Lapsus 5 PDF
Lapsus 5 PDF
Disusun Oleh :
Pembimbing :
Kepaniteraan Klinik
Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine
Fakultas Kedokteran UPR - RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Glukosa merupakan bahan bakar metabolisme yang utama untuk otak. Oleh karena
otak hanya menyimpan glukosa (dalam bentuk glikogen) dalam jumlah yang sangat sedikit,
fungsi otak yang normal sangat terganggu asupan glukosa dari sirkulasi. Gangguan pasokan
glukosa yang berlangsung lebih dari beberapa menit dapat menimbulkan gangguan disfungsi
system saraf pusat, gangguan kognisi dan koma. Hipogilkemia pada pasien Dibetes Melitus
merupakan faktor penghambat utama dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah normal
atau mendekati normal. Faktor paling utama yang menyebabkan hipoglikemia sangat penting
dalam pengelolaan diabetes adalah ketergantungan jaringan saraf pada asupan glukosa yang
berkelanjutan.
Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah < 60 mg/dl, atau kadar glukosa
darah < 80 mg/dl dengan gejala klinis. Hipoglikemia pada DM terjadi karena, Kelebihan
obat/dosis obat : terutama insulin, atau obat hipoglikemik oral golongan sulfoniurea,
Kebutuhan tubuh akibat insulin yang relatif menurun : gagal ginjal kronik, pasca persalinan,
Asupan makan tidak adekuat : jumlah kalori atau waktu makan tidak tepat, Kegiatan jasmani
berlebihan. Dalam keadaan puasa dan makan, istirahat dan aktivitas jasmani, masuknya kadar
glukosa ke sirkulasi serta ambilan dari sirkulasi sangat bervariasi. Kadar glukosa plasma yang
sangat tinggi mengganggu keseimbangan air di jaringan, menimbulkan glikosuria
jaringan,sebaliknya kadar yang terlalu rendah menyebabkan disfungsi otak, koma dan
kematian. Pada individu normal yang sehat,hipoglikemia yang sampai menimbulkan kognitif
yang bermakna tidak terjadi. Karena mekanisme homeostatis glukosa endogen berfungsi
dengan efektif.
Pada laporan kasus ini akan dibacakan dan dibahas seoarng penderita dengan
penurunan kesadaran ec hipoglikemia di RSUD dr. Doris Sylvanus.
BAB II
LAPORAN KASUS
Evaluasi masalah : Berdasarkan survey primer sistem triase, kasus ini merupakan kasus
yang termasuk dalam emergency sign label merah karena adanya
penurunan kesadaran.
• Airway
Bersihkan jalan nafas, hindari sumbatan jalan nafas. Pada pasien ini tidak ditemukan
sumbatan jalan nafas.
• Breathing
Nilai frekuensi pernafasan, tipe pernafasan, dan pola pernafasan. Pasien bernafas spontan, 10
kali/menit Irreguler, pernapasan torakoabdominal, pergerakan thoraks simetris kiri dan kanan.
• Circulation
Nilai frekuensi nadi, capilary refill time, tekanan darah. Denyut nadi 148 kali/menit,
• Disability
Penilaian neurologis cepat (apakah pasien sadar, member respon suara terhadap rangsang
nyeri, atau pasien tidak sadar). Pada pasien ini tidak ada ditemukan kelainan neurologis. GCS
(E1M1V1), pupil isokor +/+, refleks cahaya +/+
Tatalaksana awal :
Tatalaksana awal pada pasien ini adalah baringkan pasien pada bed pasien, diberikan
Ventilasi Tekanan Positif karena nafas tidak adekuat. pemasangan kateter IV line.
2.2. Secondary Survey
2.2.1. Identitas
Nama : Ny. R
Usia : 53 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : DsJl. T. Tilung
Tgl Pemeriksaan : 27 Oktober 2017 pukul 13.00 WIB
2.2.2. Anamnesis
Alloanamnesis
Keluhan Utama : Tidak Sadarkan Diri
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD dengan penurunan kesadaran sejak 1 jam SMRS. Menurut
keluarga, Sebelumnya pasien mengeluh lemas, sempoyongan dan suka berkeringat dingin
pasien mengeluh lemas sejak 2 hari SMRS. Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes
melitus tipe II sejak 5 tahun terakhir dan rutin kontrol ke poliklinik penyakit dalam. Pasien
mendapat obat insulin. Menurut keluarga, pasien tidak nafsu makan dan membatasi
mengkonsumsi makan sejak beberapa hari terakhir, namun pasien tetap menyuntikan insulin
sesuai jadwal. Riwayat trauma kepala disangkal.
Riwayat Kebiasaan:
merokok (-) dan minum alkohol (-).
Riwayat Penyakit Dahulu:
Keluhan serupa (-) stroke (-),Riwayat hipertensi (-)diabetes mellitus (+) sejak 5 tahun
terakhir. Obat rutin yang dikonsumsi (+) novorapid 3x 6 iu dan levemir 0-12iu-0
Riwayat Penyakit Keluarga:
Keluhan serupa (-), stroke (-), hipertensi (-) dari Ibu pasien, diabetes mellitus (-).
2.2.3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (E1M1V1)
Vital sign : Tekanan Darah : 120/60 mmHg
Denyut Nadi : 148 kali/menit (reguler, isi kurang, tidak kuat
angkat)
Frekuensi Napas : 10 kali/menit irreguler
Suhu : 36,50C
Kepala
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya +/+, pupil isokor
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), peningkatan JVP (+)
Thoraks
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan Retraksi -/-
Palpasi : Fremitus vokal normal kanan dan kiri
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS V midclavicula sinistra
Perkusi : Batas atas ICS II linea parasternal dextra dan sinistra
Batas kiri ICS IV linea midclavicula sinistra
Batas kanan ICS IV linea parasternal dextra
Auskultasi : Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2), reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (-)
Palpasi : Defans muscular, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani (+)
Ekstremitas
Akral hangat, CRT > 2 detik, pitting edema (-/-), sianosis (-/-)
2.2.5. Diagnosa
- Penurunan kesadaran e.c Hipoglikemia
2.2.6. Penatalaksanaan
- Oksigen Non rebreating mask 10 lpm
- IVFD Dextrose 10% 16 tpm
- Inj. D40% 3 flash
- Inj. Imipenem 1 gr / 8 jam (ST)
- Inj. Ranitidin 2 x 50 mg
2.2.7 Saran
- Cek GDS setiap 6 jam
- Stop Insulin
2.2.7. Prognosis
- Quo ad vitam : Dubia
- Quo ad functionam : Dubia
- Quo ad sanationam : Dubia
BAB III
PEMBAHASAN
Telah dilakukan pemeriksaan pada seorang perempuan usia 53 tahun dengan diagnosa
Penurunan kesadaran e.c Hipoglikemia. Berdasarkan alloanamnesis dan pemeriksaan fisik,
didapatkan keluhan tidak sadarkan diri sejak 1 jam SMRS. Menurut keluarga, Sebelumnya
pasien mengeluh lemas, sempoyongan dan suka berkeringat dingin pasien mengeluh lemas
sejak 2 hari SMRS. Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes melitus tipe II sejak 5 tahun
terakhir dan rutin kontrol ke poliklinik penyakit dalam. Pasien mendapat obat insulin.
Menurut keluarga, pasien tidak nafsu makan dan membatasi mengkonsumsi makan sejak
beberapa hari terakhir, namun pasien tetap menyuntikan insulin sesuai jadwal. GCS pasin
didapatka eye = 1,Motorik = 1, Verbal = 1. Hasil pemeriksaan tanda vital didapatkan respirasi
10x/menit Irreguler, nadi cepat yaitu 481x/m isi kurang dan tidak kuat angkat. Maka
berdasarkan alloanamnesis dan pemeriksaan fisik, maka penurunan kesadaran yang terjadi
pada pasien dapat disebabkan karena penyulit akut DM tipe II yaitu Hipoglikemia yang
sering disebabkan oleh penggunaan obat DM yaitu Insulin.
III. 1 Definisi
Menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang tidak
dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum dapat
dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat
dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan
fungsi insulin (PERKENI 2006).
Diabetes Melitus (DM) sering juga dikenal dengan nama kencing manis atau penyakit
gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih merupakan kumpulan
gejala yang timbul pada diri seseorang yang disebabkan oleh adanya peningkatan glukosa
darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 2005).
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (PERKENI, 2006).
II. 2 Klasifikasi
Diabetes melitus diklasifikasikan menurut etiologinya seperti yang tertera pada tabel 2.
Klasifikasi lainnya membagi diabetes melitus atas empat kelompok yaitu diabetes
melitus tipe-1, diabetes melitus tipe-2, diabetes melitus bentuk khusus, dan diabetes melitus
gestasional (Adam, John MF, 2000).
American Diabetes Association (ADA) dalam standards of Medical Care in Diabetes
(2009) memberikan klasifikasi diabetes melitus menjadi 4 tipe yang disajikan dalam (Dewi,
Debhryta Ayu, 2009):
1. Diabetes melitus tipe 1, yaitu diabetes melitus yang dikarenakan oleh adanya
destruksi sel β pankreas yang secara absolut menyebabkan defisiensi insulin.
2. Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan
sekresi insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin.
3. Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa faktor
lain seperti kelainan genetik pada fungsi sel β pankreas, kelainan genetik pada
aktivitas insulin, penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis), dan akibat
penggunaan obat atau bahan kimia lainnya (terapi pada penderita AIDS dan
terapi setelah transplantasi organ).
4. Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau dialami
selama masa kehamilan.
II. 3 Diagnosis
Diagnosis diabetes melitus harus berdasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah.
Dalam menentukan diagnosis diabetes melitus harus diperhatikan asal bahan darah yang
diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk
memastikan diagnosis diabetes melitus, pemeriksaan glukosa darah sebaiknya dilakukan di
laboratorium klinik yang terpercaya. Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat
dapat juga dipakai bahan darah utuh, vena maupun kapiler dengan memperhatikan angka-
angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan WHO. Untuk pemantauan hasil
pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler (Sudoyo,Aru W, 2006).
Jika keluhan khas khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup
untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa
≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk acuan diagnosis diabetes melitus. Untuk kelompok tanpa
keluhan khas diabetes melitus, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja
abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Diperlukan
pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa
darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari
hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan ≥
200 mg/dl (Sudoyo,Aru W, 2006).
Ada perbedaan antara uji diagnostik diabetes melitus dengan pemeriksaan penyaring.
Uji diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau tanda
diabetes melitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasikan
mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko diabetes melitus. Serangkaian uji
diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya
positif, untuk memastikan diagnosis definitif (Sudoyo,Aru W, 2006).
Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan Dibetes melitus,
toleransi glukosa terganggu (TGT) maupun glukosa darah puasa terganggu (GDPT), sehingga
dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai
intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju diabetes melitus. Kedua keadaan
tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya diabetes melitus dan penyakit
kardiovaskular di kemudian hari (PERKENI, 2006).
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa
oral (TTGO) standar (Sudoyo,Ari W, 2006).
Tabel 4. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dan diagnosis
diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2006.
Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk menentukan
diagnosis diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan glukosa darah puasa tergagnggu.
Berikut adalah langkah-langkah penegakkan diagnosis diabetes melitus, TGT, dan GDPT.
Gambar 1. Langkah-langkah diagnostik diabetes melitus dan toleransi glukosa
terganggu. Sumber : Sudoyo, Aru W, 2006.
II. 7 Penatalaksanaan
Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes melitus tipe 2, yang umumnya
mempunyai latar belakang kelainan yang diawali dengan terjadinya resistensi insulin.
Awalnya resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes secara klinis. Pada saat
tersebut sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu
hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian
setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta pankreas, baru akan terjadi diabetes melitus secara
klinis, yang ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang memenuhi
kriteria diagnosis diabetes melitus (Sudoyo, Aru W, 2006).
Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus secara umum adalah meningkatnya kualitas
hidup penyandang diabetes (PERKENI, 2006).
Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu (PERKENI, 2006) :
1. Jangka pendek, hilangnya keluhan dan tanda diabetes melitus, mempertahankan
rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
2. Jangka panjang, tercegah dan terhambatnya progresifitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati, dan neuropati.
Tujuan akhir pengelolaan diabetes melitus adalah turunnya morbiditas dan mortalitas
diabetes melitus. (PERKENI, 2006).
Langkah pertama dalam mengelola diabetes melitus selalu dimulai dengan pendekatan
non farmakologis, yaitu berupa perencanaan makan atau terapi nutrisi medik, kegiatan
jasmani dan penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih atau obesitas. Bila dengan
langkah-langkah tesebut sasaran pengendalian belum tercapai, maka dilanjutkan dengan
penggunaan obat atau intervensi farmakologis. Dalam melakukan pemilihan obat perlu
diperhatikan titik kerja obat sesuai dengan macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia
seperti yang tertera pada gambar 2.
Gambar 2. Sarana farmakologis dan titik kerja obat untuk pengendalian kadar glukosa
darah. Sumber: Sudoyo, Aru W, 2006.
A. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlikan partisipasi
aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam
menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku,
dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
Tujuan dari perubahan perilaku adalah agar penyandang diabetes dapat menjalani pola
hidup sehat. Perilaku yang diharapkan adalah (PERKENI, 2006) :
1. Mengikuti pola makan sehat
2. Meningkatkan kegiatan jasmani
3. Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman,
teratur
4. Melakukan Pementauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan
data yang ada
5. Melakukan perawatan kaki secara berkala
6. Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi sakit akut dengan tepat
7. Mempunyai ketrampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau bergabung
dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga untuk mengerti
pengelolaan penyandang diabetes.
8. Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total.
Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter,
ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes
sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi.
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan
untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori
dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya
keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada
mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin (PERKENI, 2006).
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain (Sudoyo, Aru
w, 2006) :
1. Menurunkan berat badan
2. Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik
3. Menurunkan kadar glukosa darah
4. Memperbaiki profil lipid
5. Meningkatkan sensitifitas reseptor insulin
6. Memperbaiki sistem koagulasi darah
Adapun tujuan dari terapi medis ini adalah untuk mencapai dan
mempertahankan (Sudoyo, Aru w, 2006) :
1. Kadar glukosa darah mendekati normal
Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl
Glukosa darah 2jam setelah makan <180 mg/dl
Kadar A1c < 7%
2. Tekanan darah < 130/80 mmhg
3. Profil lipid yang berkisar normal
Kolesterol LDL < 100 mg/dl
Kolesterol HDL > 40 mg/dl
Trigliserida < 150 mg/dl
4. Berat badan senormal mungkin
Komposisi bahan makanan terdiri dari makronutrien yang meliputi kerbohidrat, protein
dan lemak, serta mikronutrien yang meliputi vitamin dan mineral, harus diatur sedemikian
rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan diabetisi secara tepat (Sudoyo, Aru w, 2006).
Adapun komposisi bahan makanan yang direkomendasikan untuk diabetisi menurut
konsensus penatalaksanaan diebetes melitus di Indonesia menurut PERKENI tahun 2006
adalah sebagai berikut :
1. Karbohidrat, sebagai sumber energi, diberikan pada diabetisi tidak boleh lebih
dari 55-65% dari total kebutuhan energi dalam sehari, atau tidak boleh lebih dari
70% jika dikombinasi dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal
(MUFA = monounsaturated fatty acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat
kandungan energi sebesar 4 kilokalori.
Rekomendasi pemberian karbohidrat (Sudoyo, Aru w, 2006) :
1. Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat, lebih
ditentukan oleh jumlahnya dibandingkan dengan jenis karbohidrat itu sendiri.
2. Dari total kebutuhan kalori per hari, 60-70% diantaranya bersumber dari
karbohidrat
3. Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah karbohidrat
maksimal 70% dari total kalori perhari
4. Jumlah serat 25-50 gram per hari
5. Jumlah sukrose sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan
sampai lebih dari total kebutuhan kalori per hari
6. Sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori seperti aspartame,
acesulfam dan sucralosa
7. Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dari 10 gram per hari
8. Fruktosa tidakk boleh lebih dari 60 gram per hari
C. Latihan jasmani
Pengelolaan diabetes yang meliputi empat pilar, aktivitas fisik merpakan salah
satu dari keempat pilar tersebut. Aktivitas minimal otot skeletal lebih dari sekedar yang
diperlukan untuk ventilasi basal paru, dibutuhkan untuk semua orang termasuk diabetisi
sebagai kegiatan sehari-hari (Sudoyo, Aru w, 2006).
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan
jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur
dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa
ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan
kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan (PERKENI,2006).
Tabel 5. Aktifitas fisik sehari-hari. Sumber : PERKENI, 2006
D. Intervensi Farmakologis
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose
tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling
sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
tabel 6. Mekanisme kerja, efek samping utama, dan pengaruh terhadap penurunan A1C
(Hb-glikosilat). Sumber : PERKENI, 2006.
Tabel 7. Obat hipoglikemia oral. Sumber : PERKENI, 2006
5. Insulin
Insulin
Basal Prandial
Hiperglikemi hiperglikemia
saat puasa setelah makan
• Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal insulin
basal (insulin kerja sedang atau panjang)
• Bila sasaran glukosa darah basal telah tercapai, namun A1C belum mencapai
target pengendalian glukosa darah prandial insulin kerja cepat (rapid
acting) atau insulin kerja pendek (short acting)
• Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
respons individu, dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni (PERKENI, 2006) :
1. insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
2. insulin kerja pendek (short acting insulin)
3. insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
4. insulin kerja panjang (long acting insulin)
5. insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin)
tabel 8. Farmakokinetik insulin berdasarkan waktu kerja. Sumber : PERKENI, 2006
HHNK biasanya terjadi pada orang tua dengan DM, yang mempunyai penyakit
penyerta yang mengakibatkan menurunnya asupan makanan. Faktor pencetus dapat
dibagi menjadi enam kategori : infeksi, pengobatan, noncompliance, DM tak
terdiagnosis, penyalahgunaan obat, dan penyakit penyerta. Infeksi merupakan penyebab
tersering (57,1%). Compliance yang buruk terhadap pengobatan DM juga sering
menyebabkan HHNK (21%) (Sudoyo, Aru W, 2006).
Pencegahan hipoglikemia:
1. Lakukan edukasi tentang tanda dan gejala hipoglikemi, penanganan sementara, dan hal lain
harus dilakukan
2. Anjurkan melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM), khususnya bagi
pengguna insulin atau obat oral golongan insulin sekretagog.
3. Lakukan edukasi tentang obat-obatan atau insulin yang dikonsumsi, tentang: dosis, waktu
megkonsumsi, efek samping
4. Bagi dokter yang menghadapi penyandang DM dengan kejadian hipoglikemi perlu
melalukan:
Evaluasi secara menyeluruh tentang status kesehatan pasien
Evaluasi program pengobatan yang diberikan dan bila diperlukan melalukan program
ulang dengan memperhatikan berbagai aspek seperti: jadwal makan, kegiatan oleh
raga, atau adanya penyakit penyerta yang memerlukan obat lain yang mungkin
berpengaruh terhadap glukosa darah
Bila diperlukan mengganti obat-obatan yang lebih
Komplikasi kronik
1. Komplikasi Mikrovaskular
Timbul akibat penyumbatan pada pembuluh darah kecil khususnya kapiler.
Komplikasi ini spesifik untuk diabetes melitus.
Retinopati diabetika
Kecurigaan akan diagnosis DM terkadang berawal dan gejala berkurangnya
ketajaman penglihatan atau gangguan lain pada mata yang dapat mengarah pada
kebutaan. Retinopati diabetes dibagi dalam 2 kelompok, yaitu Retinopati non
proliferatif dan Proliferatif. Retinopati non proliferatif merupkan stadium awal dengan
ditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan retinoproliferatif, ditandai dengan
adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksia
retina. Pada stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula darah yang
baik, sedangkan pada kelainan sudah lanjut hampir tidak dapat diperbaiki hanya
dengan kontrol gula darah, malahan akan menjadi lebih buruk apabila
dilakukan penurunan kadar gula darah yang terlalu singkat.
Nefropati diabetika