Anda di halaman 1dari 34

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmat dan karunia-
Nya saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini dalam program studi Biologi
denganmata kuliah Biologi Umum dengan judul “Keanekaragaman Tanaman
Tengkawang Genus : (Shorea) Yang Ada Di Kalimantan”
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna dan juga masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu, kritik, gagasan dan
saran selalu penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga
tulisan sederhana ini semoga dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pembaca.
Khususnya bagi mahasiswa-mahasisiwi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam untuk meningkatkan pengetahuan dan pengembangan keterampilan dalam
penulisan makalah.
Atas semua ini kami mengucapkan terimakasih banyak bagi segala pihak yang
telah ikut membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Pontianak, 21 Desember 2017


Penulis,

Mikael Repormanto
NIM.H1041171001

i
DAFTAR ISI
COVER ...................................................................................................
KATA PENGANTAR ............................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................. 2
1.3 Tujuan................................................................................... 2
1.4 Manfaat................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................ 3


2.1. Konsep Keanekaragaman Hayati ......................................... 3
2.2. Spesies-Spesies Tanaman Di KalimantanTanaman ............. 4
2.2.1. Tengkawang Tungkul (Shorea macrophylla) ................ 4
2.2.2. Tengkawang Tungkul Merah (Shorea stenoptera) ........ 6
2.2.3. Tengkawang Minggi (Shorea pinanga) ......................... 7
2.2.4. Meranti Balau (Shorea seminis)..................................... 9
2.2.5. Meranti Balau (Shorea seminis)..................................... 11
2.2.6. Meranti Balau (Shorea seminis)..................................... 13
2.2.7. Tengkawang Melidang (Shorea splendida) ................... 15
2.2.8. Tengkawang Melidang (Shorea splendida) ................... 17
2.2.9. Tengkawang Megeh Telur (Shorea amplexicaulis) ....... 19
2.2.10.Meranti Merah (Shorea pilosaI) .................................... 20
2.2.11.Tengkawang Kijang (Shorea scaberrima) ..................... 22
2.2.12.Meranti Kunyit (Shorea hemsleyana) ............................ 24
2.2.13.Meranti Merah (Shorea macrantha) .............................. 25
2.2.14.Tengkawang Tekam (Shorea sumatrana) ...................... 27
2.3. Upaya Pelestarian Keanekaragan Hayati ............................. 28

BAB III PENUTUP ................................................................................ 31


3.1. Kesimpulan ................................................................................ 31
3.2. Saran .......................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 32

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepuluauan seluas sekitar 9 juta km2 yang terletak
diantara dua samudra dan dua benua dengan jumlah pulau sekitar 17.500 buah yang
panjang garis pantainya sekitar 95.181 km. Kondisi geografis tersebut menyebabkan
negara Indonesia menjadi suatu negara megabiodiversitas walaupun luasnya hanya
sekitar 1,3% dari luas bumi. Dalam dunia tumbuhan, flora di wilayah Indonesia
termasuk bagian dari flora dari Malesiana yang diperkirakan memiliki sekitar 25%
dari spesies tumbuhan berbunga yang ada di dunia yang menempati urutan negara
terbesar ketujuh dengan jumlah spesies mencapai 20.000 spesies, 40%-nya
merupakan tumbuhan endemik atau asli Indonesia. Negara Indonesia termasuk negara
dengan tingkat keterancaman dan kepunahan spesies tumbuhan tertinggi di dunia.
Saat ini tercatat sekitar 240 spesies tanaman dinyatakan langka, diantaranya banyak
yang merupakan spesies tanaman budidaya. Selain itu, sekitar 36 spesies pohon di
Indonesia dinyatakan terancam punah, termasuk kayu ulin di Kalimantan Selatan,
sawo kecik di Jawa Timur, Bali Barat, dan Sumbawa, kayu hitam di Sulawesi, dan
kayu pandak di Jawa serta ada sekitar 58 spesies tumbuhan yang berstatus
dilindungi.(Cecep Kusmana.2015)
Keanekaragam hayati (biological-diversity atau biodiversity) adalah semua
makhluk hidup di bumi (tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme) termasuk
keanekaragaman genetik yang dikandungnya dan keanekaragaman ekosistem yang
dibentuknya (DITR 2007). Keanekaragaman hayati itu sendiri terdiri atas tiga
tingkatan (Purvis dan Hector 2000), yaitu: Keanekaragaman spesies, yaitu
keanekaragaman semua spesies makhluk hidup di bumi, termasuk bakteri dan protista
serta spesies dari kingdom bersel banyak (tumbuhan, jamur, hewan yang bersel
banyak atau multiseluler). Keanekaragaman genetik, yaitu variasi genetik dalam satu
spesies, baik di antara populasi-populasi yang terpisah secara geografis, maupun di
antara individu-individu dalam satu populasi.

1
Keanekaragaman ekosistem, yaitu komunitas biologi yang berbeda serta
asosiasinya dengan lingkungan fisik (ekosistem) masing-masing. Keanekaragaman
hayati (biodiversity) merupakan dasar dari munculnya beragam jasa ekosistem
(ecosystem services), baik dalam bentuk barang/produk maupun dalam bentuk jasa
lingkungan yang sangat diperlukan oleh perikehidupan makhluk hidup, khususnya
manusia. Sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan perkembangan
pembangunan di berbagai sektor yang cukup pesat beberapa dekade terakhir ini,
banyak ekosistem alam penyedia berbagai jasa lingkungan dan produk tersebut di atas
mengalami kerusakan karena berbagai faktor (Schaltegger and Bestandig 2012).

1.2. Identifikasi Masalah


1.2.1. Apakah yang dimaksud dengan keanekaragaman hayati atau
biodiversitas?
1.2.2. Seberapa benyak spesies tumbuhan ?
1.2.3. Bagaimana dengan keanekaragaman hayati di Kalimantan?
1.2.4. Bagaimana upaya pelestarian keanekaragaman hayati yang ada di
Kalimantan.

1.3. Tujuan
Makalah ini selain disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Biologi umum,
juga untuk menambah wawasan atau pengetahuan kita mengenai konsep, tingkatan
keanekaragaman hayati, biodiversitas di Indonesia serta mengetahui keanekaragan
spesies tumbuhan yang ada di Kalimantan.

1.4. Manfaat
Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah untuk
menambah pengetahuan pembaca tentang keanekaragaman hayati khususnya tanaman
yang ada di Kalimantan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konsep Keanekaragan Hayati
Pengertian keanekaragaman hayati adalah variabilitas di antara makhluk hidup
dari semua sumber, termasuk interaksi ekosistem terestrial, pesisir dan lautan dan
ekosistem akuatik lain serta kompleks ekologik tempat hidup makhluk hidup menjadi
bagiannya. Hal ini meliputi keanekaragaman jenis, antar jenis dan ekosistem
(Convention on Biological Diversity, 1993).
Pengertian yang lain, keanekaragaman hayati adalah ketersediaan
keanekaragaman sumber daya hayati berupa jenis maupun kekayaan plasma nutfah
(keanekaragaman genetik di dalam jenis), keanekaragaman antarjenis dan
keanekaragaman ekosistem (Sudarsono dkk, 2005: 6). Keanekaragaman hayati atau
biodiversitas adalah semua kehidupan di atas bumi ini baik tumbuhan, hewan, jamur
dan mikroorganisme serta berbagai materi genetik yang dikandungnya dan
keanekaragaman system ekologi di mana mereka hidup. Termasuk didalamnya
kelimpahan dan keanekaragaman genetik relatif dari organisme-organisme yang
berasal dari semua habitat baik yang ada di darat, laut maupun sistem-sistem perairan
lainnya (Global Village Translations, 2007:4).
Keanekaragaman hayati merupakan istilah yang digunakan untuk derajat
keanekaragaman sumberdaya alam hayati, meliputi jumlah maupun frekuensi dari
ekosistem, spesies, maupun gen di suatu daerah. Pengertian yang lebih mudah dari
keanekaragaman hayati adalah kelimpahan berbagai jenis sumberdaya alam hayati
(tumbuhan dan hewan) yang terdapat di muka bumi (Ani Mardiastuti, 1999: 1).
Keanekaragaman hayati mencakup semua bentuk kehidupan di muka bumi, mulai
dari makhluk sederhana seperti jamur dan bakteri hingga makhluk yang mampu
berpikir seperti manusia (Bappenas, 2004: 6). Keanekaragaman hayati dapat
digolongkan menjadi tiga tingkatan: Keanekaragaman spesies Keanekaragaman
spesies mencakup seluruh spesies yang ditemukan di bumi, termasuk bakteri dan

3
protista serta spesies dari kingdom bersel banyak (tumbuhan, jamur, hewan, yang
bersel banyak atau multiseluler). Spesies dapat diartikan sebagai sekelompok individu
yang menunjukkan beberapa karakteristik penting berbeda dari kelompok-kelompok
lain baik secara morfologi, fisiologi atau biokimia. Definisi spesies secara morfologis
ini yang paling banyak digunakan oleh pada taksonom yang mengkhususkan diri
untuk mengklasifikasikan spesies dan mengidentifikasi spesimen yang belum
diketahui (Mochamad Indrawan, 2007: 16-18). Keanekaragaman genetic
Keanekaragaman genetik merupakan variasi genetik dalam satu spesies baik di antara
populasi-populasi yang terpisah secara geografik maupun di antara individu-individu
dalam satu populasi. Individu dalam satu populasi memiliki perbedaan genetik antara
satu dengan lainnya. Variasi genetik timbul karena setiap individu mempunyai
bentuk-bentuk gen yang khas. Variasi genetik bertambah ketika keturunan menerima
kombinasi unik gen dan kromosom dari induknya melalui rekombinasi gen yang
terjadi melalui reproduksi seksual. Proses inilah yang meningkatkan potensi variasi
genetik dengan mengatur ulang alela secara acak sehingga timbul kombinasi yang
berbeda-beda (Mochamad Indrawan, 2007: 15-25). Keanekaragaman ekosistem
Keanekaragaman ekosistem merupakan komunitas biologi yang berbeda serta
asosiasinya dengan lingkungan fisik (ekosistem) masingmasing (Mochamad
Indrawan, 2007: 15).

2.2. Spesies-Spesies Tanaman Di Kalimantan

2.2.1 Tengkawang Tungkul (Shorea macrophylla)


Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Theales

4
Famili : Dipterocarpaceae
Genus : Shorea
Spesies : Shorea macrophylla
Tumbuh di tepi sungai. Daun besar, jorong sampai lonjong, pangkal daun
tumpul atau sedikit menjantung, midrib berbulu, pertulangan daun besar dan
cukup berjarak dengan jumlah 13-18 pasang, tangkai daun gemuk. Kulit batang
halus atau bersisik kecil-kecil, batang utama pendek. Nama daerah tengkawang
ini antara lain, tengkawang jantung, tukung, tengkawang tungkul putih
(Kalbar), kekawang buah (Berau), mengkalang (Tidung), orai toloi (Muara
Teweh). (Rizki Maharani et al.2013)
Persebaran Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Sarawak ekologi
tanaman ini banyak dijumpai di tanah endapan dan tepi sungai, jarang di bukit.
Batang mencapai tinggi 50 m, tajuk lebar, lonjong atau setengah bundar,
terbuka. Batang lurus atau condong, diameter mencapai 130 cm. Banir tinggi
hingga 2 m, melebar, cekung atau membulat, tebalnya ±15 cm. Ranting pipih,
lebar 2,5-4 mm dan tebal 2-3 mm. Kulit batang kelabu pucat sampai coklat,
licin dan mengelupas besarbesar tak beraturan, meninggalkan tanda gulungan
dangkal di permukaan batang. Kulit luar tipis, keras, berwarna coklat.
Kulit dalam ±7 mm, berwarna kuning pucat sampai coklat.Daunnya
jorong atau bulat telur, pangkal tumpul atau agak menjantung, kaku, panjang
17-35 cm dan lebar 10-14 cm, sisi bawah dengan sedikit indumentum warna
coklat/kuning coklat atau gundul. Indumentum pada midrib di permukaan atas
daun. Tulang daun sekunder 11-20 pasang dan melengkung dekat tepi daun.
Tulang daun tersier sangat jelas dan tegak lurus. Tangkai daun panjang 1,5-3
cm, gemuk, kadang bengkok seperti lutut, tak berbulu atau berbulu halus rapat
warna coklat kelabu. Daun penumpu berbulu halus rapat, berbentuk ujung
tombak, tumpul atau jorong, berkerut di pangkal, panjang hingga 5 cm dan
lebar 1,3 cm, persisten, bekas daun penumpu membentuk cincin. Mahkota
bunga merah muda pucat, benang sari 15. Sayap buah 3 panjang ukuran hingga

5
11x3 cm dan 2 pendek ukuran hingga 8x1,5 cm. Biji 6x4 cm, bulat telur
sungsang, kulit biji berbulu halus. gubal kuning pucat, kayu teras kehitaman
dan lunak, damar menetes pelan jika ditoreh. (Rizki Maharani et al.2013)
Anakannya berbulu pada batang, ranting, tangkai daun dan permukaan
atas daun pada midrib dan tulang daun sekunder. Daun penumpu berpasangan
berhadapan, oblong, agak melengkung, besar, 2-3 x 0,5-0,8 cm, pertulangan 8-
10, dasar sedkit menjantung. Daun 18-19 x 5-8 cm, ujung daun meruncing,
tulang daun sekunder 10-12 pasang. Ranting silinder. (Rizki Maharani et
al.2013)

2.2.2 Tengkawang Tungkul Merah (Shorea stenoptera)


Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Theales
Famili : Dipterocarpaceae
Genus : Shorea
Spesies : Shorea stenoptera
Daun besar, jorong sampai lonjong, midrib di permukaan atas daun
gundul. Permukaan kulit kayu berbercak-bercak, licin, bergelang. Tumbuh di
daerah hutan kerangas berdrainase buruk dan daerah endapan sungai berpasir
yang terendam secara berkala. (Rizki Maharani et al.2013)
Nama daerah Tengkawang layar, tengkawang tungkul merah (Kalbar),
tengkawang rambai, tengkawang telur (Kalbar). Persebaran Kalimantan Barat
(lembah Kapuas), Kalimantan Tengah (Muara Teweh), Sarawak dan Sabah.
Ekologi Tanah berpasir pada daerah aluvial dan dataran rendah. Pohon
Kecil sampai sedang, tinggi hingga 50 m, tajuk mengerucut sampai lonjong.

6
Batang lurus, silindris, diameter hingga 50 cm. Percabangan rendah, tersebar
memanjang dan seperti menjuntai. Banir tipis. Ranting menjuntai, pipih dengan
diameter 3-4 mm, kadang-kadang agak membundar, gundul. Ranting mati
memipih. (Rizki Maharani et al.2013)
Kulit batang licin dan mengelupas, ada tanda melingkar, warna coklat tua.
Kulit dalam tebal 5 cm, kuning kecoklatan. Daun dengan bentuk tangkai daun
2,4-4,4 cm, gundul. Daun lonjong atau jorong, pangkal tumpul hingga
menjantung, ujung daun sedikit lancip, kaku seperti kulit, halus jika disentuh di
kedua permukaannya, sisi atas gundul, 21-44 x 8,5-25,5 cm. Sisi atas daun
kering coklat kelabu/ coklat dan gundul. Sisi bawah daun kering coklat/coklat
kemerahan, kusam atau mengkilap, gundul atau ada sedikit indumentum coklat
pada urat daun. Tulang daun sekunder sangat jelas, 12-19 pasang, lurus lalu
melengkung dekat tepi daun, ramping sampai gemuk, saat kering jelas lebih
pucat dari permukaan daunnya. Tulang daun tersier terlihat, tegak lurus, tidak
ada domatia. (Rizki Maharani et al.2013)
Daun penumpu menyegitiga atau berbentuk ujung tombak, 15-55 x 10-21
mm, tumpul, agak melebar pada pangkal membentuk seperti daun telinga (sub-
auriculate), menggulung, bekas daun penumpu membentuk cincin, persisten.
Bunga merah muda atau merah. Benang sari 15. Sayap biji 3 panjang ukuran
3,5-7,5 x 1,5-2,5 cm dan 2 pendek ukuran 2-5,5 x 13 0,5-1 cm. Biji 40-60 x 30-
35 mm, berbulu pendek. Kayu gubal kuning pucat. Damar kuning sampai
coklat, mengkilap atau seperti susu. Anakan dengan bentuk tangkai daun 15-20
cm, berbentuk silinder. Daun jorong, ujung meruncing. Daun penumpu
persisten, berwarna merah gelap. (Rizki Maharani et al.2013)

2.2.3. Tengkawang Minggi (Shorea pinanga)


Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta

7
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Theales
Famili : Dipterocarpaceae
Genus : Shorea
Spesies : Shorea pinanga
Batang halus, kulit kayu bergelang, meretak dan sedikit bersisik pada
pohon tua. Daun ukuran sedang, jorong atau bundar telur menyempit,
permukaan bawah daun kering berwarna oranye karat cerah. Daun penumpu
besar warna magenta, jelas terlihat dengan teropong. Bekas daun penumpu
besar, pucat dan tampak jelas melengkung ke bawah di rantingnya yang
memipih. Nama daerah tanaman antara lain Langgai (Iban), awang lanying
(Kalimantan bagian timur dan selatan), engkabang bukit, tengkawang telur,
tengkawang telaga, tengkawang minggi (Kalbar). Persebaran tanaman ini
meliputi pulau Kalimantan. Ekologi Punggung bukit di bawah 700 m dpl.
Dengan bentuk pohon sedang hingga besar, batang lurus silindris mencapai
tinggi 60 m, diameter mencapai 130 cm. Tajuk terbuka. Percabangan menyebar,
menaik di pangkalnya dan menjuntai di ujungnya dimana jelas terlihat gugus
daun, daun muda dan daun penumpu warna magenta yang berselang-seling
horisontal. Ranting umumnya menjumbai dan ranting mati memipih. Banir
tebal dan tingginya hingga 1,5 m, menyebar, cekung membulat. Kulit batang
licin dan mengelupas besar-besar, warna coklat merah muda pucat, bergelang,
berlentisel kecil warna oranye. (Rizki Maharani et al.2013)
Kulit luar tipis. Kulit dalam sampai 1 cm, warna coklat merah muda atau
kuning pucat kecoklatan pada kambium. Bentuk daun Tangkai daun 1,1-2,2 cm,
gundul atau ada indumentum rapat warna coklat kelabu. Daun 11,5-21 x 4,9-9
cm, kaku seperti kulit, lonjong atau bundar telur menyempit, ujung melancip
panjang atau pendek melebar, pangkal membaji, membulat atau sedikit
menjantung. Sisi atas daun kering coklat kemerahan, gundul atau ada

8
indumentum kuning coklat/coklat keemasan pada midrib. Sisi bawah daun
kering coklat kemerahan, kusam atau mengkilap, gundul atau ada indumentum
lebat/jarang warna coklat, kuning coklat/coklat keemasan di helai daun dan
pertulangannya. Tulang daun sekunder 10-16 pasang, melengkung, saat kering
jelas lebih pucat daripada atau sama dengan daunnya, tulang tengah kadang
muncul, tulang tersier jelas dan tegak lurus, tidak ada domatia. Daun penumpu
36-60 x 12-17 mm, menyegitiga, lancip, merah atau magenta ketika muda,
lambat laun menjadi hijau, persisten. Bekas daun penumpu jelas terlihat,
berbentuk bulan sabit. Bunga merah muda gelap. Benang sari 15. Sayap buah 3
panjang ukuran 22-28 x 2,5-3,5 cm, 2 pendek ukuran 8-17 x 0,8-1,4 cm. Biji
bundar telur, 34-53 x 25-28 mm, umumnya panjang lebar kurang lebih sama
yaitu sekitar 2,3 cm. Kayu gubal krem, kayu teras merah muda dan berserat
halus. Daun seperti kulit, umumnya lebih besar daripada daun pohon dewasa,
mengkilap di permukaan atas daun, daun penumpu menyegitiga dan persisten,
warna hijau muda. (Rizki Maharani et al.2013)

2.2.4. Meranti Balau (Shorea seminis)


Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Theales
Famili : Dipterocarpaceae
Genus : Shorea
Spesies : Shorea seminis
Tumbuh di tepi sungai. Tangkai daun agak pendek dan yang kering
berwarna hitam. Daun berbulu jarang, berwarna coklat kelabu pada pertulangan
permukaan bawah daun. Buah tidak bersayap tapi memiliki kelopak berbentuk

9
cuping berkayu. Nama daerah antara lain Tengkawang air, tengkawang batu,
tengkawang pelepak/kelepak, tengkawang tengkawang terendak (Kalimantan).
Persebaran Kalimantan, Sarawak, Sabah, Brunei, Filipina. Ekologi Tumbuh
berkelompok sepanjang daerah aliran sungai. Pohon sedang sampai tinggi,
mencapai 30 m. Batang silindris atau terpilin, coklat tua sampai kehitaman,
sering menggantung di atas sungai. Tajuk rapat berbentuk setengah bulat
terbuka, sedang atau besar, daun muda tampak hijau kekuningan, percabangan
rendah hampir menyebar. Banir membulat, pada pohon yang kurang baik
rendah dan kecil, pada bentuk pohon yang baik tinggi banir mencapai 2 m,
bentangan 1,5 m dan tebal ±6 cm, seperti papan, lurus atau cekung. Ranting
membundar, kadang terkulai, diameter 1,5 mm, berbulu pendek warna kelabu
dan sangat halus. (Rizki Maharani et al.2013)
Kulit batang mengelupas tidak beraturan, licin, berwarna coklat kehijauan
sampai coklat kehitaman, ketika muda licin atau bersisik dangkal tidak terartur,
pada pohon dewasa merekah dangkal, rapat, vertikal, dengan lebar rekahan ±5
cm, lalu menjadi sisik tipis, rata di seluruh permukaan. Kulit dalam coklat
kekuningan. (Rizki Maharani et al.2013)
Tangkai daun 1-1,6 cm, ada indumentum pendek jarang atau rapat warna
coklat kelabu. Daun lanset atau jorong atau bundar telur, seperti kulit, 9-18 x
2,5-8 cm, ujung melancip panjang, pangkal membaji atau membundar, simetris.
Permukaan atas daun kering coklat lembayung dengan indumentum jarang atau
rapat warna coklat kelabu pada midrib. Permukaan bawah daun kering coklat
kelabu/coklat kuning, gundul atau ada indumentum halus lebat atau jarang
warna coklat kelabu, atau pada pertulangan ada indumentum pendek jarang
warna coklat kelabu. Tulang sekunder 9-17 pasang, lurus lalu melengkung
dekat tepi atau melengkung sepanjang tulang daun, menonjol tapi memipih, jika
kering sama warnanya seperti daun. Tulang tersier tak tampak atau hamper 19
terlihat, bentuk tangga. Jika ada domatia, letaknya di ketiak pertulangan daun

10
Daun penumpu Kecil, lonjong, 6-13 x 3-7,5 mm, jorong, tumpul dan
cepat luruh, berbulu pendek warna coklat kelabu dan sangat halus. Bekas daun
penumpu tak mudah terlihat, pendek, hingga 1 mm. Bunga kecil, kuncup
memanjang, mahkota bunga putih dan semburat merah muda pada pangkal
bunga, benang sari 30-40. Sayap buah 5 sama panjang, 1-2 x 1-2 cm. Biji bulat
atau bulat telur, garis tengah 1 cm, 9-14 x 9-14 mm. (Rizki Maharani et
al.2013)
Kayu kayu teras kuning kecoklatan, sangat keras. Anakan tangkai daun 3-
5 cm, pangkal licin. Daun lanset hingga lonjong, 12- 19 x 4-7 cm, ujung
meruncing, panjang runcingan hingga 2,5 cm, lebih meruncing daripada daun
pohon dewasa. Ujung dengan pucuk mencapai 3 cm, permukaan bagian atas
licin, permukaan bagian bawah berbulu halus agak kelabu. (Rizki Maharani et
al.2013)

2.2.5. Meranti Merah (Shorea beccariana)


Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Theales
Famili : Dipterocarpaceae
Genus : Shorea
Spesies : Shorea beccariana
Batang halus, bergelang, sedikit meretak dan kulit batang tua
menggugurkan sisik besar-besar tak beraturan. Daun sedang, kaku seperti kulit,
bundar jorong sampai lanset, gundul atau dengan bulu pendek. Umumnya
permukaan bawah daun kusam dan berwarna biru telur asin, ketika mengering
sering menjadi coklat lembayung. Tangkai daun panjang. Bekas daun penumpu

11
pendek, menyolok, agak horisontal atau sedikit melengkung ke atas. Nama
daerah anatara laian Langgai (Brunei, Sarawak), seraya langgai (Sabah),
tengkawang tengkal, tengkawang layar, tengkawang benua, tengkawang bagok,
tengkawang raraing, tengkawang tangga, engkabang maha. Persebaran dari
tanaman ini anatara lain Kapuas, Sarawak, Brunei, Sabah dan Nunukan. Umum
berada di dataran rendah dan pegunungan kering hingga ketinggian 1.350 m.
Pohon besar, berdiameter mencapai 110 cm, batang bebas cabang tinggi, lurus,
silinder, sedikit melancip. Tinggi banir hingga 1,5 m, rendah, membulat,
cekung, tebal. Tajuk kecil, kurang lebih setengah bundar merata, kadang
asimetris. Ranting memipih. (Rizki Maharani et al.2013)
Kulit permukaan batang berwarna kelabu hingga coklat lembayung
berbercak, licin, jelas bergelang, lama-lama meretak beralur dangkal dan
mengelupas dengan ketebalan ±5 mm. Di batang bawah ada bagian-bagian tak
beraturan yang permukaannya licin dengan tanda menggulung berwarna coklat
lembayung. Takikan kulit luar tipis, keras. Kulit terluar yang kasar (periderm)
merah gelap kecoklatan. Kulit dalam merah muda atau merah kecoklatan,
warna merata tapi pada pohon tua biasanya ada sejumlah lapisan garis merah
dan kuning kemerahmudaan. Bentuk daun anatara lain tangkai daun 1,5-2,7 cm,
kadang melutut, ada indumentum pendek yang jarang atau lebat warna kelabu,
kelabu coklat atau coklat. Daun lonjong atau bundar telur, 8-26 x 2,9-8 cm,
seperti kulit, licin jika disentuh di dua permukaannya. Pangkal membaji,
membundar, atau agak menjantung, ujung melancip pendek. Sisi atas daun
kering coklat lembayung, gundul tapi ada indumentum pendek jarang warna
coklat/coklat kelabu pada midrib. Sisi bawah daunkering kemerahan atau coklat
lembayung, atau seperti bersisik/berbedak, kusam atau mengkilap dengan
indumentum pendek jarang atau kadang lebat warna kuning atau merah
coklatpada helai daun dan pertulangan. Tulang daun sekunder 10-13,
melengkung, saat kering jelas lebih pucat daripada permukaan daun, tulang

12
daun tersier terlihat jelas, tegak lurus. domatia tidak ada. (Rizki Maharani et
al.2013)
Daun penumpu 31-35 x 8-9 mm, lekas luruh, menyegitiga, melancip.
Bekas daun penumpu pendek, kurang lebih lurus agak melengkung ke atas.
Bunga kecil, mahkota bunga putih dengan sebuah garis merah muda di tengah
atau warna merah muda saja. Benang sari 15. Sayap buah 3 panjang 12,5-17,5 x
2,4-4 cm, 2 sayap pendek 6,5-9 x 0,7-1,3 cm. Biji 25-48 x 23-28 mm. Kayu
gubal berwarna kuning pucat, kayu agak keras, kayu teras merah muda, damar
putih dan jarang terlihat di permukaan batang. Anakannya daun lebih besar,
lebih tipis, dengan ujung panjang, tangkai daun sangat panjang hingga 5-10 cm.
Daun muda kemerahan di sisi bawah. (Rizki Maharani et al.2013)

2.2.6. Tengkawang Layar (Shorea mecistopteryx)


Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Theales
Famili : Dipterocarpaceae
Genus : Shorea
Spesies : Shorea mecistopteryx
Daun sangat besar, lonjong, kadang pangkal daun sangat menjantung,
bulu halus berwarna coklat di permukaan bawah daun memberi kesan tajuk
berwarna hijau kecoklatan. Kulit batang kelabu sampai coklat kelabu, bersisik
tak beraturan khususnya batang bagian atas dan pada dahan-dahan pohon tua.
Nama daerahnya anatara lain Tengkawang layar (Kapuas), tentang pakar
(Muara Teweh), rebah (Dayak Iban), kawang burong (Brunei, Sabah).
Persebarannya anatar lain diseluruh pulau Kalimantan. Terdapat di daerahbpada

13
perbukitan rendah di bawah 400 m dpl. Pohon sedang sampai besar mencapai
tinggi 60 m, diameter mencapai 160 cm, tajuk tak beraturan dan terbuka,
percabangan menyebar, terpilin, tampak hijau kecoklatan atau hampir putih jika
terekspos. Batang lurus silindris atau kadang sedikit membengkok, kadang
berongga. Ranting mati memipih. Banir tinggi hingga 2 m, tebal mencapai 20
cm, menyebar, besar, membulat, sedikit cekung. Kulit batang kelabu, kuning
pucat kecoklatan, atau antara kelabu muda dan coklat. Licin ketika muda, lalu
muncul rekahan halus dengan interval sampai 5 cm dan bersisik lonjong, kecil,
dan tipis. Pada pohon tua muncul sisik-sisik pada beberapa tempat dan
bertanda menggulung. Takikan kulit luar coklat terang, tebal ±5 mm.
Kulit dalam ±2 cm, coklat karat kusam dan berubah menjadi lebih pucat atau
oranye kecoklatan pada kambium. Damar yang keluar pada bagian bawah
batang berubah warna dari krem coklat menjadi krem. Bentuk daun anatra lain
tangkai daun 2,5-3,7 cm dengan indumentum rapat atau jarang warna coklat
kekuningan/coklat keemasan. Daun lonjong atau jorong, seperti kulit, 14-40 x
6,4-19,6 cm, ujung meruncing panjang atau pendek, pangkal menjantung atau
agak menjantung. Permukaan atas daun kering coklat lembayung, gundul atau
pada midrib ada indumentum rapat atau jarang warna coklat/coklat
kekuningan/coklat keemasan. Permukaan bawah daun kering coklat/coklat
kemerahan, kusam dengan indumentum pada helai daun dan pertulangan.
Tulang daun sekunder 16-23 pasang, lurus dan hanya melengkung dekat tepi,
saat kering berwarna samadengan helai daun. Tulang daun tersier sangat jelas
dan tegak lurus. Tidak ada domatia. Daun penumpu menyegitiga, meruncing,
20-48 x 7-15 mm, persisten, kaku seperti kulit, hijau muda, bekas daun
penumpu tidak membentuk cincin. Benang sari 15. Sayap buah 3 panjang 15-31
x 2,9-4 cm dan 2 pendek 7-12 x 0,9-1,5 cm. Biji 38-44 x 25-28 mm. Kayu
gubal kuning pucat, kayu teras coklat pink dan lunak. (Rizki Maharani et
al.2013)

14
Anakannya Semai: Ranting seperti bentuk bintang, berbulu kusut halus
(tomentosa) yang lebat, makin ke bawah semakin menipis. Daun penumpu 1,5
x 0,5 cm, tulang daun ±6 dengan sedikit tomentosa besar jarang berbentuk
bintang. Tangkai daun ramping, 5-7,6 cm, tomentosa lebat berbentuk bintang
berwarna coklat kelabu muda. Daun bulat telur hampir membulat, 11,5-17,8 x
7,6-11,5 cm termasuk bagian pangkal daun yang menyempit lancip sepanjang
1,3-1,9 cm. Pangkal daun menjantung atau agak menempel, pada midrib dan
tulang tersier permukaan atas daun dan pada seluruh pertulangan daun
permukaan bawah daun ada bulu bintang jarang. Tulang sekunder 12 pasang,
menaik agak rapat tapi melengkung tajam dan hapir bertemu dengan tepi daun.
Tulang tersier jelas, seperti tangga setengah jala. Tiang: Tangkai daun mencapai
16,5 cm, sering membelok tajam dekat tempat daun melekat dengan
sekumpulan bulu bintang yang jelas terlihat tepat pada belokan itu, pada ujung
dan tepat pada tempat tangkai melekat pada ranting (node). Daun bundar telur
sampai lonjong, sangat besar, mencapai 35 x 20 cm, seperti bentuk tameng,
ujung sangat nampak meruncing. Tulang daun sekunder 15-17 pasang. (Rizki
Maharani et al.2013)

2.2.7. Tengkawang Melidang (Shorea splendida)


Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Theales
Famili : Dipterocarpaceae
Genus : Shorea
Spesies : Shorea splendida

15
Batang halus, pohon kecil yang tumbuh pada tanah endapan yang
tergenang secara berkala. Pangkal daun penumpu menjantung. Daun besar (9,5-
28,5 x 3,5-13 cm), seperti kertas. Nama daerah antara lain Tengkawang,
tengkawang rambai, tengkawang lenying, melidang (Kalbar), tengkawang
lemiying (Muara Teweh), engkabang bintang (Sarawak). Persebaran meliputi
Kalimantan Barat, Sabah bagian barat, Sarawak dan Muara Teweh. Ekologi
dijumpai pada tanah endapan yang secara periodic terendam air. Pohon kecil-
sedang, mencapai tinggi 40 m, diameter mencapai 60 cm. Tajuk lebat berbentuk
lonjong, percabangan horizontal atau menjuntai ke bawah. Batang lurus,
silindris. Banir rendah, membulat. Anak cabang dan ranting menjuntai, dan
memipih. Damar kuning. (Rizki Maharani et al.2013)
Kulit batang licin berubah menjadi meretak dan mengelupas jika pohon
sudah tua serta bergelang. Permukaan batang kelabu kecoklatan. Takikan kulit
luar tipis. Kulit dalam tebalnya sekitar 7 mm berwarna pucat atau merah muda
kecoklatan. Daun memiliki bentuk tangkai daun 1.1-2.3 cm, gundul. Daun
lonjong atau jorong, 9,5-28,5 x 3,5-13 cm, seperti kertas. Ujung melancip
pendek, pangkal membaji, membundar, rata, atau agak menjantung. Permukaan
daun kering coklat lembayung, gundul. Permukaan bawah daun kering coklat
kemerahan/coklat lembayung, mengkilap, gundul. Tulang daun sekunder 10-13
pasang, lurus lalu melengkung dekat tepi atau melengkung sepanjang daun, saat
kering warnanya lebih pucat daripada helai daunnya. Tulang daun tersier jelas,
tegaklurus. Tidak ada domatia. (Rizki Maharani et al.2013)
Daun penumpu persisten, menyegitiga atau bundar telur, ujung meruncing
atau tumpul, pangkal menjantung, ukuran hingga 22-42 x 8-17 mm, bekas daun
penumpu memeluk ranting dan membentuk cincin. Benang sari 15. Sayap buah
3 panjang 5-7,5 x 1,3-2,3 c, dan 2 pendek 3,8-6,5 x 0,7-1,2 cm. Biji 37-55 x 21-
30 mm, berbulu halusdan pendek. Kayu gubal kuning, kayu teras merah muda
pucat. Anakan memiliki bentuk Tangkai panjang lebih dari 15cm, berbulu, helai

16
daun jorong, daun penumpu melekat lama, menyegitiga, merah tua. (Rizki
Maharani et al.2013)

2.2.8. Tengkawang Bulu (Shorea palembanica)


Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Theales
Famili : Dipterocarpaceae
Genus : Shorea
Spesies : Shorea palembanica
Habitat di tepi sungai, pohon berbonggol-bonggol. Daun besar, seperti
kertas, daun kering berwarna coklat-merah. Kulit batang bagian dalam merah
muda. Buah besar dengan sayap pendek. Dapat salah identifikasi dengan S.
johorensis karena daunnya mirip (S. palembanica tidak punya domatia,
sementara S. johorensis kadang ada domatia di pangkal daun), kulit batangnya
juga merah muda dan batangnya kelabu. Nama daerah anatara lain Merkuyung
(Sumatera), kelepak, tengkawang, tengkawang bulu, tengkawang ringgit,
mengkabang (Kalbar), tengkawang majan, engkabang asu (Sarawak).
Persebaran Semenanjung Malaysia, Sumatera, Sarawak, Sabah dan Brunei.
Ekologi tepi sungai, dataran yang secara periodik tergenang air dan punggung
bukit. Pohon kecil sampai kadang sangat besar, mencapai tinggi 60m dan
diameter 130cm. Batang kadang berbonggol dan terpilin, sering condong di atas
sungai. Banir buruk dan terpilin, cekung dan membulat. Tajuk besar, lebat dan
hijau tua, dahan-dahan yang condong di atas sungai sering ditutupi tumbuhan
epifit. Cabang dan anak cabang membulat. Batang bebas cabang sampai 25 m.

17
Ranting pipih, ramping, diameter sekitar 2 mm, gundul. Ranting yang mati
membulat. (Rizki Maharani et al.2013)
Kulit batang coklat kehitaman cenderung mengelupas. Halus
padaawalnya, bergelang, menjadi pecah-pecah tak beraturan dan bersisik
dangkal, kadang dengan lentisel bentuk bintang yang cukup besar. Takikan
kulit luar coklat gelap. Kulit dalam merah muda, coklat kemerahan atau
kekuningan, tebal sekitar 12 mm dan berserat. Bentuk daun anatara lain
Tangkai daun panjang 1,3-2,75 cm, berbulu pendek jarang warna kuning
kecoklatan. Daun bulat telur hingga lonjong, panjang 8-25 cm dan lebar 4-10
cm, seperti kertas. Pangkal tumpul, membulat hingga agak menjantung, ujung
daun melancip panjang atau pendek. Permukaan atas daun gundul atau berbulu
pendek berwarna kuning, halus dan jarang di bagian tulang daun utama,
permukaan bawah daun berbulu pendek dan kasar. Tulang daun sekunder 12-17
pasang, lurus lalu melengkung mendekati tepiatau melengkung sepanjang
tulang daun, saat kering jelas lebih pucat daripada atau sama warnanya dengan
helai daunnya. Tulang daun tersier tak terlalu nampak, seperti tangga. Daun
kering berwarna coklat lembayung di bagian atas dan coklat kemerahan di
bagian bawah (mirip S. johorensis). Tidak ada domatia. (Rizki Maharani et
al.2013)
Daun penumpu daun penumpu lanset, 8-15 x 2,5-4 mm, runcing,
menyegitiga, cepat luruh. Ada bekas daun penumpu pendek (tidak membentuk
cincin), mendatar. Bunga dan buah mahkota bunga kuning, benang sari 15.
Sayap buah 3 panjangukuran 2,5-5 x 0,6-0,7 cm, 2 pendek hingga 1,7-3 x 0,2-
0,3 cm. Buah 22-24 x 17-22 mm. Kayu gubal kuning pucat, kayu teras merah
muda dan cukup lunak. Anakan daun penumpu agak persisten, berbentuk
seperti bulan sabit mencapai panjang 1,25 cm, warna coklat kemerahan. (Rizki
Maharani et al.2013)

18
2.2.9. Tengkawang Megeh Telur (Shorea amplexicaulis)
Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Theales
Famili : Dipterocarpaceae
Genus : Shorea
Spesies : Shorea amplexicaulis
Batang halus berwarna kelabu-ungu pucat. Sangat mirip dengan S.
beccariana tetapi ranting kurang memipih, ranting dan daun biasanya berwarna
keemasan atau biru telur asin. Bekas daun penumpu memeluk batang
(amplexicaul) dan daun lebih membulat telur, biasanya permukaan bawah daun
mengkilap dan gundul. Nama daerah dari tanaman ini antara lain ngkabang
kawang licin (Sarawak), kawang bukit (Sabah), kawang pinang licin(Brunei),
awang rambut, orai lanyung, engkabang pipit, tengkawang megeh telur
(Kalimantan).Persebarannya antara lain pulau Kalimantan, kecuali bagian barat
daya. (Rizki Maharani et al.2013)
Umumnya sering dijumpai tersebar di lereng bukit, terutama di
pegunungan dengan ketinggian hingga 1.000 m. Pohon berukuran sedang dapat
mencapai diameter hingga 130 cm, batang bebas cabang tinggi, lurus, silindris,
banir biasanya tinggi hingga 1 m, kecil, melingkar, cekung, tebal, jarang sampai
2 m tinggi dan melebar. tajuk kecil, hemispherical hingga kerucut, padat,
subpersistent, daun penumpu merah tua mencolok. Permukaan kulit licin,
coklat kelabu dengan tanda melingkar yang jelas ketika tua, meretak dan
mengelupas menjadi sisik kecil, lonjong dengan tebal 5 mm, meninggalkan
bekas yang halus warna coklat lembayung, pada bagian bawah ada tanda

19
menggulung. Kulit luar tipis warna coklat gelap. Kulit dalam tebal 8 mm warna
kuning pucat atau coklat merah muda dan keras. (Rizki Maharani et al.2013)
Tangkai daun 1,2-2,8 cm, gundul hingga padat, coklat kekuningan hingga
coklat keemasan, berbulu pendek. Daun jorong hingga bulat telur, 13,8-25,2 x
5,8-11,3 cm, seperti kertas, ujung meruncing pendek hingga panjang, pangkal
membaji hingga membulat. Permukaan atas daun kering coklat kemerahan
hingga coklat lembayung, gundul atau berbulu pendek jarang hingga lebat
warna coklat kekuningan/coklat keemasan pada midrib. Permukaan bawah daun
kering berwarna coklat kemerahan/coklat lembayung, mengkilap, gundul atau
dengan indumentum lebat hingga jarang warna coklat kekuningan/keemasan
pada helai daun dan pertulangan. Tulang daun sekunder 9-14, melengkung, saat
kering berwarna yang dengan helai daunnya. Tulang daun tersierkelihatan jelas,
tegak lurus. Jika ada domatia, gundul, rata dan berada di ketiak pertulangan
daun. (Rizki Maharani et al.2013)
Bekas daun penumpu berbentuk cincin. Daun penumpu menyegitiga
hingga bulat telur, persisten, 26-39 x 7-12 mm, agak runcing. Benang sari 15.
Sayap buah 3 panjang ukuran 10-18 x 1,9-3,8 cm, 2 pendek ukuran 6,5-11 x
0,5-1,1 cm. Biji hingga 32-42 x 22-28 mm. Kayu gubal berwarna kuning
hingga merah muda. Kayu teras coklat kekuningan pucat. Damar kuning dan
keluar perlahan setelah permukaan batang dipotong. Daun penumpu dan daun
muda berwarna merah cerah. (Rizki Maharani et al.2013)

2.2.10. Meranti Merah (Shorea pilosaI)


Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Theales

20
Famili : Dipterocarpaceae
Genus : Shorea
Spesies : Shorea pilosa
Kulit batang halus dan bergelang. Daun bulat telur, ukuran sedang, pada
permukaan bawah daun dan tangkai daun ada tomentosa lebat keemasan, tulang
daun 12-15 pasang. Bekas daun penumpu memeluk batang. Daun penumpu
cukup persisten berwarna magenta terang. Nama daerah antara lain Langgai
(Dayak Iban), kawang bulu (Brunei, Sabah). Persebarannya di Sarawak, Brunei,
Sabah dan Kalimantan. Tumbuh di lahan bergelombang, perbukitan rendah
hingga ketinggian 350 m. Pohon berukuran sedang dapat mencapai diameter
hingga 130 cm, batang bebas cabang tinggi, lurus, silindris. Banir mencapai
tinggi 4 m, menyebar dengan ketebalan hingga 20 cm, sedang hingga besar,
membulat, cekung. Tajuk besar dan melebar, kurang lebih setengah lingkaran
dengan banyak cabang menaik dan keluar dari ujung batang, tampak hijau
kekuningan dari bawah. (Rizki Maharani et al.2013)
Permukaan kulit pada awalnya halus, coklat kopi pucat, ada tanda
melingkar, lalu meretak kecil-kecil tipis tak beraturan dan bersisik. Pada pohon
tua ada tanda menggulung pada permukaan yang bersisik. Toreha kulit luar
tipis. Kulit dalam ketebalan 2 cm, lunak warna kopi pucat. Kambium kuning
lemon. Tangkai daun 0,9-1,6 cm, dengan indumentum lebat warna coklat
kekuningan/coklat keemasan. Daun jorong hingga bulat telur, 9-15,5 x 3,8-7
cm, seperti kulit, ujung meruncing pendek hingga panjang, pangkal membaji
hingga membulat. Permukaan atas daun kering berwarna coklat
kemerahan/coklat lembayung, gundul atau dengan indumentum lebat atau
jarang warna coklat kekuningan/coklat keemasan pada permukaannya, dan
biasanya lebih lebat pada midrib. Permukaan bawah daun kering berwarna
coklat kekuningan, coklat kemerahan atau coklat lembayung, kusam atau
mengkilap, dengan indumentum pendek warna coklat kekuningan/coklat
keemasan pada permukaannya, lebih lebat dan lebih panjang pada pertulangan

21
daun. Tulang daun sekunder 12-15, melengkung, saat kering berwarna yang
sama dengan helai daunnya. Tulang daun tersier kelihatan jelas, tegak lurus.
Jika ada domatia, maka berbulu kasar, timbul pada ketiak pertulangan daun. 39
daun penumpu 17-32 x 6-10 mm, persisten, lonjong hingga menyerupai ujung
tombak, berwarna magenta terang jika masih segar, bekas daun penumpu
berbentuk cincin. Kelopak krem, berwarna merah muda, benang sari 15. Sayap
buah 3 panjang ukura 15-19 x 1,7-3,7 cm, 2 pendek ukuran 7-11 x 0,5-1,5 cm.
Biji hingga 18-20 x 17-19 mm. Kayu gubal lunak, pucat terang kuning lemon
dengan pembuluh besar yang jelas terlihat. Kayu teras merah muda pucat,
lunak, damar berwarna putih dan mengalir deras jika batang dipotong. Ranting,
tunas dan tangkai kuning kemerahan, stipula lonjonglanset atau bentuk bulan
sabit, tomentosa lebat, cepat luruh. Daun lebih besar, ada tomentosa bentuk
bintang di permukaan bawah. (Rizki Maharani et al.2013)

2.2.11. Tengkawang Kijang (Shorea scaberrima)


Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Theales
Famili : Dipterocarpaceae
Genus : Shorea
Spesies : shorea scaberrima
Umumnya pohon berukuran kecil sampai sedang, perawakannya sering
kurang bagus dan berkelok-kelok, tipe kulit batang beralur dangkal. Daun
seperti kulit, tipis, lonjong sampai bulat telur atau agak membulat telur
sungsang, permukaan bawah daun berbulu kasar kuning kecoklatan, daun yang
mengering berwarna lembayung dan menggulung tapi tidak berbentuk

22
mangkok atau perahu seperti pada S. almon atau beberapa S.ovalis. Nama
daerah antara lain Engkabang bintang, kantoi, kantoi lilin, kantoi tembaga,
tentung, tengkawang kijang (Kalimantan). Persebaran Sarawak, Brunei, Sabah
bagian barat daya, Kalimantan Barat dan Purukcahu, Kalimantan Tengah.
Tumbuh di daerah perbukitan rendah, daerah alluvial dan dataran tinggi
vulkanik hingga 850 m. Jarang ditemui. (Rizki Maharani et al.2013)
Pohon berukuran kecil hingga menengah, umumnya berdiameter 110 cm
tapi kadang-kadang berukuran lebih besar. Batang bebas cabang silinder sering
juga berkelok-kelok. Banir tinggi hingga 1,5 m dan menyebar dengan ketebalan
10 cm, kecil, cekung, membulat. Tajuk lebat, kecil, agak mendatar, tampak
hijau kekuning dari bawah, cabang sangat jelas menaik. Ranting mati
membulat. Permukaan kulit batang awalnya halus, dengan bercak-bercak
kelabu, kuning tua dan coklat kekuningan lalu menjadi coklat lembayung.
Meretak dan beralur dangkal terputus-putus, alur tersebut panjangnya hingga 1
m, lebar 1,5 cm dan tebal 3 mm, kemudian bersisik lepas-lepas. Takikan kulit
luar tipis. Kulit dalam tebal 8 mm warna kopi, bukan kemerahan dan berserat
halus. Tangkai daun 1,3-2,6 cm, ada indumentum pendek yang lebat warna
kuning coklat. Daun lonjong atau jorong, 7,7-25,5 x 4,5-10,1 cm. Tipis, seperti
kulit, ujung meruncing pendek hingga panjang, pangkal membulat. Permukaan
atas daun kering coklat lembayung dengan indumentum lebat warna coklat
kekuningan pada midrib,tapi jarang atau tidak ada di permukaan. (Rizki
Maharani et al.2013)
Permukaan bawah daun kering berwarna coklat/coklat kemerahan, kusam
dengan indumentum pendek warna coklat kekuningan pada permukaan, kadang
lebih lebat pada midrib. Tulang daun sekunder 14-22, lurus 41 pada awalnya,
melengkung hanya dekat tepinya saja, saat kering berwarna sama dengan helai
daunnya. Tulang daun tersier terlihat jelas, tegak lurus atau diagonal. Tidak ada
domatia. Daun penumpu membengkok, agak meruncing, 18 x 8 mm. Bekas
daun penumpu tidak membentuk cincin. Mudah luruh. Kelopak merah muda,

23
benang sari 15. Sayap buah 3 panjang ukuran 2,5-5 x 1-1,5 cm, 2 pendek
ukuran 2-3 x 0,3-0,6 cm. Biji 40-50 x 20-25 mm. Kayu gubal berwarna kuning
pucat, empelur berwarna hitam kopi, kekerasan kayu menengah. Cabang
dengan bulu coklat halus dan tebal. Daun penumpu lurus, 1 x 0,3 cm. Daun
lebih tipis dan lebih besar hingga 20 x 7,5 cm. Ujung daun lebih panjang
meruncing. (Rizki Maharani et al.2013)

2.2.12. Meranti Kunyit (Shorea hemsleyana)


Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Theales
Famili : Dipterocarpaceae
Genus : Shorea
Spesies : shorea scaberrima
Terdiri dari 2 sub spesies yaitu ssp. hemsleyana dan ssp. grandiflora. a.
Shorea hemsleyana (King) King ex Foxw. ssp. Hemsleyana Tumbuh di rawa
gambut dangkal. Daun dan daun penumpu besar dan berbulu, berwarna coklat
kekuningan, jika dipotong terasa lengket. Buah besar dengan sayap yang sangat
pendek dan tidak sempurna. Nama daerahnya antara lain Meranti kunyit
(Sumatera), Meranti daun besar (Semenanjung Malaysia). Persebaran,
Thailand (semenanjung), Semenanjung Malaysia, dan Sumatera. (Rizki
Maharani et al.2013)
Ekologi Rawa gambut dangkal. Pohon ukuran sedang sampai besar,
diameter dapat mencapai 90 cm tetapi biasanya kurang dari 60 cm. Batang
bebas cabang umumnya cukup tinggi dan berbentuk bagus. Ukuran banir
sedang. Tajuk agak rapat dengan daun besar-besar, daun muda terlihat merah.

24
Ranting yang mati membulat. Kulit batang kelabu, meretak rapat beraturan.
Takikan kulit luar berwarna coklat tua. Kulit dalam memiliki tebal 1,25 cm
dengan lapisan berwarna coklat kekuningan dan jaringan berwarna lebih terang.
Tangkai daun 1,4-2,4 cm, kadang berbentuk lutut, dengan bulu pendek
berwarna coklat kelabu, coklat atau coklat kekuningan. Daun lonjong, jorong,
bulat telur atau bulat telur sungsang. Ukuran 18-30 x 7.9-16.5 cm, seperti kulit.
Ujung daun melancip. (Rizki Maharani et al.2013)
Pangkal daun membulat, rata atau agak menjantung. Permukaan atas daun
kering berwarna coklat, gundul tapi pada midrib ada bulu pendek lebat
berwarna coklat atau coklat kekuningan. Permukaan bawah daun kering
mengkilap oleh bulu pendek jarang berwarna coklat atau coklat kekuningan
pada helai daun dan pertulangan daun. Tulang daun sekunder 15-19 pasang,
lurus pada awalnya lalu hanya melengkung ketika mendekati tepi daun, ketika
kering berwarna sama dengan helai daun. Tulang daun tersier sangat jelas
terlihat dan tegak lurus. Tidak ada domatia. (Rizki Maharani et al.2013)
Daun penumpu 14-22 x 6-8 mm, tidak mudah luruh, lonjong atau bulat
telur, ujung melancip. 43 Bunga besar, Mahkota bunga merah, Benang sari 15.
Kelopak buah (calyx) tidak lebih panjang dari buahnya, kelopak buah terbesar
berukuran 25x18 mm dan yang terkecil berukuran 20x18 mm. Biji berukuran
44-70 x 20-30 mm. Kayu gubal berwarna kuning pucat, lengket dan memiliki
banyak resin. (Rizki Maharani et al.2013)

2.2.13. Meranti Merah (Shorea macrantha)


Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Theales

25
Famili : Dipterocarpaceae
Genus : Shorea
Spesies : shorea macrantha
Dahan-dahannya menjuntai. Daun dengan sisi yang tidak simetri dan berbulu
(tomentosa). Buah besar dan tak bersayap. Nama daerah, Engkabang bungkus
(Sarawak), perawan lampong kijang (Kalimantan). Persebaran Semenanjung
Malaysia, Sumatera bagian timur, Sarawak bagian tengah dan barat. Ekologi
Hutan rawa gambut campuran di perbatasan/tepi hutannya dan areal pasir putih
di Kalimantan. Bentuk pohon berukuran kecil hingga menengah, dengan
diameter mencapai 60 cm, jarang yang lebih besar. Batang bebas cabang lurus
dan silindris. Banir rendah, membulat, dan tebal. Tajuk agak rapat. Anak
percabangan terkulai. Kulit batang permukaannya berwarna coklat pucat
lembayung, meretak dalam berpenampang V. (Rizki Maharani et al.2013)
Pada pohon muda dipenuhi lentisel berukuran besar dan tersebar. Ranting
menjuntai, ranting mati bundar. Daun lonjong, jorong atau bulat telur, 8-15,5 x
3,3-7,7 cm. Seperti kulit, kadang seperti berkerut atau melepuh. Ujung
meruncing panjang, pangkal agak menjantung, asimetris. Permukaan atas daun
kering berwarna coklat kemerahan atau coklat. Pada midrib berbulu pendek dan
lebat berwarna coklat kekuningan/coklat keemasan. Permukaan bawah daun
kering berwarna coklat, permukaan dan pertulangan kusam oleh bulu yang
jarang sampai rapat, berwarna coklat kuning. Tepi daun kadang menggulung ke
bawah. Tulang daun sekunder 13-17 pasang, lurus pada awalnya, melengkung
hanya pada dekat tepi daun atau melengkung sepanjang tulang daun, bila
mongering warnanya sama dengan permukaan daun. Tulang daun tersier
terlihat jelas, tegak lurus. Domatia tidak ada. Daun penumpu di bagian luar
berbulu kasar dan rapat, 13-16 x 5-7,5 mm, bentuk segitiga dan melancip, tidak
mudah luruh. (Rizki Maharani et al.2013)
Kelopak bunga berwarna merah gelap di bagian dalam, bagian luarnya
lebih pucat. Benang dari 15. Buah tanpa sayap. Biji berukuran 27-40 x 15,5-18

26
mm. 47 Kayu gubal berwarna kuning pucat meneteskan damar yang lengket
dan tak berwarna sesaat setelah dipotong. Kayu teras berwarna coklat pucat dan
cukup keras. Agak memiliki resin tapi tanpa warna gelap seperti lazimnya
meranti merah, mirip dengan S.hemsleyana. (Rizki Maharani et al.2013)

2.2.14. Tengkawang Tekam (Shorea sumatrana)


Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Dilleniidae
Ordo : Theales
Famili : Dipterocarpaceae
Genus : Shorea
Spesies : shorea sumatrana
Tumbuh di tepi sungai. Tangkai daun kering berwarna hitam dan agak
pendek. Daun dengan bulu jarang berwarna coklat kelabu pada pertulangan
bawah permukaan daun. Buah tidak bersayap, kelopak buah membentuk cuping
pendek dan berkayu. Morfologinya mirip dengan S.seminis, tapi jumlah benang
sari S. sumatrana hanya 25. Nama daerah Sengkawang besak, kedawang
(Sumatera), selangan batu kuning, selangan batu bersisek, tekam (Kalimantan),
balau sengkawang air (semenanjung Malaysia) distribusi Semenanjung
Thailand bagian selatan, Malaya dan Sumatera. Ekologi Tersebar di dataran
bergelombang hingga berbukit ketinggian di bawah 700 m. tanah liat berpasir.
Pohon sedang sampai besar, berbanir, percabangan tinggi. Tajuk sedang, rapat,
setengah lingkaran, hijau dari bawah. Batang silindris, terpilin, tidak beralur,
banir lurus, berongga, tipis. Cabang sedikit, tidak menjuntai atau menjuntai,
ramping. Permukaan kulit bersisik, mengelupas tipis tak beraturan, warna

27
coklat kekuningan Tangkai daun 1-1,6 cm, berbulu pendek, jarang atau lebat,
warna coklat kelabu. (Rizki Maharani et al.2013)
Daun bulat telur, jorong, lonjong atau lanset, 9-18 cm x 2,5-8 cm, seperti
kertas, ujung daun meruncing panjang, pangkal daun membulat, simetris.
Permukaan atas daun kering coklat kemerahan/coklat lembayung dengan bulu
pendek warna coklat kelabu yang jarang atau lebat pada midrib. Permukaan
bawah daun kering coklat kelabu/coklat kekuningan, seluruhnya gundul atau
bersisik coklat kelabu yang jarang atau rapat pada permukaan, dan bulu pendek
yang jarang berwarna coklat kelabu pada pertulangan. Tulang daun sekunder 9-
17 pasang, melengkung hanya dekat tepi atau melengkung sepanjang tulang
daun, sangat jelas tetapi tipis, saat kering berwarna sama dengan permukaan
daun. Tulang daun tersier tidak tampak atau sulit terlihat, seperti tangga.
Domatia tidak ada, tapi jika ada terletak di ketiak pertulangan daun.
Daun penumpu 6-13-7,5 mm, mudah luruh, lonjong, ujung membulat.
Benang sari 25. Mahkota bunga putih, agak merah muda di pangkal. 49 buah
Kelopak buah berkayu berjumlah 5 sama besar, 1-2 cm x 1-2 cm. Buah 9-14
mm x 9-14 mm. Kayu teras coklat kuning jika berada ditempat terbuka,
kekerasan sedang sampai sangat keras. (Rizki Maharani et al.2013)

2.3. Upaya Pelestarian Keanekaragan Hayati


Indonesia merupakan negara dengan tingkat keanekaragaman hayati yang
sangat tinggi, yang ditandai dengan ekosistem, jenis dalam ekosistem, dan plasma
nutfah (genetik) yang berada di dalam setiap jenisnya. Namun demikian, Indonesia
juga merupakan negara dengan tingkat keterancaman lingkungan yang tinggi,
terutama terjadinya kepunahan jenis dan kerusakan habitat, yang menyebabkan
menurunnya keanekaragaman hayati. Maka dari itu Indonesia merupakan salah satu
wilayah prioritas konservasi keanekaragaman hayati dunia.
Dalam melakukan pembangunan selama ini kita ketahui adanya berbagai
masalah kerusakan habitat alam baik oleh aktivitas manusia, kesalahan kebijakan dan

28
ketidakjelasan pengaturan dalam mengelola kawasan hutan dan laut maupun karena
bencana alam. Beberapa kerusakan tersebut antara lain hilangnya hutan Kalimantan
menyusut hingga 55% pada tahun 2015, konversi hutan untuk kelapa sawit, pertanian,
transmigrasi, pertambangan, perumahan dan adanya logging baik yang resmi maupun
yang ilegal.
Selain itu juga kerusakan pada sungai, danau dan pesisir termasuk di dalamnya
kerusakan sumber perikanan. Sementara itu dalam pembangunan berkelanjutan
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan
generasi yang akan datang. Maka dari itu untuk dapat mencapai tujuan pembangunan
yang berkelanjutan diperlukan strategi-strategi dalam konservasi keanekaragaman
hayati dengan tetap memperhatikan peningkatan potensi produksi dengan
pengelolaan yang ramah lingkungan hidup serta menjamin terciptanya kesempatan
yang merata dan adil bagi semua orang Keanekaragaman hayati yang tinggi tersebut
merupakan kekayaan alam yang dapat memberikan manfaat serga guna, dan
mempunyai manfaat yang vital dan strategis, sebagai modal dasar pembangunan
nasional, serta merupakan paru-paru dunia yang mutlak dibutuhkan, baik di masa kini
maupun yang akan datang.
Maka dari itu konservasi keanekaragaman hayati memegang peranan penting
dalam menunjang pembangunan berkelanjutan mengingat Indonesia juga menjadi
salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia dan dikenal sebagai Negara mega-
biodiversityIndonesia merupakan negara dengan tingkat keanekaragaman hayati yang
sangat tinggi, yang ditandai dengan ekosistem, jenis dalam ekosistem, dan plasma
nutfah (genetik) yang berada di dalam setiap jenisnya. Namun demikian, Indonesia
juga merupakan negara dengan tingkat keterancaman lingkungan yang tinggi,
terutama terjadinya kepunahan jenis dan kerusakan habitat, yang menyebabkan
menurunnya keanekaragaman hayati. Maka dari itu Indonesia merupakan salah satu
wilayah prioritas konservasi keanekaragaman hayati dunia.
Dalam melakukan pembangunan selama ini kita ketahui adanya berbagai
masalah kerusakan habitat alam baik oleh aktivitas manusia, kesalahan kebijakan dan

29
ketidakjelasan pengaturan dalam mengelola kawasan hutan dan laut maupun karena
bencana alam. Beberapa kerusakan tersebut antara lain hilangnya hutan Kalimantan
menyusut hingga 55% pada tahun 2015, konversi hutan untuk kelapa sawit, pertanian,
transmigrasi, pertambangan, perumahan dan adanya logging baik yang resmi maupun
yang ilegal. Selain itu juga kerusakan pada sungai, danau dan pesisir termasuk di
dalamnya kerusakan sumber perikanan. Sementara itu dalam pembangunan
berkelanjutan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi
kemampuan generasi yang akan datang.
Maka dari itu untuk dapat mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan
diperlukan strategi-strategi dalam konservasi keanekaragaman hayati dengan tetap
memperhatikan peningkatan potensi produksi dengan pengelolaan yang ramah
lingkungan hidup serta menjamin terciptanya kesempatan yang merata dan adil bagi
semua orang Keanekaragaman hayati yang tinggi tersebut merupakan kekayaan alam
yang dapat memberikan manfaat serga guna, dan mempunyai manfaat yang vital dan
strategis, sebagai modal dasar pembangunan nasional, serta merupakan paru-paru
dunia ang mutlak dibutuhkan, baik di masa kini maupun yang akan datang. Maka dari
itu konservasi keanekaragaman hayati memegang peranan penting dalam menunjang
pembangunan berkelanjutan mengingat Indonesia juga menjadi salah satu pusat
keanekaragaman hayati dunia dan dikenal sebagai Negara mega-biodiversity.

30
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Makhluk hidup di dunia ini sangat beragam. Keanekaragaman makhluk hidup
tersebut disebut dengan sebutan keanekaragaman hayati atau biodiversitas. Setiap
sistem lingkungan memiliki keanekaragaman hayati yang berbeda. Keanekaragaman
hayati ditunjukkan oleh adanya berbagai variasi bentuk, ukuran, warna, dan sifat-sifat
dari makhluk hidup lainnya. Indonesia terletak di daerah tropik yang memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan daerah subtropik dan
kutub.
Keanekaragaman hayati disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor genetik dan
faktor lingkungan. Terdapat interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan
dalam mempengaruhi sifat makhluk hidup. Kegiatan manusia dapat menurunkan
keanekaragaman hayati, baik keanekaragaman gen, jenis maupun keanekaragaman
lingkungan. Namun di samping itu, kegiatan manusia juga dapat meningkatkan
keanekaragaman hayati misalnya penghijauan, pembuatan taman kota, dan
pemuliaan.Pelestarian keanekaragaman hayati dapat dilakukan secara in situ dan ex
situ.

3.2. Saran
Keanekaragaman hayati perlu dilindungi dan dilestarikan karena dengan adanya
keseimbangan dalam suatu lingkungan hidup akan menimbulkan interaksi yang baik
antara makhluk yang satu dengan yang lain sehingga alam akan selalu mendukung
kelanjutan kehidupan di muka bumi ini.

31
DAFTAR PUSTAKA
Ani Mardiastuti. 1999 . Keanekaragaman Hayati: Kondisi dan Permasalahannya.
Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.

Bappenas. 2004. Wilayah Kritis Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Jakarta:


Direktorat Pengendalian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.

Convention On Biological Diversity, History of Convention,


http://www.cbd.int/secretarial/default.shtml, Di akses 15 Desember 2017. Pukul
19.20

Kusmana, Cecep Dkk. 2015. Keanekaragan Hayati (Biodifersitas) Sebagai Elemen


Kunci Ekosistem Kota Hijau. Vol I No.8 . 2015. Pp 1747-1755

Maharani, R et al. 2013. Identifikasi Jenis Pohon Tengkawang. Samarinda: Balai


Besar Penelitian Dipterokarpa, Badan Penelitian Dan Pengembangan
Kehutanan, Departemen Kehutanan

Mochamad Indrawan, Richard B. Primack, Jatna Supriatna. 2007. Biologi


Konservasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Purvis A, Hektor A. 2000. Getting the Measure of Biodiversity. Nature 405: 212-219

Sudarsono, dkk. 2005. Taksonomi Tumbuhan Tinggi. Malang :Universitas Negeri


Malang

32

Anda mungkin juga menyukai