Daftar Isi
Daftar Isi..................................................................................................................1
BAB 1 Pendahuluan.................................................................................................2
Latar Belakang.....................................................................................................2
Tujuan...................................................................................................................3
Prosedur Kerja......................................................................................................6
BAB 4 Kesimpulan................................................................................................12
Daftar Pustaka........................................................................................................13
BAB 1 Pendahuluan
Latar Belakang
Cabai (Capsium annum L) adalah salah satu komoditas rempah yang
banyak dibudidayakan di Indonesia. Cabai biasa digunakan untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga, industri pangan, dan juga industri farmasi. Cabai berasal
dari dataran Amerika Selatan dan Tengah yang kemudian menyebar ke seluruh
dunia, terutama Asia Selatan (Sanatombik 2008). Selain fungsi cabai sebagai
bahan rempah, cabai dapat digunakan sebagai bahan alami untuk obat-obatan
seperti obat luka, rematik, dan lain-lain.
Cabai memiliki kandungan zat-zat yang berguna seperti vitamin C,
saponin, dan flavonoid. Selain itu, cabai juga memiliki kandungan berupa
Kapsaisin yang merupakan sumber rasa pedasnya. Kapsaisin merupakan
kelompok senyawa amida dari vanililamin asam lemak rantai bercabang dengan
panjang rantai karbon 9 hingga 11. Senyawa ini merupakan kelompok senyawa
yang memberikan rasa pedas dari cabai.
Kelompok senyawa kapsinoid hanya dapat dijumpai pada tumbuhan
dengan marga Capsicum dari suku Solanaceae dengan kapsaisin dan
dihidrokapsaisin sebagai komponen utama dan homokapsaisin,
homodihidrokapsaisin dan nordihidrokapsaisin sebagai komponen langka.namun,
tidak semua kultivar Capsicum mengandung kapsaisinoid, sehingga terdapat buah
cabai tertentu yang tidak pedas (Sukrasno, 1997).
Kapsaisin merupakan senyawa nonpolar yang memiliki beberapa gugus polar
terhadap hidrogen yang berikatan dengan air. Hal tersebut yang menyebabkan
senyawa kapsaisin ini tidak dapat larut dalam air. Senyawa ini juga bersifat iritan
terhadap mamalia termasuk mamalia dan menimbulkan rasa terbakar serta panas
pada jaringan manapun yang tersentuh. Sifat kapsaisin ini berguna pada penelitian
farmakologi yang digunakan untuk menstimulasi saraf-saraf sensori dan sebagai
pengobatan eksperimental untuk nyeri kronik (Cairns, 2004).
Senyawa kapsaisin mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dalam bidang
farmasi, yaitu sebagai obat oles untuk membantu menghilangkan rasa nyeri akibat
penyakit saraf, nyeri pada otot persendian yang diakibatkan radang dan keseleo.
Senyawa ini juga banyak diujicobakan sebagai penghambat kanker leukimia (Ito,
2004), obat kanker prostat (Mori, 2006), dan obat diabetes (Razavi, 2006). Selain
itu, kandungan vitamin C yang cukup tinggi pada cabai juga dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan harian setiap orang.
Kandungan komponen kapsaisin yang terdapat pada cabai, dapat dianalisis
dengan mengunakan metoda KCKT untuk penentuan senyawa kapsaisin. Pada
sistem KCKT, data yang dihasilkan adalah waktu retensi dan luas area dari
komponen-komponen sampel (Perucka dan Oleszek, 2000). Analisa yang
dilakukan ini bersifat kuantitatif, yaitu dilakukan dengan cara membandingkan
luas puncak standar senyawa murni dengan sampel, sedangkan analisa kualitatif
pada KCKT dilakukan dengan cara mencari kesamaan komponen kapkaisin
sampel dengan standar (Saksit et al, 2012).
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah adalah untuk mengetahui cara kerja
analisis kadar kapsaisin dari ekstrak Bon Cabe dengan menggunakan KCKT.
BAB 2 Tinjauan Pustaka
Cabai (Capsium frutescens L.)
Cabai memiliki nama lain Capsicum fastigatum Blume dan
Capsicumminimum Roxb. Cabai memiliki nama yang berbeda di beberapa negara,
misalnya di Indonesia disebut dengan cabai, Filipina adalah silleng labuyo, dan
Thailand adalah phrikkhimu (ASEAN, 1993). Tanaman ini memiliki tinggi sekitar
50-150 cm dengan batang yang berbiku-biku dan tidak berbulu. Daun berbentuk
bundar telur sampai lonjong dengan ukuran panjang 1-12 cm. bunga yang keluar
di ketiak daun, berbentuk bintang yang memiliki warna berbeda-beda bergantung
jenisnya, selanjutnya dapat membentuk buah tegak yang biasa kita sebut sebagai
cabai. Buah cabai tersebut memiliki warna putih atau hijau saat muda dan ketika
telah masak, warna akan berubah bergantung kepada jenis atau varietas dari cabai
tersebut.
Kandungan kimia yang terdapat pada cabai adalah kapsaisinoid, yaitu
kapkaisin dan dihidrokapkaisin (Departeman Kesehatan Republik Indonesia,
1989; Kam dan Hayman, 2008). Kapsaisinoid merupakan alkaloid yang berperan
dalam memberikan rasa pedas dari buah cabai (Perucka dan Oleszek, 2000).
Warna merah yang terdapat pada cabai adalah pigmen karotenoid seperti
kapsantin, kapsorubin, zeaxantin, violaxantin, kriptoxantin, dan beta karoten
(Sampathu, Naidu, et al 2004). Selain itu, cabai juga mengandung minyak atsiri,
oleoresin, vitamin C, dan minyak lemak. Kandungan kimia lainnya yaitu
homokapsaisin, homodihidrokapsaisin, nonilvanililamida, dekoilvanililamida,
lutein, tiamin, asam tartrat, dan protein.
Kapsaisin merupakan alkaloid alami yang diekstraksi dari tanaman
keluarga cabai. Kapsaisin memiliki rumus kimia berupa trans-8-metil-N-vanilil-6-
noneamida. Senyawa golongan kapsaisin pada cabai juga, terdapat dalam bentuk
dihidrokapsaisin, homokapsaisin, homodihidrokapsaisin, dan nordihidrokapsaisin.
Senyawa-senyawa tersebut tergolong dalam kapsaisinoid.
Struktur kapsaisin dan dihidrokapsaisin
Konsentrasi kapsaisinoid dalam cabai bervariasi, antara 0,003% hingga
0,01%, dengan jenis kepedasan ringan sekitar 0,05% hingga 0,3%, dan tinggi
melebihi 0,3% dan mencapai 1%. Kandungan kapsaisin tertinggi ada pada bagian
perikarp buah dan plasenta, dan memiliki kadar mencapai 1,5% tergantung
kondisi lingkungan penanaman dan umur buah. Sementara, kandungan kapsaisin
pada bagian lain adalah 0,10% pada epikarpium, 0,79% pada jaringan sekat buah,
dan 0,07% pada bagian biji.
Kapkaisin termasuk kedalam jenis senyawa vanilloid karena memiliki
gugus vanilil, dengan struktur seperti vaniloid, yaitu memiliki sebuah inti benzen
dan rantai karbon panjang hidrofobik dengan gugus polar amida. Vanilil adalah
gugus yang berperan dalam aktivitas biologis kapsaisin sebagai analgesik.
Bahan
Bahan uji yang digunakan dalam proses identifikasi ini adalah bubuk cabai
“Bon Cabe Level 15” dengan No. Batch 8995899250143. Sedangkan bahan lain
yang digunakan adalah standar kapsaisin, metanol, kloroform, dan aquadest.
Alat
Prosedur Kerja
1. Pengenceran dan penentuan kurva baku standar kapsaisin
Sampel bubuk cabai “Bon Cabe Level 15” (No. Batch: 8995899250143 )
ditimbang sebanyak 1 gram menggunakan neraca digital. Selanjutnya sampel
dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi dan ditambahkan dengan kloroform
sebanyak 8 ml. Sampel disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan 3000 rpm
sehingga didapatkan supernatan dan endapan. Supernatan yang diperoleh dipipet
kemudian disaring menggunakan kertas saring agar terpisah dari endapan dan
dimasukkan ke dalam botol vial. Supernatan kemudian dikeringkan di dalam
ruang asam dengan menguapkan seluruh kloroform. Setelah didapatkan sampel
kering, ditambahkan 2 ml metanol dan disonikasi selama 5 menit untuk membantu
pelarutan.
3. Analisis sampel dengan instrumen KCKT