Anda di halaman 1dari 17

Liberalisasi ekonomi bukan lagi menjadi pembahasan yang terasa asing di

telinga. Paling tidak istilah ini sama populernya dengan globalisasi. Pada dasarnya
istilah liberalisasi dan globalisasi merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Perkembangan yang terjadi sekarang banyak pihak melawankan istilah globalisasi
dengan regionalisasi. Khususnya ketika gejala regionalisasi seperti AFTA
(ASEAN Free Trade Area). Negara-negara ASEAN sepakat agar pemerintah
masing-masing Negara dapat memfasilitasi proses market driven integration.
Kesadaran ini mengarah pada keputusan untuk mendirikan ASEAN Free Trade
Area (AFTA). Pada intinya AFTA akan
membantu negara-negara ASEAN mewujudkan wilayahnya sebagai tempat
investasi dan pasar yang menarik.
Namun demikian kritikan terhadap kegiatan perdagangan di kawasan ASEAN
terus mengalir. Semua Negara ASEAN mengalami peningkatan dari nilai
ekspornya ke ASEAN, akan tetapi jika dinyatakan dalam kontribusinya terhadap
total ekspor ASEAN selama lima tahun ini menunjukkan penurunan, termasuk
Negara Indonesia.
Negara sepakat untuk mempercepat penurunan berbagai tarif hingga tahun 2003,
namun beberapa kalangan menilai skema ini sangat ambisius, kemajuannya
berjalan sangat lambat, sebagai akibat terjadinya kemunduran liberalisasi di sektor
pertanian. Bila Indonesia memiliki daya dagang yang rendah, maka akan semakin
terperosok. AFTA juga dapat membuat perpajakan inpor berkurang karena keluar-
masuk barang dibebaskan, yang artinya tidak dikenakannya beacukai.
Seperti hal lainya, AFTA juga memiliki sisi positif. Berartikan bahwa AFTA
memiliki dampak positif. Pertama, tumbuhnya pasar finansial internasional akan
memberikan tabungan dan investasi yang cukup sebagai mesin pertumbuhan.
Kedua, terbukanya perdagangan internasional akan kembali merealokasi
sumberdaya yang ada dalam penggunaan yang lebih efisien berdasarkan pada
keunggulan komparatif. Ketiga, meningkatnya tingkat persaingan akan juga
meningkatkan efisiensi dalam hal ini dengan input yang sama akan dihasilkan
output yang jumlahnya jauh lebih besar. Dalam istilah ekonomi, alasan pertama
disebut juga scale efficiency of factor accumulation, yang kedua, allocation
efficiency, dan yang ketiga, disebut sebagai technical efficiency. Ketiga faktor
yang disebut di atas dikenal juga sebagai sumber pertumbuhan ekonomi/sources
of growth. Hal positif lainnya bagi Indonesia, yakni Meningkatnya ketersediaan
input dan jenisnya, Teknologi Baru Produktivitas meningkat, dan Daya saing
internasional meningkat Perluasan Ekspor Meningkatnya skala ekonomi,
teknologi baru, dan kemampuan menajemen. Hal tersebut dapat menyebabkan
tersebarnya tenaga kerja di Indonesia yang dapat mengurangi tingkat
pengangguran.
Dari berbagai dampak di atas, maka akan memengaruhi perekonomian di
Indonesia. Upaya untuk membuka perekonomian nasional dengan kata lain
membuka hambatan-hambatan yang ada sudah dimulai sejak tahun awal orde baru
(1967-1972) melalui program stabilisasi. Pada waktu tersebut Indonesia sudah
menganut sistem arus modal yang bebas (free capital flow), sebagai upaya untuk
mengoptimalkan sumber-sumber pembiayaan internasional yang diperlukan untuk
membiayai pembangunan nasional. Namun demikian pada masa “boom” minyak
di tahun 1972 sampai 1981, kebijakan perdagangan dan investasi yang liberal di
periode sebelumnya mulai berubah. Selain sentimen nasionalis yang mulai pada
masa ini, kebijakan pemerintah juga mulai bersifat proteksionis dan
intervensionis. Kebijakan perdagangan dan Indonesia sendiri lebih menyukai
menggunakan istilah ‘adjustment’ atau ‘deregulasi’ dan menghindari ‘liberalisasi’
karena masih adanya ketidakpercayaan akan manfaat liberalisasi ekonomi,
mekanisme pasar, dan dominannya kepemilikan perusahaan swasta pada segelintir
orang di berbagai sektor ekonomi. Sejak jaman penjajahan kolonial Belanda,
liberalisme dan capitalisme secara lemah disamakan dengan colonialism dan
exploatation oleh orang asing. Dalam kurun waktu 1966-1974 kebijakan
perdagangan Indonesia berada dalam proses transisi dari sangat restriktif menjadi
lebih liberal. Di tahun 1966 pajak impor sangat tinggi 200%, sebagai salah satu
sumber pendapatan dari pajak pada periode hiperinflasi. Sejak tahun 1968 tarif
terus diturunkan di tahun 1971 hanya sebesar 3.0% dari total items dikenakan tarif
60% atau lebih. Investasi lebih diarahkan menuju substitusi impor dan proteksi
terhadap industri domestik. Tingkat proteksi efektif/ Efective Rate of Protection
(ERP) di tahun 1971 untuk komoditas yang dapat di ekspor bernilai minus 11%,
sedangkan untuk barang-barang yang diimpor 66%6. Ini berarti regim
perdagangan lebih bersifat substitusi impor dengan mengabaikan barang-barang
yang dapat diekspor. Kebijakan ekonomi yang lebih tertutup dan intervensionis
seperti ini tentunya juga didukung oleh penerimaan pemerintah yang sangat besar
dari ekspor migas yang pada saat tersebut harganya terus meningkat. Akibatnya
pemerintah masih mampu untuk menutupi pengeluarannya, tanpa harus terlalu
bergantung pada bantuan luar negeri. Meskipun demikian, kebijakan ekonomi
makro pada periode boom minyak ini cukup berhasil untuk menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, menjaga kestabilan ekonomi, tetapi kurang
berhasil dalam menghambat laju inflasi. Penerimaan negara dari minyak cukup
besar untuk mengembalikan utang luar negeri dan membiayai berbagai proyek
pembangunan dalam negeri.
Liberalisasi juga berdampak pada kesejahteraan. Suatu tindakan kebijaksanaan
untuk mengurangi campur tangan pemerintah dalam mempengaruhi kegiatan
dunia usaha dalam tiga kelompok, yakni privatisasi, deregulasi dan liberalisasi.
Pengertian deregulasi dalam bahasa Indonesia, nampaknya mencampuradukan
berbagai pengertian. Deregulasi berarti pengurangan aturan maupun kendala yang
ditetapkan oleh pemerintah untuk mempengaruhi kegiatan usaha dan liberalisasi
mengindikasikan pengendoran atas berbagai pembatasan yang mengatur kegiatan
usaha termasuk di dalamnya kebebasan untuk market entry dan market exit.
Telah dibahas berbagai pengaruh liberalisasi terhadap perekonomian Indonesia.
Maka dapat ditarik kesimpulan, Dampak liberalisasi ekonomi terhadap
perekonomian nasional akan terus berlangsung. Dari aspek perdagangan luar
nampaknya dalam lima tahun terakhir Indonesia mengalami kemunduran dalam
hal ekspor produk-produk manufaktur. Setelah terlihat bahwa adanya suatu
persaingan yang ketat, kebijakan liberalisasi khususnya pada regionalisasi AFTA
dapat dikatakan perang Dunia ke-3 dalam bentuk perdagangan. Hal negatif diatas
dapat saja dikalahkan, jikalau kita dapat mencintai produk dalam negeri. Dengan
itu maka para pengusaha kecil hingga atas tidak akan mengenal isilah gulung
tikar. Oleh karena itu, marilah mencoba untuk mencintai produk dalam negeri.
Penerapan liberalisasi ekonomi di Indonesia yang ditandai dengan
derasnya investasi asing yang masuk, sudah terjadi sejak dulu. Bahkan, sejak
jamannya orde baru, sebelum era reformasi. Demikian kata DR ICHSANUDDIN
NOORSY Pengamat Ekonomi Politik di program Halo Selamat Pagi, di Suara
Pasuruan, Jum’at 27 Mei 2011. Kebebasan arus investasi asing, bukan hal baru.
Hanya saja memang…baru diributkan banyak pihak, akhir-akhir ini. Padahal,
sudah diterapkan sekitar 11 tahun lalu. Hanya saja, waktu itu ada sejumlah
ekonom yang menyebutnya, masih “Liberalisasi Setengah Hati”. Tapi, sekarang
ini justru yang terjadi, “Liberalisasi Sepenuh Hati”! Aplikasi liberalisasi ekonomi
sendiri, selama ini didukung UU no 25 th 2007 tentang penanaman modal di
semua bidang. Seperti di bidang energi, pangan, perbankan dan perdagangan.
Padahal dalam kebijakan perundang-undangan ini, sudah mengabaikan pasal 33
UUD ’45. Dari kondisi itu, membuat DR ICHSANUDIN dan beberapa pengamat
ekonomi lainnya, 2007 lalu akhirnya menggugat Mahkamah Konstitusi. Ada tiga
hal materi gugatan. Diantaranya, soal asas kebebasan berinvestasi. Artinya, orang
asing bebas melakukan investasi apa saja dan bebas menarik keuntungan kapan
saja. Tapi, waktu itu, MK menolak semua gugatan. Alasannya, karena sekarang,
SUDAH ALAM LIBERAL! DR ICHSANUDIN NOORSY Pengamat Ekonomi
Politik sekaligus mantan anggota Komisi 8 DPR RI mengatakan, dia terheran-
heran dengan kebijakan pemerintah. Kenapa sampai membuka kran investasi
asing sebesar-besarnya? Padahal, tanpa penerapan liberalisasi ekonomi pun,
Indonesia TIDAK AKAN MERUGI! Sebesar apapun investasi asing yang masuk,
Indonesia tidak akan mendapat banyak keuntungan. Karena, pemilik pertumbuhan
ekonomi di Indonesia dari investasi itu, para investor asing. Bukan milik bangsa
Indonesia. Sementara itu, apapun bentuk kerjasama ekonomi yang mengacu pada
liberalisasi ekonomi, hanya sebagai bentuk keuntungan sebagai daerah terjajah.
Seperti Perjanjian ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) dimulai efektif tahun
2005 lalu.
Globalisasi ekonomi yang merupakan esensi dari ekonomi liberal saat ini seakan
menjadi urat nadi utama dari berlangsungnya sistem perdagangan bebas dunia.
Indonesia sendiri secara aktif menjadi anggota beberapa organisasi perdagangan
bebas untuk kawasan regional maupun internasional, seperti WTO (World Trade
Organization), AFTA (ASEAN Free Trade Area), ACFTA (ASEAN-China Free
Trade Area) dan masih banyak yang lainnya. Pandangan ekonomi liberal yang
menganggap betapa pentingnya sistem keterbukaan ekonomi suatu negara agar
bisa menjalin hubungan dengan negara lain sehingga bias terciptanya sistem
perdagangan bebas. Dan dari proses integrasi tersebut telah menimbulkan banyak
sekali tantangan bagi Indonesia, untuk mengemban liberalisasi ekonomi yang
sedang berlangsung sekaligus untuk usaha peningkatan dan kemajuan
industrialisasi di Indonesia. Kementerian Perindustrian sebagai salah satu lembaga
penting di Indonesia yang mengurusi masalah ekspor-impor membawa beban
untuk merealisasikan target-target yang selama ini telah diprogramkan. Melalui
berbagi bentuk kebijakan yang dibuat dan dijalankan oleh Kementerian
Perindustrian dan menjadi instrumen penting. Proses dari pencapaian target
tersebut kemudian dianalisis dari performa ekspor-impor Indonesia untuk tahun
2009-2011. Dan untuk bisa mengetahui sejauh mana pengaruh fokus kebijakan
yang telah dibuat dan dijalankan oleh Kementerian Perindustrian selama tiga
tahun berturut-turut tersebut. Ada banyak hal yang kemudian bisa kita ambil
hikmah dari setiap proses dan perjalanan realisasi target tersebut, tentunya untuk
bisa mengevaluasi diri untuk perbaikan kondisi industrialisasi di Indonesia
kedepannya.

DEFINISI INTEGRASI EKONOMI


Istilah ³integrasi´ dalam ranah ekonomi pertama kali digunakan dalam
konteksorganisasi dalam suatu industri sebagaimana yang dikemukakan oleh
Machlup.Integrasi digunakan untuk menggambarkan kombinasi atau penyatuan
beberapa perusahaan dalam satu industri baik secara vertikal maupun horizontal.
Sedangkan,istilah integrasi ekonomi dalam konteks negara, yang menggambarkan
penyatuan beberapa Negara dalam satu kesatuan, diawali dengan teori Costum
Union olehViner. Namun, batasan definisi yang baku tentang integrasi ekonomi
diantara paraekonom belum juga ditemukan saat ini. Para ekonom
mengembangkan definisiintegrasi ekonomi dari berbagai sudut pandang yang
berbeda satu sama lain.
Menurut definisi di atas, istilah integrasi ekonomi dibagimenjadi dua pengertian,
yakni :
1. Penghapusan proteksi lalu lintas barang, jasa, faktor produksi (SDM dan
modal)dan informasi dengan kata lain kebebasan akses pasar tergolong dalam
integrasi negatif .
2. Penyatuan politik (kebijakan) dengan kata kunci harmonisasi, disebut juga
integrasi positif .
B . TEORI INTEGRASI EKONOMI MENURUT KAUM LIBERAL
Kaum liberal meyakini bahwa perdagangan bebas akan membawa perdamaian
dalam hubungan internasional. Karena perdagangan bebas akan
menciptakaninterdependensi dan kerjasama saling menguntungkan antar negara-
negara pelaku pasar. Kaum liberal berpendapat bahwa liberalisasi dalam ekonomi
akan mengarahkepada kebebasan pasar dan minimalisasi peran negara. Sedangkan
liberalisasi dalam politik akan mengarah kepada kebebasan dan persamaan
individu. Sehingga terdapat 1 hubungan erat antara kebebasan pasar dengan
kebebasan individu untuk saling bekerjasama dan menciptakan perdamaian.Selain
itu, kaum liberal juga menyatakan bahwa seluruh bentuk ekonomi yangmengakar
kepada tradisi pemikiran liberal menganggap bahwa mekanisme harga dan pasar
adalah media yang paling efektif untuk mengatur hubungan ekonomi
domestik dan internasional. Oleh karena itu, doktrin liberal mengenai kebebasan
pasar bertujuan untuk pencapaian efisiensi maksimum, pertumbuhan ekonomi,
dankesejahteraan individu.
C. TEORI INTEGRASI INTERNASIONAL
Teori integrasi internasional dianalogikan sebagai satu payung yang
memayungi berbagai pendekatan dan metode penerapan yaitu federalisme,
pluralisme,fungsionalisme, neo fungsionalisme, dan regionalisme. Meskipun
pendekatan inisangat dekat dengan kehidupan kita saat ini, tetapi hal ini rasanya
masih sangat jauhdari realisasinya (dalam pandangan statesentris / idealis),
sebagaimana sekarang banyak teoritisi integrasi memfokuskan diri pada
organisasi internasional dan bagaimana ia berubah dari sekedar alat menjadi
struktur dalam negara.Integrasi politik menunjuk pada sebuah µproses kepada¶
atau sebuah µproduk akhir¶ penyatuan politik di tingkat global atau regional di
antara unit-unit nasional yangterpisah. Hal ini bukanlah sesuatu yang baru dalam
peradaban manusia, sedangkandalam tingkat hubungan internasional ia menjadi
µkesadaran baru¶ dan µterminologi baru¶ dan menjadi studi politik sistemik utama pada
tahun 1950-an hingga 60-an[Charles Pentland 1973. International Theory and
European Integration. London:Faber and Faber Ltd.]. Pentland mendefinisikan
integrasi politik internasionalsebagai sebuah proses di mana sekelompok
masyarakat, yang pada awalnyadiorganisasikan dalam dua atau lebih negara bangsa yang
mandiri, bersama-samamengangkat sebuah keseluruhan politik yang dalam beberapa
pengertian dapatdigambarkan sebagai sebuah µcommunity¶.Kesepakatan yang
dibuat atas integrasi ini adalah dalam kerangka penyatuan yangkooperatif bukan
koersif. Ambiguitas yang terjadi dalam pemaknaan ini adalah penggunaan istilah
proses ataukah hasil / end-product. Hal ini dapat diatasi oleh 2 Lion Lindberg
[dalam Political Integration as a Multi dimensional Phenomenonrequiring
Multivariate Measurement, Jurnal International Organization edisi MusimGugur,
1970] dengan berfikir ³integrasi politik adalah proses di mana bangsa- bangsa
tidak lagi berhasrat dan mampu untuk menyelenggarakan kunci politik domestik
dan luar negeri secara mandiri dari yang lain, malahan mencari keputusan bersama
atau mendelegasikan proses pembuatan kebijakan pada organ-organ kontrol baru.´Konsep
integrasi internasional / regional berbeda dengan konsep serupa
tentanginternasionalisme / regionalisme, kerjasama internasional / regional,
organisasiinternasional / regional, gerakan internasional / regional, system
internasional /regional, dll. Integrasi menitikberatkan perhatiannya pada proses
atau relationship, dimana pemerintahan secara kooperatif bertalian bersama
seiring dengan perkembangan homogenitas kebudayaan, sensitivitas tingkah laku,
kebutuhan sosialekonomi, dan interdependensi yang diiringi dengan penegakan
institusi supranasionalyang multidimensi demi memenuhi kebutuhan bersama.
Hasil akhirnya adalahkesatuan politik dari negara-negara yang terpisah di tingkat
global maupun regional[Tom Travis, Usefulness of Four Theories of International
Relations inUnderstanding the emerging Order, Jurnal International Studies 31].
D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROSES INTEGRASI
Dalam menjelaskan proses perubahan menuju integrasi, tipe variabel
mandirinyadapat dibedakan menjadi 3 faktor eksponensial.
variabel politico-security,yang level of analysis-nya ada pada negara, yang
perhatian terhadap power,responsiveness, kontrol elit politik dalam kebiasaan
politik publik umum dan dalamancaman keamanan atas negara. Hal ini dilakukan
oleh penulis Pluralis danFederalis. Berbeda dengan kaum fungsionalis dan neo-fungsionalis
yangmenekankan pentingnya variabel sosial ekonomi, dan teknologi, yang secara
tidak langsung membawa perubahan dan penyatuan politik. Faktor ketiga dipakai
olehkaum regionalis dalam analisanya, yaitu keberadaan kedua variabel tersebut
dalam proses integrasi.
E. TAHAPAN/BENTUK INTEGRASI EKONOMI

9 ASEAN Economic Community (AEC)


Pembentukan Komunitas ASEAN merupakan bagian dari upaya ASEAN
untuk lebih mempererat integrasi ASEAN. Selain itu juga merupakan upaya evolutif ASEAN
untuk menyesuaikan cara pandang agar dapat lebih terbuka dalammembahas permasalahan
domestik yang berdampak pada kawasan tanpameninggalkan prinsp-prinsip utama
ASEAN, yaitu: saling menghormati (Mutual Respect), tidak mencampuri urusan dalam negeri
(Non- Interfence), konsensus,diaog dan konsultasi. Komunitas ASEAN terdiri dari tiga pilar
yang termasuk didalamnya kerjasama di bidang ekonomi, yaitu: Komonitas Keamanan ASEAN
(ASEAN Security Comunity/ASC), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN
Economic Community /AEC) dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN
Sosio-Cultural Community
/ASCC).Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa AEC adalah merupakan
salahsatu dari tiga pilar utama dalam ASEAN Community, yang inginmembentuk
integrasi ekonomi di kawasan ASEAN Tenggara. AEC memilikilima plar utama,
yakni:1. Aliran bebas barang (free flow of goods),
2. Aliran bebas jasa (free flow of sevice), 3. Aliran bebas investasi (free flof of
investment), 4. Alran bebas tenaga kerja terampil (free flow of skilled labour) dan 5. Alian
bebas modal ( free flow of capital).
Secara umum AEC memiliki 12 sektor prioritas, yakni: produk-produk berbasis
pertanian, otomotif, elektronik, perikanan, poduk berbasis karet, tekstil
dan pakaian, produk berbasis kayu, perjalanan udara, e-ASEAN, kesehatan,
pariwisata,dan logistik. Inilah sector-sektor yang paling diminati, anggota
ASEAN, dan menjadiajang mereka untuk bersaing satu sama lain. Gagasannya adalah jika
sektor-sektor inidiliberalisasikan secara penuh, sektor-sektor ini akan berintegrasi
(menyatu) anggotaASEAN akan mengembangkan keunggulan sektor-sektor ini
dengan menarik investasi dan perdagangan di dalam ASEAN (contohnya dengan
saling melakukan outsourching) serta membantu mengembangkan produk-poduk
buatan ASEAN.Selain itu dilakukan pengembangan terhadap sektor prioritas
pangan, pertanian dankehutanan.Dengan adanya liberalisasi perdagangan yang
ingin dibentuk dalam ASEAN
10 Economic Community (AEC) secara umum dituntut adanya daya saing yang
baik baik dari ASEAN maupun seluruh anggotanya untuk dapat mempeoleh
semua hasilmaksimal yang dapat diraih dari kerjasama ini. Tentunya untuk mewujudkan
haltersebut diperlukan adanya persiapan yang baik dari seluruh anggota
ASEANtermasuk Indonesia, yang pelaksanaannya sesuai dengan cetak biru AEC 2015
yangtelah disepakati oleh seluruh anggota ASEAN.
E. Kerugian dan Manfaat Terberntuknya integrasi ekonomi tidak disangkal akan
menciptakan sejumlahmanfaat dan jkerugian. Kerugian dan manfaat tersebut
antara lain :
1. Kerugian Integrasi ekonomi internasional membatasi kewenangan suatu Negara
untuk menggunakan kebijakan fiscal, keuangan dan moneter untuk mempengaruhi
kinerjaekonomi dalam negeri. Hilangnya kedaulatan Negara merupakan biaya
atau pengorbanan terbesar yang ´ diberikan ´ oleh masing-masing negara
yang berintegrasi dalam satu kawasan. Diperlukan kesadaran politik yang tinggi
dari suatu Negara dalam menentukan apakah bersedia untuk ³melepas´sebagian
kedaulatannegaranya kepada badan supranasional di kawasan.Kerugian lain
adalah adanya kemungkinan hilangnya pekerjaan dan potensi menjadi pasar bagi
Negara yang tidak mampu bersaing. Tenaga kerja dan produksi dari Negara lain
dalam suatu kawasan akan masuk dengan hambatan yang lebih ringan.Hal ini
berpotensi menimbulkan pengangguran di dalam negeri dan ketergantunganakan
produk impor yang lebih murah dan efisien.
2. Manfaat Manfaat, berkaitan dengan signifikansi integrasi, integrasi ekonomi
menjanjikanmanfaat ekonomi baik dari sudut pandang pelaku ekonomi maupun
dari manfaaat bagi perekonomian kawasan. Hal mendasar dalam proses integrasi
ekonomi adalahmeningkatnya kompetisi actual dan potensial diantara pelaku
pasar, baik pelaku pasar yang berasal dari suatu Negara, dalam sekelompok
Negara, maupun pelaku pasar diluar kedua kelompok tersebut. Kompetisi diantara
pelaku pasar tersebut 11diharapkan akan mendorong harga barang dan jasa yang
sama lebih rendah,meningkatkan variasi kualitas dan pilihan yang lebih luas bagi
kawasan yangterintegrasi. Selain itu, desain produk, metode pelayanan, system
produksi dandistribusi serta aspek lain menjadi tantangan bagi pelaku pasar saatini
dan dimasadepan. Hal ini akan mendorong perubahan arah dan intensitas dalam
inovasi dankebiasaan kerja dalam suatu perusahaan.Selain kompetisi yang
meningkat, integrasiekonomi juga meberikan manfaat lain yaitu tercapainya
ekonomi melalui pasar yanglebih luas yang akan mendorong peningkatan efisiensi
perusahaan melalui berkurangnya biaya produksi.Sementara dilihat dari sudut
pandang kawasan, integrasi ekonomi akan menstimulasialiran dan perdagangan
intraregional yang lebih tinggi serta munculnya perusahaan- perusahaan yang
mampu berkonpetisi secara global. Selain itu mendorong pertumbuhan ekonomi
yang berujung pada peningkatan kesejahteraan diseluruhkawasan.
Integrasi Ekonomi: Belajar dari Uni Eropa

Beberapa waktu silam Bisnis mendapatkan undangan dari Uni Eropa untuk
mengikuti seminar khusus wartawan Asean tentang mata uang tunggal Eropa
(euro) dan berbagai isyu di baliknya. Tulisan berikut adalah beberapa catatan dari
seminar tersebut.
BRUSSELS (Bisnis): Krisis ekonomi yang melanda Asia Tenggara mendorong
banyak pihak untuk memikirkan kembali kemungkinan membangun ikatan
ekonomi pada skala regional sedemikian rupa sehingga lebih kokoh dalam
menghadapi kemungkinan krisis berikutnya.
Di luar rencana mengenai pasar bebas Asean (AFTA), masih bisa disebut
sejumlah ide seperti mata uang tunggal, integrasi sistem pabean, sampai
pembentukan dana moneter Asia Tenggara (AMF). Pertanyaannya, realistiskah
ide-ide itu?
Menyangkut kerjasama ekonomi seperti ini tak berlebihan kalau dikatakan, Uni
Eropa adalah tempat belajar yang baik. Uni Eropa adalah sekumpulan negara
dengan perbedaan tajam (bahkan dengan kebanggaan penuh untuk saling berbeda)
yang mau duduk bersama, mendamaikan kepentingan nasional dengan
kepentingan regional.
Albert Maes, profesor ekonomi di Universitas Namur (Belgia), mengatakan ada
kesamaan yang sedemikian fundamental antara prakondisi Uni Eropa dengan
(kalau mau dibentuk) prakondisi integrasi ekonomi Asean. Prakondisi Uni Eropa
adalah Perang Dunia II sedang prakondisi Asia Tenggara adalah krisis ekonomi.
Kedua-duanya membuat pemerintah dan masyarakat ‘babak belur’.
Hanya saja, antara kedua kawasan juga ada perbedaan mencolok. Uni Eropa
bersatu untuk tujuan politis, yakni menghindarkan diri dari perang. Sebab, perang
telah membuat semua pihak kalah, dalam arti hancur secara ekonomi, politis
maupun mental. Kalau sekarang ini integrasi Eropa lebih terlihat sebagai integrasi
ekonomi, menurut Profesor Ekonomi Universitas Katolik Louvain Luc Bernard,
itu hanya tahapan yang kasat mata saja. Jiwa dari integrasi itu sendiri tetap
integrasi politis yang belum diketahui bagaimana kelak bentuknya. “Gambaran
idealnya jelas bagi semua orang. Tapi realisasinya mungkin akan berbeda.”
Sementara untuk kasus Asia Tenggara dan Timur justru menjadi pertanyaan,
mungkinkah melakukan integrasi ekonomi (sebagai tujuan) dengan tetap
mempertahankan perbedaan kepentingan politik?
Politik bernurani
Sebagian besar masyarakat Eropa sendiri menilai pemberlakuan mata uang
tunggal Eropa ini adalah bukti kemenangan para politikus, bukan kemenangan
ekonom. Mereka berpendapat, euro sama sekali jauh dari kepentingan ekonomi.
Euro kental dengan kepentingan politik.
Yang berpendapat demikian umumnya adalah mereka yang memandang euro
dalam perspektif sejarah yang cukup jauh. Menurut mereka euro adalah wujud
penyatuan kepentingan bersama para politikus Eropa, menghindarkan diri dari
perang, dalam skala apapun.
Pertanyaannya tentu, bagaimana caranya. Atas pertanyaan itu pada awalnya
muncul dua pendekatan, keduanya pendekatan politis. Pertama adalah pendapat
kelompok federalis yang sejak awal menginginkan negara-negara Eropa saling
mendukung dan saling melengkapi sebagai layaknya sebuah negara federal.
Dalam pada itu, diidealkan setiap negara tetap berdaulat.
Sementara, kedua, kelompok fungsionalis mengharapkan agar secara bertahap
setiap negara mengurangi kedaulatannya, dan menyerahkan kedaulatan nasional
itu ke tahap yang lebih tinggi. Titik akhir idealisme kelompok ini adalah
terbentuknya ‘negara’ Eropa.
Namun sekarang, ketika berbagai kesepakatan dilalui, perbedaan antara kedua
jenis pendekatan itu praktis sulit teridentifikasi. Yang terjadi kemudian adalah,
kerjasama ekonomi secara gradual menuju ke satu perekonomian yang penuh.
Apapun namanya, langkah integrasi sudah diambil, dan setiap saat tingkat
integrasi itu terus bergerak menuju arah yang semakin intens.
Karena itu–dalam konteks dekat–euro lebih ditengarai sebagai satu integrasi
ekonomi setelah upaya menuju integrasi politik Eropa dianggap tidak mungkin.
Semua orang tahu, betapa setiap negara Eropa sangat mengagungkan kedaulatan
politisnya sehingga ide integrasi politis dianggap mimpi. Sebab, banyak pihak
termasuk kelompok muda yang berpendapat integrasi politik berarti
memporakporandakan kedaulatan setiap negara.
Tidak mudah
Baik para sejarawan yang meneliti perkembangan Uni Eropa maupun para
negosiator saat ini mengakui betapa proses integrasi ekonomi itu sama sekali
bukan hal yang mudah. Albert Maes mengatakan setiap periode negosiasi selalu
kritis. Orang selalu marah. Tapi beberapa tahun kemudian orang selalu bernafas
lega menikmati hasil negosiasi itu. Ekonomi berkembang satu langkah kedepan.
Sebut saja proses terbentuknya Treaty of Paris pada 1951, tiang pancang utama
Uni Eropa. Kesulitan utama terjadi karena di sisi politis Jerman adalah musuh
bagi negara-negara Eropa Barat yang bersekutu dengan Amerika Serikat. Padahal
secara geografis mereka berdekatan. Dalam pada itu secara ekonomi mereka
sebenarnya juga saling membutuhkan.
Hal yang paling nyata adalah, seusai perang, ekonomi porak-poranda. Pilar
ekonomi mereka, yakni industri batubara dan besi baja juga runtuh. Pasalnya,
produksi melimpah dan stok menumpuk karena permintaan hampir tidak ada.
Maka adalah kunci bahwa Menlu Prancis Robert Schuman bersedia mengambil
prakarsa negosiasi dengan Jerman. Kedua negara duduk bersama sampai
kemudian menelurkan deklarasi dengan sejumlah prinsip: bahwa Eropa tak bisa
dibangun sekaligus tetapi bertahap; permusuhan lama Prancis-Jerman diakhiri;
produksi batubara dan besi kedua negara harus didasarkan pada kebijakan
bersama; kedua negara sepakat bahwa kerjasama ekonomi akan menjadi dasar
kuat bagi kesejahteraan masyarakat dan pembentukan Masyarakat Eropa; dan
kesepakatan antar pejabat tinggi akan bersifat mengikat.
Menyusul kesepakatan itu, kedua negara melayangkan undangan ke negara-negara
Eropa lainnya untuk bergabung dalam kesepakatan itu. Empat negara menyambut
positif, dan lahirlah Treaty of Rome. Dalam treaty tersebut enam negara (Prancis,
Jerman, Italia, Belgia, Belanda dan Luksemburg) sepakat membentuk Masyarakat
Batubara dan Besi Eropa (European Coal and Steel Community, ECSC).
“Kenyataan bahwa banyak yang diundang tetapi hanya sedikit yang datang
memberi satu indikasi bahwa memang waktu itu banyak yang tidak sependapat
dengan ide ini,” tutur Albert Maes.
Kesulitan semacam itu semakin terlihat ketika keenam negara mencoba untuk
duduk membicarakan kerjasama politik dan keamanan. Upaya pada 1954 itu gagal
karena, menurut Luc Bernard, keberagaman kepentingan politis sangat sulit untuk
disatukan. Salah satu buktinya, ketika pada 1957 keenam negara duduk lagi untuk
membahas ekonomi, proses negosiasinya relatif lebih lancar sehingga lahirlah
Treaty of Rome yang bersisi pembentukan Masyarakat Ekonomi Eropa dan
kerjasama Eropa di bidang energi nuklir (Euraton).
Dalam perjalanan berikutnya pun, seperti penambahan anggota Uni Eropa, tetap
terlihat bahwa metamorfosa Uni Eropa memang tidak mudah. Prancis misalnya,
pernam memveto rencana bergabungnya Inggris, Irlandia dan Denmark kendati
kemudian (1973) ketiga negara ikut bergabung. Keanggotaan MEE kemudian
bertambah dengan Yunani (1981), Spanyol dan Portugis (1986) dan Austria,
Finlandia serta Swedia (1995).
Tarif dan euro
Para negosiator integrasi Eropa sependapat, bahwa integrasi ekonomi
membutuhkan dua pilar utama untuk mencapai satu sasaran pasar tunggal. Kedua
pilar itu adalah kesamaan sistem kepabeanan (tarif bea masuk) dan kesatuan
sistem moneter yang kemudian direalisasikan dalam kesatuan mata uang. Gagasan
ambisius ini sudah muncul sejak 1979 ketika mereka meluncurkan European
Monetary System yang menyeragamkan sistem moneter semua anggota.
Penyeragaman dan kemudian penyatuan sistem kepabeanan dan sistem moneter,
menurut Albert Maes, adalah satu keharusan bagi mereka yang ingin membentuk
pasar tunggal. Kalau kedua syarat itu tidak terpenuhi, yang terjadi hanya pasar
bebas yang didalamnya memuat distorsi tarif dan distorsi nilai tukar.
Dalam pasar tunggal, menurut dia, yang diidealkan adalah mengubah sebagian
cukup besar porsi perdagangan internasional menjadi perdagangan ‘dalam negeri’.
Kalau sebelumnya perdagangan antara Italia dengan Jerman diperlakukan sebagai
ekspor dan impor (yang mengandung perbedaan tarif dan nilai tukar), sekarang
menjadi layaknya pedagangan antara Lampung dan Jawa Tengah.
Dalam hal manajemen ekonomi makro perubahan ini sangat signifikan mengingat
ketika negara-negara Uni Eropa belum bersatu, perdagangan internasional negara-
negara itu mencapai sekitar 40% PDB. Namun impor dari luar kawasan euro ke
kawasan euro sebenarnya tidak terlalu tinggi, yakni sebesar15% dari PDB.
Dan sekarang unifikasi itu bukan cita-cita belaka. Proses itu semua sudah terjadi.
Kendati bank note dan koin euro belum ada di dompet, unifikasi sistem moneter
itu sudah terjadi. Perdagangan antar negara tak dikenai tarif bea masuk. Pasar
tunggal ini akan menjadi sempurna pada 1 Januari 2002 mendatang, ketika mata
uang euro benar-benar ada di dompet masyarakat sehingga tak ada lagi biaya
konversi antar mata uang.
Integrasi yang sedemikian inilah yang kemudian dijadikan landasan berbagai
pihak dunia untuk memprediksi kawasan itu akan tumbuh pesat. Komisi Eropa
sendiri memperkirakan tahun ini kawasan itu akan tumbuh 3,4% disusul dengan
angka 3,1% tahun berikutnya. Angka itu tak jauh dibanding prediksi IMF yang
memperkirakan pertumbuhan berturut-turut 3,2% dan prediksi OECD yang
memperkirakan pertumbuhan 3,5% dan 3,3%. Semua pihak yakin dalam dua
tahun pertumbuhan ekonomi Eropa akan lebih dari 3%. Padahal, selama akhir
tahun 1999 mereka memperkirakan ekonomi akan tumbuh sekitar 2,5%. Revisi
atas proyeksi itu dilakukan menyusul kinerja ekonomi kawasan itu pada paruh
kedua tahun 1999-menyusul penyatuan sistem moneter dan mata uang pada 1
Januari-jauh lebih baik dari perkiraan sebelumnya.Indikator ini diperkirakan akan
mendorong pertumbuhan penyerapan tenaga kerja dan penambahan pendapatan
keluarga. Hal itu, pada gilirannya, akan memacu konsumsi yang berarti
meningkatnya produksi dan laba sektor swasta. Kalau pun ada kekhawatiran
mengenai hambatan terhadap laju pertumbuhan, maka risiko itu berasal dari faktor
eksternal seperti seperti kemungkinan slowdown di perekonomian AS yang pasti
akan mengimbas ke Eropa.
Sementara itu Komisi Eropa memperkirakan inflasi di kawasan itu tahun ini akan
mencapai 1,8% dan turun menjadi 1,7% tahun berikutnya. Sedang pihak lain juga
memiliki prediksi yang tak jauh berbeda. IMF memprediksi inflasi dalam dua
tahun itu berturut-turut 1,7% dan 1,6%. Sedang OECD memprediksi inflasi akan
2%.Angka-angka itu lebih tinggi dibanding proyeksi sebelumnya sebesar 1,5%.
Revisi atas inflasi ini antara lain disebabkan oleh kenyataan kenaikan harga bahan
bakar. Sementara itu tekanan beli di sektor konsumsi juga diduga akan mendorong
inflasi. Satu gejala yang pasti sudah dirasakan, demikian laporan bank sentral,
adalah meningkatnya harga produk impor sebagai akibat dari kenaikan BBM. Hal
yang lebih kurang menguntungkan adalah melemahnya nilai tukar euro. Kalau
kecenderungan atas kedua faktor ini terus berlanjut, meka tekanan atas inflasi tak
bisa diabaikan lagi.Namun di sisi dalam negeri tekanan inflasi mungkin akan
terjadi karena tarikan permintaan (demand pull) sehubungan dengan
meningkatnya pendapatan pegawai yang juga akan dipicu oleh rencana
pengurangan biaya social security system. Di sisi itu, sebenarnya beban
perusahaan juga berkurang sehingga peluang terjadinya kenaikan harga hanya
terjadi kalau sektor usaha menaikkan margin laba secara signifikan.
Menuju Eurasia
Dalam bahasa masyarakat, semua itu berarti bahwa mereka mengalami
peningkatan standard hidup. Masyarakat menikmati harga yang sangat stabil.
Perjalanan antar negara menjadi mudah. Di samping moda transportasi yang maju,
masyarakat tak lagi dipusingkan oleh urusan keimigrasian.Maka tantangan buat
mereka sekarang adalah, kemana mereka akan melangkah? Sampai batas mana
mereka akan berintegrasi? Apa yang akan mampu menjaga integrasi antar
mereka? Sejumlah tokoh seperti Paul Valery misalnya, mengharapkan agar Uni
Eropa tak berhenti sampai di sana. Salah satu impian mereka adalah
mengembangkan keanggotaan Uni Eropa ke Asia (Eurasia) sehingga akan terjadi
satu integrasi harmonis antara negara hiperindustri dengan negara yang masih
tertinggal di belakangnya. Satu hal yang pasti, Uni Eropa (sekarang 15 negara)
kini tengah bernegosiasi dengan 10 negara Eropa Timur plus Malta dan Cyprus
yang ingin bergabung dengan Uni Eropa. Kembali dalam konteks Asean atau Asia
Timur, apakah integrasi semacam itu merupakan integrasi yang diinginkan? Kalau
ditanya, kalangan masyarakat mungkin lebih dari happy untuk menjawab ya.
Entah apa jawaban politisi.

BAB 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Liberalisasi ekonomi merupakan kritik terhadap kontrol politik dan
pengaturan permasalahan ekonomi yang yang menyeluruh yang mendominasi
pembentukan negara Eropa di abad keenambelas dan ketujuhbelas, yakni
merkantilisme. Jadi liberalisasi ekonomi merupakan sebuah paham atau sistem
ekonomi yang menempatkan peran swasta sebagai tokoh utama dari pelaku
ekonomi. Dalam ekonomi liberal, peran pemerintah tidak diperkenankan turut
campur. Semuanya diatur oleh swasta ataupun individu pemilik modal. Dengan
demikian, dalam sistem ini masyarakat diharapkan mampu berkompetisi untuk
menjadi yang lebih baik. Kaum ekonomi liberal berpendapat bahwa
perekonomian pasar merupakan suatu wilayah otonom dari masyarakat yang
berjalan menurut hukum ekonominya sendiri. Pertukaran ekonomi bersifat
positive sum game, dan pasar cenderung akan memaksimasi keuntungan bagi
semua individu, rumah tangga dan perusahaan yang berpartisipasi dalam
pertukaran pasar. Perekonomian merupakan wilayah kerjasama bagi keuntungan
timbal balik antar negara dan juga antar individu. Dengan demikian,
perekonomian internasional seharusnya didasarkan pada prdagangan bebas.
Definisi integrasi ekonomi secara umum adalah pencabutan
(penghapusan)hambatan-hambatan ekonomi diantara dua atau lebih perekonomian
(negara). Secaraoperasional, didefinisikan sebagai pencabutan (penghapusan)
diskriminasi dan penyatuan politik (kebijaksanaan) seperti norma, peraturan, prosedur.
Instrumennyameliputi bea masuk, pajak, mata uang, undang-undang, lembaga,
standarisasi, dankebijaksanaan ekonomi.

Anda mungkin juga menyukai