Anda di halaman 1dari 13

Nama : Ilham Nugraha Syahputra

NIM : 2015 034 0080

Learning Object
Scenario 3
1.) Nekrosis Pulpa - Abses
Pulpa nekrosis adalah matinya pulpa baik sebagian atau seluruhnya yang dapat terjadi

karena inflamasi maupun rangsangan traumatik.

Penyebab nekrosis adalah bakteri, trauma, iritasi bahan restorasi maupun inflamasi dari

pulpa yang berlanjut. Pada beberapa kasus, gigi nekrotik diawali dengan riwayat sakit yang

berangsur-angsur menjadi nekrosis. Gigi dengan pulpa nekrotik tidak selalu menimbulkan

gejala rasa sakit. Adanya perubahan warna gigi menjadi keabu-abuan atau kecoklatan

seringkali merupakan indikasi kematian pulpa. Apabila ada rangsang panas gigi nekrosis akan

terasa sakit karena terjadi pemuaian gas yang akan menekan ujung saraf jaringan vital yang

ada disekitarnya, sedangkan dengan rangsang dingin (Chlor Ethyl) dan stimulasi elektrik pada

gigi dengan pulpa nekrotik biasanya tidak menimbulkan respon.10

Kelainan periapikal yang disebabkan oleh nekrosis pulpa dapat diklasifikasikan

berdasarkan temuan histologi dan klinis. Klasifikasi kelainan periapikal ini adalah sebagai

berikut :2,3

i) Periodontitis Apikalis Akut

Periodontitis apikalis akut merupakan penyebaran inflamasi yang berlanjut ke jaringan

periapikal. Periodontitis apikalis akut adalah peradangan lokal yang terjadi pada ligamentum

periodontal didaerah apikal. Penyebab utama adalah iritasi yang berdifusi dari nekrosis pulpa

ke jaringan periapikal seperti bakteri, toksin bakteri, obat disinfektan, dan debris. Selain itu,

iritasi fisik seperti restorasi yang hiperperkusi, instrumentasi yang berlebih, dan keluarnya

obturasi ke jaringan periapikal juga bisa menjadi penyebab periodontitis apikalis akut.1,2,3
Periodontitis apikalis akut pada umumnya menimbulkan rasa sakit pada saat mengigit.

Sensitiv terhadap perkusi merupakan tanda penting dari tes diagnostik. Tes palpasi dapat

merespon sensitif atau tidak ada respon. Jika periodontitis apikalis merupakan perluasan

pulpitis, maka akan memberikan respon respon terhadap tes vitalitas. Jika disebakkan oleh

nekrosis pulpa maka gigi tidak akan memberikan respon terhadap tes vitalitas. Gambaran

radiografi terlihat adanya penebalan ligamentum periodontal.8

Periodontitis apikalis akut terkait dengan eksudasi plasma dan perpindahan sel-sel

inflamasi dari pembuluh darah ke jaringan periapikal. Hal ini menyebabkan kerusakan pada

ligamen periodontal dan resopsi tulang alveolar.

Gambar 2.1. Gambaran radiografi dari periodontitis periapikal akut


Sumber : Ingle J.I. Endodontics 5th ed. 2002.p.180.

ii) Periodontitis Apikalis Kronis

Periodontitis apikalis kronis biasanya diawali dengan periodontitis apikalis akut atau

abses apikalis. Peridontitis apikalis kronis merupakan proses inflamasi yang berjalan lama dan

lesi berkembang dan membesar tanpa ada tanda dan gejala subyektif. Tes vitalitas tidak

memberikan respon karena secara klinis pulpa yang terlibat telah nekrosis. Tes perkusi

memberi respon non-sensitif, sedangkan untuk tes palpasi memberikan respon non sensitif. hal

ini menunjukkan keterlibatan tulang kortikal dan telah terjadi perluasan lesi ke jaringan

lunak.2,5,9
Secara radiografis periodontitis apikalis kronis menunjukkan perubahan gambaran

dasar radiolusen periapikal. Perubahan berawal dari penebalan ligamentum periodontal dan

resopsi lamina dura kemudian terjadi destruksi tulang periapikal.2,5

Secara histologi periodontitis apikalis kronis dapat digolongkan menjadi menjadi

granuloma dan kista. Granuloma merupakan jaringan granulasi yang terbentuk sebagai respon

jaringan periapikal yang kronis terhadap inflamasi dan proses nekrosis jaringan pulpa.

Pembentukan granuloma dimulai dengan terjadinya proliferasi sel epitel di periapeks, sehingga

membentuk jaringan granulasi akibatnya sel yang berada di tengah masa epitel tidak

mendapatkan suplai nutrisi. Tekanan dalam jaringan granulasi membesar dan menekan

jaringan sehat serta tulang di sekitarnya, sehingga terjadi resopsi tulang yang terlihat secara

radiografis. Kista radikuler merupakan rongga patologis di daerah periapikal yang berisi cairan

semifluid dan dilapisi sel-sel epitel yang merupakan hasil dari peradangan akibat nekrosis

pulpa.2,5,9

Gambar 2.2. Gambaran radiografi dari periodontitis periapikal kronis


Sumber : Ingle J.I. Endodontics 5th ed. 2002.p.180.

iii) Abses Apikalis Akut

Abses apikalis akut adalah proses inflamasi pada jaringan periapikal gigi, yang disertai

pembentukan eksudat. Abses apikalis akut disebabkan masuknya bakteri, serta produknya dari

saluran akar gigi yang terinfeksi.(ingel) Abses apikalis akut ditandai dengan nyeri yang

spontan, adanya pembentukan nanah, dan pembengkakan. Pembengkakan biasanya terletak

divestibulum bukal, lingual atau palatal tergantung lokasi apeks gigi yang tekena. Abses
apikialis akut juga terkadang disertai dengan manifestasi sistemik seperti meningkatnya suhu

tubuh, dan malaise. Tes perkusi abses apikalis akut akan mengahasilkan respon yang sangat

sensitif, tes palpasi akan merespon sensitif. Sedangkan tes vitalitas tidak memberikan

respon.3,5,8

Secara histologi abses apikalis akut menunjukkan adanya lesi destruktif dari nekrosis

yang mengandung banyak leukosit PMN yang rusak, debris, dan sel serta eksudat purulen.

Gambaran radiografis abses apikalis akut, terlihat penebalan pada ligamen periodontal dengan

lesi pada jaringan periapikal.2

Gambar 2.3. Gambaran radiografi dari abses periapikal akut


Sumber : Ingle J.I. Endodontics 5th ed. 2002.p.185.

iv) Abses Apikalis Kronis

Abses apikalis kronis merupakan keadaan yang timbul akibat lesi yang berjalan lama

yang kemudian mengadakan drainase ke permukaan. Abses apikalis kronis disebabkan oleh

nekrosis pulpa yang meluas ke jaringan periapikal, dapat juga disebabkan oleh abses akut yang

sebelumnya terjadi. Abses adalah kumpulan pus yang terbentuk dalam jaringan. Pus ini

merupakan suatu kumpulan sel-sel jaringan lokal yang mati, sel-sel darah putih, organisme

penyebab infeksi atau benda asing dan racun yang dihasilkan oleh orgnisme dan sel darah.

Abses apikalis kronis merupakan reaksi pertahanan yang bertujuan untuk mencegah infeksi

menyebar kebagian tubuh lainnya.1,2,10


Abses apikalis kronis berkembang dan membesar tanpa gejala yang subjektif, hanya

dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiografis atau dengan adanya fistula didaerah sekitar

gigi yang terkena. Fistula merupakan ciri khas dari abses apikalis kronis. Fistula merupakan

saluran abnormal yang terbentuk akibat drainasi abses.4,10

Abses apikalis kronis pada tes palpasi dan perkusi tidak memberikan respon non-

sensitif, Sedangakn tes vitalitas tidak memberikan respon.8

Gambaran radiografis abses apikalis kronis terlihat putusnya lamina dura hingga

Gambar 2.5. Gambaran radiografi dari abses periapikal kronis


Sumber : Ingle J.I. Endodontics 5th ed. 2002.p.186.
Sourch :
https://jurnal.ugm.ac.id/mkgi/article/viewFile/8383/6477
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/2707/BAB%20II.docx?sequence

2.) Pemeriksaan objektif


 Test Perkusi
• Guna : menentukan adanya patosis pulpa dan jar. Periapikal
• Cara : mengetuk permukaan insisal atau oklusal dengan ujung pegangan kaca mulut yg
diletakkan paralel dengan aksis gigi.
• Hasil (+) tajam = inflamasi periapikal
• Hasil (+) ringan – sedang = inflamasi periodontal ligamen.
 Test Palpasi
Guna : menentukan adanya proses inflamasi yg sudah sampai ke periapikal.
Interpretasi : (+) = inflamasi sudah mencapai tulang dan mukosa regio apikal gigi.
Teknik : melakukan tekanan ringan pada mukosa sejajar dengan apeks gigi.
 STIMULASI DENTIN SECARA LANGSUNG
Merupakan test vitalitas yg paling akurat.
Interpretasi :
(+) = pulpa masih responsif, bila sensasi terasa tajam = pulpa masih mengandung jaringan
vital.
(-) = ? (tidak menunjukkan bahwa gigi nekrosis) Teknik : harus dilakukan pada dentin yg
terbuka.
Karies harus dibersihkan dari debris terlebih dahulu kemudian lakukan goresan dengan
sonde pada dasar pulpa.
 Test Thermal Dingin
Metode yg digunakan
1. Es
2. CO2 (es kering) : paling efektif tetapi memerlukan armamentarium khusus 3. Bahan
pembeku (ethyl chloride)
Cara : gigi diisolasi dengan cotton roll, permukaan gigi dikeringkan, letakkan batang es
atau cotton pellet yg telah diberi ethyl chloride pada permukaan gigi.
 Sensasi tajam yg hilang bila rangsang dihentikan = gigi vital.
 Sensasi tajam yg tidak hilang atau semakin sakit = irreversibel pulpitis
 Tidak ada sensasi = nekrotik pulpa
 Hasil false negatif = penyumbatan saluran akar (calcific metamorphosis)
 Hasil false positif = es terkena gigi tetangga normal • Lebih Efektif untuk gigi anterior.

 Test Thermal Panas


 Metode yg dipakai
1. Gutta percha yg dipanaskan di api dan diaplikasikan ke permukaan labial
2. Friksi di permukaan gigi dengan bur rubber cup
3. Air Panas
4. Instrumen yg dipanaskan (dapat menyebabkan injuri)
 Dalam melakukan test panas, sebaiknya gunakan rubber dam Kurang efektif untuk
mengetahui vitalitas pulpa
 Dapat membantu pada pasien dengan symptom panas dan lokasi gigi diketahui.
 Sakit yg tajam dan nyeri = gigi vital (belum tentu normal)
 Sangat Sakit = Irreversibel pulpitis
 Tidak ada respon (bersama – sama hasil test lain) = nekrosis pulpa
 False negatif dan positif
 TEST PULPA ELEKTRIKAL
 Suatu alat yg dijalankan baterai dan menghantarkan arus elektrik frekuensi
tinggi yg dapat berbeda – beda.
 Stimulus diletakkan di permukaan gigi
 Cara : letakkan pasta gigi diujung pulpa tester elektroda, sirkuit diaktifkan
dengan klip atau dipegang oleh pasien. Ujung elektroda diletakkan di
permukaan labial. Arus dinaikkan pelan – pelan sehingga didapatkan respon.
 Sensasi (+) (tingling, stinging, rasa penuh atau panas) = vital.
 Sensasi (-) = nekrosis pulpa
 False positif dan negatif
Sourch :
http://ocw.usu.ac.id/course/download/611-ILMU-KONSERVASI-GIGI-II/ikg-
08_slide_diagnosa_dalam_perawatan_endodonti.pdf

3.) Perawatan trauma gigi


Penanganan untuk gigi dan jaringan sekitar dilakukan bila keadaan umum
pasien telah baik dan seluruh langkah-langkah penanganan umum telah dilakukan.
Penentuan rencana perawatan yang tepat didasarkan pada diagnosa serta
anamnesa yang lengkap.
1. Perawatan segera pada trauma gigi sulung 4,7,12-14
Pada awal perkembangan gigi tetap, gigi insisif terletak pada palatal dan sangat dekat
dengan apeks gigi insisif sulung. Oleh karena itu bila terjadi trauma pada gigi sulung maka
dokter gigi harus benar-benar mempertimbangkan kemungkinan terjadi kerusakan pada
gigi tetap di bawahnya. Gambar 3. Ilustrasi gangguan perkembangan benih gigi permanen
pada anak Usia 2 tahun. Mahkota gigi insisif sulung bergeser ke bukal sehingga tekanan
akar akan mengganggu perkembangan mahkota gigi insisif tetap.
1.1 Fraktur Email dan Email-Dentin
Perawatan fraktur yang terjadi pada email dan email-dentin pada anak yang tidak
kooperatif cukup dengan menghilangkan bagian-bagian yang tajam, namun bila anak
kooperatif dap at dilakukan penambalan dengan menggunakan semen glass ionomer atau
kompomer.
1.2 Fraktur Mahkota Lengkap
Pencabutan gigi merupakan perawatan yang terbaik namun bila pasien kooperatif maka
dapat dilakukan perawatan saluran akar dan dilanjutka dengan penambalan.
1.3 Fraktur Mahkota-Akar
Perawatan terbaik adalah ekstraksi, karena umumnya kamar pulpa akan terbuka dan
keberhasilan perawatan kurang memuaskan.
1.4 Fraktur Akar
Apabila pergeseran mahkota terlihat menjauh dari posisi seharusnya maka pencabutan
adalah perawatan terbaik. Bagian akar yang tertinggal hendaknya tidak dicabut agar tidak
mengganggu gigi tetap di bawahnya. Pada beberapa kasus terlihat bila bagian mahkota
menjadi nekrosis namun pada bagian akar tetap vital, oleh karena itu resorpsi akar oleh
gigi tetap dapat terjadi dan pertumbuhannya tidak terganggu.
1.5 Concussion
Concussion umumnya tidak terlihat pada saat setelah terjadinya trauma. Keluhan akan
muncul bila telah timbul perubahan warna pada gigi. Daerah sekitar umumnya akan
terjadi luka (bibir, lidah), pembersihan daerah luka dengan mengoleskan kapas yang
dicelupkan pada cairan klorheksidin 0,1% sehari 2 kali selama 1-2 minggu.
1.6 Subluksasi
Orang tua dianjurkan untuk membersihkan daerah luka dan memberikan makanan lunak
beberapa hari. Kegoyangan akan berkurang dalam 1-2 minggu.
1.7 Extrusive luxation
Perawatan terbaik adalah dengan mencabut gigi yang mengalami trauma.
1.8 Lateral luxation
Luksasi mahkota ke arah palatal akan menyebabkan akar bergeser ke arah bukal, sehingga
tidak terjadi gangguan pada benih gigi tetap di bawahnya. Perawatan terbaik adalah
dengan mengevaluasi gigi tersebut. Gigi akan kembali pada posisi semula dalam waktu 1-
2 bulan oleh karena tekanan lidah.
1.9 Intrusive luxation
Pada gigi yang mengalami intrusi ke arah palatal perawatan terbaik adalahekstraksi. Alat
yang digunakan untuk ekstraksi hendaknya hanya tangekstraksi dan daerah pencabutan
dilakukan sedikit penekanan untukmengembalikan tulang yang bergeser.Apabila intrusi
ke arah bukal cukup dilakukan evaluasi karena gigi akanerupsi kembali ke arah semula.
Orang tua dianjurkan untuk membersihkandaerah trauma dengan menggunakan cairan
klorheksidin 0,1%. Daerah traumarawan terjadi infeksi terutama pada 2-3 minggu
pertama selama prosesreerupsi. Apabila tanda-tanda inflamasi terlihat pada periode ini
makaperawatan terbaik adalah ekstraksi. Waktu yang diperlukan untuk
reerupsiumumnya antara 2-6 bulan. Bila reerupsi gagal terjadi akan timbul ankilosisdan
pada kasus ini ekstraksi adalah pilihan yang terbaik.
1.10 Avulsi
Pada gigi sulung yang mengalami avulsi replantasi merupakan kontraindikasi oleh karena
koagulum yang terbentuk akan mengganggu benih gigi tetap.
2. Perawatan segera pada trauma gigi tetap
Trauma pada gigi tetap umumnya terjadi pada anak antara usia 8-11 tahun.Pada usia ini
apeks gigi tetap belum tertutup sempurna, sehingga perawatan yangdilakukan diharapkan
dapat tetap mempertahankan proses penutupan apeks danvitalitas gigi dapat dipertahankan.
2.1 Fraktur mahkotaFraktur mahkota yang terjadi dapat berupa infraksi email, fraktur
email,dan fraktur email-dentin.
2.1.1 Infraksi email
Infraksi adalah fraktu inkomplit tanpa hilangnya substansi gigi dan garisfraktur berujung
pada enamel dentinal junction. Garis infraksi akan terlihat jelasdengan menggunakan cahaya
langsung dengan arah paralel terhadap sumbupanjang gigi. Tidak diperlukan perawatan
khusus pada kasus ini dan pasien hanyadisarankan untuk kontrol rutin untuk pemeriksaan gigi.
2.1.2 Fraktur email
Pada fraktur ini akan tampak sedikit bagian email hilang. Tidak semuafraktur email
dilakukan penambalan oleh karena pada beberapa kasus batas sudutfraktur memberikan
gambaran yang baik sehingga hanya dilakukan penyesuaianpada gigi kontralateral agar
tampak simetris.
2.1.3 Fraktur email-dentin
Fraktur email-dentin akan mengakibatkan terbukanya tubuli dentinsehingga
memungkinkan masuknya toksin bakteri yang berakibat inflamasi pulpa.Oleha karena itu
perlu dilakukan beberapa tindakan agar nekrosis pulpa tidakterjadi. Langkah-langkah yang
dapat dilakukan adalah:
1). Pembuatan restorasi mahkota sementaraPemberian kalsium hidroksida pada dasar kavitas
gigi dan penutupanemail dengan menggunakan resin komposit merupakan langkah
sederhana danmudah dilakukan. Penutupan ditujukan untuk melindungi pulpa.Gambar 7
Mahkota sementara
2). Melekatkan kembali fragmen mahkotaPerlu disosialisasikan bagi masyarakat untuk
menyimpan dengan benarfragmen mahkota gigi yang mengalami fraktur. Cara terbaik untuk
menyimpanfragmen tersebut adalah dengan merendam di dalam air atau ke dalam
NaClfisiologis bila tidak dapat dliakukan tindakan secara langsung. Preparasipermukaan
fraktur dan dilakukan etsa serta pemberian bonding agent dan resinkomposit guna
melekatkan kembali fragmen tersebut.
3). Composite crown build up
Dilakukan bila fragmen mahkota tidak ditemukan. Prosedur yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
(1). Preparasi kira-kira 2 mm pada email sekitar permukaan daerah fraktur.
(2). Letakkan mahkota seluloid dan beri 2 lubang sebagai jalan keluar udara saat dilakukan
insersi.
(3). Pilih warna resin komposit yang sesuai.
(4). Agar daerah kerja tetap kering hendaknya menggunakan rubber dam.
(5). Lakukan etsa kira-kira 2-3 mm pada email permukaan fraktur lalu bilas dan keringkan.
(6). Ulaskan bonding agent.
(7). Masukkan resin komposit ke dalam mahkota seluloid dan letakkan mahkota seluloid pada
posisi yang benar.
(8). Lakukan penyinaran dari arah bukal dan palatal.
(9). Lepas rubber dam dan mahkota seluloid dengan menggunakan scalpel lalu poles dengan
menggunakan bur diamond dan disk.
2.1.4 Complicated crown fracture
Fraktur ini melibatkan email dan dentin dengan disertai terlibatnya sedikit
kamar pulpa. Tujuan perawatan adalah untuk mempertahankan vitalitas. Jenis
perawatan yang dapat dilakukan adalah direct pulp capping dan pulpotomi
parsial.
1). Direct pulp capping
Indikasi perawatan ini adalah keadaan pulpa baik, tidak terjadi lukasi yang
disertai kerusakan pada suplai darah di daerah apeks, bagian pulpa terbuka kurang
dari 1 mm, jarak waktu antara terbukanya pulpa dan perawatan kurang dari 24
jam, dan restorasi yang akan dibuat dapat mencegah masuknya bakteri.
Langkah-langkah direct pulp capping adalah:
(1). Isolasi gigi dengan menggunakan rubber dam atau cotton roll.
(2). Bersihkan permukaan fraktur menggunakan cotton pellets lembab yang telah
dicelupkan pada NaCl fisiologis atau klorheksidin.
(3). Keringkan bagian pulpa yang terbuka dengan menggunakan cotton pellets
steril.
(4). Daerah perforasi tutup dengan pasta kalsium hidroksida.
(5). Tutup dengan restorasi pelindung seperti restorasi sementara, melekatkan
kembali fragmen mahkota atau composite build-up.
2). Pulpotomi parsial
Perawatan ini ditujukan untuk menghilangkan jaringan pulpa yang
mengalami inflamasi. Umumnya amputasi dilakukan kira-kira 2 mm di bawah
daerah tereksponasi. Indikasi perawatan ini adalah untuk gigi yang akarnya sudah
terbentuk lengkap ataupun belum dengan gambaran adanya warna pulpa merah
terang.
Langkah-langkah pulpotomi parsial:
(1). Lakukan anesthesi lokal.
(2). Isolasi menggunakan rubber dam atau cotton roll dan bersihkan permukaan
fraktur dengan cotton pellets basah dan lembab yang telah dicelupkan pada NaCl
fisiologis atau klorheksidin.
(3). Preparasi seperti bentuk box pada daerah eksponasi.
(4). Gunakan contra angle dengan bur diamond silindris dan semprotan air.
(5). Buang jaringan pulpa sedalam kurang lebih 2 mm.
(6). Pertahankan hemostasis menggunakan irigasi NaCl fisiologis tekanan ringan .
(7). Tutup daerah tersebut dengan menggunakan pasta kalsium hidroksida dan
semen.
(8). Berikan restorasi pelindung seperti restorasi sementara, pelekatan kembali
fragmen mahkota atau composite build up.
2.2 Fraktur Mahkota Akar
Perawatan fraktur mahkota akar dilakukan pada gigi yang masih bisa
dilakukan restorasi. Apabila bagian akar masih cukup panjang maka dapat dilakukan prosedur
seperti di bawah ini:
1). Menghilangkan fragmen dan melekatkan gusi kembali
Fragmen mahkota dibuang dan gusi dibiarkan untuk melekat pada dentin
yang terbuka. Setelah beberapa minggu gigi dapat direstorasi sampai batas gusi.
2). Menghilangkan fragmen dan melakukan bedah exposure pada fraktur
subgingiva.
Setelah fragmen mahkota dibuang maka fraktur subgingiva hendaknya
dilebarkan melalui tindakan gingivektomi dan atau alveolektomi. Bila gusi telah
terlihat menutup maka gigi direstorasi dengan post retained crown.
3). Menghilangkan fragmen dan orthodontic extrusion
Pada mulanya dilakukan stabilsiasi fragmen mahkota pada gig i
sebelahnya. Kunjungan berikutnya dilakukan ekstirpasi pulpa dan pengisian
saluran akar. Bila telah selesai maka fragmen mahkota dibuah dan dilakukan
ekstrusi kira-kira 0,5 mm agar tidak terjad i relaps. Setelah itu dilakukan
gingivektomi pada permukaan bukal dan gigi siap untuk direstorasi.
4). Menghilangkan fragmen dan surgical extrusion
Fragmen mahkota dilepaskan kemudian dengan menggunakan bein dan
tang ekstraksi kembalikan gigi ke posis sejajar dengan garis insisal. Lakukan
stabilisasi fragmen akar dengan melakukan penjahitan atau splint non rigid.
Kemudian lakukan ekstirpasi pulpa tanpa diisi dengan gutta perca setelah itu tutup
dengan tambalan sementara. Setelah 4 minggu perawatan endodontik diselesaikan
dan kira-kira 4-5 minggu kemudian lakukan restorasi tetap.
2.3 Fraktur Akar
Gigi yang mengalami fraktur akar umumnya akan terjadi ekstrusi fragmen
mahkota atau bergesernya mahkota ke arah palatal, oleh karena itu maka
perawatan yang dilakukan harus meliputi reposisi fragmen mahkota segera dan
stabilisasi.
Langkah-langkah perawatan fraktur akar:
(1). Berikan anesthesi lokal pada daerah sekitar fraktur.
(2). Lakukan reposisi fragmen mahkota secara perlahan-lahan dan tekanan ringan.
(3). Apabila dinding soket bukal juga mengalami fraktur maka tulang yang
bergeser perlu dilakukan reposisi sebelum reposisi fragmen mahkota. Tindakan ini
dilakukan dengan menggunakan instrumen kecil dan rata yang diletakkan antara
permukaan akar dan dinding soket.
(4). Pembuatan foto rontgen perlu dilakukan untuk memastikan reposisi telah
optimal.
(5). Gigi distabilisasi dengan menggunakan splint.
(6). Pertahankan splint selama 2-3 bulan.
Teknik memasang splint:
(1). Gunakan kawat ortodontik dengan panjang kira-kira 0,032 inci dan letakkan
kira-kira pada sepertiga tengah permukaan bukal gigi yang mengalami trauma dan
beberapa gigi sebelah kanan dan kirinya.
(2). Aplikasikan asam fosfat selama 15-20 detik pada permukaan bukal gigi yang
akan dilakukan splinting.
(3). Bilas dengan menggunakan air hangat.
(4). Aplikasikan selapis tipis resin komposit light curing.
(5). Tempelkan kawat pada gigi yang tidak mengalami trauma selanjutnya pada
gigi yang mengalami trauma dan pastikan bahwa posisinya sudah dalam keadaan
baik.
(6). Pasien diminta untuk berkumur sehari 2 kali dengan menggunakan larutan
klorheksidin 0,1%.
2.4 Concusion
Gigi yang mengalami concusion sering memberikan respon positif bila
dilakukan pekusi. Tidak diperlukan perawatan yang segera namun pemeriksaan lanjutan perlu
dilakukan untuk memastikan tidak terjadi jejas pada pulpa.
2.5 Subluksasi
Lakukan splinting dan pasien diminta untuk memakan makanan lunak selama selama 1-
2 minggu. Agar plak tidak meningkat maka pasien diinstruksikan untuk berkumur
menggunakan klorheksidin.
2.6. Extrusive luxation
Prinsip perawatan yang diberikan adalah reposisi segera dan fiksasi.
Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
(1). Lakukan anestesi lokal.
(2). Reposisi gigi dengan menggunakan jari perlahan-lahan dan tekanan ringan
sampai batas insisal sama dengan gigi kontralateral.
(3). Periksa posisi dengan membuat foto rontgen.
(4). Lakukan stabilisasi dengan menggunakan splint.
(5). Pertahanakan splint selama 2-3 minggu.
2.7 Lateral luxation
Lateral luxation umumnya terjadi pada arah palatal, bukal, mesial atau distal. Arah bukal
merupakan keadaan yang paling sering terjadi. Pada beberapa kasus sering terjadi bony lock
sehingga reposisi sulit dilakukan.
Langkah-langkah reposisi luksasi palatal:
(1). Lakukan anestesi lokal.
(2). Palpasi daerah lekukan sulkus dan pastikan letak apeks. Lakukan penekanan
dengan perlahan dan tekan daerah insisal agar gigi dapat bergerak ke arah asal
melalui fenestrasi di dalam soket.
(3). Reposisi gigi kembali ke posisi asal melalui arah tekan yang berlawanan.
(4). Lakukan reposisi tulang yang fraktur menggunakan tekanan jari.
(5). Lakukan foto rontgen untuk memastikan posisi yang benar.
(6). Stabilisasi gigi dengan menggunakan splint.
(7). Pertahankan splint minimal 3-4 minggu.
(8). Pembuatan foto rontgen setelah kira-kira 3 minggu bila tidak menunjukkan
keretakan pada tulang marginal maka splint dipertahankan sampai 3-4 minggu
berikutnya.
2.8. Intrusive luxation
Intrusive luxation merupakan kasus luksasi yang sulit dan keberhasilan
perawatan masih diperdebatkan. Beberapa petunjuk dalam merawat intrusive
luxation adalah sebagai berikut:
(1). Reposisi segera melalui tindakan pembedahan merupakan tindakan beresiko
olah karena dapat menyebabkan resorpsi akar eksternal dan hilangnya jaringan
pendukung marginal. Reposisi secara bedah hendaknya dihindari apabila gigi
masuk ke dalam dasar hidung atau keluar dari jaringan lunak vestibulum.
(2). Beberapa kasus gigi intrusi dapat dikembalikan ke posisi semula melalui
perawatan ortodontik dan reerupsi spontan. Pemilihan teknik perawatan
bergantung pada tingkat keparahan intrusi dan kemungkinan terjadinya resorpsi
eksternal. Perawatan endodontik dapat mulai dilakukan setelah 2-3 minggu
kemudian. Apabila reerupsi spontan dirasakan cukup memakan waktu lama maka
dipertimbangkan untuk dilakukan dengan menggunakan alat-alat ortodontik.
Gambar 10. (a) Intrusive luxation gigi insisif sentral kanan atas
(b). Setelah 4 minggu gigi kembali erupsi dengan
pemasangan alat ortodontik
2.9 Avulsi
Cara-cara replantasi gigi avulsi yang dilakukan di tempat terjadinya
trauma:
(1). Tekan gigi yang mengalami avulsi dalam posisi yang benar pada soketnya
sesegera mungkin.
(2). Cara lain adalah menempatkan gigi diantara bibir bawah dan gigi atau bila
tidak memungkinkan letakkan gigi pada segelas air susu.
(3). Periksakan ke dokter gigi sesegera mungkin.
Cara-cara replantasi gigi di ruang praktek:
(1). Lakukan anestesi lokal.
(2). Bilas gigi perlahan-lahan dengan NaCl fisiologis menggunakan syringe.
(3). Soket diirigasi menggunakan cairan NaCl fisiologis.
(4). Letakkan gigi perlahan-lahan dengan tekanan jari.
(5). Apabila fragmen tulang alveolar menghalangi replantasi maka lepaskan
kembali gigi dan tempatkan pada NaCl fisiologis. Kembalikan tulang pada
posisinya dan ulangi kembali replantasi.
(6). Pembuatan foto rontgen dilakukan untuk memeriksa apakah posisi sudah
benar.
(7). Stabilisasi gigi dengan menggunakan splint.
(8). Berikan antibiotika selama 4-5 hari.
(9). Berikan profilaksis tetanus bila gigi yang avulsi telah berkontak dengan
sesuatu.
(10). Pasien diinstruksikan untuk berkumur menggunakan klorheksidin 0,1%
sehari 2 kali selama 1 minggu.
(11). Lepaskan splint setelah 1-2 minggu.
(12). Perawatan saluran akar dipertimbangkan bila tampak adanya kelainan pada
pulpa.
Pertimbangan perawatan saluran akar pada gigi yang mengalami avulsi:
(1). Perawatan saluran akar dapat dilakukan setelah 7-10 hari kemudian atau
setelah splint dilepas.
(2). Saluran akar diisi pasta kalsium hidroksida untuk sementara.
(3). Pada gigi dengan foramen apikal yang masih terbuka kemungkinan akan
terjadi revaskularisasi pada pulpa sehingga perawatan saluran akar hendaknya
ditangguhkan.
(4). Apabila pada foto rontgen terlihat tanda-tanda nekrosis pulpa dan adanya
gambaran radiolusen di daerah apikal dengan atau tanpa disertai resorpsi akar
eksternal maka perawatan saluran akar harus segera dilakukan.
(5). Pada gigi dengan apeks belum tertutup dianjurkan untuk dilakukan
pembuatan foto rontgen setiap 2 minggu sekali sampai terlihat pulpa tidak
nekrosis dan penutupan apeks terjadi.

Sourch :
http://repository.unpad.ac.id/6080/1/penatalaksanaan_trauma_gigi_pada_anak.pdf

Anda mungkin juga menyukai