Anda di halaman 1dari 5

Tips Nabawi Ketika Buang Air

Agu 1
Perhatikan bagaimana Allah menyiksa dua orang dalam kuburnya akibat “perkara yang dianggap sepele” oleh
sebagian orang pada hari ini, yaitu kencing sembarangan, dan adu domba (gosip yang merusak hubungan dua
pihak). Jadi, kencing sembarangan, dan gosip yang merusak hubungan dua pihak merupakan perkara yang besar di
sisi Allah, sekalipun ia “remeh” dalam pandangan sebagian manusia.

Decak kagum terus bergema dalam hati ketika seseorang melihat keindahan Islam, dan kerapiannnya yang telah
diatur oleh Sang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kekaguman seperti ini pernah dialami oleh seorang kafir
jahiliah ketika ia berkata kepada sahabat Salman Al-Farisiy -radhiyallahu ‘anhu-, “Sungguh Nabi kalian -Shollallahu
‘alaihi wasallam- telah mengajari kalian tentang segala hal sampai tata cara buang air”. Maka Salman menjawab,

ْ َ‫ي َب َر ِجيْعٍ أ َ ْو بِع‬


‫ظ ٍم‬ َ ‫ار أ َ ْو أ َ ْن نَ ْستَ ْن ِج‬ َ ‫ي بِ ْاليَمِ ي ِْن أ َ ْو أ َ ْن نَ ْستَ ْن ِج‬
ٍ ‫ي بَأَقَ َّل مِ ْن ث َ ََلث َ ِة أَحْ َج‬ َ ‫أ َ َج ْل لَقَ ْد نَ َهانَا أ َ ْن َن ْست َ ْقبِ َل ْال ِق ْب َلةَ ِلغَائِطٍ أ َ ْو َب ْو ٍل أ َ ْو أ َ ْن نَ ْست َ ْن ِج‬

“Betul !! Sungguh kami dilarang menghadap kiblat saat buang air besar atau kecil, (kami juga dilarang) cebok
dengan menggunakan tangan kanan atau cebok kurang dari 3 batu, atau cebok dengan kotoran hewan, atau tulang”.
[HR. Muslim dalam Shohih-nya (262), Abu Dawud dalam Sunan-nya (7), At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (16), An-
Nasa’iy dalam Sunan-nya (41 & 49), dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya (316)]

Inilah tuntunan suci dari syari’at Allah -Ta’ala- dalam membimbing para sahabat dan kaum muslimin untuk hidup di
atas kesucian. Bukan seperti opini yang dituduhkan oleh sebagian orang-orang kafir dan munafiq di zaman ini
bahwa Islam dan pengikutnya memiliki jalan hidup yang kotor, jorok, dan tidak menjaga kebersihan!!
Dalam menepis tuduhan keji ini, kru buletin Al-Atsariyyah menurunkan tulisan “Adab-adab Buang Air”. Dari sini,
kalian akan melihat sisi keindahan syari’at yang maha lengkap dalam segala lini. Diantara adab-adab buang air:

Menjauh dan Menutup Aurat dari Manusia

Malu adalah sifat mulia yang diajarkan dalam Islam sampai ketika orang pun buang air dianjurkan menjaga sifat
malu. Karenanya, saat buang air seorang dianjurkan mencari tempat yang jauh dari jangkauan manusia, dan
menutup aurat. Lihatlah Panutan kita, Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- sebagaimana yang dikatakan oleh Al-
Mughiroh bin Syu’bah -radhiyallahu ‘anhu-,

َ ‫َب ْال َم ْذه‬


َ‫َب أ َ ْبعَد‬ َ ‫علَ ْي ِه َو َسلَّ َم َكانَ إِذَا ذَه‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬ َّ ِ‫أ َ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬

“Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, apabila pergi ke tempat pembuangan air, maka beliau menjauh”. [HR. Abu
Dawud (1), At-Tirmidziy (20), An-Nasa’iy (17), dan Ibnu Majah (331). Di-shohih-kan Al-Albaniy dalam Ash-
Shohihah (1159)]
Adapun pada hari ini -alhamdulillah-, orang tidak perlu menjauh, karena WC dan toilet telah melindungi mereka
dari pandangan manusia, kecuali jika kita buang air di tempat yang terbuka, maka kita dianjurkan menjauh dari
pandangan manusia.

Jangan Buang Air di Jalan, Tempat Berteduh Manusia, dan Telaga

Ada beberapa tempat yang harus dijaga dari kotoran manusia, karena merupakan fasilitas orang banyak, dan tempat
aktifitas mereka. Karenanya, Allah melaknat orang yang mengotori semua tempat umum yang dimanfaatkan oleh
manusia. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

‫الظ ِل‬
ِ ‫ق َو‬ َّ ‫ع ِة‬
ِ ‫الط ِر ْي‬ ِ َ‫از فِ ْي ْال َم َو ِار ِد َوق‬
َ ‫ار‬ ُ ‫ ْالبِ َر‬:َ‫اِتَّقُ ْوا ْال َم ََلعِنَ الثََّلَثَة‬

“Waspadailah perbuatan-perbuatan yang bisa mendatangkan laknat : Buang air di sumber mata air, tengah jalan, dan
naungan (manusia)”. [HR. Abu Dawud (26), dan Ibnu Majah (328). Di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Al-Irwa’
(62)]

Muhaddits Negeri India, Al-Allamah Syamsul Haq Al-Azim Abadiy-rahimahullah- berkata dalam mengomentari
hadits seperti ini, “Hadits ini menunjukkan haramnya buang air di jalanan manusia, atau naungan mereka, karena hal
itu akan mengganggu kaum muslimin dengan menajisi orang yang lewat pada tempat itu, dan mengotorinya”. [Lihat
Aunul Ma’bud (1/31), cet. Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah, 1415 H]

Tidak Buang Air pada Air Tergenang atau Kamar Mandi.

Jika seorang buang air pada air tergenang, maka akan menyebabkan air rusak, dan bau pada tempat itu sehingga
mengganggu orang lewat. Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- melarang buang air pada air tergenang. Dari
Jabir -radhiyallahu ‘ anhu- dari Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa,

َّ ِ‫أَنَّهُ نَ َهى أ َ ْن يُبَا َل فِ ْي ْال َماء‬


‫الرا ِك ِد‬

“Beliau melarang kencing pada air yang tergenang”. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (281)]

Demikian pula kita dilarang buang air di kamar mandi, tapi buang air harus di tempat lain yang disiapkan untuk
kencing dan berak. Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

‫ََليَب ُْولَ َّن أ َ َحدُ ُك ْم فِ ْي ُم ْست َ َح ِم ِه ث ُ َّم يَ ْغت َ ِس ُل ِف ْي ِه‬

“Janganlah seorang diantara kalian buang air kecil di kamar mandinya, lalu ia mandi disitu”. [HR. Abu Dawud (27),
At-Tirmidziy (21), An-Nasa’iy (36), dan Ibnu Majah (304). Di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy Al-Atsariy
dalam Takhrij Al-Misykah (353)]

Berdo’a Sebelum Masuk ke Tempat Pembuangan Air

Berdo’a adalah adab yang senantiasa dilazimi oleh seorang mukmin dalam segala kondisinya agar ia tetap
mengingat Allah yang mengatur segala urusannya, dan dijauhkan dari setan yang selalu berusaha menghalangi dan
menggagalkan amal sholihnya. Sebab itu, kita dianjurkan saat masuk WC atau pembuangan air agar membaca do’a
sehingga menjadi senjata kuat dalam melindungi kita dari was-was satan.

Anas -radhiyallahu ‘anhu- berkata, “Dulu Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- jika hendak masuk ke tempat
pembuangan air, maka beliau berkata (berdo’a),

ِ ِ‫ث َو ْال َخ َبائ‬


‫ث‬ ِ ُ‫اللَّ ُه َّم ِإنِي أَع ُْوذُ ِبكَ مِ نَ ْال ُخب‬

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari para setan laki-laki, dan perempuan”. [HR. Al-Bukhoriy
(142), dan Muslim (375)]
Tak Menghadap ke Arah Kiblat dan tidak pula Membelakanginya

Kiblat adalah syi’ar ibadah bagi kaum muslimin yang harus dimuliakan sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya -
Shollallahu ‘alaihi wasallam-. Di antara bentuk pemuliaan Kiblat, seorang dilarang menghadap kiblat saat buang air
besar, maupun kecil atau meludah ke arah kiblat. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

ٍ‫ط فَ ََل تَ ْست َ ْقبِلُ ْوا ْال ِق ْبلَةَ َو ََل ت َ ْست َ ْدبِ ُر ْوهَا َببَ ْو ٍل َو ََل غَائِط‬
َ ِ‫إِذَا أَت َ ْيت ُ ُم ْالغَائ‬

“Jika kalian mendatangi tempat pembuangan air, maka janganlah menghadap kiblat, dan jangan pula
membelakanginya saat kencing, maupun berak”. [HR. Al-Bukhoriy (394), dan Muslim (264)]

Menjaga badan dan Pakaian Najis Tinja & Kencing

Jika kita akan buang air, maka perhatikan pakaian jangan sampai terkena kotoran tinja, dan percikan kencing
sehingga najisnya tetap ada pada pakaian kita atau badan kita, lalu kita bangkit melakukan sholat dalam keadaan
bernajis. Inilah yang menyebabkan datangnya adzab (siksa) bagi seorang muslim di alam kubur. Ibnu Abbas -
radhiyallahu ‘anhu- berkata,

َ‫ َوأ َ َّما اآلخ َُر فَ َكان‬,ِ‫ َبلَى ِإنَّهُ َك ِبي ٌْر أ َ َّما أَ َحدُ ُه َما فَ َكانَ َي ْم ِش ْي ِبالنَّمِ ْي َمة‬,‫ان ِف ْي َك ِبي ٍْر‬ ِ ‫ ِإنَّ ُه َما يُعذَّ َب‬:َ‫س َّل َم َّمََ ر ِبقَب َْري ِْن فَقَال‬
ِ ‫ان َو َما َي َعذَّ َب‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ ‫أ َ َّن َر‬
َ ِ‫س ْو َل هللا‬
‫ََل َي ْستَت ُِر مِ ْن َب ْو ِل ِه‬

“Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah melewati dua kubur seraya bersabda, “Sesungguhnya kedua
(penghuni)nya disiksa, sedang ia tak disiksa karena perkara besar (menurut sangkaanya, pen). Bahkan itu
(sebenarnya) adalah perkara besar. Adapun salah satu diantaranya, ia melakukan adu domba. Adapun yang kedua, ia
tidak berlindung dari (percikan) kencingnya”.”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (216), dan Muslim dalam
Shohih-nya (111)]

Perhatikan bagaimana Allah menyiksa dua orang dalam kuburnya akibat “perkara yang dianggap sepele” oleh
sebagian orang pada hari ini, yaitu kencing sembarangan, dan adu domba (gosip yang merusak hubungan dua
pihak). Jadi, kencing sembarangan, dan gosip yang merusak hubungan dua pihak merupakan perkara yang besar di
sisi Allah, sekalipun ia “remeh” dalam pandangan sebagian manusia. Oleh karenanya, kita sesalkan ada sebagian
diantara saudara-saudara kita yang masih sembarangan kencing, tanpa memperhatikan apakah kencingnya mengenai
dirinya atau tidak !!
Cebok dengan Tangan Kiri, bukan dengan Tangan Kanan !!

Allah -Ta’ala- telah mengatur segala sesuatu pada tempatnya masing-masing; tangan kanan untuk menggenggam
sesuatu yang bersih dan baik. Adapun kiri, maka fungsinya untuk menggenggam sesuatu yang kotor, dan jorok.
Dengarkan A’isyah saat ia menggambarkan pribadi Teladan kita -Shollallahu ‘alaihi wasallam-,

‫َت َيدُهُ ْاليُس َْرى ِلخ َََلئِ ِه َو َما َكانَ مِ ْن أَذًى‬


ْ ‫ط َعامِ ِه َوكَان‬ ُ ‫س َّل َم ْالي ُْمنَى ِل‬
َ ‫ط ُه ْو ِر ِه َو‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫س ْو ِل هللا‬ ْ ‫كَان‬
ُ ‫َت َيدُ َر‬

“Adalah tangan kanan Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- untuk wudhu’nya, dan makannya; tangan kirinya
untuk cebok, dan sesuatu yang kotor”. [HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (33). Hadits ini di-shohih-kan oleh
Syaikh Al-Albaniy Al-Atsariy dalam Irwa’ Al-Gholil (93)]

Jadi, ketika cebok, pakailah tangan kiri; saat makan dan minum, maka pakailah tangan kanan. Jangan seperti
sebagian orang jahil, ia makan dengan tangan kirinya yang dipakai cebok dan membersihkan kotoran. Amat jorok
dan kotor orang yang seperti ini.

Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- juga pernah bersabda,

ْ َّ‫ََل ي ُْم ِسك ََّن أ َ َحدُ ُك ْم ذَك ََرهُ ِبيَمِ ْينِ ِه َوه َُو َيب ُْو ُل َو ََل َيت َ َمسَّحْ مِ نَ ْالخ َََلءِ ِبيَمِ ْي ِن ِه َو ََل َيتَنَف‬
ِ ْ ‫س فِ ْي‬
ِ‫اْلنَاء‬

“Janganlah seorang diantara kalian memegang kemaluannya dengan tangan kanannya, sedang ia kencing; jangan
cebok dari kotoran dengan tangan kanan, dan jangan bernafas dalam wadah/gelas (saat minum)”. [HR. Al-Bukhoriy
dalam Shohih-nya (153), dan Muslim dalam Shohih-nya (267)]

Istinja’ (Cebok) dengan Menggunakan Air

Tinja dan kencing adalah najis yang harus disingkirkan dari pakaian, badan, dan kehidupan kita sehingga kita bisa
beribadah, dan mu’amalah dengan baik.

Sarana terbaik membersihkan tinja adalah air. Anas bin Malik-radhiyallahu ‘anhu- berkata,

ِ‫عنَزَ ة ً فَيَ ْستَ ْن ِج ْي بِ ْال َماء‬


َ ‫ي إِدَ َاوة ً مِ ْن َماءٍ َو‬ ُ ‫سلَّ َم َي ْد ُخ ُل ْالخ َََل َء فَأَحْ مِ ُل أَنَا َو‬
ْ ‫غ ََل ٌم نَحْ ِو‬ َ ِ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُ ‫َكانَ َر‬
َ ِ‫س ْو ُل هللا‬

“Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- pernah memasuki tempat pembuangan air. Maka aku pun dan seorang
bocah sebaya denganku datang membawa seember air dan tombak kecil, lalu beliau pun ber-istinja’ (cebok) dengan
air”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (152), dan Muslim (271)]

Jika suatu saat kita tak menemukan air, maka kita boleh menggunakan tiga buah batu, atau tissue ketika ber-
istinja’.Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

ُ‫ع ْنه‬ ٍ ‫َب أ َ َحدُ ُك ْم ِإلَى ْالغَائِطِ فَ ْل َي ْذهَبْ َم َعهُ ِبث َ ََلث َ ِة أَحْ َج‬
َ ‫ار َي ْستَطِ يْبُ ِب ِه َّن فَإِنَّ َها تُجْ ِزى ُء‬ َ ‫ِإذِا ذَه‬

“Jika seorang diantara kalian pergi buang air, maka hendaknya ia membawa tiga batu yang dipakai untuk istinja’,
karena (tiga) batu tersebut mencukupi baginya (untuk cebok)”. [HR. Abu Dawud (40), dan An-Nasa’iy (44)]
Namun disana ada benda-benda yang tak boleh digunakan cebok, sebab telah ada larangan Nabi -Shollallahu ‘alaihi
wasallam- dari menggunakannya.Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
‫ظ ِام فَإِنَّهُ زَ ادُ إِ ْخ َوانِ ُك ْم مِ نَ ْال ِج ِن‬
َ ‫ث َو ََل با ِْل ِع‬ َّ ِ‫ََل ت َ ْست َ ْن ُج ْوا ب‬
ِ ‫الر ْو‬

“Jangan cebok dengan menggunakan tahi binatang, dan tulang-belulang, karena itu adalah makanan saudara-saudara
kalian dari kalangan jin”. [HR. At-Tirmidziy dalam As-Sunan (18), dan An-Nasa’iy dalam As-Sunan Al-Kubro (39).
Di-shohih-kan Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (350)]

Menggosokkan Tangan pada Tanah Usai Istinja’

Usai cebok, seorang dianjurkan agar menggosokkan tangannya ke tanah demi membersihkan tangan dari sisa dan
bau tinja. Boleh juga memakai sabun dan pengharum lainnya. Namun menggosokkan tangannya ke tanah lebih
utama, karena demikianlah petunjuknya dalam sunnah, wallahu a’lam !

Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu- berkata,

َ ‫ضأ‬
َّ ‫ض ث ُّ َّم أَتَ ْيتُهُ ِبإِنَاءٍ آخ ََر فَت ََو‬
ِ ‫لى ْاْل َ ْر‬
َ ‫ع‬ َّ ‫سلَّ َم إِذَا أَت َى ْالخ َََل َء أَت َ ْيتُهُ بِ َماءٍ فَ ْي ت َْو ٍر أ َ ْو َر ْك َوةٍ فَا ْستَ ْن َجى ث ُ َّم َم‬
َ ُ‫س َح يَدَه‬ َ ُ‫ص َّلى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ُّ ِ‫َكانَ النَّب‬
َ ‫ي‬

“Dulu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- jika mau buang air, maka aku bawakan air dalam bejana atau timba kecil.
Lalu beliau beristinja’, kemudian menggosokkan tangannya pada tanah. Lalu aku bawakan bejana lain, kemudian
beliau berwudhu’”. [HR. Abu Dawud (45). Di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (360)]

Berdoa Ketika Keluar WC

Selama di dalam WC, mugkin kita akan banyak melamun, dan tidak bisa berdzikir. Maka saat keluar, disyari’atkan
membaca do’a. A’isyah -radhiyallahu ‘anha- berkata, “Jika beliau (Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-) keluar dari
WC, maka beliau berdo’a,

‫غ ْف َرانَك‬
ُ

“Aku memohon ampunan-Mu”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Al-Adab Al-Mufrod (693), Abu Dawud dalam As-Sunan
(30), At-Tirmidziy dalam As-Sunan (7), dan Ahmad (6/155 no. 25261). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Hakim,
Abu Hatim Ar-Roziy, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Ibnul Jarud, An-Nawawiy, Adz-Dzahabiy, Al-Albaniy
sebagaimana dalam Al-Irwa’ (1/91). Demikian pula hadits ini di-hasan-kan oleh Syu’aib Al-Arnauth dalam Takhrij
Al-Musnad (no. 25261), dan Abu Ishaq Al-Huwainiy dalam Ghouts Al-Mukdud (1/51)]

Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 61 Tahun I.

Anda mungkin juga menyukai