Anda di halaman 1dari 27

BAB.

I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Data pengukuran tanah merupakan data yang sangat penting artinya dan
dibutuhkan para perencana sebagai salah satu dasar dalam pengambilan keputusan
dalam usaha merencanakan,membangun dan pemeliharaan hasil
pembangunan,serta pengembangan pada proyek-proyek tekinik arsitektur, militer,
dan teknik rancang bangun yang berhubungan dengan permukaan maupun bawah
permukaan tanah, peranan pengukuran tanah sangat penting dan mutlak
diperlukan.

Dengan tersedianya data pengukuran dengan ketelitian yang memadai akan


memperoleh hasil pembangunan sesuai dengan yang diharapkan dan dapat
terhindar dari pembiayaan yang boros. Untuk memperoleh data pengukuran yang
tepat dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah membutuhkan tenaga yang
trampil, cerdas siap pakai, perlu pengetahuan tentang teori – teori ilmu ukurtanah
yang berkualitas dan terpakai.

Melihat pentingnya hal-hal tersebut diatas universitas Indo Global Mandiri


kurikulum fakultas teknik jurusan teknik Arsitektur, kepada mahasiswa jurusan
teknik Arsitektur diwajibkan mengambil mata kuliah ilmu ukur tanah I dan II (dua
semester) secara teori dan dipraktekan di lapangan selain mengerti teori dalam
pengukuran mahasiwa juga bisa melaksanakan pekerjaan pengukuran tanah pada
proyek perencanaan pelaksanaan pembangunan bangunan teknik Arsitektur secara
mandiri setelah meninggalkan bangku kuliah kelak apabila diperlukan.

2. Maksud dan Tujuan


Maksud dari kegiatan praktikum lmu ukur tanah II adalah agar mahasiswa dapat
memahami klasifikasi peralatan ukur tanah sehingga dalam pelaksanaan
pengukurannya dapat cepat, tepat,akurat dan terpakai data yang dihasilkan.
Sehingga hal-hal yang tidak diperlukan dapat dihindarkan dalam pelaksanaan
pekerjaan tersebut.Tujuan dari praktikum adalah agar mahasiswa dapat trampil
didalam mengoperasikan peralatan ukurtanah dan dapat menjelaskan hasil dari

Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 1


pekerjaan pengukuran tanah dimaksud, disamping itu juga untuk memenuhi salah
satu persyaratan untuk mengikuti ujian semester mata kuliah Ilmu Ukur Tanah II
pada semester genap.

3. Pembatasan Masalah
Didalam pelaksanaan praktikum ilmu ukur tanah II perlu adanya perencanaan –
perencanaan yang sistematis dan terarah, sehingga akan mendapatkan sasaran
yang dituju,Untuk itu dalam pelaksanaan praktikum perlu adanya langkah-langkah
yang pasti dengan rumusan sebagai berikut :

a) Peralatan yang dipergunakan harus lengkap dan dapat dipertanggung


jawabkan ketelitiannya.
b) Sebelum dipergunakan pengukuran instrumen harus di cek sudut
horizontal dan sudut vertical serta kedudukan nivo tabung dan nivo
kotak, kedudukan benang silang tegak dan horizontal benar – benar
saling tegak lurus
c) Personil pelaksanakan harus mengerti tugas masing-masing yang
harus dikerjakan.
d) Sebelum pelaksanaan perlu diadakan orientasi medan untuk
mengambil system pengukuran yang cocok dengan medan yang
dipetakan. Selain untuk memilih jalur polygon kerangka daerah
pengukuran.

Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 2


BAB. II
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

2.1 Dasar Teori Pemetaan.

Pengukuran topografi dimaksudkan agar dapat diperoleh suatu peta yang dapat
digunakan untuk perencanaan sistem proyek yang akan dikembangkan.

Pengukuran topografi ini dimulai dengan pembuatan polygon dan dilanjutkan


dengan pengukuran detail. Pembuatan polygon dimaksudkan untuk mengetahui batas
wilayah lahan yang dipetakan juga sekaligus mengetahui tinggi titik tertentu pada batas
lahan tersebut. Dengan mengaitkan salah satu titik-titik dari permukaan laut dapat
diketahui.

Pengukuran detail dilakukan didalam daerah yang dipetakan. Pengukuran detail ini
dimasudkan untuk mengetahui ketinggian tempat-tempat tertentu dalam petak sehingga
akan memudahkan dalam pembuatan garis kontur pada peta.

2.2 Pengukuran Polygon dengan Theodolit.

Polygon harus dimulai dan diakhiri pada titik yang tentu, karena titik awal yang
tentu digunakan untuk mencari koordinat-koordinat titik berikutnya, sedangkan titik akhir
dengan titik awal digunakan untuk penelitian atau melakukan koreksi polygon.

Pada polygon yang diukur dengan theodolit diperlukan pula jurusan yang tentu
pada titik awal polygon yang akan digunakan untuk menentukan sudut-sudut jurusan
semua sisi polygon. Pada titik akhir diperlukan pula jurusan tertentu yang bersama dengan
jurusan tertentu pada tititk awal polygon akan digunakan untuk meneliti jurusan-jurusan
dan sudut-sudut yang diukur.

Yang diukur pada polygon dengan mempergunakan theodolit adalah : semua sudut
yang ada pada titik polygon antara kedua sisi polygon yang bertemu di titik-titik tersebut
dan jarak antara titik-titik polygon.

Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 3


Gambar . 1 Polygon theodolit

Prinsip Mengukur Jarak dengan Cara Optis.

2.3 Prinsip Tachymetri.


Keadaan lapangan dibagi dua :
1. lapangan mendatar.
2. lapangan miring.

Ad.1. Lapangan Mendatar


Garis bidik mendatar sejajar lapangan (lihat Gambar. 2 )

Gambar. 2

Selain beberapa benang silang tengah, diafragma transit atau teodolit untuk
takimetri mempunyai dua benang horizontal tambahan yang ditempatkan sama jauhnya
dari benang tengah seperti pada Gambar.2. Interval antara benanag – benang stadia itu
kebanyakan pada instrument diberikan perpotongan vertical 1 meter pada rambu yang
Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 4
dipasang sejauh 100 meter (atau 1meter pada jarak 100 meter). Jadi jarak ke rambu yang
dibagi secara decimal dalam meter,persepuluh dan perseratusan dapat langsung dibaca
sampai meter terdekat. Ini sudah cukup saksama untuk menentukan lokasi detail-detail
topografik sungai, jembatan dan jalan, yang akan digambar pada peta dengan sekala !:100
,atau sekala lebih besar 1:50

Metoda takimetri didasarkan pada prinsip bahwa pada segitiga – segitiga yang
sebangun, sisi yang sephak adalah sebanding. Pada Gambar 2.menggambarkan teropong
pumpunan-luar, berkas sinar dairi titik A dan B melewati pusat lensa membentu
sepasang segitiga sebangun AmB dan amb.Di sini AB=R adalah perpotongan rambu
(interval stadia) dan ab adalah selang antara benang-benang stadia.
Simbol-simbol baku yang dipakai dalam pengukuran takimetri dan difinisinya adalah
sebagai berikut :

f = Jarak pumpun lensa(sebuah tetapan untuk gabungan lensa obyektif tertentu) Dapat
ditentukan dengan pumpunanpada obyek yang jauh dan mengukur jarak antara
pusat lensa obyektif(sebenarnya adalah titik simpul dengan diafragma¹(jarak
pumpun = focal length)

𝑓1 = Jarak bayangan atau jarak dai pusat(sebenarnya titik simpul) lensa obyektif ke
bidang benanga silang sewaktu teropong terpumpun pada titik tertentu.

𝑓2 = Jarak obyek atau jarak dari pusat (sebenarnya adalah titik simpul) dengan
diafragma titik tertentu sewaktu teropong terpumpun pada titik itu.Bila
𝑓2 𝑡𝑎kterhingga, atau amat besar, 𝑓1 = f

I = Selang antara benang – benang stadia (ab padambar 2)

f/i = Factor pengali ,biasanya 100 (stadia interval vaktor),biasanya 100

c = Jarak dari pusat lensa instrument (sumbu I ) ke pusat lensa obyektif. Harga c sedikit
beragam sewaktu lensa obyektif bergerak masuk atau keluar untuk panjang bidikan
berbeda,tetapi beasanya dianggap tetapan.

C = c + f . C disebut tetapan stadia , walaupun sedikit berubah karena c.

d = Jarak dari titikpumpun didepan di depan teropong ke rambu.

D = C+d +jarak dari pusat instrument ke permukaan rambu.

Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 5


Dari dari segitiga –segitiga sebangun pada Gambar 2

𝒅 𝑹 𝑓
= atau d = R
𝒇 𝒊 𝑖

Dan

D= 𝑹 (𝒇𝒊) + C

Benang-benang silang jarak optis tetap pada transit. Teodolit,alat sipatdatar dan
dengan cermat diatur letaknya oleh pabrik instrument agar factor pengali f/I sama dengan
100. Tetapan stadia C berkisar dari kira-kira 0,75 sampai 1,25 untuk teropong –teropong
pumpunan luar yang berbeda,tetapi biasanya dianggap sama 1 meter . Satu – satunya
variabel diruas kanan persamaan adalaha R yaitu perpotongan benang – benang stadia.
Pada Gambar 15-1. Bila Perpotongan R adalah 4.27 ft, Jarak dari instrument ke rambu
adalah 427 + 1 = 428 ft.
Yang telah dijelaskan adalah teropong pumpunan luar jenis lama, karena dengan
gambar sederhana dapat ditunjukkan hubungan-hubungan dengan benar. Lensa obyoktif
teropong pumpunan dalam (jenis yang sekarang dipakai pada instrument ukur tanah)
mempunyai kedudukan terpasang tetap sedangkan lensa pumpunan negative dapat
digerakkan antara lensa obyektif dan bidang benang silang untuk mengubah arah berkas
sinar. Hasilnya, tetapan stadia menjadi demikian kecil sehingga dapat dianggap nol.
Benag Stadia yang menghilang dulu dipakai pada beberapa instrument lama untuk
menghindari kekacauan dengan benang tengah horizontal. Diafragma dari kaca yang
modern dibuat dengan garis-garis stadia pendek dan benang tengah yang penuh [Lihat
gambar 10-6©] memberikan hasil yang sama secara lebih berhasil guna.
Faktor Pengali harus ditentukan dari pertama kali instrument dipakai, walupun
harga tepatnya dari pabrik yang ditempel disebelah dalam kotak pembawa tak akan
berubah kecuali benang-silang, diagfragma, atau lensa-lensa diganti atau di atur pada
model-model lama.
Untuk menentukan factor pengali, perpotongan rambu R dibaca untuk bidikan
horizontal berjarak diketahui sebesar D. Kem,udian, pada bentuk lain persamaan (15.1).
factor pengali adalah f/I = (D-C)/R. Sebagai contoh, pada jarak 300.0 ft, interval rambu
terbaca 3.01. harga-harga untuk f dan c terukur sebesar 0.65 dan 0.45 ft berturut-turut;
karenanya C = 1.1 ft. Kemudian f/I = (300.0 – 1.1)/3.01 = 99.3. ketelitian dalam
menentukan f/I meningkat dengan mengambil harga pukul rata dari beberapa garis yang

Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 6


jaraknya terukur berkisar dari kira-kira 100 sampai 500 m dengan kenaikan tiap kali 100
meter .

2.4 PENGUKURAN TAKIMETER UNTUK BIDIKAN MIRING.


Kebanyakan pengukuran takimeter adalah dengan garis bidik miring karena
adanya keragaman topografi tetapi perpotongan benang stadia dibaca pada rambu tegak
lurus dan jarak miring “direduksikan “ menjadi jarak horizontal dan jarak vertical.

Pada Gambar3, sebuah transit dipasang pada titik M dan rambu dipegang pada
titik O. Dengan benang silang tengah dibidikkan pada titik D sehingga DO sama dengan
instrument EM, Sudut vertikalnya (sudut kemiringan) terbaca sebesar. Perhatikan bahwa
dalam pekerjaan takimeter tinggi instrument (t.i) adalah tinggi garis badik diukur dari titik
yang diduduki (bukan TI, Tinggi diatas datum seperti dalam sipat datar).

Gambar.3 Pengukuran jarak optis miring

Misal S adalah jarak miring ED;H adalah jarak horizontal EG = MN; dan V adalah jarak
vertical DG = ON. Selanjutnya
H = S Cos a
V = S Sin a
Jika seandainya rambu dapat dipegang tegaklurus garis bidik di titik O, Pembacaan A’B’
𝒇
adalah R’ akan diperoleh, menjadi S = +C
𝒊

Karena mamagang rambu dengan miring sebesar α itu tidak praktis,maka ditegak luruskan
dan dibaca AB atau R.Karena kebanyakan bidikan terbentuk sudut kecil di D, maka cukup
teliti untuk menganggap sudut AA’D siku-siku , oleh karena itu :

Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 7


R’ = R cos α
Dan
𝒇
S=R 𝒊 cos α+C

Atau
𝒇
H=R 𝒊 Cos² α + C cos α

Untuk sudut-sudut kecil dan teropong pumpunan luar, harga C mendekati 1 m dan
𝒇
H = R 𝒊 Cos ² α + 1

Jika f / I = K maka :
H = KR cos² α + 1

Agar tidak ada perkalian R dengan cos²α yang merupakan angka decimal yang besar
,rumus untuk H dapat ditulis kembali untuk pemakaian dalam hitungan menjadi

H=KR- KR sin² α + C

Jarak vertical diketemukan dengan rumus:

𝒇
V=S sin α =(R 𝒊 cos α + C) sin α

atau
𝒇
V = R 𝒊 sin α cos α + C sin α

Untuk sudut-sudut kecil,sin α sangat kecil dan kuantitas C sin α dapat dianbaikan.
Dengan mengganti ½ sin 2 α untuk sin α cos α rumus menjadi:
V = KR (1/2 Sin 2 α )

Dalam bentuk akhir yang umum dipakai, K diambil sebesar 100 dan rumus – rumus untuk
reduksi bidikan miring menjadi jarak horizontal dan jarak vertical adalah :
H = 100 R= 100 r sin²α = 1 (pumpunan luar)
Atau
H= 100 R sin²α (pumpunan dalam)
Dan
V = R sin 2 α

Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 8


Tabel – tabel diagram,mistar hitung khusus,dan kalkulator elektronik telah dipakai
oleh para juru-ukur untuk memperoleh penyelesaian rumus-rumus ini dengan cepat.Tabel
E-1 ddalam apendik E memuat jarak horizontal dan Vertikal untuk perpotongan ramby 1
meter dan sudut-sudut Vertikal 0 sampai 16º (74 sampai 90º dan 90° sampai 106º untuk
pembacaan – pembacaan darizenit) menggunakan tabel untuk mengecek reduksi catatan
akan menumbuhkan penilaian atas kewajaran jawaban –suatu factor dalam praktek
pengukuran tanah rekayasa.

Sebuah tabel tak dikenal harus selalu diselidiki dengan memasukan harga –harga
didalamnya yang akan memberikan hasil yang telah diketahui. Sebagai contoh,sudut-
sudut 5,10,15º 00’ dapat dipakai untuk mengecek hasil-hasil memakai tabel.Misalnya
sebuah sudut vertical 15º 00’(sudut zenit 75º) ,perpotongan rambu 1,00meter dan tatapan
stadia 1 meter, diperoleh hasil sebagai berikut.dengan tabel E- 1
H = 93,3x1,00 + 1 = 94,3 atau 92 meter
Dengan persamaan H=100x1,00 – 100(0259)² + 1=94,3 atau 94 meter.
Sebagai contoh :

Missal dalam Gambar 3., elevasi M=268,2 meter t.i.=EM -5,6 meter perpotongan rambu
AB =R=5,28 meter, susdut vertical α ke titik D dibaca 5,6 meter pada rambu salah =4º
16’, dan 1meter. Hitung jarak H, beda elevasi Vdan elevasi 0.

Penyelesaian :

Dari tabel E-1 , untuk sudut sebesar 4 º16’(sudut zenith 85 44’ ) dan perpotongan rambu
1 meter ,jarak-jarak horizontal dan vertical berturut turut adlah 99,45 dan 7,42 meter
selanjutnya
H= (99,45x5,28 )+ 1 = 525,1+1=526 meter
V= (7.42x5,28)+ 0,08 =39,18 + 0,08 =39,3 meter
Elevasi O adalah :
Elevasi o = 268,2 + 5,6 + 39,3 – 5,6 = 307,5 meter
Rumus lengkap untuk menentukan selisih tinggi antara titik M dan O pada Gambar 3
adalah: elev O-elev M =t.i. +V- pembacaan rambu.

Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 9


2,5. GEOMETRI KOORDINAT DALAM HITUNGAN
PENGUKURAN TANAH.

Hitungan – hitungan yang menyangkut koordinat dilaksanakan dalam berbagai


masalah pengukuran. Dua keadaan ditampilkan dalam dimana diperlihatkan bahwa
panjang dan sudut arah (atau Azimut) sebuah gari dapat dihitung dari koordinat titik-titik
ujungnya . Hitungan luas memakai koordinat dibicarakan, masalah-masalah tambahan
yang mudah diselesaikan memakai koordinat adalah menentukan titikpotong (a) dua garis
lurus (b) garis lurus dan lingkaran , dan (c) dua lingkaran. Masalah masalah ini sering
dijumpai dalam pengukuran jalur lintas dimana diperlukan menghitung perpotongan garis
singgung dan lengkung melingkar dalam pelurusan horizontal ,dalam pekerjaan batas dan
pengaplingan dimana petak-petak tanah sering dinyatakan dengan garis-garis lurus dan
busur – busur lingkaran.

Penyelesaian ini dapat diperoleh dengan menuliskan persamaan-persamaan untuk


garis dan lingkaran yang bersangkutan, yang termasuk koordinat titik potong yang belum
diketahui, kemudian memecahkannya dengan serentak untuk yang belum diketahui.
Persamaan – persamaan yang diperlukan bersama:

Gambar.4. Geometri garis lurus dalam system koordinat bidang datar.

Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 10


2.6. BENTUK PERSAMAAN KOORDINAT UNTUK GARIS

Pada Gambar 4. garis lurus AB dinyatakan dalam system koordinat tegak lurus
bidang datar .koordinat titik ujung A dan B adlah XA, YA, XB dan YB, Panjang AB dan
Azimut α garis yang dinyatakan dengan koordinat adalah.

AB = √(XB-XA)² + ( YB – YA)²

𝑿𝑩−𝑿𝑨
α = Busur tg ( 𝒀𝑩−𝒀𝑨 )

Bentuk matematis rumus sebuah garis lurus adalah:

Y P + m XP = b

Dimana Yp adalah koodinat y sembarang titik P pada garis yang koordinat X nya adalah
Xp, m adalah kemiringan daris , dan b adalah potongan Y terhadap garis . Kemiringan m
dapat dinyatakan sebagai:

𝑿𝑩−𝑿𝑨
m= 𝒀𝑩−𝒀𝑨= cotg α

untuk sembarang garis lurus, kemiringannya tetap,pada Gambar 4 , kemiringan antara A


dan B samadengan kemiringan antara A dan P. Jadi persamaan berikut dapat ditulis
berdasarkan gerak hati (intuisi) dari persamaan diatas.

Gambar 5.Perpotongan dua garis.

Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 11


𝑋𝐵−𝑋𝐴 𝑋𝑃−𝑋𝐴
= = cotg α ……………….PERS (V)
𝑌𝐵−𝑌𝐴 𝑌𝑃−𝑌𝐴

2.6.1 PERPOTONGAN DUA GARIS .

Persamaan diatas sangat berguna dalam menghitung titik potong dua garis. Data
yang biasanya diketahui untuk soal jenis ini adalah koordinat – koordinat titik ujung garis-
garis,atau azimuth tetap garis yang ditentukan dari pengukuran atau data rancangan.

Pada Gambar 5. Keterangan berikut dianggap diketahui untuk dua garis , untuk mehitung
koordinatXp dan Yp titik potong .

XA = 1425,07 XB = 7484,80 Xc=4497,96 α=141º30’


YA = 1971,28 YB = 5209,64 Yc = 6062,00

Dengan persamaan diatas untukgari AB berlaku

5209,64-1971,28 = Yp -1971,28 (a)


7484,80 – 1425,07 Xp – 1425,07

Juga dengan persamaan yang sama garis diC berlaku :

Yp – 6062,00 = cotg 141º 30’ (b)


Xp0 – 449,96

0,5864,50 Xp – Yp = - 1209,71 ( c)

1,25717 Xp – Yp = 11.716,43 (d)

Dari persamaan © dan (d) secara serentak menghasilkan:

Xp = 5864,50 meter
Yp = 4343 ,76 meter

Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 12


BENTUK PERSAMAAN KOORDINAT UNTUK LINGKARAN.

Gambar .6 Perpotongan garis dan Lingkaran

Bentuk matematis umum untuk lingkaran dalam koordinat tegak lurus adalah :

R² = ( Xp – XO)² + (Yp- YO)² …………… PERS (VI)

Dalam persamaan tersebut diatas dan berdasarkan Gambar 6 R adalah jari-jari


lingkaran Xo dan Yo koordinat titik pusat Xp dan Yp adalah koordinat sembarang titik P
pada lingkaran . untuk krkebanyakan soal jari-jari dan koordinat titik pusat lingkaran
diketahui ,R dipilih atas dasar ketentuan rancangan atau kendala geometric Xo dan Yo
telah dihitung sebagai hasil pengukuran atau diambil dari pada rancangan.

PERPOTONGAN GARIS DAN LINGKARAN.

Gambar 6. Memperlihatkan garis AB memotong lingkaran dititik P .Koordinat


titik A,B dan o diketahijbegitu pula jari-jarinya.uUntuk memecahkan titik sebuah
persamaan dalam bentuk persamaan (a) sampai(d)dapat dituliskan untuk garisnya,dan
sebuah seperti pers (VI) untuk lingkaran.perrsamaan – persamaan ini bila dselesaikan
secara serentak ,menghasilkan bentuk kuadratik untuk salah satu yang tak diketahui
sebagai
α Y2P + b Yp + c = 0

penyelesaian untuk YP diperoleh dari

Yp = - b±√b2-4 ac

Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 13


Setelah menghitung YP ,harganya dapat dimsukan ke persamaan aslinya untuk
memperoleh XP :
Contoh : Pada Gambar 6. Anggaplah koordinat pusat lingkaran adala X0 = 500,00 dan Y0
=200,00 ;untuk titik A dan B ,XA = 100,00,YA = 130,00 dan XB =300,00,dan YB =
200,00,dan R=150 meter. Tentukan koordinat titik potong P .
Dari persamaan ( V)

XP-100,00 = 300,00 - 100,00 (e)


YP- 130,00 200,00 – 130,00

Dan dengan persamaan ( VI)

(XP-500,00)2 + (YP-200,00)2 = (150,00)2 (f)


Penyederhanaan pers (e)

XP =2,8571YP-271,43 (g)

Masukan (g)ke(f) dandisederhanakan :

Y2P – 524,73 YP + 66,586 = 0 (h)

Penyelesaian pers (h) dengan pers (VII)

YP = 524,73 ±√(524,73)2 – 4(66,856) = 217,87

2
Kemudian Yp = 217,87 ke dalam Pers (g)

XP =2,8571(217,87) – 271,43 = 351.05

Dalam penyelesaian kuadratik (h) keputusan untuk memakai tanda plus atau
minus dapat dibuat berdasakan pengalaman atau memakai diagram skala yang juga
merupakan pengecekan hitungan . Sebuah jawaban akan tidak masukakal akan dibuang

2.6.2 PERPOTONGAN DUA LINGKARAN

kadang-kadang surveyor diminta untuk menghitung titik potong dualingkaran


dengan jari-jari yang diketahui,demikian pula koordinat titik-titik pusatnya.Keadaan ini
terlihat pada Gambar VII .Soalnya dapat dipecahkan dengan menuliskan persamaan –

Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 14


persamaan dalam bentuk persamaan VI termasuk koordinat Xp,Yp yang tak diketahui
dalam kedua persamaan ,dan kemudian dipecahkan serentak yang tidak diketahui. Tetapi
yang tak diketahui keduanya akan muncasebagai pangkat dua dalam persamaan;jadi
pemecah annya agak sulit diperoleh.

Gambar .7

Dalam pendekatan alternative ,panjang dan azimuth O1 O2 dari Gambar.7 dapat


diperoleh setelan dimana sudut-sudut β1 dan β2 dihitung dengan dalil cos .setelah β1 dan
β2diketahui .azimut-azimut Od,P da O2P dihitung ,dan soalnya sekarang tinggal
menyelesaikan koordinat P diketahui panjang dan arah dari titi O1 atau O2 yang
diketahui.

Contoh:
Pada Gambar 7 aganggaplah data berikut ini tersedia,Xp dan Yp dicari

XO1 =2851,28 YO1= 299,40 R1= 2000meter


XO2= 3898,72 YO2 = 2870,15 R2 = 1500 m

Dengan persamaan :

O1O2 =√(3898,72 − 2851,28)² + (25870,15 − 299,40)2 = 2775,95 𝑚

Dengan persamaan :

Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 15


3898,72 − 2851,28
α = busur tg ( ) = 22° 10′ 53,4"
2870,15 − 299,40

Dari rumus cos

β1=busur cos (200)2+ (2775.95) 2 -(1500)2 = 31° 36’ 53,4”


2(2000) (2775,95)

β2 = busur cos (1500)2 + (2775,95)2 – (2000)2 = 44° 20’ 31,8”

2(1500)(2775,95)

α O1P = 22 ° 10’ 05,5” - 31° 36’ 53,4” = - 9° 26’ 47,9”

= 360°00’ 00” - 9° 26’ 47,9” = 350° 33’ 12,1”

αO2P = 22° 10’ 05,5” + 180° + 44° 40’ 31,8” = 246 °30’ 37,3”

dengan koordinat O1 dan panjang serta arah O1P diketahui ,koordinatP dapat diperoleh

langsung sebagai:

XP = 2851,28 + 2000x sin 350° 33’ 12,1” =2523,02 m

YP= 299,40 + 2000 x cos 350° 33’ 12,1” = 2272,28 m

Koordinat – koordinat ini dapat dicek dengan hitungan serupa dari titikO2 memakai

panjang dan arah O2P.

TRANSFORMASI KOORDINAT DUA DIMENSI.

Kadang – kadang perlu mengkonversi koordinat titik dari satu system sumbu
pengukuran ke system yang lain.Ini terjadi misalnya jika pengukuran dilaksanakan dalam
sistem koordinat system koordiat sementara atau system koordinat lokal,dan belakangan
ingin dihitung dalam system koordinat Negara.Proses pembuatan konversi ini disebut
transvormasi koordinat,dan jika hanya melibatkan koordint planimetrik (yaitu X danY)
disebut : koordinat dua demensi
Geometri transvormasi koordinat dua demensi dilukiskan dalam Gambar 7. Pada
gambar tersebut X , Y suatu system koordianat local ,E dan N adalah sisitem kordinat
bidang Negara .Koordinat titik A sampai dengan D diketahui dalam system X,Y dan
koordinat A dan B juga diketahui dalam system E,N . Titik-titik semacam A dan B yang
kedudukannya diketahui di kedua system,diberi istilah “titik control”. Paling sedikit

Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 16


diperlukan dua titik control agar dapat ditentukan koordinat E-N titik titik lainmislnya C
dan D
Jika kedua system itu sama skekalanya (khusus yang biasa dalam pengukuran
tanah),hanya dua langkah yang terlibat dalam transformasi koordinat; (1) putaran
(rotasi) dan (2) gerak lurus translasi.
Menurut Gambar 8. Putaran terdiri atas penentuan koordint titik-titikdalam sumbu
X’,Y’ yang diputar (gdalam garis putus-putus ). Sumbu X’-Y’ sejajar dengan E-N,
tetapi pusat system sumbu X-Y dan X’-Y’ adalah:
θ =α – β

Dalam persamaan diatas α dan β dihitung dari dua pasang koordinat titik control A dan
𝑿𝑩 − 𝑿𝑨
β memakai persamaan α= busur tg ( ) sebagai berikut :
𝒀− 𝒀𝑨

Dan β= busur tg EB E A -
NB – NA

Setelah θ diketahui ,X’ dan Y’ dari sembarang titik , misalnya ,dapat dihitung dari :

X’A = XA cos θ - YA sin θ


YA = XA sinθ + YA cos θ

Gambar .8 Geometri tranformasi koordinat dua dimensi

Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 17


Bagian- bagian terpisah dari rumus-rumus putaran [ruas kanan Pers.diatas
diperinci dalam Gambar 9.
Gerak lurus terdiri atas pergeseran pusat sumbu X’ dan Y’ ke sumbu E-N. Ini dicapai
dengan menambahkan factor-faktor geraklurus TX dan TY ( lihat Gambar 8) pada
koordinat X’ dan Y’ untuk memperoleh E dan N.jadi untuk titik A
EA = X’A + TX
NA =Y’A + TY
Menyusun kembali persamaan tersebut siatas dan memakai koordinat selah satu
titik kontrol (misalnya A) harga-harga nuneris TX dan TY dapat diperoleh sebagai :
TX =EA - X’A
TY =NA - Y’A
Titik kontrol yang lain ( yaitu titi B) sebaiknya juga dipakai dalam Pers tersebut
diatas untuk menghitung TX dan TY sehingga didapat pengecekan hitungan.
Memasukan persamaan-persamaan tersebut diatas dan menghilangkan huruf-huruf
dibawah seperti EA menjadi E dsb diperoleh persamaan persamaan sebagai berikut
,untuk menghitung koordinat E dan N titik yang bukan titik control (misalnya C dan D)
dari harga-harga X dan Y nya.
E = cos θ - Y sin θ + TX
N = X sin θ + Y cos θ +TY

Gambar 9 Perincian rumus putaran pada trans formasi koordinat dua dimensi.

Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 18


BAB. III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Didalam pelaksanaan praktikum Ilmu ukurtanah II dibagi menjadi 3 bagian tugas


pengukuran yaitu:
1. Tugas 1 Pengukuran Polygon Terbuka
2. Tugas 2 Pengukuran Profil Memanjang (Leveling)
3. Tugas 3 Pengukuran Guna Pembuatan Peta (Polygon Tertutup,situasi; Ring
Waterpassing)

3.1 Tugas 1 Pengukuran Polygon Terbuka

Pelaksanaan Pengukuran polygon terbuka memiliki urut-urutan seperti berikut :


a. Pada Pelaksanaannya Pengukuran Polygon terbuka dengan system Takimetri
menggunakan alat ukur tanah teodolit
b. Penentuan Titik polygon dengan jarak antar titik masing-masing yang berjarak
25 Meter dengan menggunakan Roll Meter.
c. Pengukuran Sudut Horizontal titik – titik polygon dimulai dari BM sampai ke P1
– P2 – P3 – P4 dan seterusnya sampai dengan Titik Poligon pada nomor P19.
d. Pengukuran Azimut P.0 ke P1 untuk memperoleh sudut jurus antara titik satu
dengan titik yang lainnya.
e. Proses pengolahan data polygon dimulai dari titik BM1 diberikan nilai Ordinat
dan Absis , X = 100.00, Y = 100.00, Z = 100.00.
f. Perhitungan Azimut dimulai dari sudut jurus atau azimuth BM1 ke P1 sebesar
208° 43’56” sedangkan sudut P1 53° 06’54” untuk mengetahui sudut jurus dari
P1 ke P2 dengan cara 208° 43’56” + 53° 06’54” - 180° = 81° 50’50”, untuk
mengetahui sudut jurus selanjutnya dengan cara yang sama.
g. Control Sudut horizontal titik – titik polygon dengan formula sebagai berikut :
Azimuth Akhir dikurangi dengan Azimuth Awal = Jumlah sudut titik titik
Polygon.
h. Untuk lebih jelasnya hasil pelaksanaan praktikum ini disajikan dalam bentuk
tabel data pengukuran hasil pengolahan data dan peta hasil ploting data dengan
sekala 1 : 1000 dilampirkan.

Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 19


3.2 Tugas II Pengukuran Profil Memanjang (Leveling)

Pengukuran Profil Memanjang dilakukan untuk mengetahui perbedaan ketinggian


antara titik – titik polygon dan memperoleh bentuk permukaan tanah pada jalur
lintasan polygon BM.1 sampai titik P.19. pada pelaksanaan pengukuran ini dengan
memakai system pengukuran sipat datar berantai.Adapun tatacara pelaksanaan
pengukuran adalah sebagai berikut :
1) Instrument sipat datar diposisikan ditengah tengah antara dua titik polygon
pembaccaan ketiga benang pada instrument untuk mendapatkan perbedaan
ketinggian kedua titik tersebut dengan jalan tengah

3.3 Tugas 3 Pengukuran Guna Pembuatan Peta (Polygon Tertutup)

A. Pelaksanaan Pengukuran polygon Tertutup memiliki urut-urutan seperti


berikut :
1. Letakan pesawat pada titik awal pengukuran yaitu titik P0 dan telah
diketahui koordinat dan tinggi tanahnya (BM)
2. Pasang dan stel pesawat diatas P0 sampain siap digunakan.
3. Ukurlah tinggi pesawat dan jarak pada titik-titik.
4. Kemudian Nolkan bacaan pesawat pada arah utara megnet bumi sebagai
Azimut awal pengukuran dan arahkan bacan pada titik P1.
5. Baca bacaan sudut Horizontal dan Vertikal serta serta koreksi jarak yang
diukur dengan pita ukur yang melalui optis.
6. Setelah itu pindahkan alat ke P1, stel alat sampai siap digunakan lalu Nolkan
bidikan ke titik P0.
7. Selanjutnya Nolkan bacaan Horizontal pesawat dan kunci dengan sekrup
penggerak kasar Horizontal dan tepatkan dengan penggerak halusnya.
8. Buka klem sekrup penggeraka kasar Horizontal dan putarkan kearah titik P2
searah atau berlawanan arah jarum jam sesuai kesepakatan.
9. Ukur kembali tinggi pesawat untuk bacaan vertikalnya.
10. Bacalah sedut Vertikal dan Horizontal serta koreksi jaraknya.
11. Sebagai control bacaan sudut dapat dilakukan dua kali pengukuran pulang
pergi atau bacaan sudut biasa / luar biasa.
12. Teruskan langkah tersebut sampai kembali ke titik P0.

Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 20


B. Pengelolaan Data Pengukuran Pembuatan Peta (Polygon Tetutup) :

1. Untuk Mencari sudut pengambilan :


Bacaan muka dikurangi beban belakang, jika bacaan muka lebih kecil dari
bacaan belakang hasilnya maka harus ditambah 360º hasilnya baru dikurangi
bacaan belakang.
2. Untuk mencari koreksi sudut pengambilan :
Jumlah sudut sebelum dikoreksi hasil harus sama dengan jumlah
180º ( n±2 ): n.
Ket :
n : Banyak titik pengukuran
n±2 : Jika diambil sudut luar pengukuran
n-2 : Jika diambil sudut dalam pengukuran
3. Untuk mencari sudut sesudah dikoreksi
Sudut sebelum dikoreksi ± koreksi = sudut sesedah.
4. Untuk mencari Azimut tiap titik :
Azimuth awal (Po) ± sesudah dikoreksi ± 180° maka dapat Azimuth A,
begitu selanjutnya hingga kembali pada Azimuth pertama (Po).
5. Untuk mencari Absis
Azimuth awal dicari harga sinsnya dikali dengan jarak dapat absis, jika plus
catat plus jika min catat minus.
6. Untuk mencari Ordinat
Azimuth awal dicari harga cosnya dikalikan dengan jarak dapat ordinat, jika
plus catat plus jika min catat minus.

7. Untuk mencari Koreksi absis dan ordinat


Jumlahkan absis plus dan minus, begitu juga ordinatnya dan selisihkan,
kemudian selisihnya bagikan dengan banyak titik plus atau minus tergantung
dengan hasil selisihnya jika plus maka hasilnya diminus dan jika minus
hasilnya diplus.
8. Untuk mencari koordinat X dan Y
Koordinat X = Koordinat yang sudah ada ± absis ± koreksi
Koordinat Y = Koordinat yang sudah ada ± ordinat ± koreksi

Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 21


BAB IV.
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
1. Setelah melakukan pratikum Ilmu Ukur Tanah II dapat disimpulkan bahwa
manfaat pratikum ini yaitu pratikan dapat mengenal alat serta menggunakan alat
ukur tanah yang tepat sehingga akurasi data yang dihasilkan dari pelaksanaan
pengukuran dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, kemudian
menganalisa/memproses data-data lapangan dan ploting data-data tersebut
menjadi gambar atau peta, disamping itu praktikan harus bisa menjelaskan
kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan hasil pengukuran tanah yang
dilakukan dengan penuh tanggungjawab
2. Perlunya pengembangan diri yang lebih luas pada ilmu ukur tanah moderen
mengingat perkembangan teknologi elektronik yang diaplikasikan dengan
instrument ukur tanah dan cara prosesing data dan pencekan hasilnya yang
sangat cepat pada saat ini dan dimasa yang akan datang.
3. Mengingat hasil dari pekerjaan pengukuran tanah sangat dipelukan pada tahap
perencanaan,pelaksanaan dan pengembangan dari hasil proyek pembangunan
bangunan teknik Arsitektur memerlukan ketelitian yang tinggi maka praktikan
dituntut untuk memegang teguh kode etik propesi secara utuh untuk itu
diperlukan kejujuran, ketelitian kecerdasan dalam pengambilan,menghitung
serta memproses data dan bertanggung jawab atas hasil dari perkerjaan
pengukuran tanah yang dilaksanakan.

Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 22


B. SARAN
Demi kelancaran pelaksanaan pruktium para peserta diharapkan mnjega tata tertip
antara lain :
 Sportif dalam melakukan praktikum bertanggung atas nama pribadi dan
kelompoknya
 Mengikuti instruksi pembimbing,bertanya bila ada hal – hal yang belum
paham dalam hal penggunaan pembacaan instrument ukurtanah maupung
pada tahap perhitngan kepada pembimbing.
 Diskusi kelompok setelah praktukum tentang dan konsiltasikan bila ada hal

Demikian Kesimpulan dan saran pratikan semoga pihak – pihak yang berwenang
di Fakultas Teknik khususnya Jurusan Teknik Arsitektur dapat meningkatkan kualitas
SDM hasil didikannya melalui salah satu mata kuliah ilmu ukur tanah ini sehingga teknik
Arsitektur Unitas semakin diminati masyarakat dapat mencapai tujuan dari
pendidikannya, Amien.

Palembang; september 2016


Praktikan

(Soenarto)

Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 23


LAMPIRAN
HASIL PRAKTIKUM

Tugas

1. Pengukuran long section Pergi Pulang (Perhitungan data dan Gambar/Penampang


memanjang)
2. Tugas Pengukuran polygon Terbuka (Perhitungan data dan Gambar/Peta)
3. Pengukuran Polygon Tertutup situasi dan topografi (Perhitungan data dan
Gambar/Peta )
4. Dokumentasi Pelaksanaan Praktikum

Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 24


KATA PENGANTAR

Laporan ini disusun untuk memenuhi data laporan berdasarkan hasil praktek
lapangan yang dilakukan dan berlokasi di lapangan parkir UIGM. Hasil praktek tersebut
merupakan pelengkap pembelajaran bagi mahasiswa dalam proses belajar ilmu ukur tanah
II yang diadakan oleh Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Indo Global Mandiri
Palembang.

Banyak kekurangan yang mungkin ditemukan dalam pembacaan alat ukur


Theodolit dan Waterpass,semoga kekurangan tersebut dapat memberi masukan yang lebih
bernilai bagi penulis untuk menghasilkan karya tulis yang lebih baik. Tentunya semua
akan mengarah kepada penyelesaian permasalahan dalam pemetaan.

Palembang, Desember 2015

Dyka Depriani

Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 25


DAFTAR ISI

Halaman Judul ...................................................................................................... i

Kata pengantar ...................................................................................................... ii

Daftar isi .............................................................................................................. iii

BAB I. Pendahuluan ..................................................................................... 1

1.1. Latar belakang ........................................................................ 1


1.2. Maksud dan Tujuan ................................................................ 1
1.3. Pembatasan Masalah .............................................................. 2
BAB II. Pelaksanaan Pratikum ..................................................................... 3

2.1. Dasar Teori Pemetaan ............................................................ 3

2.2. Pengukuran Polygon dengan Theodolit ................................. 3


2.3. Prinsip Tachymetri ................................................................. 4
2.4. Pengukuran Takimeter untuk Bidikan Miring ....................... 7
2.5. Geometri Koordinat dalam Hitungan Pengukuran Tanah ...... 10
2.6. Bentuk Persamaan Koordinat untuk Garis ............................. 11
2.6.1 Perpotongan Dua Garis ............................................... 12
2.6.2. Perpotongan Dua Lingkaran ....................................... 14
BAB III. Pelaksanaan Pratikum ..................................................................... 19

3.1. Tugas I Pengukuran Polygon Terbuka .................................. 19


3.2. Tugas II Pengukuran Profil Memanjang (Leveling) .............. 20
3.3. Tugas III Pengukuran Guna Pembuatan Peta (Polygon Tertutup) 20
BAB IV. Penutup .................................................................................... 22
4.1. Kesimpulan ............................................................................ 22

4.2. Saran ...................................................................................... 22

Lampiran Data Pratikum dan Gambar


Lampiran Foto Dokumentasi

Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 26


Laporan hail praktium Ilmu Ukurtanah II Created By angkatan 2014 Page 27

Anda mungkin juga menyukai