Anda di halaman 1dari 4

PEMBAHASAN

Osmosis memainkan peranan yang sangat penting pada tubuh makhluk hidup, misalnya, pada
membran sel darah merah saat mengalami peristiwa hemolisis dan krenasi. Kerusakan membran
eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain penambahan larutan hipotonis atau hipertonis ke dalam
darah, penurunan tekanan permukaan membran eritrosit, zat atau unsur kimia tertentu, pemanasan
atau pendinginan, serta rapuh karena umur eritrosit dalam sirkulasi darah telah tua. Apabila medium
di sekitar eritrosit menjadi hipotonis (karena penambahan larutan NaCl hipotonis), medium tersebut
(plasma dan larutan) akan masuk ke dalam eritrosit melalui membran yang bersifat semipermiabel
dan menyebabkan sel eritrosit menggembung. Bila membran tidak kuat lagi menahan tekanan yang
ada di dalam sel eritrosit itu sendiri, maka sel akan pecah.
Lisis merupakan istilah umum untuk peristiwa menggelembung dan pecahnya sel akibat masuknya
air ke dalam sel. Lisis pada eritrosit disebut hemolisis, yang berarti peristiwa pecahnya eritrosit
akibat masuknya air ke dalam eritrosit sehingga hemoglobin keluar dari dalam eritrosit menuju ke
cairan sekelilingnya. Membran eritrosit bersifat permeabel selektif, yang berarti dapat ditembus oleh
air dan zat-zat tertentu, tetapi tidak dapat ditembus oleh zat-zat tertentu yang lain. Hemolisis ini akan
terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam medium yang hipotonis terhadap isi sel eritrosit.
Namun perlu diketahui bahwa membran eritrosit (termasuk membran sel yang lain) memiliki
toleransi osmotik, artinya sampai batas konsentrasi medium tertentu sel belum mengalami lisis.
Kadang-kadang pada suatu konsentrasi larutan NaCl tertentu tidak semua eritrosit mengalami
hemolisis. Hal ini menunjukkan bahwa toleransi osmotis membran eritrosit berbeda-beda. Pada
eritrosit tua membran selnya memiliki toleransi rendah (mudah pecah), sedangkan membran eritrosit
muda memiliki toleransi osmotik yang lebih besar (tidak mudah pecah). Pada dasarnya semua
eritrosit sudah mengalami hemolisis sempurna pada air suling. Hasil hemolisis sempurna eritrosit
dalam air suling biasa dianggap sebagai larutan standar untuk menentukan tingkat kerapuhan
eritrosit (Soewolo, 2000).
Hemolisis yang disebabkan oleh perbedaan tekanan osmotic isi sel dengan mediumnya (cairan di
sekitarnya) disebut hemolisis osmotik. Hemolisis yang lain adalah hemolisis kimiawi dimana medium
eritrosit rusak akibat subtansi kimia. Zat-zat yang dapat merusak membran eritrosit (termasuk
membran sel yang lain) antara lain kloroform, aseton, alcohol, benzena, dan eter (Soewolo, 2000).
Peristiwa sebaliknya dari hemolisis adalah krenasi, yaitu peristiwa mengkerutnya membran sel
akibat keluarnya air dari dalam eritrosit. Krenasi dapat terjadi apabila eritrosit dimasukkan ke dalam
medium yang hipertonis terhadap isi eritrosit, misalnya untuk eritrosit hewan homoioterm adalah
larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,9 % NaCl, sedangkan untuk eritrosit hewan poikiloterm adalah
larutan NaCl yang lebih pekat dari 0,7 % (Soewolo, 2000).
Pada pengamatan toleransi osmotik eritrosit digunakan larutan NaCl yang berbeda konsentrasi yaitu
0,1%, 0,3%, 0,5%, 0,7%, 0,9%, 1%, 2%, 3% dan akuades. Pengamatan toleransi osmotik eritrosit
dilakukan untuk mengetahui reaksi eritrosit setelah ditambah larutan NaCl dengan konsentrasi
tertentu dan akuades sehingga dapat diamati adanya eritrosit yang mengalami hemolisis atau
krenasi..
Pada konsentrasi NaCl 0,7% eritrosit tidak mengalami hemolisis karena larutan Nacl yang
digunakan bersifat isotonis, sehingga hal itu digunakan sebagai kontrol terhadap reaksi
menggunakan NaCl dengan konsentrasi lain yang berbeda dan akuades. Apabila eritrosit diberikan
NaCl dengan konsentrasi 0,1%, 0,3%, 0,5% eritrosit cenderung mengalami hemolisis, dikarenakan
cairan di luar sel (NaCl 0,1%, 0,3%, 0,5%) berdifusi ke dalam sel akibat adanya perbedaan potensial
air (PA) dimana PA larutan NaCl lebih tinggi dari pada PA sel darah merah. Jumlah air yang masuk
ke dalam eritrosit semakin bertambah sampai akhirnya melampaui batas kemampuan membran
eritrosit dan menyebabkan membran itu pecah sehingga sitoplasma eritrosit keluar.
1. Mengamati Peristiwa Hemolisis
Kecepatan hemolisis eritrosit berbeda-beda tergantung pada tingkat konsentrasi larutan NaCl yang
ditambahkan. Pada kosentrasi larutan NaCl sebesar 0.1% memiliki waktu yang paling cepat untuk
dapat menyebabkan sel tersebut hemolisis yakni hanya sekitar 3 menit 11 detik. Sedangkan untuk
larutan dengan kosentrasi sebesar 0.3% membutuhkan waktu sebesar 4 menit 35 detik dan NaCl
0.5 % sebesar 5 menit 49 detik. Perbedaan waktu eritrosis dalam bereaksi dikarenakan perbedaan
kosentrasi NaCl yang digunakan, semakin kecil konsentrasi yang digunakan maka potensial air
larutan NaCl semakin tinggi sehingga perbedaan potensial air di luar dan di dalam sel semakin
besar dan menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya hemolisis semakin cepat.
Sedangkan larutan NaCl 0,7% yang direaksikan pada eritrosit setelah dilakukan pengamatan
selama 10 menit tidak menunjukkan peristiwa hemolisis Hal ini disebabkan karena larutan NaCl
0,7% mempunyai sifat fisiologis yang sama dengan lingkungan di dalam tubuh dan NaCl 0,7% dapat
digunakan sebagai kontrol untuk membandingkan reaksi eritrosit jika diberi NaCl konsentrasi yang
berbeda.
Pada konsentrasi 0,9%, 0.1 %, 2%, 3 %, dan Aquades, sel darah melakukan reaksi krenasi. Pada
krenasi, tidak ada cairan yang masuk ke dalam sel. Akan tetapi, pecahnya membran plasma dan
keluarnya sitoplasma dari dalam sel lebih dipengaruhi oleh gradien perbedaan konsentrasi sel
dengan larutan di sekitarnya. Cairan cenderung bergerak dari PA yang tinggi ke PA yang rendah.
Pada percobaan toleransi osmotik eritrosit pada kosentrasi 0.9%, 0.1 %, 2%, 3 %, dan Aquades,
konsentrasi NaCl lebih tinggi dibanding konsentrasi cairan di dalam sel sehingga potensial air cairan
dalam sel lebih tinggi dibandingkan potensial air NaCl. Hal ini menyebabkan cairan dalam sel
terdorong untuk keluar sel. Seperti halnya pada percobaan kecepatan hemolisis sel darah merah,
pada percobaan ini juga menunjukkan perbedaan waktu untuk dapat menyebabkan sel tersebut
mengkerut (krenasi). Krenasi yang paling cepat terjadi pada larutan 3% dengan waktu 50 detik dan
yang paling lambat pada sel yang diberi NaCl dengan konsentrasi 0.9% sebesar 2 menit 02 detik.
Hal ini terjadi karena konsentrasi berbanding terbalik dengan potensial air (PA). Semakin tinggi
kosentrasi larutan semakin rendah potensial air larutan tersebut maka jika konsentrasi tinggi
potensial air larutan akan rendah. Hal itu menyebabkan air yang berada di dalam eritrosit akan
cenderung keluar karena konsentrasi di dalam sel hipertonis sedangkan cairan di luar sel hipotonis
sehingga membuat eritrosit mengkerut.
2. Menghitung Persentase Hemolisis
Dalam pengamatan untuk menghitung persentase hemolisis setelah mensentrifuse selama 5 menit
didapatkan hasil sebagai berikut akuades mengalami hemolisis sempurna karena supernatant
berwarna merah pekat tanpa adanya endapan. Pada NaCl 0,1% supernatan berwarna merah
dengan sedikit endapan merah tua sehingga mengalami hemolisis sebagian. Pada NaCl 0,3%
supernatant berwarna merah dengan sedikit endapan merah tua sehingga mengalami hemolisis
sebagian. Pada NaCl 0,5% supernatan berwarna merah tapi lebih cerah dibandingkan NaCl 0,1%
dengan sedikit endapan merah tua sehingga mengalami hemolisis sebagian. Pada NaCl 0,7%
supernatan berwarna merah lebih cerah dibandingkan semua NaCl (0,1%, 0,3%, 0,5%) dengan
sedikit endapan merah agak cerah sehingga mengalami hemolisis sebagian padahal seharusnya
NaCl 0,7% tidak mengalami hemolisis. Hal itu mungkin dikarenakan kesalahan dalam pengamatan.
Bila eritrosit mengalami hemolisis maka hemoglobin akan larut dalam mediumnya. Akibat dari
terlarutnya hemoglobin tersebut, medium akan berwarna merah. Makin banyak eritrosit yang
mengalami hemolisis maka makin merah warna mediumnya. Dengan dibandingkan warna medium
dengan larutan standar (eritrosit dalam air suling), maka dapat ditentukan tingkat kerapuhan
membran eritrosit (tingkat toleransi osmotik membran eritrosit) (Soewolo, 2000).

KESIMPULAN
1. Krenasi dan hemolisis diakibatkan oleh adanya perbedaan konsentrasi antara cairan dalam sel
dengan larutan di lingkungan luar. Apabila konsentrasi air dalam sel lebih tinggi, maka akan terjadi
krenasi, dan apabila konsentrasi cairan sel lebih rendah, maka akan terjadi hemolisis.
2. Bila eritrosit mengalami hemolisis maka hemoglobin akan larut dalam mediumnya. Akibat dari
terlarutnya hemoglobin tersebut, medium akan berwarna merah. Makin banyak eritrosit yang
mengalami hemolisis maka makin merah warna mediumnya.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Hemolisis. (Online) (http://id.wikipedia.org/wiki/Hemolisis.html, diakses pada tanggal
22 April 2010).
Anonim. 2010. Krenasi Plasmolisis. (Online) (http://biologigonz.blogspot.com/2010/02/krenasi-
plasmolisis.html, diakses pada tanggal 22 April 2010).
Putra, Wedha Asmara. 2009. Percobaan Fragilitas Darah dan Berat Jenis Darah. (Online) (
http://whedacaine.wordpress.com/2009/08/01/, diakses tanggal 22 April 2010).
Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai