CKD
CKD
Disusun Oleh :
Musdalifah Hanifiah, S.Ked
FAB 117 004
Pembimbing :
dr. Soetopo, Sp.KFR
dr. Tagor Sibarani
1
2
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu
proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan
fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. CKD
mengambarkan suatu keadaan ginjal yang abnormal baik secara struktural
maupun fungsinya yang terjadi secara progresif dan menahun, umumnya bersifat
ireversibel. Sering kali berakhir dengan penyakit ginjal terminal yang
menyebabkan penderita harus menjalani dialisis atau bahkan transplantasi ginjal.1
Insiden dan prevalensinya semakin meningkat dan sudah merupakan
masalah kesehatan global. Di negara-negara barat CKD merupakan sebuah
epidemi dengan angka pertumbuhan dialisis pertahun 6-8%. Di Amerika Serikat
dalam dua dekade terakhir terjadi peningkatan prevalensi gagal ginjal kronik atau
penyakit ginjal terminal yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Tidak hanya
itu, prevalensi CKD stadium awal juga turut mengalami peningkatatan.
Diperkirakan satu dari sembilan orang Amerika Serikat mengidap CKD dan
sebagian besar tidak menyadari hal ini. Di Indonesia, dari data yang didapatkan
berdasarkan serum kreatinin yang abnormal, diperkirakan pasien dengan CKD
ialah sekitar 2000/juta penduduk.2CKD memiliki prevalensi yang sama baik pria
maupun wanita.1
Tiga strategi yang dapat membantu untuk memperlambat progresifitas
CKD meliputi identifikasi dini penderita, modifikasi faktor risiko, dan manajemen
secara paripurna. Beberapa faktor risiko untuk terjadinya CKD adalah umur diatas
60 tahun, diabetes melitus, hipertensi atau penyakit kardiovaskular, adanya
riwayat keluarga yang menderita sakit ginjal, infeksi saluran kemih yang
berulang, penggunaan obat nefrotoksik berulang (NSAID, antibiotik, zat kontras)
dan kontak dengan bahan kimia yang berulang.2
CKD merupakan penyakit yang kronis, sehingga diperlukan kerjasama tim
medis, pasien, serta keluarga dan lingkungan dalam pengelolaan penyakit ini.
Edukasi terhadap pasien dan keluarganya tentang penyakit dan komplikasi yang
3
memungkinkan akan sangat membantu memperbaiki hasil pengobatan, serta
diharapkan dapat membantu memperbaiki kualitas hidup penderita. Pada laporan
kasus ini akan membahas mengenai seorang penderita yang didiagnosis dengan
CKD dan edem pulmo dalam pengobatan yang diberikan pada perawatan IGD.3
4
BAB II
LAPORAN KASUS
5
Alamat : Jl. RTA Milono, komp. betang
Tgl Pemeriksaan : 27 November 2017 pukul 13.00
2.2.2. Anamnesis
Autoanamnesis
Keluhan Utama : Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan sesak napas yang telah berlangsung sejak ± 4 jam
SMRS. Sesak dirasakan bertambah berat jika tidur terlentang dan berkurang jika
pasien duduk. Sesak juga bertambah bila pasien bergeser atau berpindah tempat
tidur. Sesak malam hari dan disertai bunyi ngik ngik disangkal. Pasien juga
mengeluh nyeri ulu hati, mual, perut terasa membesar dan penuh, serta bengkak
pada kedua kaki. Pasien menyangkal adanya muntah, batuk, nyeri dada, berdebar-
debar, sakit kepala, dan demam. BAK (+) 1-2 kali sehari, warna kuning jernih,
setiap BAK sebanyak ± kurang dari ¼ gelas aqua.
Riwayat Kebiasaan:
Pasien menyangkal memiliki riwayat merokok dan minum minuman beralkohol.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien mengatakan memiliki penyakit gagal ginjal sejak ± 1 tahun yang lalu
dengan jadwal rutin cuci darah 2 kali seminggu, dan hipertensi sejak ± 2 tahun
yang lalu. Memiliki penyakit jantung sebelumnya disangkal. Pasien rutin kontrol
dan minum obat teratur. Obat-obat yang diminum furosemid, candesartan, dan
asam folat.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada keluarga pasien yang mengeluhkan penyakit yang sama dengan pasien
6
Frekuensi Napas :33 kali/menit, abdominal-torakal
Suhu :37,10C
Kepala
Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
Leher
Peningkatan JVP (-) 5+2 cmH2O
Thoraks
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, retraksi
(+) suprasternal dan intercostae.
Palpasi : Fremitus vokal normal kanan dan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki basah diseluruh lapang paru (+/+),
wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Auskultasi : Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2), tunggal, reguler, murmur
(-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Distensi
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Massa (-), nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien sulit
dinilai, shifting dulness (+)
Perkusi : Redup (+)
Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik, edem pretibia (+/+), pitting edem (+)
Status Urologi
- Flank mass (-)
- Flank pain (-)
- VU kosong
7
2.2.4. Pemeriksaan Penunjang
Tabel 2.1. Pemeriksaan Laboratorium
Parameter Pasien Kadar Normal
Hematologi
Hb 10,7 g/dl 11-16 g/dl
Hematokrit 48 % 37-48 %
Leukosit 12.530/ul 4.500-11.000/ul
Eritrosit 6,8 juta/ul 4-6 juta/ul
Trombosit 312.000/ul 150.000-400.000/ul
Kimia Klinik
Glukosa Sewaktu 118 mg/dl < 200 mg/dl
Ureum 127 mg/dl 21-53 mg/dl
Creatinin 13,90 mg/dl 0,17-1,5 mg/dl
Corakan
bronvaskuler
meningkat: edem
pulmo (bat wings)
8
2.2.5. Diagnosa
Asidosis metabolik e.c CKD stadium V on HD + Edem Pulmo
2.2.6. Penatalaksanaan
Tatalaksana Awal di IGD
- Berikan oksigenasi NRM 10-15 lpm
- Pasang venflon
- Injeksi Furosemide 3 x 2 amp (IV)
- Injeksi Cefotaxim 2 x 1 gr (IV)
- Injeksi Ranitidin 2 x 50 mg (IV)
- Po.Candesartan 1 x 8 mg
Asam Folat 3x1
- HD cito
2.2.7. Prognosa
- Quo ad vitam : Dubia ad malam
- Quo ad functionam : Dubia ad malam
- Quo ad sanationam : Dubia ad malam
9
BAB III
PEMBAHASAN
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Hal
ini terjadi apabila laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 50 ml/menit. Gagal
ginjal kronik sesuai dengan tahapannya, dapat ringan, sedang atau berat. Gagal
ginjal tahap akhir (end stage) adalah tingkat gagal ginjal yang dapat menghasilkan
kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti. Insufisiensi ginjal kronik adalah
penurunan faal ginjal yang menahun tetapi lebih ringan dari GGK.1,2,3
10
Berat < 10 Derajat sedang + retensi air dan
garam, mual, muntah, nafsu
makan hilang, penurunan fungsi
mental
Terminal <5 Derajat berat dengan edema paru,
(Gagal Ginjal) koma, kejang, asidosis
metabolik, hiperkalemia,
kematian
Keterangan : LFG : Laju Filtrasi Glomerulus
Perbedaan ini tidak selalu sama di seluruh dunia, tetapi ada baiknya
dibedakan satu sama lain untuk mencegah kesimpang siuran. Istilah azotemia
menunjukkan peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah, akan tetapi belum ada
gejala gagal ginjal yang nyata, sedangkan uremia adalah fase simtomatik gagal
ginjal di mana gejala gagal ginjal dapat dideteksi dengan jelas.1
Prevalensi GGK sukar diketahui dengan pasti, oleh karena banyak pasien
tidak bergejala atau dirujuk. Angka yang lebih tepat adalah banyaknya pasien
GGK yang masuk fase terminal oleh karena memerlukan atau sedang menjalani
dialisis.1 Di AS ditemukan 1 dari 9 orang atau sekitar 20 juta orang menderita
penyakit ginjal, dan sebagian besar tidak menyadari hal itu. Hanya sekitar 20 –30
% pasien dengan gagal ginjal terminal yang mampu menjalani terapi pengganti
ginjal.4
Data dari studi epidemiologis tentang GGK di Indonesia dapat dikatakan
tidak ada. Yang ada adalah studi atau data epidemiologi klinis. Pada saat ini tak
dapat dikemukakan pola prevalensi di Indonesia, demikian pula pola morbiditas
dan mortalitas. Data klinis yang ada berasal dari RS Rujukan Nasional, RS
Rujukan Propinsi dan RS Swasta spesialistik. Dengan demikian dapat dimengerti
bahwa data tersebut hanya berasal dari kelompok khusus. Pola etiologi gagal
ginjal kronik:1
1. Glomerulonefritis
2. Diabetes mellitus
11
3. Penyakit ginjal herediter
4. Hipertensi
5. Uropati obsruktif
6. Infeksi saluran kemih dan ginjal
7. Nefritis interstitial
8. Sindroma nefrotik
9. Sindroma metabolik4
12
keseimbangan glomerulus tubulus (keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan
peningkatan reabsorbsi oleh tubulus) tidak dapat lagi dipertahankan.2
Studi oleh Frishberg menunjukkan, mutasi pada gen NPHS2 yang
mengkode protein podosin, merupakan bentuk resesif dari Steroid-Resistant
Nephrotic Syndrome (SRNS). Fenotip yang sering muncul adalah proteinuria
massive pada usia muda yang akan berkembang menjadi gagal ginjal terminal
pada tahap selajutnya.4
Bila gagal ginjal kronik bergejala, umumnya diagnosis tidak sukar ditegakkan.
- Gangguan pada sistem gastrointestinal : anoreksia, nausea dan vomitus
berkaitan dengan metabolisme protein dalam usus, terbentuknya amonia
dan metilguanidine serta mukosa usus yang sembab.5 Fetor uremik karena
ureum berlebihan dalam air liur diubah menjadi amonia oleh bakteri.
Hiccup (cegukan), gastritis erosiva, ulkus peptik dan colitis uremik.3
- Kulit : berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunan urokrom. Gatal-gatal dengan ekskoriasi akibat toksin uremik
dan pengendapan kalsium di pori-pori kulit. Ekimosis karena gangguan
hematologis, urea frost karena kristalisasi urea pada keringat (jarang).
Bekas garukan karena gatal.1
- Sistem hematologi : anemia, karena: berkurangnya produksi eritropoetin,
hemolisis akibat toksik uremia menyebabkan umur eritrosit memendek.
Defisiensi besi, asam folat akibat nafsu makan berkurang. Perdarahan,
paling sering pada saluran cerna dan kulit. Fibrosis sumsum tulang akibat
hipoparatiroidisme sekunder. Gangguan fungsi trombosit dan
trombositopenia, gangguan fungsi leukosit.8
- Sistem saraf dan otot : Restless leg syndrome, pasien merasa pegal pada
kakinya sehingga selalu digerakkan. Burning feet syndrome, rasa semutan
dan seperti terbakar terutama di telapak kaki. Ensefalopati metabolik,
lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, mioklonus, kejang,
miopati, kelemahan dan hipotropi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas
proksimal.3
13
- Sistem kardiovaskular : Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam
atau peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensin-aldosteron. Nyeri dada
dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit jantung
koroner dan gagal jantung akibat hipertensi dan penimbunan cairan.
Gangguan irama jantung. Edema akibat penimbunan cairan.2
- Sistem Endokrin : gangguan seksual, libido, fertilitas dan ereksi menurun
pada laki-laki akibat produksi testosteron dan spermatogenesis menurun.
Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai
amenorea. Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Gangguan metabolisme lemak dan vitamin D.2
- Sistem lain : tulang, osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa,
osteosklerosis. Asidosis metabolik akibat penimbunan asam organik hasil
metabolisme elektrolit, hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipocalsemia.1
Karena pada gagal ginjal kronik telah terjadi gangguan keseimbangan
homeostatik pada seluruh tubuh, gangguan pada suatu sistem akan berpengaruh
pada sistem yang lain. Sehingga suatu gangguan metabolik dapat menimbulkan
kelainan pada berbagai sistem/organ tubuh.1
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menetapkan adanya gagal
ginjal kronik, menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat gagal
ginjal kronik, dan membantu menetapkan etiologi. Etiologi gagal ginjal kronik,
melalui analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan
imunodiagnosis. Dalam menetapkan ada atau tidaknya gagal ginjal, tidak semua
faal ginjal perlu diuji. Untuk keperluan praktis yang paling lazim diuji adalah laju
filtrasi glomerulus, melalui pemeriksaan kreatinin, ureum, kliren kreatinin.
Pemeriksaan untuk perjalanan penyakit : progresifitas penurunan faal ginjal
(ureum, kreatinin, kreatinin klirens), hemopoesis (Hb, trombosit, fibrinogen,
faktor pembekuan), elektrolit (Na+, K+, HCO3=, Ca++, PO4+, Mg++), endokrin
(PTH, T3, T4).5
Di samping diagnosis gagal ginjal kronik secara faal dengan tingkatannya,
dalam rangka diagnosis juga ditinjau faktor penyebab dan faktor pemburuknya.
14
Kedua hal ini disamping perlu untuk kelengkapan diagnosis, juga berguna untuk
pengobatan.5
15
Laboratorium Hb 8.9 g/dL (11-16 Anemia
g/dL)
16
(Aldomet) remaja:
Oral : Awal,
250 mg 2-3
kali per hari
Propanolol Tablet Bradikardia, Dosis awal 2 x
(Inderal) insomnia, mual, 40 mg/hr,
muntah, diteruskan dosis
bronkospasme, pemeliharaan.
agranulositosis,
depresi.
Minoksidil Tablet. Kerontokan Dewasa: 5-40
(Loniten) rambut. mg/hari.
Klonidin Tablet, injeksi. Mulut kering, 150–300 mg/hr.
(Catapses) pusing mual,
muntah,
konstipasi.
Beta Blocker Tablet, kapsul. Mual, kaki 2x200 mg/hr
(Asebutol) tangan dingin, (maksimal 800
insomnia, mimpi mg/hr).
buruk, lesu.
Prazosin Tablet, kapsul. Sakit kepala, Dosis awal: 0.5
(Minipress) mengantuk, mg melalui
kelelahan, mulut (per oral),
kelemahan, 2-3 kali sehari
penglihatan Dosis
kabur, mual, maksimum: 20
muntah, diare, mg/hari
konstipasi.
Metrapolol Tablet. Lesu, kaki dan 50 – 100 mg/kg
Tartrate tangan dingin,
(Lopressor). insomnia, mimpi
17
buruk, diare
18
g. Kelebihan fosfat dalam darah diatasi dengan kalsium karbonat, kalsium
asetat, alumunium hidroksida.
h. Mudah terjadi perdarahan diatasi dengan desmopresin, estrogen.
i. Ulserasi oral diatasi dengan antibiotik.
2. Intervensi diet, yaitu diet rendah protein (0,4-0,8 gr/kgBB), vitamin B dan
C, diet tinggi lemak dan karbohirat.
3. Asidosis metabolik diatasi dengan suplemen natrium karbonat.
4. Abnormalitas neurologi diatasi dengan Diazepam IV (valium), fenitonin
(dilantin).
5. Anemia diatasi dengan rekombion eritropoitein manusia (epogen IV atau
SC 3x seminggu), kompleks besi (imferon), androgen (nandrolan
dekarnoat/deca durobilin) untuk perempuan, androgen (depo-testoteron)
untuk pria, transfuse Packet Red Cell/PRC.
6. Cuci darah (dialisis), yaitu dengan hemodialisa maupun peritoneal dialisa.
7. Transplantasi ginjal.5,6
Menurut sumber yang lain, penatalaksanaan medis gagal ginjal kronik
meliputi: terapi konservatif, terapi simtomatik, dan terapi pengganti ginjal.
1. Terapi konservatif:
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal
secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal, dan memelihara keseimbangan cairan
dan elektrolit.
a. Peranan diet:
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori:
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk gagal ginjal kronik harus
adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan
positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
19
c. Kebutuhan cairan:
Bila ureum serum > 150 mg%, kebutuhan cairan harus adekuat supaya
jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral:
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual, tergantung
dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).5,6
2. Terapi simtomatik:
a. Asidosis metabolik:
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat
diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera
diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
b. Anemia:
Transfusi darah, misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi
darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
c. Keluhan gastrointestinal:
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering
dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan
utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain
adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang
harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan
simtomatik.
d. Kelainan kulit:
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuskular:
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal
paratiroidektomi.
f. Hipertensi:
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
20
g. Kelainan sistem kardiovaskular:
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita.5,6
3. Terapi Pengganti Ginjal:
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.
a. Hemodialisis:
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat
pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati
atau neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak
responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif,
yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia
berat.
b. Dialisis peritoneal (DP):
Indikasi medik Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD), yaitu
pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang
telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung
akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV
shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan
residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan
co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat
intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari
pusat ginjal.
c. Transplantasi ginjal:
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
21
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)
faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal
ginjal alamiah.
2) Kualitas hidup normal kembali.
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama.
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan.
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.5,6
Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan
dialisis tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya LFG sekitar 5-10
mL/menit. Dialisis juga diperlukan bila ditemukan keadaan sebagai berikut:
- Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
- Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
- Overload cairan (edema paru)
- Ensefalopati uremik, penurunan kesadaran
- Efusi perikardial
- Sindrom uremia : mual, muntah, anoreksia, neuropati yang memburuk.5,6
22
BAB IV
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
24