Anda di halaman 1dari 1

Saudara dalam Kemanusiaan

Saya senang mengulang-ulang kalimat dari Imam Ali bin Abi Thalib ini. Bukan apa-apa, ini semacam
modal peneguhan untuk merekatkan silaturahmi dalam keragaman asal-usul: “DIA YANG BUKAN
SAUDARAMU DALAM IMAN, ADALAH SAUDARA DALAM KEMANUSIAAN”.

Atau mungkin dalam istilah kawan-kawan dari kalangan Nahdliyin (NU) bisa disepadankan dengan
“ukhuwah insaniyah” (persaudaraan dalam konteks kemanusiaan), yang ditempatkan berdampingan
dengan “ukhuwah Islamiyah” dan “ukhuwah wathoniyah” (dalam konteks bernegara/kebangsaan).

Sikap welas asih itu tidak berbatas, tidak bersekat-sekat. Seperti juga dicontohkan langsung Sang Maha
Rahim. Dia selalu membagi cahaya matahari kepada siapa saja, kepada setiap makhluk di bumi. Bahkan,
kepada manusia yang sama sekali tidak percaya kepada-Nya!

Maka, suatu hari Imam Ali berjalan di salah satu gang di Kota Kufah, Irak. Ketika itu mata Imam Ali
tertuju pada seorang lelaki yang sedang mengemis. Dia sedih melihat kejadian itu, lalu berkata pada
orang-orang di tempat tersebut: “Apa yang tengah aku saksikan ini?”

Salah seorang warga berkata: “Ia seorang Kristen yang sudah tua hingga tidak mampu bekerja lagi. Ia
juga tidak memiliki harta untuk menjamin keluarganya. Maka dengan mengemis itu dia memenuhi
kebutuhan hidupnya”

Mendengar jawaban itu Imam Ali sedih dan berujar: “Ketika ia muda kalian pekerjakan dia, tapi setelah
tua kalian tinggalkan?” Kemudian Imam Ali mengambil sejumlah uang dari baitul mal muslimin untuk
mencukupi kehidupan lelaki tua tersebut. DIA YANG BUKAN SAUDARAMU DALAM IMAN, ADALAH
SAUDARA DALAM KEMANUSIAAN”.

Sekali lagi, welas asih itu tidak bersekat…..

Sumber: Kampoengsufi

Anda mungkin juga menyukai