Anda di halaman 1dari 4

TINJAUAN PUSTAKA

Inflamasi Alergi pada Asma


Cut Yulia Indah Sari
PPDS I Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS Persahabatan, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK
Prevalensi asma beberapa dekade terakhir makin meningkat di seluruh dunia. Asma adalah penyakit inflamasi kronik dan melibatkan banyak
sel dan elemen. Inflamasi tersebut mengakibatkan terjadinya remodeling pada jalan napas, hambatan aliran udara dan hipereaktivitas bronkus.
Gejala tersebut bahkan sudah timbul pada asma ringan. Proses yang terjadi pada asma alergi terdiri dari tiga fase, yaitu induksi, reaksi asma fase
dini, dan reaksi asma fase lanjut.

Kata kunci: inflamasi, alergi, asma

ABSTRACT
The overall prevalence of asthma has been increasing worldwide for the past few decades and continues to increase globally. Asthma is
a chronic inflammatory disease involving many types and cellular elements. The inflammation leads to remodeling of the airways, airflow
obstruction, and the bronchial hyperreactivity symptoms of asthma and is present even in patients with intermittent disease. The development
of allergic asthma exists of three phases, namely the induction phase, the early-phase asthmatic reaction (EAR) and the late-phase asthmatic
reaction (LAR). Cut Yulia Indah Sari. Allergic Inflammation in Asthma.

Key words: inflammation, allergy, asthma

PENDAHULUAN berhubungan dengan obstruksi jalan napas proses imunitas (efek yang menguntungkan)
Asma dan alergi merupakan kondisi umum yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat dan penyakit alergi (efek yang merugikan).
dengan penyebab yang heterogen, kompleks reversibel dengan atau tanpa pengobatan.3 Istilah atopi berasal dari bahasa Yunani atopos
dan masih belum diketahui secara jelas Asma disebabkan oleh berbagai faktor yang berarti tidak pada tempatnya; sering
mekanismenya. Asma dan penyakit alergi lingkungan dan genetik yang bermanifestasi digunakan untuk menunjukkan kondisi alergi
sering terjadi bersamaan pada satu individu dalam berbagai bentuk dan fenotip yaitu herediter, yaitu rinitis alergi (hay fever), asma,
atau pada individu yang berbeda dalam asma alergi, resisten terhadap steroid, asma dan dermatitis atopi. Karakteristik atopi adalah
satu keluarga. Prevalensi asma dan penyakit yang diinduksi oleh pajanan polusi udara, ditemukannya IgE sebagai respons terhadap
alergi beberapa dekade terakhir meningkat rokok, obesitas, asam asetilsalisilat dan latihan alergen lingkungan secara umum dan uji kulit
di seluruh dunia. Jumlah penderita asma di fisik.2 Inflamasi alergi memiliki karakteristik yang positif.5,6
seluruh dunia berjumlah sekitar 300 juta orang aktivasi dari sel mast mukosa yang tergantung
dengan angka kematian sebesar 250.000 Ig-E dan infiltrasi eosinofil serta peningkatan Penyakit asma, rinitis alergi dan dermatitis
setiap tahun dan diperkirakan akan meningkat jumlah sel T helper 2 (Th2).4 Tinjauan pustaka alergi yang juga dikenal dengan “trias alergi”
menjadi 400 juta orang pada tahun 2025. ini akan membahas mengenai inflamasi memiliki hubungan klinis serta biasanya
Penyakit alergi sendiri merupakan penyebab alergi pada asma, sel-sel yang terlibat serta mempunyai riwayat sejak masa kecil.
morbiditas yang luas, mengganggu sekolah gambaran klinis yang diakibatkannya. Beberapa studi longitudinal menunjukkan
dan produktivitas kerja, menurunkan kualitas manifestasi atopi yang sudah dimulai sejak
hidup serta meningkatkan beban biaya medis ALERGI usia kanak-kanak misalnya dermatitis atopi
dan non-medis.1,2 Terminologi alergi pertama kali diperkenalkan dan alergi makanan yang terjadi saat bayi
oleh Clemens von Pirquet pada tahun 1906 akan berlanjut dengan asma dan/atau rinitis
Asma adalah gangguan inflamasi kronik yang menemukan reaksi berupa gejala dan alergi pada saat kanak-kanak. Sekitar 30%
jalan napas yang melibatkan banyak sel tanda yang tidak biasa pada orang-orang anak-anak dengan dermatitis atopi akan
dan elemennya. Inflamasi kronik tersebut tertentu ketika terpajan pada suatu alergen. berkembang menjadi asma di kemudian hari
menyebabkan peningkatan hiperensponsif Namun istilah tersebut kini lebih identik dan hampir 66% akan menjadi rinits alergi.
jalan napas yang menimbulkan gejala episodik dengan penyakit alergi yang juga dikenal Sebagian besar (sekitar 80%) pasien asma
berulang berupa mengi, sesak napas, dada sebagai kelainan atopi. Von Pirquet sendiri memiliki riwayat rinitis alergi sedangkan
terasa berat dan batuk terutama malam hari menggunakan istilah alergi tidak terbatas sebanyak 19-38% pasien rinitis alergi biasanya
dan atau dini hari. Gejala episodik tersebut untuk respons biologis saja, tetapi juga pada disertai dengan asma.1,7

Alamat korespondensi email: c.yulia92@gmail.com

CDK-207/ vol. 40 no. 8, th. 2013 585


TINJAUAN PUSTAKA

dan bahan iritan yang semuanya dapat


Faktor yang mendukung Faktor yang mendukung timbulnya
timbulnya fenotip TH1 fenotip TH2
menyebabkan cedera pada epitel paru.
Epitel yang rusak tersebut pada kondisi
Memiliki beberapa saudara kandung Penggunaan antibiotik normal mampu melakukan perbaikan secara
Pajanan dini day care, tb, campak dan infeksi Gaya hidup kebarat-baratan
hepatitis A. Lingkungan perkotaan
cepat. Sel epitel terkadang dalam proses
Lingkungan perkampungan Diet perbaikan tersebut membutuhkan interaksi
Tersensitisasi terhadap tungau dan kecoa dengan fibroblas, jaringan saraf dan matriks
ekstraseluler dilamina propria sehingga terjadi
reepitelisasi dan reinervasi secara cepat.
Interaksi anatomi dan fungsi antara epitel
dan sel mesenkim tersebut disebut dengan
epithelial-mesenchymal tropic unit (EMTU). Ini
menunjukkan bila terdapat defek primer pada
asma akibat faktor eksogen spesifik di epitel
maka akan secara terus menerus dilepaskan
growth factors. Mediator-mediator ini akan
Keseimbangan Penyakit alergi, bekerja secara terorganisir dengan sitokin
Perlindungan kekebalan
Sitokin termasuk asma Th2 sehingga menyebabkan gangguan
fungsi EMTU yang akhirnya mengakibatkan
Gambar 1 Keseimbangan antara respons sitokin Th1 dan Th28 aktivasi miofibroblas secara permanen. Sekali
teraktivasi, miofibroblas akan memperkuat
Peningkatan prevalensi asma alergi diduga berpengaruh terhadap asma adalah a disintegrin inflamasi yang terjadi dan dimulailah proses
berdasarkan teori hygiene hypothesis, yaitu and metalloprotease 33 (ADAM33) yang remodeling oleh epitel.11-13 Berikut ini adalah
makin berkurangnya pajanan infeksi dan berperan dalam hiperesponsivitas bronkus dan episode-episode yang khas terjadi pada asma
endotoksin di awal kehidupan akibat makin proses remodeling jalan napas. Polimorfisme bila terpajan oleh suatu alergen.
baiknya higiene seseorang dan makin luasnya pada gen ADAM33 juga dihubungkan dengan
pemberian vaksinasi serta penggunaan proses terjadinya penurunan fungsi paru yang 1. Fase induksi
antibiotika sejak dini akan merangsang sistem cepat pada populasi umum, penderita asma Proses inflamasi bronkus dan hiperresponsif
imun yang mengganggu keseimbangan maupun penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). jalan napas dimulai dari masuknya alergen
antara Th1 dan Th2 sehingga terjadi dominasi Lebih lanjut juga ditemukan bahwa asma yang ke dalam jalan napas. Sebagian besar antigen
sel Th2 dibanding sel Th1. Sel Th1 dan Th2 dihubungkan dengan polimorfisme nukleutida akan dibersihkan oleh pergerakan mukosiliar.
memiliki peran yang berlawanan, yaitu untuk tunggal pada ADAM33 dapat memprediksi Alergen yang dapat melalui mekanisme
melawan infeksi (Th1) dan pada proses penurunan fungsi paru pada anak-anak. Hal pertahanan tersebut akan menembus lapisan
inflamasi alergi (Th2). Faktor lain yang akan ini menunjukkan bahwa pengaruh ADAM33 epitel dasar dan akan ditangkap oleh antigen-
memperkuat respons terhadap Th1 adalah sudah ada sejak awal masa kehidupan.1,10 presenting cell (APC) terutama sel dendritik
anak-anak yang berasal dari keluarga besar dan makrofag alveolar. Alergen tersebut akan
(memiliki beberapa saudara kandung) Studi epidemiologi juga menunjukkan dibawa ke kelenjar limfe dan dipresentasikan
sehingga memudahkan terjadinya penularan terdapat hubungan antara pajanan ke sel T dan B. Sel Th yang teraktivasi akan
penyakit Tuberkulosis (Tb), Campak dan lingkungan dan risiko untuk terjadinya menghasilkan berbagai sitokin seperti
Hepatitis A di antara keluarga, terpajan pada asma dan alergi. Selain faktor risiko genetik interleukin (IL)-2, IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, IL-9, IL-
agen infeksius, endotoksin dan hewan di usia dilaporkan juga faktor ras/etnik, jenis kelamin, 10, IL-12, IL-13, IL-18, interferon (IFN)-γ, tumor
dini akan menurunkan risiko terjadinya asma perokok aktif maupun pasif, mengkonsumsi necrosis factor (TNF)-α, TNF-β dan granulocyte
(Gambar 1).7-9 produk hewani, hewan peliharaan anjing macrophage colony stimulating factor (GM-
maupun kucing, jumlah anggota keluarga, CSF). Sitokin yang paling berperan dalam
FAKTOR GENETIK DAN LINGKUNGAN riwayat perawatan rumah sakit di usia kanak- perkembangan asma adalah IL-4, IL-5, IL-9
PADA ASMA DAN ALERGI kanak, infeksi pernapasan akibat virus, pajanan dan IL-13, sedangkan IL-4 dan IL-13 berperan
Perkembangan penyakit alergi dan asma mikroba, vaksinasi, pemakaian antibiotik dan penting pada produksi IgE. Interleukin -4
merupakan hasil interaksi antara faktor genetik antipiretik, cara kelahiran saat bayi, pemberian dan 13 bersama dengan IL-9 berperan dalam
dan lingkungan seperti pajanan terhadap ASI, polusi udara, obesitas, alergen, dan menghasilkan sel mast, produksi mukus yang
alergen, infeksi dan polusi udara. Meskipun pajanan di tempat kerja.1 berlebihan dan hiperesponsivitas jalan napas.
setiap orang terpajan dengan alergen dan ter- Sitokin utama yang menyebabkan akumulasi
sensitisasi terhadap zat tertentu di lingkungan PATOFISIOLOGI INFLAMASI ALERGI eosinofil adalah IL-5.14,15
sekitar namun manifestasi alergi dan asma PADA ASMA
hanya terjadi pada beberapa orang saja. Hal ini Lebih dari 10.000 liter udara mengalir ke 2. Reaksi asma fase dini
menunjukkan bahwa ada faktor genetik yang dalam paru setiap hari. Inhalasi gas tersebut Sel mast berperan penting pada reaksi
berperan.9 Gen yang pertama kali diidentifikasi mengikutsertakan bakteri, virus, alergen asma fase dini yang menghubungkan IgE

586 CDK-207/ vol. 40 no. 8, th. 2013


TINJAUAN PUSTAKA

INDUKSI PARU manusia sedangkan penelitian inflamasi


alergi kronik yang berakibat terjadinya
proses remodeling jalan napas kebanyakan
KELENJAR dilakukan terhadap subjek hewan coba yang
GETAH BENING
mempunyai kelainan alergi yang kesemuanya
tidak ada yang menyerupai penyakit pada
DARAH
manusia sehingga belum diketahui secara jelas
REAKSI ASMA DINI
SEL MAST apa yang terjadi setelah terpajan alergen yang
terus menerus dan beragam juga perubahan
MEDIATOR SEL MAST pada inflamasi jaringan setempat dari reaksi
REAKSI ASMA LANJUT
PARU
fase dini dan reaksi fase lanjut ke inflamasi
alergi kronik.5,17 Inflamasi pada pasien asma
kronik dapat memengaruhi seluruh lapisan
dinding jalan napas dan yang tersering adalah
REMODELING JALAN NAPAS perubahan pada epitel termasuk peningkatan
14
Gambar 2 Kaskade alergi jumlah sel goblet yang memproduksi mukus,
peningkatan sitokin dan kemokin sel epitelial,
dan jalan napas hiperresponsif ditemukan fase lanjut yang lebih berat dan lama. Secara inflamasi pada daerah submukosa termasuk
di jaringan penunjang bronkus dan ruang umum sel mast dan mediator-mediator yang peningkatan terbentuknya endapan matrik
perifer intraalveol dengan melepaskan zat dilepaskannya akan menginduksi terjadinya ekstrasel di lamina retikularis, perubahan
kimia dan jumlah sel mast akan meningkat konstriksi jalan napas, meningkatnya pada fibroblas, peningkatan pembentukan
setelah pajanan alergen. Sel mast terlokalisir permeabilitas vaskular, hiperresponsif jalan miofibroblas serta peningkatan vaskularisasi
di dalam sel otot polos bronkus dan napas, sekresi mukus dan meningkatkan dan penebalan lapisan otot polos jalan napas
epitel bronkus penderita asma dan akan penarikan sel-sel inflamasi ke dalam jalan disertai peningkatan ukuran, jumlah dan
menginfiltrasi kelenjar mukus jalan napas. napas setelah beberapa jam pajanan alergen fungsi sel otot polos.16-17
Sel mast sendiri pada manusia dihasilkan dari terutama eosinofil selain itu sel T, makrofag,
sel induk pluripoten CD34+ dan bersirkulasi basofil, neutrofil serta sel-sel struktural Interaksi kompleks antara epitel jalan napas
di dalam darah kemudian akan kembali ke seperti sel epitel, fibroblas, sel endotel dan yang mengalami inflamasi kronik dengan
jaringan. Saat terjadi serangan asma, jumlah sel-sel otot polos. Sel-sel inflamasi ini dapat EMTU diduga merupakan yang mengatur
sel mast yang berdegranulasi meningkat. menghasilkan mediator-mediator inflamasi terjadinya proses remodeling jalan napas.
Pajanan berulang terhadap alergen akan yang sangat banyak seperti kemokin, sitokin Proses tersebut meliputi penebalan dinding
menyebabkan terjadinya ikatan silang antara dan leukotrien yang berpengaruh baik secara jalan napas sebagai hasil dari terjadinya fibrosis
antigen, IgE dan reseptor Fc pada sel mast. langsung terhadap jalan napas maupun subepitelial, hiperplasia dan hipertrofi miosit,
Ikatan tersebut menghasilkan pelepasan tidak langsung melalui mekanisme neural, hiperplasia miofibroblas, hipertrofi epitel serta
mediator seperti histamin, prostaglandin, peningkatan inflamasi jalan napas kronik hiperplasia sel goblet dan kelenjar mukus.
leukotrien dan sitokin misalnya TNF-α. Hal setelah pajanan alergen berulang. Hasilnya Dinding jalan napas menjadi edematosa
ini merupakan penyebab timbulnya gejala- adalah berupa inflamasi kronik jalan napas dan lapisan mukosa dan submukosa akan
gejala hipersensitivitas tipe cepat seperti yang terus-menerus mengalami cedera terinfiltrasi oleh eosinofil dan sel T. Membran
rinitis ringan sampai syok anafilaktik.4,14-16 hingga akhirnya menimbulkan perubahan basal juga menebal dan terdapat deskuamasi
Gejala-gejala ini terjadi pada hitungan menit struktural jalan napas dan akan tampak epitel. Miofibroblas diperkirakan berperan
sejak pajanan awal alergen dan mencapai beberapa tahun berikutnya berupa penurunan penting dalam proses remodeling jalan
puncak dalam 10-15 menit yang dalam VEP1 sebanyak 75%. Perubahan struktur ini napas yang diyakini sudah terjadi meskipun
keadaan normal akan membaik dalam 1-3 secara keseluruhan disebut sebagai proses pada asma ringan. Penelitian menunjukkan
jam pascapajanan. Proses inflamasi ini pada remodeling jalan napas.14,16,17 bahwa pengobatan antiinflamasi sejak dini
akhirnya menyebabkan kontraksi otot polos dapat membatasi terjadinya remodeling jalan
jalan napas, edema dan meningkatnya sekresi REMODELING JALAN NAPAS napas dengan berkurangnya deposit kolagen
mukus sehingga terjadi sumbatan jalan napas Pajanan alergen yang terus menerus atau subepitel dan menurunkan diferensiasi
serta timbul gejala asma akut seperti hidung berulang menyebabkan inflamasi akan fibroblas menjadi miofibroblas.5,8,17
tersumbat, bersin, bronkokonstriksi dan menetap dan sel imun innate dan adaptif akan
kulit kemerahan. Respons fase dini ini akan banyak ditemukan di jaringan. Inflamasi yang ONE AIRWAY ONE DISEASE
menginduksi menurunnya VEP1 sebanyak menetap ini dihubungkan dengan perubahan Hidung dan sinus paranasal merupakan
25%.11,17 pada struktur sel di jaringan dan pada banyak bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
kasus terlihat perubahan fungsi dari organ traktus respiratorius. Kesamaan gambaran
3. Reaksi asma fase lanjut yang sakit tersebut. Penelitian mengenai antara mukosa hidung dan bronkus
Reaksi asma fase dini yang berlangsung sekitar reaksi fase dini maupun fase lanjut telah menunjukkan terdapat interaksi antara
4-6 jam berikutnya akan diikuti reaksi asma banyak dilakukan dengan mudah pada subyek hidung dan paru dengan fungsi yang

CDK-207/ vol. 40 no. 8, th. 2013 587


TINJAUAN PUSTAKA

ALERGEN CEDERA
GM-CSF
Sel Dendritik menangkap alergen,
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa
EPITEL matang dan berdiferensiasi
menjadi APC asma dan rinitis sering terjadi pada individu
TGF-β,ET1 P↑produksi eosinofil di yang sama. Prevalensi asma tanpa rinitis
Migrasi ke KGB sumsum tulang
Migrasi ke paru biasanya kurang dari 2% sementara asma
dengan rinitis bervariasi antara 10%-
REMODELING
Sel Mast teraktivasi
JALAN NAPAS
Aktivitas lekosit di lamina
40%. Sebuah penelitian yang dilakukan
melalui reseptor IgE IL-3, IL-5, propria bronkus
afinitas tinggi GM-CSF di Amerika Serikat menemukan bahwa
HT, LT,PG IL-4, IL-5, IL-13,
MBP, ECP,LT
rinitis meningkatkan risiko terjadinya asma
IL-4
IL-13
Sel Th2 dan sebanyak tiga kali diantara pasien atopi
sel B migrasi
Kontraksi singkat otot
polos, vasodilatasi, eksudasi IMUNITAS Th2
ke paru Kontraksi otot polos yang lama,
vasodilatasi, eksudasi plasma
maupun nonatopi. Pasien rinitis dengan
plasma dan sekresi mukus dan sekresi mukus
keluhan di hidung yang berat dan memiliki
riwayat sinusitis akan memiliki risiko
FASE DINI FASE LANJUT tambahan yang lebih besar untuk terjadinya
asma. Namun hal tersebut sampai saat ini
VEP1
masih membutuhkan penelitian lebih lanjut
untuk membuktikan bahwa rinitis alergi
yang muncul sebagai manifestasi klinis
MENIT JAM awal dari penyakit alergi benar-benar akan
Gambar 3 Proses yang terjadi pada asma fase dini dan lanjut 11
berkembang menjadi asma di kemudian
hari.18

DERAJAT RHINITIS SHINOSINUSITIS


KEPARAHAN saling melengkapi. Konsep one airway one SIMPULAN
PENYAKIT disease didasarkan bahwa sebagian besar 1. Asma dan alergi menyebabkan pe-
SAL NAPAS
ATAS penderita asma memiliki rinitis alergi yang ningkatan morbiditas, biaya kesehatan, dan
dapat meningkatkan risiko serangan dan mengganggu produktivitas kerja.
kekambuhan pada asma sehingga makin 2. Terdapat hubungan antara faktor genetik
memperbesar frekuensi kunjungan ke unit dan pajanan lingkungan untuk terjadinya
DERAJAT gawat darurat dan perawatan di rumah sakit. asma dan alergi.
KEPARAHAN ASMA
PENYAKIT SAL Umumnya, makin berat rinitis yang diderita, 3. Proses inflamasi alergi pada asma terdiri
NAPAS BAWAH makin berat pula asmanya (Gambar 3) karena dari fase induksi, reaksi asma fase dini, dan
sebagian besar serangan akut asma di sini reaksi asma fase lanjut.
disebabkan oleh infeksi virus pada rinitisnya. 4. Proses remodeling jalan napas terjadi akibat
DERAJAT KEPARAHAN
Namun, tidak sebaliknya, tidak semua inflamasi yang terjadi kronik dan berulang serta
Gambar 4 Hubungan antara rinitis dan keparahan asma18 penderita rinitis memiliki asma.1,18 sudah mulai terjadi pada asma ringan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Carol O, Yao TC. The genetics of asthma and allergic disease: a 21st century perspective. Immunological reviews 2011;242:10-30.
2. Kim HY, DeKruyff RH, Umetsu DT. The many paths to asthma: phenotype shaped by innate and adaptive immunity. Nature Immunology.2010;11(7):577-82.
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika; 2004.p.1-11.
4. Murphy DM, O’Byrne PM. Recent advances in the pathophysiology of asthma. Chest.2010;137(6):1417-26
5. Galli SJ, Tsai M, Piliponsky AM. The development of allergic inflammation. Nature. 2008;454:445-54.
6. Mackay IR, Rosen FS. Allergy and allergic disease. N Engl J Med. 2001;344(1):30-6.
7. Guill MF. Asthma update: Epidemiology and pathophysiology. Pediatric in Review. 2004; 25(9):299-304.
8. Busse WW, Lemanske RF. Asthma. N Engl J Med. 2001; 344(5):350-60.
9. Umetsu DT, DeKruyff RH. The regulation of allergy and asthma. Immunological reviews. 2006;212:238-55.
10. Davies DE. The role of the epithelium in airway remodeling in asthma. Proc Am Thorac Soc. 2009;6:678-82.
11. Ferreira MA. Inflammation in allergic asthma: Initiating events, immunological response and risk factors. Respirology. 2004;9:16-24.
12. Holgate ST. Epithelium dysfunction in asthma. J Allergy Clin Immunol. 2007;120:1233-44.
13. Holgate ST, Davies DC, Puddicombe S, Richter A, Lackie P, Lordan P ,et al. Mechanisms of airway epithelial damage: Epithelial-mesenchymal interaction in pathogenesis of asthma. Eur
Respir J. 2003; 22(44):24-9.
14. Verstraelen S, Bloemen K, Witters H, Schoeters G, Heuvel RV. Cell types involved in allergic asthma and their use in in vitro models to assess respiratory sensitization. Toxicology in Vitro.
2008;1419-31.
15. Bloemen K, Verstraelen S, Heuvel RV, Witters H, Neilssen I, Schoeters G. The allergic cascade: review of the most important molecules in the asthmatic lung. Immunology Letters. 2007;113:6-18.
16. Barnes PJ. Pathophysiology of allergic inflammation. Immunological reviews. 2011;242:31-50.
17. Canonica GW. Treating asthma as an inflammatory disease. Chest. 2006;130:218-88.
18. Bousquet J, Khaltaev N, Cruz AA, Denburg J, Fokkens WJ, Togias A, et al. Allergic rhinitis and its impact on asthma (ARIA). Allergy. 2008;63(86):8-160.

588 CDK-207/ vol. 40 no. 8, th. 2013

Anda mungkin juga menyukai