PENDAHULUAN
Rinosinusitis, istilah bagi suatu proses kronik sekitar 5 % dengan rasio wanita
inflamasi yang melibatkan mukosa berbanding pria yaitu 6 berbanding 4
hidung dan sinus paranasal, merupakan (lebih tinggi pada kelompok wanita).1,3
salah satu masalah kesehatan yang Berdasarkan penelitian divisi Rinologi
mengalami peningkatan secara nyata Departemen THT-KL FKUI tahun
dan memberikan dampak bagi 1996, dari 496 pasien rawat jalan
pengeluaran finansial masyarakat.1,2 ditemukan 50 % penderita sinusitis
Rinitis dan sinusitis umumnya terjadi kronik.6 Dampak yang diakibatkan
bersamaan, sehingga terminologi saat rinosinusitis kronik meliputi berbagai
ini yang lebih diterima adalah aspek, antara lain aspek kualitas hidup (
rinosinusitis.1,2 Rinosinusitis dibagi Quality of Life / QOL ) dan aspek
menjadi kelompok akut, subakut dan sosioekonomi.1-4
kronik.2 Sejumlah konsensus, guidelines
Berdasarkan data dari National dan position papers yang mencakup
Health Interview Survey 1995, sekitar epidemiologi, diagnosis dan
17,4 % penduduk dewasa Amerika penatalaksanaan rinosinusitis kronik
Serikat (AS) pernah mengidap sinusitis mulai berkembang pada dekade ini.1
dalam jangka waktu 12 bulan.3 Dari Pada tahun 2005 European Position
survei yang dilakukan, diperkirakan Paper on Rhinosinusitis and Nasal
angka prevalensi rinosinusitis kronik Polyps (EP3OS) pertama kali
pada penduduk dewasa AS berkisar dipublikasikan, dipelopori oleh
antara 13-16 %, dengan kata lain, European Academy of Allergology and
sekitar 30 juta penduduk dewasa AS Clinical Immunology (EAACI) dan
mengidap rinosinusitis kronik.1-4 diterima oleh European Rhinology
Dengan demikian rinosinusitis kronik Society.1 Pada tahun 2007, EPOS
menjadi salah satu penyakit kronik mengalami revisi seiring dengan
yang paling populer di AS melebihi meningkatnya perkembangan baru pada
penyakit asma, penyakit jantung, patofisiologi, diagnosis dan
diabetes dan sefalgia.2,4 Kennedy penatalaksanaan rinosinusitis dan polip
melaporkan pada tahun 1994 adanya nasi.1
peningkatan jumlah kunjungan pasien
sinusitis kronik sebanyak 8 juta menjadi
total 24 juta pertahun antara tahun 1989
dan 1992.5 Dari Kanada tahun 2003
diperoleh angka prevalensi rinosinusitis
Diagnosis rinosinusitis kronik dibuat dengan inflamasi dalam sinus
7
oleh berbagai bidang ilmu terkait paranasal. Secara histologi, mukosa
termasuk didalamnya antara lain kavum nasi dan mukosa sinus
allergologist, otolaryngologist, mempunyai sejumlah kesamaan;
pulmonologist, dokter umum dan mucous blanket sinus senantiasa
lainnya, namun keseragaman definisi berhubungan dengan kavum nasi dan
dan standar diagnosis rinosinusitis pada studi dengan CT-Scan untuk
kronik belum tercapai.1 Mengingat common cold ditunjukkan bahwa
luasnya cakupan ilmu terkait dengan mukosa kavum nasi dan sinus secara
rinosinusitis kronik, besarnya dampak simultan mengalami proses inflamasi
kesehatan yang diakibatkan terutama bersama-sama.8 Alasan lainnya karena
bagi kelompok penduduk dewasa usia sebagian besar penderita sinusitis juga
produktif namun disertai keterbatasan menderita rinitis, jarang sinusitis tanpa
data yang ada, maka perlu dipelajari disertai rinitis, gejala pilek, buntu
lebih jauh tentang rinosinusitis kronik hidung dan berkurangnya penciuman
tanpa polip nasi. Tujuan makalah ini ditemukan baik pada sinusitis maupun
dibuat adalah untuk menguraikan rinitis.9 Fakta tersebut menunjukkan
tentang patofisiologi, diagnosis dan bahwa sinusitis merupakan kelanjutan
penatalaksanaan rinosinusitis kronik dari rinitis, yang mendukung konsep
tanpa polip nasi khususnya pada orang “one airway disease” yaitu bahwa
dewasa dengan berdasarkan pada penyakit di salah satu bagian saluran
makalah EP3OS 2007. napas akan cenderung berkembang ke
bagian yang lain.9 Sejumlah kelompok
DEFINISI konsensus menyetujui pernyataan
Johnson dan Ferguson (1998) tersebut sehingga terminologi yang
menyatakan bahwa karena mukosa lebih diterima hingga kini adalah
kavum nasi dan sinus paranasal saling rinosinusitis daripada sinusitis.7-11
berhubungan sebagai satu kesatuan Hubungan antara sinus paranasal dan
maka inflamasi yang terjadi pada kavum nasi secara lebih jelas dapat
kavum nasi biasanya berhubungan dilihat pada gambar 1 dibawah ini.
Gambar 1. Hubungan antara sinus paranasal dan kavum nasi dan struktur
yang terdapat pada kompleks ostiomeatal meatus medius.12
Sejak tahun 1984 sampai saat 2. Menurut Task Force on
ini telah banyak dikemukakan definisi Rhinosinusitis (TFR) 1996
rinosinusitis kronik tanpa polip nasi disponsori oleh American
oleh para ahli, masing-masing dengan Academy of Otolaryngology /
kriterianya, antara lain :5,7 Head and Neck Surgery (AAO-
1. Menurut Kennedy tahun 1993 HNS), disebut rinosinusitis
(pada Konferensi Internasional kronik bila rinosinusitis
Penyakit Sinus, Princeton New berlangsung lebih dari dua belas
Jersey), sinusitis kronik adalah minggu dan diagnosa
sinusitis persisten yang tidak dikonfirmasi dengan kompleks
dapat disembuhkan hanya faktor klinis mayor dan minor
dengan terapi medikamentosa, dengan atau tanpa adanya hasil
disertai adanya hiperplasia pada pemeriksaan fisik. Tabel 1
mukosa dan dibuktikan secara menunjukkan faktor klinis
radiografik. Pada orang dewasa, mayor dan minor yang berkaitan
keluhan dan gejala berlangsung dengan diagnosis rinosinusitis
persisten selama delapan kronik. Bila ada dua atau lebih
minggu atau terdapat empat faktor mayor atau satu faktor
episode atau lebih sinusitis akut mayor disertai dua atau lebih
rekuren, masing-masing faktor minor maka
berlangsung minimal sepuluh kemungkinan besar
hari, berkaitan dengan rinosinusitis kronik. Bila hanya
perubahan persisten pada CT- satu faktor mayor atau hanya
scan setelah terapi selama dua faktor minor maka
empat minggu tanpa ada rinosinusitis perlu menjadi
pengaruh infeksi akut diferensial diagnosa.
Tabel 3. Kriteria diagnosis rinosinusitis kronik terdiri dari durasi dan pemeriksaan
fisik. Bila hanya ditemukan gambaran radiologis namun tanpa klinis
lainnya maka diagnosis tidak dapat ditegakkan.2
REQUIREMENTS FOR DIAGNOSIS OF CHRONIC RHINOSINUSITIS
(2003 TASK FORCE)
Duration Physical findings (on of the following must be present)
>12 weeks of continuous 1. Discolored nasal discharge, polyps, or polypoid
symptoms (as described by swelling on anterior rhinoscopy (with decongestion) or
1996 Task Force) or nasal endoscopy
physical findings 2. Edema or erythema in middle meatus on nasal
endoscopy
3. Generalized or localized edema, erythema, or
granulation tissue in nasal cavity. If it does not involve
the middle meatus, imaging is required for diagnosis
4. Imaging confirming diagnosis (plain filmsa or
computerized tomography)b
PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan medikamentosa adalah kembalinya
rinosinusitis kronik tanpa polip nasi fungsi drainase ostium sinus dengan
pada orang dewasa dibedakan menjadi mengembalikan kondisi normal rongga
dua yaitu penatalaksanaan hidung.20,21
medikamentosa dan pembedahan. Pada Jenis terapi medikamentosa yang
rinosinusitis kronik (tanpa polip nasi), digunakan untuk rinosinusitis kronik
terapi pembedahan mungkin menjadi tanpa polip nasi pada orang dewasa
pilihan yang lebih baik dibanding terapi antara lain:1,2,20,21,22
medikamentosa. Adanya latar belakang 1. Antibiotika, merupakan modalitas
seperti alergi, infeksi dan kelainan tambahan pada rinosinusitis kronik
anatomi rongga hidung memerlukan mengingat terapi utama adalah
terapi yang berlainan juga.20 pembedahan. Jenis antibiotika yang
digunakan adalah antibiotika
Terapi Medikamentosa spektrum luas antara lain:
Terapi medikamentosa a. Amoksisilin + asam klavulanat
memegang peranan dalam penanganan b. Sefalosporin: cefuroxime,
rinosinusitis kronik yakni berguna cefaclor, cefixime
dalam mengurangi gejala dan keluhan c. Florokuinolon : ciprofloksasin
penderita, membantu dalam diagnosis d. Makrolid : eritromisin,
rinosinusitis kronik (apabila terapi klaritromisin, azitromisin
medikamentosa gagal maka cenderung e. Klindamisin
digolongkan menjadi rinosinusitis f. Metronidazole
kronik) dan membantu memperlancar 2. Antiinflamatori dengan
kesuksesan operasi yang menggunakan kortikosteroid
20,21,22
dilakukan. Pada dasarnya yang topikal atau sistemik.
ingin dicapai melalui terapi
Kortikosteroid rinosinusitis kronik dengan
topikal : polip nasi dan rinosinusitis
beklometason, fungal alergi.
flutikason,
mometason 3. Terapi penunjang lainnya meliputi:
a. Kortikosteroid sistemik, a. Dekongestan oral/topikal yaitu
banyak bermanfaat pada golongan agonis α-adrenergik
b. Antihistamin a. Intranasal, ekstranasal
c. Stabilizer sel mast, sodium b. Frontal sinus septoplasty
kromoglikat, sodium c. Fronto-etmoidektomi
nedokromil 4. Sinus sfenoid :
d. Mukolitik a. Trans nasal
e. Antagonis leukotrien b. Trans sfenoidal
f. Imunoterapi 5. FESS (functional endoscopic sinus
g. Lainnya: humidifikasi, irigasi surgery), dipublikasikan pertama
dengan salin, olahraga, kali oleh Messerklinger tahun 1978.
avoidance terhadap iritan dan Indikasi tindakan FESS adalah:
nutrisi yang cukup a. Sinusitis (semua sinus
Terapi Pembedahan paranasal) akut rekuren atau
Terapi bedah yang dilakukan kronis
bervariasi dimulai dengan tindakan b. Poliposis nasi
sederhana dengan peralatan yang c. Mukokel sinus paranasal
sederhana sampai operasi d. Mikosis sinus paranasal
menggunakan peralatan canggih e. Benda asing
endoskopi.23 Beberapa jenis tindakan f. Osteoma kecil
pembedahan yang dilakukan untuk g. Tumor (terutama jinak, atau
rinosinusitis kronik tanpa polip nasi pada beberapa tumor ganas)
ialah:1,23 h. Dekompresi orbita / n.optikus
1. Sinus maksila: i. Fistula likuor serebrospinalis
a. Irigasi sinus (antrum lavage) dan meningo ensefalokel
b. Nasal antrostomi j. Atresia koanae
c. Operasi Caldwell-Luc k. Dakriosistorinotomi
2. Sinus etmoid: l. Kontrol epistaksis
a. Etmoidektomi intranasal,m. Tumor pituitari, ANJ, tumor
eksternal dan transantral pada skull base
3. Sinus frontal:
KOMPLIKASI
Pada era pra antibiotika, 3.5.Komplikasi endokranial:
komplikasi merupakan hal yang sering a) Abses epidural / subdural
terjadi dan seringkali membahayakan b) Abses otak
nyawa penderita, namun seiring c) Meningitis
berkembangnya teknologi diagnostik d) Serebritis
dan antibiotika, maka hal tersebut dapat e) Trombosis sinus kavernosus
dihindari.1 Komplikasi rinosinusitis 3.6.Komplikasi lain yang sangat
kronik tanpa polip nasi dibedakan jarang terjadi : abses glandula
menjadi komplikasi orbita, lakrimalis, perforasi septum
oseus/tulang, endokranial dan nasi, hilangnya lapangan
1
komplikasi lainnya. pandang, mukokel/mukopiokel,
3.3.Komplikasi orbita : septikemia.
a) Selulitis periorbita
b) Selulitis orbita
c) Abses
subperiosteal RINGKASAN
d) Abses orbita Rinosinusitis kronik tanpa polip
3.4.Komplikasi oseus/tulang : nasi pada orang dewasa merupakan
Osteomielitis (maksila dan salah satu masalah kesehatan yang
frontal) sering didapatkan dan memberikan
dampak bagi kualitas hidup penderita. kombinasi kriteria obyektif dan
Patofisiologi rinosinusitis kronik tanpa subyektif serta ditunjang oleh
polip nasi pada orang dewasa bersifat pemeriksaan endoskopi nasal dan CT-
multifaktorial dan faktor predisposisi scan (bila diperlukan). Modalitas terapi
terjadinya dapat dibedakan menjadi rinosinusitis kronik tanpa polip nasi
faktor fisiologik/genetik, faktor pada orang dewasa dibedakan menjadi
lingkungan dan faktor struktural. terapi medikamentosa dan terapi
Diagnosis ditetapkan berdasarkan pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fokkens W, Lund V, Mullol J, et al. 9. Kentjono WA. Rinosinusitis: etiologi
European position paper on dan patofisiologi. In Mulyarjo,
rhinosinusitis and nasal polyps. Soedjak S, Kentjono WA, Harmadji S,
Rhinology, 2007; 45(suppl 20): 1-139. JPB Herawati S, eds. Naskah lengkap
2. Busquets JM, Hwang PH. perkembangan terkini diagnosis dan
Nonpolypoid rhinosinusitis: penatalaksanaan rinosinusitis.
Classification, diagnosis and Surabaya: Dep./SMF THT-KL
treatment. In Bailey BJ, Johnson JT, Univ.Airlangga,2004; 1-16.
Newlands SD, eds. Head & Neck 10. Osguthorpe JD. Adult rhinosinusitis :
Surgery – Otolaryngology. 4th ed. Vol diagnosis and management. American
1. Philadelphia: Lippincott Williams Family Physician, 2001; 63:69-74.
& Wilkins, 2006; 406-416. 11. Hamilos DL. Chronic rhinosinusitis
3. Jr File. Sinusitis: Epidemiology. In pattern of illness. In Hamilos DL,
Brook I, eds. Sinusitis from Baroody FM, eds. Chronis
microbiology to management. New rhinosinusitis pathogenesis and
York: Taylor & Francis,2006; 1-13. medical management. New York:
4. Lund VJ. Impact of chronic Informa, 2007;1-12.
rhinosinusitis on quality of life and 12. Shah DR, Salamone FN, Tami TA.
health care expenditure. In Hamilos Acute & chronic rhinosinusitis. In
DL, Baroody FM, eds. Chronis Lalwani AK, eds. Current diagnosis
rhinosinusitis pathogenesis and and treatment in otolaryngology –
medical management. New York: head and neck surgery. New York: Mc
Informa,2007; 15-21. Graw Hill, 2008; 273-281.
5. Gosepath J, Mann WJ. Current 13. Hamilos DL. Chronic sinusitis.
concepts in therapy of chronic Current reviews of allergy and clinical
rhinosinusitis and nasal polyposis. immunology, 2000; 106: 213-226.
ORL,2005; 67: 125-136. 14. Jackman AH, Kennedy DW.
6. NN. Sinusitis termasuk penyakit Pathophysiology of sinusitis.In Brook
mahal. Waspada Online.2007 Agustus I, eds. Sinusitis from microbiology to
9. http://www.waspada.co.id. management. New York: Taylor &
Accessed at 20th September 2008. Francis, 2006;109-129.
7. Clement PAR. Classification of 15. Ferguson BJ, Johnson JT. Chronic
rhinosinusitis. In Brook I, eds. sinusitis. In Cummings CW, Flint
Sinusitis from microbiology to PW,et al eds. Cummings:
management. New York: Taylor & otolaryngology - head & neck surgery.
Francis, 2006; 15-34. 4th ed. Philadelphia: Elsevier Mosby,
8. Pawankar R, Nonaka M, Yamagishi S, 2005; 1-4.
et al. Pathophysiologic mechanisms of 16. Naclerio RM, Gungor A. Etiologic
chronic rhinosinusitis. Immunol factors in inflammatory sinus disease.
Allergy Clin N Am, 2004; 24:75-85. In Kennedy DW, Bolger WE, Zinreich
SJ, eds. Diseases of the sinuses
diagnosis and management. Hamilton:
BC Decker Inc, 2001;47-53.
17. Bernstein JM. Chronic rhinosinusitis
with and without nasal polyposis. In
Brook I, eds. Sinusitis from
microbiology to management. New
York: Taylor & Francis, 2006;371-
398.
18. Mulyarjo. Diagnosis klinik
rinosinusitis. In Mulyarjo, Soedjak S,
Kentjono WA, Harmadji S, JPB
Herawati S, eds. Naskah lengkap
perkembangan terkini diagnosis dan
penatalaksanaan rinosinusitis.
Surabaya: Dep./SMF THT-KL
Univ.Airlangga,2004; 17-23.
19. Farina D, Tomenzoli D, et al.
Inflammatory lessions. In Leuven
ALB, Heidelberg KS, eds. Imaging in
treatment planning for sinonasal
diseases. New York : Springer, 2005;
68.
20. Mulyarjo. Terapi medikamentosa pada
rinosinusitis. In Mulyarjo, Soedjak S,
Kentjono WA, Harmadji S, JPB
Herawati S, eds. Naskah lengkap
perkembangan terkini diagnosis dan
penatalaksanaan rinosinusitis.
Surabaya: Dep./SMF THT-KL
Univ.Airlangga,2004; 59-65.
21. Clerico DM. Medical treatment of
chronic sinus disease. In Kennedy
DW, Bolger WE, Zinreich SJ, eds.
Diseases of the sinuses diagnosis and
management. Hamilton: BC Decker
Inc,2001;155-165.
22. Chiu AG, Becker DG. Medical
management of chronic rhinosinusitis.
In Brook I, eds. Sinusitis from
microbiology to management. New
York: Taylor & Francis, 2006; 219-
229.
23. Siswantoro. Tatalaksana bedah pada
rinosinusitis. In Mulyarjo, Soedjak S,
Kentjono WA, Harmadji S, JPB
Herawati S, eds. Naskah lengkap
perkembangan terkini diagnosis dan
penatalaksanaan rinosinusitis.
Surabaya: Dep./SMF THT-KL
Univ.Airlangga,2004; 67-74.