Anda di halaman 1dari 54

SKRIPSI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Oktober, 2014

Nur Syazni Hasni bt Mohd Yusoff, C111 10 866


Dr. dr. H. A. Armyn Nurdin, M. Sc.
ANALISIS KASUS PENYAKIT JANTUNG KORONER DENGAN
DISLIPIDEMIA DI RS UNHAS, MAKASSAR PERIODE 1 OKTOBER –
1 NOVEMBER 2014
(+ 48 Halaman + 10 Gambar + 3 Tabel + )

ABSTRAK
Latar Belakang: Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah jenis yang paling
umum dari penyakit jantung. Di Amerika Serikat, penyakit jantung koroner
adalah penyebab pertama kematian bagi pria dan wanita. Banyak faktor yang
berperan sebagai faktor risiko terjadinya penyakit jantung koroner salah
satunya adalah dislipidemia. Berbagai teori dan penelitian telah menunjukkan
peran kolesterol dalam proses atherosklerosis. Faktor risiko klasik dalam proses
atherosklerosis ini diperankan oleh adanya disfungsi endotel akibat infiltrasi
lemak pada tunika intima dimana LDL dan produk teroksidasi lainnya
memainkan peran penting pada proses ini. Perubahan gaya hidup, obat-obatan,
dan prosedur medis dapat membantu mencegah atau mengobati penyakit
jantung koroner. Perawatan ini dapat mengurangi risiko masalah kesehatan
yang terkait.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian
cross sectional dimana pada penelitian ini dilakukan observasi data untuk
menggambarkan tentang jumlah kasus penyakit jantung koroner dengan
dislipidemia yang dirawat di Rumah Sakit UNHAS, Makassar periode 1
Oktober – 1 November 2014 dan retrospektif dikarenakan pengumpulan data
berdasarkan data sekunder, yakni rekam medik pasien.
Hasil: Dari 30 subjek penelitian, diperoleh data terbanyak pasien berjenis
kelamin laki- laki (56.7%), kelompok umur tertinggi adalah 50- 59 tahun
(43.3%). Kadar kolesterol total tertinggi adalah 251- 300 mg/dl (33.3%), kadar
kolesterol HDL tertinggi adalah 40- 49 mg/dl (40%), kadar kolesterol LDL
tertinggi adalah 151- 170 mg/dl (36.7%) dan kadar kolesterol trigliserida
tertinggi adalah 51- 150 mg/dl (50%). Penyakit penyerta terbanyak adalah
gabungan DM dan HTN sebanyak 40%.

1
Kesimpulan: Masyarakat yang berusia 20 tahun dan ke atas disarankan untuk
melakukan pemeriksaan profil lipid berkala agar dapat mencegah dari terkena
penyakit jantung koroner dengan dislipidemia sekaligus mengurangkan
distribusi penyakit ini.

Kata Kunci: penyakit jantung koroner, dislipidemia

Daftar Pustaka: 23 (2002 – 2012)

ABSTRACT
Backgrounds: CHD is the most common type of heart disease. In the United
States, CHD is the #1 cause of death for both men and women. Lifestyle
changes, medicines, and medical procedures can help prevent or treat CHD.
These treatments may reduce the risk of related health problems. CHD is the
most common type of heart disease. In the United States, CHD is the #1 cause
of death for both men and women. Lifestyle changes, medicines, and medical
procedures can help prevent or treat CHD. These treatments may reduce the
risk of related health problems. Various theory and studies have shown the role
of cholesterol in atherosclerosis. The classic risk factor in the atherosclerosis is
played by endothelial dysfunction due to fatty infiltration on tunika intima
where LDL and other oxidized products play an important role in this process.
Methods: The study was a descriptive study with cross-sectional research
design in which the study was conducted to describe the observation of data on
the number of cases of coronary heart disease with dyslipidemia which has
been treated in RS UNHAS, Makassar period 1 October to 1 November 2014
and retrospective data collection due based on secondary data, medical record.
Results: Of the 30 research subjects, the data obtained most patient male sex
(56.7%), the highest age group is 50 to 59 years (43.3%). The highest levels of
total cholesterol is 251- 300 mg / dl (33.3%), the highest levels of HDL
cholesterol is 40 to 49 mg / dl (40%), the highest levels of LDL cholesterol is
151- 170 mg / dl (36.7%) and the highest triglycerides is 51- 150 mg / dl
(50%). Most comorbidities were combined DM and HTN as much as 40%.
Conclusion: People aged 20 years and above are advised to check the lipid
profile periodically in order to prevent coronary heart disease with dyslipidemia
simultaneously subtracting the distribution of this disease.

Keywords: coronary heart disease, dyslipidemia

References: 23 (2002 – 2012)

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME karena atas berkat dan
karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini yang merupakan
salah satu tugas kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan
Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Atas berkat rahmat dan karunia AllahSWT dan dengan disertai usaha
yang sungguh-sungguh, doa, ilmu pengetahuan yang diperoleh selama
perkuliahan dan pengalaman selama masa Kepaniteraan Klinik serta dengan
arahan dan bimbingan dokter pembimbing, maka skripsi yang berjudul
“ANALISIS PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK) DENGAN
DISLIPIDEMIA YANG DIRAWAT DI RS UNHAS PADA PERIODE 1
OKTOBER - 1 NOVEMBER TAHUN 2014” dapat terselesaikan dengan baik
dan tepat waktu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini


masih banyak kekurangan dan kelemahannya, Hal ini disebabkan karena
terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, namun penulis tetap
berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan yang terbaik dan berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak


mungkin terwujud tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
perkenankan penulis menghaturkan terima kasih kepada:
1. Dr.dr. H.A Armyn Nurdin, M.Sc selaku pembimbing yang dengan
kesediaan, keikhlasan, dan kesabaran meluangkan waktunya untuk memberikan
bimbingan dan arahan kepada penulis mulai dari penyusunan proposal sampai
pada penulisan skripsi ini;

3
2. Pihak RS UNHAS Makassar yang telah membantu dalam usaha
memperoleh data yang saya perlukan;
3. Kedua orang tua dan adik tercinta yang senantiasa memberikan
dukungan material dan moral;

4. Bapak Ketua Bagian serta seluruh staf Bagian Ilmu Kesehatan


Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.

5. Bapak Pimpinan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

6. Bagian rekam medik RS UNHAS Makassar yang telah membantu


dalam pengambilan data.

7. Rekan-rekan sesama dokter muda di bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat


dan Ilmu Kedokteran Komunitas, yang telah membantu dalam menyelesaikan
skripsi ini.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang
tidak dapat saya sebutkan satu – persatu.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dan


kelemahan skripsi ini sehingga saya mengharapkan saran dan kritik dari semua
pihak demi penyempurnaan skripsi ini.

Harapan saya semoga penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang


besar untuk penelitian – penelitian selanjutnya dan semoga Tuhan YME
senantiasa memberkati kita semua. Amin.

4
Makassar, November 2014

Penulis

5
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Empat penyakit tidak menular (NCD) termasuk penyakit kardiovaskular


(CVD), kanker, penyakit pernapasan kronis, dan diabetes diumumkan oleh
World Health Organization (WHO) sebagai penyebab utama kematian di dunia
pada tahun 2008. Menurut prediksi WHO, dalam 10 tahun ke depan, angka
kematian yang disebabkan oleh NCD akan meningkat sebesar 17 persen dengan
angka kematian tertinggi di daerah Afrika (27 persen) dan Timur Mediterania
(EMRO, 25 persen). Untungnya lebih dari 80 persen dari penyakit hati, stroke,
dan kejadian diabetes melitus tipe 2 dan hampir sepertiga dari kanker bisa
dicegah dengan intervensi yang tepat untuk mengurangi efek dari faktor
risiko.(1)

Dislipidemia, sebagai faktor risiko CVD, dimanifestasikan oleh elevasi


atau atenuasi konsentrasi plasma lipoprotein. Umumnya, dislipidemia
didefinisikan sebagai kolesterol total, LDL, trigliserida, apo B atau level Lp (a)
di atas persentil ke-90 atau HDL dan level apo A di bawah persentil ke-10 dari
masyarakat umum.(1)

CVD adalah masalah kesehatan yang paling umum di seluruh dunia.


Penyakit ini sering dinyatakan sebagai penyakit jantung koroner (PJK).
Menurut laporan internasional, kematian PJK pada negara-negara maju
diperkirakan akan mencapai hampir 29 persen pada wanita dan 48 persen pada
laki-laki di tahun 1990-2020. Angka-angka ini telah diperkirakan meningkat
120 persen pada perempuan dan 137 persen pada pria di negara-negara
berkembang.(1)

6
Aterosklerosis adalah penyebab paling umum dari penyakit jantung
koroner. Menurut penelitian epidemiologi baru-baru ini, hiperkolesterolemia
dan aterosklerosis koroner mungkin disarankan sebagai faktor risiko tunggal
stroke iskemik. Hasil meta-analisis dari 10 studi kohort besar menunjukkan
bahwa untuk setiap 0,6 mmol / l penurunan kadar kolesterol serum pada mereka
yang berusia 60 tahun, risiko PJK menurun 27 persen, yang mana risiko relatif
ialah 0.73. Dengan pengurangan tiga kali kolesterol serum (1,80 mmol / l atau
70mg / dl), risiko relatif PJK adalah 0,39 (0.73) dan pengurangan risiko
mencapai 61 persen.(1)

Manfaat yang diharapkan dari pengurangan kolesterol total dan LDL


tampaknya berada pada pencegahan primer dan sekunder PJK. Efek protektif
HDL terhadap kejadian koroner awal dalam pencegahan sekunder bahkan
diamati pada tingkat lebih tinggi dari 75 mg / dl dengan perlindungan seumur
hidup dan emansipasi risiko relatif penyakit koroner. Berdasarkan pengamatan
ini, saat ini upaya untuk pencegahan stroke sebagian besar difokuskan pada
perawatan intensif dengan obat penurun lipid.(1)

Meskipun penurunan kejadian penyakit jantung dan angka kematian


koroner, banyak orang yang di bawah perawatan yang sesuai masih terkena
peyakit ini. Dalam studi berbasis populasi tentang kesadaran
hiperkolesterolemia, hanya 42% dari populasi yang mendapat informasi tentang
hiperkolesterolemia mereka dan hanya 4% berada di bawah pengobatan obat
penurun lipid. Pengkajian diperlukan untuk lebih memahami peran lipid dan
subkelompok nya termasuk; VLDL, LDL densitas kecil, lipoprotein (a), dan
subkelompok HDL dalam patogenesis CVD menuntut adanya kesadaran umum
mengenai topik ini. Dalam konteks ini, tantangan utama akan menjadi: 1 -
untuk mengidentifikasi mereka yang membutuhkan pengobatan (dengan atau

7
tanpa sejarah penyakit arteri koroner), 2 - untuk mengembangkan strategi
pengobatan yang lebih efektif untuk pasien dengan penyakit arteri koroner
(apakah individu yang diobati dengan obat penurun lipid atau orang yang
belum menerima perawatan yang memadai), 3 - untuk mengobati individu
berisiko tinggi lainnya secara memadai seperti diabetes, hipertensi, dan pasien
yang lanjut usia.(1)

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk


melakukan penelitian tentang kejadian penyakit jantung koroner dengan
dislipidemia dalam judul “Analisis Kasus Penyakit Jantung Koroner dengan
Dislipidemia di Rumah Sakit UNHAS, Makassar periode 1 – 31 Oktober
2014”.

1.2 Rumusan masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah yang telah dikemukakan


di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Belum diketahui
persentase kolesterol total, HDL, LDL dan trigliserida pada kasus penyakit
jantung koroner dengan dislipidemia di Rumah Sakit UNHAS, Makassar
periode 1 – 31 Oktober 2014”.

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai persentase profil


lipid pada kasus penyakit jantung koroner (PJK) dengan
dislipidemia yang dirawat di Rumah Sakit UNHAS, Makassar
periode 1 – 31 Oktober 2014.

8
1.3.2 Tujuan khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :


a) Mengetahui persentase kolesterol total pada kasus PJK
dengan dislipidemia.
b) Mengetahui persentase HDL pada kasus PJK dengan
dislipidemia.
c) Mengetahui persentase LDL pada kasus PJK dengan
dislipidemia.
d) Mengetahui persentase trigliserida pada kasus PJK
dengan dislipidemia.

1.4 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :


1. Masyarakat umum, untuk memberikan gambaran umum dan
pemahaman kepada masyarakat tentang Penyakit Jantung Koroner,
yang mungkin dapat menimbulkan kesadaran untuk mencegah
dengan menghindari faktor resiko yang bisa menyebabkan Penyakit
Jantung Koroner ini.
2. Rumah Sakit UNHAS, sebagai pelaksana pelayanan pada penderita
penyakit jantung koroner, diharapkan agar hasil penelitian ini dapat
memberikan masukan yang berarti bagi diagnosa dini dan
penanganan pasien Penyakit Jantung Koroner.
3. Departemen kesehatan dan berbagai instansi terkait lainnya,
diharapkan agar hasil penelitian ini dapat memberi masukan dalam
rangka untuk mencegah komplikasi dan mengurangi kematian
akibat Penyakit Jantung Koroner.

9
4. Penelitian ini juga semoga dapat bermanfaat sebagai bahan bacaan,
acuan ataupun perbandingan bagi peneliti-peneliti selanjutnya.
5. Bagi peneliti sendiri pada khususnya, semoga proses serta hasil
penelitian ini dapat memberikan masukan dan pembelajaran yang
sangat berharga terutama untuk perkembangan keilmuan peneliti.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Jantung Koroner

2.1.1 Definisi

Penyakit jantung koroner (PJK), juga disebut penyakit arteri koroner,


merupakan penyebab utama kematian di Amerika Serikat untuk pria dan
wanita. PJK terjadi ketika plak terbentuk dalam arteri koroner. Arteri ini
mensuplai miokard dengan darah yang mengandungi oksigen.(2)
Terdapat 4 faktor yang menentukan besarnya kebutuhan oksigen
miokardium: frekuensi daya jantung, daya kontraksi, massa otot, dan tegangan
dinding ventrikel. Bila kebutuhan miokardium meningkat, otomatis penyediaan
oksigen juga harus meningkat. Untuk meningkatkan penyediaan oksigen dalam
jumlah yang memadai, aliran pembuluh darah koroner harus ditingkatkan.
Rangsangan yang paling kuat untuk mendilatasi arteri koronaria dan
meningkatkan aliran darah koroner adalah hipoksia jaringan lokal. Pembuluh
darah koroner dapat melebar sekitar lima sampia enam kali sehingga dapat
memenuhi kebutuhan miokardium. Namun, pembuluh darah dapat mengalami

10
stenosis dan tersumbat akibatnya kebutuhan miokardium akan oksigen tidak
dapat terpenuhi.(4)
Plak terdiri dari lemak, kolesterol, kalsium, dan zat lain yang ditemukan
dalam darah. Seiring waktu, plak mengeras dan menyempit arteri, mengurangi
aliran darah ke miokard. Akhirnya, area plak dapat pecah dan menyebabkan
gumpalan darah terbentuk pada permukaan plak. Sebagian besar jika bekuan
menjadi cukup besar, itu bisa atau benar-benar memblokir aliran darah yang
kaya oksigen ke bagian dari otot jantung. Hal ini dapat menyebabkan angina
atau serangan jantung.(8)

Dikutip dari kepustakaan 12 : aterosklerosis. Medicastore


Gambar 1: Proses terjadinya sumbatan pada arteri.

Pasien dengan PJK dapat hadir dengan angina pektoris stabil, angina
pektoris tidak stabil, atau infark miokard. Mereka mungkin mencari bantuan
medis dengan episode gejala pertama dengan ketidaknyamanan dada.(9)

11
a) angina pektoris stabil
Angina terjadi diduga setelah beraktivitas dan berkurang dengan
istirahat. Hal ini disebabkan meningkatnya permintaan oksigen dalam
menghadapi aliran koroner yang terbatas. Semakin berat penyempitan,
semakin sedikit jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk menginduksi
iskemia dan angina pektoris. Karena penyempitan menjadi lebih berat,
jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk mengendapkan angina menjadi
kurang. Beberapa jenis tenaga yang klasik dalam menyebabkan angina
seperti naik tangga / lereng, berjalan dalam cuaca dingin terutama jika
disertai oleh angin dan setelah makan. Ketidaknyamanan ini pressure-
like dan menyebar, berlangsung selama beberapa menit dan berkurang
dengan istirahat atau nitrogliserin sublingual, ia memberikan efek dalam
5-10 menit. Beberapa pasien menampilkan variabilitas individu dalam
jumlah usaha yang dibutuhkan untuk memicu angina. Ini disebut
variabel ambang angina yang mana komponen vasokonstriksi mungkin
memainkan peran dalam menurunkan ambang batas untuk angina.
b) angina pektoris tidak stabil
Angina pektoris tidak stabil terjadi ketika pola ketidaknyamanan dada
berubah tiba-tiba. Tanda-tanda angina tidak stabil adalah: gejala saat
istirahat, peningkatan yang ditandai dalam frekuensi serangan,
ketidaknyamanan yang terjadi dengan aktivitas minimal, dan angina
onset baru yang melumpuhkan keparahan. Angina tidak stabil biasanya
berhubungan dengan pecahnya plak aterosklerosis dan penyempitan
tiba-tiba atau oklusi arteri koroner, yang mewakili keadaan darurat
medis dengan sindrom koroner akut yang baru jadi dan diikuti dengan
infark miokard.
c) infark miokard akut tanpa elevasi ST (NSTEMI)

12
Jika pasien datang dengan ketidaknyamanan dada dan / atau gejala
infark miokard (mual, muntah, diaforesis, sesak napas), memiliki
biomarker positif untuk nekrosis miokard (CPK, CPK-MB dan
troponin), tetapi tanpa elevasi segmen ST di elektrokardiogram, maka
dapat didiagnosis sebagai NSTEMI. Studi terbaru menunjukkan bahwa
pasien dengan NSTEMI merupakan mayoritas (54%) dari pasien infark
miokard akut dirawat di rumah sakit. Penelitian ini juga menunjukkan
bahwa pasien dengan NSTEMI memiliki mortalitas tinggi 1 tahun
(31%) dibandingkan pasien dengan infark miokard dengan elevasi ST
(21%). Pasien dengan NSTEMI cenderung lebih tua, memiliki fungsi
ventrikel kiri yang buruk, penyakit pembuluh darah yang multipel dan
sejarah penyakit koroner akut.
d) infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI)
Etiologi STEMI adalah oklusi lengkap dari pembuluh koroner dari
bekuan berkembang pada plak yang baru-baru pecah. Plak ini biasanya
diameter <50% dan mengandungi banyak lipid. Pasien menggambarkan
ketidaknyamanan dada yang parah dan sering dikaitkan dengan mual
dan muntah. Ketidaknyamanan biasanya berlangsung lebih dari dua
puluh menit dan tidak merespon pada nitrogliserin. Sesak napas dapat
menunjukkan infark berukuran besar. Sampai dengan 25% dari pasien,
mungkin tidak mengalami ketidaknyamanan apapun ketika mereka
menderita infark. Orang tua dan pasien diabetes lebih rentan untuk
memiliki infark miokard tersembunyi.

13
2.1.2 Epidemilogi

Diperkirakan 17 juta orang meninggal dari penyakit jantung koroner,


terutama serangan jantung dan stroke, setiap tahun. Sejumlah besar kematian
ini dapat dikaitkan dengan merokok tembakau, yang meningkatkan risiko
kematian akibat penyakit jantung koroner dan penyakit serebrovaskular 2-3 kali
lipat.(6)
Prevalensi PJK di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun.
Menurut estimasi WHO, sekitar 50 % dari 12 juta penduduk dunia meninggal
akibat penyakit kardiovaskuler. Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) yang
dilakukan secara berkala oleh Departemen Kesehatan menunjukkan PJK
memberi kontribusi 19,8% dari seluruh penyebab kematian pada tahun 1993,
meningkat menjadi 24,4 % pada tahun 1998. Hasil SKRT pada tahun 2001,
PJK menempati urutan pertama dalam deretan penyebab utama kematian di
Indonesia.(7)
Penderita dengan Sindrom Koroner Akut (SKA) yang merupakan
manifestasi klinis akut dari PJK, mempunyai resiko mendapat komplikasi yang
serius bahkan kematian. SKA merupakan penyebab kematian yang utama di
Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga oleh Departemen
Kesehatan. SKA juga menyebabkan angka perawatan Rumah Sakit yang sangat
besar di Pusat Jantung Nasional dibandingkan penyakit jantung lainnya.
SKRT pada tahun 1995 di Pulau Jawa dan Bali didapatkan kematian akibat
penyakit kardiovaskuler tetap menempati urutan pertama dan persentasenya
semakin meningkat (25 %) dibandingkan SKRT tahun 1992. Di Makassar,
didasari data yang dikumpulkan Alkatiri di empat Rumah sakit selama 5 tahun
(1985-1989), ternyata penyakit kardiovaskuler menempati urutan ke 5 sampai 6
dengan persentase berkisar antara 7,5 sampai 8,6 %. Adapun data penyakit

14
jantung koroner di Rumah Sakit Dr.Wahidin Sudirohusodo tahun 2004
sebanyak 336 kasus, tahun 2005 sebanyak 311 kasus tahun 2006 sebanyak 332
kasus (data morbiditas rekam medik rawat inap), sedangkan data morbiditas
rawat jalan PJK tahun 2004 sebanyak 136 kasus baru dengan jumlah kunjungan
7328 orang , tahun 2005 sebanyak 250 kasus baru dengan jumlah kunjungan
5402 orang, tahun 2006 sebanyak 216 kasus baru.(6)

2.1.3 Etiologi

Penyebab PJK secara umum dibagi atas dua, yakni menurunnya asupan
oksigen yang dipengaruhi oleh aterosklerosis, tromboemboli, vasopasme, dan
meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Dengan perkataan lain, ketidak
seimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dengan masukannya.
Dikenal 2 keadaan ketidakseimbangan masukan terhadap kebutuhan oksigen
itu, yaitu hipoksemia (iskemia) yang ditimbulkan oleh kelainan vaskuler (arteri
koronaria) dan hipoksia (anoksia) yang disebabkan kekurangan oksigen dalam
darah. Perbedaannya ialah pada iskemia terdapat kelainan vaskuler sehingga
perfusi ke jaringan berkurang dan eliminasi metabolit yang ditimbulkannya
(misal asam laktat) menurun juga sehingga gejalanya akan lebih cepat
muncul.(6)
Ruptur dari plak aterosklerosis dianggap penyebab terpenting dari
angina pektoris tidak stabil (APTS) sehingga tiba-tiba terjadi oklusi (sumbatan)
subtotal atau total dari arteri koronaria yang sebelumnya mempunyai
penyumbatan/penyempitan minimal. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak
yang berdekatan dengan intima yang normal. Terjadinya ruptur menyebabkan
aktivasi, adhesi, dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi timbulnya
trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan menyebabkan

15
infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat
100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak
stabil.(3,6)

2.1.4 Faktor Risiko


Penyakit jantung koroner dipengaruhi oleh berbagai faktor. Bukan
hanya satu faktor melainkan bisa bersifat multifaktorial. Terdapat faktor resiko
yang bisa dimodifikasi yang berhubungan dengan pola hidup (merokok, diet
tinggi lemak, dll) dan tidak bisa dimodifikasi seperti umur, jenis kelamin, dll
seperti yang tampak pada tabel 1.(3)

Faktor resiko yang tidak dapat Faktor resiko yang dapat diubah
dirubah
- Usia - Merokok
- Jenis kelamin laki-laki - Hipertensi
- Riwayat keluarga - Dislipidemia
- Etnis - Diabetes melitus
- Obesitas dan sindrom metabolik
- Stres
- Diet lemak yang tinggi kalori
- Inaktifitas fisik

Faktor resiko baru:


- Inflamasi
- Fibrinogen
- Homosistein
- Stres oksidatif

Dikutip dari kepustakaan 3: Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan dan


Pengobatan Terkini. Abdul Majid. 2007

Tabel 1: Faktor resiko penyakit jantung koroner

16
a) Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemi merupakan masalah yang cukup penting karena termasuk
salah satu faktor risiko utama PJK di samping hipertensi dan merokok. Di
Amerika pada saat ini 50% orang dewasa didapatkan kadar kolesterolnya >200
mg/dl dan ± 25% dari orang dewasa umur >20 tahun dengan kadar kolesterol
>240 mg/dl, sehingga risiko terhadap PJK akan meningkat. Kolesterol, lemak
dan substansi lainnya dapat menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah
arteri, sehingga lumen dari pembuluh derah tersebut menyempit dan proses ini
disebut aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini akan menyebabkan
aliran darah menjadi lambat bahkan dapat tersumbat sehingga aliran derah pada
pembuluh derah koroner yang fungsinya memberi 02 ke jantung menjadi
berkurang. Kurangnya 02 akan menyebabkan otot jantung menjadi lemah, sakit
dada, serangan jantung bahkan kematian. Kadar kolesterol darah dipengaruhi
oleh ke dalam tubuh (diet). Beberapa parameter yang dapat dipakai untuk
mengetahui adanya risiko PJK dan hubungannya dengan kadar kolesterol
darah; (10)

Kolesterol Total
<200 Optimal
200-239 Diinginkan
≥240 Tinggi
Kolesterol LDL
<100 Optimal
100-129 Mendekati optimal
130-159 Diinginkan
160-189 Tinggi

17
≥190 Sangat tinggi
Kolesterol HDL
<40 Rendah
≥60 Tinggi
Trigliserida
<150 Optimal
150-199 Diinginkan
200-499 Tinggi
≥500 Sangat tinggi

Dikutip dari kepustakaan 11.

Tabel 2: Kadar lipid serum normal menurut NCEP (National Cholesterol


Education Program) ATP III (Adult Treatment Panel III) (2000); (dalam
mg/dl)

b) Hipertensi

Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya PJK
Penelitian di berbagai tempat di Indonesia (1978) mendapatkan prevalensi
hipertensi untuk Indonesia berkisar antara 6-15%, sedangkan di negara-negara
maju seperti misalnya Amerika National Health Survey menemukan frekuensi
yang lebih tinggi yaitu mencapai 15-20%. Lebih kurang 60% penderita
hipertensi tidak terdeteksi, 20% dapat diketahui tetapi tidak diobati atau tidak
terkontrol dengan baik, sedangkan hanya 20% dapat diobati dengan baik.
Penyebab kematian akibat hipertensi di Amerika adalah kegagalan jantung
45%, miokard infark 35%, cerebrovascular accident 15% dan gagal ginjal 5%.
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi esensial biasanya akibat perubahan
struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada kasus-kasus yang

18
tidak diobati. Mula-mula akan terjadi hipertrofidari tunika media diikuti dengan
hialinisasi setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima dan akhirnya
akan terjadi penyempitan pernbuluh darah. Tempat yang paling berbahaya
adalah bila mengenai miokardium, arteridan arterial sistemik arteri koroner dan
serebral serta pembuluh darah ginjal. Komplikasi terhadap jantung akibat
hipertensi yang paling sering terjadi adalah kegagalan ventrikel kiri, PJK
seperti angina pektoris dan miokard infark. Dari beberapa penelitian didapatkan
±50% penderita miokard infark menderita hipertensi dan 75% kegagalan
ventrikel kiri penyebabnya adalah hipertensi.(10)

c) Merokok

Pada saat ini merokok telah dimasukkan sebagai salah satu faktor risiko utama
PJK di samping hipetensi dan hiperkoiesterolemi. Orang yang merokok > 20
batang perhari dapat mempengaruhi atau memperkuat efek dua faktor utama
risiko lainnya. Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah
karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya konsumsi 02 akibat
inhalasi CO atau dengan perkataan lain dapat menyebabkan tahikardi,
vasokonstruksi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding pembuluh
darah dan merubah 5-10% Hb menjadi carboksi-Hb. Di samping itu rokok
dapat menurunkan kadar HDL kolesterol tetapi mekanismenya belum jelas.
Makin banyak jumlah rokok yang diisap, kadar HDL kolesterol makin
menurun. Perempuan yang merokok penurunan kadar HDL kolesterolnya lebih
besar dibandingkan laki-laki perokok. Merokok juga dapat meningkatkan tipe
IV hiperlipidemi dan hipertrigliserid, pembentukan platelet yang abnormal pada
diabetes disertai obesitas dan hipertensi ; sehingga orang yang perokok
cenderung lebih mudah terjadi proses aterosklerosis daripada yg bukan
perokok.(10)

19
2.1.5 Patofisiologi

Lapisan endotel pembuluh darah koroner yang normal akan mengalami


kerusakan oleh adanya faktor risiko antara lain: faktor hemodinamik seperti
hipertensi, zat- zat vasokonstriktor, mediator (sitokin) dari sel darah, asap
rokok, diet aterogenik, peningkatan kadar gula darah, dan oxidasi dari LDL- C.
Di antara faktor- faktor risiko PJK: diabetes mellitus, hipertensi,
hiperkolesterolemia, obesitas, merokok, dan kepribadian merupakan faktor-
faktor yang harus diketahui.(3)

Kerusakan ini menyebabkan sel endotel menghasilkan cell adhesion


molecule seperti sitokin (interleukin- 1, tumor necrosis alpha), kemokin
(monocyte chemoattractant factor 1, dan growth factor; basic fibrobast growth
factor. Sel inflamasi seperti monosit dan T- limfosit masuk ke permukaan
endotel dan migrasi dari endothelium ke sub endotel. Monosit kemudian
berdiferensiasi menjadi makrofag dan mengambil LDL teroksidasi yang
bersifat lebih aterogenik disbanding LDL. Makrofag ini kemudian membentuk
sel busa.(3)

LDL teroksidasi menyebabkan kematian sel endotel dan menghasilkan


respons inflamasi. Sebagai tambahan, terjadi respons dari angiotensin II, yang
menyebabkan gangguan vasodilatasi, dan mencetuskan efek protrombik dengan
melibatkan platelet dan faktor koagulasi. Akibat kerusakan endotel terjadi
respons protektif dan terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous, plak aterosklerosik,
yang dipicu oleh inflamasi. Plak yang terjadi dapat menjadi tidak stabil
(vulnerable) dan mengalami rupture sehingga terjadi Sindroma Koroner Akut
(SKA).(3)

20
Dikutip dari kepustakaan 11

Gambar 2: Perbedaan arteri normal dan arterosklerosis

2.1.5 Pengobatan

Kepada pasien yang menderita PJK maupun keluarga, perlu diterangkan


tentang perjalanan penyakit, pilihan obat yang tersedia. Pasien diyakinkan
bahwa kebanyakan kasus angina dapat mengalami perbaikan dengan
pengobatan dan modifikasi gaya hidup sehingga kualitas hidup lebih baik.
Kelainan penyerta seperti hipertensi, diabetes, dislipidemia, dll. Cara
pengobatan PJK yaitu, (i) pengobatan farmakologis, (ii) revaskularisasi
miokard.(3)

a) Pengobatan farmakologis

21
 Aspirin dosis rendah
 Thienopyridine Clopidogrel
 Obat penurun kolesterol
 ACE- Inhibitor/ ARB
 Nitrat
 B- blockers
 Antagonis kalsium

b) Revaskularisasi miokard

 bedah pintas koroner (coronary artery bypass surgery)


 tindakan intervensi perkutan (percutaneous coronary intervention)

2.2 LIPID
2.2.1 Deskripsi
Lipid ialah setiap kelompok heterogen lemak dan substansi serupa
lemak, termasuk asam lemak, lemak netral, lilin dan steroid yang bersifat dapat
larut dalam air dan larut dalam pelarut nonpolar. Lipid, yang mudah disimpan
dalam tubuh, berfungsi sebagai sumber bahan bakar, merupakan bahan yang
terpenting pada struktur sel dan mempunyai fungsi biologik yang lain. Senyawa
lipid terdiri atas glikolipid, lipoprotein dan fosfolipid. Didalam darah
ditemukan tiga jenis lipid yaitu kolesterol, trigliserida, dan fosfolipid.
Dikarenakan sifat lipid yang susah larut dalam lemak, maka perlu dibuat dalam
bentuk yang terlarut.(13,14)
Untuk itu dibutuhkan suatu zat pelarut, yaitu suatu protein yang dikenal
dengan apolipoprotein atau apoprotein. Pada saat ini dikenal sembilan jenis
apoprotein yang diberi nama secara alfabetis yaitu Apo A, Apo B, Apo C, dan

22
Apo E. Senyawa lipid dengan apoprotein ini dikenal dengan lipoprotein yang
masing-masing memiliki Apo tersendiri. Setiap lipoprotein berbeda dalam
ukuran, densitas, komposisi lemak dan komposisi apoprotein. Pada manusia
dapat dibedakan enam jenis lipoprotein yaitu l-high-density lipoprotein (HDL),
low-density lipoprotein (LDL), intermediatedensitylipoprotein (IDL), very low
density lipoprotein (VLDL), kilomikron dan lipoprotein a kecil.(13)

2.2.2 Metabolisme lipoprotein


Metabolisme lipoprotein dapat dibagi atas tiga jalur yaitu jalur metabolisme
eksogen, jalur metabolisme endogen, dan jalur reverse cholesterol transport,
kedua jalur utama berhubungan dengan metabolisme kolesterol-LDL dan
trigliserida, sedang jalur reverse cholesterol transport khusus mengenai
metabolism kolesterol-HDL

Dikutip dari kepustakaan 15 :Lipoprotein Metabolism and Lipid Management in Chronic


Kidney Disease. Journal of The American Society of Nephrology. 2007
Gambar 3. Jalur Metabolisme Lipoprotein

23
2.2.3 Jalur metabolisme eksogen
Makanan berlemak yang dimakan terdiri atas trigliserida dan
kolesterol.Selain kolesterol yang berasal dari makanan terdapat juga kolesterol
yang berasal dari hati yang diekskresi bersama empedu ke usus halus.Lemak
inilah yang disebut lemak eksogen. Trigliserida dan kolesterol dalam usus halus
akan diserap ke dalam enterosit mukosa usus halus dimana trigliserida akan
diserapsebagai asam lemak bebas sementara kolesterol sebagai kolesterol.(13,15)
Di dalam usushalus asam lemak bebas akan diubah lagi menjadi
trigliserida, sedang kolesterolakan mengalami esterifikasi menjadi kolesterol
ester dan keduanya bersamadengan fosfolipid dan apolipoprotein akan
membentuk lipoprotein yang dikenaldengan kilomikron. (13,15)
Kilomikron ini akan masuk ke saluran limfe dan akhirnya melalui
duktus torasikus akan masuk ke dalam aliran darah. Trigliserida dalam
kilomikron akanmengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase yang
berasal dari endotel menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas dapat
disimpan sebagai trigliseridakembali di jaringan lemak, tetapi bila terdapat
dalam jumlah yang banyak sebagian akan diambil oleh hati menjadi bahan
untuk pembentukan trigliserida hati. Kilomikron yang sudah kehilangan
sebagian besar trigliserida akan menjadi kilomikron remnant yang mengandung
kolesterol ester dan akan dibawa ke hati. (13,15)

2.2.4 Jalur metabolisme endogen


Trigliserida dan kolesterol yang disintesis di hati dan disekresi ke dalam
sirkulasi sebagai lipoprotein VLDL.Apolipoprotein yang terkandung dalam
VLDL adalah apolipoprotein B100. Dalam sirkulasi, trigliserida di VLDL
akanmengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase dan VLDL berubah
menjadi IDL yang juga akan mengalami hidrolisis dan berubah menjadi LDL.

24
Sebagian dari VLDL, IDL, dan LDL akan mengangkut kolesterol ester kembali
ke hati.LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol.
Sebagian dari kolesterol di LDL akan dibawa ke hati dan jaringan steroidogenik
lainnya seperti kelenjar adrenal, testis, dan ovarium yang mempunyai reseptor
untuk kolesterol-LDL. Sebagian lagi dari kolesterol-LDL akan mengalami
oksidasi dan ditangkap oleh reseptor Scavenger-A (SR-A) di makrofag dan
akan menjadi sel busa (foam cell). Makin banyak kadar kolesterol-LDL dalam
plasma makin banyak yang akan mengalami oksidasi dan ditangkap oleh sel
makrofag. Jumlah kolesterol yang akan teroksidasi tergantung dari kadar
kolesterol yang terkandung di LDL. Beberapa keadaan mempengaruhi tingkat
oksidasi seperti :
1. Meningkatnya jumlah small dense LDL seperti pada sindroma
metabolic dan diabetes mellitus.(15)
2. Kadar kolesterol-HDL, makin tinggi kadar kolesterol-HDL akan
bersifat protektif terhadap oksidasi LDL. (15)

2.2.5 Jalur reverse cholesterol transport


HDL dilepaskan sebagai partikel kecil miskin kolesterol
yangmengandung apolipoprotein (apo) A, C dan E dan disebut HDL
nascent.HDLnascent berasal dari usus halus dan hati, mempunyai bentuk
gepeng danmengandung apolipoprotein A1. HDL nascent akan mendekati
makrofag untukmengambil kolesterol yang tersimpan di makrofag. Setelah
mengambil kolesteroldari makrofag, HDL nascent berubah menjadi HDL
dewasa yang berbentuk bulat.Agar dapat diambil oleh HDL nascent, kolesterol
di bagian dalam dari makrofagharus dibawa ke permukaaan membran sel
makrofag oleh suatu transporter yangdisebut adenosine triphosphate-binding
cassette transporter-1 atau disingkatABC-1. (15)

25
Setelah mengambil kolesterol bebas dari sel makrofag, kolesterol bebas
akan diesterifikasi menjadi kolesterol ester oleh enzim
lecithincholesterolacyltransferase (LCAT). Selanjutnya sebagian kolesterol
ester yang dibawa oleh HDL akan mengambil dua jalur. Jalur pertama ialah ke
hati dan ditangkap oleh scavenger receptor class B type 1 dikenal dengan SR-
B1. Jalur kedua adalah kolesterol ester dalam HDL akan dipertukarkan dengan
trigliserid dari VLDL dan IDL dengan bantuan cholesterol ester transfer
protein (CETP). Dengan demikian fungsi HDL sebagai “penyerap” kolesterol
dari makrofag mempunyai dua jalur yaitu langsung ke hati dan jalur tidak
langsung melalui VLDL dan IDL untuk membawa kolesterol kembali ke
hati.(13,15)

2.3 DISLIPIDEMIA
2.3.1 Definisi
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai oleh
peningkatan atau penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid
yang utama adalah kelainan kadar kolesterol total, Low Density Lipoprotein
(LDL), trigliserida, dan penurunan High Density Lipoprotein (HDL). Adult
Treatment Panel (ATP) III memberi batasan dislipidemia aterogenik adalah
peningkatan trigliserida, small dense LDL, dan penurunan HDL.(16,17)
Klasifikasi dislipidemia dapat berdasarkan atas penyebabnya, yaitu
primer yang tidak jelas sebabnya dan sekunder yang mempunyai penyakit
dasar seperti pada sindrom nefrotik, diabetes mellitus, hipotiroidisme, dan
lain-lain. Selain itu, dislipidemia dapat juga dibagi berdasarkan profil lipid
yang menonjol, seperti hiperkolesterolemia, hipertrigliserida, isolated low
HDL-cholesterol, dan dislipidemia campuran. Bentuk yang terakhir ini yang
paling banyak ditemukan.(18)

26
2.3.2 Jenis-jenis lipid
Lipoprotein densitas rendah(LDL) telah diketahui sebagai lipoprotein
aterogenik utama dan telah lama diidentifikasi oleh National Cholesterol
Education Project (NCEP) sebagai target utama terapi penurun kolesterol.
Partikel LDL terdiri dari 2 lapisan. Lapisan permukaan terdiri dari fosfolipid,
kolesterol bebas, dan apolipoprotein. Lapisan inti dalam terdiri dari kolesterol
ester dan trigliserida. LDL-kolesterol (LDL-C) merupakan lipid yang
digunakan sebagai marker faktor resiko, sedangkan prediksi secara populasi,
LDL-C merupakan penanda lemah faktor resiko secara individual. Hanya
sebagian kecil subyek dengan kadar LDL dan kolesterol tinggi akan
berkembang menjadi penyakit klinis, dan sampai 50% dari kasus penyakit arteri
koroner (CAD) yang terjadi pada subjek dengan kadar kolesterol total dan
LDL-kolesterol (LDL-C) berada pada tingkat 'normal'. Dengan demikian,
diperlukan pertimbangan untuk meningkatkan akurasi prediksi resiko
kardiovaskular saat ini. (19, 20)
Subkelas LDL. Dua pola subkelas utama LDL, yang disebut A dan B,
telah dijelaskan. Dalam pola subkelas A, partikel memiliki diameter lebih besar
dari 25 nm dan kurang padat, sedangkan di subkelas pola B, partikel memiliki
diameter kurang dari 25 nm dan kepadatan yang lebih tinggi. Subkelas pola B
adalah gangguan umum yang diwariskan dan berhubungan dengan profil
lipoprotein aterogenik yang lebih, juga disebut "dislipidemia aterogenik."
Subkelas pola B selain bentuknya kecil, dan memiliki LDL yang padat, pola ini
termasuk meningkatnya kadar trigliserida, kadar apolipoprotein B yang
meningkat, dan rendahnya tingkat HDL. Profil lipid ini biasanya terlihat pada
diabetes tipe II dan merupakan salah satu komponen dari "sindrom metabolik,"
didefinisikan oleh Laporan Ketiga Panel Ahli Deteksi, Evaluasi, dan
Pengobatan Kolesterol Darah Tinggi di Dewasa (Adult Treatment Panel III;

27
ATP III) juga termasuk tekanan darah tinggi, resistensi insulin, peningkatan
kadar penanda inflamasi seperti C-reactive protein (CRP), dan keadaan
prothrombotic. Kehadiran sindrom metabolik dianggap oleh ATP III menjadi
faktor resiko besar terjadinya penyakit artery corener (CAD). (19, 20)
Subkelas HDL. Partikel HDL menunjukkan heterogenitas yang cukup,
dan telah diusulkan bahwa berbagai subkelas dari HDL mungkin memiliki
peran yang lebih besar dalam melindungi agar tidak terjadi aterosklerosis.
Partikel HDL dapat dicirikan berdasarkan ukuran/ kepadatan dan / atau
komposisi apolipoprotein. Menggunakan ukuran / kepadatan, HDL dapat
diklasifikasikan ke dalam HDL2, lebih besar, partikel kurang padat yang
mungkin memiliki tingkat perlindungan terbesar terhadap jantung, dan HDL3,
yang lebih kecil, partikel lebih padat. HDL mengandung 2 apolipoprotein
terkait, yaitu, AI dan A-II. Partikel HDL juga dapat diklasifikasikan oleh
apakah HDL mengandung apolipoprotein AI (apo AI) saja atau apakah HDL
mengandung apo AI dan apolipoprotein A-II (apo A-II). Ada kepentingan
substansial dalam menentukan apakah subkelas HDL dapat digunakan untuk
memberikan informasi tambahan mengenai resiko kardiovaskular dibandingkan
dengan HDL saja.(19, 20)

2.3.3 Faktor Resiko

Untuk mencegah kadar kolesterol yang tinggi di dalam darah, upaya


yang bisa dilakukan adalah dengan meminimalisasi faktor resiko. Faktor resiko
kolesterol dibagi dua, yakni faktor resiko yang bisa diubah dan tidak bisa
diubah. Faktor resiko yang tidak bisa diubah antara lain usia. Biasanya semakin
bertambah usia, kadar kolesterol pun semakin tinggi. Selain itu, jenis kelamin
juga merupakan salah satu faktor. Biasanya wanita memiliki resiko terkena

28
kolesterol tinggi ketika masa menopause karena di masa akhir ini kadar LDL
dalam tubuh wanita cenderung meningkat. Faktor genetik juga bisa menjadi
faktor resiko yang mempengaruhi tingginya kadar HDL atau LDL seseorang.(21)
Sementara itu, faktor resiko yang bisa diubah antara lain faktor gaya
hidup, seperti obesitas, kandungan gizi pada makanan yang kurang diperhatikan
saat dikonsumsi, kurang aktivitas yang bisa memicu naiknya kadar kolesterol,
dan merokok. Semua faktor ini dapat membantu pembentukan penumpukan
lemak pada dinding arteri. Untuk itu, pengecekan secara berkala terhadap
kolesterol perlu dilakukan untuk mengetahui kadar kolesterol.(21)
Lebih dari separuh angka kejadian penyakit jantung koroner di Amerika
Serikat disebabkan oleh kelainan metabolisme lemak plasma dan lipoprotein.
Peningkatan lipoprotein merefleksikan pola hidup tidak sehat, obesitas, diet
tinggi lemak pada individu dengan kelainan metabolisme lemak yang berasal
dari defek tingkat genetik.(21)

2.3.4 Kadar Kolesterol

Profil lemak pada umumnya diperiksa setelah subyek atau penderita


berpuasa 6-8 jam. Untuk kepentingan klinis, National Cholesterol Education
Program-Adult Treatment Panel III telah membuat klasifikasi pada tahun
2001.(16, 18)

Kadar Lipoprotein (mg/dl) Interpretasi


Kolesterol Total
<200 Yang diinginkan
200-239 Batas Tinggi
≥240 Tinggi
Kolesterol LDL

29
<100 Optimal
100-129 Mendekati Optimal
130_159 Batas Tinggi
160-189 Tinggi
≥190 Sangat Tinggi
Kolesterol HDL
<40 Rendah
≥60 Tinggi
Trigliserida
<150 Normal
150-199 Batas Tinggi
200-499 Tinggi
≥500 Sangat Tinggi
Dikutip dari kepustakaan 2
Tabel 3: Klasifikasi Kadar Lipoprotein Menurut NCEP-ATP III
2.3.5 Penatalaksanaan

Pilar utama pengelolaan dislipidemia adalah upaya non-farmakologi


yang meliputi modifikasi diet, latihan jasmani, serta pengelolaan berat
badan.Tujuan utama terapi diet disini adalah menurunkan resiko penyakit
kardiovaskular (PKV) dengan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol
serta mengembalikan keseimbangan kalori, sekaligus memperbaiki nutrisi.
Perbaikan keseimbangan kalori biasanya memerlukan peningkatan penggunaan
energi melalui kegiatan jasmani serta pembatasan asupan kalori. (17)

Secara umum pengobatan dibagi non-farmakologis (perubahan gaya


hidup) dan farmakologis. Terapi non-farmakologis adalah terapi gaya hidup,
yaitu: (16)

30
1. Diet rendah lemak, rendah kolesterol, dan tinggi serat.(16)
2. Penyesuaian berat badan ideal sesuai Body Mass Index.(16)
3. Peningkatan aktivitas fisik.(16)

Terapi gaya hidup esensial diterapkan sebagai terapi awal. Terapi


farmakologis dapat diberikan jika setelah 3 bulan terapi gaya hidup tidak
menurunkan kadar LDL. Semua penderita resiko tinggi sedang dengan faktor
resiko gaya hidup (obesitas, inaktivitas, kadar trigliserida tinggi, HDL-C
rendah, sindrom metabolik) adalah kandidat terapi gaya hidup tanpa melibatkan
kadar LDL.(16)

Obat terapi farmakologis terutama HMG CoA reductase inhibitor


(statin). Pada penderita resiko tinggi atau resiko sedang sangat dianjurkan
pemberian intensif untuk menurunkan kadar LDL 30-40% dari kadar semula.
Target LDL adalah <70 mg/dl. Pada penderita resiko tinggi jika kadar LDL
>100 mg/dl maka terapi gaya hidup dan terapi farmakologis dilakukan secara
simultan. Jika kadar LDL awal < 100 mg/dl pada resiko tinggi dengan
menggunakan obat penurun LDL, maka target <70 mg/dl adalah opsional.
Apabila pada resiko tinggi didapatkan kadar trigliserida tinggi atau kadar HDL-
C rendah, dapat diberikan kombinasi obat penurun LDL dengan fibrat atau
asam nikotinat. Pada penderita resiko sedang, pengobatan awal adalah terapi
gaya hidup jika kadar LDL >130 mg/dl. Apabila kadar LDL menetap baru
dilakukan terapi farmakologis. Apabila kadar LDL normal atau <130 mg/dl
tetapi faktor resiko gaya hidup, maka terapi gaya hidup harus dimulai. Pada
penderita dengan resiko tinggi-sedang dengan kadar LDL awal 100-129 mg/dl
atau sedang dalam pengobatan, maka target LDL 100 mg/dl adalah
opsional.(16,17)

31
BAB III
KERANGKA KONSEP

3.1 KERANGKA KONSEP

Persentase
kolesterol
 Umur total
 Jantina Penyakit
Persentase jantung
 Diabetes Mellitus
HDL koroner (PJK)
 Hipertensi
Persentase
LDL

Persentase
trigelisarida

Keterangan:

 Variabel Antara

 Variabel Independen

 Variabel Dependen

3.2 DEFINISI OPERASIONAL

1. Dislipidemia
a. Definisi :Kelainan metabolisme lipoprotein yang dimanifestasikan lewat
peningkatan dari kolesterol total, kolesterol LDL dan konsentrasi trigliserid,
serta penurunan konsentrasi kolesterol HDL di dalam darah.
b. Cara ukur : Observasi rekam medic

32
c. Alat ukur : Rekam medic
d. Hasil Ukur :
1) Kadar kolesterol total
Optimal :< 200 mg/dl
Diinginkan : 200 – 239 mg/dl
Tinggi : ≥ 240 mg/dl
2) Kadar kolesterol LDL
Optimal :< 100 mg/dl
Mendekati optimal : 100 - 129
Diinginkan : 130 – 159 mg/dl
Tinggi : 160 - 189 mg/dl
Sangat tinggi : ≥ 190 mg/dllipid profile
3) Kolesterol HDL
Rendah :< 40 mg/dl
Tinggi : ≥ 60 mg/dl
4) Trigliserida
Optimal :< 150 mg/dl
Diinginkan : 150 – 199
Tinggi : 200 – 499
Sangat tinggi : ≥ 500
e. Skala ukur : Ordinal

2. Penyakit Jantung Koroner


Definisi : Penyakit yang diderita pasien dan telah didiagnosis oleh dokter
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram, dan
pemeriksaan laboratorium (cardiac marker).

33
3. Umur
a. Definisi : Umur pasien sindroma koroner akut yang terdata di
rekam medis
b. Cara ukur : Observasi rekam medik
c. Alat ukur : Rekam medik
d. Hasil ukur : .
1) 45 – 55 tahun
2) 56 – 65 tahun
3) 66 – 75 tahun
4) 76 – 85 tahun
e. Skala ukur : Ordinal

4. Jenis Kelamin
a. Definisi : Jenis kelamin pasien sindroma koroner akut yang
tercantum dalam data rekam medik • Cara ukur : Observasi rekam
medic
b. Alat ukur : Rekam medic
c. Hasil Ukur :
1) Pria
2) Wanita
d. Skala ukur : ordinal

34
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis dan desain penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain penelitian cross


sectional dimana pada penelitian ini dilakukan observasi data untuk
menggambarkan tentang jumlah kasus penyakit jantung koroner dengan
dislipidemia yang dirawat di Rumah Sakit UNHAS, Makassar periode 1
Oktober – 1 November 2014 dan retrospektif dikarenakan pengumpulan data
berdasarkan data sekunder, yakni rekam medik pasien.

4.2 Waktu Penetlitian

Penelitian dilakukan dari tanggal 1 Oktober – 1 November 2014 di RS


UNHAS, Makassar.

4.3 Tempat Penelitian

Bertempat di ruang rekam medis RS UNHAS, Makassar.

4.4 Populasi dan Sampel

4.4.1 Populasi

Semua pasien penyakit jantung koroner dengan dislipidemia yang


dirawat di Rumah Sakit UNHAS, Makassar selama periode 1 Oktober –
1 November 2014.

35
4.4.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah semua populasi yang memenuhi
kriteria sampel. Dengan teknik pengambilan sampel adalah total
sampling.

4.5 Kriteria Sampel

4.5.1 Kriteria Inklusi

Semua penderita penyakit jantung koroner (PJK) yang dirawat di RS


UNHAS, Makassar selama periode 1 Oktober – 1 November 2014 dan
memiliki data rekam medik dan hasil pemeriksaan laboratorium profil
lipid yang lengkap.

4.5.2 Kriteria Eksklusi

Bila data yang diperlukan dalam rekam medis tidak lengkap.

4.6 Jenis Data Dan Instrumen Penelitian

4.6.1 Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah:

Data sekunder: bagian rekam medis RS UNHAS

4.6.2 Instrumen Penelitian

Alat pengumulan data dan instrument penelitian yang digunakan


adalah alat tulis dan tabel- tabel tertentu untuk mencatat data-
data yang didapatkan dari Rekam Medik serta hasil laboratorium
profil lipid penderita yang lengkap.

36
4.7 Manajemen Data

4.7.1 Cara pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan setelah meminta izin kepada pihak


pemerintah dan Rumah Sakit UNHAS Makassar. Kemudian, nomor
rekam medik dalam periode 1 Oktober – 1 November 2014
dikumpulkan di Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit UNHAS. Setelah
itu, dilakukan pengamatan dan pencatatan langsung ke dalam tabel yang
telah disediakan.

4.7.2 Rencana Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan program


SPSS. Adapun uji statistik yang digunakan adalah uji statistik deskriptif
untuk masing- masing variable.

4.7.3 Penyajian Data

Hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel dan diagram


disertai dengan penjelasan-penjelasan.

4.8 Etika Penelitian

Hal-hal yang terkait etika dengan penelitian dalam penelitian ini


adalah:
1. Sebelum melakukan penelitian maka peneliti akan meminta izin
pada beberapa instansi terkait, antara lain Sub Bagian Kesatuan Bangsa
Pemerintah Daerah TK. I Sulsel, Kepala RS UNHAS, dan Instalasi Rekam
Medik RS UNHAS, Makassar.

37
2. Berusaha menjaga kerahasiaan identitas pasien yang terdapat
pada rekam medik, sehingga diharapkan tidak ada pihak yang merasa
dirugikan atas penelitian yang dilakukan.

38
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran umum lokasi penelitian

RS Universitas Hasanuddin adalah rumah sakit swasta kelas B. Rumah


sakit ini mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis
terbatas. Rumah sakit ini juga menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit
kabupaten. Tempat ini tersedia 141 tempat tidur inap, lebih banyak dibanding
setiap rumah sakit di Sulawesi Selatan yang tersedia rata-rata 93 tempat tidur
inap.Dengan 180 dokter, rumah sakit ini tersedia lebih banyak dibanding rata-
rata rumah sakit di Sulawesi Selatan.27 dari 141 tempat tidur di rumah sakit ini
berkelas VIP keatas.

5.2 Hasil Penelitian

Pengambilan data penelitian telah dilaksanakan selama sebulan yaitu 1 – 1


November 2014 di Rumah Sakit UNHAS, Makassar. Sampel dalam penelitian
ini adalah seluruh pasien dengan diagnosis penyakit jantung koroner dengan
dislipidemia yang dirawat di Rumah Sakit UNHAS, Makassar. Dari 48 buah
rekam medik pasien dengan penyakit jantung koroner dengan dislipidemia
yang diperiksa, ditemukan 30 buah rekam medik pasien dengan penyakit
jantung koroner dengan dislipidemia yang memenuhi kriteria untuk
dimasukkan sebagai sampel. Berdasarkan hasil pengumpulan dan analisis data
rekam medik, maka dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai berikut :

39
5.2.1 Analisis Berdasarkan Jenis Kelamin

Gambar 4 menunjukkan hasil pengumpulan data didapatkan sebanyak


30 pasien penyakit jantung koroner dengan dislipidemia yang memenuhi
kriteria menjadi sampel penelitian, terdiri dari 17 orang laki-laki dan 13 orang
perempuan.

40
5.2.2 Analisis Berdasarkan Umur

Gambar 5 menunjukkan analisis penyakit jantung koroner dengan dislipidemia


berdasarkan umur pasien. Dari data yang diperoleh, pasien yang menderita
penyakit jantung koroner dengan dislipidemia paling banyak terjadi pada
kelompok usia 50-59 tahun sebanyak 12 orang (43.33%), diikuti dengan
kelompok usia 60-69 tahun sebanyak 11 orang (36.7%), kelompok usia 30-39
tahun dan kelompok usia 40-49 tahun masing-masing sebanyak 3 orang (10%),
dan kelompok usia 70-79 tahun sebanyak 1 orang (3.3%).

41
5.2.3 Analisis Berdasarkan Profil Lipid

a) Total kolesterol
Gambar 6 menunjukkan analisis profil lipid total kolesterol pada pasien
penyakit jantung koroner dengan dislipidemia. Dari data yang diperoleh, total
kolesterol paling tinggi dicatatkan ialah 251- 300 mg/dl sebanyak 10 orang
(33.3%), diikuti dengan 201- 250 mg/dl sebanyak 9 orang (30%), 301- 350
mg/dl sebanyak 6 orang (20%), paling rendah ialah 151- 200 mg/dl sebanyak 5
orang (16.7%).

42
b) HDL
Gambar 7 menunjukkan analisis profil lipid HDL pada pasien penyakit
jantung koroner dengan dislipidemia. Dari data yang diperoleh, nilai HDL
yang paling tinggi pada pasien penyakit jantung koroner dengan
dislipidemia adalah 40- 49 mg/dl sebanyak 12 orang (40%), diikuti dengan
20- 29 mg/dl sebanyak 6 orang (20%), 60- 69 mg/dl sebanyak 5 orang
(16.7%), 30- 39 mg/dl sebanyak 4 orang (13.3%) dan paling rendah adalah
50- 59 mg/dl sebanyak 3 orang (10%).

43
c) LDL
Gambar 8 menunjukkan kadar profil lipid LDL pada penderita penyakit
jantung koroner dengan dislipidemia. Nilai yang paling tinggi adalah
151- 170 mg/dl sebanyak 11 orang (36.7%), diikuti dengan 111- 130
mg/dl sebanyak 6 orang (20%), 171- 190 mg/dl dan 191- 210 mg/dl
masing- masing sebanyak 4 orang (13.3%), seterusnya 131- 150 mg/dl
sebanyak 3 orang (10%), paling rendah adalah 211- 230 mg/dl sebanyak
2 orang (6.7%).

44
d) Trigliserida

Gambar 9 menunjukkan kadar profil lipid trigliserida pada penderita


penyakit jantung koroner dengan dislipidemia. Nilai yang paling tinggi adalah
51- 150 mg/dl sebanyak 15 orang (50%), diikuti dengan 151- 250 mg/dl
sebanyak 10 orang (33.3%), 301- 350 mg/dl sebanyak 3 orang (10%), paling
rendah adalah 251- 300 mg/dl sebanyak 2 orang (6.7%).

45
e) Penyakit penyerta
Gambar 5.7 menunjukkan analisis penyakit penyerta pada penderita
penyakit jantung koroner dengan dislipidemia. Dari data yang
diperoleh, penderita penyakit jantung koroner dislipidemia paling
banyak menderita penyakit diabetes mellitus (DM) dan hipetensi (HTN)
iaitu sebanyak 12 orang. Seterusnya 8 orang penderita penyakit jantung
koroner dengan dislipidemia mengalami hipertensi sedangkan 10 orang
penderita lagi tidak mengalami HTN dan DM.

46
5.3 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengolahan data yang dilakukan dengan


menggunakan software statistik serta disesuaikan dengan tujuan penelitian,
pembahasan dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
Dari 30 kasus penyakit jantung koroner dengan dislipidemia di RS
Unhas, dapat dilihat pada Gambar 4, jenis kelamin laki- laki mencatatkan kasus
yang lebih tinggi dari wanita. Sebanyak 17 kasus yang diperoleh dari jenis
kelamin laki- laki sedangkan 13 kasus dari jenis kelamin wanita. Secara teoritis,
menurut Lennep 2002, kejadian penyakit jantung koroner degan dislipidemia
pada laki- laki lebih besar dari wanita. Diduga faktor hormonal seperti estrogen
endogen bersifat protektif terhadap perempuan. Diketahui bahwa estrogen juga
memiliki efek vasodilator akut di dinding pembuluh darah dan efek
ateroprotektif termasuk inhibisi dari proliferasi sel otot polos. Selain itu hal
yang mempengaruhi tingginya resiko jenis kelamin pria terhadap kejadian
penyakit jantung koroner dengan dislipidemia adalah multifaktorial dimana
kebiasaan merokok, hipertensi, faktor stress, serta inaktivitas fisik yang lebih
banyak dialami oleh pria. Namun setelah menopause insidensi penyakit jantung
koroner meningkat dengan cepat dan sebanding dengan insidens pada laki-
laki.(22)
Gambar 5 menunjukkan kejadian penyakit jantung koroner dengan
dislipidemia mengikut kelompok umur. Kasus penyakit jantung koroner dengan
dislipidemia yang paling tinggi terjadi pada umur 60- 69 tahun, sebanyak 25
kasus. Menurut Ferrara and Barrett-Connor, 1997; Ericsson et al. 1991,
peningkatan usia menyebabkan konsentrasi kolesterol LDL meningkat.
Kolesterol LDL mencapai plateau pada laki- laki pada usia 50- 60 tahun dan
60- 70 tahun pada wanita. Pada dasarnya sebelum menopause, nilai kolesterol

47
total pada wanita lebih rendah dari laki- laki. Dengan peningkatan usia pada
laki- laki dan wanita, nilai kolesterol total meningkat biasanya pada usia 60- 65
tahun (Kreisberg and Kasim, 1987). Hal ini menyebabkan terjadinya
peningkatan kasus penyakit jantung koroner dengan dislipidemia sesuai dengan
peningkatan usia. Satu penelitian telah dijalankan oleh Copenhagen City Heart
Study [Iverson et al.2009] menunjukkan hubungan antara peningkatan usia
dengan penyakit jantung koroner dengan dislipidemia tidak sesuai untuk
kelompok usia 80 tahun dan ke atas. Penelitian ini telah terbukti apabila data
yang diperoleh dari RS Unhas menunjukkan jumlah kasus bagi kelompok usia
70- 79 tahun sebanyak 8 orang, berkurang dari kelompok usia 60- 69 tahun.(23)
Dari hasil penelitian di RS Unhas, didapatkan bahawa 30 orang
penderita penyakit jantung koroner mengalami dislipidemia yaitu peningkatan
nilai profil lipid kolesterol total dan LDL serta penurunan nilai HDL. Dari
Gambar 6 dapat diperoleh profil lipid total kolesterol yang paling tinggi adalah
251- 300 mg/dl sebanyak 10 orang. Profil lipid HDL dapat diperoleh dari
Gambar 7 yang menunjukkan nilai HDL yang paling tinggi pada pasien
penyakit jantung koroner dengan dislipidemia adalah 40- 49 mg/dl sebanyak 12
orang. Seterusya dari Gambar 8 dapat diperoleh profil lipid LDL yang
menunjukkan nilai yang paling tinggi adalah 151- 170 mg/dl sebanyak 11
orang. Terakhir adalah profil lipid trigliserida dari Gambar 9 yang menujukkan
nilai yang paling tinggi adalah 51- 150 mg/dl sebanyak 15 orang. Banyak
penelitian yang menunjukkan korelasi kuat antara nilai kolesterol dan kejadian
penyakit jantung koroner. Menurut penelitian oleh Manolio et al. 1991, nilai
kolesterol total dan kolesterol LDL berpengaruh dengan kejadian penyakit
jantung koroner pada laki- laki dan wanita termasuk pada kelompok usia yang
lebih tua (>65 tahun). Hal yang sama dibuktikan oleh Frost et al. 1996, apabila
menemukan persamaan dalam serum lipid dan kejadian penyakit jantung

48
koroner. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan kejadian penyakit jantung
koroner meningkat sebanyak 22- 35% apabila kolesterol non- HDL atau LDL
meningkat sebanyak 40 mg/dl, dan peningkatan sebanyak 9- 13% pada kejadian
penyakit jantung koroner apabila kolesterol non- HDL atau LDL meningkat
sebanyak 10% (0.472 mmol/l pada non- HDL dan 0.398 pada LDL).(23)
Mengenai penyakit penyerta pada penderita penyakit jantung koroner
dengan dislipidemia dapat dilihat pada Gambar 10. Dari data yang diperoleh,
pasien penyakit jantung koroner dengan dislipidemia lebih besar pada
kelompok DM dan HTN sebanyak 12 orang. Beberapa penelitian telah
membuktikan peningkatan kasus penyakit jantung koroner berkaitan dengan
sindrom metabolik. Peningkatan trigeliserida dan penurunan nilai kolesterol
HDL amat penting dalam sindrom metabolik dengan obesitas sentral, tekanan
darah tinggi dan resistensi insulin (Linblad et al. 2001). Sindrom metabolik
telah dialami oleh 44% dari populasi US pada usia lebih dari 50 tahun, dan
mempengaruhi lebih banyak pada wanita dari laki- laki. Golongan lanjut usia
kurang sensitif pada insulin berbanding populasi yang lebih muda disebabkan
oleh massa lemak dan kebugaran. Resistensi insulin berkait dengan penurunan
kadar protein pembawa gula dalam otot (Sawabe et al. 2009). Pengurangan
sekresi insulin juga menyebabkan resistensi insulin dan oleh itu menyebabkan
peningkatan kejadian sindrom metabolik pada golongan lanjut usia.(23)

49
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis tentang penyakit jantung koroner


dengan dislipidemia pada pasien yang dirawat di RS UNHAS Makassar periode
1 Oktober – 1 November 2014 dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kejadian penyakit jantung koroner dengan dislipidemia yang dirawat di
RS UNHAS paling banyak ditemukan pada laki- laki, sebanyak 17
orang (56.7%).
2. Pasien penyakit jantung koroner dengan dislipidemia terbanyak pada
kelompok umur 50-59 tahun sebanyak 12 orang (43.33%).
3. Kadar profil lipid kolesterol total terbanyak adalah 251- 300 mg/dl
sebanyak 10 orang (33.3%).
4. Kadar profil lipid HDL terbanyak adalah 40- 49 mg/dl sebanyak 12
orang (40%).
5. Kadar profil lipid LDL terbanyak adalah 151- 170 mg/dl sebanyak 11
orang (36.7%).
6. Kadar profil lipid trigliserida terbanyak adalah 51- 150 mg/dl sebanyak
15 orang (50%).
7. Penderita penyakit jantung koroner dengan dislipidemia yang
mempunyai penyakit penyerta (DM dan HTN) adalah yang terbanyak
berbanding dengan penderita yang mempunyai penyakit penyerta HTN
dan penderita yang tidak mempunyai penyakit penyerta, yaitu sebanyak
12 orang (40%).

50
6.2 Saran

1. Kepada masyarakat
Masyarakat terutama bagi mereka penderita penyakit jantung koroner
dengan dislipidemia disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter ahli
jantung untuk mengetahui perkembangan penyakitnya sedini mungkin
sehingga komplikasi lanjut yang menyebabkan kematian dapat dicegah
dan diharapkan perubahan menuju pola hidup sehat dapat diterapkan
oleh mereka. Kepada masyarakat yang melebihi usia 20 tahun dapat
melakukan pemerikasaan profil lipid berkala, supaya dapat
mengurangkan resiko terjadinya penyakit jantung koroner dengan
dislipidemia.
2. Kepada pihak RS Unhas, Makassar
Pertama, penulisan data dalam rekam medis pasien khususnya penderita
penyakit jantung koroner dengan dislipidemia sebaiknya lebih
dilengkapi lagi termasuk data demografi, anmnesis dan pemeriksaan
laboratorium yang lengkap bagi kasus penyakit jantung koroner dengan
dislipidemia oleh dokter sehingga memudahkan penelitian mengenai
penyakit jantung koroner dengan dislipidemia selanjutnya. Kedua,
penyuluhan tentang pentingnya pola hidup sehat bagi masyarakat perlu
dilakukan untuk mencegah dan mengurangi angka morbiditas dan
mortalitas penyakit termasuk penyakit jantung koroner.
3. Kepada para peneliti selanjutnya.
Sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang melihat kejadian
penyakit jantung koroner dengan dislipidemia dengan memperhatikan
jenis diagnosis dan tingkat keparahan penyakit yang berpengaruh
terhadap jenis tindakan yang dilakukan serta prognosis.

51
DAFTAR PUSTAKA

1. Hossein Fakhrzadeh, Ozra Tabatabaei-Malazy. 2012. Dyslipidemia and


Cardiovascular Disease. Dalam: Prof. Roya Kelishadi. Dyslipidemia -
From Prevention to Treatment. InTech Europe., 303- 314.
2. U.S. Department of Health and Human Services. ATP III Guidelines
At-A-Glance Quick Desk Reference. Available from:
http://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/public/heart/chd_atglance.pdf
[Accessed 11 October 2014]
3. Abdul Majid. Penyakit Jantung Koroner : Patofisiologi, Pencegahan,
dan Pengobatan Terkini. USU Repository.2007. Available from
:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/705/1/08E00124.pdf
[Accessed 11 October 2014].
4. Sylvia, Loraine. Penyakit Jantung Koroner. Available from:
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1kedokteran/207311154/Bab%202.pdf
[Accessed 12 October 2014].
5. Delima, Mihardja, L., Siswoyo, H. Prevalensi dan Faktor Determinan
Penyakit Jantung di Indonesia. Bul Penelit Kesehat; 2009; 37(3): 142-
59.
6. Abidin, Z. Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner pada Pasien Rawat
Inap Cardiovascular Care Unit (CVCU) Cardiac Centre RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo periode Januari – Juli 2008 [skripsi]. Makassar:
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin; 2012.
7. World Health Organization (WHO). 2011. Health Topics. Available
from: http://www.who.int/topics/cardiovascular_diseases/en/ [Accessed
14 October 2014].

52
8. Cleaveland Clinic. 2013. Coronary Artery Disease. Available from:
http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagemen
t/cardiology/coronary-artery-disease/ [Accessed 13 October 2014]
9. Munther K. Homoud, MD. 2008. Coronary Artery Disease. Available
from: http://ocw.tufts.edu/data/50/636849.pdf [Accessed from: 12
October 2014]
10. T. Bahri Anwar. Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner. USU
Repository 2004. Available from:
http://sulutiptek.com/documents/FaktorRisikoPenyakitJantungKoroner.
pdf [Accessed 10 October 2014]
11. National Heart, Lung and Bloods Institutes. What Is Coronary Heart
Disease? Available from: http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-
topics/topics/cad/ [accessed 11 October 2014]
12. Medicastore. Aterosklerosis. Available from:
http://medicastore.com/penyakit/137/Aterosklerosis_Atherosclerosis.ht
ml [Accessed 12 October 2014]
13. Adam, J.M.F., 2007. Dislipidemia. Dalam: Sudoyo AW, Setiohadi
Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata MK, Setiati Siti, 2006. Ilmu penyakit
dalam: Edisi ke 4. Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 1926-1932.
14. Dorland, W.A.N., 2002. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25.
Jakarta: EGC.
15. Kwan, B.C.H., Kronenberg, F., Beddhu, S., Cheung, A.K., 2007.
Lipoprotein Metabolism and Lipid Management in Chronic Kidney
Disease. Journal of The American Society of Nephrology. 18 (4): 1246-
1261.

53
16. Rahmawansa, Sany. Dislipidemia sebagai factor Risiko Utama Penyakit
Jantung Koroner. Dalam: Cermin Kedokteran 169/vol.36 no.3. Hal
181-4. Available from: http://www.kalbe.co.id
17. Anwar, Bahri. Dislipidemia sebagai factor Risiko Penyakit Jantung
Koroner, Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2004. Hal 1-9.
18. John MF, Adam. Dislipidemia. Dalam: Sudoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, Edisi IV. Jakarta-Balai Penerbit
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. Hal. 1948-53.
19. Blue Cross and Blue Shield Association. 2011. Medical policy: Novel
Lipid Risk Factors in Risk Assessment and Management of
Cardiovascular Disease. Current Procedural Terminology © American
Medical Association, 3-28.
20. Hossein Fakhrzadeh, Ozra Tabatabaei-Malazy. 2012. Dyslipidemia and
Cardiovascular Disease. Dalam: Prof. Roya Kelishadi. Dyslipidemia -
From Prevention to Treatment. InTech Europe., 303- 314.
21. Anonim. Hubungan Sindrom Koroner Akut (SKA) dengan Dislipidemia.
Available from :
http://prematuredoctor.blogspot.com/2009/11/download-arca.html
22. Lennep, J.E.R van,.et al. 2002. Risk factors for coronary heart disease:
implications of gender. Available from:
http.cardiovascres.oxfordjournals.orgcontent533538.full.pdf+html
[Accesed 7 November 2014]
23. Freij A. Gobal, MD, FACP, Jawahar L. Mehta, MD, PhD. 2010.
Management of Dyslipidemia in Elderly Population. Available from:
http://www.medscape.com/viewarticle/736583_2 [Accesed 7 November
2014]

54

Anda mungkin juga menyukai