Case Report Dadrs
Case Report Dadrs
PENDAHULUAN
Lima provinsi dengan insiden dan peride prevalen diare tertinggi adalah
Papua (6,3% dan 14,7%) Sulawesi Selatan (5,2% dan 10,2%), Aceh (5,0% dan
9,3%), Sulawesi Barat (4,7% dan 10,1%) dan Sulawesi Tengah4,4 % dan 8,8%)
Berdasarkan karekateristik pendidik kelompok umur balita adalah kelompok yang
paling tinggi menderita diare. Insiden diare balita di Indonesia adalah 6,7 persen.
Lima provinsi dengan insiden diare tertinggi adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%),
DKI Jakarta (8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%), dan Banten (8,0%). Karakteristik
diare balita tertinggi terjadi pada kelompok umur 12 – 23 bulan (7,6%), laki – laki
(5,5%), tinggal di daerah pedesaan (5,3%), dan kelompok kuintil indeks
kepemilikan terbawah (6,2%).2
Diare juga erat hubungannya dengan kejadian kurang gizi. Setiap episode
diare dapat menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anoreksia dan
berkurangnya kemampuan menyerap sari makanan, sehingga apabila episodenya
berkepanjangan akan berdampak terhadap pertumbuhan dan kesehatan anak.1
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3
kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau
tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada
bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3 – 4
kali per hari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih bersifat
fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal
tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa
sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk
bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah
meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair
yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang –
kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi
konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat disebut diare.1
2.2. Epidemiologi
Diare masih mejadi masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab
kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5
tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare
dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang, sebagai
gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di
Indonesia, hasil Riskesdas 2013, lima provinsi dengan insiden dan peride
prevalen diare tertinggi adalah Papua (6,3% dan 14,7%) Sulawesi Selatan
(5,2% dan 10,2%), Aceh (5,0% dan 9,3%), Sulawesi Barat (4,7% dan
10,1%) dan Sulawesi Tengah4,4 % dan 8,8%).
Berdasarkan karekateristik pendidik kelompok umur balita adalah
kelompok yang paling tinggi menderita diare. Insiden diare balita di
Indonesia adalah 6,7 persen. Lima provinsi dengan insiden diare tertinggi
adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%), Sulawesi Selatan
(8,1%), dan Banten (8,0%). Karakteristik diare balita tertinggi terjadi pada
kelompok umur 12 – 23 bulan (7,6%), laki – laki (5,5%), tinggal di daerah
pedesaan (5,3%), dan kelompok kuintil indeks kepemilikan terbawah
(6,2%). 1,2
18
tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat (melalui 4 F = finger, flies,
fluid, field). 1
Faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen
antara lain: tidak memberikan ASI secara penuh utuk 4 – 6 bulan pertama
kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air
oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan
dan pribadi yang buruk penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak
higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal – hal tersebut,
beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk
dijangkiti diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya
keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam
4 minggu dan faktor genetik.1
a. Faktor Umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 – 11
bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI. Pola ini
menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu,
kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang
mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan
tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak.
Kebanyakan enteropatogen merangsanag paling tidak sebagian
kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang
membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak
yang lebih besar dan pada orang dewasa.
b. Infeksi asimptomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi
asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan
pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi asimtomatik yang
mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja penderita
mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius.
Orang dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam
penyebaran banyak enteropatogen terutama bila mereka tidak
menyadari adanya infeksi, tidak menjada kebersihan dan berpindah
– pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
c. Faktor Musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis.
Di daerah sub tropik diare karena bakteri lebih sering terjadi pada
musim panas, sedangkan diare karena virus terutama rotavirus
puncaknya terjadi pada musim dingin. Di daerah tropik (termasuk
Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi
sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau,
19
sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim
hujan.
d. Epidemi dan pandemi
Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan
epidemi dan pandemi yang mengakibatkan tingginya angka
kesakitan dan kematian pada semua golongan usia. Sejak tahun
1961, kolera yang disebabkan oleh V.Cholera 0.1 biotipe Eltor telah
menyebar ke negara – negara di Afrika, Amerika Latin, Asia, Timur
Tengah dan di beberapa daerah di Amerika utara dan Eropa. Dalam
kurung waktu yang sama Shigella dysentriae tipe 1 menjadi
penyebab wabah yang besar di Amerika Tengah dan terakhir di
Afrika Tengah dan Asia Selatan. Pada akhir tahun 1992, di kenal
strain baru Vibrio choleraI 0139 yang menyebabkan epidemi di
Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.
2.4. Etiologi
Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik labolatorium
kuman – kuman patogen telah dapat diidentifikasikan dari penderita diare
sekitar 80% pada kasus yang datang di sarana kesehatan dan sekitar 50%
kasus ringan di masyarakat. Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak
kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada
anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare umunya adalah
golongan virus, bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh
karena infeksi adalah non inflammatory dan inflammatory.1
Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui
produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus,
perlekatan oleh parasit, perlekatan dan / atau translokasi dari bakteri.
Sebaliknya inflammatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang
menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin. 1,4
Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada
manusia adalah sebagai berikut:
Golongan Bakteri:
1. Aeromonas 7. Plesiomonas shigeloides
2. Bacillus cereus 8. Salmonella
3. Campylobacter jejuni 9. Shigella
4. Clostridium perfringens 10. Staphylococcus aureus
5. Clostridium defficile 11. Vibrio cholera
6. Eschericia coli 12. Vibrio parahaemoloticus
Golongan Virus:
20
1. Astivirus 5. Rotavirus
2. Calcivirus (Norovirus, 6. Norwalk virus
Sapovirus) 7. Herpes simplex virus*
3. Enteric adenovirus 8. Cytomegalovirus*
4. Coronavirus
*umumnya berhubungan dengan diare hanya pada penderita imunocompromised
Golongan Parasit:
1. Balantidium coli 5. Giardia lamblia
2. Blastocystis homonis 6. Isospora belli
3. Crytosporidium parvum 7. Strongiloides stercoralis
4. Entamoeba hystolitica 8. Trichuris trichiura
22
tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik.
Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap / tercerna akan
meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan terjadi
hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak
terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare
osmotik dari penyerapan air dan nutrien yang tidak sempurna.
Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel – sel
yang terdiferensiasi, yang mempunyai fungsi pencernaan seperti
hidrolisis dishakarida dan fungsi penyerapan seperti transport air
dan elektrolit melalui pengangkutan bersama (kotransporter)
glukosa dan asam amino. Enterosit kripta merupakan sel yang tidak
terdiferensiasi, yang tidak mempunyai enzim hidrofilik tepi bersilia
dan merupakan pensekresi (sekretor) air dan elektrilit. Dengan
demikian ingeksi virus selektif sel – sel ujung villus usus
menyebabkan (1) ketidakseumbangan rasio penyerapan cairan usus
terhadap sekresi, dan (2) malabsorbsi karbohidrat kompleks,
terutama laktosa.
Pada hospes normal, infeksi ekstra – intestinal sangat jarang,
walaupun penderita terganggu imun dapat mengalami keterlibatan
hati dan ginjal. Kenaikan kerentanan bayi (dibanding dengan anak
yang lebih tua dan orang dewasa) sampai morbiditas berat dan
mortalitas gastroenteritis virus dapat berkaiatan dengan sejumlah
faktor termasuk penurunan fungsi cadangan usus, tidak ada imunitas
spesifik, dan penurunan mekanisme pertahanan hospes nonspesifik
seperti asam lambung dan mukus. Enteritis virus sangat
memperbesar permeabilitas usus terhadap makromolekul lumen dan
telah dirumuskan menaikkan risiko alergi makanan.
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme
yang behubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel – sel
usus cAMP, cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis terjadainya diare
oleh Salmonella, Shigella, E. coli, agak berbeda dengan patogenesis
diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini
dapat menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga dapat
menyebabkan reaksi sistemik. Toksin Shigella juga dapat masuk ke
dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh
kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang
disebut disentri.
22
Perpindahan larutan tubuh antara CES dan CIS terjadi pada
membran sel dan tergantung pada pengaturan air dan natrium. Air
merupakan 90 % sampai 93% dari pelarut CES. Dalam keadaan
normal perubahan keseimbangan natrium dan air sering terjadi, dan
volume serta keadaan normal perubahan keseimbangan natrium dan
air sering terjadi, dan volume serta osmolalitasnya dipertahankan
normal. Konsentrasi Na+ yang mengatur osmolalitas CES
perubahan Na+ biasanya diikuti oleh perubahan secara proporsional
volume air.1,4
Gangguan keseimbangan Na+ dan air dibagi menjadi 2
kategori : 1) kontaksi isotonis atau ekspansi volume CES dan 2)
dilusi hipotonis (hiponatremia) atau konsentrasi hipertonis
(hipernatremia) dari natrium yang membawa perubahan pada CES.
Kelaianan isotonis biasanya dimaksudkan kontraksi produksi
kompartemen CES (defisit volume larutan) atau ekspansi (kelebihan
volume larutan) dari larutan vaskular dan interstirisial. Kelainan
konsentrasi natrium menyebabka perubahan osmolalitas CES
dengan gerakan air dari kompartemen CES ke dalam kompartemen
CIS (hiponatrium) atau dari kompartemen CIS ke dalam
kompartemen CES (hipernatremia).1,4
Na+ adalah kation yang paling rumit dalam tubuh, rata – rata
kurang lebih 60meq/kgBB. Kebanyakan dari Na+ tubuh ada dalam
CES (135-145 mEw/l) dan hanya sedikit dan CIS (10 – 14mEq/l).
Fungsi Na+ terutama mengatur volume CES termasuk kompartemen
vaskular. Sebagai kation yang paling banyak dalam CES, Na+ dan
anion pasangannya (Cl- dan HCO3-) mengatur sebagian besar
aktifitas osmotik dalam CES. Karena Na+ adalah bagian dari
molekul NaHCO3 maka penting dalam pengaturan kesimbangan
asam basa.
Na+ secara normal masuk ke dalam tubuh melalui saluran
pencernaan. Pemasukan Na+ didapatkan dari makanan, atau infus
natrium atau infus yang lain, Na+ keluar dari tubuh melalui ginjal,
saluran cerna dan kulit. Sebagian besar Na+ keluar lewat ginjal.
Dengan fungsi ekskresi dan reabsorpsi Na+ maka kadar Na+ dala
tubuh dipertahankan. Hanya 10% Na+ keluar lewat saluran
pencernaan dan kulit.
Ginjal adalah regulator utama Na+. Ginjal akan
menyesuaikan terhadap tekanan arteri; jika tekanan arteri turun
maka Na+ akan ditingkatkan, jika tekanan arteri naik maka Na+
akan dibuang. Pengaturannya dibawah kendali saraf simpatis dan
sistem renin – angiotensin-aldosteron. Saraf simpatis bertanggung
jawab terhadap tekanan arteri dan volume darah dengan cara
23
mengatur filtrasi glomerulus dan Na+. Saraf simpatis juga mengatur
reabsorsi tubular dari Na+ dan pelepasan renin. Sedangkan sistem
renin – angiotensin – aldosteron beraksi melalui angiotensisn II dan
aldosteron. Angiotensin II menyebabkan meningkatnya reabsorpsi
Na+ dan pembuangan K+.
Total larutan tubuh bervariasi tergantung jenis kelamin dan
berat badan. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan lemak
tubuh. Pada laki – laki larutan tubuh sekitar 60% berat badan pada
dewasa muda dan akan turun menjadi 50% setelah dewasa. Pada
wanita muda jumlah larutan tubuh 50% berat badan dan akan turun
menjadi 40% setelah dewasa. Pada orang gemuk akan terjadi
penurunan jumlah larutan tubuh sampai 30% - 40% berat badan.
Pada bayi larutan tubuh 75%-80% berat badan. Pada bayi prematur
lebh besar lagi. Jumlah larutan CES pada bayi relatif lebih banyak
dibanding dewasa. Lebih dari separuh larutan tubuh bayi berada di
CES. CES yang lebih benyak ini disebabkan metabolisme yang lebih
tinggi, area permukaan tubuh yang lebih luas dan struktur ginjal
yang belum matur. Karena CES lebih mudah hilang maka bayi lebih
mudah hilang larutannya dibanding dewasa.
Tanpa melihat umur, semua orang sehat membutuhkan
100cc air setiap 100 kalori untuk proses metabolisme dan
membuang sisa – sisa metabolisme. Dengan kata lain jika seseorang
mengeluarkan kaori 1800 maka dibutuhkan 1800 cc air untuk
keperluan metabolisme. Laju metaboisema (metabolic rate) akan
meningkat jika terjadi peningkatan suhu. Setiap kenaikan suhu
sebesar 1˚C, laju metabolisme akan meingkat sebesar 12%.
Sumber air tubuh yang utama adalah dari pemasukan lewat
oral dan metabolisme nutrien. Air ( termasuk dari larutan dan
makanan solid) diabsorbsi dari saluran cerna. Proses metabolisme
juga menghasilkan air. Jumlah air dari proses ini bervariasi antara
150 cc – 300 cc. Pada umumnya kehilangan larutan paling banyak
adalah lewat ginjal, kemudian lewat kulit, lewat paru – paru, dan
saluran pencernaan. Walaupun pemasukan oral atau parentetral
sedikit, ginjal tetap memproduksi urin sebagai hasil metabolisme
tubuh. Urin yang bertujuan membuang zat sisa metabolisme ini
disebut output urin obligatori. Kehilangan larutan lewat urin
obligatori ini sekitar 300 – 500 cc/hari. Kehilangan larutan lewat
kulit dan paru – paru disebut kehilangan larutan insensibel.1,4
Terdapat 2 mekanisme fisiologis yang mengatur larutan
tubuh: haus dan hormon antidiuretik (ADH). Rasa haus terutama
mengatur pemasukan larutan, sedangkan ADH mengatur larutan
24
keluar. Kedua mekanisme ino bertanggung jawab terhadap
perubahan osmolalitas ekstraselular dan volume.
Rasa haus dikendalikan oleh pusat rasa haus di hipotalamus.
Terdapat 2 stimuli untuk rasa haus karena benar – benar
membutuhkan larutan: 1) dehidrasi selular yang disebabkan oleh
kenaikan osmolalitas ekstraselular dan 2) penurunan volume darah
yang bisa atau tidak ada hubungannya dengan penurunan serum
osmolalitas. Neuron pensensor yang disebut osmoreseptor
bertempat di atau dekat pusat haus di hipotalamus. Osmoreseptor
berespon terhadap perubahan pada osmolalitas ekstraselular dengan
cara memacu sensasi haus. Rasa haus normal muncul jika ada sedikit
saja perubahan 1% atau memacu sensasi haus. Rasa haus normal
muncul jika ada sedikit saja perubahan 1% atau 2% pada osmolalitas
serum. Reseptor pada kapiler sangat sensitif terhadap perubahan
tekanan darah arteri dan volume darah sentral juga membanti dalam
pengaturan rasa haus. Stimulu yang penting ketiga untuk rasa haus
adalah angiontensin II, yang mana menigkat karena respon terhadap
volume aliran darah dan tekanan aliran darah.
Mulut kering menyebabkan sensasi rasa haus. Sensasi rasa
haus harus terjadi juga pada orang – orang yang bernafas dengan
mulut misalnya perokok dan penderita dengan penyakit saluran
pernagasan kronis atau sindrom hiperventilasi.
Hipodipsia menggambarkan penurunan kemampuan rasa
haus. Terdapat bukti bahwa haus adalah penurunan pemasukan air,
selain kadar osmolalitas dan Na+ yang tinggi. Ketidakmampuan
menerima dan berespon terhadap rasa haus biasanya terjadi pada
pasien stroke atau gangguan sensorik.
Polidipsia dibagi dalam 3 jenis yaitu: 1) simptomatik atau
rasa haus sejati, 2) rasa hais yang tidak tepat atau rasa haus yang
salah yang terjadi dimana jumlah larutan tubuh dan osmolalitas
serum normal, 3) minum larutan kompulsif.
Simptomatik haus muncul jika ada kehilangan larutan tubuh.
Diantara penyebab rasa haus yang paling banyak adalaha kehilangan
larutan akibat diare, muntah, diabetes melitus, dan diabetes
insipidus. Haus yang tidak tepat terjadi jika ada gagal ginjal, dan
gagal jantung kongestif. Walaupun penyabab rasa haus pada
kelompok ini tak jelas tetapi kemungkinan karena peningkatan kadar
angiotensin. Hus dirasakan juga pada orang yang mengalami
penurunan aktivitas kelenjar air ludah karena pengaruh obat – obatan
misalnya antikolinergik (termasuk atropin).
Reabsorpsi air oleh ginjal diatur oleh ADH yang juga dikenal
dengan vasopressin. ADH disintesis oleh sel di nukleus supraoptikus
25
dan nukleus para ventrikularis hipotalamus. ADH diangkut di
sepanjang akson saraf ke neurohipofisis kemudaian dilepas ke
sirkulasi. Dengan rasa haus, kadar ADH terkontrol oleh volume dan
osmolalitas ekstraselular. Osmoreseptor di hipotalamus merasakan
perubahan osmolalitas ekstraselular dan merangsang produksi serta
melepas ADH. Sedikit kenaikan osmolalitas serum 1%) sudah
cukup untuk melepas ADH. Baroreseptor sensitif terhadap
perubahan tekanan darah dan volume darah setral untuk membantu
pengaturan pelepasan ADH. Penurunan volume darah 5% - 10%
akan menyebabkan kadar ADH maksimal. Seperti terhadap kadar
ADH dibanding keadaan yang kronis. Perubahan dalam waktu yang
lama tidak akan mempengaruhi kadar ADH. Keadaan tidak normal
akan meningkatkan sintesis dan pelepasan ADH seperti pada nyeri
yang hebat, mual, trauma, operasi, zat anestesi dan beberapa
narkotik (morfin dan meperidin). Mual dalah rangsangan yang poten
untuk sekresi ADH, sehingga menyebabkan kanaikan kadar ADH
10 – 1000 kali. Nikotin merangsang pelepasan ADH sedangkan
alkohol menghambatnya. Dua keadaan yang mengganggu kadar
ADH yaitu diabetes insipidus dan sekresi ADH yang tidak tepat.
Diabetes insipidus adalah keadaan dimana terjadi defisiensi atau
penurunan respon terhdap ADH.
Defisit volume lartan isotonik ditandai dengan penurunan
CES, termasuk volume darag sirkulasi. Istilah ini dipakai untuk
membedakan defisit larutan dengan perubahan perbandingan air dan
NA+ yang tidak peroporsional. Keadaan dimana terjadi penurunan
volume darah sirkulasi maka diebut hipovolemia. Penyebab defisit
volume larutan isotonik apabila air dan elektrolit hilang dengan
proporsi isotonik. Keadaan ini hampir selalu terjadi pada keadaan
kehilangan larutan tubuh yang disertai penurunan pemasukan
larutan. Biasanya terjadi pada kehilangan lwat saluran cerna,
poliuria, berkeringat karena panas dan aktifitas fisik.
Setiap hari 8 – 10 liter CES dikeluarkan ke saluran cerna.
Sebagian besar diserap kembali di ileum dna kolon proksimal, hanya
150 – 200 cc setiap hari dikeluarkan bersama feses. Muntah dan
diare menganngu proses reabsorbsi adn pada beberapa keadan
menyebabkan kenikan sekresi larutan ke dalam saluran cerna.
Kulit sebagau permukaan tempat perubahan panas dan
barrier evaporasi mencegah air hilang dari tubuh. Kehilangan air dan
Na+ dari permukaan tubuh meningkat pada saat keringat berlebihan
atau sebagian besar permukaan kulit rusak. Udara panas dan badan
panas meningkatkan pengeluaran keringat, kebakaran juga
26
menyebabkan kehilangan larutan. Defisit volume larutan berdampak
pada penurunan volume CES.
Manifestasi defisit volume larutan adalah sebagai berikut.
Kehilangan berat badan (% berat badan); defisit volume larutan
ringan (2%); defisit volume larutan sedang (5%); defisit volume
berat (>8%). Tanda – tanda mekanisme kompensasinya adlaah:
meingkatknya rasa haus, meningkatnya ADH: oligouri dan
tingginya berat jenis urin. Volume larutan interstisial turun: Turgor
jaringan dan kulit turun, membran mukosa kering, mata cekung dan
lembek, pada bayi ubun – ubunya cekung. Volume vaskulat turun:
hipotensi postural, nadi lemah dan cepat, isi darah vena menurun,
hipotensi dan syok.
Dalam keadaan normal konsentrasi Na+ berkisar antara 135
sampai 145 mEq/l (135 – 145mmol/l). Nilai Na+ serum ditentukan
dengan mEq/l yang berarti konsentrasi atau dilusi dari Na+ dalam
air. Karena Na+ adalah anion CES (90% - 95%) maka perubahan
konsentrasi Na+ serum umumnya diikuti oleh perubahan
osmolalitas serum.
Hiponatremia terjadi apabila konsentrasi NA+ kurang dri
135mEq/l karena efek partikel aktif lainnya terhadap osmolalitas
CES seperti glukosa, maka hiponatremia berhubungan dengan tinggi
rendahnya tonisitas.
Hiponatremia hipertonik (translokasional) adalah keadaan
sebagai akibat suatu peralihan osmotik air dari CIS ke CES seperti
yang terjadi pada hipeglikemia. Pada keadaan ini Na+ di CES
menjadi lebih encer karena air pindah keluat dari sel sebagai respon
terhadap tekanan osmotik karena hiperglikemia.
Hipotonik sejaih ini merupakan keadaan yang sering pada
hiponatremia. Ini terjadi karena retensi air dan dirandai dengan
penuruanan osmolalitas serum. Hiponatremia dilusi bisa terjadi pada
keadaan hipervolemik, euovolemik atau hipovolemik.
Hiponatremia hipervolemik terjadi jikaCES meningkat dan
ini terjadi jika diikuti dengan edema seperti pada gagal jantung,
sirosis, dan penyakit ginjal berat.
Hiponatremia euvolemik terjadi apabila ada retensi air
sehingga konsentrasi Na+ turun tetapi tidak disertai peningkatan
volume CES. Ini terjadi pada keadaan rasa haus yang tak tepat.
.(SIADH)
Hipenatremia hipovolemik terjadi jika air hilang disertai Na
tetapi jumlah Na+ lebih banyak yang hilang, ini terjadi pada keadaan
banyak berkeringat pada cuaca panas, muntah, dan diare.
27
Penyebab hiponatremia dilusi, pada dewasa adalah karena
obat – obatan (diuretika, sehingga kadar ADH naik), penggantian
larutan yang tak tepat setelah latihan dan cuaca panas, SIADH,
polidipsi pada pasien skizofrenia.
Terdapat tiga penyebab utama kelebihan kalium, yaitu: (1)
penurunan pengeluaran dari ginjal, (2) pemberian kalium yang
cepat, dan (3) pergeseran kalium dari CIS ke CES. Penyebab
hiperkalemia yang paling sering adalah turunnya fungsi ginjal.
Biasanya glomerular filtration rate (GFR) turun sampai kurang dari
10ml/menit sebelum terjadi hiperkalemia. Beberapa kelainan ginjal
seperti sickle cell nephropathy, nefropati karena logam, nefritis
lupus sistemis dapat merusak sekresi kalium di tubulus tanpa
menyebabkan gagal ginjal. Asidosis juga menyebabkan
berkurangnya pengeluaran kalium oleh ginjal, sehingga gagal ginjal
akut akan disertai dengan asidosis laktat atau keroasidosis akan
meningkatkan risiko hiperkalemia. Koreksi asidosis biasnaya akan
memperbaiki hiperkalemia.
28
Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan
tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena organisme yang
menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti: enterik virus, bakteri
yang meproduksi enterotoksin, Giardia, dan Cryptosporidium.
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare.
Biasanya penderita tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut
periumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukkan bahwa saluran
cerna bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien
immunnocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi
tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit kronis sangat penting.
29
samap ikoma, saluran cerna terganggu, nafsu makan turun, mual,
muntah, sakit perut, diare.1
Tanda dan gejala dari kekurangan kalium jarang terjadi jika
kadar serum kalium kurang dari 3,0mEq/l. Biasanya gejala datang
pelan – pelan sehingga sulit dideteksi. Akibat dari hipokalemua yang
paling serius adalah gangguan fungsi kardiovaskulat. Hipotensi
postural sering terjadi. Kebanyakan orang dengan kadar kalium
serum kurang dari 3,0 mEq/l mengalami perubahan
elektrokardiografi (EKG), ini sangat spesifik untuk hipokalemia.
Perubahan ini meliputi pemanjangan gelombang PR, depresi dari
segmen EKG ini biasanya tidak serius, tetapi ini menyebabkan sinus
bradikardi dan disritmia ektopik ventrikular. Keracunan digitalis
dapat terjadi pada orang yang sedang memakai obat ini dan akan
menaikkan risiko disritmia ventrikular, khususnya pada orang
dengan dasar penyakit jantung. 1
Tanda dan gejala kelebihan kalium sangat berhubungan
dengan gangguan pada eksitabilitas neuromuskulat. Manifestasi
neuromuskular dari kelebihan kalium biasanya tidak tampak, sampai
kadar kalium serum melebihi 6mEq/l. Gejala pertama tang
berhubungan dengan hiperkalemia biasa adalah paestesia.
Kemungkinanan besar nantinya akan ada keluhan kelemahan otot
secara menyeluruh atau dispnea sekunder karena kelemahan otot
pernapasan. 1,4
Akibat paling serius dari hiperkalemia ada pada jantung.
Saat kadar kalium meningkat, maka gangguan pada konsukdi
jantung akan terjadi. Perubahan yang cepat, mungkin terjadi pada
gelombang T yang menyempit, dan pelebaran kompleks QRS. Jika
kadar kalium serum terus naik, interval PR menjadi memanjang dan
diikuti oleh hilangnya gelombang P. Detak jantung kemungkinan
turun. Fibrilasi ventrikular dan cardiac arrest akan terjadi.1
2.7. Diagnosis
2.7.1. Anamnesis1
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal – hal sebagai berikut:
lama diare, frekuaensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada /
tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah: volume dan frekuensinya.
Kencing: biasa, berkurang, jarangatau tidak kencing dalam 6 – 8 jam
terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah
panas atau penyakit lain yang menyertai: seperti batuk, pilek, otitis
media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare:
memberi oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit
dan obat – obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.
30
2.7.2. Pemeriksaan Fisik1
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu
tubuh, frekuensi denyut jantung, dan pernapasan serta tekanan darah.
Selanjutnya perlu dicari tanda – tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa
haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda – tanda tambahan lainnya:
ubun – ubung besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada
atau tidak air mata, bibir mukosa mulut dan lidah kering atau basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis
metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat
hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan
capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.
Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detik
31
Mata Normal Cekung Sangat cekung
dan kering
Air mata Ada Tidak ada Sangat kering
Mulut dan lidah Basah Kering *Malas minum
Rasa haus Minum biasa *Haus, ingin atau tidak bisa
tidak haus minum banyak minum
Periksa: turgor Kembali cepat *kembali lambat *kembali sangat
kulit lambat
Hasil pemeriksaan: Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan / Dehidrasi berat
sedang
Bila ada 1 tanda * Bila ada 1 tanda *
ditambah 1 atau ditambah 1 atau
lebih tanda lain lebih tanda lain
Terapi Rencana Terapi Rencana Terapi B Rencana Terapi C
A
Hasil yang didapt pada penderita diberi angka 0, 1 atau 2 sesuai dengan
tabel kemudian dijumlahkan
Nilai: 0 – 2 = ringan 3 – 6 = Sedang 7 – 12 = Berat
2.7.3. Laboratorium1
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada
umumnya tidak diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin
diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada
sebab – sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan
dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urine
dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang – kadang diperlukan pada
diare akut:
Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa
darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
Urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.
Tinja:
Pemeriksaan Makroskopik:
32
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua
penderita dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak
dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau arah biasa
disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau disebabkan oleh
infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang mengandung darah
atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang menghasulkan
sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan
mukosa atau parasit usus seperti: E. hystolitica, B. coli, dan T.
Trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja
kecuali pada infeksi dengan E. hystolitica darah sering terdapat pada
permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis – garis darah
pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan
Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.
2.8. Tatalaksana
2.8.1. Lima Pilar Penatalaksanaan Diare1,8
Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi
Panduan Tata Laksana Pengobatan Diare pada balita yang baru
didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia, ditetapkan lima pilar
penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita anak
33
balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah
sakit, yaitu:
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru 1,8,9
Beriksan segera bila anak diare, untuk mencegah dan
mengatasi dehidrasi. Oralit formula lama dikembangkan dari
kejadian luar biasa diare di Asia Selatan yang terutama
disebabkan karena disentri, yang menyebabkan
berkurangnya lebih banyak elektrolit tubuh, terutama
natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak terjadi akhir –
akhir ini dengan dengan tingkat sanitasi yang lebih banyak
terjadi akhir – akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebi baik
adalah disebabkan oleh virus. Diare karena virus tersebut
tidak menyebabkan kekurangan elektrolit seberat pada
disentri. Karena itu para ahli diare mengembangkan formula
baru oralit dengan tingkat osmolaritas plasma, sehingga
kurang menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia. Oralit
baru ini aadalah oralit dengan osmolaritas yang rendah.
Keamanan oralit ini sama dengan oralit yang selama ini
digunakan, namun efektivitasnya lebih baik daripada oralit
formula lama. Oralit baru dengan low osmolaritas ini juga
menurunkan kebutuhan suplementasi intravena dan mampu
mengurangi pengeluaran tinja gingga 20% serta mengurangi
kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga
telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare
akut non-kolera pada anak.
34
Untuk anak berumur < 2 tahun: berikan 50 – 100ml
tiap kali BAB
Untuk anak 2 tahun atau lebih: berikan 100 – 200 ml
tiap kali BAB
d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit
masih tersisa, maka sisa lanrutan harus dibuang.
35
Zinc diberikan selama 10 – 14 hari berturut – turut meskipun
anak telah sembuh dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat
dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit. Untuk anak –
anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan
dalam air matang atau oralit.
36
adalah 10 ml / kg BB atau untuk anak usia < 1 tahun adalah 50 – 100
ml, 1 – 5 tahun adalah 100 – 200 ml, 5 – 12 tahun adalah 200 – 300
ml dan dewasa adalah 300 – 400 ml setiap BAB.Untuk anak di
bawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok dengan
cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak
boleh dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari
cangkit atau gelas dengan tegukkan yang sering. Bila terjadi muntah
hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan – lahan
misalnya 1 sendok setiap 2 – 3 menit. Pemberian cairan ini
dilanjutkan sampai dengan diare berhenti. Selain cairan rumah
tangga ASI dan makanan yang biasa dimakan tetap harus diberikan.
Makanan diberikan sedikit – sedikit tetapi sering (bisa kurang 6 kali
sehari) serta rendah serat. Buah – buahan diberikan terutama pisang.
Makanan yang merangsang (pedas, asam, terlalu banyak lemak)
jangan diberikan dulu karena dapat menyebabkan diare bertambah
berat. Bila dengan cara pengobatan ini diare tetap berlangsung atau
bertambah hebat dan keadaan anak bertambah berat serta jatuh
dalam keadaan dehidrasi ringan – sedang, obati dengan cara
pengobatan dehidrasi ringan – sedang.
37
pengobatan dapat dilanjutkan di rumah dengan memberikan oralit
dan makanan dengan cara seperti pada pengobatan diare tanpa
dehidrasi. Bila memburuk dan penderita jatuh dalam keadaan
dehidrasi berat, penderita tetap dirawat di sarana kesehatan dan
pengobatan yang terbaik adalah pemberian cairan parenteral.
38
Shigella dysentry Ciprofloxacin Pivmecillinam
15 mg/kgBB 2omg.kgBB
2x sehari selama 3 4x sehari selama 5
hari hari
Caftriaxone
50 – 100mg/ kgBB
1x sehari IM selama
2-5 hari
Amoebiasis Metronidazole
10 mg/kgBB
3xsehari sealam 5
hari (10 hari pada
kasus berat)
Giardiasis Metronidazole
5mg/kgBB
3x sehari selama 5
hari
Sumber: WHO 2006
2. Antidiare
a. Adsorben
Contoh: kaolin, attapulgite, smectite, activated
charcoal, cholestyramine. Obat – obat ini
dipromosikan untuk pengobatan diare atas dasar
kemampuannya untuk mengikat dan menginaktifasi
toksin bakteri atau bahan lain yang meyebabkan
diare serta dikatan memiliki kemampuan melindungi
mukosa usus. Walaupun demikian, tidak ada bukti
keuntungan praktis dari penggunaan obat ini untuk
pengobatan rutin diare akut pada anak.
b. Antimotilitas
Contoh: loperamide hydrochloride, diphenoxylate
dengan atropine, tinctura opii, paregoric, codein).
Obat – obatan ini adapat mengurangi frekuensi diare
pada orang dewasa akan tetapi tidak mengurangi
volume tinja pada anak. Lebih dari itu dapat
menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat
fatal atau dapat memperpanjang infeksi dengan
memperlambat eliminasi dari organisme penyebab.
Dapat terjadi efek sedatif pada dosis normal. Tidak
satu pun dari obat – obatan ini boleh diberikan pada
bayi dan anak dengan diare.
c. Bismuth subsalicylate
39
Bila diberikan setiap 4 jam dilaporkan dapat
mengurangi tinja pada anak dengan diare akut
sebanyak 30% akan tetapi, cara ini jarang digunakan.
3. Antiemetik
Termasuk obat ini seperti prochlorperazine dan
chlorpromazine yang dapat menyebabkan mengantuk
sehingga mengganggu pemberian terapi rehidrsi oral. Oleh
karena itu obat anti muntah tidak digunakan pada anak
dengan diare, muntah karena biasanya berhenti bila
penderita telah terehidrasi.
2.9. Komplikasi
2.9.1. Gangguan Elektrolit
1. Hipernatremia1
Penderita diare dengan natrium plasma > 150mmol/L
memerlukan pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah
menurunkan kadar natrium secara perlahan – lahan. Penurunan
kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena
dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastrik
menggukan oralit adalah cara terbaik dan paling aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan dengan
menggunakan caian 0,45% saline – 5% dextrose selama 8 jam.
Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa
koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal
lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi
dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk
rumatan gunakan 0,18% saline – 5% dextrose, perhitungan untuk
24 jam. Tambahkan 10 mmol KCL pada setiap 500ml cairan infus
setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet normal
dapat mulai diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10ml/kgBB
setiap BAB, sampai diare berhenti.
2. Hiponatremia1
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang
hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremia (Na
< 130mol/L). Hiponatremi sering terjadi pada anak dengan
Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan oedema. Oralit
aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anak dengan
hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan
dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu: memakai Ringer Laktat
atau Normal Saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 – kadar Na
40
serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan.
Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam.
Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam
3. Hiperkalemia1
Disebut hiperkalemia jika K>5mEq/L, koreksi dilakukan dengan
pemberian kalsium glukonas 10% 0,5 – 1 ml/kgBB i.v pelan –
pelan dalam 5 – 10 menit dengan monitor detak jantung.
4. Hipokalemia1
Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5mEq/L, koreksi dilakukan
menurut kadar K, jika Kalium 2,5 – 3,5 mEq/L maka diberikan
per-oral 75mcg/kgBB/hari dibagi 3 dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka
diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan
dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 +
2mEwq/kgBB/24jam) diberikan dalam 4 jam, kemudian 20 jam
berikutnya adalah (3,5 – kadar K terukut x BB x 0,4 + 1/6 x 2
mEq x BB)
Hipokalemia dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus,
gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat
dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan
menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya kalium
selama diare dan sesudah diare berhenti.
2.9.2. Kejang1
Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat
terjadi kejang sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang
tersebut dapat disebabkan oleh karena hipoglikemia, kebanyakan
terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk, hiperpireksia, kejang
terjadi bila panasnya tiggi, misalnya melebihi 40˚C, hipernatremia,
atau hiponatremia.
Kelangsungan hidup sel otak memerlukan energi yang didapat dari
metabolisme glukosa melalui suati peroses oksidasi. Dimana dalam
proses oksidasi tersebut diperlukan okesigen yang disediakan
dengan perantaraan paru – paru. Oksigen dari paru – paru ini
diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskular. Suatu sel,
khususna sel otak atau neuron dalam hal ini, dikelilingi oleh suatu
membran yang terdiri dari membran permukaan dalam dan
mempran permukaan luar. Membran permukaan dalam bersifat
lipoid, sedangkan membran permukaan luar bersifat ionik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dengan mudah dilalui
ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (NA+)
41
dan elektrolit lainnya, kecuali oleh ion Klorida (Cl-_. Akibatnya
konsentrasi K+ dalam neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedangkan di luar neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar neuron,
maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran
neuron. Untuk menjaga keseimbagan potensial ini diperluka energi
dan bantuan enzim Na-K ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran tadi dapat berubah oleh adanya
perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular, rangsangan yang
datang mendadak seperti rangsangan mekanis, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya, perubahan patofisiologi dari membran sendiri
karena penyakit atau keturunan. Pada keadaan demam, kenaikan
suhu 1˚C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10 –
15% dan meningkatna kebutuhan oksigen sebesar 20%. Pada
seorang anak usia 3 tahun, sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh
sirkulasi tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya
15%. Jadi kenaikan suhu tubuh pada seorang anak dapat
mengakibatkan adanya perubahan keseimbangan membran neuron
dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion Kalium dan ion Natrium
melalui membran tadi, dengan akibtanya terjadi lepas muatan listrik.
Lepasnya muatan listruk ini demikian besar sehingga dapat meluas
ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangga dengan perantaraan
neurotransmiter sehingga terjadilah kejang. Tiap anak memiliki
ambang kejang yang berbeda, dan tergantung dari ringgi rendahnya
nilai ambang kejang, seorang anak menderita kejang pada kenaikan
suu tubuh tertentu. Pada anak dengan ambang kejang rendah,
serangan kejang telah terjadi pada suhu 38˚C, sedangkan pada anak
dengan ambang kejang tinggi, serangan kejang baru terjadi pada
suhu 40˚C atau lebih.
2.10. Pencegahan1
Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare
Kuman – kuman patogen penyebab diare umumnya
disebarkan secara fekal – oral. Pemutusan penyebaran kuman
penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran ini.
Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:
a) Pemberian ASI yang benar
b) Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan
pendamping ASI
c) Penggunaan air bersih yang cukup
d) Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan
sabun sehabis BAB dan sebelum makan
42
e) Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh
seluruh anggota keluarga
f) Membuang tinja bayi yang benar
43
ANALISIS KASUS
Pada pasien ini, diagnosis diare akut dengan dehidrasi ringan sedang
ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis yaitu pasien mengalami BAB cair
sebanyak > 10 kali/hari sejak 3 hari SMRS, BAB berwarna kuning kehijauan, air
(+), lendir (-), darah (-), ampas sedikit, bau busuk (-), bau asam (-), BAK sedikit,
mual (+), dan muntah > 3 kali/hari. Setelah kejang pasien lemas, tidak ada kontak.
Pasien tidak mau makan dan minum. Pasien sudah meminum obat neo-entrostop sirup
dan Lacto-B namun keluhan tidak berkurang. Pasien tidak mau makan dan minum.
Pasien tidak mengalami demam, batuk, dan pilek. Riwayat kebiasaan Ibu pasien
yaitu menyediakan satu buah botol susu untuk konsumsi susu formula pasien sehari
– hari.
44
BB/PB= 98,8% ( gizi normal ). Sehingga pasien mendapatkan RL 100 cc 16 tetes
per menit (makro).
Dapat disimpulkan telah ditegakkan diagnosis Diare akut dengan dehidrasi
ringan sedang ec intake sulit pada pasien An. I usia 1 tahun 10 bulan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan serta
telah ditatalaksana dengan pemberian terapi non medikamentosa dan
medikamentosa sesuai dengan evidence base medicine.
45
DAFTAR PUSTAKA
3. Parashar UD, Hummelman EG, Breese JS, Miller MA, Glass RI. Global illnes
and death caused by rotavirus disease in children. Emerging Infection Disease.
2003
7. King CK, Glass R, Bresee JS, Duggan C. Managing acute gastroenteritis among
child: oral rehydration, maintenence and nutritional therapy. MMWR 2003
9. WHO, UNICEF. Oral Rehydration Salt Production of the new ORS. Geneva.
2006
46
10. Amin, LM. 2015. Tatalaksana Diare Akut. Diakses dari:
sumber:http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_230CME-
Tatalaksana%20Diare%20Akut.pdf
47