Anda di halaman 1dari 9

Ahmad Aulia Jusuf /Bagian Histologi FKUI 1

All images in this document is removed due to copyright restriction

ASPEK GENETIK KANKER


Ahmad Aulia Jusuf
Bagian Histologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2008

PENGANTAR
Pada mahluk hidup multiselular, homeostasis dipertahankan melalui keseimbangan antara
proliferasi/perkembang biakan sel dan kematian sel. Bila keseimbangan antara proliferasi dan
kematian ini terganggu maka akan terjadi akumulasi sel atau kehilangan sel. Akumulasi sel terjadi
bila laju kematian sel lebih rendah dibandingkan proliferasi sel atau laju proliferasi sel lebih
tinggi dibandingkan kematian. Sebaliknya kehilangan sel akan terjadi bila laju kematian sel lebih
tinggi dari proliferasi atau laju proliferasi lebih rendah dari kematian sel.
Kanker dianggap sebagai kelompok penyakit selular dan genetik karena dimulai dari satu
sel yang telah mengalami mutasi DNA sebagai komponen dasar gen. Sel-sel yang mengalami
kerusakan genetik tidak peka lagi terhadap mekanisme regulasi siklus sel normal sehingga akan
terjadi proliferasi tanpa kontrol. Mutasi yang terjadi pada DNA di dalam gen yang meregulasi
siklus sel (pertumbuhan, kematian dan pemeliharaan sel) akan mengakibatkan penyimpangan
siklus sel dan salah satu akibatnya adalah pembentukan kanker atau karsinogenesis.
Perbanyakan sel dapat diatur baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Regulasi proliferasi sel secara langsung yaitu melalui stimulasi siklus pembelahan sel (cell
division cycle). Sedangkan secara tidak langsung yaitu dengan regulasi proses apoptosis.
Penghambatan terhadap proses apoptosis mengakibatkan sel-sel yang seharusnya sudah ”mati”
akan mampu bertahan dan pada akhirnya akan mengganggu keseimbangan jumlah sel-sel yang
ada. Keputusan dari suatu sel mengalami apoptosis dapat dipengaruhi oleh sejumlah rangsangan
dari luar sel.
Penelitian tentang kanker pada saat ini terfokus pada upaya untuk memahami rangkaian
perubahan genetik yang terjadi pada sel yang normal yang menyebabkannya menjadi sel kanker.
Genetika kanker bertujuan untuk memahami berbagai tahapan mutasi dan jalur-jalur selektif yang
menyebabkan sel somatik normal berubah menjadi sel-sel kanker yang proliferatif dan invasif.
Uraian dibawah ini dimaksudkan untuk memahami prinsip-prinsip genetik terjadinya kanker.

Aspek genetika Kanker / 7 Januari 2008


Ahmad Aulia Jusuf /Bagian Histologi FKUI 2

Pada uraian ini akan dibahas tentang definisi kanker, oncogens, tumor supressor genes, stabilitas
genomik dan kontrol siklus sel.

DEFINISI
Kanker adalah istilah umum untuk semua tumor ganas. Istilah ini diduga berasal dari
bahasa latin untuk kepiting (crab). Hal ini karena sifat kanker seperti kepiting yang menancap ke
dalam jaringan yang ditempelinya.
Karena perkataan tumor biasanya dipakai untuk pembengkakan yang disebabkan oleh
proses inflamasi (peradangan), maka untuk pembengkakan yang tidak disebabkan karena proses
radang dipakai istilah neoplasma. Secara literatur istilah neoplasma berarti ”pertumbuhan baru”.
Istilah oncology (Bhs Yunani berarti tumor) adalah ilmu yang mempelajari tumor atau
neoplasma. Seorang oncologist Inggris mengatakan : ”Neoplasma adalah masa jaringan yang
tidak normal, pertumbuhan yang tak terkendali dan tidak terkontrol.” Pada kanker terjadi
perubahan genetik yang diturunkan kepada sel-sel kanker turunannya. Perubahan pada gen ini
menyebabkan terjadinya proliferasi sel yang tak terkendali dan tak terkontrol.
Ada 2 mekanisme yang menyebabkan kanker menjadi progresif yaitu
1. beberapa mutasi akan menyebabkan terjadinya proliferasi sel yang tidak normal yang pada
gilirannya akan menjadi taget untuk terjadinya mutasi yang berikutnya
2. beberapa mutasi akan mempengaruhi kestabilan genom secara keseluruhan baik pada tingkat
DNA maupun pada tingkat kromosom yang meningkatkan laju terjadinya mutasi.

Gambar-1 Evolusi kanker


Ada 2 jalur mutasi yang akan mengarah ke arah perbanyakan sel yang tidak normal.
Kedua jalur tersebut adalah
1. Hiperaktif gen-gen stimulator.
Mutasi biasanya terjadi pada salah satu dari dua kopi gen yang terdapat pada sel. Gen
yang mengalami mutasi ini dikenal sebagai oncogen (Gr: onkos berarti tumor).
Sementara gen pasangannya yang tidak mengalami mutasi dikenal sebagai protooncogen.
2. Inaktivasi gen-gen inhibitor.
Mutasi jenis ini biasanya bersifat resesif artinya kedua gen yang berpasangan tersebut
dibuat tidak aktif atau mengalami delesi sehingga tidak ada lagi hambatan terhadap
proliferasi sel. Gen penghambat proliferasi sel ini dikenal sebagai tumor supressor gen .
ONCOGEN

Aspek genetika Kanker / 7 Januari 2008


Ahmad Aulia Jusuf /Bagian Histologi FKUI 3

Oncogen adalah gen-gen yang sebenarnya berperan dalam proliferasi sel yang mengalami
mutasi. Pasangan oncogen yang tidak mengalami mutasi dan berperan dalam proses proliferasi
sel yang normal dikenal sebagai protooncogen.
Oncogen ditemukan pertama kali tahun 1960 pada binatang yang mengalami kanker
khususnya lekemia dan limfoma yang disebabkan virus. Beberapa virus mempunyai genomik
DNA yang kompleks (misalnya SV-40 dan papilloma virus), sementara retrovirus mempunyai
genomik RNA yang sangat sederhana yang mengandung 3 unit transkripsi yang mengkode
protein internal, ensim polymerase dan protein sampul. Satu hal yang menghebohkan adalah
diketahuinya bahwa virus ini menyebabkan terjadinya kanker pada sel yang infeksinya karena
adanya satu gen ekstra yang dikenal sebagai oncogen.

Tabel-1 Beberapa oncogen yang awalnya teridentifikasi melalui keberadaannya


pada transforming retrovirus
Pada penelitian lebih lanjut diketahui bahwa oncogen tersebut adalah kopi dari gen
selular yang normal yang dikenal sebagai protooncogen. Oncogen ini terintegrasi dengan partikel
virus dan pada saat teraktivasi oncogen ini dapat diinfeksikan kedalam sel yang infeksinya Pada
penelitian selanjutnya diketahui bahwa kebanyakan kanker pada manusia tidak tergantung kepada
virus tetapi protooncogen sel itu sendiri yang teraktivasi sehingga berubah menjadi onkogen
Oncogen merubah sel normal menjadi kanker dengan mempengaruhi fungsi-fungsi normal.
Fungsi–fungsi sel yang dipengaruhi oleh oncogen dikelompokkan menjadi
1. sekresi faktor-faktor pertumbuhan misalnya onkogen sis
2. reseptor pada permukaan sel, misalnya onkogen erb-B, fms
3. komponen sistem transduksi signal intraselular,misalnya onkogen yang termasuk
keluarga RAS, abl
4. DNA-binding nuclear proteins, termasuk transcrption factors, misalnya MYC, Jun
5. Komponen jaringan cyclins, cyclin dependent kinase dan kinase inhibitor yang
memerintahkan kemajuan perkembangan kanker melalui siklus sel (cell cycle.
Misalnya MDM2

Ga,mbar-2 Lokasi selular dan aktivitas produk berbagai protooncogen


Perubahan protooncogen menjadi oncogen (aktivasi protooncogen) dapat terjadi melalui beberapa
cara yaitu

Tabel-2 Empat cara aktivasi onkogen

Aspek genetika Kanker / 7 Januari 2008


Ahmad Aulia Jusuf /Bagian Histologi FKUI 4

1. aktivasi dengan cara amplifikasi


Banyak sel –sel kanker mengandung kopi oncogen, misalnya kanker payudara sering
mengamplifikasi oncogen erb-B2 dan kadang-kadang MYC. Kopi oncogen ini hadir dalam
bentuk pasangan kromatin yang kecil yang terpisah dari kromosom atau terintegrasi di dalam
kromosom normal. Amplifikasi oncogen pada sel tumor dapat dipelajari dengan cara
comparative genomic hybridization (CGH).
2.aktivasi dengan cara point mutation
3 gen yang tergolong keluarga RAS, HRAS,KRAS, dan NRAS teraktivasi pada berbagai
tumor yang besar. Ketiga oncogen ini memediasi pensignalan oleh protein G yang berikatan
dengan reseptor. Pengikatan ligand pada reseptor memicu pengikatan GTP ke protein RAS
membentuk kompleks GTP-RAS. Kompleks GTP-RAS akan mentransmisikan signal di
dalam sel. Ikatan GTP-RAS ini akan segeran diinaktifkan menjadi bentuk GDP-RAS.
Protein RAS mempunyai aktivitas GTPase. Dengan adanya point mutation pada gen RAS
akan menurunkan aktivitas GTPase, akibatnya ikatan GTP-RAS akan diinaktifkan secara
perlahan-lahan sehingga akan menimbulkan respons selular yang berlebihan terhadap signal
dari reseptor . Adanya point mutation pada gen RAS banyak ditemukan pada berbagai tumor
termasuk kanker usus besar, paru, payudara dan kandung kemih.

Gambar-3 Mekanisme kerja gen RAS


3.aktivasi melalui translokasi gen
Mekanisme ini jarang ditemukan pada kanker tetapi banyak didapatkan pada tumor kanker
darah dan sarcoma. Contoh yang umum adalah kromosom Philadelphia (Ph) chromosome
yang merupakan kromosom akrosentrik kecil ditemukan pada 90% pasien dengan kronis
myeloid leukemia. Kromosom ini dibentuk dari proses translokasi kromosom 9 dengan
kromosom 2. Pada proses translokasi ini kromosom 9 mengalami patahan pada intron
oncogene ABL. Ujung 3’ gen ABL akan menyatu dengan ujung 5’ dari gen BCR yang berasal
dari patahan kromosom 9, sehingga membentuk fusi gen baru. Gen ini kemudian akan
menghasilkan ensim tyrosin kinase yang serupa dengan produk gen ABL tetapi dengan sifat
yang sudah abnormal.

Gambar-4 Translokasi gen yang membentuk gen Philadelphia

4.aktivasi melalui translokasi kedalam daerah kromatin yang aktif bertranskripsi

Aspek genetika Kanker / 7 Januari 2008


Ahmad Aulia Jusuf /Bagian Histologi FKUI 5

Pada proses aktivasi ini juga terjadi translokasi gen tetapi fusi gen tidak terbentuk, tetapi
sebaliknya oncogen akan diletakkan pada lingkungan kromatin yang secara aktif

Gambar-5 Translokasi gen pada limfoma Burkitt


ditranskripsikan di dalam sel B yang menghasilkan antibodi. Contohnya limfoma Burkitt.
Pada limfoma Burkiit terjadi translokasi antara gen 24 yang terletak pada lengan pendek
kromosom 8 dengan gen 32 yang terletak pada lengan pendek kromosom 14 yang disingkat
t(8;14) (q24; q32). Translokasi ini akan menempatkan oncogen Myc dekat dengan lokus
Imunoglobin IGH pada 14q32.

TUMOR SUPPRESSOR
Pertumbuhan berbagai kanker dikontrol oleh berbagai signal eksternal yang bertujuan
untuk mempertahankan homeostasis. Kegagalan untuk menghambat pertumbuhan merupakan
salah satu perubahan mendasar untuk terjadinya kanker. Protein yang berfungsi menghambat
proliferasi sel ini dikenal sebagai tumor supressor gen. Sebetulnya istilah tumor suppressor
kurang tepat karena secara fisiologis fungsi gen ini adalah meregulasi pertumbuhan sel dan bukan
untuk mencegah pembentukan tumor. Karena hilangnya fungsi gen-gen banyak ditemukan pada
berbagai kanker maka dipakailah istilah ini.
Tumor suppressor gene ditemukan pertama kali pada kasus retinoblastoma. Tumor ini
merupakan tumor yang jarang ditemukan dengan insiden kira-kira 1:20.000 bayi dan anak. Kira-
kira 40% kasus ini terjadi secara diturunkan dan 60% berlangsung secara sporadik. Tumor ini
diturunakan secara autosomal dominant. Knudson mengajukan hipotesis ”two hit” untuk
menerangkan terjadinya kanker. Pada kasus yang diturunkan ia berpendapat perubahan gen ini
terjadi pada salah satu orangtua dan gen yang telah mengalami perubahan ini terdapat pada semua
sel somatik, sementara mutasi kedua terjadi pada sel-sel retina yang telah mengalami mutasi.
Pada kasus sporadik kedua mutasi ini terjadi secara somatik pada satu sel retina yang kemudian
memperbanyak diri membentuk tumor.

Gambar-4 Two hit hypothesis dari Knudson


Pada retinoblastoma terjadi mutasi berupa delesi pada gen RB, oncogen yang terletak pada
kromosom 13q14. Kedua alel yang mengandung gen RB ini mengalami inaktivasi. Pada kasus
Retinoblastoma yang bersifat herediter satu gen RB adalah normal sedangkan alelnya mengalami
mutasi. Gen yang normal ini kemudian mengalami mutasi baik berupa point mutasi, interstisial
delesi 13q14 atau delesi lengkap 13q14. Pada kasus sporadik, kedua alel RB yang normal ini

Aspek genetika Kanker / 7 Januari 2008


Ahmad Aulia Jusuf /Bagian Histologi FKUI 6

mengalami perubahan dan menyebabkan terjadinya kanker. Pasien dengan retinoblastoma yang
bersifat familial ini juga mempunyai resiko tinggi untuk mengalami osteosarcoma dan beberapa
jenis sarkoma. Inaktivasi locus RB juga telah ditemukan pada beberapa tumor lainnya termasuk
adenokarsinoma payudara, karsinoma sel kecil paru, dan karsinoma kandung kemih.

Gambar-5 Patogenesis Retinoblastoma


Kanker berkembang ketika mutasi pada alel bersifat homozigot atau kondisi yang menyebabkan
gen RB normal kehilangan sifat heterozigotnya, kondisi ini dikenal sebagai Loss of
Heterozygosity atau LOH. Protein yang dihasilkan oleh tumor supressor gen ini terlibat dalam
kontrol siklus sel (cell cycle), regulasi proses apotosis, dan berbagai aktivitas selular yang penting
lainnya. Mereka mungkin berperan sebagai transcription factors, cell cycle inhibitor, signal
tranducer, cell surface receptor dan regulator respons selular terhadap kerusakan.

Tabel-3 Beberapa tumor supressor yang terlibat dalam


kanker pada manusia dan mekanismenya

STABILITAS GENOMIK
Ketidak stabilan genomik merupakan gambaran universal yang ditemukan pada kanker.
Ketidak stabilan genomik akan mengakibatkan gen-gen mudah mengalami mutasi. Ada 2 jenis
ketidakstabilan genomik yaitu
1. instabilitas kromosom (chromosomal instability)
merupakan bentuk yang umum ditemukan. Sel-sel tumor mempunyai kariotipe yang tidak
normal yang ditandai oleh banyaknya tambahan kromosom atau banyaknya kromosom
yang hilang. Ketidakstabilan kromosom terjadi karena
a. hilangnya spindle checkpoint
Spindle checkpoint akan mencegah pemisahan kromosom pada saat mitosis
hingga seluruh kromosom telah melekat secara benar pada benang-benang
spindle secara benar. Hilangnya spindle checkpoint akan menyebabkan
terbentuknya sel-sel yang tidak normal. Sel-sel tumor telah kehilangan
kemampuan spindle checkpoint.
b. siklus sel yang berjalan terus menerus setelah terjadi kerusakan DNA.

Aspek genetika Kanker / 7 Januari 2008


Ahmad Aulia Jusuf /Bagian Histologi FKUI 7

Pada sel yang DNA nya mengalami kerusakan, secara normal akan terjadi
mekanisme perbaikan DNA (DNA repairing) sebelum memasuki siklus sel
berikutnya, sehingga sel-sel turunan mempunyai DNA yang normal. Pada sel-sel
kanker kontrol ini telah hilang. Beberapa tumor supressor gen terlibat dalam
mekanisma kontrol ini misalnya ATM, nibrin, BRCA-1 dan BRCA-2
c. Replikasi terjadi pada tempat yang mempunyai telomerese yang telah memendek
sehingga proliferasi sel berlangsung terus menerus.
Ujung kromosom manusia diproteksi oleh sekuens berulang (TTAGGG)n yang
dipertahankan oleh ensim RNA khusus yaitu telomerase. Ensim ini terdapat pada
sel-sel benih tetapi sudah tidak ada pada kebanyakan sel somatik. Panjang
telomere ini berkurang 50-100 basepair pada setiap generatsi sel berikutnya,
sehingga akhirnya sel ini kehilangan kemampuan untuk memperbanyak diri lagi
dan mencapai stadium jenuh (senescence). Pada sel yang mempunyai gen p53
atau Rb yang tidak berfungsi proses perbanyakan sel akan tetap berlangsung
walaupun telomer telah menjadi sangat pendek dan akan menghasilkan sel-sel
yang tidak stabil yang mudah mengalami mutasi.
2. ketidakstabilan mikrosatelit (microsatellite instability)
Ketidakstabilan yang terlihat ditingkat DNA yang ditemukan pada beberapa jenis tumor
khususnya beberapa tumor kolon. Pada sel yang mengalami Loss of Heterozygosity atau
LOH dapat ditemukan adanya alel tambahan atau alel baru. Hal ini ditemukan pada
hereditary nonpolyposis colon cancer (HNPCC).

Gambar-6 Penambahan alel pada sel yang mengalami LOH

KONTROL SIKLUS SEL


Pada setiap sel akan terdapat 3 pilihan untuk masa depannya apakah akan statis,
membelah diri (proliferasi) atau mati (apoptosis). Bila ada sinyal/rangsangan dari luar atau dalam
sel akan memilih salah satu dari 3 pilihan tersebut. Oncogen dan tumor supressor gen berperan
dalam penerusan dan interpretasi sinyal-sinyal ini.

Gambar-7 Pilihan Masa Depan Sel


Pada siklus sel terdapat beberapa check point yang akan mengevaluasi apakah proses
mitosis akan memasuki tahap selanjutnya. Chekpoint tersebut adalah

Aspek genetika Kanker / 7 Januari 2008


Ahmad Aulia Jusuf /Bagian Histologi FKUI 8

Gambar 8 Checkpoint pada siklus sel


1. G1-S checkpoint
Pada titik ini replikasi DNA akan dihambat bila ada DNA yang rusak yang belum diperbaiki
(unrepair DNA). Kerusakan yang tidak diperbaiki akan menyebabkan gen akan mengalami
apoptosis. Pada phase S mungkin ada checkpoint tambahan lain untuk memeriksa ada
tidaknya kerusakan DNA.
Pada sel-sel tumor G1-S checkpoin akan diinaktifkan . Ada 3 macam tumor supressor gene
yang terlibat dalam G1-S Checkpoin yaitu RB, P53 dan CDKN2A. Pada semua sel tumor
tampaknya gen RB dan p53 mengalami inaktif, sehingga akan terjadi mitosis yang berlebihan
dan dihambatnya apoptosis.
Aktivasi gen p53 normal oleh agent perusak DNA atau oleh kondisi hipoksia akan
menyebabkan tertahannya siklus sel pada fase G1 dan menginduksi terjadinya proses DNA
repairing dengan cara meningkatkan kerja gen p21 yang berfungsi menghambat kerja dari
cyclin dependent kinase dan merangsang kerja gen GADD45 yang berperan dalam proses
DNA repairing. Keberhasilan proses repairing DNA akan membawa sel memasuki tahapan
siklus sel selanjutnya. Bila proses repairing ini gagal gen p53 akan menginduksi gen BAX
yang berperan dalam promosi proses apoptosis. Pada sel yang fungsi gen p53 telah hilang
atau gen p53 mengalami mutasi akan menyebabkan sel yang mengandung DNA yang rusak
ini untuk terus berproliferasi dan dapat menyebabkan timbulnya keganasan.

Gambar-9 Peran p53 dalam mempertahankan keutuhan genomik

2. G2-M checkpoint
Pada titik ini sel akan dihambat agar tidak memasuki tahap mitosis sebelum proses replikasi
DNA dan perbaikan DNA dari segala kerusakan selesai.
3. Spindle checkpoint
Spindle checkpoint akan mencegah pemisahan kromosom pada saat mitosis hingga seluruh
kromosom telah melekat secara benar pada benang-benang spindle secara benar. Hilangnya
spindle checkpoint akan menyebabkan terbentuknya sel-sel yang tidak normal. Sel-sel tumor
telah kehilangan kemampuan spindle checkpoint.

RUJUKAN

Aspek genetika Kanker / 7 Januari 2008


Ahmad Aulia Jusuf /Bagian Histologi FKUI 9

1. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Neoplasma: Robbin and Cotran Pathologic Basis of
Disease 2005, Chapter 7: 269-342
2. Bishop, JM. Molecular themes in oncogenesis.Cell, 1991: 64: 235-248
3. Harris H, The genetic analysis of malignancy. J.Cell Sci, 1986: 4 (Suppl): 431-444
4. Varmus, H., Weinberg, R.A. Genes and the Biology of Cancer. New York: Scientific
American Library, 1993.
5. Mc. Kelvey KD, Evans JP. Cancer genetics in primary care. J. Nutr. 2003, 133 (11S-I)
3767S-3772S
6. Gondhowiarjo S. Proliferasi sel dan keganasan. Maj. Kedokt. Indon.2004: 54(7): 289-299
7. Milner JA. Molecular Targets for Bioactive Food component. J. Nutr.2004 134(9):
2492S-2498S
8. Go VW, Butrum RR, Wong DA. Diet nutrition, and cancer prevention. The post genomic
era. J. Nutr. 2003, 133 (11S-I) 3830S-3836S
9. Nowell SA, Ahn J, Ambrosone CB. Gene-nutrient interaction in cancer etiology. Nutr.
Rev. 2004; 62(11):427-434
10. Philipp-Staheli J, Payne SR, Kemp CI: p27 (Kip1): regulation and function of a haplo-
insufficient tumor suppressor and its misregulation in cancer. Exp Cell Res 2001: 264:
148
11. Strachan T, Read AP, Cancer genetic in Human Molecular Genetics, 3 rd ed, Garland
Science, London-New York, 2004, pp. 488-507
12. Albert, B., Bray, D., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K., Watson, J.D. The Molecular
Genetics of Cancer in Molecular Biology of The Cell., 3 rd Ed., Garland Publishing, New
York and London, 1994 pp. 1037-1138

Aspek genetika Kanker / 7 Januari 2008

Anda mungkin juga menyukai