Anda di halaman 1dari 12

CHAPTER 2

A. Pembidangan Ilmu Hukum


Hukum mengatur berbagai segi kehidupan manusia. Oleh karena itu, hukum itu sangat
banyak jumlahnya. Hukum-hukum tersebut dapat dibagi berdasarkan beberapa kriteria ;
1. Menurut Masa Berlaku
a. Ius Constitutum/Hukum Positif adalah hukum yang berlaku di suatu negara pada suatu
waktu.
b. Ius Constituendum adalah hukum yang diharapkan untuk masa yang akan datang.
c. Ius Naturalis/ Hukum Alam adalah hukum yang dibayangkan lebih baik, lebih tinggi,
lebih sempurna daripada Hukum Positif.
2. Hukum Objektif - Hukum Subjektif
a. Hukum Objektif adalah hokum yang mengatur segala hubungan hukum.
b. Hukum Subjektif adalah wewenang atau hak seseorang yang diperolehnya dari hukum
objektif.
3. Menurut Sumbernya
a. Hukum Undang-Undang adalah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-
undangan.
b. Hukum Kebiasaan adalah hukum yang bersumber pada kebiasaan dan adat serta
Hukum Adat.
c. Hukum Traktat adalah hokum yang terdapat dalam traktat atau perjanjian antar
beberapa negara.
d. Hukum Jurisprudensi adalah hukum yang terdapat dalam keputusan pengadilan.
e. Hukum Para Ahli Hukum adalah hukum yang dilahirkan oleh pandangan ahli hukum.
4. Menurut Ancaman/Sanksinya
a. Hukum Memaksa/Hukum Absolut/Hukum Mutlak adalah hokum yang harus ditaati
atau yang tidak dapat dikesampingkan oleh siapapun.
b. Hukum Pelengkap adalah hukum yang hanya hendak mengatur namun tidak mengikat
pihak yang berkepentingan, dengan kata lain hukum ini bisa dikesampingkan bilamana
tidak dikehendaki oleh para pihak yang berkepentingan.
5. Menurut Fungsinya
a. Hukum Materiil adalah isinya norma, baik norma pidana maupun norma perdata.
b. Hukum Formil adalah serangkaian peraturan-peraturan yang mengatur cara bagaimana
melaksanakan hukum materiil.
6. Menurut Daerah Berlakunya (Teritorial)
a. Hukum Nasional adalah hukum yang berlaku pada suatu negara.
b. Hukum internasional adalah hukum yang berlaku antar negara-negara.
7. Menurut Isi
a. Hukum Publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara seseorang sebagai
anggota masyarakat dan pemerintah yang mengatur tata tertib masyarakat.
1. Hukum Negara/ Hukum Tata Negara adalah suatu hukum yang berisi peraturan-
peraturan yang mengatur kewajiban sosial dan wewenang organisasi negara.
2. Hukum Administrasi Negara adalah suatu hukum yang berisi peraturan-peraturan
yang mengatur bagaimana alat-alat perlengkapan negara melakukan tugasnya.
3. Hukum Pidana adalah suatu hukum yang berisi peraturan-peraturan yang
menetapkan apa yang merupakan kejahatan atau pelanggaran dan hukuman atau
pidana apa yang dapat dijatuhkan kepada pelaku kejahatan/pelanggaran itu.
4. Hukum Acara Pidana/ Hukum Pidana Formil adalah suatu hukum yang berisi
peraturan-peraturan yang menetapkan cara melaksanakan hukum pidana dan
caranya menjatuhkan hukuman. Hukum yang mengatur cara bagaiman hokum
pidana, jika ada penuntutan, ditentukan/dilaksanakan dan bagaimana serta oleh
siapa putusan tersebut dapat dijalankan.
5. Hukum Antar Negara/Hukum Publik Internasional adalah suatu hukum yang berisi
peraturan-peraturan yang mengatur hubungan hukum antar negara-negara yang
terdapat dalam traktat.
6. Hukum Hubungan Industrial adalah suatu hukum yang berisi peraturan-peraturan
yang mengatur kewajiban dan kekuasaan buruh dan majikan serta peraturan-
peraturan yang mengatur cara penyelesaian perselisihan antara buruh dan majikan.
7. Hukum Pajak adalah suatu hukum yang berisi peraturan-peraturan yang mengatur
pembebanan pajak pada penduduk.

b. Hukum Privat adalah hukum yang mengatur kepentingan/hubungan hukum antara


anggota masyarakat yang satu dengan anggota masyarakat yang lainnya.
1. Hukum Perdata adalah adalah suatu hukum yang berisi peraturan-peraturan yang
mengatur hubungan hukum antar orang yang satu dengan orang yang lainnya dalam
masyarakat maupun mengatur orang dengan badan hukum.
2. Hukum Dagang adalah suatu hukum yang berisi peraturan-peraturan yang
mengatur hubungan hukum antar orang yang satu dengan orang yang lainnya dalam
masyarakat mengenai bidang perdagangan.
3. Hukum Acara Perdata/Hukum Perdata adalah suatu hukum yang berisi peraturan-
peraturan yang mengatur caranya melaksanakan hukum perdata dan cara
menyelesaikannya perkara perdata.
4. Hukum Privat Internasional/ Hukum Perdata Internasional adalah suatu hukum
yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara warga suatu negara dengan
warga negara lain.
5. Hukum Adat adalah hukum dilahirkan oleh adat suatu wilayah.

B. Pengertian Tata Hukum


Tata hukum adalah susunan hukum yang berasal mula dari istilah rechts orde (Bahasa
belanda). Susunan hukum terdiri atas aturan-aturan hukum yang tertata sedemikian rupa sehingga
orang mudah menemukannya bila suatu ketika ia membutuhkannya untuk menyelesaikan
peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat. Aturan-aturan yang ditata sedemikian rupa
sehingga yang menjadi “tata hukum” tersebut antara satu dan lainnya saling berhubungan dan
saling menentukan. Tata hukum yang sah dan berlaku pada waktu tertentu dan di negara tertentu
dinamakan hukum positif (ius constitutum). Sedangkan untuk tata hukum yang diharapkan berlaku
pada waktu yang akan datang dinamakan ius constituendum. Ius constituendum dapat menjadi ius
consitutum & ius consitutum dapat dihapus diganti dengan ius constitutum baru yang disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat yang senantiasa berkembang.

I. Pengertian Tata Hukum Indonesia

Tata hukum suatu negara adalah tata hukum yang ditetapkan atau disahkan oleh negara itu.
Jadi, tata hukum Indonesia adalah tata hukum yang ditetapkan oleh pemerintah negara Indonesia.
Aturan-aturan hukum yang berlaku di Indonesia berkembang secara dinamis sesuai dengan
perkembangan zaman dan perkembangan kebutuhan masyarakat dalam rangka untuk memenuhi
perasaan keadilan berdasarkan kesadaran hukum masyarakat tersebut. Bahwa aturan-aturan saling
berhubungan dan saling menentukan, misalnya :

 Hukum Pidana saling berhubungan dengan Hukum Acara Pidana dan saling menentukan
satu sama lain, karena hukum pidana tidak akan dapat diterapkan tanpa adanya hukum
acara pidana. Dan sebaliknya jika tidak ada hukum pidana maka hukum acara pidanan
tidak akan berfungsi.
 Hukum keluarga berhubungan dan saling menentukan dengan Hukum waris. Agar harta
kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang meneninggal dunia dapat dibagikan
kepada para ahli warisnya yang ditentukan oleh hukum waris.

Oleh karena itu, aturan-aturan didalamnya berubah pula menurut kebutuhan masyarakat
itu. Aturan demi aturan akan diganti dengan yang baru apabila aturan yang lama dianggap sudah
tidak sesuai lagi dengan keinginan masyarakat untuk mencapai keadilan dan kepastian hukum.
Penggantian aturan-aturan lama dengan aturan-aturan baru di dalam masyarakat atau negara
merupakan kejadian penting di dalam tata hukum masyarakat atau negara. Oleh karenanya, perlu
dicatat/ditulis dan diingat. Dengan demikian, sejarah tata hukum Indonesia memuat kejadian-
kejadian penting mengenai tata hukum Indonesia pada masa lalu yang dicatat dan diingat serta
harus dipahami oleh bangsa Indonesia.

C. Sistematika Hukum Perdata

Sistematika berdasarkan pengaturan hukum perdata dengan menggunakan Kitab Undang-


Undang Hukum Perdata (KUHPer) berdasarkan kodifikasi terdiri dari empat bagian yaitu :

 Buku I Tentang Orang ; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga,
yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subjek
hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran,
kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian, dan hilangnya hak keperdataan. Khusus
untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuanya telah dinyatakan tidak berlaku dengan
disahkannya UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
 Buku II Tentang Kebendaan ; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang
mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subjek hukum yang berkaitan dengan benda,
antara lain ; hak-hak kebendaan, waris dan peminjaman. Yang dimaksud dengan benda
meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal
dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya
selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak ; dan (iii) benda tidak
berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian
ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan disahkannya UU Nomor 5 Tahun 1960
Tentang Agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah
dinyatakan tidak berlaku dengan disahkannya UU Tentang Hak Tanggungan.
 Buku III Tentang Perikatan ; mengatur tentang hukum perikatan atau disebut juga
dengan perjanjian (walaupun istilah ini sesungguhnya mempunyai makna yang berbeda),
yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subjek hukum di bidang
perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul
dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-
syarat dan tat acara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan,
(KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Karena isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer,
khusunya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
 Buku IV Tentang Daluarsa Dan Pembuktian ; mengatur hak dan kewajiban subjek
hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam
hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.

Tetapi setelah berjalannya waktu Para Ahli berpikir bahwa tidak tepat menempatkan buku
ke-4 dalam struktur KUHPer karena pembuktian dan daluarsa tidak termasuk ke dalam ruang
lingkup hukum materiil maka seharusnya buku ke-4 mengenai daluarsa dan pembuktian diatur
didalam hukum formil.

Setelah diperbaharui berdasarkan sistematika ilmu pengetahuan berubah menjadi :


 Buku I Tentang Hukum Pribadi
 Buku II Tentang Hukum Harta Kekayaan
 Buku III Tentang Hukum Keluarga
 Buku IV Tentang Hukum Waris
D. Hubungan Hukum Perdata & Hukum Dagang
Hubungan hukum dagang dengan hukum Perdata menganut prinsip-prinsip “lex
specialis derogate lex generalis” yang artinya peraturan yang khusus menyampingkan
peraturan yang umum berdasarkan Pasal 1 KUHD.

CHAPTER 3

A. Hukum Pribadi
Berdasarkan hukum pribadi yang mengatur sebagai siapa saja yang menjadi pribadi
hukum. Maka terbagi menjadi dua bagian yaitu :
 Subjek Hukum Pribadi Kodrati (Persoon) adalah manusia yang mempunyai hak
dan kewajiban sejak lahir sampai meninggal. Apabila meninggal, maka hak dan
kewajibannya akan beralih pada ahli warisnya. Subjek hukum ini berstatus otonom,
yaitu dapat bertindak sendiri untuk mengurusi kepentingannya. Ia juga mempunyai
hak bersikap-tindak (“handelingsbevoegd ”) yang mempunyai akibat hukum (orang
yang sudah dewasa dan berakal sehat). Tetapi tidak setiap pribadi dianggap
mampu/cakap untuk melaksanakan hak tersebut contohnya
(handelingsonbekwaan) atau orang yang belum dewasa dan orang yang akal
pikirannya tidak sehat.
 Subjek Hukum Pribadi Ciptaan Hukum/Badan Hukum ( Rechts Persoon).
Badan hukum adalah organisasi atau kelompok manusia yang mempunyai tujuan
tertentu yang dapat menyandang hak dan kewajiban seperti dapat mengadakan
hubungan hukum, terlibat peristiwa hukum dst. Contohnya (i) Perseroan Terbatas,
diatur didalam UU No. 4 Tahun 2007, (ii) Yayasan, diatur didalam UU No.16
Tahun 2011, (iii) Koperasi, diatur didalam UU No. 12 Tahun 1967.

 Notes : Mengenai batas usia dewasa berbeda-beda, menurut Hukum Perdata


(KUHPer), Hukum Adat, dan menurut Hukum Islam.
B. Domisili Hukum

Tiap orang menurut hukum Istilah domisili ini, jika mengacu kepada KUH Perdata, diuraikan
dalam BAB III, Buku I tentang Orang (persoon). Menurut Subekti (1996:19), persoon berarti
pembawa hak atau subyek dalam hukum. Pada awalnya, yang dianggap subyek hukum adalah
orang (natuurlijke persoon), akan tetapi dalam perkembangannya, badan hukum (rechtpersoon)
pun diakui sebagai subyek hukum.

Domisili ini mengemuka dalam hukum karena menurut hukum tiap orang harus mempunyai
tempat tinggal yang dapat dicari. Tempat yang dapat dicari inilah yang disamakan dengan
Domisili. Kata domisili berasal dari bahasa Belanda domicilie, artinya tempat kedudukan atau
disebut juga tempat tinggal.

Sedangkan untuk memaknai "domisili hukum", dapat diperhatikan definisi domisili yang diberikan
oleh Prawirohamidjojo dan Pohan. Menurut Prawirohamidjojo dan Pohan (1991:12), domisili
adalah tempat seseorang harus dianggap selalu hadir dalam hubungannya dengan pelaksanaan hak
dan pemenuhan kewajiban, juga apabila pada suatu waktu ia benar-benar tidak dapat hadir di
tempat tersebut.

Dengan mengambil intisari pandangan Prawirohamidjojo dan Pohan, sekilas dapat dipahami
bahwa domisili hukum disamakan dengan tempat tinggal yang sah dari seseorang yang melakukan
perbuatan atau hubungan hukum.

Dalam hukum, domisili berkaitan dengan kepastian hukum terkait hal-hal sebagai berikut:

 Kepastian untuk menentukan dimana seseorang harus melakukan perkawinan. hal ini berhubungan
dengan suatu peraturan bahwa perkawinan harus dilaksanakan di tempat salah satu pihak ( Pasal
76 KUH Perdata ).
 Kepastian untuk menentukan dimana subjek hukum harus dipanggil dan ditarik di muka
pengadilan.
 Kepastian untuk menentukan pengadilan mana yang berkuasa terhadap subjek hukum tersebut.
Dalam HIR, pengadilan yang berwenang mengadili seseorang dalam perkara perdata adalah
pengadilan dalam wilayah hukum dimana penggugat/tergugat berdomisili (Pasal 118 ayat 1 dan 2
H.I.R )
 Kepastian rumah kematian. Penentuan rumah kematian berkaitan erat dengan ketentuan hukum
waris.

Jenis-Jenis Domisili Hukum

Domisili hukum, apabila ditilik dari berbagai pandangan sarjana hukum, umumnya
dikelompokkan menjadi 2 jenis, yaitu domisili sesungguhnya (Eigenlijke Woonplaats) dan
domisili yang dipilih (Gezoken Woonplaats). Berikut adalah penjabaran dari keduanya secara
singkat.

1. Domisili sesungguhnya (Eigenlijke Woonplaats)


Domisili sesungguhnya dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Domisili sukarela atau mandiri, yaitu tempat tinggal yang tidak terikat atau tidak tergantung
pada orang lain. Ia bebas untuk menentukan tempat tinggalnya sendiri. Domisili sukarela atau
mandiri ini sebagaimana diatur dalam Pasal 17 dan 18 KUH Perdata (Simanjunak, 2009:35).
Domisili ini biasanya dapat dibuktikan dengan KTP.
b. Domisili wajib atau Domisili terikat, merupakan tempat tinggal yang tergantung atau
mengikuti tempat tinggal orang lain (Prawirohamidjojo dan Pohan, 1991:15). Orang yang
dapat dikatakan mempunyai domisili wajib, yaitu:
 Seorang istri, dengan catatan tidak dalam keadaan pisah meja dan pisah ranjang, maka hukum
menentukan bahwa domisili seorang istri adalah sesuai dengan domisili suaminya (Pasal 21
KUH Perdata)
 Anak-anak yang masih minderjarig (minor, kecil), mengikuti tempat tinggal orang tuanya
atau walinya (Pasal 21 KUH Perdata).
 Orang yang berada di bawah pengampuan (curatele), tempat tinggalnya adalah di tempat
tinggal kurator atau pengampunya (Pasal 21 KUH Perdata)
 Buruh, dianggap berdomisili di rumah majikannya, apabila tinggal di rumah majikannya
(Pasal 22 KUH Perdata)

2. Domisili yang dipilih atau Pilihan (Gezoken Woonplaats)


Domisili yang dipilih (pilihan) dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
o Domisili yang dipilih berdasarkan ketentuan UU (dipilihkan oleh ketentuan dalam UU)
contoh : Pasal 11 ayat (1b) UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Dalam UU ini
disyaratkan bagi mereka yang tinggal di luar negeri untuk mencantumkan domisili pilihannya
di Indonesia.
o Domisili yang dipilih secara bebas dalam melakukan perbuatan hukum tertentu
Domisili bebas adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 24 KUH Perdata, di mana untuk suatu
urusan tertentu (hubungan hukum), pihak-pihak yang berkepentingan atau salah satu dari
mereka secara bebas berhak memilih tempat tinggal yang lain dari tempat tinggal mereka
melalui suatu akta (Prawirohamidjojo dan Pohan, ibid). Contoh : Memilih atau menentukan
dalam surat perjanjian, pengadilan negeri mana yang ditunjuk untuk penyelesaian sengketa.
Disamping jenis-jenis domisili sebagaimana disebutkan sebelumnya, dikenal juga domisili bagi
orang meninggal dalam KUH Perdata. Pasal 23 KUH Perdata mengatur bahwa rumah kematian
seseorang yang meninggal dunia adalah rumah tempat tinggalnya yang terakhir.

Domisili Hukum Yang Tetap Dan Tidak Dapat Diubah

Penggunaan istilah "Domisili Hukum yang Tetap dan Tidak dapat Diubah" kerap kali
dijumpai dalam sebuah surat perjanjian. Istilah ini bisa dikaitkan dengan Pasal 24 ayat 1 KUH
Perdata, yang berbunyi: "dalam suatu akta dan terhadap suatu soal tertentu, kedua pihak atau salah
satu pihak bebas untuk memilih tempat tinggal yang lain daripada tempat tinggal yang
sebenarnya". (Suparni, 2000:7)

Jadi, yang dimaksud dengan "domisili hukum yang tetap dan tidak dapat diubah" adalah
tempat tinggal yang dipilih oleh kedua belah pihak yang akan menentukan pengadilan negeri
manakah yang berwenang memeriksa dan mengadili pihak-pihak tersebut, jika kemudian hari
terjadi sengketa. Misalnya : A mengadakan perjanjian bisnis dengan B. Dalam surat perjanjian
tertera bahwa dalam menyelesaikan perselisihan, kedua belah pihak sepakat memilih "domisili
hukum yang tetap dan tidak dapat diubah" yaitu di pengadilan negeri Denpasar. Seiring waktu,
karena situasi bisnis yang kurang baik, di tengah jalan terjadi perselisihan. B hendak menggugat
A, akan tetapi B sudah tidak lagi tinggal di Denpasar, melainkan pindah ke Medan. Dalam hal ini,
gugatan B hanya bisa di lakukan di pengadilan negeri Denpasar.

Apakah domisili hukum yang seperti dalam perjanjian itu bisa diubah secara sepihak?
jawabannya adalah tentu saja tidak. Mengenai hal ini, Pasal 25 KUH Perdata menyebutkan :"Bila
hal sebaliknya tidak disepakati, masing-masing pihak boleh mengubah tempat tinggal yang dipilih
untuk dirinya, asalkan tempat tinggal yang baru tidak lebih dari sepuluh pal jauhnya dari tempat
tinggal yang lama dan perubahan itu diberitahukan kepada pihak yang lain. (Suparni, 2000:7-8) .
Dari Pasal 25 kita dapat temukan suatu pengecualian bahwa perubahan dapat dilakukan terkait
domisili hukum, jika kedua belah pihak yang tersangkut paut setuju untuk mengubahnya.
Seandainya dapat disetujui, maka perjanjian yang lama harus diganti dengan perjanjian yang baru
dan dalam perjanjian baru dilakukan perubahan pilihan domisili hukum tersebut, misalnya
Pengadilan Negeri Medan, dimana A sekarang tinggal.

C. Hukum Benda adalah hukum yang mengatur hak kebendaan atau bisa disebut dengan hak-
hak yang terikat dengan benda. Benda atau “zaak” adalah segala sesuatu yang dapat dihaki
oleh orang. Disini benda berarti objek sebagai lawan dari subjek/orang dalam hukum. Ada juga
perkataan benda dipakai dalam kekayaan seseorang maka perkataan itu meliputi juga barang-
barang yang tidak terlihat ex: hak piutang. Begitu pula perkataan “Penghasilan” mempunyai
dua pengertian yaitu selain berarti penghasilannya sendiri dari suatu benda (ex: kuda yang
beranak), bisa juga berarti hak untuk memungut penghasilan itu ex : hak memungut uang sewa.
Penghasilan semacam ini disebut dengan “burgerlijke uruchten”.

c.1 Macam-Macam Benda


Undang-undang membagi benda-benda dalam beberapa macam :
a) Benda yang dapat diganti (ex: uang) dan yang tak dapat diganti (ex : seekor kuda) ;
b) Benda yang dapat diperdagangkan (praktis tiap barang dapat diperdagangkan) dan yang
tidak dapat diperdagangkan atau “diluar perdagangan” (ex: jalan-jalan dan lapangan
umum) ;
c) Benda yang dapat dibagi (ex: beras) dan yang tidak dapat dibagi (ex: seekor kuda) ;
d) Benda yang bergerak (ex: perabot rumah) dan yang tak bergerak (ex:tanah).
c.2 Hak-Hak Kebendaan adalah suatu hak yang memberikan kekuasaan langsung atas
suatu benda, yang dapat dipertahankan terhadap tiap orang. Menurut UU No. 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
a. Hak milik (pasal 20) adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat bahwa semua hak tanah itu mempunyai
fungsi sosial.Cara memperoleh atau memindahkannya menurut pasal 26 bisa dengan
Jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian menurut
adat.
b. Hak Guna Usaha (pasal 28) adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai
langsung oleh Negara, dalam jangka waktu paling lama 25 tahun (Untuk perusahaan
yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan hak guna usaha untuk waktu
paling lama 35 tahun) seperti guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
Hak guna usaha dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
c. Hak Guna Bangunan (pasal 35) adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu
paling lama 30 tahun. Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan
serta keadaan bangunannya, jangka waktu tersebut dalam dapat diperpanjang dengan
waktu paling lama 20 tahun. Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada
pihak lain. Hak guna bangunan terjadi apabila mengenai tanah yang dikuasai langsung
oleh Negara : karena penetapan pemerintah; dan mengenai tanah milik : karena
perjanjian yang berbentuk otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan
pihak yang akan memperoleh hak guna bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan
hak tersebut.
d. Hak Pakai (pasal 41) adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat
yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang
bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal
tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini. Hak pakai
dapat diberikan : a. selama jangka waktu yang tertentu atau selama tanahnya
dipergunakan untuk keperluan yang tertentu; b. dengan cuma-cuma, dengan
pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun. (3) Pemberian hak pakai tidak boleh
disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan. Pasal 43 (1) Sepanjang
mengenai tanah yang dikuasai oleh Negara maka hak pakai hanya dapat dialihkan
kepada pihak lain dengan izin pejabat yang berwenang. (2) Hak pakai atas tanah milik
hanya dapat dialihkan kepada pihak lain, jika hal itu dimungkinkan dalam perjanjian
yang bersangkutan.
e. Hak sewa untuk bangunan Pasal 44 (1) Seseorang atau suatu badan hukum
mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang
lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang
sebagai sewa.
f. Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial Pasal 49 (1) Hak milik tanah badan-
badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang
keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula akan
memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan
dan sosial.
g. Hak guna ruang angkasa Pasal 48 (1) Hak guna ruang angkasa memberi wewenang
untuk mempergunakan tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa guna usaha-usaha
memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dan hal-hal lainnya yang bersangkutan dengan itu.
h. Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan Pasal 47 (1) Hak guna air ialah
hak memperoleh air untuk keperluan tertentu dan/atau mengalirkan air itu di atas tanah
orang lain.
i. Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan Pasal 46 (1) Hak membuka tanah
dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai oleh warganegara Indonesia dan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai