Anda di halaman 1dari 13

Laporan Praktium Ke-1 Tanggal Mulai : 10 Desember 2014

MK Evaluasi Nilai Gizi Tanggal Selesai : 17 Desember 2014

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PADA SERUM METODE DPPH

Oleh :

Kelompok 3 E1
Devieka Rhama Dhanny I14120009
Dwi Astuti I14120017
Sri Lusiawati I14120022
Wittresna Julianty S I14120030
Syara Avia I14120148
Tri Oktiana I14134009

Asisten Praktikum:
Hana Fitria N, M. Sc
Desy Dwi Aprilia
M Fahmi Arsyada

Koordinator Mata Kuliah:


Dr. Rimbawan

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menghambat atau


mencegah proses oksidasi senyawa lain yang diakibatkan oleh adanya suatu radikal
bebas. Antioksidan dapat mencegah terjadinya kerusakan pada sel terutama pada
bagian-bagian sel seperti DNA, sel otak, jaringan kulit, dan sebagainya.
Antioksidan dapat berupa enzim yang terdapat dalam tubuh seperti superoksida
dismutase, glutation peroksidase, dan katalase. Selain itu, antioksidan dapat pula
merupakan senyawa non-enzim. Antioksidan ini didapat dari asupan makanan yaitu
dari antioksidan alami yang terkandung dalam makanan maupun antioksidan
sintetik yang sengaja ditambahkan pada suatu makanan. (Sunarni 2007).
Antioksidan sintetik seperti BHA (Butil Hidroksi Anisol), BHT (Butyl
Hidroksi Toluen), PG (Propil Galat), dan TBHQ (Tert-Butil Hidrokuinon) sangat
efektif dalam menghambat terjadinya oksidasi pada minyak atau lemak. Hanya saja
antioksidan sintetik dapat menyebabkan gangguan pada organ hati dan
mempengaruhi kerja enzim di dalam hati. (Giorgi 2000). Adanya kekhawatiran
terhadap efek samping penggunaan antioksidan sintetik menjadikan antioksidan
alami menjadi alternatif yang terpilih (Sunarni 2007). Antioksidan alami adalah
antioksidan yang berasal dari hasil ekstraksi bahan alam pada tumbuhan.
Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian 2 tanaman, seperti pada kayu, kulit
kayu, akar, daun, buah, bunga, biji, dan serbuk sari. Senyawa antioksidan alami
tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa
golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam-asam
organic polifungsional (Sunarni 2007).
Tanin yang banyak terdapat pada teh dipercaya memiliki aktivitas
antioksidan yang tinggi. Teh mengandung zat antioksidan yang dikenal dengan
sebutan polifenol, yang berperan besar dalam pencegahan berbagai macam
penyakit. Polifenol mempunyai kemampuan menetralisir radikal bebas. Sama
halnya dengan pigmen-pigmen tumbuhan lainnya, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi stabilitas tanin yaitu suhu, pH, sinar, dan oksigen. Untuk
mengetahui kestabilan senyawa metabolit sekunder pada teh yang bertindak sebagai
antioksidan, perlu dilakukan pengujian mengenai aktivitas antioksidan yang
terdapat dalam teh tersebut sebelum dan setelah proses pengolahan dengan
menggunakan metode radikal DPPH (Giorgi 2000). Oleh karena itu, sebagai mahasiswa
ilmu gizi perlu menganalisis antioksidan dari beberapa jenis bahan pangan

Tujuan

Praktikum aktivitas antioksidan pada serum DPPH bertujuan untuk


mengetahui aktivitas antioksidan dari beberapa bahan pangan sumber antioksidan.
Selain itu, untuk mengetahui metode yang digunakan dalam menganalisis aktivitas
antioksidan suatu bahan pangan.
TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Antioksidan

Menurut Winarsi (2007), dalam jurnal Evy D et al. menyatakan bahwa


secara biologis antioksidan dapat diartikan sebagai senyawa yang mampu meredam
dampak negatif oksidan dalam tubuh. Menurut Meydani et al. (1995) dalam jurnal
Evy D et al. menyatakan bahwa antioksidan bekerja dengan mendonorkan satu
elektronnya pada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa
oksidan dapat dihambat. Keseimbangan oksidan dan antioksidan sangat penting
karena berkaitan dengan fungsi sistem imunitas tubuh. Kondisi ini terutama
berfungsi untuk menjaga integritas, selain itu, berfungsinya membran lipid, protein
sel, dan asam nukleat, serta mengontrol transduksi signal dan ekspresi gen dalam
sel imun.
Menurut Halliwell dan Guteridge (1991), dalam jurnal Evy D et al.
menyatakan bahwa reaksi oksidasi terjadi setiap saat di dalam tubuh dan memicu
terbentuknya radikal bebas yang sangat aktif merusak struktur dan fungsi sel.
Namun, reaktivitas radikal bebas dapat dihambat oleh sistem antioksidan yang
melengkapi sistem kekebalan tubuh.

Jenis-jenis Antioksidan

Antioksidan berdasarkan sumber perolehannya terdapat 2 macam, yaitu


antioksidan alami dan buatan. Antioksidan alami merupakan antioksidan hasil
ekstraksi bahan alami, sedangkan antioksidan buatan (sintetik) merupakan
antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia (Kochhar dan Rossell
1990). Menurut Inglod dalam Gordon (1994), menyatakan bahwa antioksidan dapat
dibedakan menjadi dua berdasarkan mekanismenya yaitu antioksidan primer dan
sekunder. Antioksidan primer (antioksidan pemutus rantai reaksi oksidasi)
merupakan antioksidan yang dapat bereaksi dengan radikal lipid dan mengubahnya
menjadi produk yang stabil. Antioksidan sekunder (antioksigen pencegah)
merupakan antioksidan yang dapat mengurangi kecepatan dari rangkaian reaksi
pada tahap inisiasi dari reaksi oksidasi.

Sumber Antioksidan

Antioksidan berdasarkan sumber perolehannya terbagi kedalam 2 macam


yaitu antioksidan alami dan antioksidan buatan (sintetik). Berikut ini merupakan
tabel beberapa macam bahan pangan yang merupakan sumber antioksidan zat gizi.
Tabel 1 Sumber antioksidan pada bahan pangan
Jenis Antioksidan Contoh Bahan Pangan
Vitamin A dan Karotenoid Mentega, margarin, buah-buahan berwarna kuning, sayur-sayuran
hijau.
Vitamin E Biji bunga matahari, biji-bijian yang mengandung kadar minyak
tinggi, kacang-kacangan, susu dan hasil olahan.
Vitamin C (Asam Askorbat) Buah-buahan (Jeruk, kiwi, dan lain-lain), sayur-sayuran (sebagian
rusak selama pemasakan), kentang.
Vitamin B2 (Riboflavin) Susu, produk hasil olahan susu, daging, ikan, telur, serelia utuh,
kacang-kacangan.
Seng (Zn) Bahan pangan hewani: daging, udang, ikan, susu dan hasil
olahannya.
Tembaga (Cu) Hati, udang, biji-bijian, serealia (kadar dalam makanan tergantung
pada konsentrasi Cu dalam tanah).
Selenium (Se) Serealia, daging, ikan (kadar dalam makanan tergantung pada
konsentrasi Se dalam tanah).
Protein Ovalbumin dalam telur, gliadin dalam gandum.
Sumber: Belleville-Nabet (1996)
Bahan pangan mengandung senyawa-senyawa yang tidak dikategorikan
sebagai zat gizi, tetapi mempunyai aktivitas antioksidan. Pada tabel berikut ini ada
beberapa contoh senyawa antioksidan non-gizi yang terdapat dalam bahan pangan
sebagai berikut:
Tabel 2 Senyawa antioksidan dalam bahan pangan
Jenis Antioksidan Contoh Bahan Pangan
Biogenik amin Antioksidan berdasarkan fungsi amin dan fenol, contohnya
dalam keju
Senyawa Fenol:
Tirosol, hidroksitirosol Minyak olive
Vanilin, asam vanilat Panili
Timol Minyak atsiri dari thyme
Karpakrol Minyak thyme
Gingerol Minyak jahe
Zingeron Jahe
Senyawa Polifenol:
Flavonoid Efektivitas sebagai antioksidan tergantung pada jumlah dan
posisi OH, senyawa polifenol banyak terdapat dalam sayur-
sayuran daun
Flavon, flavonol
Heterosida flavonoat
Kalkon auron
Biflavonoid
Tanin:
Asam galat, asam Elagat Banyak terdapat dalam teh, sayuran dan buah-buahan
Proatosianidol
Komponen tetrapirolik:
Klorofil Antioksidan sinar, banyak terdapat dalam sayur-sayuran (hijau)
dan ganggang
Virofeofitin
Sumber: Belleville-Nabet (1996)
Umumnya antioksidan sintetik digunakan dalam produk pangan antara lain
BHA (Butylated Hidryoxyanisole), BHT (Butylated Hydroxytoluene), PG (Propel
Galat), dan TBHQ (Teri-Butylhydroxyquinone).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Antioksidan

Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas antioksidan adalah pengeringan


bahan, pengecilan ukuran bahan, dan proses ekstraksi. Selain itu, faktor lainnya
adalah
1. Faktor fisik :
Tekanan oksigen yang tinggi, luas kontak dengan oksigen, pemanasan
ataupun radiasi menyebabkan peningkatan terjadinya rantai inisiasi dan propagasi
dari reaksi oksidasi dan menurunkan aktivitas antioksidan yang ditambahkan dalam
bahan.
2. Faktor substrat :
Sifat antioksidan dalam lipida atau dalam pangan merupakan sistem yang
dependent. Tingkat inisiasi dan propagasi merupakan fungsi dari tipe dan tingkat
lipida tidak jenuh dan secara signifikan mempengaruhi aktivitas antioksidan.
3. Faktor fisikokimia :
Dalam bahan pangan dan sistem biologi, sifat hidrofobik dan hidrofilik
senyawa antioksidan sangat mempengaruhi efektifitas antioksidatifnya. Semakin
polar antioksidan maka akan lebih aktif dalam lipida murni, sedangkan antioksidan
non polar lebih efektif dalam substrat yang polar seperti emulsi (Pokorny et al.
2001).

Metode DPPH

Metode yang paling sering digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan


adalah metode uji dengan menggunakan radikal bebas DPPH. DPPH merupakan
radikal bebas yang dapat bereaksi dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom
hidrogen, dapat berguna untuk pengujian aktivitas antioksidan komponen tertentu
dalam suatu ekstrak. Hal ini dikarenakan adanya elektron yang tidak berpasangan,
DPPH memberikan serapan kuat pada 517 nm. Ketika elektronnya menjadi
berpasangan oleh keberadaan penangkap radikal bebas, maka absorbansinya
menurun secara stokiometri sesuai jumlah elektron yang diambil. Keberadaan
senyawa antioksidan dapat mengubah warna larutan DPPH dari ungu menjadi
kuning (Dehpour et al. 2009). Perubahan absorbansi akibat reaksi ini telah
digunakan secara luas untuk menguji kemampuan beberapa molekul sebagai
penangkap radikal bebas. Metode DPPH merupakan metode yang mudah, cepat,
dan sensitif untuk pengujian aktivitas antioksidan senyawa tertentu atau ekstrak
tanaman (Koleva et al. 2002). Namun, pada metode ini terdapat kelemahan,
kelemahan metode DPPH ini adalah hanya dapat memberikan informasi mengenai
aktivitas senyawa yang diuji dan hanya dapat mengukur senyawa antiradikal yang
terlarut dalam pelarut organik khususnya alkohol.
METODOLOGI

Waktu dan Tempat

Praktikum aktivitas antioksidan pada serum metode DPPH dilakukan pada


hari Rabu, 10 Desember 2014 pukul 10.00-13.00 WIB di Laboratorium Evaluasi
Nilai Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk analisis aktivitas antioksidan metode DPPH


adalah tabung reaksi, rak tabung reaksi, spektrofotometer, kuvet, vortex, pipet
mikro, pipet Mohr, dan bulb. Sementara itu, bahan yang digunakan adalah teh
celup, DPPH, buffer asetat, air bebas ion, asam askorbat, dan metanol.

Prosedur Percobaan

Analisis aktivitas antioksidan dalam bahan pangan dilakukan untuk


mengetahui aktivitas antioksidan dalam menangkal radikal bebas. Berikut langkah-
langkah dalam menganalisis aktivitas antioksidan dalam sampel:

Standar dengan konsentrasi 100, 200, 300, 400, 500, 600, dan 750 serta sampel
yang akan digunakan, dipersiapkan terlebih dahulu

Sebanyak 3,98 ml buffer asetat ditempatkan pada tabung reaksi

Ditambahkan 1 ml DPPH dan 0,02 ml sampel atau standar

Campuran divorteks

Tabung reaksi ditempatkan di dalam rak tabung reaksi dan disimpan di dalam
ruang gelap selama 20 menit

Absorbansi sampel dan standar dibaca pada panjang gelombang 517 nm
Gambar 1 Langkah-langkah analisis aktivitas antioksidan metode DPPH
HASIL DAN PEMBAHASAN

Percobaan aktivitas antioksidan dilakukan menggunakan satu jenis sampel


yang sama, yaitu sampel teh. Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui seberapa
besar aktivitas antioksidan yang terdapat pada sampel teh secara spektrofotometri
dengan DPPH. Metode yang digunakan dalam pengujian aktivitas antioksidan
adalah secara spektrofotometri dengan DPPH karena merupakan metode yang
sederhana, mudah, dan menggunakan sampel dalam jumlah yang sedikit dengan
waktu yang singkat (Hanani 2005).
Menurut Prakash & Miller (2001), adanya aktivitas antioksidan dari sampel
mengakibatkan perubahan warna pada larutan DPPH yang semula berwarna ungu
menjadi kuning pucat. Perubahan internsitas warna disebabkan oleh berkurangnya
ikatan rangkap terkonjugasi pada DPPH, karena elektron pada radikal DPPH
berpasangan dengan atom hidrogen dari antioksidan sehingga menjadi DPPH-H
yang merupakan radikal stabil. Kapasitas antioksidan dinyatakan dalam Ascorbic
acid Equivalent Antioxidant Capacity (AEAC).
Pada teh hitam senyawa yang berperan sebagai antioksidan adalah
theaflavins, thearubigens dan turunannya, serta tannins. Senyawa-senyawa tersebut
merupakan senyawa hasil oksidasi enzim polifenol yang terbentuk selama proses
fermentasi. Namun demikian senyawa-senyawa tersebut masih memiliki kapasitas
antioksidan karena strukturnya yang mirip dengan catechin (Kukhtar 2007). Saat
praktikum melakukan perlakuan standar dan perlakuan uji dengan enam kali
pengulangan pada sampel yang sama yaitu daun teh hitam. Berikut merupakan tabel
hasil pengukuran absorbansi berdasarkan enam konsentrasi standar:
Tabel 3 Hasil pengukuran absobansi standar
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
100 0.667
200 0.658
300 0.834
400 0.388
500 0.631
600 0.598
750 0.318
Standar yang digunakan dalam pengukuran aktivitas antioksidan adalah
vitamin C karena yang telah diketahui bahwa vitamin C adalah salah satu
antioksidan sekunder yang memiliki fungsi menangkap radikal bebas, mencegah
terjadinya reaksi berantai, dan mencegah proses penuaan sel-sel tubuh sehingga
membuat fungsi tubuh tetap terjaga dengan baik. Berdasarkan hasil pengukuran
tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi standar maka hasil
pengukuran absorbansi semakin kecil. Hal ini menandakan bahwa semakin kecil
absorbansi, maka semakin banyak antioksidan di dalam tubuh yang menyerap
radikal bebas, dimana menunjukkan bahwa semakin besar bahan pangan yang
mengandung antioksidan, maka pangan tersebut membantu dalam peredaman
terhadap radikal bebas dalam tubuh. Namun ada hasil absorbansi pada konsentrasi
300 dan 400 menunjukkan bahwa hasil tidak menunjukkan kesesuaian dengan
literatur yang seharusnya. Kesalahan ini kami menduga disebabkan oleh kesalahan
ketika melakukan persiapan sampel sebelum pembacaan abosorbansi, dimana
perubahan suhu dan pH larutan selama pengukuran dapat mempengaruhi zat
antioksidan yang terdapat di dalam standar. Sampel uji yang dilakukan dalam
aktivitas antioksidan yaitu teh hitam. Teh ini dilakukan dengan 6 kali uji
pengulangan. Berikut adalah hasil dari percobaan uji aktivias antioksidan pada teh
Tabel 4 Aktivitas antioksidan pada sampel
Uji Konsentrasi (mg vit C/100g)
1 297
2 272
3 325
4 343
5 246
6 85
Rata-rata 261.33
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari tabel 2 dapat diketahui bahwa
aktivitas antioksidan pada beberapa uji pengulangan dengan sampel yang sama
berbeda-beda. Akan tetapi diperoleh rata-rata aktivitas antiksidan pada vitamin C
dalam sampel teh adalah 261.33 mg vit C/100g. Nilai yang diperoleh tersebut tidak
sesuai dengan literatur, karena menurut Jaya et al. (2010), rata-rata aktivitas
antioksidan untuk teh adalah sebesar 311.54 mg vit C/100 g. Berdasarkan nilai
tersebut, hanya beberapa sampel saja yang cukup mendekati nilai terseebut yaitu
sampel pengulangan 3 dan 4. Perbedaan nilai yang diperoleh, dapat disebabkan oleh
beberapa hal diantaranya pada tahap preparasi yang kurang sesuai, yaitu DPPH
tidak terlebih dahulu disimpan pada suhu rendah sehingga dapat mempengaruhi
hasil percobaan, juga kemungkinan adanya gangguan akibat terpapar cahaya yaitu
ketika persiapan sampel uji tidak ditutup atau disimpan ditempat yang gelap

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menghambat atau


mencegah proses oksidasi senyawa lain yang diakibatkan oleh adanya suatu radikal
bebas. Salah satu bahan pangan yang mengandung antioksidan adalah teh, beberapa
diantaranya adalah theaflavins, thearubigens dan turunannya, serta tannins. Standar
yang digunakan adalah vitamin C, untuk hasil absorbansinya adalah menentukan
bahwa semakin kecil absorbansi, maka semakin banyak antioksidan di dalam tubuh
yang menyerap radikal bebas. Pada konsentrasi 300 dan 400 ditemukan kesalahan
dan diduga terjadi kesalahan ketika melakukan persiapan sampel sebelum
pembacaan abosorbansi, dimana perubahan suhu dan pH larutan selama
pengukuran dapat mempengaruhi zat. Aktivitas antioksidan pada sampel
mendapatkan hasil 261.33 mg vit C/100g, hal ini idak sesuai dengan literatur bahwa
kadar aktivitas antioksidan untuk teh adalah sebesar 311.54 mg vit C/100 g (Jaya et
al 2010).

Saran

Pada saat pembacaan absorban lebih teliti dan perlunya diperhatikan saat
terjadi beberapa perlakuan seperti pH, suhu, atau penambahan larutan lain karena
apabila terjadi kesalahan maka akan mempengaruhi hasilnya.

DAFTAR PUSTAKA

Belleville-Nabet F. 1996. Zat Gizi Antioksidan Penangkal Senyawa Radikal dalam


Sistem Biologis. Prosiding Simposium Senyawa Radikal dan Sistem
Pangan: Reaksi Biomolekuler, Dampak Terhadap Kesehatan dan
Penangkalan Eds: Zakaria FR et al. Pusat Studi Pangan dan Gizi, IPB,
Bogor.
Damayanthi E et al. 2010. Aktivitas antioksidan bekatul lebih tinggi daripada jus
tomat dan penurunan aktivitas antioksidan serum setelah intervensi
minuman kaya antioksidan. Journal of Nutrition and Food, 2010, 5(3): 205-
210.
Dehpour AA, Ebrahimzadeh MA, Fazel NS, dan Mohammad NS. 2009.
Antioxidant activity of methanol extract of ferula assafoetida and its
essential oil composition. Grasas Aceites. 60: (4). 405-412.
Giorgi, P. 2000. Flavonoid and Antioxidant, Journal National Product. Vol 63.
1035-1045.
Gordon I. 1994. Functional Food, Food Design, Pharmafood. New York
(USA): Champman and Hall.
Halliwell B & Guteridge JMC. 1991. Free Radical in Biology and Medicine.
Oxford (USA): Clarendon Press.
Hanani A. 2005. Identifikasi senyawa antioksidan dalam spons callyspongia sp. dari
kepulauan seribu. Jurnal Ilmu Kefarmasian. 2(3): 180-182
Jaya I. Leliqia N, Widjaja I. 2010. Uji aktivitas penangkapan radikal DPPH ekstrak
produk teh hitam dan gambir. Jurnal Farmasi FMIPA. 3(2): 87-101.
Kochhar SP dan Rossell B. 1990. Detection Estimation and Evaluation of
Antioxidant in Food System in Food Antioxidants. London (Eng): Elsevier
Applied Science.
Koleva II, van Beek TA, Linssen JPH, de Groot A, dan Evstatieva LN. 2002.
Screening of plant extracts for antioxidant activity: A comparative study on
three testing methods. Phytochemical Analysis. 13: 8-17.
Meydani et al. 1995. Antioxidants and immune response in aged person: Overview
of present evidence. American Journal of Clinical Nutrition, 62: 14625-
14765.
Pokorny J Korczak J 2001. Preparation of natural antioxidant, in Antioxidants in
Food: Practical Applications, 1st ed., Pokorny, J., Yanishlieva, N. and
Gordon, M., Eds., Woodhead Publishing Limited, Abington, Cambridge,
England, pp. 311-330.
Prakash R, Miller E. 2007. Antioxidant activity. J Med. 6(11): 58-62
Sunarni, T. 2007. Aktivitas Antioksidan Penangkap Radikal Bebas Beberapa
Kecambah dari Biji Tanaman Familia Papilionaceae. Jurnal Farmasi
Indonesia 2(2): 53-61.
Walokum BA, Usen UA, Otunba AA, Olukoya DK. 2007. Comparative
phytochemical evaluation, antimicrobial and antioxidant properties of
“Pleurotus ostreatus. “African Biotechno” 6:1732-1739
Winarsih H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
LAMPIRAN

Gambar 1 Kurva absorbansi standar


1 y = -0.0005x + 0.781
R² = 0.3884
0.8
Absorbansi

0.6
0.4 Abs

0.2 Linear (Abs)

0
0 100 200 300 400 500 600 700 800
Konsentrasi

Gambar 4 Tabel sampel uji


Konsentrasi uji
Uji Absorbansi
(mg vit C/100g)
1 0.827 297
2 0.757 272
3 0.905 325
4 0.955 343
5 0.683 246
6 0.237 85

Contoh perhitungan:
Konsentrasi standar = 300 ppm
Absorbansi standar = 0.834
absorbansi uji
Konsentrasi uji (1) = x konsentrasi standar
absorbansi standar
0.827
= x 300
0.834
= 297 mg vit C/100 g
PEMBAGIAN TUGAS

No. Nama NIM Jobdesc TTD


1 Devieka Rhama Dhanny I14120009 Pembahasan
2 Dwi Astuti I14120017 Metodologi
3 Sri Lusiawati I14120022 Tinjauan pustaka
4 Wittresna Julianty S I14120030 Pembahasan
5 Syara Avia I14120148 Editor, Kesimpulan
dan saran
6 Tri Oktiana I14134009 Pendahuluan

Anda mungkin juga menyukai