Anda di halaman 1dari 89

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

UNTUK MENINGKATKAN KETUNTASAN BELAJAR SISWA KELAS XI IPA-2


PADA POKOK BAHASAN TERMOKIMIA SMA NEGERI 1 TANJUNGTIRAM

Oleh :
SALMAN ALFARISY,S.Pd
NIP.19751118 200801 1 001

KABUPATEN BATU BARA


LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul: “PENERAPAN MODEL

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK MENINGKATKAN

KETUNTASAN BELAJAR SISWA KELAS XI IPA-2 PADA POKOK BAHASAN

TERMOKIMIA SMA NEGERI 1 TANJUNGTIRAM” ini telah disetujui oleh Kepala

SMA N 1 Tanjungtiram.

i
ABSTRAK

Salman. “ PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD


UNTUK MENINGKATKAN KETUNTASAN BELAJAR SISWA KELAS
XI IPA-2 PADA POKOK BAHASAN TERMOKIMIA SMA NEGERI 1
TANJUNGTIRAM.”

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan

model pembelajar kooperatif STAD efektif digunakan dalam meningkatkan

ketuntasan belajar kimia siswa pada pokok bahasan termokimia, dan bagaimana

penerapan model pembelajaran kooperatif STAD.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang mengambil setting di SMA NEGERI 1

TANJUNGTIRAM , pelaksanaannya mengikuti alur sebagai berikut :

1. Perencanaan, meliputi penetapan materi pembelajaran kimia dan penetapan

alokasi waktu pelaksanaannya

2. Tindakan, meliputi seluruh proses kegiatan belajar mengajar melalui model

pembelajaran kooperatif STAD

3. Observasi dan Evaluasi, dilaksanakan bersamaan dengan proses pembelajaran,

meliputi aktivitas siswa, pengembangan materi dan hasil belajar siswa.

4. Refleksi, meliputi kegiatan analisis hasil pembelajaran dan sekaligus menyusun

rencana perbaikan pada siklus berikutnya.

Pelaksanaan penelitian dilakukan secara kolaborasi dengan teman sejawat,

yang membantu dalam pelaksanaan observasi dan refleksi selama penelitian

berlangsung, sehingga secara tidak langsung kegiatan penelitian dapat dikontrol

sekaligus menjaga kevalidan hasil penelitian.

Model unjuk kerja yang dilakukan adalah model proses dalam bentuk siklus-

siklus setelah terlebih dahulu diperoleh permasalahan utama peningkatan

ii
pembelajaran kimia dan alternatif pemecahannya. Penelitian ini dilakukan sebanyak 2

siklus.

Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 72,00 %. Berdasarkan

tingkat penguasaan (TP) 20,00% siswa yang memiliki tingkat penguasaan yang

tergolong kurang; 52,50% yang tergolong cukup; 17,50% yang tergolong baik dan

10,00% siswa yang memiliki tingkat penguasaan sangat baik. Berdasarkan tingkat

ketuntasan belajar menunjukkan 20,00% siswa yang belum tuntas dan 80,00% yang

telah tuntas. Dengan demikian secara kelas dikatakan siswa belum mencapai

ketuntasan belajar. Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus II sebesar 81,38 % .

Berdasarkan tingkat penguasaan (TP) 20,00% siswa yang memiliki tingkat

penguasaan yang tergolong cukup; 65,00% yang tergolong baik dan 15,00% siswa

yang memiliki tingkat penguasaan sangat baik. Berdasarkan tingkat ketuntasan belajar

menunjukkan seluruh siswa (100%) yang telah tuntas dengan nilai ≥ 65%. Dengan

demikian secara kelas dikatakan siswa telah mencapai ketuntasan belajar.

iii
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

Rahmad, Hidayah dan Inayah-NYA kepada penulisan sehingga penulis dapat

menyelesaikan laporan penulisan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan judul “

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK

MENINGKATKAN KETUNTASAN BELAJAR SISWA KELAS XI IPA-2 PADA

POKOK BAHASAN TERMOKIMIA SMA NEGERI 1 TANJUNGTIRAM.”

Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapakan terima kasih kepada :

1. Kepala Sekolah SMA N 1 Tanjungtiram

2. Kepala Perpustakaan SMA N1 Tanjungtiram

3. Tata Usaha beserta Semua guru SMA N 1 Tanjungtiram

Semua pihak yang turut membantu terselesaikannya penulisan laporan penelitian

tindakan kelas (PTK), dan rekan-rekan seprofesi yang telah memberi kesempatan dan

masukan kepada penulis hingga penulis penulisan laporan PTK ini.

Penulis menyadari sepenuhmya bahwa penulisan laporan PTK ini masih jauh dari

kesempurnaan, hal ini dikarenakan oleh keterbasan kemampuan penulis. Untuk itu

kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi kesempurnaan PTK

ini.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga PTK ini dapat memenuhi dari salah satu

persyaratan yang telah ditentukan, dan bermanfaat bagi penulis khususnya dan

pembaca pada umumnya.

Penulis

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................( i)

ABSTRAKSI........................................................................................................(ii)

KATA PENGHANTAR.......................................................................................(iv)

DAFTAR ISI.........................................................................................................(v)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATARBELAKANGMASALAH..............................................(1)

1.2. IDENTIFIKASI MASALAH......................................................(4)

1.3. BATASAN MASALAH..............................................................(4)

1.4. RUMUSAN MASALAH............................................................(4)

1.5. TUJUAN PENELITIAN.............................................................(4)

1.6. HIPOTESIS TINDAKAN..........................................................(5)

1.7. MANFAAT PENELITIAN........................................................(5)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. PENGERTIAN BELAJAR.............................................................(6)

2.2.PENGERTIAN HASIL BELAJAR.................................................(7)

2.3.KETUNTASAN BELAJAR.............................................................(8)

2.4.PEMBELAJARAN KOOPERATIF.................................................(9)

2.5.STAD.................................................................................................(13)

2.6.TERMOKIMIA.................................................................................(15)

2.7.PTK....................................................................................................(25)

2.8.KERANGKA KONSEPTUAL........................................................(28)

v
BAB III METODE PENELITIAN

3.1. OBJEK TINDAKAN............................................................(30)

3.2. SUBJEK PENELITIAN.......................................................(30)

3.3. PROSEDUR PENELITIAN.................................................(30)

3.4. METODE PENGUMPULAN DATA...................................(33)

3.5. METODE ANALISIS DATA...............................................(33)

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 GAMBARAN SETTING PENELITIAN.......................................(35)

4.2.PENJELASAN PERSIKLUS.........................................................(35)

4.3.PROSES ANALISIS DATA..........................................................(38)

4.4. PEMBAHASAN............................................................................(44)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A .KESIMPULAN................................................................................(47)

B .SARAN............................................................................................(47)

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Kimia merupakan salah satu bidang studi yang dianggap kurang menarik dan
sulit dipahami siswa. Rusmansyah (2001) mengemukakan bahwa “ilmu kimia
merupakan salah satu mata pelajaran tersulit bagi kebanyakan siswa menengah dan
mahasiswa”. Kesulitan mempelajari kimia itu terkait dengan ciri-ciri ilmu kimia
seperti yang disebutkan oleh Kean dan Middle Camp (dalam Rusmansyah, 2001)
bahwa :
1. Sebagian besar ilmu kimia bersifat abstrak
2. Ilmu kimia merupakan penyederhanaan dari yang sebenarnya
3. Sifat ilmu kimia berurutan dan berkembang dengan cepat
4. Ilmu kimia tidak sekedar memecahkan soal-soal
5. Bahan atau materi yang dipelajari dalam kimia sangat banyak.
Banyaknya konsep kimia yang bersifat abstrak yang harus diserap siswa
dalam waktu relatif terbatas menjadikan ilmu kimia merupakan salah satu mata
pelajaran tersulit bagi siswa saat ini. Akibatnya, banyak siswa Sekolah Menengah
Umum (SMU) yang gagal dalam belajar kimia (Rusmansyah, 2001).
Beberapa hasil penelitian, diantaranya adalah Wiseman 1981; Nakhleh 1992;
Carter 1989; Kirkwood dan Symington 1996 (dalam Rusmansyah, 2001),
menunjukkan banyak siswa yang dapat dengan mudah mempelajari mata pelajaran
lain, tetapi mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip
kimia. Hal ini disebabkan karakteristik konsep ilmu kimia berbeda dengan konsep
ilmu lainnya, sehingga cara mempelajarinya juga tidak sama. Apalagi, secara formal
konsep ilmu kimia baru diperoleh ketika siswa masuk SMU, sehingga wajar bila
mereka mempelajari konsep ilmu kimia dengan cara belajar yang cenderung sama
dengan cara belajar untuk konsep ilmu lainnya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pendley, Bretz dan Novack 1994 (dalam
Rusmansyah, 2001) menunjukkan bahwa pada umumnya siswa cenderung belajar
dengan hafalan dari pada secara aktif mencari untuk membangun pemahaman mereka
sendiri terhadap konsep kimia. Menurut Nakhleh 1992 (dalam Rusmansyah, 2001),
hal tersebut menyebabkan sebagian besar konsep-konsep kimia masih merupakan

1
2

konsep yang abstrak bagi siswa, dan bahkan mereka tidak dapat mengenali konsep-
konsep kunci atau hubungan antar konsep yang diperlukan untuk memahami konsep
tersebut. Akibatnya, siswa tidak membangun pemahaman konsep-konsep kimia yang
fundamental pada awal mereka belajar kimia.
Termokimia adalah bagian dari ilmu kimia yang mempelajari secara khusus
tentang perubahan energi yang terlibat dalam reaksi kimia dan merupakan salah satu
konsep dari ilmu kimia yang cukup berat dan sulit dipahami siswa karena disamping
harus bisa memahami konsep perubahan energi, siswa juga harus dapat menghitung
harga-harga dari perubahan energi yang terjadi. Selain membutuhkan pemahaman
belajar, pada materi ini juga membutuhkan ketekunan dan ketelitian serta banyak
latihan.
Kenyataan di lapangan siswa kurang memahami Termokimia serta kurang
terlatih dalam menyelesaikan soal-soal perhitungannya. Hal ini dapat dilihat dari hasil
ulangan pada pokok bahasan ini dari 3 kelas hanya satu kelas yang mencapai
ketuntasan belajar secara klasikal yaitu kelas XI PMS-1 dengan ketuntasan 97%,
sedangkan tiga kelas yang lain belum menunjukkan hasil yang memuaskan apalagi
mencapai ketuntasan secara klasikal yaitu :
Kelas XI PMS-2 ketuntasan klasikal 48%
Kelas XI PMS-3 ketuntasan klasikal 86,97%

Hasil yang diperoleh dari tiga kelas sangat rendah di bawah 50% padahal satu kelas
dikatakan berhasil jika ketuntasannya 85%.
Ketidaktahuan kegunaan kimia dalam praktek sehari-hari juga menjadi
penyebab siswa cepat bosan dan tidak tertarik pada pelajaran kimia, disamping
pengajar yang monoton serta metode yang kurang bervariasi dan hanya berpegang
pada buku-buku paket saja.
Pradigma belajar bagi siswa menurut jiwa kurikulum 2013 adalah siswa aktif
mencari bukan lagi menerima. Berkaitan hal berikut, pembelajaran harus
dikembangkan berbasis kegiatan, bersifat interaktif, dan partisipasif yang memotivasi
siswa dalam mencapai kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD)
Banyak cara yang dapat digunakan untuk mempengaruhi proses belajar
menjadi dinamis dan efektif, diantaranya dengan menimbulkan motivasi dan
3

keterlibatan siswa secara langsung dalam belajar. Salah satu cara untuk dapat
menumbuhkan semangat dan keterlibatan siswa dalam belajar sebagai upaya
meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif. Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang
anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen ( Slavin dalam Isjoni 2010
: 15 ). Melalui pembelajaran kooperatif siswa didorong untuk bekerja sama secara
maksimal sesuai dengan keadaan kelompoknya.
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, namun
siswa juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut
keterampilan kooperatif. Ketrampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan
hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan
mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok. Sedangkan peranan tugas
dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan.
Terdapat beberapa variasi model yang diterapkan dalam pembelajaran
kooperatif, diantaranya adalah sebagai berikut: Student Teams Achievement Division
(STAD), Jigsaw, Investigasi Kelompok (Group Investigation), Number Heads
Together (NHT) dan Team Games Tournament (TGT). Pembelajaran STAD, mengacu
kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa
setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas
tertentu dipecah menjadi kelompok dengan anggota 4 - 5 orang, setiap kelompok
haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, tinggi, sedang, dan rendah.
Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain
untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama
lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, atau melakukan diskusi.
Diharapkan dengan pembelajaran STAD dapat meningkatkan motivasi, minat dan rasa
percaya siswa dalam belajar kimia, dan diharapkan dapat meningkatkan kekompakan
untuk menuntaskan materi pelajaran dengan kerjasama.
Berdasarkan uraian di atas, untuk menjawab permasalahan yang ada maka
masalah ini penting untuk diteliti melalui suatu penelitian tindakan kelas dengan judul
“ PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD UNTUK
MENINGKATKAN KETUNTASAN BELAJAR SISWA KELAS XI IPA-2 PADA
POKOK BAHASAN TERMOKIMIA SMA NEGERI 1 TANJUNGTIRAM ”.
4

1.2. Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat diidentifikasi masalah sebagai
berikut :
1. Mata pelajaran kimia masih dianggap sulit oleh sebagian siswa
2. Termokimia merupakan salah satu konsep dari ilmu kimia yang cukup berat dan
sulit dipahami siswa.
3. Kurangnya motivasi dan keterlibatan siswa secara langsung dalam belajar kimia di
kelas.
4. Metode mengajar guru kurang efektif dan kurang kreatif.

1.3. Batasan Masalah


Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada penerapan model
pembelajaran kooperatif STAD pada pokok bahasan Termokimia di kelas XI PMS- 2
SMA NEGERI 1 TANJUNGTIRAM.

1.4. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain :
1. Apakah penerapan model pembelajaran kooperatif STAD efektif digunakan untuk
meningkatkan ketuntasan belajar kimia siswa pada pokok bahasan termokimia.
2. Bagaimana ketuntasan belajar kimia siswa pada pokok bahasan termokimia
setelah penerapan model pembelajaran kooperatif STAD.

1.5. Tujuan Penelitian


Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui apakah penerapan model pembelajaran kooperatif STAD
efektif digunakan dalam meningkatkan ketuntasan belajar kimia siswa pada pokok
bahasan termokimia.
2. Untuk mengetahui bagaimana ketuntasan belajar kimia siswa pada pokok bahasan
termokimia setelah pener apan model pembelajaran kooperatif STAD.
5

1.6. Hipotesis Tindakan


Hipotesis tindakan adalah suatu perkiraan tentang tindakan yang diduga dapat
mengatasi permasalahan yang ada. Tindakan dilakukan dengan cara mengintervensi
kegiatan agar dapat memperbaiki proses pembelajaran. Dengan demikian untuk
menjawab permasalahan dari penelitian yang dilakukan dapat diajukan hipotesis
sebagai berikut : “Penerapan model pembelajaran kooperatif STAD dapat
meningkatkan ketuntasan belajar kimia siswa Kelas XI pada pokok bahasan
Termokimia di SMA NEGERI 1 TANJUNGTIRAM”.

1.7. Manfaat Penelitian


1. Bagi siswa :
a. Meningkatkan pemahaman siswa mengenai materi Termokimia.
b. Meningkatkan motivasi dan minat belajar siswa
c. Meningkatkan ketuntasan belajar siswa
2. Bagi guru :
a. Membuka wawasan berfikir guru dalam mengajar dan mengembangkan
metode mengajar
b. Membuka wawasan berfikir dalam mengenal model pembelajaran kooperatif
khususnya STAD.
c. Meningkatkan kemampuan mengajar guru.
3. Bagi sekolah :
a. Meningkatkan kwalitas dan mutu sekolah melalui peningkatan prestasi belajar
siswa dan kinerja guru.
b. Hasil penelitian sebagai umpan balik untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pembelajaran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Belajar


Belajar, perkembangan dan pendidikan merupakan gejala yang berkaitan
dengan pembelajaran. Belajar dilakukan oleh siswa secara individu, perkembangan
dialami dan dihayati oleh individu siswa, sedangkan pendidikan merupakan kegiatan
interaksi. Dalam kegiatan interaksi itu, pendidik atau guru bertindak mendidik siswa
sehingga tindakan mendidik tersebut tertuju pada perkembangan siswa manjadi
mandiri. Gagne (dalam Djamarah dan Zain, 2002) mengatakan bahwa : “Belajar
adalah suatu perubahan dalam disposisi (watak) atau kapasitas (kemampuan) manusia
yang berlangsung selama suatu jangka waktu dan tidak sekedarnya menganggap
proses pertumbuhannya”.
Selanjutnya Slameto (1995) menyatakan bahwa : “Belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan setiap individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu tersebut dalam interaksi dengan
lingkungannya”. Dalam interaksi belajar mengajar ditemukan bahwa proses belajar
yang dilakukan oleh siswa merupakan kunci keberhasilan belajar. Menurut Dimyati
dan Mudjiono (1999) bahwa : “Proses belajar merupakan aktivitas psikis berkenaan
dengan bahan belajar“. Oleh sebab itu, aktivitas mempelajari bahan belajar tersebut
memakan waktu. Lamanya waktu untuk mempelajari bahan tersebut juga tergantung
dari kemampuan siswa. Jika bahan belajarnya sukar, dan siswa kurang mampu, maka
dapat diduga bahwa proses belajar memakan waktu yang lama.
Guru adalah pendidik yang membelajarkan siswa. Dalam usaha
membelajarkan siswa, maka guru melakukan (a) pengorganisasian belajar, (b)
menyajikan bahan belajar dengan pendekatan pembelajaran tertentu, (c) serta
melakukan evaluasi hasil belajar. Proses belajar merupakan hal yang kompleks.
Siswalah yang menentukan terjadi atau tidak terjadi belajar. Untuk bertindak belajar
siswa menghadapi masalah-masalah secara intern dan ekstern. Pada umumnya
masalah belajar yang sifatnya ekstern berkaitan dengan sikap siswa terhadap belajar,
prasarana dan sarana pembelajaran, serta kurikulum di sekolah.

6
7

Dari uraian di atas, tergambar dengan jelas bahwa proses belajar yang
dilakukan oleh siswa merupakan aktivitas yang kompleks dan berkaitan dengan
masalah-masalah praktis yang bersumber dari dalam diri siswa dan diluar dirinya.
Demikian juga dalam proses belajar mengajar kimia, banyak faktor yang
mempengaruhi siswa maupun gurunya sendiri.

2.2. Pengertian Hasil Belajar


Hal pokok yang mendasari sukses pelaksanaan pendidikan adalah merubah
pandangan atau persepsi setiap individu yang terlibat langsung dalam pendidikan. Dari
berbagai defenisi belajar maka perubahan tingkah laku itu bisa saja dari tidak tahu
menjadi tahu, timbulnya pengertian baru, perubahan dalam sikap dan kebiasaan,
perubahan pandangan, kegemaran dan lain-lain. Kegiatan dan usaha untuk mencapai
tingkah laku merupakan proses belajar sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri
merupakan hasil belajar.
Hasil belajar terdiri dari dua kata yaitu : “hasil” dan “belajar”. Hasil
merupakan akibat dari yang ditimbulkan karena berlangsungnya suatu proses kegiatan.
Sedangkan belajar adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh perubahan tingkah
laku sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya.
Hamalik (1990) mengemukakan bahwa : “Hasil belajar adalah terjadinya perubahan
tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan
pengetahuan sikap dan keterampilan”. Perubahan tersebut diartikan terjadinya
peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya,
misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan.
Hal ini sesuai dengan Sudjana (1990) yang menegaskan bahwa : “Hasil
belajar adalah perubahan tingkah laku yang timbul misalnya dari tidak tahu menjadi
tahu, timbulnya pengertian baru, perubahan dalam sikap, kebiasaan, keterampilan
menghargai perkembangan sifat-sifat sosial, emosional dan pertumbuhan jasmani”.
Hasil pembelajaran secara umum dapat dikategorisasikan menjadi tiga
indikator, yaitu (1) efektivitas pembelajaran, yang biasanya diukur dari tingkat
keberhasilan (prestasi) siswa dari berbagai sudut; (2) efisiensi pembelajaran, yang
biasanya diukur dari waktu belajar dan atau biaya pembelajaran, (3) daya tarik
pembelajaran yang selalu diukur dari tendensi siswa ingin belajar secara terus-
8

menerus. Secara spesifik, hasil belajar adalah suatu kinerja (performance) yang
diindikasikan sebagai suatu kapabilitas (kemampuan) yang telah diperoleh.

2.3. Ketuntasan Belajar


Model belajar tuntas pada mulanya diperkenalkan oleh Bloom dan Carrol
(dalam Suryosubroto, 1997). Pokok pikiran yang membedakan strategi ini dari model
yang tergolong tradisional adalah model ini tidak menerima perbedaan prestasi belajar
di kalangan siswa sebagai konsekuensi adanya perbedaan bakat. Carrol menyatakan
bahwa sesungguhnya bakat merupakan ukuran waktu yang diperlukan untuk
mempelajari suatu tugas pada jenjang tertentu dalam kondisi pengajaran yang
diharapkan.
Secara sederhana konsep belajar tuntas mengajarkan bahwa bilamana siswa
diberi kesempatan mempergunakan waktu yang dibutuhkan untuk belajar dan ia
mempergunakannya sebaik-baiknya, maka ia akan mencapai tingkat hasil belajar
seperti yang diharapkan. Dengan kata lain bahwa setiap siswa yang mempunyai
kecakapan rata-rata (normal) jika diberi waktu yang cukup untuk belajar, mereka
dapat diharapkan untuk menyelesaikan tugas-tugas belajarnya secara tuntas, sepanjang
kondisi belajar yang tersedia cukup menguntungkan.
Siswa yang bakat dan kemampuannya baik membutuhkan waktu misalnya 60
menit, sedangkan untuk siswa yang bakat dan kemampuannya sedang barangkali
membutuhkan waktu yang lebih lama, misalnya 90 menit. Maksud utama konsep
belajar tuntas adalah usaha dikuasainya bahan oleh sekelompok siswa yang sedang
mempelajari bahan tertentu secara tuntas. Tingkat ketuntasan bermacam-macam dan
merupakan persyaratan (kriteria) minimum yang harus dikuasai siswa. Persyaratan
penguasaan bahan tersebut bergerak antara 75% sampai dengan 90%. Bila persen ini
belum tercapai siswa harus dibantu sehingga akhirnya mencapai penguasaan pada
taraf tersebut. Batas minimum penguasaan ini kadang-kadang dijadikan dasar
kelulusan bagi siswa yang menempuh (mempelajari) bahan tersebut. (Ahmadi, 1997).
Untuk setiap topik atau pokok bahasan, siswa harus mencapai taraf penguasaan
yang ditetapkan, yaitu minimal 75%. Untuk topik atau pokok bahasan dan kegiatan
kokurikuler dalam satu semester, harus diperoleh taraf penguasaan minimal 65%.
Besarnya taraf penguasaan tersebut, dapat diketahui dari penelitian formatif, sub
sumatif, sumatif dan kokurikuler. Apabila hasil penilaian formatif lebih besar atau
9

sama dengan 75% rata-rata hasil penilaian sub sumatif, sumatif dan kokurikuler lebih
besar atau sama dengan 69%, dikatakan siswa telah tuntas di dalam belajarnya
(Suryosubroto, 1997).

2.4. Pembelajaran Kooperatif


Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menekankan kepada
proses kerja sama dalam suatu kelompok yang bisa terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa
untuk mempelajari suatu materi pelajaran sampai tuntas. Melalui pembelajaran
kooperatif siswa didorong untuk bekerja sama secara maksimal sesuai dengan keadaan
kelompoknya. Kerja sama di sini dimaksudkan setiap anggota kelompok harus saling
bantu. Yang cepat harus membantu yang lemah, oleh karena penilaian akhir
ditentukan oleh keberhasilan kelompok. Kegagalan individu adalah kegagalan
kelompok. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab
penuh terhadap kelompoknya.
Lie (2002) mengatakan “ Kooperatif learning bukan sekedar kerja kelompok
melainkan pada penstrukturan atau sistem kerja/ belajar kelompok yang berstruktur”.
Model pembelajaran kooperatif adalah belajar yang sifatnya membelajarkan siswa
secara kelompok atau bersama. Johnson (1990) menyatakan bahwa “student meet in
heterogeneous group’s of five members and work in assigned, the members submir a
single sheet for the entire group.” Artinya: pembelajaran kooperatif dapat dibentuk
dari beberapa orang siswa yaitu empat atau lima orang siswa yang mempunyai
kemampuan yang berbeda dalam suatu kesatuan (kelompok) dan saling kerjasama
dalam memecahkan masalah untuk mencapai tujuan yang sama.
Robert L. Cilstrap dan William R. Martin (dalam Roestiyah, 1989)
memberikan pengertian kerja kelompok sebagai kegiatan sekelompok siswa biasa
berjumlah kecil yang diorganisir untuk kepentingan belajar. Keberhasilan kerja
kelompok ini menuntut kegiatan yang kooperatif dari beberapa individu. Adapun
tujuan dari kelompok ini adalah agar siswa mampu bekerja sama dengan teman yang
lainnya dalam mencapai tujuan bersama.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
kooperatif atau kerja kelompok adalah suatu pembelajaran yang mempelajarkan siswa
secara kooperatif atau bergotong- royong untuk mencapai tujuan belajar yang
10

semaksimal mungkin. Roestyah, (1989) menjelaskan bahwa pengelompokan itu


biasanya didasarkan pada :
a. Adanya alat pelajaran yang tidak mecukupi jumlahnya. Agar penggunaan alat
pengajaran dapat lebih efisien dan efektif, maka siswa perlu dijadikan kelompok-
kelompok kecil. Dengan pembagian kelompok mereka dapat memanfaatkan alat-
alat yang terbatas itu dengan sebaik mungkin, tanpa saling menunggu gilirannya.
b. Kemampuan belajar siswa. Di dalam kelas kemampuan belajar siswa tidak sama.
Dengan adanya perbedaan kemampuan belajar itu, maka perlu dibentuk kelompok
menurut kemampuan belajar masing-masing agar setiap siswa dapat belajar sesuai
dengan kemampuannya.
c. Minat khusus. Setiap individu memiliki minat khusus yang perlu dikembangkan,
sehingga memungkinkan dibentuknya kelompok. Agar mereka dapat dibina dan
mengembangkan bersama minat khusus tersebut.
d. Memperbesar partisipasi siswa. Mengikut sertakan setiap siswa untuk berperan
aktif akan lebih efektif jika dibentuk kerja kelompok, karena setiap siswa akan
ikut serta melaksanakan tugas dan memecahkan masalah yang diberikan itu.
e. Pembagian tugas pekerjaan. Di dalam kelas bila guru menghadapi suatu masalah
yang meliputi berbagai persoalan, maka perlu tugas membahas masing-masing
persoalan pada kelompok, sesuai dengan jumlah persoalan yang akan dibahas.
Dengan demikian masing-masing kelompok harus membahas tugas yang diberikan
itu.
f. Kerja sama yang efektif. Dalam kelompok siswa harus dapat bekerja sama, mampu
menyesuaikan diri, menyeimbangkan pikiran/pendapat, ide, gagasan untuk
kepentingan bersama, sehingga mencapai tujuan bersama.

Ditinjau dari segi teorinya kooperatif ini sangat membantu siswa dalam
mencapai tujuan belajar tetapi fakta di lapangan menunjukkan masih banyak
pengajar/guru di lapangan jarang sekali menggunakan model pembelajaran kooperatif
ini, hal ini tidak dapat dipungkiri dikarenakan anggapan bahwa menggunakan model
kooperatif dipandang lebih sukar dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
Guru banyak mencari cara yang dirasakannya lebih mudah dan lebih efisien untuk
dirinya tetapi bukan untuk siswanya.
11

Arend (dalam Syahputra, 1998) mengemukakan : “belajar kooperatif dapat


saling menguntungkan antara siswa yang berprestasi tinggi bekerja sama dalam tugas
akademik, siswa berkemampuan tinggi dapat menjadi tutor bagi siswa berkemampuan
rendah.” Hal ini berarti bahwa siswa berkemampuan lebih tinggi secara akademik
mendapat keuntungan karena memberi bantuan sebagai tutor pada topik tertentu yang
memerlukan pemikiran yang lebih mendalam. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa tujuan paling penting dari model pembelajaran kooperatif adalah
memberikan pengetahuan, pemahaman, konsep dan keterampilan yang diperlukan
siswa dan setiap siswa merasa senang menyumbangkan pengetahuannya kepada
teman-teman kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif yang diterima paling
banyak dikembangkan dengan pembentukan kelompok yang beraneka ragam melalui
berbagai cara, antara lain kelompok boleh terdiri dari pelajar yang mempunyai
kemampuan berlatar belakang yang berbeda dengan menentukan kelompok dengan
secara acak dengan ditempatkan seorang yang pintar dalam setiap kelompok.

Ada beberapa keuntungan model pembelajaran kooperatif antara lain :


a. Model pembelajaran ini melibatkan semua siswa secara langsung dalam proses
belajar.
b. Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dalam berkelompok.
c. Setiap siswa dapat kesempatan lebih terampil bertanya dan intensif mengadakan
penyelidikan masalah.
d. Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai individu
serta kebutuhannya belajar.
e. Para siswa lebih kreatif tergabung dalam pelajaran mereka dan lebih aktif
berpartisipasi dalam kelompok.
Di samping keunggulan dari model pembelajaran kooperatif sebagaimana
disebutkan di atas, model pembelajaran ini memiliki kelemahan antara lain :
1. Model pembelajaran kooperatif sering melibatkan hanya kepada siswa mampu dan
pandai.
2. Adanya perselisihan pendapat dan terjadi perpecahan dalam kelompok karena
kemampuan siswa memimpin kelompok atau kerja sendiri.
12

Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong-
royong harus diterapkan yaitu :
1. Saling ketergantungan positif
2. Tanggung jawab perseorangan.
3. Tatap muka
4. Komunikasi antara anggota
5. Evaluasi proses kelompok

Ada 6 langkah utama atau tahapan dalam pembelajaran kooperatif,


pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan
memotivasi siswa belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi, seringkali dengan
bahan bacaan dari pada secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam
tim-tim belajar, tahap ini diikuti bimbingan guru saat siswa bekerja bersama
menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi
persentasi hasil kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari
dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.
Tabel 2.1. Model Pembelajaran Kooperatif

FASE-FASE TINGKAH LAKU GURU


Fase 1 Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang
Menyampaikan tujuan dan ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
motivasi siswa memotivasi siswa belajar

Fase 2 Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan


Menyajikan informasi jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Fase 3 Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara


Mengorganisasikan siswa membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
ke dalam kelompok- kelompok agar melakukan transaksisi secara efisien
kelompok Belajar
FASE-FASE TINGKAH LAKU GURU
Fase 4 Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
Membimbing kelompok pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
bekerja dan belajar
Fase 5 Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
Evaluasi yang akan dipelajari masing-masing kelompok
mempersentasikan hasil kerjanya.
Fase 6 Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
Memberikan penghargaan upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
13

Ada empat pendekatan yang biasa digunakan oleh guru dalam pembelajaran
kooperatif yaitu :
1. Jigsaw
2. Investigasi Kelompok (IK)
3. Pendekatan Struktural
4. Student Teams Achievement Division (STAD)

2.5. Student Teams Achievement Division (STAD)


STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas
Jhon Hopkin. Guru yang menggunakan STAD, mengacu kepada belajar kelompok
siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu
menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah
menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen,
terdiri dari laki-laki dan perempuan, tinggi, sedang, dan rendah. Anggota tim
menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk
menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain
untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, atau melakukan diskusi.
Secara individual, setiap minggu atau setiap 2 minggu siswa diberi kuis. Kuis itu
diskor, dan tiap individu diberi skor perkembangan.
Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi
berdasarkan pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor yang lalu. Setiap
minggu pada suatu lembar penilaian singkat atau dengan cara lain, diumumkan tim-
tim dengan skor yang tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan yang
tertinggi, atau siswa yang mencapai skor yang sempurna pada kuis-kuis itu, kadang-
kadang seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu dicantumkan dalam lembar itu.
Ada enam tahap model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam proses
kegiatan pembelajaran, meliputi :
- Tahap Persiapan
Dalam tahap ini, guru mempersiapkan materi yang dirancang sedemikian rupa
untuk pembelajaran kelompok. Dalam pembentukan kelompok sesuai dengan
pembelajaran kooperatif, yakni tiap kelompok beranggotakan 4 - 5 orang, yang
14

terdiri siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Selain itu
dipertimbangkan kriteria heterogenitas lainnya, seperti jenis kelamin, dan ras.
- Tahap Penyajian Materi
Penyajian materi dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD pada awalnya di
perkenalkan melalui penyajian kelas. Penyajian materi dilakukan oleh guru
menggunakan media, umumnya melalui pengajaran secara langsung atau dengan
ceramah dan diskusi.
- Tahap Kegiatan Kelompok
Dalam kerja kelompok, guru membagikan lembar kegiatan siswa (LKS) kepada
setiap siswa sebagai bahan yang akan dikerjakan. Dalam kerja kelompok, setiap
siswa berbagi dalam mengerjakan tugas-tugas dan selanjutnya saling memberi
informasi hasil pekerjaannya.
- Tahap Tes Hasil Belajar
Ide dibalik skor perkembangan individu adalah memberikan kesempatan setiap
siswa untuk meraih prestasi bagi dirinya dan kelompoknya berdasarkan prestasi
sebelummya. Cara perhitungan skor perkembangan individu (sumbangan untuk
skor kelompok) disajikan pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Skor Perkembangan Individu

Nilai
No Nilai Hasil Belajar
Perkembangan
1 Lebih dari 10 poin dibawah skor dasar 5
2 10 poin hingga 1 poin dibawah skor dasar 10
3 Skor dasar sampai 10 poin diatasnya 20
4 Lebih 10 poin di atas skor dasar 30
5 Hasil /nilai sempurna (untuk tidak berdasar skor) 30

- Tahap Penghargaan Kelompok


Setelah melakukan tes hasil belajar dan melakukan perhitungan skor
perkembangan individu, maka dilakukan perhitungan skor kelompok dilakukan
dengan cara menjumlahkan masing-masing sumbangan skor individu anggota
dalam kelompok dan hasilnya dibagi sesuai dengan jumlah anggota, sehingga
dapat skor rata-rata.
15

Dalam pemberian penghargaan, ada tiga jenjang yaitu:


a. Kelompok dengan skor rata-rata 20, sebagai kelompok baik
b. Kelompok dengan skor rata-rata 25, sebagai kelompok hebat
c. Kelompok dengan skor rata-rata 30, sebagai kelompok super
Sebagai kelompok super dan hebat, dapat diberikan sertifikat penghargaan. Jika
kelompok tersebut termasuk kelompok baik guru cukup mengucapkan terimakasih.
- Mengembalikan tes hasil belajar/kuis
Saat guru mengembalikan tes belajar/kuis, guru perlu menjelaskan sistem poin
perkembangan, agar siswa paham dan mengerti dalam penilaian.

Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe STAD


1. Meningkatkan prestasi belajar khususnya pada bidang studi kimia.
2. Meningkatkan motivasi, minat mempelajari kimia
3. Meningkatkan rasa percaya diri bagi siswa yang berprestasi rendah.
4. Mengurangi sikap apatis (tidak perduli) dalam diri siswa terhadap kimia
5. Menerima keragaman dan menjalin hubungan sosial yang baik dalam
hubungannya dengan belajar.
6. Meningkatkan kerjasama, kekompakan untuk menuntaskan materi pelajaran.

Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe STAD :


1. Menimbulkan sikap bahwa LKS yang diberikan pada waktu pembelajaran hanya
sebatas diisi dan dikumpulkan tidak untuk dipelajari.
2. Adanya saling memindahkan tanggung jawab kepada salah satu anggota untuk
menuntaskan materi yang diberikan guru.

2.6. Termokimia
Termokimia adalah bagian dari ilmu kimia yang mempelajari secara khusus
tentang perubahan energi yang terlibat dalam reaksi kimia. Energi dapat didefinisikan
sebagai kemampuan untuk melakukan kerja atau menghasilkan kalor. Hukum
kekekalan energi menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat
dimusnahkan. Yang dapat berlangsung adalah perubahan dari bentuk energi yang satu
16

ke bentuk energi yang lain. Misalnya Energi listrik diubah menjadi energi kalor,
Energi kimia di ubah menjadi energi listrik, dan lain-lain.
Dalam reaksi-reaksi kimia, perubahan energi pada umumnya berlangsung
dalam bentuk perubahan kalor. Itulah sebabnya kita mengenal apa yang disebut reaksi
eksoterm yaitu reaksi yang melepaskan kalor, dan reaksi endoterm yaitu reaksi yang
menerima kalor.
Reaksi eksoterm adalah suatu reaksi yang berlangsung karena adanya energi
yang berpindah dari sistem ke lingkungan (dari dalam keluar) dan akibatnya energi
sistem akan berkurang. Dapat juga dikatakan reaksi eksoterm adalah reaksi yang
melepaskan, membebaskan, mengeluarkan, memberikan atau menghasilkan kalor.
Dengan harga ΔH = negatif (-). Reaksi endoterm adalah suatu reaksi yang berlangsung
karena adanya energi yang berpindah dari lingkungan ke sistem (dari luar kedalam)
dan akibatnya energi sistem bertambah.Dapat juga dikatakan reaksi endoterm adalah
reaksi yang menyerap, menerima, membutuhkan, memerlukan atau menarik kalor. ΔH
= positif (+)
Sedangkan sistem adalah zat atau proses yang sedang dipelajari atau diamati
perubahan energinya. Dan lingkungan adalah segala sesuatu diluar sistem dengan apa
sistem mengadakan pertukaran energi. Hal ini dapat dinyatakan dengan gambar
sebagai berikut :

Kalor Kalor Kalor Kalor

Lingkungan
Sistem Sistem
Kalor Kalor Kalor Kalor

EKSOTERM ENDOTERM
Gambar 2.1.
Suatu sistem memiliki energi tertentu. Energi yang tersimpan didalam suatu
sistem disebut energi dalam. Jika suatu sistem menerima energi, maka energi dalam
sistem itu akan bertambah, dan jika suatu sistem melepaskan energi maka energi
dalam sistem itu akan berkurang. Antara sistem dan lingkungan dapat terjadi
pertukaran kalor. Akan tetapi pada suatu sistem yang ter isolasi (tersekat) tidak dapat
terjadi pertukaran kalor.
17

1. Entalpi (H) dan Perubahan Entalpi (ΔH)


Entalpi (H) adalah jumlah energi dari semua bentuk energi yang dimiliki oleh
suatu zat yang terdiri atas energi dalam dan kerja. Entalpi dinyatakan dengan tanda (H)
Heart Content. Harga entalpi suatu zat tidak dapat ditentukan, yang dapat ditentukan
adalah perubahan entalpinya (ΔH). Perubahan entalpi adalah selisih entalpi akhir
(produk) dengan entalpi awal (pereaksi).
Untuk reaksi,
R P
HR = entalpi Pereaksi (R)
ΔH = HP - HR HP = entalpi Produk (P)

Apabila reaksi berlangsung pada tekanan tetap dan jenis kerja yang
menyertainya hanya kerja ekspansi, maka perubahan entalpi reaksi sama dengan
jumlah kalor yang diserap atau dibebaskan:
ΔH = qp ; dengan qp = kalor reaksi pada tekanan tetap
Oleh karena reaksi kimia pada umumnya berlangsung pada tekanan tetap,
maka kalor reaksi selalu dituliskan sebagai perubahan entalpi. Jadi, jika suatu system
membebaskan kalor sebesar q kj pada tekanan tetap, maka entalpi system berkurang
sebesar q kj. Sebaliknya, jika system menyerap kalor sebesar q kj pada tekanan tetap,
maka entalpi system bertambah sebesar q kj.

2. Persamaan Termokimia
Persamaan termokimia adalah persamaan reaksi yang mengikut sertakan
perubahan entalpinya. Oleh karena kalor reaksi sesuai dengan jumlah zat yang
bereaksi, maka penulisan kalor reaksi harus dikaitkan dengan koefisien reaksinya.
Kalor reaksi juga bergantung pada wujud zat-zat yang terlibat dalam reaksi.
Contoh :
1. Pada pembentukan 1 mol air dari gas hidrogen dengan gas oksigen dibebaskan 286
kj. Kata “dibebaskan” menyatakan bahwa reaksi tergolong eksoterm. Oleh karena
itu, ΔH = -286 kj untuk setiap mol air yang terbentuk. Persamaan termokimianya
adalah :
H2(g) + ½ O2(g) H2O(l) ΔH = -286 kj
atau
2H2(g) + O2(g) 2H2O(l) ΔH = -572 kj

2. Untuk menguraikan 1 mol amonia menjadi gas nitrogen dan gas hidrogen
diperlukan kalor 46 kj. Kata “diperlukan” menunjukkan bahwa reaksi tergolong
endoterm. Oleh karena itu, ΔH = +46 kj untuk setiap mol amonia yang diuraikan.
Persamaan termokimianya adalah :
NH3(g) ½N2(g) + 1½H2(g) ΔH = +46 kj
atau
2NH3(g) N2(g) + 3H2(g) ΔH = +92 kj

2.1. Perubahan Entalpi Standart


Perubahan entalpi yang menyertai suatu reaksi bergantung pada suhu dan
tekanan pengukurannya. Perubahan entalpi yang diukur pada 250C dan 1 atm, disebut
perubahan entalpi standart dan dinyatakan dengan lambang ΔH0. Kondisi dengan suhu
250C dan tekanan 1 atm selanjutnya disebut kondisi standart. Data termokimia pada
umumnya ditetapkan pada kondisi tersebut. Perubahan entalpi reaksi yang tidak
merujuk kondisi pengukurannya dinyatakan dengan lambang ΔH saja.
a. Entalpi Pembentukan Standart (ΔHf = Standart Entahlpy of Formation)
Perubahan entalpi pada pembentukan 1 mol suatu zat dari unsurnya dalam
bentuk standart yang diukur pada 298 K dan 1 atm disebut entalpi pembentukan
standart. Satuan untuk entalpi pembentukan dalam Sistem Internasional (SI) adalah
kilojoule per mol (kj mol-1).

Contohnya :
Reaksi pembentukan 1 mol air
H2(g) + ½O2(g) H2O(l) ΔH = -285,85 kj

b. Entalpi penguraian (ΔH d = Standart Enthalpy of Dissosiation)


18

Reaksi penguraian adalah kebalikan dari reaksi pembentukan. Oleh karena itu,
sesuai dengan azas kekekalan energi, nilai entalpi penguraian sama dengan entalpi
pembentukannya, tetapi tandanya berlawanan.
Contoh :
Diketahui ΔHf H2O(l) = -286 kj mol-1, maka entalpi penguraian H2O(l)
menjadi gas hidrogen dan gas oksigen adalah +286 kj mol-1
H2O(l) H2(g) + ½O2(g) ΔH = +286 kj

c. Entalpi Pembakaran Standart (ΔHc = Standart Enthalpy of Combustion)


Perubahan entalpi pembakaran standart (ΔHc) adalah kalor yang dilepaskan
jika 1 mol zat dibakar pada keadaan standart (298 K, 1 atm).
Reaksi suatu zat dengan oksigen disebut reaksi pembakaran. Zat yang mudah terbakar
adalah unsur karbon, hydrogen , belerang, dan berbagai senyawa dari unsur tersebut.
Pembakaran dikatakan sempurna jika ;
Karbon (C) terbakar menjadi CO2
Hydrogen (H) terbakar menjadi H2O
Belerang (S) terbakar menjadi SO2
Contoh :
C(s) + O2(g) CO2(g) ΔH = -263,5 kj mol-1
CO(g) + ½O2(g) CO2(g) ΔH = -283 kj mol-1
CH4(g) + 2O2(g) CO2(g) + 2H2O(l) ΔH = -74,85 kj mol-1

2.2. Penentuan ΔH Secara Kalorimetri


Suatu bentuk energi yang menyebabkan materi mempunyai suhu disebut kalor.
Kalor juga dapat menyebabkan perubahan wujud. Apabila suatu zat menyerap kalor,
maka suhu zat itu akan naik sampai tingkat tertentu hingga zat itu akan mencair (jika
zat padat) atau menguap (jika zat cair). Sebaliknya jika kalor dilepaskan dari suatu zat,
maka suhu zat itu akan turun sampai tingkat tertentu hingga zat itu akan mengembun
(jika zat gas) atau membeku (jika zat cair). Kita dapat menentukan perubahan jumlah
kalor dari suatu zat, dari perubahan suhu atau perubahan wujud yang dialaminya.
Besarnya entalpi yang dibebaskan atau diperlukan dari suatu reaksi dapat
ditentukan dengan cara :
19

1. Perhitungan besarnya energi


Jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 gram zat sebesar 10C atau 1
K disebut kalor jenis. Kalor jenis dinyatakan dalam joule per gram per derajat
celcius (J g-1 0C-1) atau joule per gram per kelvin (J g-1 K-1).
Contoh :
Kalor jenis air adalah 4,18 J g-1 K-1. Jadi, untuk menaikkan suhu 1 gram air
sebesar 100C diperlukan 4,18 j, untuk menaikkan suhu 5 gram air sebesar 20C
diperlukan 5 x 4,18 x 2 J. Secara umum, berlaku rumus :
q = m.c.Δt
dengan q = jumlah kalor (dalam joule)
m = massa zat (dalam gram)
Δt = perubahan suhu (t akhir – t awal)
C = kalor jenis
Contoh soal :
Berapa joule diperlukan untuk memanaskan 100gram air dari 250C menjadi 1000C
jika kalor jenis air = 4,18 J g-1 K-1
Jawab : q = m.c.Δt
= 100 g x 4,18 J g-1 K-1 x (100 – 25) K
= 31.350 J
= 31,35 kJ
Untuk memanaskan 200 gram air dari suhu 250C menjadi 750C, berapa kilojoule
energi yang diperlukan dan tentukan ΔH reaksi perubahannya.
Jawab : q = m.c.Δt
= 200 gr x 4,18 g J-1 K-1 x (75 – 25) K
= 41800 J
= 41,8 kJ
untuk ΔH reaksi perubahannya adalah merupakan kebalikannya yaitu -41,8 kj.
Apabila kapasitas kalor diketahui, maka rumusnya menjadi : q = C.Δt
Kapasitas kalor adalah jumlah kalor yng diperlukan oleh suatu zat atau sistem
untuk menaikkan suhu 10C atau 10K, dinyatakan dalam joule per derajat Celcius
(J0C-1) atau dalam Joule per Kelvin (J K-1).
Contoh soal :
20

Sepotong besi mempunyai kapasitas kalor 5,5 J K-1. Berapa joule diperlukan untuk
memanaskan besi itu dari 250C hingga 550C.
Jawab : q = C.Δt
= 5,5 J K-1 x 30 K
= 165 J

2. Perhitungan ΔH reaksi dengan kalorimetri


Pada umumnya pengukuran ΔH0 dilakukan dengan alat yang disebut kalorimeter.
Untuk mengukur kalor reaksi dalam kalorimeter, kalor yang dipertukarkan perlu
diperhitungkan lebih dahulu. Besarnya kalor yang dipertukarkan dengan
kalorimeter dapat dihitung dengan rumus :
q reaksi + q larutan = 0
atau
q reaksi = - q larutan

Jika kapasitas kalor dari kalorimeter diketahui, maka rumus yang dipakai :
q reaksi + q kalorimeter + q larutan = 0
atau
q reaksi = - (q kalorimeter + q larutan)
Contoh soal :
Sebanyak 7,5 gram kristal LiOH ditambahkan ke dalam kalorimeter yang berisi 120
gram air. Setelah kristal LiOH itu larut, ternyata suhu kalorimeter beserta isinya
naik dari 23,250C menjadi 34,90C. Jika diketahui Mr LiOH = 24, dan kalor jenis
larutan = 4,2 Jg-1 0C-1, kapasitas kalor kalorimeter = 11,7 J 0C-1
Tentukan entalpi pelarutan LiOH dalam air.
LiOH(s) Li+ (aq) + OH-(aq) ΔH = … .. ?

Jawab :
q reaksi = -(q larutan + q kalorimeter)
q larutan = m.c.Δt
= (120 + 7,5)gram x 4,2 Jg-10C-1 x (34,9 - 23,25)0C
= 6238,6 J
21

q kalorimeter = C.Δt
= 11,7 J0C-1 x (34,9 – 23,25)0C
= 136,3 J
maka :
q reaksi = - (6238,6 + 136,3) J
= - 6374,9 J
kalor tersebut dibebaskan pada pelarutan 7,5 gram LiOH. Pada pelarutan LiOH (24
g) akan dibebaskan kalor sebanyak;
24 gram
  6374 J = – 20269,7 J mol-1 = – 20,4 kJ mol-1
7,5 gram
jadi, ΔH pelarutan LiOH = -20,4 kJ mol-1

2.3. Penentuan ΔH Dengan Hukum Hess


Perhitungan perubahan entalpi reaksi tanpa melalui suatu percobaan dapat
dikerjakan dengan menggunakan Hukum Hess. Hess menyatakan bahwa perubahan
entalpi reaksi tidak bergantung pada lintasan (jalannya) reaksi tetapi hanya ditentukan
oleh keadaan awal dan keadaan akhir reaksi. Artinya, harga ΔH dari suatu reaksi yang
berlangsung satu tahap akan sama dengan harga ΔH jika reaksi itu berlangsung dalam
beberapa tahap.
Contoh :
N2(g) + 2O2(g) 2NO2(g) ΔH = 67 kJ

Reaksi ini dapat juga ditulis dalam dua tahap


N2(g) + O2(g) 2NO(g) ΔH = +180 kJ
2NO(g) + O2(g) 2NO2(g) ΔH = -113 kJ
N2(g) + 2O2(g) 2NO2(g) ΔH = +67 kJ
Jumlah kedua tahap reaksi merupakan keseluruhan reaksi yang menghasilkan
perubahan entalpi total reaksi.
22

Dan reaksi diatas dapat dituliskan dengan diagram tingkat energi sebagai
berikut :
N2(g) + 2O2(g)

ΔH2

ΔH1
2NO(g) + O2(g)

ΔH3
2NO2 (g)

Gambar 2.2. Diagram Penentuan ΔH


dengan Hukum Hes

2.4. Penentuan ΔH Menggunakan Data Perubahan Entalpi Pembentukan Standar


Perubahan entalpi suatu reaksi dapat dihitung dari selisih perubahan entalpi
hasil reaksi (keadaan akhir) dengan perubahan entalpi zat-zat pereaksi (keadaan awal),
dan dirumuskan sebagai berikut :
ΔH0reaksi = Σ ΔHf (produk) - Σ ΔHf (pereaksi)
Contoh :
Dengan menggunakan data perubahan entalpi pembentukan standar hitunglah
perubahan entalpi standar untuk reaksi pembakaran amoniak dalam oksigen berlebih.
Persamaan reaksinya :
4NH3(g) + 7O2(g) 4NO2(g) + 6H2O(g)
Jawab :
Langkah pertama adalah penentuan data perubahan entalpi standar masing-masing zat,
kemudian penyetaraan persamaan reaksi yang terjadi untuk menentukan koefisien
reaksi, yang menyatakan jumlah mol yang terlibat dalam reaksi. Selanjutnya koefisien
reaksi dikalikan dengan data ΔH0.
23

Dari tabel diperoleh data :


ΔH0 NH3 = -46.19 kj
ΔH0 O2 = 0 kj
ΔH0NO2 = 33,84 kj
ΔH0 H2O = -241,8 kj
Kemudian, harga-harga tersebut dimasukkan ke dalam rumus dan dikalikan
dengan jumlah mol yang terlibat dalam reaksi :
ΔH0reaksi = Σ ΔH0produk – Σ ΔH0pereaksi
= ( 4 x ΔH0NO2 + 6 ΔH0H2O) – ( 4 x ΔH0NH3 + 7 x ΔH0O2 )
= ( 135,36 kj – 1450,8 kj ) – ( -184,76 kj + 0 )
= ( -1315,44 kj ) – ( -184,76 kj )
= -1130,68 kj
Jadi, pembakaran empat mol amoniak melepaskan kalor sebanyak 1130,68 kj.

3. Penentuan ΔH dari Energi Ikatan


Energi ikatan adalah besarnya energi yang diperlukan untuk memutuskan 1
mol ikatan dari suatu molekul dalam wujud gas. Energi ikatan dinyatakan dalam
kj/mol dengan lambang D. Untuk memutuskan ikatan diperlukan energi. Sebaliknya,
untuk membentuk ikatan dilepaskan sejumlah energi. Selisih energi yang diperlukan
untuk memutuskan ikatan lama (pereaksi) dan energi yang dilepaskan pada
pembentukan ikatan yang baru (produk reaksi) merupakan perubahan entalpi reaksi.
Secara matematis, hal ini dirumuskan sebagai berikut :
ΔH = Σ D (ikatan putus) – Σ D (ikatan terbentuk)
Σ menyatakan jumlah ikatan yang terlibat, dan D menyatakan energi ikatan rata-rata
per mol ikatan.
Contoh :
Pembentukan molekul HF dari unsur-unsurnya menurut persamaan reaksi
berikut ini,
H2(g) + F2(g) 2HF(g)
Energi ikatan rata-rata yang terlibat adalah :
H-H = 432 kj/mol ; F-F = 154 kj/mol ; H-F = 565 kj/mol
Hitunglah perubahan entalpi energi ikatan rata-rata reaksi tersebut.
24

Jawab :
Perubahan entalpi energi ikata rata-rata reaksi tersebut dapat dihitung sebagai berikut:
ΔH = (D H-H + D F-F ) – (2D H-F)
= (1 mol x 432 kj/mol + 1 mol x 154 kj/mol) - (2 mol x 565 kj/mol)
= - 544 kj
Jadi, jika 1 mol H2(g) dan 1 mol F2(g) bereaksi membentuk 2 mol HF(g) dilepaskan
energi sebesar 544 kj.

4. Energi Bahan Bakar


Kayu, batu bara, minyak bumi dan gas alam merupakan sumber energi yang
biasa digunakan sebagai bahan bakar. Saat ini, minyak bumi masih digunakan sebagai
sumber energi utama untuk bahan bakar, baik di rumah tangga maupun industri,
misalnya kerosin (minyak tanah) dan LPG yang biasa digunakan untuk memasak.
Gasoline (terutama bensin) digunakan untuk bahan bakar kenderaan bermotor.
Beberapa industri menggunakan batu bara sebagai sebagai bahan bakarnya.
Selama ini, kita jarang atau bahkan belum pernah membandingkan efisiensi
dari setiap jenis bahan bakar yang biasa kita gunakan sehari-hari. Untuk itu sangat
disarankan agar kita dapat menggunakan bahan bakar secara efektif dan efisien dalam
kehidupan sehari-hari. Pemilihan bensin untuk kenderaan bermotor dan minyak tanah
untuk keperluan rumah tangga sudah cukup tepat. Namun demikian, beberapa tahun
terakhir ini terdapat beberapa masalah serius sehubungan dengan pemakaian bahan
bakar tersebut, yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
Pembakaran bensin untuk bahan bakar kenderaan dan minyak tanah untuk
keperluan rumah tangga yang tidak sempurna, berdampak pada dihasilkannya gas
karbon monoksida (CO) yang beracun pada ambang batas tertentu. Sebab, makin
tinggi berat molekul bahan bakar (rantai karbon makin panjang) kecenderungan
pembakaran tidak sempurna makin tinggi.
Makin sempurna suatu bahan bakar ketika dibakar, warna nyala api makin
biru. Nyala api merah apalagi disertai asap, menunjukkan pembakaran kurang
sempurna. Dengan demikian, ditinjau dari aspek lingkungan, pembakaran tidak
sempurna kurang baik karena tingkat polusinya tinggi. Penggunaan bahan bakar dari
minyak bumi cenderung kurang efektif, karena dapat meningkatkan pruduksi gas
25

karbon dioksida, CO2(g). gas ini bersama-sama dengan uap air yang berada diatmosfer
dapat menyebabkan efek rumah kaca.

5. Sumber Energi Baru sebagai suatu Alternatif


Dengan diketahuinya berbagai masalah lingkungan akibat hasil pembakaran
minyak bumi dan gas alam, maka para pakar di bidang sains berusaha mencari jalan
keluar untuk memperoleh sumber energi masa depan, dengan memperhatikan dan
menimbang aspek ekonomi, cuaca dan bahan dasarnya. Terdapat beberapa sumber
energi potensial, diantaranya sinar matahari, biomassa tanaman dan bahan bakar
sintetis. Pemamfaatan langsung sinar matahari sebagai sumber energi bagi rumah
tangga, industri dan transfortasi tampaknya menjadi pilihan utama untuk masa depan
sehingga sampai saat ini masih terus dikembangkan.

2.7. Penelitian Tindakan Kelas (PTK)


Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan salah satu dari penelitian yang
memiliki berbagai aturan dan langkah-langkah yang harus diikuti. PTK merupakan
terjemahan dari classroom action research, yaitu penelitian tindakan yang dilakukan
oleh guru di dalam kelas. PTK ini pada hakekatnya merupakan rangkaian “riset–
tindakan–riset–tindakan ” yang dilakukan oleh guru dalam rangka memecahkan
masalah sampai masalah itu dapat diselesaikan. Oleh karena itu mengadakan
penelitian untuk keperluan pembelajaran merupakan kebutuhan yang sangat
diperlukan oleh guru untuk meningkatkan profesionalisme mengajar di dalam kelas.
Stephen Kemmis dan D. Hopkins (dalam Tim Pelatihan Proyek PGSM, 1999)
mendefenisikan bahwa :
PTK adalah sebagai suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku
tindakan, yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan rasional dari
tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman
terhadap tindakan-tindakan yang dilakukannya itu, serta memperbaiki kondisi
dimana praktek-praktek pembelajaran itu dilakukan.

Selanjutnya Kemmis dan Mc. Taggart (dalam Kasbullah, 1998) menyatakan


bahwa :
Penelitian tindakan juga digambarkan sebagai suatu proses yang dinamis
dimana keempat aspek, yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi
harus dipahami bukan sebagai langkah-langkah yang statis terselesaikan
26

dengan sendirinya, tetapi lebih merupakan momen-momen dalam bentuk spiral


yang menyangkut perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilaksanakan demi perbaikan dan


peningkatan praktek pembelajaran secara berkesinambungan, yang pada dasarnya
melekat pada terlaksananya misi profesional pendidikan yang diemban guru. Oleh
karena itu PTK merupakan salah satu cara strategis dalam memperbaiki dan
meningkatkan layanan pendidikan yang harus diselenggarakan dalam konteks atau
dalam peningkatan kwalitas program sekolah secara keseluruhsan dalam masyarakat
yang cepat berubah.
Tujuan utama penelitian tindakan kelas demi perbaikan dan penigkatan
layanan profesional guru dalam menangani proses belajar mengajar dapat dicapai
dengan melakukan refleksi untuk mendiagnosis keadaan. Merefleksi adalah
melakukan analisis-sintesis-interprestasi-eksplanasi dan kesimpulan. Kemudian
mencoba alternatif tindakan dan dievaluasi efektivitasnya. Ini merupakan satu daur
tindakan.
Menurut Wardhani, (2007) karakteristik PTK adalah sebagai berikut :
1. An inquiry of practice from within (penelitian berawal dari kerisauan guru
akan kinerjanya).
2. Self-reflective inquiry (metode utama adalah refleksi diri, bersifat agak
longgar, tetapi tetap mengikuti kaidah-kaidah penelitian).
3. Fokus penelitian berupa kegiatan pembelajaran.
4. Tujuannya adalah memperbaiki pembelajaran.

Ciri khas PTK adalah adanya siklus-siklus yang merupakan suatu pemecahan
menuju praktek pembelajaran yang lebih baik. Menurut Wardhani (2007) langkah-
langkah dalam PTK merupakan suatu daur atau siklus yang terdiri dari :
1. Merencanakan perbaikan (Planning)
2. Melaksanakan tindakan (Acting))
3. Mengamati (Observasing)
4. Melakukan refleksi (Reflecting)

Untuk merencanakan perbaikan terlebih dahulu perlu dilakukan identifikasi


masalah serta analisis dan perumusan masalah. Identifikasi masalah dapat dilakukan
dengan mengajukan pertanyaan pada diri sendiri tentang pembelajaran yang dikelola.
Setelah masalah teridentifikasi, masalah perlu dianalisis dengan cara melakukan
27

refleksi dan menelaah berbagai dokumen yang terkait, dari hasil analisis dipilih dan
dirumuskan masalah yang paling mendesak dan mungkin dipecahkan oleh guru.
Masalah kemudian dijabarkan secara operasional agar dapat memandu usaha
perbaikan.
Setelah masalah dijabarkan, langkah berikutnya adalah mencari/
mengembangkan cara perbaikan, yang dilakukan dengan mengkaji teori dan hasil
penelitian relevan, berdiskusi dengan teman sejawat dan pakar, serta menggali
pengalaman sendiri. Berdasarkan hasil yang dicapai dalam langkah ini, dikembangkan
cara perbaikan atau tindakan yang sesuai dengan kemampuan dan komitmen guru,
kemampuan siswa, sarana dan fasilitas yang tersedia, serta iklim belajar dan iklim
kerja di sekolah.
Pelaksanaan tindakan dimulai dengan mempersiapkan rencana pembelajaran
dan skenario tindakan termasuk bahan pelajaran dan tugas-tugas, menyiapkan alat
pendukung/sarana lain yang diperlukan, mempersiapkan cara merekam dan
menganalisis data, serta melakukan simulasi pelaksanaan jika diperlukan. Dalam
pelaksanaan tindakan atau perbaikan, observasi dan interpretasi dil secara simultan.
Aktor utama adalah guru, namun guru dapat dibantu oleh alat perekam data atau
teman sejawat sebagai pengamat.
Langkah–langkah penelitian tindakan kelas secara umum diperlihatkan pada
gambar 2.1 berikut.
28

Identifikasi
Masalah

Perencanaan

Refleksi Aksi

Observasi

Perencanaan Ulang
Refleksi

Observasi

Aksi

Gambar 2.1. Spiral Tindakan Kelas (Aqib, 2006)

2.8. Kerangka Konseptual


Keberhasilan siswa dalam menguasai suatu pokok bahasan tergantung dari
bagaimana mereka dapat mempelajari pokok bahasan dengan baik, di samping
kemampuan guru dalam menyampaikan pokok bahasan tersebut. Kegiatan siswa
secara aktif dalam proses belajar dapat menimbulkan pengalaman yang berarti dan
bermanfaat bagi dirinya. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang
memungkinkan siswa untuk bekerja sama secara maksimal sesuai dengan keadaan
kelompoknya dan memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas dan
menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik siswa dalam berbagai macam
tatanan kehidupan baik di sekolah maupun di luar sekolah.
29

Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja


dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Di dalam
pembelajaran kooperatif STAD, guru bertugas membantu siswa untuk mencapai
tujuannya. Guru mengelola kelas sebagai sesuatu yang bekerja sama untuk
menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa).
Model pembelajaran kooperatif STAD mengacu kepada belajar kelompok
siswa, guru menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu
menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah
menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen,
terdiri dari laki-laki dan perempuan, tinggi, sedang, dan rendah. Pada model ini
anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain
untuk menuntaskan materi pelajarannya dan saling membantu satu sama lain untuk
memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, atau melakukan diskusi.
Jika model pembelajaran ini diterapkan dengan benar maka dapat memberikan
peluang bagi siswa untuk berpartisipasi aktif dan memungkinkan siswa dapat berfikir
ke tingkat lebih tinggi sehingga pengetahuannya terus berkembang serta mampu
menghadapi dan memecahkan masalah-masalah yang ada.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Objek Tindakan


Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Adapun jenis tindakan
yang diteliti adalah sebagai berikut :
1. Motivasi siswa untuk belajar dan berkerjasama dalam kelompok
2. Kerjasama dalam mengkomunikasikan hasil belajarnya, dan
3. Keaktifan dan sikap kooperatif siswa selama mengikuti pembelajaran

3.2. Subjek Penelitian


Lokasi Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini adalah SMA NEGERI 1
TANJUNGTIRAM, kelas XI PMS - 2 dengan jumlah siswa 40 orang. Mata pelajaran
Kimia, pada pokok bahasan Termokimia semester 1 Tahun Pelajaran 2016/2017

3.3. Prosedur Penelitian


Penelitian ini langsung dilakukan di dalam kelas meliputi kegiatan pelaksanaan
PTK berupa refleksi awal dan observasi untuk mengidentifikasi permasalahan yang
terjadi di kelas. Pelaksanaan PTK dilakukan selama 2 siklus.
Siklus I
1. Perencanaan
Pada tahap perencanaan, peneliti mengadakan beberapa kali pertemuan dengan
mitra kolaborasi untuk membahas teknis pelaksanaan penelitian tindakan kelas.
Dalam pertemuan tersebut dikaji kurikulum sebagai acuan untuk materi pelajaran
antara lain :
- Membuat rencana pembelajaran (RPP) dengan model pembelajaran kooperatif
STAD,
- Membuat soal-soal tugas (LKS, kuis) yang akan diberikan pada masing-
masing siswa berdasarkan kompetensi dasar yang dipelajari
- Membuat lembar observasi tentang keaktifan belajar siswa
- Menyusun tes untuk mengukur hasil belajar siswa selama tindakan penelitian
diterapkan.
2. Pelaksanaan Tindakan

30
31

Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah melaksanakan pembelajaran


sesuai dengan skenario tindakan yang telah disusun dengan memperlihatkan
tindakan yang ingin diterapkan yaitu pembelajaran kooperatif STAD.
3. Observasi dan Evaluasi
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah :
- Melaksanakan observasi terhadap pelaksanaan tindakan secara khusus dan
proses pembelajaran secara umum dengan menggunakan lembar observasi
yang telah disiapkan dan dibantu dengan mitra kolaborasi.
- Peneliti dibantu mitra kolaborasi memberikan tes hasil belajar kimia pada
pokok bahasan termokimia kepada masing-masing siswa untuk mengetahui
sejauh mana pemahaman siswa setelah diberikan tindakan.
4. Refleksi
Refleksi dilakukan berdasarkan hasil analisis data observasi di dalam kelas tentang
aktivitas siswa dan tes hasil belajar siswa. Refleksi ini dilakukan oleh peneliti
dibantu mitra kolaborasi untuk mencari perbaikan-perbaikan tindakan selanjutnya.
Refleksi ini dilakukan untuk menganalisa dan memberikan makna terhadap data
yang diperoleh, memperjelas data yang diperoleh dan mengambil kesimpulan dari
tindakan yang telah dilakukan. Hasil refleksi ini kemudian digunakan sebagai
dasar untuk perencanaan pada siklus berikutnya.

Siklus II
1. Perencanaan
Prosedurnya sama seperti siklus I. Rencana tindakan pada siklus II disusun
berdasarkan hasil refleksi dan analisis data pada siklus I.
2. Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap ini kegiatan yang dilaksanakan adalah melaksanakan skenario kegiatan
yang telah direncanakan.
3. Observasi dan Evaluasi
Kegiatan observasi dan evaluasi yang dilaksanakan sama dengan siklus I dan
pelaksanaan observasi juga tetap dibantu oleh mitra kolaborasi. Hasil observasi
dan evaluasi ditindak lanjuti dengan analisis untuk bahan refleksi.

4. Refleksi
32

Kegiatan refleksi ini dilaksanakan pada setiap akhir pertemuan selama siklus II
dengan mengamati secara rinci segala sesuatu yang terjadi di kelas pada pertemuan
siklus II.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat urutan pelaksanaan pembelajaran dalam


siklus kecil penelitian tindakan kelas (PTK) seperti gambar berikut ini.

Refleksi dan analisis hasil evaluasi Identifikasi konsep-konsep siswa yang


dan dapat juga digunakan jurnal salah dengan cara : referensi kesalahan
dan merencanakan apa yang akan konsep, pengalaman sebelumnya, tes
dilakukan dalam tahap II diagnotik dan tanya jawab dengan siswa
berdasarkan hasil tahap I pada awal pembelajaran

Evaluasi hasil pembelajaran I,


melalui : pengamatan, perilaku/ Penyusunan skenario pembelajaran
respon siswa, tes dan observasi
guru mengajar SIKLUS I

Pelaksanaan skenario pembelajaran kooperatif


STAD, untuk meminimalkan kesalahan konsep
tentang termokimia, menerapkan rumus dan soal

Identifikasi masalah baru yang


Refleksi dan analisis hasil evaluasi muncul dari refleksi dan analisis
tahap II
SIKLUS II
Evaluasi hasil belajar II, dengan cara :
pengamatan, perilaku/respon siswa, Perencanaan penyusunan skenario
PR, postes II, dan lembaran observasi pembelajaran berdasarkan identifikasi II

Pelaksanaan skenario kooperatif STAD yang


direvisi berdasarkan data yang diperoleh dalam
implementasi, tindakan

Gambar 3.1. Siklus Kecil Penelitian Tindakan Kelas


33

3.4. Metode Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan melalui catatan obervasi dan hasil evaluasi yang
dilakukan sejak awal penelitian sampai dengan siklus II bersama mitra kolaborasi.
Catatan observasi dipergunakan untuk mengetahui peningkatan aktivitas siswa dan
pemunculan keterampilan kooperatif siswa, sedangkan evaluasi dilakukan untuk
mengukur peningkatan ketuntasan belajar siswa.
Pada bagian refleksi dilakukan analisis data mengenai proses, masalah dan
hambatan yang dijumpai, kemudian dilanjutkan dengan refleksi dampak pelaksanaan
tindakan yang dilaksanakan. Salah satu aspek penting dari kegiatan refleksi adalah
evaluasi terhadap keberhasilan dan pencapaian tujuan.

3.5. Metode Analisis Data


Data hasil observasi pembelajaran dianalisis bersama-sama dengan mitra
kolaborasi, kemudian ditafsirkan berdasarkan kajian pustaka dan pengalaman guru.
Sedangkan hasil belajar siswa (evaluasi) dianalisis berdasarkan ketuntasan belajar
siswa, sebagai berikut :
1. Tingkat Penguasaan
Jumlah Jawaban yang Benar
Tingkat penguasaan =  100%
Jumlah Soal
Arti Tingkat Penguasaan :
90% – 100% baik sekali
80% – 89% baik
65% – 79% cukup
< 65% kurang

2. Ketuntasan Belajar Siswa


User (2000) mengemukakan bahwa seorang siswa dikatakan telah tuntas belajar
jika siswa telah mencapai skor 65% atau nilai 65. Ketuntasan tersebut dihitung
dengan menggunakan rumus :
Skor yang diperoleh siswa
DS   100 %
Skor maksimal
Kriteria :
DS < 65 % Siswa belum tuntas dalam belajar
DS ≥ 65 % Siswa telah tuntas dalam belajar
34

Secara individu siswa dikatakan telah tuntas belajar apabila DS ≥ 65%


Suatu kelas dikatakan tuntas belajar jika kelas tersebut terdapat 85% yang telah
tuntas belajar. Ketuntasan dihitung dengan menggunakan rumus :
Jumlah siswa yang telah mecapai ketuntasan belajar
D =
Jumlah seluruh siswa
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Setting Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang mengambil setting di SMA NEGERI 1

TANJUNGTIRAM , pelaksanaannya mengikuti alur sebagai berikut :

5. Perencanaan, meliputi penetapan materi pembelajaran kimia dan penetapan

alokasi waktu pelaksanaannya (10 Oktober – 3 November 2016)

6. Tindakan, meliputi seluruh proses kegiatan belajar mengajar melalui model

pembelajaran kooperatif STAD

7. Observasi dan Evaluasi, dilaksanakan bersamaan dengan proses pembelajaran,

meliputi aktivitas siswa, pengembangan materi dan hasil belajar siswa.

8. Refleksi, meliputi kegiatan analisis hasil pembelajaran dan sekaligus menyusun

rencana perbaikan pada siklus berikutnya.

Pelaksanaan penelitian dilakukan secara kolaborasi dengan teman sejawat,

yang membantu dalam pelaksanaan observasi dan refleksi selama penelitian

berlangsung, sehingga secara tidak langsung kegiatan penelitian dapat dikontrol

sekaligus menjaga kevalidan hasil penelitian.

4.2. Penjelasan Per Siklus

Model unjuk kerja yang dilakukan adalah model proses dalam bentuk siklus-

siklus setelah terlebih dahulu diperoleh permasalahan utama peningkatan

pembelajaran kimia dan alternatif pemecahannya. Penelitian ini dilakukan sebanyak 2

siklus dan langkah-langkahnya dijelaskan sebagai berikut :

35
36

Tabel 4.1

Siklus I (Pertama)

No Perencanaan Tindakan Observasi Refleksi


1 - Menyusun rencana - Menjelaskan kegiatan belajar mengajar secara - Mengamati perilaku - Mencatat hasil
pembelajaran umum siswa terhadap observasi
- Menyiapkan - Membentuk kelompok sebanyak 8 kelompok penggunaan model - Mengevaluasi hasil
soal/masalah dengan masing-masing anggota sebanyak 5 pembelajaran observasi
- Menyiapkan blangko orang (terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, - Memantau - Menganalisis hasil
observasi sedang dan rendah) diskusi/kerjasama pembelajaran
- Menyiapkan blangko - Memberikan beberapa masalah dengan antar siswa dalam - Memperbaiki untuk
evaluasi menggunakan LKS kelompok siklus berikutnya
- Diskusi kelompok membahas masalah yang - Mengamati catatan
diberikan dan pemahaman
- Memotivasi siswa selama diskusi masing-masing siswa
- Diskusi kelas berdasarkan hasil
- Menarik kesimpulan/membuat rangkuman diskusi
37

Tabel 4.2

Siklus II (Kedua)

No Perencanaan Tindakan Observasi Refleksi


2 - Menyusun rencana - Menjelaskan pemantapan materi dan informasi - Mengamati perilaku - Mencatat hasil
perbaikan hasil pada siklus I siswa terhadap observasi
- Memadukan hasil - Membentuk kelompok sebanyak 8 kelompok penggunaan model - Mengevaluasi hasil
refleksi siklus I agar dengan masing-masing anggota sebanyak 5 pembelajaran observasi
siklus II lebih efektif orang (terdiri dari siswa berkemampuan tinggi, - Memantau - Menganalisis hasil
- Menyiapkan blangko sedang dan rendah) diskusi/kerjasama pembelajaran
observasi - Memberikan beberapa soal / masalah dengan antar siswa dalam - Memperbaiki untuk
- Menyiapkan blangko menggunakan LKS kelompok siklus berikutnya
evaluasi - Diskusi kelompok membahas masalah yang - Mengamati proses
diberikan transfer informasi
- Memotivasi dan membimbing siswa selama - Mengamati catatan
diskusi dan pemahaman
- Melaksanakan diskusi kelas masing-masing siswa
- Menarik kesimpulan/membuat rangkuman berdasarkan hasil
diskusi
38

4.3. Proses Analisis Data

4.3.1. Siklus I

Dalam proses pembelajaran siklus pertama pengenalan materi dilakukan

dengan diskusi kelas, kemudian dilanjutkan dengan diskusi kelompok yang

materinya dikembangkan dari LKS. Hasil penelitian diperoleh :

Tabel 4.3
Tingkat Penguasaan Siswa Pada Siklus I
Nilai TP F % Keterangan
60 60% 8 20,00% Kurang
65 65% 5 12,50% Cukup
70 70% 14 35,00% Cukup
75 75% 2 5,00% Cukup
80 80% 4 10,00% Baik
85 85% 3 7,50% Baik
90 90% 2 5,00% Baik Sekali
95 95% 2 5,00% Baik Sekali
Jumlah 40 100%
Mean 72,00
Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar siswa pada

siklus I sebesar 72,00. Berdasarkan tingkat penguasaan (TP) 20,00% siswa yang

memiliki tingkat penguasaan yang tergolong kurang; 52,50% yang tergolong

cukup; 17,50% yang tergolong baik dan 10,00% siswa yang memiliki tingkat

penguasaan baik sekali. Berdasarkan tingkat ketuntasan belajar menunjukkan

20,00% siswa yang belum tuntas dan 80,00% yang telah tuntas. Dengan demikian

secara kelas dikatakan siswa belum mencapai ketuntasan belajar.

Selanjutnya aktivitas belajar siswa berdasarkan hasil pengamatan yang

dilakukan dua orang teman sejawat, diperoleh hasil (lampiran )sebagai berikut :
39

Tabel 4.4
Aktivitas Belajar Siswa Pada Siklus I

Siswa yang Aktif


No Kategori Aspek yang Diamati
Pengamat I Pengamat II
f % f %
Mendengarkan/memperhatikan
1 35 87,50% 36 90,00%
penjelasan guru
2 Membaca materi pelajaran 33 82,50% 36 90,00%
Bekerjasama dengan teman
3 30 75,00% 32 80,00%
kelompok
4 Aktif menjawab pertanyaan guru 28 70,00% 30 75,00%
Interaksi siswa dalam
5 30 75,00% 31 77,50%
diskusi/bertanya
Antusias memecahkan masalah
6 14 35,00% 18 45,00%
pada LKS
7 Memberikan ide/tanggapan 16 40,00% 16 40,00%
Menyelesaikan tugas
8 15 37,50% 17 42,50%
mandiri/kuis
Rata-rata 25 62,81% 27 67,50%
40

Tabel 4.5
Aktivitas Guru Selama Pembelajaran Pada Siklus I
No Kategori Aspek yang Diamati Pengamat I Pengamat II
1 Penampilan mengajar Baik Baik
2 Penyajian materi dari segi :
- Inisiasi Baik Sangat Baik
- Pengembangan Konsep Baik Baik
- Memandu Kegiatan Aplikasi Konsep Baik Baik
- Pemantapan Konsep Baik Baik
- Cara Penilaian/Penghargaan Cukup Cukup
3 Bagaimana guru berinteraksi dengan siswa Baik Baik
4 Memotivasi siswa dalam diskusi kelompok Baik Baik
41

Tabel 4.6
Penghargaan Kelompok Pada Siklus I
Kelompok Rata-rata Penghargaan/Kategori
A 26,0 Hebat
B 18,0 Baik
C 22,0 Baik
D 22,0 Baik
E 20,0 Baik
F 16,0 Baik
G 18,0 Baik
H 18,0 Baik

Interpretasi

Pengenalan materi perlu diperjelas dalam kelompok dan sebaiknya

disampaikan oleh anggota kelompok. Karena materi awal belum begitu dikuasai,

akibatnya proses pembelajaran belum maksimal dan peran siswa dalam

pembelajaran masih kurang nampak.

4.3.2. Siklus II

Pengenalan materi dilakukan guru melalui diskusi kelas yang selanjutnya

dilakukan pada kelompok oleh anggota kelompok yang menguasai materi,

kemudian dikembangkan dengan pembahasan hasil lain dalam kelompok melalui

tugas-tugas (LKS) yang diberikan. Hasil penelitian diperoleh :


42

Tabel 4.7
Tingkat Penguasaan Siswa Pada Siklus II
Nilai TP F % Keterangan
65 65% 0 0,00% Cukup
70 70% 1 2,50% Cukup
75 75% 7 17,50% Cukup
80 80% 18 45,00% Baik
85 85% 8 20,00% Baik
90 90% 6 15,00% Baik Sekali
Jumlah 40 100%
Mean 81,38

Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar siswa pada

siklus II sebesar 81,38. Berdasarkan tingkat penguasaan (TP) 20,00% siswa yang

memiliki tingkat penguasaan yang tergolong cukup; 65,00% yang tergolong baik

dan 15,00% siswa yang memiliki tingkat penguasaan baik sekali. Berdasarkan

tingkat ketuntasan belajar menunjukkan seluruh siswa (100%) yang telah tuntas

dengan nilai ≥ 65%. Dengan demikian secara kelas dikatakan siswa telah

mencapai ketuntasan belajar.

Selanjutnya aktivitas belajar siswa pada siklus II berdasarkan hasil

pengamatan yang dilakukan dua orang teman sejawat, diperoleh hasil (lampiran )

sebagai berikut :
43

Tabel 4.8
Aktivitas Belajar Siswa Pada Siklus II

Siswa yang Aktif


Kategori Aspek yang Diamati
Pengamat I Pengamat II
f % f %
Mendengarkan/memperhatikan
40 100,00% 40 100,00%
penjelasan guru
Membaca materi pelajaran 39 97,50% 38 95,00%
Bekerjasama dengan teman
40 100,00% 40 100,00%
kelompok
Aktif menjawab pertanyaan guru 38 95,00% 39 97,50%
Interaksi siswa dalam
38 95,00% 37 92,50%
diskusi/bertanya
Antusias memecahkan masalah
39 97,50% 40 100,00%
pada LKS
Memberikan ide/tanggapan 38 95,00% 37 92,50%
Menyelesaikan tugas
39 97,50% 38 95,00%
mandiri/kuis
Rata-rata 39 97,19% 39 96,56%

Tabel 4.9
Aktivitas Guru Selama Pembelajaran Pada Siklus II

No Kategori Aspek yang Diamati Pengamat I Pengamat II


1 Penampilan mengajar Baik Sangat Baik
2 Penyajian materi dari segi :
- Inisiasi Baik Sangat Baik
- Pengembangan Konsep Baik Baik
- Memandu Kegiatan Aplikasi Konsep Sangat Baik Sangat Baik
- Pemantapan Konsep Sangat Baik Sangat Baik
- Cara Penilaian/Penghargaan Cukup Baik
3 Bagaimana guru berinteraksi dengan siswa Baik Baik
4 Memotivasi siswa dalam diskusi kelompok Baik Baik
44

Tabel 4.10
Penghargaan Kelompok Pada Siklus II

Kelompok Rata-rata Penghargaan/Kategori


A 30,0 Super
B 26,0 Hebat
C 28,0 Hebat
D 28,0 Hebat
E 28,0 Hebat
F 28,0 Hebat
G 26,00 Hebat
H 28,00 Hebat

Interpretasi

Pada akhir siklus kedua hasil pembelajaran sudah memenuhi harapan,

yakni peningkatan aktivitas dan ketuntasan belajar siswa secara individu maupun

kelompok serta peningkatan keterampilan kooperatif/kerjasama dengan adanya

kelompok super.

4.4. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran

kooperatif STAD efektif digunakan untuk meningkatkan ketuntasan belajar kimia

siswa pada pokok bahasan termokimia. Secara keseluruhan penelitian

menunjukkan adanya peningkatan baik dari aktivitas, keterampilan

kooperatif/kerjasama, maupun hasil belajar siswa.

Pada siklus I, rata-rata hasil belajar siswa sebesar 72,00 dengan nilai

tertinggi 95 dan nilai terendah 60. Berdasarkan tingkat penguasaan dan daya serap

siswa terhadap materi pelajaran menunjukkan 20,00% siswa yang belum tuntas

dan 80,00% yang telah tuntas, sehingga disimpulkan pada siklus I secara kelas
45

siswa belum mencapai ketuntasan belajar. Setelah dilakukan pembelajaran siklus

II, hasil belajar siswa meningkat dengan rata-rata sebesar 81,38 dengan nilai

tertinggi 90 dan nilai terendah 65 serta ketuntasan siswa baik secara individu

maupun klasikal sudah mencapai ketuntasan sebesar 100%. Secara ringkas

disajikan pada tabel 4.11 berikut.

Tabel 4.11
Ringkasan Ketuntasan dan Hasil Belajar Siswa

Rata-rata Hasil Persentase


Siklus Keterangan
Belajar Siswa Ketuntasan Belajar
I 72,00 80,00 % Belum tuntas secara kelas
II 81,38 100 % Telah tuntas secara kelas

Berikut grafik peningkatan hasil belajar dan ketuntasan belajar siswa dari

tiap siklus. Gambar 4.1

Grafik Peningkatan Ketuntasan dan Hasil Belajar Siswa

100

90

80

70

60
Rata-rata Hasil Belajar
Ketuntasan
50
Siklus I Siklus II
46

Aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran diamati oleh dua orang

pengamat (teman sejawat), menunjukkan adanya peningkatan aktivitas siswa.

Hasil pengamatan oleh pengamat I di pada siklus I terlihat rata-rata 25 orang

(62,81%) aktif, dan oleh pengamat II rata-rata 27 orang (67,50%) yang aktif dari

masing-masing kategori aspek yang diamati. Selanjutnya setelah dilakukan siklus

II menunjukkan adanya peningkatan aktivitas siswa yaitu menurut pengamat I

rata-rata 39 orang (97,19%) yang aktif, sementara menurut pengamat II rata-rata

39 orang (96,56%) yang aktif dari masing-masing kategori aspek yang diamati.

Berikut grafik hasil penelitian tentang aktivitas siswa.

Gambar 4.2
Grafik Peningkatan Aktivitas Belajar Siswa

100

90

80

70

60
Hasil Pengamat I
Hasil Pengamat II
50
Siklus I Siklus II
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari PTK ini adalah sebagai berikut :

1. Penerapan model pembelajaran kooperatif STAD efektif digunakan dalam

meningkatkan ketuntasan belajar kimia siswa pada pokok bahasan

termokimia.

2. Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 72,00 dan meningkat dengan

rata-rata sebesar 81,38 pada siklus II.

3. Ketuntasan hasil belajar siswa pada siklus I sebesar 80,00% (belum tuntas

secara klasikal) dan pada siklus II ketuntasan hasil belajar siswa sebesar 100%

(telah tuntas secara klasikal)

4. Aktivitas belajar siswa selama pembelajaran dari siklus I hingga siklus II

dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif STAD mengalami

peningkatan. Pada siklus I 62,81% (pengamat I) dan 67,50% (pengamat II)

yang aktif. Sedangkan pada siklus II 97,19% (pengamat I) dan 96,56%

(pengamat I) yang aktif dari masing-masing kategori aspek yang diamati.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan di atas, dapat disarankan hal-hal

sebagai berikut :

1. Pembelajaran kimia yang selama ini hanya menggunakan cara-cara

konvensional sudah waktunya untuk menggunakan pembelajaran yang

inovatif, seperti model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

47
48

2. Diharapkan para guru khususnya guru kimia, untuk menerapkan pembelajaran

koopetatif termasuk tipe STAD untuk mengembangkan kemampuan

kooperatif (kerjasama) siswa dalam belajar.

3. Diharapkan para guru khususnya guru kimia melakukan kerja kolaboratif

dalam PTK sebagai wahana pengembangan profesionalisme guru dalam

pembelajaran.

4. Dengan melihat hasil pembelajaran model koopetatif tipe STAD ini, tentunya

bisa dikembangkan dengan pendekatan model atau variasi (inovasi)

pembelajaran lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Aqib, Z., (2006), Peneltian Tindakan Kelas Untuk Guru, CV. Yrama Widya,
Bandung.

Dimyati dan Mudjiono, (1999), Belajar dan Pembelajaran, Rineka Cipta, Jakarta.

Djamarah, S.B., dan Zain, A., (2002), Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta,
Jakarta.

Hamalik, O., (1990), Metode Belajar dan Kesulitan Belajar. Alumni, Bandung.

Ibrahim, H.M., Rachmadiarti, F., dan Ismono, (2000), Pembelajaran Kooperatif,


UNESA - Universitas Press, Surabaya.

Jhonson, (1990), Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan, Usaha Nasional,


Surabaya

Muslich, M., (2007), KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual,


Bumi Aksara, Jakarta.

Roestiyah, (1989), Strategi Belajar Mengajar , PT. Raja Grafindo Persada,


Jakarta

Rusmansyah dan Irhasyuarna, Y., (2001), Penerapan Model Latihan Berstruktur


Dalam Meningkatkan Pemahaman Siswa Terhadap Konsep Persamaan
Reaksi, http://www.pdk.go.id/Jurnal/35/editorial.htm.

Slameto, (1995), Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Rineka


Cipta, Jakarta.

Sudjana, N., (1990), Model-Model Mengajar CBSA, Sinar Baru, Bandung.

Sukmadinata, S, (2004), Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Remaja


Rosdakarya, Bandung.

Suryosubroto, B., (1997), Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Rineka Cipta,


Jakarta.

Suyanto, (2002), Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki


Millenium Ketiga, Adicita Karya Nusa, Yogyakarta.

User, U., (2000), Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Wardhani, IGAK., dkk, (2007), Materi Pokok Penelitian Tindakan Kelas,


Universitas Terbuka, Jakarta.

Winkel, W.S., (2004), Psikologi Pengajaran, Media Abadi, Yogyakarta.


Lampiran. 1

RENCANA PELAJARAN I
( SIKLUS I )
Mata Pelajaran : KIMIA
Materi Pokok : Termokimia
Satuan Pendidikan : SMA
Kelas : XI PMS
Waktu : 8 Jam Pelajaran

Standar Kompetensi
Memahami perubahan energi dalam kimia, cara pengukuran dan sifat ketidak
teraturan dalam alam semesta.

Kompetensi Dasar
1. Menjelaskan pengertian entalpi suatu zat dan perubahannya
2. Menentukan H reaksi berdasarkan eksperimen
Pertemuan ke-1
1.1. Melalui diskusi tentang bentuk energi yang dimiliki oleh zat, dapat
diberikan contoh peristiwa perubahan energi dan pengertian entalpi.
1.2. Melalui tanya jawab siswa dapat menjelaskan pengertian perubahan
entalpi (H).
1.3.Melalui diskusi, siswa dapat menyebutkan tanda H pada reaksi eksoterm
dan reaksi endoterm.
Pertemuan ke-2
2.1. Melalui tugas siswa dapat menjelaskan kondisi standar untuk berbagai
H reaksi dan menyebutkan satuan H reaksi molar .
2.2. Melalui diskusi, siswa dapat menjelaskan hubungan H dengan koefisien
reaksi.
Pertemuan ke-3
3.1. Melalui diskusi, siswa dapat menjelaskan pengertian entalpi
pembentukan suatu senyawa, entalpi pembakaran, dan entalpi
penguraian.
3.2. Siswa dapat menuliskan persamaan termokimia macam-macam reaksi
melalui kegiatan latihan.
Pertemuan ke-4
4.1. Melalui diskusi tentang eksperimen penentuan H dengan kalorimeter
siswa dapat menjelaskan perhitungan kalorimetri.
4.2. Siswa dapat menentukan H reaksi berdasarkan rumus Q = m.c. t.

Materi Pelajaran.
Pertemuan ke-1
1.1. Pengertian entalpi zat.
1.2. Pengertian H.
1.3. Reaksi eksoterm dan endoterm.
1.4. Tanda H.
Pertemuan ke-2
2.1.Kondisi standar dan satuan H reaksi.
2.2.Hubungan koefisien dengan harga H rekasi.
Pertemuan ke-3
3.1 Entalpi reaksi pembentukan, penguraian, dan pembakaran.
3.2.Menuliskan persamaan termokimia macam-macam reaksi
Pertemuan ke-4
a. Harga H melalui eksperimen.
b. Menghitung H berdasarkan rumus Q = m.c.Δt
Kegiatan Belajar Mengajar.
Pendekatan yang digunakan : - Konsep.
- Keterampilan proses
- Lingkungan
Metode yang digunakan : Ceramah, diskusi, tanya jawab, demonstrasi dll.
A. Langkah-langkah

Pertemuan
No Materi Kegiatan Tugas
ke
1 1 1.1 Diskusi tentang macam-macam energi K
sampai pengertian entalpi dan perubahan
entalpi.
1.2 Percobaan perubahan entalpi pada reaksi dan K
membahas reaksi eksoterm dan endoterm
berdasarkan data percobaan.

2 2 2.1 Diskusi tentang standar dan satuan H reaksi K


2.2 Melalui diskusi dan pengamatan terhadap K/P
beberapa persamaan reaksi dan H
reaksinya, siswa mencari hubungan H
dengan koefisien reaksi.
3 3 3.1 Diskusi tentang macam-macam perubahan K
entalpi
3.2 Persamaan reaksi termokimia. K/P

4 4 4.1 Praktikum penentuan H dengan kalorimeter K

B. Alat/Sarana dan Sumber Pembelajaran


A. Alat/Sarana
- LKS
B. Sumber
- Buku paket kimia
- GBPP
- Buku penunjang
- Perangkat PKG
Lampiran 2
TEST SIKLUS I

1.Tuliskan persamaan termokimia untuk:


a. pembentukan C2H2(g), diketahui Hf C2H2 (g) = +226,7 kj/mol
b.penguraian CH3COOH (l), diketahui Hd CH3COOH (l) = -478,0 kj/mol
c. pembakaran CH3OH (l), diketahui Hc CH3OH (l) = -638,0 kj/mol
2. Sebanyak 100 mL larutan NaOH 1M dan 100 mL larutan HCl 1M diukur
temperaturnya sebesar 270C direaksikan dalam kalorimeter dan temperature
campuran menjadi 320C. Jika kalor jenis air = 4,18 J/gram K, berapakah H
reaksi tersebut ?
3. Kalsium karbida bereaksi dengan air membentuk gas asitilen, menurut
persamaan reaksi: CaC2(g) + 2H2O (l) Ca(OH)2 (aq) + C2H2(l)
H = -411kj. Berapakah H untuk reaksi:
Ca(OH)2 (aq) + C2H2(l) CaC2(g) + 2H2O (l)
Lampiran. 3

RENCANA PELAJARAN II
( SIKLUS 2)
Mata Pelajaran : KIMIA
Konsep : Termokimia
Satuan Pendidikan : SMA
Kelas : XI PMS
Waktu : 8 Jam Pelajaran

Standar Kompetensi
Memahami perubahan energi dalam kimia, cara pengukuran dan sifat ketidak
teraturan dalam alam semesta.
Kompetensi Dasar
Menggunakan Hukum Hess, data perubahan entalp standar, dan data energi ikatan
Pertemuan ke-1
1.1.Melalui percobaan tentang hukum Hess dapat menyimpulkan berlakunya
hukum Hess
1.2. Melalui diskusi, siswa dapat menjelaskan hukum Hess dengan
menggunakan diagram tingkat energi.
Pertemuan ke-2
2.1. Siswa dapat menghitung H reaksi berdasarkan hukum Hess.
2.2.Siswa dapat menghitung H suatu senyawa dalam reaksi jika Hf
senyawa lainnya diketahui.
Pertemuan ke-3
3.1.Melalui diskusi tentang pembentukan dan pemutusan ikatan siswa dapat
menjelaskan pengertian energi ikatan.
3.2.Siswa dapat menghitung Hf, melalui data energi ikatan rata-rata
beberapa senyawa.
Pertemuan ke-4
4.1.Melalui diskusi H pembakaran beberapa bahan bakar.
4.2.Siswa dapat menentukan bahan bakar yang efisien dalam penggunaannya.
Materi Pelajaran.
Pertemuan ke-1
1.1. Hukum Hess.
1.2. Diagram tingkat energi.
Pertemuan ke-2
2.1. Penentuan H reaksi berdasarkan Hukum Hess.
2.2.Menghitung Hf senyawa lainnya diketahui.
Pertemuan ke-3
3.1.Energi ikatan.
3.2.Hf ikatan rata-rata.
Pertemuan ke-4
a. H pembakaran beberapa bahan bakar.
b. Bahan bakar yang efisien dalam penggunaannya.

Kegiatan Belajar Mengajar.


Pendekatan yang digunakan : - Konsep.
- Keterampilan proses
- Lingkungan
Metode yang digunakan : Ceramah, diskusi, tanya jawab, demonstrasi dll.
A.Langkah-langkah
Pertemuan
No Materi Kegiatan Tugas
ke
1 1 1.1 Hukum Hess K/P
1.2 Mengolah data yang ada/tersedia.

2 2 2.1 Latihan soal H. K/P


2.2 Menentukan Hf menggunakan harga Hf.

3 3 3.1 Diskusi tentang energi ikatan.


3.2 Menghitung Hf menggunakan data energi K/P
ikatan.

4 4 4.1 Diskusi tentang energi bahan bakar. K


4.2 Bahan bakar yang efisien dalam
penggunaannya.
B. Alat/Sarana dan Sumber Pembelajaran
a. Alat/Sarana
- LKS

b. Sumber
- Buku paket kimia
- GBPP
- Buku penunjang yang relevan
Lampiran 4
TEST SIKLUS II

1. Diketahui data-data sebagai berikut:


Ca(s) + ½ O2 (g) CaO(s) H = -635,5 kj
C (s) + O2 (g) CO2(g) H = -263,5 kj
Ca(s) + C(s) + 1½ O2(g) CaCO3(s) H = -1.207,1 kj
Hitunglah H reaksi : CaO (s) + CO2 (g) CaCO3 (s)

2.
MgO

ΔH2 = -8,84 kkal

Mg (OH)2
ΔH1 = …… kkal

ΔH3 = -26,06 kkal

MgCl2

Kurva diatas adalah reaksi dari:


MgO (s) + HCl (aq) Mg Cl2 (aq) + H2O (l)

ΔH2 adalah reaksi MgO dengan H2O sedangkan ΔH3 adalah reaksi Mg (OH)2
dengan HCl maka ΔH1 adalah ………
3. Dengan menggunakan tabel energi ikatan rata-rata, hitunglah H reaksi dari
CH4 (g) + Cl2 (g) CH3Cl (g) + HCl (g)
4. Jika energi ikatan rata-rata dari:
C ══ C = 146 kkal/mol C ── Cl = 79 kkal/mol
C ── C = 83 kkal/mol H ── Cl = 103 kkal/mol
C ── H = 99 kkal/mol
Maka perubahan entalpi pada adisi etena dengan asam klorida menurut
persamaan H2 C ══ CH2 + HCl CH3 – CH2 – Cl adalah sebesar ….
5. Tuliskan persamaan reaksi pada pembakaran tidak sempurna
Lampiran. 5

SKENARIO PELAKSANAAN PEMBELAJARAN STAD


(Siklus I)

Pokok Bahasan : Termokimia


Waktu : 360 menit (8 Jam Pelajaran x 45 menit)

Metode : Eksperimen, Diskusi dan Tanya Jawab


Masalah yang di perkirakan muncul :

- Bagaimana menuliskan persamaan reaksi termokimia


dengan benar

- Bagaimana menentukan ΔH berdasarkan rumus

Q = m.c. Δt

a. Persiapan Peneliti
Sebelum kegiatan berlangsung, peneliti melakukan kegiatan sebagai berikut :

1. Mempersiapkan pokok bahasan yang akan dibicarakan.


2. Menambah wawasan dengan membaca buku-buku rujukan yang
berhubungan dengan pokok bahasan termokimia.
3. Membuat Rencana Pembelajaran
4. Membuat dan memperkirakan masalah-masalah yang akan muncul.
5. Membuat antisipasi terhadap situasi kelas yang pasip dengan cara
membuat pertanyaan dan memberi contoh bagaimana cara memecahkan
masalah.
6. Membagi kelompok diskusi atau kelompok kerja siswa
7. Membuat daftar tugas-tugas yang akan dikerjakan oleh siswa untuk
diskusi kelompok atau kerja kelompok.
b. Persiapan siswa/peserta
Sebelum pelaksanaan, siswa telah ditugaskan oleh guru pada pertemuan
sebelumnya agar :

1. Membaca buku sumber pelajaran tentang pokok bahasan termokimia.


2. Membaca buku rujukan lainnya yang berhubungan dengan pokok bahasan
termokimia.
3. Mencatat dan merumuskan masalah-masalah yang ditemukan dalam
mempelajari pokok bahasan.
4. Mempersiapkan bahan-bahan yang akan digunakan untuk kegiatan kerja
kelompok.
c. Metode
Metode yang dapat digunakan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut :

1. Tanya jawab
2. Diskusi kelompok.
d. Tujuan yang hendak dicapai.
Setelah pembelajaran dilaksanakan, diharapkan siswa dapat :

1. Menjelaskan dengan singkat pengertian dan perubahan entalpi zat.


2. Membedakan reaksi eksoterm dan reaksi endoterm.
3. Menjelaskan kondisi standar untuk berbagai H reaksi.
4. Menjelaskan pengertian entalpi pembentukan suatu senyawa, entalpi
pembakaran, entalpi penguraian.
5. Menentukan H rekasi berdasarkan rumus Q = m.c. t.
e. Skenario Kegiatan
Skenario kegiatan belajar mengajar ini diperkirakan sebagai berikut :

Pendahuluan

Pada bagian ini guru memperkenalkan topik masalah yang akan dibahas

Kegiatan Inti (Pelaksanaan/Pembahasan)

Pada bagian ini dilakukan beberapa langkah sebagai berikut :


Pertemuan ke-1

Langkah I : selama 45 menit

Guru memandu penggalian pendapat peserta tentang pengertian entalpi zat,


dan perubahan yang terjadi. Guru mempertajam pendapat pembicara agar
lebih merangsang proses berpikir siswa.

Pertemuan ke-2

Langkah I : selama 45 menit

Guru memandu siswa agar dapat menjelaskan kondisi standar untuk berbagai
H reaksi dan dapat memberikan contohnya.

Langkah II : selama 45 menit

Siswa melakukan diskusi agar dapat menjelaskan hubungan H dengan


koefisien reaksi

Pertemuan ke-3

Langkah I : selama 45 menit

Guru memandu penggalian pendapat siswa tentang pengertian entalpi


pembentukan suatu senyawa, entalpi penguraian, dan entalpi pembakaran.

Langkah II : selama 45 menit

Siswa dapat menuliskan persamaan termokimia macam-macam reaksi

Pertemuan ke-4

Langkah I : selama 45 menit

Guru meminta siswa untuk menjawab pertanyaan atau soal-soal yang terdapat
dalam buku pegangan siswa tentang H reaksi berdasarkan rumus Q = m.c. t
Lampiran. 6

SKENARIO PELAKSANAAN PEMBELAJARAN STAD


(Siklus II)

Pokok Bahasan : Termokimia


Waktu : 360 menit (8 Jam Pelajaran x 45 menit)
Metode : Eksperimen, Diskusi dan Tanya Jawab
Masalah yang diperkirakan muncul :

- Bagaimana menentukan ΔH reaksi berdasarkan hokum Hess

- Menentukan ΔH energi ikatan rata-rata

a. Perencanaan
Rencana tindakan pada siklus II ini disusun berdasarkan hasil refleksi dan
analisis data pada siklus I

b. Persiapan siswa/peserta
Sebelum pelaksanaan, siswa telah ditugaskan oleh guru pada pertemuan
sebelumnya agar :

1. Membaca buku sumber pelajaran tentang pokok bahasan termokimia.


2. Membaca buku rujukan lainnya yang berhubungan dengan pokok bahasan
termokimia.
3. Mencatat dan merumuskan masalah-masalah yang ditemukan dalam
mempelajari pokok bahasan.
4. Mempersiapkan bahan-bahan yang akan digunakan untuk kegiatan kerja
kelompok.
c. Metode
Metode yang dapat digunakan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut :

1. Eksperimen.
2. Tanya jawab
3. Diskusi kelompok.
d. Tujuan yang hendak dicapai.
Setelah pembelajaran dilaksanakan, diharapkan siswa dapat :

1. Menjelaskan hukum Hess dengan menggunakan diagram tingkat energi.


2. Menjelaskan pengertian energi ikatan.
3. Mengetahui bahan bakar dan penggunaannya
e. Skenario Kegiatan
Skenario kegiatan belajar mengajar ini diperkirakan sebagai berikut :

Pendahuluan

Pada bagian ini guru memperkenalkan topik masalah yang akan dibahas

Kegiatan Inti (Pelaksanaan/Pembahasan)

Pada bagian ini dilakukan beberapa langkah sebagai berikut :

Pertemuan ke-1

Langkah I : selama 10 menit

Guru memandu siswa dalam menjelaskan hukum Hess

Langkah II : selama 35 menit

Menggunakan diagram tingkat energi dan menjelaskan pengertian tingkat


energi.

Pertemuan ke-2

Langkah I : selama 45 menit

Siswa melakukan diskusi untuk menentukan ΔH reaksi berdasarkan Hukum


Hess

Langkah II : selama 45 menit

Menghitung ΔHf senyawa lainnya.

Pertemuan ke-3

Langkah I : selama 45 menit

Guru memandu siswa untuk memahami energi ikatan dan menentukan ΔH


energi ikatan rata-rata
Langkah II : selama 45 menit

Siswa mendiskusikan ΔH pembakaran beberapa bahan bakar dan


penggunaanya

Pertemuan ke-4

Langkah I : selama 45 menit

Langkah ini merupakan kegiatan penutup, guru menyimpulkan pokok-pokok


masalah yang dibicarakan dan kecenderungan perbedaan pendapat yang
berkembang selama berlangsung kegiatan pembelajaran.

Langkah II : selama 90 menit

Guru meminta siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang


merupakan soal-soal hasil belajar (Post-Test).

Penutup

Selama berlangsung penelitian guru dibantu dengan mitra kolaborasi


hendaknya mencatat peristiwa yang terjadi. Hal-hal yang perlu dicatat antara
lain :

1. Apakah persiapan atau rencana yang telah disusun dapat dilaksanakan


seluruhnya atau tidak.
2. Apakah masalah-masalah yang diperkirakan muncul benar-benar terjadi.
3. Apakah terdapat masalah-masalah yang muncul diluar yang diperkirakan.
4. Bagaimana keadaan siswa selama kegiatan berlangsung
Lampiran. 7
JADWAL PENELITIAN
Siklus I Siklus II
Siklus Pert Materi Pelajaran Waktu (Bulan) Waktu (Bulan)
10 Okt 13 Okt 17 Okt 20 Okt 24 Okt 27 Okt 31 Okt 3 Nov
‘16 ‘16 ‘16 ‘16 ‘16 ‘16 ‘16 ‘16
I 1.1. Pengertian Entalpi Zat ×
1.2. Pengertian ∆H ×
1.3. Reaksi Eksoterm dan Endoterm ×
1.4. Tanda ∆H ×
II 2.1. Kondisi standar dan satuan ∆H reaksi ×
2.2. Hubungan koefisien dengan harga ∆H reaksi ×
I III Entalpi reaksi pembentukan, penguraian dan ×
pembakaran
Menuliskan persamaan termokimia dan macam- ×
macam reaksi
IV Harga ∆H melalui eksperimen ×
Menghitung ∆H berdasarkan rumus q = m.c.Δt ×
I 1.1. Hukum Hess ×
1.2. Mengolah data yang ada ×
II 2.1. Latihan soal ∆H ×
2.2. Membedakan ∆Hf menggunakan harga ∆Hf ×
II III 3.1. Diskusi tentang energi ikatan ×
3.2. Menghitung ∆Hf menggunakan data energi ikatan ×
IV 4.1. Dikusi tentang engeri bahan bakar ×
4.2. Bahan bakar yang efisien dalam penggunaannya ×
Lampiran. 8
Format Rata-rata Persentase Aktivitas Belajar Siswa oleh Pengamat I dan Pengamat II

Aktif Cukup Aktif Kurang Aktif


Siklus Kategori Aspek yang Diamati
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru
Membaca materi pelajaran
Bekerjasama dengan teman kelompok
Aktif menjawab pertanyaan guru
I
Interaksi siswa dalam diskusi/bertanya
Antusias memecahkan masalah pada LKS
Memberikan ide/tanggapan
Menyelesaikan tugas mandiri/kuis
Jumlah
Rata-rata
Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru
Membaca materi pelajaran
Bekerjasama dengan teman kelompok
Aktif menjawab pertanyaan guru
II
Interaksi siswa dalam diskusi/bertanya
Antusias memecahkan masalah pada LKS
Memberikan ide/tanggapan
Menyelesaikan tugas mandiri/kuis
Jumlah
Rata-rata
Lampiran. 9
Rata-rata Persentase Aktivitas Belajar Siswa oleh Pengamat I

Aktif Cukup Aktif Kurang Aktif


Siklus Kategori Aspek yang Diamati
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru 35 87,50% - - 5 12,50%
Membaca materi pelajaran 33 82.50% - - 7 17,50%
Bekerjasama dengan teman kelompok 30 75.00% - 10 25.00%
Aktif menjawab pertanyaan guru 28 70.00% - - 12 30,00%
I
Interaksi siswa dalam diskusi/bertanya 30 75.00% - - 10 25,00%
Antusias memecahkan masalah pada LKS 14 35.00% - - 26 65,00%
Memberikan ide/tanggapan 16 40.00% - - 24 60,00%
Menyelesaikan tugas mandiri/kuis 15 37.50% - - 25 62,50%
Rata-rata 25 62,81%

Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru 40 100% - - - -


Membaca materi pelajaran 39 97,50% - - 1 2,50%
Bekerjasama dengan teman kelompok 40 100% - - - -
Aktif menjawab pertanyaan guru 38 95,00% - - 2 5,00%
II
Interaksi siswa dalam diskusi/bertanya 38 95,00% - - 2 5,00%
Antusias memecahkan masalah pada LKS 39 97,50% - 1 2,50%
Memberikan ide/tanggapan 38 95,00% - 2 5,00%
Menyelesaikan tugas mandiri/kuis 39 97,50% - - 1 2,50%
Rata-rata 39 97,16%
Lampiran. 10
Rata-rata Persentase Aktivitas Belajar Siswa oleh Pengamat II

Aktif Cukup Aktif Kurang Aktif


Siklus Kategori Aspek yang Diamati
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru 36 90.00% - - 4 10,00%
Membaca materi pelajaran 36 90.00% - - 4 10,00%
Bekerjasama dengan teman kelompok 32 80.00% - - 8 20,00%
Aktif menjawab pertanyaan guru 30 75.00% - - 10 25,00%
I
Interaksi siswa dalam diskusi/bertanya 31 77,50% - - 9 22,50%
Antusias memecahkan masalah pada LKS 18 45.00% - - 22 55,00%
Memberikan ide/tanggapan 16 40.00% - - 24 60,00%
Menyelesaikan tugas mandiri/kuis 17 42,.50% - - 23 57,50%
Rata-rata 27 67,50%

Mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru 40 100% - - - -


Membaca materi pelajaran 38 95,00% - - 2 5,00%
Bekerjasama dengan teman kelompok 40 100% - - - -
Aktif menjawab pertanyaan guru 39 97,50% - - 1 2,50%
II
Interaksi siswa dalam diskusi/bertanya 37 92,50% - - 3 7,50%
Antusias memecahkan masalah pada LKS 40 100% - - - -
Memberikan ide/tanggapan 37 92,50% - - 3 7,50%
Menyelesaikan tugas mandiri/kuis 38 95,00% - - 2 5,00%
Rata-rata 39 96,56%
Lampiran. 11

Format Observasi Aktivitas Guru oleh Pengamat I dan Pengamat II

Penilaian
Siklus Kategori Aspek yang Diamati
A B C D
Penampilan mengajar
Penyajian materi dari segi :
- Inisiasi
- Pengembangan Konsep
I - Memandu Kegiatan Aplikasi Konsep
- Pemantapan Konsep
- Cara Penilaian/Penghargaan
Bagaimana guru berinteraksi dengan siswa
Memotivasi siswa dalam diskusi kelompok

Penampilan mengajar
Penyajian materi dari segi :
- Inisiasi
- Pengembangan Konsep
II - Memandu Kegiatan Aplikasi Konsep
- Pemantapan Konsep
- Cara Penilaian/Penghargaan
Bagaimana guru berinteraksi dengan siswa
Memotivasi siswa dalam diskusi kelompok

Keterangan :
A = Sangat Baik
B = Baik
C = Cukup
D = Kurang
Lampiran. 12

Hasil Observasi Aktivitas Guru oleh Pengamat I dan Pengamat II

Penilaian Penilaian
Siklus

Kategori Aspek yang Diamati Pengamat I Pengamat II


A B C D A B C D
Penampilan mengajar √ √
Penyajian materi dari segi :
- Inisiasi √ √
- Pengembangan Konsep √ √
- Memandu Kegiatan Aplikasi √ √
Konsep
I
- Pemantapan Konsep √ √
- Cara Penilaian/Penghargaan √ √
Bagaimana guru berinteraksi √ √
dengan siswa
Memotivasi siswa dalam diskusi √ √
kelompok
Penampilan mengajar √ √
Penyajian materi dari segi :
- Inisiasi √ √
- Pengembangan Konsep √ √
- Memandu Kegiatan Aplikasi √ √
Konsep
II
- Pemantapan Konsep √ √
- Cara Penilaian/Penghargaan √ √
Bagaimana guru berinteraksi √ √
dengan siswa
Memotivasi siswa dalam diskusi √ √
kelompok
Keterangan : A = Sangat Baik
B = Baik
C = Cukup
D = Kurang
Lampiran. 13

Hasil Belajar dan Tingkat Penguasaan Siswa


Kode Nilai Hasil Belajar Siswa
Kelompok
Siswa Siklus I Tk. Penguasaan Siklus II Tk. Penguasaan
SW.01 75 Cukup 80 Baik
SW.02 80 Baik 85 Baik
SW.03 A 75 Cukup 80 Baik
SW.04 90 Baik Sekali 90 Baik Sekali
SW.05 95 Baik Sekali 90 Baik Sekali
SW.06 80 Baik 90 Baik Sekali
SW.07 60 Kurang 65 Kurang
SW.08 B 70 Cukup 75 Baik
SW.09 80 Baik 85 Baik
SW.10 85 Baik 80 Baik
SW.11 80 Baik 90 Baik Sekali
SW.12 70 Cukup 80 Baik
SW.13 C 70 Cukup 80 Baik
SW.14 70 Cukup 85 Baik
SW.15 65 Cukup 75 Cukup
SW.16 85 Baik 90 Cukup
SW.17 90 Baik sekali 90 Cukup
SW.18 D 85 Baik 80 Baik
SW.19 70 Cukup 85 Baik
SW.20 65 Cukup 75 Cukup
SW.21 70 Cukup 75 Cukup
SW.22 70 Cukup 80 Baik
SW.23 E 70 Cukup 80 Baik
SW.24 70 Cukup 85 Baik
SW.25 65 Cukup 80 Baik
SW.26 60 Kurang 80 Baik
SW.27 60 Kurang 80 Baik
SW.28 F 70 Cukup 75 Cukup
SW.29 60 Kurang 85 Baik
SW.30 95 Baik sekali 90 Baik sekali
SW.31 70 Cukup 85 Baik
SW.32 65 Cukup 80 Baik
SW.33 G 60 Kurang 70 Cukup
SW.34 70 Cukup 75 Cukup
SW.35 65 Cukup 80 Baik
SW.36 70 Cukup 85 Baik
SW.37 70 Cukup 80 Baik
SW.38 H 65 Cukup 80 Baik
SW.39 65 Cukup 80 Baik
SW.40 60 Kurang 75 Cukup
Jumlah Nilai 2880 3255
Rata-rata Nilai 72,00 81,38
Nilai Maksimum 95 90
Nilai Minimum 60 65
Lampiran. 14

Nilai Perkembangan Tes Hasil Belajar Siswa


Kode Nilai Siklus I Siklus II
Kelompok
Siswa Dasar Nilai Peningkatan Perkembangan Nilai Peningkatan Perkembangan
SW.01 65 75 10 20 80 15 30
SW.02 65 80 15 30 85 20 30
SW.03 A 65 75 10 20 80 15 30
SW.04 65 90 25 30 90 25 30
SW.05 65 95 30 30 90 25 30
Rata-rata 26,0 Rata-rata 30,0
Kategori Hebat Kategori Super
SW.06 65 80 15 20 90 25 30
SW.07 65 60 -5 10 65 0 20
SW.08 B 65 70 5 20 75 10 20
SW.09 65 80 15 20 85 20 30
SW.10 65 85 20 20 80 15 30
Rata-rata 18 Rata-rata 26
Kategori Baik Kategori Hebat
SW.11 65 80 15 30 80 15 30
SW.12 65 70 5 20 80 15 30
SW.13 C 65 70 5 20 80 15 30
SW.14 65 70 5 20 85 20 30
SW.15 65 65 0 20 75 10 20
Rata-rata 22 Rata-rata 28
Kategori Baik Kategori Hebat
SW.16 65 85 5 20 90 25 30
SW.17 65 90 0 20 90 25 30
SW.18 D 65 85 20 30 80 15 30
SW.19 65 70 10 20 85 20 30
SW.20 65 65 0 20 75 10 20
Rata-rata 22 Rata-rata 28
Kategori Baik Kategori Hebat
SW.21 65 70 5 20 75 10 20
SW.22 65 70 5 20 80 15 30
SW.23 E 65 70 5 20 80 15 30
SW.24 65 70 5 20 85 20 30
SW.25 65 65 0 20 80 15 30
Rata-rata 20 Rata-rata 28
Kategori Baik Kategori Hebat
SW.26 65 60 -5 10 80 15 30
SW.27 65 60 -5 10 80 15 30
SW.28 F 65 70 5 20 75 10 20
SW.29 65 60 -5 10 85 20 30
SW.30 65 95 30 30 90 25 30
Rata-rata 16 Rata-rata 28
Kategori Baik Kategori Hebat
SW.31 65 70 5 20 85 20 30
SW.32 65 65 0 20 80 15 30
SW.33 G 65 60 -5 10 70 5 20
SW.34 65 70 5 20 75 10 20
SW.35 65 65 0 20 80 15 30
Rata-rata 18 Rata-rata 26
Katagori Baik Katagori Hebat
SW.36 65 70 5 20 85 20 30
SW.37 65 70 5 20 80 15 30
SW.38 65 65 0 20 80 15 30
SW.39 H 65 65 0 20 80 15 30
SW.40 65 60 -5 10 75 10 20
Rata-rata 18 Rata-rata 28
Katagori Baik Katagori Hebat
Lampiran FOTO

FOTO-FOTO KEGIATAN DIDALAM KELAS

Gambar 1. Seminar peneliti PTK


Gambar 2.Suasana saat Diskusi
Gambar 3. Suasana siswa diskusi
Gambar 4. Siswa mengerjakan Soal termokimia
Gambar 5. Siswa sedang bertanya
Gambar 6. Siswa sedang menjawab pertanyaan
Gambar 7. Siswa sedang mendengarkan kesimpulan tentang materi termokimia
Gambar 8. Moderator PTK

Anda mungkin juga menyukai