Anda di halaman 1dari 18

Materi Hiperoituitarisme

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ 1
KATA PENGANTAR ..................................................................................... 2
DAFTAR ISI .................................................................................................... 3
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 4
1.2 Tujuan ...................................................................................... 4
BAB II : KONSEP DASAR PENYAKIT
2.1 Definisi ..................................................................................... 5
2.2 Etiologi ..................................................................................... 5
2.3 Manifestasi Klinis ..................................................................... 5
2.4 Patofisiologi .............................................................................. 6
2.5 Pemeriksaan Penunjang ............................................................ 8
2.6 Terapi ........................................................................................ 8
2.7 Pencegahan ............................................................................... 9
2.8 Web of Causation ..................................................................... 11
BAB III : KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Gambaran Kasus ....................................................................... 12
3.2 Pengkajian ................................................................................ 12
3.3 Diagnosa Keperawatan ............................................................. 13
3.4 Intervensi .................................................................................. 14
3.5 Evaluasi .................................................................................... 15
BAB IV : ASPEK LEGAL ETIK
4.1 Identifikasi Isu .......................................................................... 16
4.2 Analisa ...................................................................................... 16
4.3 Membuat Keputusan ................................................................. 17
BAB V : PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................... 18
5.2 Saran ......................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.1. Latar Belakang


Hipertiroidisme dan tirotoksikosis sering dipertukarkan. Tirotoksikosis
berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan
bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan. Sedangkan
hipertiroidisme adalah tirotoksikosis sebagai akibat produksi tiroid itu sendiri.
Tirotoksikosis terbagi atas kelainan yang berhubungan dengan hipertiroidisme dan
yang tidak berhubungan dengan hipertiroidisme. Tiroid sendiri diatur oleh kelenjar
lain yang berlokasi di otak, disebut pituitari. Pada gilirannya, pituitari diatur
sebagian oleh hormon tiroid yang beredar dalam darah (suatu efek umpan balik dari
hormon tiroid pada kelenjar pituitari) dan sebagian oleh kelenjar lain yang disebut
hipothalamus, juga suatu bagian dari otak.
Hiperpituitari adalah suatu kondisi patologis yang terjadi akibat tumor atau
hiperplasi hipofisisme sehingga menyebabkan peningkatkan sekresi salah satu
hormone hipofise atau lebih.
Hipothalamus melepaskan suatu hormon yang disebut thyrotropin releasing
hormone (TRH), yang mengirim sebuah sinyal ke pituitari untuk melepaskan
thyroid stimulating hormone (TSH). Pada gilirannya, TSH mengirim sebuah signal
ke tiroid untuk melepas hormon-hormon tiroid. Jika aktivitas yang berlebihan dari
yang mana saja dari tiga kelenjar-kelenjar ini terjadi, suatu jumlah hormon-hormon
tiroid yang berlebihan dapat dihasilkan, dengan demikian berakibat pada
hipertiroid. Pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid
yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak
jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).

1.1.2. Tujuan
 Untuk mengetahui konsep teori pada penyakit hiperpituitarisme
 Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada penderita
hiperpituitarisme
BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1.1 Definisi
Hiperpituitarisme adalah suatu kondisi patologis yang terjadi akibat tumor
atau hiperplasi hipofisisme sehingga menyebabkan peningkatkan sekresi salah satu
hormone hipofise atau lebih yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitari . Hormon –
hormon hipofisis lainnya sering dikeluarkan dalam kadar yang lebih rendah (Hotma
Rumahardo, 2000)

2.1.2 Etiologi
Hiperpituitari dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar hipofisis atau hipotalamus,
penyebab mencakup :
a) Adenoma primer salah satu jenis sel penghasil hormon, biasanya sel
penghasil GH, ACTH atau prolakter.
b) Tidak ada umpan balik kelenjar sasaran, misalnya peningkatan kadar TSH
terjadi apabila sekresi HT dan kelenjar tiroid menurun atau tidak
ada. (Elisabeth, Endah P. 2000)

2.1.3 Manifestasi Klinis


a) Perubahan bentuk dan ukuran tubuh serta organ – organ dalam (seperti
tangan, kaki, jari – jari tangan, lidah, rahang, kardiyamegali)
b) Impotensi
c) Visus berkurang
d) Nyeri kepala
e) Perubahan siklus menstruasi (pada klien wanita), infertilitas
f) Libido seksual menurun
g) Kelemahan otot, kelelahan dan letargi (Hotman Rumahardo, 2000)
2.1.4 Patofisiologi
Hiperfungsi hipofise dapat terjadi dalam beberapa bentuk bergantung pada sel
mana dari kelima sel-sel hipofise yang mengalami hiperfungsi.

Kelenjar biasanya mengalami pembesaran disebut adenoma makroskopik bila


diameternya lebih dari 10 mm atau adenoma mikroskopik bila diameternya kurang
dari 10 mm, yang terdiri atas 1 jenis sel atau beberapa jenis sel. Adenoma hipofisis
merupakan penyebab utama hiperpituitarisme.penyebab adenoma hipofisis belum
diketahui. Adenoma ini hampir selalu menyekresi hormon sehingga sering disebut
functioning tumor.

Kebanyakan adalah tumor yang terdiri atas sel-sel penyekresi GH,ACTH dan
prolaktin. Tumor yang terdiri atas sel-sel pensekresi TSH-,LH- atau FSH- sangat
jarang terjadi. Functioning tumor yang sering di temukan pada hipofisis anterior
adalah:

1) prolactin-secreting tumors ( tumor penyekresi prolaktin ) atau prolaktinoma.


Prolaktinoma (adenoma laktotropin) biasanya adalah tumor kecil, jinak,
yang terdiri atas sel-sel pensekresi prolaktin. Gejala khas pada kondisi ini sangat
jelas pada wanita usia reproduktif dan dimana terjadi tidak menstruasi, yang bersifat
primer dan sekunder, galaktorea (sekresi ASI spontan yang tidak ada hubungannya
dengan kehamilan), dan infertilitas.
2) somatotroph tumors ( hipersekresi pertumbuhan )
Adenoma somatotropik terdiri atas sel-sel yang mengsekresi hormon
pertumbuhan. Gejala klinik hipersekresi hormon pertumbuhan bergantung pada
usia klien saat terjadi kondisi ini.
Misalnya saja pada klien prepubertas,dimana lempeng epifise tulang panjang belum
menutup, mengakibatkan pertumbuhan tulang-tulang memanjang sehingga
mengakibatkan gigantisme. Pada klien postpubertas, adenoma somatotropik
mengakibatkan akromegali, yang ditandai dengan perbesaran ektremitas ( jari,
tangan, kaki ), lidah, rahang, dan hidung. Organ-organ dalam juga turut membesar
( misal; kardiomegali).Kelebihan hormon pertumbuhan menyebabkan gangguan
metabolik, seperti hiperglikemia dan hiperkalsemia. Pengangkatan tumor dengan
pembedahan merupakan pengobatan pilihan. Gejala metabolik dengan tindakan ini
dapat mengalami perbaikan, namun perubahan tulang tidak mengalami reproduksi.

3) corticotroph tumors ( menyekresi ardenokortikotrofik /ACTH )


Adenoma kortikotropik terdiri atas sel-sel pensekresi ACTH. Kebanyakan
tumor ini adalah mikroadonema dan secara klinis dikenal dengan tanda khas
penyakit Cushing’s.

Ada dua perubahan fisiologis karena tumor hipofisis:


1) perubahan yang timbul karena adanya space-occupying mass dalam kranium.
2) perubahan yang di akibatkan oleh hipersekresi hormone dari tumornya itu
sendiri.
Adenoma hipofisis adalah adenoma intraselular (tumor didalam sella tursika ),
dengan besar diameter kurang dari 1cm dengan tanda-tanda hipersekresi
hormone.

Klasifikasi hipofisis/ adenoma hipofisis.


1) encapsulated (tidak ada metastasis dalam sella tursika )
2) invasive ( sella tursika rusak karena metastasis )
3) mikroadenoma ( encapsulate tumor dengan diameter kurang dari 10 mm )
4) makroadenoma ( encapsulate tumor dengan diameter lebih dari 10mm).

Perubahan neorologis bisa terjadi akibat tekanan jaringan tumor yang semakin
membesar.tekanan ini bisa terjadi saraf optic, saraf karnial III (okulomotor ), saraf
karnial IV ( troklear ), dan saraf karnial V (trigeminal).tumor yang sangat besar bisa
menginfiltrasi hipotalamus.

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang


1) Pemeriksaan Laboratorik.
Pengeluaran 17 ketosteroid dan 17 hidraksi kortikosteroid dalam urin
menurun, BMR menurun.
2) Pemeriksaan Radiologik / Rontgenologis Sella Tursika
a. Foto polos kepala
b. Poliomografi berbagai arah (multi direksional)
c. Pneumoensefalografi
d. CT Scan
e. Angiografi serebral
3) Pemeriksaan Lapang Pandang
a. Adanya kelainan lapangan pandang mencurigakan
b. Adanya tumor hipofisis yang menekan kiasma optik
4) Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan kartisol, T3 dan T4, serta esterogen atau testosteron
b. Pemeriksaan ACTH, TSH, dan LH
c. Tes provokasi dengan menggunakan stimulan atau supresan hormon,
dan dengan melakukan pengukuran efeknya terhadapkadar hormon
serum.

2.1.6. Terapi
Dikenal 2 macam terapi, yaitu:
1) Terapi pembedahan
Tindakan pembedahan adalah cara pengobatan utama. Dikenal dua macam
pembedahan tergantung dari besarnya tumor yaitu : bedah makro dengan
melakukan pembedahan pada batok kepala (TC atau trans kranial) dan bedah mikro
(TESH atau trans ethmoid sphenoid hypophysectomy). Cara terakhir ini (TESH)
dilakukan dengan cara pembedahan melalui sudut antara celah infra orbita dan
jembatan hidung antara kedua mata, untuk mencapai tumor hipofisis. Hasil yang
didapat cukup memuaskan dengan keberhasilan mencapai kadar HP yang
diinginkan tercapai pada 70 – 90% kasus. Keberhasilan tersebut juga sangat
ditentukan oleh besarnya tumor.
Efek samping operasi dapat terjadi pada 6 – 20% kasus, namun pada
umumnya dapat diatasi. Komplikasi pasca operasi dapat berupa kebocoran cairan
serebro spinal (CSF leak), fistula oro nasal, epistaksis, sinusitis dan infeksi pada
luka operasi.
Keberhasilan terapi ditandai dengan menurunnya kadar GH di bawah 5 µg/l.
Dengan kriteria ini keberhasilan terapi dicapai pada 50 – 60% kasus, yang terdiri
dari 80% kasus mikroadenoma, dan 20 % makroadenoma.

2) Terapi radiasi
Indikasi radiasi adalah sebagai terapi pilihan secara tunggal, kalau tindakan
operasi tidak memungkinkan, dan menyertai tindakan pembedahan kalau masih
terdapat gejala akut setelah terapi pembedahan dilaksanakan.
Radiasi memberikan manfaat pengecilan tumor, menurunkan kadar GH , tetapi
dapat pula mempengaruhi fungsi hipofisis. Penurunan kadar GH umumnya
mempunyai korelasi dengan lamanya radiasi dilaksanakan. Eastment dkk
menyebutkan bahwa, terjadi penurunan GH 50% dari kadar sebelum disinar (base
line level), setelah penyinaran dalam kurun waktu 2 tahun, dan 75% setelah 5 tahun
penyinaran.
Peneliti lainnya menyebutkan bahwa, kadar HP mampu diturunkan dibawah 5
µg/l setelah pengobatan berjalan 5 tahun, pada 50% kasus. Kalau pengobatan
dilanjutkan s/d 10 tahun maka, 70% kasus mampu mencapai kadar tersebut.

2.1.7 Pencegahan
 Primer
• Edukasi
Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam hal pola makan dan
memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
• Penyuntikan lipidol
Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk yang tinggal di daerah endemik
diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali dengan dosis untuk orang dewasa dan
anak di atas enam tahun 1 cc, sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8
cc.
 Sekunder
 Tindakan Operasi
 Pada struma nodosa non toksik yang besar dapat dilakukan tindakan operasi
bila pengobatan tidak berhasil, terjadi gangguan misalnya : penekanan pada
organ sekitarnya, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.
 thyroidectomi. Pada pelaksanaannya ada yang mengangkat sebagain
kelenjar (hemithyroidectomi, subtotal thyroidectomi, isthmolobectomi),
keseluruhan (total thyroidectomi) atau bisa juga radikal thyroidectomi pada
kasus kanker. Pemilihan itu tergantung dari kasus atau kelainan yang
dijumpai.
 Tersier
 Cukupilah makanan ber-Yodium dalam nutrisi sehari-hari, seperti
mengkonsumsi garam beryodium.
 Diet yang bergizi baik.
 Olahraga yang teratur.
 Menghindari gaya hidup yang tidak sehat dan beresiko.
 Menaati nasehat dari Dokter dan minumlah obat yang diresepkan dengan
teratur (anti-tirod dan Yodium radioaktif).
2.1.7 WOC (Web of Causation)

Penekan pembentukan Antibody Immunoglobulin


Kelenjar mengalami
pembesaran
TSH oleh kelenjar (TSI) berikatan dengan
hipofisanterior reseptor

Adenoma hipofise Mengikat TSH

Menyekresi hormon GH, ACTH &


Prolaktin Konsentrasi TSH
TSH meningkat
plasma menurun

Pensekresi TSH – LH atau FSH Merangsang aktifitas


Terjadi sekresi HT
CAMP dalam sel

Kelenjar tyroid
Tumor menurun

Penekanan Jaringan

Nyeri

hiperpituitarisme adalah sekresi


berlebihan hormone hipofisisn anterior.
Hiperpituitarisme biasanya mengenai
hanya satu jenis hormone hipofisis.
Hormon-hormon hipofisis lainya sering
di keluarkan dalam kadar yang lebih
rendah (corwin J Elizabeth 2001)

Reaksi inflamasi
autoimun

Mengenai daerah
jaringan periorbital &
otot

Bola mata Perubahan sensori perseptual


eksopatalamus
terdesak keluar
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1.1 Gambaran Kasus


Seorang anak berusia 13 tahun dibawa ke Poli Tumbuh Kembang karena
dia tumbuh melebihi anak seusianya. BB lahirnya adalah 3 kg. Hasil
pemeriksaan fisik menunjukkan TB 181,7 cm, BB 79,1 kg, nadi 100x/menit,
dan TD 110/65 mmHg, mengalami kelemahan otot, nyeri kepala hebat, dan
pandangan matanya kabur. Pemeriksaan X – Ray toraks dan EKG normal, kadar
BUN kreatinin, serum kalsium, kolesterol, dan elektrolit juga normal. Hasil
pemeriksaan fungsi tyroid menunjukkan protein bound iodine 4,3 µ/100 ml,
BMR meningkat 40%, dan tyroidal radioaktif meningkat 5,9%. Pada
pemeriksaan visus dinyatakan menurun
3.1.2 Pengkajian
A. Keluhan Utama :
 Mengalami kelemahan otot
 Nyeri kepala hebat
 Pandangan matanya kabur

B. Pemeriksaan Fisik :
 TB : 181,7 cm
 BB : 79,1 kg
 Mengalami kelemahan otot
 Nyeri kepala hebat
 Pandangan matanya kabur
 Amati bentuk wajah.
 Kepala, tangan/lengan, dan kaki bertambah besar, dagu menjorok ke
depan.
 Adanya kesulitan menguyah.
 Adanya perubahan pada persendian dimana klien mengeluh nyeri dan
sulit bergerak.
 Peningkatan respirasi kulit.
 Suara membesar karena hipertropi laring.
 Pada palpasi abdomen, ditemukan hepatomegali.
 Disfagia akibat lidah membesar.

C. Pemeriksaan Penunjang :
 Nadi : 100x/menit
 TD : 110/65 mmHg
 Pemeriksaan X – Ray toraks dan EKG : normal
 Kadar BUN kreatinin, serum kalsium, kolesterol, dan elektrolit : normal
 Pemeriksaan fungsi tyroid :
 protein bound iodine : 4,3 µ/100 ml
 BMR : meningkat 40%,
 Tyroidal radioaktif : meningkat 5,9%
 Pada pemeriksaan visus : menurun

3.1.3 Diagnosa Keperawatan


Data Etiologi Masalah Keperawatan
Subjektif : Penekanan jaringan Nyeri
 Pasien mengatakan nyeri oleh tumor
kepala hebat
Objektif :
 Skala nyeri 9
Subjektif : Gangguan transmisi Perubahan sensori
 Pasien mengatakan impuls perseptual (penglihatan)
kekerunan pada mata
Objektif :
 Pemeriksaan visus
dinyatakan menurun
 Diagnosa Keperawatan :
1. Nyeri berhubungan dengan penekanan jaringan oleh tumor
2. Perubahan sensori perseptual (penglihatan) berhubungan dengan gangguan
transmisi impuls

3.1.4 Intervensi Keperawatan


1. Nyeri berhubungan dengan penekanan jaringan oleh tumor.
 Tujuan :
 Perubahan dalam rasa nyaman
 Penurunan tingkat nyeri
 Kriteria Hasil :
 Pasien tidak mengeluh nyeri
 Pasien merasa nyaman
 Skala nyeri 2 ( 0 – 4 )
Intervensi Rasional
Dorong klien agar mau mengungkapkan Agar perawat mengetahui apa yang
apa yang dirasakan. dirasakan klien.

Kaji skala nyeri Untuk mengetahui intensitas dari nyeri dan


menentukan intervensi selanjutnya.

Berikan tehnik relaksasi dan distraksi Pengalihan perhatian dapat mengurangi


rasa nyeri.

Kolaborasi pemberian analgetik untuk Pemberian obat analgetik untuk


mengurangi rasa nyeri. mengurangi nyeri.

2. Perubahan sensori perseptual (penglihatan) berhubungan dengan gangguan


transmisi impuls
 Tujuan :
 Pasien mencapai fungsi optimal dalam batas-batas kemampuan
 Kriteria Hasil
 Kemampuan untuk merawat diri
 Kemampuan mengatur lingkungan yang aman
 Berorientasi pada tempat dan nama, tidak terjadi cedera
Intervensi Rasional
Dorong klien agar mau Agar perawat mengetahui jarak lapang
melakukan
pemeriksaan lapang klien.
pandang.
Nilai usia pasien Kejadiandegenerasimuscular,katarak,kerusakan
retina

3.1.5 Evaluasi
• Jalan nafas pasien efektif
• Komunikasi verbal dari pasien lancar
• Tidak terjadi tanda-tanda infeksi
• Gangguan rasa nyaman dari pasien dapat berkurang
BAB IV
ASPEK LEGAL ETIK
4.1.1 Identifikasi Isu
Kelenjar hipofisis adalah suatu kelenjar yang terletak di dasar tengkorak
dibawah hypothalamus yang memegang peranan penting dalam sekresi hormon dari
semua organ-organ endokrin. Hormon yang diproduksi sebagai stimulator-
provokator organ organ lain sehingga mampu aktif.
Angka kejadian gangguan kelenjar pituary dari episode konsultan rumah sakit
di Inggris tahun 2002-2003 sebanyak 0,016% (2.061) mengalami hipofungsi dan
gangguan lain dari kelenjar hipofisis, persentase dari laki-laki dan perempuann
adalah 54% laki-laki dan selebihnya untuk perempuan. Di Jepang, terdapat 1.272
pasien dewasa dengan hipopituitari (SMU, 2004). Hypopituitarism terdaftar
sebagai gangguan langka oleh Institut Kesehatan Nasional (NIH), yang
mempengaruhi kurang dari 200.000 orang di Amerika Serikat. Secara internasional,
hypopituitarism memiliki kejadian diperkirakan 4,2 kasus per 100.000 per tahun
dan prevalensi diperkirakan 45,5 kasus per 100.000 tanpa perbedaan gender. Regal
et al melaporkan studi pertama merinci prevalensi dan kejadian hypopituitarism
dalam suatu populasi di barat laut Spanyol. Mereka mempelajari populasi dewasa
dari 146.000 dan menemukan prevalensi 45,5 kasus per 100.000 penduduk
(Corenblum, 2013).
Dampak lanjut pada gangguan kelenjar hipofise tejadi hipersekresi maupun
hiposekresi hormon, hal ini akan menyebabkan beberapa kelainan yang perlu kita
ketahui tanda, diagnosa dan penatalaksanaanya. Masalah tersebut dapat diatasi
dengan peran aktif petugas kesehatan baik berupa promotif, preventiv, kuratif dan
rehabilitatif. Hal ini dilakukan dengan pendidikan kesehatan, pencegahan,
pengobatan sesuai program dan memotivasi klien agar cepat pulih sehingga dapat
meningkatkan derajat kesehatan secara optimal.
4.2.1 Analisa
Seorang anak berusia 13 tahun dibawa ke Poli Tumbuh Kembang karena dia
tumbuh melebihi anak seusianya. BB lahirnya adalah 3 kg. Hasil pemeriksaan fisik
menunjukkan TB 181,7 cm, BB 79,1 kg, nadi 100x/menit, dan TD 110/65 mmHg,
mengalami kelemahan otot, nyeri kepala hebat, dan pandangan matanya kabur.
Pemeriksaan X – Ray toraks dan EKG normal, kadar BUN kreatinin, serum
kalsium, kolesterol, dan elektrolit juga normal. Hasil pemeriksaan fungsi tyroid
menunjukkan protein bound iodine 4,3 µ/100 ml, BMR meningkat 40%, dan
tyroidal radioaktif meningkat 5,9%. Pada pemeriksaan visus dinyatakan menurun
4.3.1 Membuat Keputusan
Pengobatan lebih di tujukan kepada menggatikan kekurangan hormon target,
bukan hormon hipofisis. Jika terjadi kekurangan TSH maka di berikan hormon
tiroid, jika terjadi kekurangan kortikotropin di berikan hormon adrenokortikal dan
jika terjadi kekurangan LH dan FSH di berikan estrogen progesteron atau
testosteron. Hormon pertumbuhan biasanya di berikan kepada anak-anak.
Jika penyebabnya adalah tumor hipofisis yang kecil, maka di lakukan
pengangkatan tumor, Tumor penghasil prolaktin di atasi dengan pemberian
bromokriptin. Penyinaran dengan kekuatan tinggi atau dengan proton juga bisa di
gunakan untuk menghancurkan tumor hpofise. Tumor yang besar dan telah
menyebar keluar sella tursika tidak mungkin hanya di atasi dengan pembedahan.
Setelah pembedahan harus di berikan penyinaran berkekuatan tinggi untuk
membunuh sisa sel-sel tumor. Terapi penyinaran cenderung menyebabkan
hilangnya fungsi hipofisis secara perlahan, baik sebagian maupun keseluruhan.
Karena itu fungsi kelenjar target biasanya di nilai setiap 3-6 bulan untuk tahun
pertama kemudian setiap tahun pada tahun berikutnya.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hiperpituitari adalah suatu kondisi patologis yang terjadi akibat
tumor atau hiperplasi hipofisisme sehingga menyebabkan peningkatkan sekresi
salah satu hormonhipofise atau lebih. Masalah keperawatan utama yang muncul
pada penyakit hiperpituitari adalah nyeri dan perubahan sensori perseptual
(penglihatan)

B. Saran
1) Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui penyebab, tanda gejala dari
tumor otak serta penanganannya agar dapat menghindari terjadinya tumor otak baik
untuk dirinya sendiri maupun keluarganya. Serta hendaknya mampu memberikan
asuhan keperawatan pada klien dengan hiperpituitari secara holistik didasari dengan
pengetahuan yang mendalam mengenai penyakit tersebut.

2) Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat mampu untuk menjaga kesehatannya terutama jika
ada infeksi pada hipofisis di otak agar dapat cepat ditangani agar tidak
menimbulkan penyakit hiperpituitari.

3) Bagi Institusi
Diharapkan makalah asuhan keperawatan ini dapat menjadi refrensi untuk
menambah pengetahuan tentang penyakit hiperpituitari tersebut
DAFTAR PUSTAKA

1. Francis S. 2002. Endrokinologi Dasar Dan Klinik. Greenipan Smeltzer Dan


Base Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Buku Kedokteran Vol. 2
2. Elisabeth j. Corwin. 2000. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta : EGC.
3. Doengoes, Marlyn. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta :
EGC.
4. Hotman Rumahardo. 2002. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Endrokin. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai