Anda di halaman 1dari 12

Pembahasan Penanganan Asphyxia Neonatorum Pada Bayi

Kurang Bulan
Chrisanto-102014046
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510

Abstrak

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas dengan
spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia,
dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan
faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan
ekstrauterine. Penelitian statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan
bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal
ini dibuktikan oleh Drage dan Brendes (1966) yang mendapatkan skor Apgar yang rendah
sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian
yang tinggi.

Kata kunci: Asfiksia neonatorum, hipoksia, hiperkapnia dan asidosis

Abstract
Asphyxia neonatorum is a newborn state that fails to breathe spontaneously and
regularly soon after birth. This condition is accompanied by hypoxia, hypercapnia, and ends
with acidosis. Hypoxia present in asphyxia is the most important factor that can inhibit
newborn adaptation to extrauterine life. Statistical research and clinical experience or
anatomical pathology show that this condition is a major cause of mortality and morbidity of
newborns. This is evidenced by Drage and Brendes (1966) who get low Apgar score as a
manifestation of severe hypoxia in infants at birth will show a high mortality rate.

Keywords: Asphyxia neonatorum, hypoxia, hypercapnia and acidosis

1
Pemeriksaan fisik

Setelah anak dilahirkan, hal pertama yang kita lakukan adalah memeriksan keadaan fisik
anak tersebut dengan menggunakan Apgar Score. Skor APGAR adalah sebuah metode yang
diperkenalkan pertama kali pada tahun 1952 oleh Dr. Virginia Apgar sebagai sebuah metode
sederhana untuk secara cepat menilai kondisi kesehatan bayi yang baru lahir menggunakan 5
kriteria sederhana dengan skala nilai nol, satu, dan dua. Kelima nilai kriteria tersebut
kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan angka nol hingga sepuluh.1

I. Apgar Score

Dalam praktek, menentukan tingkat asfiksia bayi dengan tepat membutuhkan


pengalaman dan observasi klinis yang cukup. Pada tahun lima puluhan digunakan criteria
“Breathinh time” dan “crying time” karena tidak dapat memberikan informasi yang tepat
pada keadaan tertentu. Penilaian secara Apgar mempunyai hubungan yang bermakna
dengan mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Cara ini dianggap paling cukup ideal
dan telah banyak digunakan dimana-mana. Patokan yang klinis yang dinilai adalah : (1)
menghitung frekensi jantung, (2) melihat usaha nafas, (3) menilai tonus, (4)menilai
refleks rangsangan, dan (5)memperhatikan warna kulit. Setiap criteria diberi angka
tertentu dan penilaian itusekarang lazim disebut skor Apgar. Skor Apgar ini biasanya
dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada saat bayi telah diberi lingkungan
yang baik serta telah dilakukan pengisapan lender dengan sempurna. Skor Aapgar 1 menit
ini menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan baik sekali sebagai pedoman untuk
mementukan cara resusitasi. Skor Apgar pun dinilai setelah 5 menit bayi lahir, karena hal
ini mempunyai korelasi yang erat dengan morbiditas dan mortalitas neonatal (Drage
1966).1,2

Tabel 1. APGAR SCORE2


Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2 Akronim
Warna kulit Seluruhnya Warna kulit tubuh Warna kulit tubuh, Appearance
biru normal merah muda, tangan, dan kaki
tetapi tangan dan kaki normal merah muda
kebiruana tidak ada sianosis
(akrosianosis)
Denjut Tidak ada <100x/menit >100x/menit Pulse

2
jantung
Respon Tidak ada Meringis/menangis Meringis/bersin/batu Grimace
refleks respon lemah ketika k saat stimulasi
terhadap distimulasi
stimulasi
Tonus otot Lemah / Sedikit gerakan Bergerak aktif Activity
tidak ada
Pernapasan Tidak ada Lemah atau tidak Menangis kuat, Respiratory
teratur pernapasan baik dan
teratur

Tabel 2. Interpretasi Skor Apgar

Jumlah skor Interpretasi Catatan


7-10 Bayi normal
4-6 Agak rendah Memerlukan tindakan medis
segera seperti penyedotan lendir
yang menyumbat jalan nafas, atau
pemberian oksigen untuk
membantu bernafas
0-3 Sangat rendah Memerlukan tindakan medis yang
lebih intensif
Working Diagnosis

1. Asfiksia neonatorum

Etiologi

Pengembangan paru pada bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran
kemudian disusul dengan pernapasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan
ini dapat timbul pada masa kehamilan,persalinan segera setelah lahir. Hampir sebagian besar
asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin.

Neonatus Resiko Tinggi Mengalami Asfiksia

3
Asfiksia neonatorum dapat merupakan kelanjutan dari ketegangan janin (fetal distress)
intrauterine yang disebabkan oleh banyka hal seperti yang terlihat pada penjabaran . fetal
distress adalah keadaan ketidakseimbangan kebutuhan O2 dan nutrisi janin sehingga
menimbulakan perubuhan metabolism janin menuju metabolism anaerob yang menyebabkan
hasil akhir metabolismenya bukan CO2 lagi2,3

Towell (1966) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernapasan pada bayi


terdiri dari :

1. Faktor ibu
Hipoksia ibu. Hal ini akan mnimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika
atau anetesia dalam.
Gangguan aliran darah uterus. Mengurangnya aliran darah pada uterus akan
menyebaban berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke
janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan : gangguan kontraktilitas uterus,
misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus akibat penyakit atau obat. Hipotensi
mendadak pada ibu karena perdarahan. Hipertensi pada penyakit ekalmpsia dan lain-
lain.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta.
Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya
solution plasenta, perdarahan plasenta dan lain-lain.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilicus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh
darah umbilicus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan
aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, tali puat melilit
leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan lain-lain.
4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu
pemakaian obat anastesia/analgetika yang lebih pada ibu secara langsung dapat
menimbulkan depresi pusat pernapasan janin, trauma yang terjadi pada persalinan,
misalnya perdarahan intracranial, kelainan congenital pada bayi misalnya hernia
diagfragmatika, atresia atau stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru dan lain-
lain.1

4
Manifestasi Klinis asfiksia :

In utero

 DJJ irreguler dan frekuensinya lebih dari 160 atau kurang dari 100 kali permenit
 Terdapat mekonium dalam air ketuban
 Amnioskopi, kardiotokografi, ultrasonografi

Setelah bayi lahir

 Bayi tampak pucat dan sianosis


 Denyut nadi lemah
 Pernapasan tidak ada atau megapa-megap
 Kehilangan tonus otot
 Refleks hilang atau berakhir.

Bayi yang saat lahir tidak membutuhkan resustasi, secara umum dapat diidentifikasi dengan
pemeriksaan 4 karakteristik berikut ini secara cepat:

1. Apakah bayi lahir setelah umur gestasi cukup bulan ?


Walaupun >90% bayi dapat beradaptasi dari kehidupan intrauterine ke kehidupan
ekstrauterin tanpa perlu bantuan, sebagian besar bayi cukup bulan. Bila bayi lahir
kurang bulan, kemungkinan besar memerlukan resustiasi. Ini karean paru bayi
premature kurang berkembang, usaha napas masih lemah dan kurangmampu
mempertahankan suhu tubuh setelah lahir. Karena itu, bayi premature perlu dievaluasi
, berikan langkah awla resutasi dan letakkan di bawah alat pemancar panas
2. Apakah cairan amnion bersih dari mekonium dan tanda infeksi ?
Bila terdapat mekonium dalam cairan ketuban atau pada kulit bayi yang
pergerakannya lemah makan perlu dilakukan intubasi dan pengisapan trakea seblum
melakukan langkah resusitasi lainnya.
3. Apakah bayi bernapas atau menangis ?
Pernapasan dapat dilihat dengan memperhatikan dada bayi. Tangis yang kuat juga
menandakan pernapasa. Pernapasan megap-megap merupakan tanda masalah yang
berat dan memerlukan intervensi sama seperti tidak adanya usaha napas(apnu)
4. Apakah bayi mempunyai tonus otot yang baik ?
Bayi cukup bulan yang sehat, ekstremitasnya dalam keadaan fleksi dan bergerak aktif.

5
Bila jawaban dari semua pertanyaan tersebut adalah “ya” maka bayi tidak membutuhkan
resusitasi dan tidak boleh dipisahkan dari ibunya. Bayi dapat dikeringakan, diletakkan
langsung di dada ibu dan diselimuti dengna kain kering untuk mempertahankan suhu.
Pengawasan pernapasan, aktivitias, dan warna kulit harus terus dilanjutkan. Namun apabila
ada jawaban tidak dari 4 karakteristik tersebut , berarti resusitasi dilakukan . 4,5,6

Tindakan pada asfiksia neonatorum

Tujuan utama mengatasi asfiksia ialah untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan
membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul dikemudian hari. Tindakan yang
dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.1,2

Sebelum resusitasi dikerjakann, perlu diperhatikan bahwa :

1. Faktor waktu sangat penting. Makin lama bayi menderita asfiksia perubahan
homeostasis yang timbul makin berat, resusitasi akan timbul lebih sulit dan
kemungkinan timbulnya skuele dan meningkat
2. Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia/hipoksia antenatal tidak dapat
diperbaiki, tapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia/hipoksia pascanatal harus
dicegah dan diatasi.
3. Riwayat kehamilan dan partus akan memberikan keterangan yang jelas tentang faktor
penyebab terjadinya depresi pernafasan pada bayi baru lahir
4. Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan dapat
dipilih dan ditentukan secara adekuat.

Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat adalah:

1. Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran pernafasan
tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar oksigenasi dan
pengeluaran CO2 berjalan lancer.
2. Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha
pernafasan lemah.
3. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi
4. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik.

6
Peralatan

 Kain 3 buah
 Alat penghisap lendir DeLee atau balon karet
 Peralatan balon dan sungkup
 Peralatan intubasi
Laringoskop
Selang endotrakeal (endotracheal tube ) dan stilet (bila tersedia) yang cocok dengan
pipa endotrakeal yang ada.
 Alat pemacar panas (radiant warmer) atau sumber panas lainnya

Peralatan intubasi :

 Laringoskop
 Selang endotrakeal ( endotracheal tube ) dan stilet ( bila tersedia) yang cocok dengan
pipa endoktrakeal yang ada
 Alat pemancar panas (radiant warmer) atau sumber panas lainnya.

Protocol Resusitasi

Protocol resusitasi neonatus berikut ini direkomendasikan oleh American of Pediatric and
American Heart Association (1994). yaitu :

Langkah awal dalam stabilisasi :

1. Mencegah kehilangan panas. Letakkan bayi telentang dalam tempat tidur


berpenghangat radiasi dan keringkan cairan amnion
2. Memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya
Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisi menghidu agar
posisi faring, laings, dan trakea dalam satu gari lurus yang akana mempermudah
masuknya udara. Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan
balon dan sungkup dan atau untuk pemasangan pipa endotrakeal
3. Membersihkan jalan napas sesuai keperluan
Aspirasi mekonium saat proses persalinan dapat menyebabkan pneumonia aspirasi.
Cara yang tepat untuk membersihkan jalan napas adalah bergantung pada keaktifan
bayi dan ada/tidaknya mekonium. Bila terdapat mekonium dalam cairan amnion dan
bayi tidak bugar ( bayi mengalami depresi pernapasan, tonus otot kurang dan

7
frekuensi jantung kurang dari 100x/menit segera lakukan penghisapan trakea meliputi
langkah-langkah pemasangan laringoskop dan selang endotrakeal ke dalam trakea,
kemudian dengn kateter penghisap dilakukan pembersihan daerah mulut, faring, dan
trakea sampai glottis. Bila terdapat mekonium dalam cairan amnion namun bayi
tampak bugar, pembersihan sekret dari jalan napas dlakukan sperti pada bayi tanpa
mekonium.
4. Mengeringkan bayi, merangsanga pernapasan, dan meletakkan pada posisi yang benar
Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret dan mengeringkan akan
member rangsangan yang cukup pada bayi untuk memulai pernafasan. Bila setelah
dilakukan hal itu namun bayi belum bernafas adekuat, maka dapat dilakukan
perangsangan taktil dengan menepuk atau menyentil telapak kaki, atau dengan
menggosok punggung, tubuh atau ekstremitas bayi. Bayi yang berada dalam apnue
primer akan bereaksi pada hampir semua rangsangan, sementara bayi yang berada
dalam apnue skunder, rangsangan apapun tidak akan memnimbulkan reaksi
pernapasan. Karena nya cukup satu atau dua tepukan pada telapak kaki atau gosok
pada punggung.
Penilaian :
Penilaian dilakukan setelah 30 detik untuk menentukan perlu tidaknya resusitasi
lanjut. Tanda vital yang perlu dinilai adalh sebagai berikut :
a. Pernapasan = gerakan dada, frekuensi dan dalamnya pernapasan bertambah
setelah rangsangan taktil. Pernapasan yang megap-megap memerlukan intervensi
lanjutan
b. Frekuensi jantung > 100x/menit hitung permenit
c. Warna kulit = tampak kemerahan pada bibir dan seluruh tubuh. Warna kulit bayi
yang berubah dari biru menjadi kemerahan adalah petanda yang paling cepat akan
adanya pernapasan dan sirkulasi yang adekuat. Pada sianosis sentral yang
memerlukan intervensi
 Pemberian oksigen

Bila bayi masih terlihat sianosis sentral, maka diberikan tambahan oksigen. Pemberian
oksigen aliran bebas dapat dilakukan dengan menggunakan sungkup oksigen , sungkup
dengan balon tidak mengembang sendiri, T-piece resuscitator dan selang atau pipa oksigen.
Pada bayi cukup bulan dianjurkan untuk menggunakan oksigen 100%. Pengehentian
pemberian oksigen dilakukan bertahap bila tidak terdapat sianosis sentral lagi, yaitu bayi

8
tetap merah atau saturasi oksigen tetap baik walaupun konsentrasi oksigen sama dengan
konsentrasi oksigen ruangan.

 Ventilasi Tekanan Positif

Ventilasi tekanan positif (VTP) dilakukan sebagai langkah resusitasi lanjutan bila semua
tindakan diatas tidak menyebabkan bayi bernapas atau frekuensi jantungnya tetap kurang dari
100x/menit. Kontraindikasi penggunaan ventilasi tekanan positif adalah hernia difragma.
Frekuensi denyut jantung dievaluasi setelah pemberian ventilasi tekanan positif 15 – 30 detik.
Jika frekuensi denyut jantung sekarang diatas 100x/menit, evaluasi warna. Jika frekuensi
denyut jantung 60-100 dan meningkat lanjutkan ventilasi. Jika frekuensi denyut jantung
dibawah 60 dan tidak meningkat, ventilasi dilanjutkan dengan kompresi dada dimulai. Pada
kondisi ini intubasi trakea perlu dipertimbangkan.

 Kompresi Dada

Tindakan kompresi dada ( cardiac massage ) terdiri dari kompresi yang teratur pada tulang
dada, yaitu menekan jantung ke arah tulang belakang, meningkatkan tekanan intratorakal, dan
memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh organ vital tubuh. Ventilasi dan kompresi harus
dilakukan secara bergantian.

Prinsip dasar pada kompresi dada adalah:

1. Posisi bayi : topangan yang keras pada bagian belakang bayi dengan leher sedikit
tengadah
2. Kompresi :
Lokasi ibu jari atau dua jari: pada bayi baru lahir tekanan diberikan pada 1/3 bawah
tulang dada yang terletak antara processus xiphoideus dan garis khayal yang
menghubungkan kedua putting susu bayi
3. Kedalaman : diberikan tekanan yang cukup untuk menekan tulang dada sedalam
kurang lebih 1/3 diameter anteroposterior dada, kemudia tekanan dilepaskan untuk
memberi kesempatan jantung terisi.
4. Frekuensi : satu siklus yang berlangsung selama 2 detik, terdiri dari satu ventilasi dan
tiga kompresi
5. Penghentian kompresi :
 Setelah 30 detik, untuk menilai kembali frekuensi jantung ventilasi dihentikan
selama 6 detik. Penghitungan frekuensi jantung selama ventilasi dihentikan.
9
 Jika frekuensi jantung telah diatas 60x/menit kompresi dada dihentikan,
namun ventilasi diteruskan dengan kecepatan 40-60x/menit. Jika frekuensi
jantung tetap kurang dari 60x/menit, maka pemasangan kateter umbilical
untuk memasukkan obat dan pemberian epinerfin harus dilakukan.
 Jika frekuensi jantung lebih dari 100x/meni dan bayi dapat bernapas spontan,
ventilasi tekanan positif dapat dihentikan tetapi bayi masih mendapat oksigen
alir bebas yang kemudian secara bertahap dihentikan. Setelah observasi
beberapa lama dikamar bersalin bayi dapat dipindahkan ke ruang perawatan.1
 Intubasi Endotrakeal

Intubasi endotrakeal penting pada empat situasi; ketika ventilasi tekanan positif memanjang
dibutuhkan, ketika kantung dan masker ventilasi tidak efektif, ketika diutuhkan pengisapan
trakea dan ketika dicurigai terjai hernia diafrgmatika

Teknik Intubasi :

Kepala bayi berada dalam posisi menghadap ke atas. Laringoskop dimasukkan ke


dalam sisi kanan mulut, kemudian diarahkan ke posterior kea rah orofaring, kemudian
laringoskop digerakkan secara perlahan kedalam ruang diantara dasar lidah dan
epiglotis elevasi perlahan ujung laringoskop akan mengangkat ujung epiglotis serta
memajankan glottis dan pita suara. Pipa endotrakeal dimasukkan melalui sisi kanan
mulut dan dimasukkan melalui pita suarasampai pita mencapai glotis.

Tabel 3. Ukuran pipa endotrakeal2

Ukuran pipa (diameter) Berat (gram) Usia kehamilan (minggu)


2,5 < 100 <28
3,0 1000-2000 28-34
3,5 2000-3000 34-38

Langkah yang diambil untuk memastikan pipa berada dalam trakea dan bukan di esophagus
adalah dengan mendengar bunyi nafas atau suara gurgling jika udara dimasukkan kedalam
lambung. Jika lambung mengembang, kemungkinan pipa masuk esophagus.

Penatalaksanaan

10
Obat – obatan jarang diberikan pada resusitasi bayi baru lahir. Bradikardi pada bayi baru lahir
biasanya disebabkan oleh ketidaksempurnaan pengembangan dada atau hipoksemia, dimana
kedua hal tersebut harus dikoreksi dengan pemberian ventilasi yang adekuat. Namun bila
bradikardi tetap terjadi setelah VTP dan kompresi dada yang adekuat, obat-obatan seperti
epinefrin atau volume ekspander dapat diberikan. Obat yang diberikan pada fase akut
resusitasi adalah epinerfrin. Obat-obat lain digunakan pada pasca resusitasi atau pada keadaan
khusus lainnya.

a. Epinefrin
Indikasi pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah
dilakukan ventilasi dan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik. Epinefrin
tidak boleh diberikan sebelum melakukan ventilasi adekuat karena epinerfrin akan
meningkatkan beban dan konsumsi oksigen otot jantung. Dosis yang diberikan 0,3
ml/kgBB larutan 1: 10.000 ( setara dengan 0,01 – 0,03 mg/kgBB) intravena atau
melalui selang endotrakeal. Dosis dapat diulang 3-5 menit secara intravena bila
frekuensi jantung tidak meningkat. Dosis maksimal diberikan jika pemberian
dilakukan melalui selang endotrakeal.
b. Volume ekspander
Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut : bayi baru lahir yang
dilakukan resusitasi, hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi, hipovolemia
kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat,
perfusi buruk, nadi kecil atau lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respon
yang adekuat. Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang
sampai menjukkan respon klinis. Jenis cairan yang diberikan dapat berupa larutan
kristaloid isotonis (NaCl 0,9%, Ringer laktat) atau transfuse golongan darah O
negative jika diduga kehilangan darah banyak.
c. Bikarbonat
Indikasi penggunaan bikarbonat adalah asidosis metabolic pada bayi abru lahir yang
mendapat resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan
bikarbonat pada keadaan asidosis metabolic dan hiperkalemia harus disertai dengan
pemeriksaan analisis gas darah dan kimiawi. Dosis yang digunakan adalah 2 mEq/kg
BB atau 4 ml/kg Bb BicNat yang konsentrasinya 4,2 %. Bila hanya terdapat BicNat
dengan konsentrasi 7,4 % maka di encerkan dengan aquabides atau dekstrosa 5%

11
sama banyak. Pemberian secara intra vena dengan kecepatan tidak melebihi dari 1
mEq/kgBB/menit

Kesimpulan

Asfiksia neonatorum dapat merupakan kelanjutan dari ketegangan janin (fetal


distress) intrauterine yang disebabkan oleh banyka hal seperti yang terlihat pada penjabaran .
fetal distress adalah keadaan ketidakseimbangan kebutuhan O2 dan nutrisi janin sehingga
menimbulakan perubuhan metabolism janin menuju metabolism anaerob yang menyebabkan
hasil akhir metabolismenya bukan CO2 lagi. Setelah anak dilahirkan, hal pertama yang kita
lakukan adalah memeriksan keadaan fisik anak tersebut dengan menggunakan Apgar Score.
Skor APGAR adalah sebagai sebuah metode sederhana untuk secara cepat menilai kondisi
kesehatan bayi yang baru lahir menggunakan 5 kriteria sederhana. Tujuan utama mengatasi
asfiksia ialah untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa (
sekuele) yang mungkin timbul dikemudian hari. Tindakan yang dikerjakan pada bayi lazim
disebut resusitasi bayi baru lahir.

Daftar Pustaka
1. Abdoerrachman.MH, Affandi MB, Agusman S, Alatas H, Ali D, Bakry F. Ilmu Kesehatan
Anak. Edisi 3. Jakarta: FK UI;2005.hlm. 1075-10.
2. American Academi of Pediatric and American College of Obstetricians and Gynecologists.
Care or the Neonatal. Guidelines of perinatal care. Gilstrap LC,Oh W, editors. Elk Grove
Village (IL): American Academy of Pediatrics;2003:196-7
3. Cunningham Gary F. Obstetri Willian.Edisi ke-21. Vol 1. Jakarta:EGC;2006.hlm.423-34
4. Wahab Samik, Sugiarto, Pendit B U. Buku Ajar Pediatri Rudolph, Edisi 20, Vol. 1. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006; 274-5.
5. Nelson A,Behrman,Kliegman.Ilmu kesehatan anak nelson.Vol 1. Ed 15.Jakarta:Penerbit
Kedokteran EGC;2000.h.316-27.
6. Buku resusitasi : Kattwinkel J. Buku Panduan Resusitasi Neonatus. 5th ed. USA: American
Academy of Pediatrics dan American Heart Association. 2006

12

Anda mungkin juga menyukai