Anda di halaman 1dari 5

85

BAB IV
PEMBAHASAN

Praktik keperawatan komunitas di RW 10 Dusun Jetis, Desa Mulyoagung,


Kabupaten Malang yang dilaksanakan mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Kelompok 21 adalah salah satu program profesi
untuk mengaplikasikan konsep keperawatan komunitas dengan menggunakan proses
keperawatan komunitas sebagai dasar ilmiah.
Upaya pendidikan untuk mencetak seorang perawat yang profesional, mandiri dan
mempunyai kompetensi sesuai dengan yang diinginkan dapat dilakukan dengan
menerapkan konsep tersebut, dan secara resmi mahasiswa melakukan praktik klinik
keperawatan komunitas di RW 10 Dusun Jetis, Desa Mulyoagung, Kabupaten Malang mulai
6 Februari 2017 sampai dengan 25 Maret 2017 dengan melakukan berbagai kegiatan.
Hasil dari kegiatan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

4.1 Diagnosa 1 : Kesiapan meningkatkan Pengetahuan tentang konsep DBD


berhubungan dengan kurang pajanan informasi pada warga dusun Jetis Desa
Mulyoagung.

Setelah dilakukan implementasi pada diagnosa yang pertama ini, dapat dikatakan
masalah teratasi. Hal ini dibuktikan dari hasil rata-rata capaian strategi 1 untuk TUK 1
collaborating, yaitu koordinasi dengan kader, ketua RW dan RT serta kepala sekolah
setempat di Dusun Jetis untuk menyepakati waktu dan tempat pelaksanaan penyuluhan
tercapai koordinasi 100%. Sedangkan untuk strategi 2 pada TUK 1 yaitu health teaching,
yaitu dengan program pendidikan kesehatan mengenai konsep DBD (siklus nyamuk aedes
dan patofisiologis DBD) pada warga RW 10 didapatkan rata-rata capaian sebanyak 84%.
Nilai capaian ini lebih besar dibandingkan target intervensi Strategi 2 (TUK 1) pada evaluasi
hasil tabel perencanaan yaitu sebesar 92%. Nilai capaian strategi health teaching yang lebih
besar dibandingkan target mengindikasikan bahwa strategi 2 TUK 1 telah tercapai. Dengan
tercapainya target strategi 1 sebesar 100% dan strategi 2 sebesar 84%, dapat disimpulkan
TUK 1 Diagnosa 1 telah tercapai.
Sedangkan untuk strategi 1 pada TUK 2 yaitu health teaching tentang
perawatan/penatalaksanaan awal DBD, didapatkan hasil capaian sebanyak 84,5% Nilai
capaian ini lebih besar dibandingkan target Strategi 1. Berdasarkan hasil capaian yang
terlihat nilai capaian rata-rata kedua strategi,lebih tinggi dibandingkan target awal TUK 2.
Hal ini mengindikasikan bahwa TUK 2 pada peningkatan pengetahuan masyarakat tentang
perawatan/penatalaksanaan awal DBD tercapai.
86

Sedangkan untuk strategi 1 pada TUK 3 yaitu health teaching tentang cara
pencegahan DBD(membuka jendela, 3M, ovitrap), didapatkan hasil capaian sebanyak 83%
Nilai capaian ini lebih besar dibandingkan target Strategi 1. Berdasarkan hasil capaian yang
terlihat nilai capaian rata-rata kedua strategi,lebih tinggi dibandingkan target awal TUK 3.
Hal ini mengindikasikan bahwa TUK 3 pada peningkatan pengetahuan masyarakat tentang
cara pencegahan DBD(membuka jendela, 3M, ovitrap) tercapai.
Faktor pendukung pada intervensi yang dilakukan pada strategi health teaching
adalah penerimaan yang baik dari partisipan dan rasa keingintahuan yang tinggi serta
keaktifan peserta menyampaikan pertanyaan. Keakifan peserta karena materi yang
disampaikan mudah dipahami dan penyampaiannya menggunakan bahasa yang ringan
serta bahasa jawa. Keefektifan dan keberhasilan acara penyuluhan ini sesuai dengan review
dari beberapa studi oleh Madhu dan Beinum (2012).
Target yang tercapai pada pendidikan kesehatan untuk siswa MI Wahid Hasyim
dapat dikarenakan siswa sekolah dasar lebih cepat memahami materi dengan langsung
dipraktekkan melalui cara menyenangkan dibandingkan dengan ceramah. Hal ini sesuai
dengan hasil yang menunjukan peningkatan pengetahuan mengenai cuci tangan yang
meningkat secara signifikan tetapi pada evaluasi afektif dan psikomotor siswa menunjukan
hasil yang baik. Dalam penelitian Eto dan Ferianto (2013) mengatakan bahwa pembelajaran
dengan metode demonstrasi memberikan pengaruh yang lebih baik dari pada metode
ceramah terhadap hasil belajar.
Faktor penghambat pada strategi health teaching adalah sulitnya mengumpulkan
dan menemui semua warga atau keluarga secara lengkap dan hanya bisa dilakukan pada
jam tertentu karena sebagian besar warganya berprofesi sebagai karyawan swasta. Solusi
yang dapat diberikan adalah dengan mencari waktu yang tepat seperti saat pelaksanaan
kegiatan warga yaitu pada saat arisan ibu-ibu. Untuk kegiatan Health Teaching yang
memerlukan kunjungan rumah, mahasiswa dapat membuat kesepakatan kunjungan dengan
anggota keluarga yang bersangkutan. Sedangkan faktor penghambat pada strategi
collaborating adalah kurangnya minat dari penduduk untuk menghadiri acara yang telah
diadakan.

4.2 Diagnosa 2: Kesiapan meningkatkan manajemen kesehatan berhubungan dengan


mengekspresikan keinginan untuk melakukan penanganan terhadap faktor resiko,
gejala, dan penyakit DBD

Setelah dilakukan implementasi pada diagnosa yang kedua ini, dapat dikatakan
masalah teratasi. Hal ini dibuktikan dari hasil rata-rata capaian strategi 1 untuk TUK 1 yaitu
health teaching dan delegate function tentang demo dan persuasi tentang 3M didapatkan
87

rata-rata capaian sebanyak 90%. Nilai capaian ini lebih besar dibandingkan target intervensi
Strategi 1 (TUK 1) pada evaluasi hasil tabel perencanaan yaitu sebesar 80%. Nilai capaian
strategi health teaching yang lebih besar dibandingkan target mengindikasikan bahwa
strategi 1 TUK 1 telah tercapai.
Sedangkan untuk strategi 1 pada TUK 2 yaitu delegate function, yaitu Persuasi
untuk membuka jendela kepada warga RW 10 Dusun Jetis, didapatkan hasil capaian
sebanyak 85%. Nilai capaian ini lebih besar dibandingkan target intervensi Strategi 1 (TUK
2) pada evaluasi hasil tabel perencanaan yaitu sebesar 80%. Nilai capaian strategi health
teaching yang lebih besar dibandingkan target mengindikasikan bahwa strategi 1 TUK 2
telah tercapai.
Sesuai teori yang dijelaskan Soekidjo (2007) bahwa domain perilaku adalah
pengetahuan, sikap dan tindakan. Tingginya angka kesakitan penyakit ini sebenarnya oleh
karena perilaku kita sendiri. Selanjutnya, dalam teori Lawrence Green disebutkan bahwa
perilaku itu ditentukan dari tiga faktor, faktor predisposisi (pengetahuan, sikap, tindakan,
kepercayaan, keyakinan), faktor pendukung (lingkungan fisik, ketersediaan fasilitas
kesehatan) dan faktor pendorong (perilaku petugas kesehatan). Media promosi kesehatan
merupakan salah satu fasilitas kesehatan bagi masyarakat.(10) Kurangnya penyuluhan dan
media promosi kesehatan tentang DBD menjadi salah satu penyebab rendahnya keinginan
masyarakat dalam menerapkan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Menguras, Menutup
dan Mengubur (3M).
Penelitian Yeyen (2012) didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara sikap
tentang 3M dengan keberadaan jentik nyamuk aedes aegypti. Lebih dari separuh responden
mempunyai sikap positif tentang 3M yaitu sebesar 58,8%. Sikap merupakan salah satu
indikator perubahan perilaku mengenai PSN terhadap diri sendiri, keluarga dan lingkungan.
Pada strategi 1 TUK 3 collaborating, yaitu koordinasi dengan kader dusun Jetis
tercapai koordinasi 100%. Untuk strategi 2 pada TUK 3 health teaching yaitu demo 3M
kepada warga untuk menerapkan 3 M dalam kehidupan sehari-hari, didapatkan hasil
capaian sebanyak 55%. Nilai capaian ini lebih besar dibandingkan target Strategi 2.
Berdasarkan hasil capaian yang terlihat nilai capaian rata-rata kedua strategi,lebih tinggi
dibandingkan target awal TUK 2. Hal ini mengindikasikan bahwa TUK 2 tercapai.
Kejadian DBD dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu yang dapat mempengaruhi
peningkatan angka kesakitan serta kematian akibat penyakit ini adalah perilaku masyarakat
dalam melaksanakan dan menjaga kebersihan lingkungan. Hal ini terjadi karena kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang DBD dan kurangnya praktik atau peran serta masyarakat
dalam menjaga kebersihan lingkungan sekitar. Untuk memutus rantai penularan DBD, perlu
adanya tindakan pemberantasan nyamuk Aedes aegypti yang dikenal dengan PSN
(Pemberantasan Sarang Nyamuk) melalui gerakan 3M Plus (Menguras, Menutup,
88

Mengubur, Memberantas jentik dan Menghindari gigitan nyamuk) oleh seluruh lapisan
masyarakat (Lerik&Marni, 2008).
Keberhasilan program penanggulangan DBD tidak terlepas dari bagaimana
pemberdayaan (peningkatan pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek) masyarakat dalam
penanggulangan DBD. Untuk itu pihak yang berwewenang memiliki tanggung jawab untuk
membawakan pesan ini agar sampai ke masyarakat. Terdapat berbagai model promosi
kesehatan yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi masyarakat (Masyarakat FK UNRI,
2008).
Sedangkan untuk strategi 1 pada TUK 4 yaitu collaborating, yaitu koordinasi dengan
kader dusun Jetis tercapai koordinasi 100%. Untuk strategi 2 pada TUK 4 delegate function
yaitu pemberdayaan warga agar mandiri meningkatkan PHBS, didapatkan hasil capaian
sebanyak 80%. Nilai capaian ini lebih besar dibandingkan target Strategi 2. Pada strategi 3
TUK 4 health teaching, yaitu penyuluhan kesehatan dan persuasi tentang kebiasaan
membuka jendela setiap pagi, didapatkan hasil 69%. Berdasarkan hasil capaian yang
terlihat nilai capaian rata-rata ketiga strategi,lebih tinggi dibandingkan target awal TUK 4. Hal
ini mengindikasikan bahwa TUK 4 tercapai.
PHBS tingkat rumah tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah
tangga agar sadar, mau dan mampu melaksanakan PHBS, untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatannya, mencegah resiko terjadinya penyakit dan melindungi diri dari
ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat (Dinkes. Prov.
Jawa Tengah 2006).
Untuk mendukung upaya peningkatan perilaku sehat melalui Kebijakan Nasional
Promosi Kesehatan Depkes telah menetapkan Visi Nasional Promosi Kesehatan sesuai
Keputusan Menteri Kesehatan RI. No. 1193/MENKES/SK/X/2004 yaitu “Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat 2010” (PHBS 2010). Jadi dapat dikatakan bahwa Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) adalah produk dari Promosi Kesehatan.
Pada strategi 1 TUK 5 collaborating, yaitu koordinasi dengan kader dusun Jetis
tercapai koordinasi 100%. Untuk strategi 2 pada TUK 5 health teaching yaitu penyuluhan
dan persuasi tentang bahaya dan komplikasi konsumsi obat tanpa diawasi oleh tenaga
kesehatan, didapatkan hasil capaian sebanyak 52,5%. Nilai capaian ini lebih besar
dibandingkan target Strategi 2. Berdasarkan hasil capaian yang terlihat nilai capaian rata-
rata kedua strategi,lebih tinggi dibandingkan target awal TUK 5. Hal ini mengindikasikan
bahwa TUK 5 belum tercapai.
Salah satu penyebab kerusakan hati adalah obat-obatan (Depkes RI, 2007).
Kerusakan sel hati selain disebabkan karena virus, juga dapat disebabkan oleh obat-obatan
yaitu penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama atau juga peminum alkohol. Obat
yang dikatakan hepatotoksik adalah obat yang dapat menginduksi kerusakan hati atau
89

biasanya disebut drug induced liver injury (Sonderup, 2006). Obat penginduksi kerusakan
hati semakin diakui sebagai penyebab terjadinya penyakit hati akut dan kronis (Isabel et al,.
2008). Hepatotoksisitas merupakan komplikasi potensi obat yang paling sering dijumapai
dalam resep, hal ini mungkin dikarenakan peran hati dalam memetabolisme obat (Aithal dan
Day, 2013).

Anda mungkin juga menyukai