Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN KASUS

TINEA CRURIS, PEDIS, KORPORIS, UNGUIUM


Ayu Wulandari, S.Ked
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD Raden Mattaher Jambi
Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

1. PENDAHULUAN
Mikosis adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur, penyakit infeksi
jamur dikulit mempunyai prevelensi tinggi dinegara tropis, tak terkecuali di
Indonesia. Infeksi ini dapat mengenai semua orang, usia muda sampai tua,
social ekonomi rendah sampai tinggi. Terkadang penderitanya tidak
menyadari kalau menderita infeksi tersebut.1
Dermatomikosis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur atau
disebut pula sebagai yang dibedakan atas dermatofitosis dan non
dermatofitosis. Dermatofitosis disebabkan oleh golongan jamur dermatofit
yaitu golongan jamur yang mencerna keratin kulit oleh karena daya tarik
kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang
lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneum sampai stratum basalis.
Sedangkan infeksi non dermatofitosis desebabkan jenis jamur yang tidak bisa
mengeluarkan zat yang dapat mencerna keratin kulit dan tetap hanya
menyerang lapisan kulit yang paling luar.1,2
Tinea merupakan penyakit disebabkan oleh jamur dermatofita, golongan
jamur ini memiliki sifat mencerna keratin, dermatofita terbagi dalam tiga
genus yaitu microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Pembagian
dermatofita yang sering digunakan para spesialis kulit adalah yang
berdasarkan lokasi. Dengan demikian dikenal bentuk-bentuk yaitu : Tinea
kapitis (Dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala), Tinea barbe
(Dermatofitosis pada dagu dan jenggot), Tinea kruris ( dermatifitosis pada

1
daerah genitokrural,, sekitar anus, bokong, dan kadang-kadang sampai perut
bagian bawah), Tinea pedis et manus (Dermatofitosis pada kaki dan tangan),
Tinea unguium (Dermatofitosis pada kuku tangan dan kaki), Tinea korporis
(Dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk bentuk 5 tinea diatas).1
Dermatofit tersebar di seluruh dunia dan menjadi masalah terutama di
negara berkembang. Mikosis superfisial mengenai lebih dari 20% hingga 25%
populasi sehingga menjadi bentuk infeksi yang tersering. Diberbagai negara
saat ini terjadi peningkatan bermakna dermatofitosis.Di Kroasia dilaporkan
prevalensi dermatofitosis 26% pada tahun 1986 dan meningkat menjadi 73%
pada tahun 2001. Tinea kruris, tinea pedis dan tinea korporis merupakan
dermatofitosis yang terbanyak ditemukan. Di indonesia dermatofitosis
merupakan 52%dari seluruh dermatomikosis dan tinea kruris dan tinea
korporis merupakan dermatofitosis terbanyak.3
Tinea kruris merupakan salah satu manifestasi klinis yang sering di lihat
di Indonesia. Suhu dan kelembaban yang tinggi menjadi salah satu faktor yang
mendukung penyebaran infeksi ini.Penyakit ini dapat bersifat akut atau
menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup.
Tinea kruris lebih sering menyerang pria dibandingkan wanita.2,4
Tinea korporis sering terjadi pada kulit halus seperti di daerah muka,
badan, lengan, dan gluteus. kelainan ini biasanya terjadi pada bagian tubuh
dan tidak jarang bersama-sama dengan tinea kruris. Bentuk kronik yang
disebabkan oleh T. rubrum kadang- kadang bersama-sama dengan tinea
ungulum.5
Jamur Dermatofita sebagai penyebab dermatofitosis membutuhkan keratin
untuk tumbuh, oleh karena itu dermatofitosis hanya terbatas pada jaringan
yang berkeratin seperti stratum korneum, rambut dan kuku dan tidak
menginfeksi permukaan mukosa. Faktor penting yang berperan dalam
penyebaran dermatofita ini adalah kondisi kebersihan lingkungan yang buruk,
daerah pedesaan yang padat, dan kebiasaan menggunakan pakaian yang ketat
atau lembab.4

2
Manifestasi klinis tinea kruris adalah rasa gatal atau terbakar pada daerah
lipat paha, genital, sekitar anus dan daerah perineum. Adanya central healing
yang ditutupi skuama halus pada bagian tengah lesi. Tepi yang meninggi dan
merah sering ditemukan pada pasien.4
Terdapatnya hifa pada sediaan mikroskopis dengan potassium hidroksida
(KOH) dapat memastikan diagnosis dermatofitosis. Alat diagnosis lain yang
juga dapat dilakukan adalah dengan pemeriksaan menggunakan lampu wood
dan juga dengan biopsy kulit atau kuku. Tinea kruris biasanya berespon
dengan pengobatan sistemik atau topikal tetapi dapat sering kambuh.4,6
Berikut dilaporkan sebuah kasus dengan diagnosis tinea pedis, tinea cruris,
tinea corporis, unglum pada seorang wanita berusia 52 tahun yang berobat ke
poliklinik kulit dan kelamin RSUD Raden Mattaher Jambi.

3
2.KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
 Tanggal : 10 Januari 2015 Jam : 11.10 WIB
 Nama :Ny. Nurhayati
 Umur : 52 Tahun
 Jenis Kelamin : perempuan
 Alamat : Tempino. Muara Jambi
 Suku/Bangsa :Melayu / Indonesia
 Agama : Islam
 Status Perkawinan : Sudah Menikah
 Pekerjaan saat ini : IRT
 Berat Badan : 47 Kg

II. AUTOANAMNESIS ( Tanggal 10 Januari 2015) :


1. Keluhan Utama :
Bercak berwarna kemerahan yang s gatal pada kedua kaki sejak ± 3
hari yang lalu.

2. Keluhan Tambahan : (-)

3. Riwayat Perjalanan Penyakit :


Sejak ± 2 tahun yang lalu, awalnya Pasien mengeluh timbul bercak
kemerahan dan gatal pada bagian kaki kanan. Awalnya bercak ini hanya
muncul sedikit dibagian kaki kanan nya, namun bercaknya semangkin
membesar dan bertambah banyak. Kemudian bercak merah dan gatal juga
timbul pada bagian bokong.
± 2 bulan ini pasien juga mengeluh timbul gatal pada bercak merah
di bagian kaki kiri, Karena terasa gatal, pasien pun sering menggaruk
kedua kaki dan bokong tersebut setiap pasien merasa gatal. Kemudian rasa
gatal tersebut berubah menjadi rasa perih akibat pasien sering menggaruk
nya. pasien merasa bercak tersebut semakin melebar jika pasien

4
menggaruknya terus-menerus. Dan setelah bercak tidak perih lagi, bercak
tersebut mengalami pengelupasan dan bercak tersebut kembali terasa gatal.
pasien memutuskan untuk berobat kerumah sakit karena bercak tersebut
meluas ke kaki kiri. Pada bulan agustus dan oktober pasien pernah berobat
kerumah sakit pasien diberikan obat-obatan salep dan pil. Sehingga
keluhan gatal tersebut menghilang. Namun ketika obat dari rumah sakit
habis, pasien merasakan penyakitnya sering kambuh. Gatal dirasakan
bertambah berat jika cuaca panas dan berkeringat, serta malam hari.
± 3 hari ini pasien mengeluhkan bercak yang di kedua kaki dan
bokong kembali terasa gatal. Bercak tersebut lebih tinggi dibanding kulit
sekitar. Karena terasa gatal, pasien pun sering menggaruk kedua kaki dan
bokong tersebut setiap pasien merasa gatal.
Pasien juga mengeluh kuku kaki pasien mulai rusak dan kadang
terasa gatal, riwayat trauma disangkal. Pada saat di rumah pasien tidak
pernah berganti pakaian dan handuk dengan orang lain, pasien juga mandi
2x dalam sehari, pagi dan sore menggunakan air sumur dan mengganti
pakaian 2x sehari, pasien di rumah hanya menjaga cucu. Pasien tidak
pernah mencuci baju, mencuci piring.
Karena merasa keluhan gatal tidak membaik, maka Os akhirnya
memutuskan untuk berobat ke poli kulit dan kelamin RSUD Raden
Mattaher Jambi pada tanggal 10 Januari 2015.

4. Riwayat penyakit dahulu:


Os mengaku tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
Riwayat DM (+) namun tidak terkontrol.

5. Riwayat penyakit keluarga :


Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.

5
Pemeriksan Fisik (Tanggal 10 januari 2015)
Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Kompos Mentis

Tanda Vital :
Tekanan Darah : 160/110 mmHg
Nadi : 78x/i
Pernafasan : 17x/i
Suhu : Afebris

Kepala :
Bentuk : Normochepal

Mata : Konjungtiva anemis (-/-),


sklera ikterik (-/-).
Pupil isokor kiri kanan

Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)

Mulut : Bibir kering (-),


dinding faring hiperemis (-)

Telinga : Normal, tanda radang (-)

Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-) Peningkatan JVP (-)

6
Thoraks :
Inspeksi : Bentuk normal, gerak nafas kedua dada Simetris,
lesi kulit (-)
Palpasi : Vokal fremitus (+/+) simetris
Perkusi : Sonor dikedua paru
Auskultasi :
- Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : SN vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Abdomen :
Inspeksi : Datar
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas Superior : akral hangat, oedem (-), sianosis (-)

Ekstermitas Inferior : akral hangat, oedem (-), sianosis (-), tampak lesi
kulit pada kaki kiri dan kanan

Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan secara langsung

7
Status Dermatologis
1. Regio cruris dekstra

Gambar 1. Regio cruris dekstra

Regio cruris dekstra


 Plak hiperpigmentasi, multiple, ukuran letikuler , nomular, bentuk anular,
sirkumskrip, penyebaran diskret
 Skuama Pitriasisformis diatas permukaan plak
 Ekskoriasi multiple ukuran milier penyebaran diskret

2. Region dorsal pedis Dekstra

Gambar 2. Regio dorsal pedis

8
Regio dorsal pedis
 Digiti 1,2,3,4,5 dekstra berwarna putih kekuningan pada bagian
distal menjalar kebagian proksimal
 Plak hiperpigmentasi konfluens ukuran plakat sirkumskrip
 Skuama Pitriasisformis diatas permukaan plak

3. Regio Pedis sinistra

Gambar 3. Regio pedis sinistra

Regio Pedis sinistra


 Plak Hiperpigmentasi plakat ukuran bentuk teratur,sirkumskrip
 Skuama Pitriasisformis sirkumkrip berwarna putih diatas permukaan plak

4. Regio Cruris sinistra

Gambar 4 : Regio cruris sinistra

9
Regio Cruris sinistra
 Plak eritematosa soliter ukuran 4x2cm, bentuk teratur, sirkumkrip
 Skuama Pitriasisformis sirkumkrip berwarna putih diatas permukaan plak
 Ekskoriasi multiple ukuran miliar – lentikuler sirkumskrip

Diagnosis Banding
1. Psoariasis vulgaris
2. Dermatitis kontak alergi
3. Kandidosis kuku

Diagnosis Kerja
Tinea pedis + Tinea Cruris + Tinea korporis +Tinea unguium
Penatalaksanaan
 Umum
Penatalaksanaan umum yaitu dengan memberikan edukasi kepada pasien,
seperti:
- menjelaskan kepada pasien tentang penyakit dan penatalaksanaannya.
- Menganjurkan untuk menjaga kebersihan badan dan menghindari
berkeringat yang berlebihan
- Mengurangi kelembapan dari tubuh pasien dengan menghindari pakaian
panas dan yang tidak menyerap keringat.
- mengganti pakaian/pakaian dalam yang dipakai setiap hari.
- mencegah garukan dan gosokan
- memotong kuku agar tidak menimbulkan luka bila menggaruk yang akan
mengakibatkan infeksi
- cukup istirahat
- menghindari faktor pencetus.
- minum obat dan kontrol ke dokter secara teratur

10
 Khusus
Penatalaksanaan khusus yaitu dengan memberikan farmakologi, berupa:
- Sistemik:
Griseofulvin dewasa 500-1000 mg perhari, 2 x 1 tablet (500 mg) selama 2-
3 minggu. Jika sembuh, pemberian griseofulvin dilanjutkan selama 2
minggu untuk mengurangi residif pada pasien ini.
- Topikal:
Salep whitfield dioleskan tipis pada tempat lesi 2x sehari

Prognosis
Quo Ad vitam : Bonam
Quo Ad functionam : Bonam
Quo Ad sanationam : Bonam

 Pemeriksaan Yang Dilakukan (10 januari 2015)

Pemeriksaan KOH5
Pemeriksaan laboratorium untuk dermatofitosis yang dilakukan secara rutin
adalah pemeriksaan mikroskopik langsung dengan KOH 10-20%. Pemeriksaan
mikroskopik langsung untuk mengidentifikatsi struktur jamur merupakan teknik
yang cepat, sederhana, terjangkau, dan telah digunakan secara luas sebagai teknik
skrining awal.

Langkah Pemeriksaan
Pengambilan sampel
Alat alat yang dibutuhkan : Skalpel , Pinset , Alkohol 70% , Kapas
Cara pengambilan sampel :
Bersihkan kulit yang akan dikerok dengan kapas alkohol 70% untuk
menghilangkan lemak, debu dan kotoran lainnya. Kemudian Keroklah bagian

11
yang aktif dengan skalpel dengan arah dari atas kebawah (cara memegang skalpel
harus miring membentuk sudut 45 derajat ke atas). Letakkan hasil kerokan kulit
pada kertas atau wadah
Pembuatan sediaan dan pemeriksaan
Alat alat yang dibutuhkan :Kaca objek ,Kaca penutup, Lampu spiritus, Pinset,dan
Reagen yaitu Larutan KOH 10% untuk kulit dan kuku, Larutan KOH 20% untuk
rambut,mikroskop
Cara pembuatan sediaan :
Teteskan 1-2 tetes larutan KOH 10% pada kaca objek.Letakkan bahan yang akan
diperiksa pada tetesan tersebut dengan menggunakan pinset yang sebelumnya
dibasahi dahulu dengan larutan KOH tersebut. Kemudian tutup dengan kaca
penutup.Biarkan ±15 menit atau dihangatkan diatas nyala api selama beberapa
detik untuk mempercepat proses lisis
Periksa sediaan dibawah mikroskop. Mula-mula dengan perbesaran objektif 10 X
kemudian dengan pembesaran 40 X untuk mencari adanya hypha dan atau spora,
akan tampak gambaran hifa dan spora tergantung jamur yang menyebabkan
penyakitnya.
Hasil :
 Pada sediaan kulit dan kuku yang terlihat adalah hifa, sebagai dua garis
sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet
(artrospora) pada kelainan kulit lama dan/ sudah di obati.
 Pada sediaan rambut yang terlihat adalah spora kecil (mikrospora) atau
besar (makrospora). Spora dapat tersusun diluar rambut (ektotriks) atau
didalam rambut (endotriks). Kadang-kadang dapat terlihat juga hifa pada
sediaan rambut.
Kasus :
Pada kerokan kulit dikaki ditemukan hifa, jumlahnya ada 2, bentuk seperti dua
garis sejajar dan terbagi oleh sekat

12
PEMBAHASAN
Tinea merupakan penyakit disebabkan oleh jamur dermatofita, golongan
jamur ini memiliki sifat mencerna keratin, dermatofita terbagi dalam tiga genus
yaitu microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Pembagian dermatofita
yang sering digunakan para spesialis kulit adalah yang berdasarkan lokasi.
Dengan demikian dikenal bentuk-bentuk yaitu : Tinea kapitis (Dermatofitosis
pada kulit dan rambut kepala), Tinea barbe (Dermatofitosis pada dagu dan
jenggot), Tinea kruris ( dermatifitosis pada daerah genitokrural,, sekitar anus,
bokong, dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah), Tinea pedis et manus
(Dermatofitosis pada kaki dan tangan), Tinea ungulum (Dermatofitosis pada kuku
tangan dan kaki), Tinea korporis (Dermatofitosis pada bagian lain yang tidak
termasuk bentuk 5 tinea diatas).1
Suhu dan kelembapan yang tinggi menjadi salah satu faktor yang
mendukung penyebaran infeksi ini. Penyakit ini dapat bersifat akut atau
menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup.
Tinea merupakan salah satu penyakit kulit yang sering di lihat di Indonesia.ini
karena jamur jenis ini hidup di daerah yang tropis. Iklim atau musim sangat
berpengaruh, seperti musim panas yang menyebabkan banyak berkeringat. Namun
Faktor penting yang berperan dalam penyebaran dermatofita ini adalah kondisi
kebersihan lingkungan yang buruk, daerah pedesaan yang padat, dimana pada
lingkungan tersebut biasanya lembab dan kotor. dan kebiasaan menggunakan
pakaian yang ketat atau lembab juga berpengaruh terhadap timbulnya tinea.
Pasien dikasus ini memiliki faktor predisposisi yaitu banyak berkeringat akibat
olahraga dan menggunakan pakaian yang lembab akibat berkeringat dan
kehujanan.2,4
Jamur dermatofita ini dapat mencerna keratin kulit oleh karena
mempunyai daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini
dapat menyerang lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneum sampai dengan
stratum basalis . infeksi diawali dengan adanya kolonisasi hifa atau cabang-
cabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim

13
keratolitik yang kemudian berdifus ke epidermis dan akhirnya menimbulkan
reaksi inflamasi akibat kerusakan keratinosit, pertumbuhan jamur dengan pola
radial dalam stratum korneum mengakibatkan timbulnya lesi sirsinar dengan
memberikan batas yang jelas dan meninggi, yang disebut ringworm.reaksi kulit
semula berupa bercak atau papul bersisik yang berkembang menjadi satu reaksi
peradangan.7,8
Jamur golongan dermatofita ini dapat menimbulkan infeksi ringan sampai
berat tergantung dari respon imun penderita. Radang dermatofitosis mempunyai
korelasi dengan reaktivitas kulit tipe lambat (sistim imunitas seluler). Derajatnya
sesuai dengan sesnsitisasi oleh dermatofita dan sejalan dengan derajat
hipersensitivitas tipe lambat (HTL). HTL ini dimulai dengan penangkapan antigen
jamur oleh sel langerhans yang bekrja sebagai APC (Antigen Presenting Cell)
yang mampu melakukan fungsi fagosit, memproduksi IL-1, mengeekspresikan
antigen, reseptor Fe dan Reseptor C3. Sel langerhans berkumpul dalam kulit
membawa antigen ke dalam pembuluh getah bening kemudian menuju ke KGB
dan mempertemukannya dengan limfosit yang spesifik. Selain oleh sel
langerhans, peran serupa dilakukan pula oleh sel endotel pembuluh darah,
fibroblast dan keratinosit. Limfosit T yang telah aktif ini kemudian menginfilttrasi
tempat infeksi dan melepaskan limfokin. Limfokin inilah yang mengaktifkan
makrofag sehingga mampu membunuh jamur pathogen.8,9
Manifestasi klinis tinea kruris adalah rasa gatal pada daerah lipat paha,
genital, sekitar anus dan daerah perineum. Ruam kulit berbatas tegas, eritematosa
dan bersisik, semakin hebat jika banyak berkeringat.1,4
Manifestasi klinis tinea pedis adalah keluhan penderita biasa sangat
bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampai mengeluh sangat gatal dan nyeri
karena terjadinya infeksi sekunder dan peradangan. Sedangkan pada tinea
ungulum ini menyertai tinea pedis atau tinea manus, keluhan penderita biasanya
kuku menjadi rusak dan warnanya menjadi suram.5

14
Patogenesis Tinea

Pada pemeriksaan kulit lokalisasi meliputi region cruris dextra dan


sinistra. Region dorsum pedis dan regio Meluas kesmpai ke gluteus. Dapat pula
meluas ke suprapubis dan abdomen bagian bawah. Sedangkan untuk
efloresensinya terdiri atas macam-macam bentuk yang primer dan sekunder
(polimorfik) meliputi makula eritematosa numular, berbatas tegas dengan tepi
lebih aktif terdiri dari papula atau pustul. Bila kronik macula menjadi
hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya.1,2,4
Diagnosis banding dari anamnesis dan pemeriksaan dermatologi adalah
Dermatitis kontak alergi, kandidosis kuku dan psoriasis. Pada dermatitis kontak
alergi ditemukan adanya skuama, krusta, edema, kulit pecah-pecah, gatal dan

15
hiperpigmentasi, serta faktor penyebabnya pada daerah kaki yaitu deterjen dan
pembersih lantai, sedangkan pada kasus ini faktor penyebab seperti alergi deterjen
dan pembersih lantai tidak ada, sehingga diagnosis mengarah ke tinea pedis . Pada
kandidosis kuku ditemukan adanya lesi mulai dari proksimal ke distal dan
biasanya ada riwayat trauma,sedangkan pada kasus ini lesi dimulai dari distal
keproksima dan riway trauma tidak ada, sehingga diagnosis mengarah ke tinea
unguium. Sedangkan untuk psoriasis dapat disingkirkan karena pada psoriasis
skuama lebih tebal berlapis-lapis dan terdapat fenomena tetesan lilin sedangkan
pada pasien ini skuama yang ditemukan tidak berlapis sehingga diagnosis
mengarah ke tinea kruris dan korporis.1,4
Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran
klinis, dan pemeriksaan dermatologis. Dari anamnesis muncul bercak pada daerah
kedua kaki dan bokong, serta kuku yang rusak, yang terasa gatal. Dari
pemeriksaan dermatologis di dapatkan pada Regio cruris dekstra Plak
hiperpigmentasi multiple ukuran letikuler – nomular, sirkumskrip, penyebaran
diskret, Skuama Pitriasisformis diatas permukaan plak, Ekskoriasi multiple
ukuran milier penyebaran diskret. Regio dorsal pedis Kuku berwarna putih
kekuningan pada bagian distal menjalar kebagian proksimal, Plak hiperpigmentasi
konfluens ukuran plakat sirkumskrip, Skuama Pitriasisformis diatas permukaan
plak. Regio Pedis sinistra Plak Hiperpigmentasi plakat ukuran bentuk
teratur,sirkumskrip, Skuama Pitriasisformis sirkumkrip berwarna putih diatas
permukaan plak. Regio Cruris sinistra, Plak Hiperpigmentasi soliter ukuran
4x2cm, bentuk teratur, sirkumkrip, Skuama Pitriasisformis sirkumkrip berwarna
putih diatas permukaan plak, Ekskoriasi multiple ukuran miliar – lentikuler
sirkumskrip. pada kasus ini dilakukan pemeriksaan penunjang KOH 10% hasil
ditemukan hifa pada kerokan kulit kaki.
Pada anemesis pasien mengaku pasien menderita DM yang tidak
terkontrol sehingga terdapat hubungan antara kesembuhan karena pada pasein
DM merupakan penyakit metabolik yang mempengaruhi imunitas sehingga pada
pasein DM yang tidak terkontrol itu menyebabkan tinea berkembang.

16
Diabetes adalah suatu penyakit dimana tubuh tidak dapat menghasilkan
insulin (hormon pengatur gula darah) atau insulin yang dihasilkan tidak
mencukupi atau insulin tidak bekerja dengan baik. Oleh karena itu akan
menyebabkan gula darah meningkat. 10
Penderita diabetes mempunyai kerentanan terhadap infeksi baik bakteri,
jamur maupun virus. Infeksi jamur merupakan salah satu komplikasi diabetes
yang sering ditemukan. Kadar gula darah yang tinggi merupakan kondisi yang
menguntungkan bagi jamur untuk berkembang biak dan menimbulkan infeksi,
selain itu karena kerusakan pada pembuluh darah dan berkurangnya kemampuan
sel darah putih untuk menangani i nfeksi, menyebabkan infeksi sulit sembuh dan
bertambah parah. Oleh karena itu perlu dilakukan kontrol terhadap gula darah
bersamaan dengan pengobatan terhadap infeksi jamur.10
Pada pasien dengan Diabetes melitus itu terjadi peningkatan kadar gula di
kulit pada daerah intertriginosa dan interdigitalis hal tersebut mempermudah
timbulnya dermatitis, tinea dan lainnya.1

17
Pengobatan untuk tinea dapat secara sistemik dan topikal. Pengobatan
sistemik dapat diberikan Griseofulvin, Ketokonazole , namun pada pasein ini saya
memilih Griseofulvin karena Griseofulvin efektif terhadap berbagai jenis jamur
dermatofit seperti Trichopytan, Epidermophyton dan microsporum dan
Griseofulvin tidak hepatotoksik sedangkan ketokonazole itu menyebabkan
hepatotoksik. Obat ini dapat diberikan pada tinea kruris maupun korporis dan obat
ini juga bisa digunakan untuk tinea pedis dan unguium karena penyebab dari tinea
kruris adalah E.fluccosum dan dapat pula oleh T.Rubrum dan T.Mentagorophytes.
sehingga pemberian Griseofulvin diharapkan dapat memberikan hasil yang baik
pada kasus ini.4,11
Pengobatan dengan Griseofulvin 500-1000 mg per hari, diberikan 2x1
selama 4 minggu. Biasanya pemberian setelah 2 minggu pertama maka pada

18
pemeriksaan, jamur akan negative tapi sebaiknya diteruskan 2 minggu
selanjutnya. Griseofulvin bersifat fungistatik, untuk lama pengobatan tergantung
dari lokasi penyakit, penyebab penyakit dan imunitas pasien. Setelah sembuh
klinis pemberian obat ini dilanjutkan 2 minggu agar tidak residif, untuk
mempertinggi absorbsi dalam usus, sebaiknya obat dimakan bersama dengan
makanan yang banyak mengandung lemak. Metabolisme sebagian besar dihati,
kontraindikasi dari pemberian obat ini adalah penyakit hati berat dan kehamilan.
Cara pemberian griseofulvin yaitu per oral. Dengan sediaan terdiri dari 125
mg/tab, 250 mg/tab, dan 500 mg/tab. Obat peroral lain yang juga efektif untuk
dermatofitosis adalah ketokonazol yang bersifat fungistatik dosis 200 mg/hari
selama 2 minggu, itrakonazol 100 mg/hari selama 2 minggu dan terbinafin yang
bersifat fungisidal juga dapat diberikan sebagai pengganti griseofulvin, selama 2-3
minggu, dosis 62,5 mg-250 mg/hari.11,12
Untuk obat topikal disini dipilih salep whitfield yang terdiri dari asam
benzoate dan asam salisilat dengan perbandingan 2:1 (biasanya 6% dan 3%).
Asam benzoate memiliki efek fungistatik, sedangkan asam salisilat memiliki efek
keratolitik, dioleskan tipis pada lesi, selama 1-2 minggu.13
Prognosis kasus ini baik jika pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun dan
konsisten. Serta menghindari faktor presdiposisi selama masa pengobatan
berlangsung. Pengobatan harus diteruskan 2 minggu setelah 2 minggu awal gejala
klinis sudah menghilang.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda Adhi dkk.:Hamzah Mochtar dkk, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2009. hal. 95-99.
2. Budi MU. Mikosis dalam buku ajar ilmu penyakit kulit dan kelamin, Edisi
kelima. Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia>.2009. Hal
89-100
3. Agustine Rita. Perbandingan sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan
sedian langsung KOH 20% dengan sentrifugasi dan tanpa sentrifugasi
pada tinea kruris. Padang. 2012
4. Siregar R. S Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta:
EGC; 2004. hal. 13-15.
5. Harahap Marwali. Infeksi jamur kulit dalam buku ilmu penyakit kulit.
Edisi 1. Jakarta: Hipokrates; 2000. Hal. 78-80.
6. Agustine.R. Perbandingan sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan
sediaan langsung KOH 20% pada tinea cruris.Padang:FK Unand.2012
7. Moriarty.B, Hay R, Jones RM. Clinical Review : The diagnosis and
management of tinea. London : king’s College Hospital BMJ.2012
8. Wollf K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatrick Color Atlas and synopsis
of clinical dermatology. Fifth Edition. Philadelphia. McGraw-Hill
Companies:2007.chapter 23: Cutaneous Fungal Infection
9. Mulyaningsih.S. Tingkat kekambuhan tinea kruris dengan krim
ketokonazol 2% sesuai lesi klinis dibandingkan dengan sampai 3 cm
diluar batas lesi klinis.Semarang:Undip.2004
10. Olmen Lider. Manifestasi penyakit kulit pada pasien diabetes melitus:USU
Repository. 2011
11. Daili.S. Penyakit Kulit Yang Umum Di Indonesia.Jakarta.Medical
Multimedia Indonesia.2005
12. Lubis SD. Pengobatan Dermatomikosis.Medan: USU Repository.2008

20
13. Gunawan G, Sulistia. Farmakologi dan Terapi.Edisi Kelima. Jakarta : FK
UI. 2007

21

Anda mungkin juga menyukai