi buruk atau
sangat tidak disarankan untuk operasi, dapat melakukan pengobatan
simtomatik saja. 5,7
Sebagian besar komplikasi diakibatkan pemakaian pessarium yang terlalu
lama tanpa kontrol. Perdarahan abdomen adalah komplikasi yang dapat terjadi
pada sakrokolpopeksi. Perlukaan pada pleksus vena presakral atau arteri sakro
media pada saat operasi dapat terjadi.7,9
II. Tujuan
STATUS GINEKOLOGI
IDENTITAS
Nama : Ny. I-W
Umur : 73 tahun
Alamat : Parigi
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan :-
ANAMNESIS
Keluhan utama :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan adanya penonjolan yang keluar
dari vagina. Menurut keluarga penonjolan ini sudah dialami sejak kurang lebih
3 tahun. Awalnya hanya turun turun sedikit, dan masih bisa masuk bila pasien
berbaring, namun lama kelamaan penonjolan tersebut turun seluruhnya dan
tidak dapat masuk kembali. Sejak 1 tahun terakhir penonjolan tersebut
dirasakan sedikit nyeri dan terkadang menimbulkan bau yang busuk. Terdapat
keluhan nyeri perut bawah, dan nyeri pinggang. Pasien sempat melakukan
pengobatan ke puskesmas, diberi obat (keluarga tidaj ingat namanya), keluhan
nyeri hilang namun keluhan penonjolan yang keluar dari vagina masih tetap
ada. Pasien sempat mengalami demam kurang lebih 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Tidak terdapat keluhan BAK maupun BAB.
Riwayat Haid :
• Haid pertama kali usia 14 tahun
• Menstruasi teratur.
• Lama menstruasi 6-7 hari
• Haid terakhir 21 tahun lalu.
• Warna merah, tak berbau.
Riwayat sosial
Pasien seorang Ibu Rumah Tangga, mengaku Sudah menikah. Riwayat
koitus (+)
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan gizi : lebih
Status gizi : BB 45 kg TB 150 cm
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Suhu : 36.8 0C
Pernafasan : 18 x/menit
STATUS GENERALISATA
Kepala – Leher
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), edema palpebra (-/-),
pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).
Thoraks
- Inspeksi : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-)
- Palpasi : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
- Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area
jantung, batas paru-hepar SIC VII, batas jantung DBN
- Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-.
Bunyi jantung I/II murni, regular
Abdomen :
- Inspeksi : tampak datar
- Auskultasi : peristaltic (+) kesan normal
- Perkusi : timpani
- Palpasi : nyeri tekan supra pubik, edema (-)
Status ginekologi
Inspeksi : tampak seluruh massa uterus keluar dari introitus vagina,
bentuk lonjong, warna pucat, discharge (+), erosive (+)
Palpasi : massa ukuran ± 9 x 5 cm, konsistensi sedikit rapuh, nyeri
(+)
Inspekulo : tidak dilakukan
Vaginal touche : massa tidak dapat dimasukkan
Kimia darah
RESUME
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan adanya penonjolan yang
keluar dari vagina. Menurut keluarga penonjolan ini sudah dialami sejak
kurang lebih 3 tahun. Awalnya hanya turun turun sedikit, dan masih bisa
masuk bila pasien berbaring, namun lama kelamaan penonjolan tersebut turun
seluruhnya dan tidak dapat masuk kembali. Sejak 1 tahun terakhir penonjolan
tersebut dirasakan sedikit nyeri dan terkadang menimbulkan bau yang busuk.
Terdapat keluhan nyeri perut bawah, dan nyeri pinggang. Pasien sempat
demam 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Pemeriksaan fisik : TD : 110/80 mmHg, N : 78 x/menit, Suhu: 36.8 0C,
Pernafasan : 18 x/menit. Pada status ginenologik : tampak seluruh massa
uterus keluar dari introitus vagina, bentuk lonjong, warna pucat, discharge
(+), erosive (+), massa ukuran ± 9 x 5 cm, konsistensi sedikit rapuh, nyeri
(+). Pada pemeriksaan laboratorium Leukosit : 18 x103/μL
DIAGNOSIS
P8A0 73 Tahun + Prolapses uteri grade IV
PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV
- Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam/ IV
- Inj. Ranitidin 50 mg/ 8 jam/ IV
FOLLOW UP
S : Turunnya peranakan dari vagina (+), nyeri perut bawah (+), nyeri
pinggang (+), pusing (+), mual (-), muntah (-), BAK (+), dan BAB (+)
O : Ku : Sedang
Konjungtiva : Anemis -/-
TD : 100/70 mmHg RR : 20 x/m
N : 76 x/m S : 36,8oC
A : P8A0 73 Tahun + Prolapsus Uteri grade IV
P : IVFD 20 TPM
Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV
Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam/ IV
Inj. Ranitidin 50 mg/ 8 jam/ IV
Metronidazole drips/ 8jam/IV
O : Ku : Sedang
Konjungtiva : Anemis -/-
TD : 100/70 mmHg RR : 20 x/m
N : 76 x/m S : 36,8oC
A : P8A0 73 Tahun + Prolapsus Uteri grade IV
P : IVFD 20 TPM
Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV
Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam/ IV
Inj. Ranitidin 50 mg/ 8 jam/ IV
Metronidazole drips/ 8jam/IV
GV pagi – malam
Follow up hari 3 (13 Oktober 2017)
S: Turunnya peranakan dari vagina (+), nyeri perut bawah (+), nyeri
pinggang (+), pusing (+), mual (-), muntah (-), BAK (+), dan BAB (+)
O : Ku : Sedang
Konjungtiva : Anemis -/-
TD : 100/70 mmHg RR : 20 x/m
N : 76 x/m S : 36,8oC
A : P8A0 73 Tahun + Prolapsus Uteri grade IV
P : IVFD 20 TPM
Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV
Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam/ IV
Inj. Ranitidin 50 mg/ 8 jam/ IV
Metronidazole drips/ 8jam/IV
GV pagi-malam
Dianjur berobat lanjut
2. PENATALAKSANAAN
Adapun rencana terapi pada pasien ini yakni dilakukan pengobatan
lanjut untuk dilakukan operasi. Namun sebelumnya dilakukan terapi medis
untuk mengobati keadaan umum pasien diberikan terapi berupa antibiotic
Inj. Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ IV, dikarenakan adanya peningkatan leukosit
pada pasien, kemudian diberikan anti nyeri Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam/
IV, dan Inj. Ranitidin 50 mg/ 8 jam/ IV.
a. Terapi Medis
Pasien prolaps uteri ringan tidak memerlukan terapi, karena
umumnya asimtomatik. Akan tetapi, bila gejala muncul, pilihan terapi
konservatif lebih banyak dipilih. Sementara itu, pasien dengan prognosis
operasi buruk atau sangat tidak disarankan untuk operasi, dapat
melakukan pengobatan simtomatik saja. 5,7
b. Terapi Konservatif
Pengobatan cara ini tidak terlalu memuaskan tetapi cukup membantu.
Cara ini dilakukan pada prolapsus ringan tanpa keluhan, atau penderita
yang masih menginginkan anak lagi, atau penderita menolak untuk
dioperasi, atau kondisinya tidak mengizinkan untuk dioperasi. 6,7,8
1. Latihan-latihan otot dasar panggul
Latihan ini sangat berguna pada prolapsus ringan, terutama yang
terjadi pada pasca persalinan yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya
untuk menguatkan otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang
mempengaruhi miksi. Latihan ini dilakukan selama beberapa bulan.
Caranya ialah penderita disuruh menguncupkan anus dan jaringan
dasar panggul seperti biasanya setelah selesai BAB, atau penderita
disuruh membayangkan seolah-oleh sedang miksi dan tiba-tiba
menahannya. Latihan ini menjadi lebih efektif dengan menggunakan
perineometer menurut Kegel. Alat ini terdiri atas obrturator yang
dimasukkan ke dalam vagina, dan yang dengan suatu pipa
dihubungkan dengan suatu manometer. Dengan demikian, kontraksi
otot-otot dasar panggul dapat diukur.
Macam-macam Operasi:6,7,8
1. Ventrofikasasi
Pada golongan wanita yangmasih muda dan masih ingin mempunyai
anak, dilakukan operasi untuk membuat uterus ventrofiksasi dengan
cara memendekkan ligamentum rotundum atau mengikat ligamentum
rotundum ke dinding perut atau dengan cara operasi Purandare.
2. Operasi Manchester
Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan
penjahitan ligamentum kardinale yang telah dipotong, di muka serviks;
dilakukan pula kolporafia anterior dan kolpoperioplastik. Amputasi
serviks dilakukan untuk memperpendek serviks yang memanjang
(elongasi colli).Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas, abortus,
partus prematur, dan distosia servikalis pada persalinan. Bagian yang
terpenting dari operasi Menchester adalah penjahitan ligamentum
kardinale di depan serviks karena dengan tindakan ini ligamentum
kardinale diperpendek, sehingga uterus akan terletak dalam posisi
anteversifleksi, dan turunnya uterus dapat dicegah.
3. Histerektomi vaginal
Operasi ini tepat untuk dilakukan pada prolaps uteri tingkat lanjut, dan
pada wanita menopause. Keuntungannya adalah pada saat yang sama
dapat dilakukan operasi vagina lainnya (seperti anterior dan posterior
kolporafi dan perbaikan enterokel), tanpa memerlukan insisi di tempat
lain maupun reposisi pasien. Saat pelaksanaan operasi, harus
diperhatikan dalam menutup cul-de-sac dengan menggunakan
kuldoplasti McCall dan merekatkan fasia endopelvik dan ligamen
uterosakral pada rongga vagina sehingga dapat memberikan suport
tambahan. Setelah uterus diangkat, puncak vagina digantungkan pada
ligamentum rotundum kanan kiri, atas pada ligamentum infundibulo
pelvikum, kemudian operasi akan dilanjutkan dengan kolporafi
anterior dan kolpoperineorafi untuk mencegah prolaps vagina di
kemudian hari.
4. Kolpokleisis (Operasi Neugebauer-Le Fort)
Pada waku obat-obatan serta pemberian anestesi dan perawatan
pra/pasca operasi belum baik untuk wanita tua yang secara seksual
tidak aktif, dapat dilakukan operasi sederhana dengan men jahitkan
dinding vagina depan dengan dinding belakang, sehingga lumen vagina
tertutup dan uterus letaknya di atas vagina. Akan tetapi, operasi ini
tidak memperbaiki sistokel dan rektokelnya sehingga dapat
menimbulkan inkontinensia urine. Obstipasi serta keluhan prolaps
lainnya juga tidak hilang.
5. KOMPLIKASI
Perdarahan abdomen adalah komplikasi yang dapat terjadi pada
sakrokolpopeksi. Pada pasien ini tidak didapatkan perdarahan pada bagian
abdominal. Perlukaan pada pleksus vena presakral atau arteri sakro media
pada saat operasi dapat terjadi.7,9
6. PROGNOSIS
Bila prolaps uteri tidak ditatalaksana, maka secara bertahap akan
memberat. Prognosis akan baik pada pasien usia muda, dalam kondisi
kesehatan optimal (tidak disertai penyakit lainnya), dan IMT dalam batas
normal. Prognosis buruk pada pasien usia tua, kondisi kesehatan buruk,
mempunyai gangguan sistem respirasi (asma, PPOK), serta IMT diatas
batas normal. Pada kasus ini prognosis yaitu dubia ad malam karena
pasien sudah berusia tua dan kondisi kesehatan buruk. Rekurensi prolaps
uteri setelah tindakan operasi sebanyak 16%.10
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Memberikan edukasi pada pasien menegenai penyebab prolapsorgan
panggul, pencegahan serta memberikan edukasi pada ibu agar
persalinannya ditolong tenaga kesehatan ahli.
DAFTAR PUSTAKA