PENDAHULUAN
1
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah kali ini yaitu :
1. Faktor – faktor apa yang melatarbelakangi sehingga terjadinya korupsi ?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui faktor – faktor yang melatarbelakangi sehigga terjadinya
korupsi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
aspek perilaku individu
aspek organisasi,
aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada.
Terhadap aspek perilaku individu, Isa Wahyudi memberikan gambaran,
sebab-sebab seseorang melakukan korupsi dapat berupa dorongan dari dalam dirinya,
yang dapat pula dikatakan sebagai keinginan, niat, atau kesadaran untuk melakukan.
Lebih jauh disebutkan sebab-sebab manusia terdorong untuk melakukan korupsi
antara lain :
sifat tamak manusia,
moral yang kurang kuat menghadapi godaan,
gaya hidup konsumtif,
tidak mau (malas) bekerja keras.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas, Erry Riyana Hardjapamekas
menyebutkan tingginya kasus korupsi di negeri ini disebabkan oleh beberapa hal
diantaranya:
a) Kurang keteladanan dan kepemimpinan elite bangsa,
b) Rendahnya gaji Pegawai Negeri Sipil,
c) Lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan peraturan
perundangan,
d) Rendahnya integritas dan profesionalisme,
e) Mekanisme pengawasan internal di semua lembaga perbankan, keuangan, dan
birokrasi belum mapan,
f) Kondisi lingkungan kerja, tugas jabatan, dan lingkungan masyarakat, dan
g) Lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, moral dan etika.
Secara umum faktor penyebab korupsi dapat terjadi karena faktor politik,
hukum dan ekonomi, sebagaimana dalam buku berjudul Peran Parlemen dalam
Membasmi Korupsi yang mengidentifikasikan empat faktor penyebab korupsi yaitu
faktor politik, faktor hukum, faktor ekonomi dan birokrasi serta faktor transnasional.
4
Adapun faktor- faktor yang melatarbelakangi terjadinya korupsi adalah :
1. Faktor Politik
Politik merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dapat
dilihat ketika terjadi instabilitas politik, kepentingan politis para pemegang
kekuasaan, bahkan ketika meraih dan mempertahankan kekuasaan.Perilaku korupsi
seperti penyuapan, politik uang merupakaan fenomena yang sering terjadi. Terkait
dengan hal itu Terrece Gomes (2000) memberikan gambaran bahwa politik uang
(money politik) sebagai use of money and material benefist in the pursuitof political
influence.
Menurut Susanto korupsi pada level pemerintah adalah dari sisi pemerintah,
pemerasan uang suap, pemberian perlindungan,pencurian barang-barangg politik
untuk kepentingan pribadi, tergolong korupsi yang di sebabkan oleh konstelasi
politik.Sementara menurut De asis, korupsi politik misalnya perilaku curang (politik
uang) pada pemilihan anggota legislatif ataupun pejabat-pejabat eksekutif, dana
iilegal untuk pembiayaan kompanye, penyelasaian konflik perlemen melalui cara-cara
ilegal dan tekniik lobi yang menyimpang .
Penelitian James Scott (Mochtar Mas’oed: 1994) mendeskripsikan bahwa
dalam masyarakat dengan ciri pelembagaan politik ekslklusif dimana kompetisi
politik dibatasi pada lapisan tipis elit dan perbedaan antara elit lebih didasaran pada
klik pribadi dan bukan pada isu kebijakan, yang terjadi pada umumnya desakan
kultural dan struktural untuk korupsi itu betul-betul terwujud dalam tindakan korupsi
para pejabatnya.Robert Klitgaard (2005) menjelaskan bahwa proses terjadinya
korupsi denngan formulasi M+D-A=C. Simbol M adalah monopoli, D adalah
discretionary (kewenangan), A adalah accountability (pertanggungjawaban).
Penjelasan atas simbol tersebut dapat dikatakan bahwa korupsi adalah hasil dari
adanya monopoli (kekuasaan) ditambah dengan kewenangan yang begitu besar tanpa
terbukaan dan pertanggung jawaban.
5
2. Faktor Hukum
Faktor hukum dapat dilihat dari dua sisi, di stu sisi dari aspek perundang-
undangan dan sisi lain lemahnya penegakan hukum. Tidak baiknya subtansi hukum,
mudah ditemukan dalam aturan-aturan yang diskriminatifdan tidak adil, rumusan
yang tidak jelas-tegas (non lex certa) sehingga multi tafsir; kontradiksi dan
overlapping dengan peraturan lain (baik yang sederajad maupun yang lebih tinggi).
Sanksi yang tida equivalen dengan perbuatan yang dilarang sehingga tidak tepat
sasaran serta dirasa terlalu ringan atau terlalu berat; penggunaan konsep yang
berbeda-beda untuk sesuatu yang sama, semua itu memungkinkan suatu peraturan
tidak kompatibel dengan realitas yang daa sehiingga tidaak fungsinal aatau tidak
produktif dan mengalami resistensi.
Penyebab kaadaan ini sangat beragam, namun yang domiinan adalah:
pertama, tawar-menawar dan pertarungan kepentingan antara kelompok dan golongan
di perlemen, sehingga memunculkan aturan yang bias dan diskriminatif. Kedua,
praktek politik uang dalam pembuatan hukum berupa suap-menyuap (political
bribery), utamanya menyangkut perundang-undangan dibidang ekonomii dan bisniis.
Akibatnya timbul peraturan yang elastis dan multitafsir serta tumpang-tindih dengan
aturan lain sehingga mudah dimanfaatkan untuk menyelamatkan pihak-pihak
pemesan.
Salaras dengan hal itu Susila (dalam Hamzah: 2004) menyambut tindakan
korupsi mudah timbul kkarena ada kelemahan di dalam peraturan perundang-undang,
yang mencakup:
(a) Adanya peraturan perundang-undanganyang bermuuat kepentingan pihak-pihak
tertentu.
(b) Kualitas peraturan perundang-undangan kurang memadai,
(c) Peraturan kurang disosialisasikan,
(d) Sanksi yang terlalu ringan,
(e) Penerapan sanksi yang tidak konsisten dan pandanan bulu,
6
(f) Lemahnya bidang evalusi dan revisi peraturan perundang-undangan..
Bibit Samad Riyanto (2009) mangatakan lima hal yang di anggap berpotensi
menjadi penyebab tindakan korupsi. Pertama adalah sistem politik, yang ditandai
dengan munculnya peraturan perundang-undangan, seperti perda, dan peraturan lain ;
kedua, adalah intensitas moral seseorang atau kelompok; ketiga adalah remunerasi
atau pendapatan (penghasilan) yang minim; keempat adalah pengawasan baik bersifat
internal-eksternal; dan kelima adalah budaya taat aturan.
Dari beberapa hal yang disampaikan, yang paling penting adalah budaya sadar
akan aturan hukum. Dengan sadar hukum, maka masyarakat akan mengerti
konskuensi dari apa yang di lakukan. Sementara itu Rahmad Saleh merinci ada empat
faktor dominan penyebab merajalelanya korupsi di indonesia, yaknii faktor penegak
hukum, mental aparatur, kesadaran masyarakat yang masih rendah, dan rendahnya
‘political will’ .
3. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal
itu dapat dijelaskan dari pendapatan atau gaji yang mencukupi kebutuhan. Pendapatan
ini tidak mutlak benar karena dalam teori kebutuhan Maslow, sebagaimana dikutip
oleh Sulistyantoro, korupsi seharusnya hanya dilakukan oleh orang yang memenuhi
dua kebutuhan yang paling bawah dan logika lurusnya hanya dilakukan oleh komunis
masyarakat yang pas-pasan yang bertahan hidup. Namun saat ini korupsi dilakukan
olehorng kaya dan berpendidikan tinggi .
Selain rendahnya gaji pegawai, banyak aspek ekonomi lain yang menjadi
penyebab terjadinya korupsi, diantaranya adalah kekuasaan pemerintah yang di
bareni dengan faktor kesempatan bagi pegawai pemerintah untuk memenuhi
kekayaan mereka dan kroninya. Terkait faktor ekonomi dan terjadinya korupsi,
banyak pendapat yang menyatakan bahwa kemiskinan merupakan akar masalahh
7
korupsi. Pernyataan demikian tidak benar sepenuhnya, sebab banyak korupsi yang di
lakukan oleh pemimpin Asia dan Afrika, dan mereka tidak tergolong orang miskin.
Dengan demiikian bukan disebabkan oleh kemiskinan, tetapi justru
sebaliknya, kemiskinan disebabkan oleh korupsi .Menurut Henry Kissinger korupsi
politisi membuat sepuluh persen lainnya terlihat buruk. Dari keinginan pribadi untuk
keuntungan yang tidak adil, untuk ketidakpercayaan dalam sistem peradilan, untuk
tidakkestabilan lengkap dalam identitas bangsa, ada banyak faktor motivasi orang
kekuasaan, anggota perlemen termasuk warga biasa, untuk terlibat dalam perilaku
korupsi.
4. Faktor Organisasi
Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, termasuk
sistem pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban
korupsi atau dimana korupsi terjadi biasanya memberi adil tejadinya korupsi karena
membuka peluang atau kesempatan untuk terjadi korupsi . Bilaman organisasi
tersebut tidak membuka peluang sedikitpun bagi seseorang untuk melakukan korupsi,
maka korupsi tidak akan terjadi. Aspek-aspek penyebab terjadinya korupsi dari sudut
pandang dari organisasi ini meliputi:
(a) Kurang adanya teladan dari pimpinan,
(b) Tidak adanya kultur organisasi yang benar,
(c) Sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai,
(d) Menajemen cendrung menutupi korupsi di dalam organisasinya.terkait dengan
itu Lyman W. Porter (1984) menyebut lima fungsi penting dalam organizational
goals: (1) facus attention; (2) provide a source of legitimacy (3) affect the
strecture of the organization (4) serve as a standard (5) provide clues about the
organization.
Focus attention, dapat dijadikan oleh para anggota sebagai semacam guideline
untuk memusatkan usaha-usaha dan kegiatan-kagiatan anggota-anggota dan
8
organisasi sebagai kesatuan. Melalui tujuan organisasi, para anggota dapat memilih
arah yang jelas tentang segala kegiatan tentang apa yang tidak, serta apa yang harus
dikerjakan dalam kerangka organisasi. Tindak tanduk atas kegiatan organisasi, oleh
karenanya senantiasa berorientasi kepada tujuan organisasi, baik di sadari maupun
tidak. Dalam fungsinya sebagai dasar legitimasi atau pembenaran tujuan organisasi
dapat dijadikan oleh para anggota sebagai dasar keabsahan dan kebenaran tindakan-
tindakan dan keputusan-keputusannya. Tujuan organisasi juga berfungsi
menyediakan pedoman-pedoman (praktis) bagi para anggotanya. Dalam fungsinya
demiikian tujuan organisasi menghubungkan para anggotanya dengan berbagai tata
cara daam kelompok. Ia berfungsi untuk membantu para anggotanya menentukan
cara terbaik dalam melaksanakan tugas dan melakukan suatu tindakan.
9
justru terbiasa terlibat dalam tindak korupsi sehari-hari dengan cara-cara
terbuka namun tidak disadari.
4. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi dapat dicegah dan diberantas
bila masyarakat ikut aktif dalam agenda pencegahan dan pemberantasan
korupsi.
10
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Korupsi pada dasarnya dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, menyentuh
semua kalangan di dalam masyarakat. Korupsi muncul bukan tanpa sebab. Korupsi
merupakan akibat dari sebuah situasi kondisi di mana seseorang membutuhkan
penghasilan lebih, atau merasa kurang terhadap apa yang dia peroleh jika
menjalankan usaha dengan cara-cara yang sah. Korupsi merupakan tindakan yang
tidak lepas dari pengaruh kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki oleh individu
maupun kelompok, dan dilaksanakan baik sebagai kejahatan individu (professional)
maupun sebagai bentuk dari kejahatan korporasi (dilakukan denga kerjasama antara
berbagai pihak yang ingin mendapatkan keuntungan sehingga membentuk suatu
struktur organisasi yang saling melindungi dan menutupi keburukan masing-masing).
Korupsi merupakan cerminan dari krisis kebijakan dan representasi dari rendahnya
akuntabilitas birokrasi publik. Faktor – faktor yang melatarbelakangi sehingga terjadi
korupsi yakni faktor internal dan eksternal . Dimana , faktor internal meliputi sifat
tamak , moral seseorang yang kurang kuat , gaya hidup yang konsumtif, dan aspek
social. Dan , faktor eksternal meliputi aspek ekonomi , aspek politis , aspek hukum ,
aspek organisasi, dan sikap masyarakat terhadap korupsi.
11