Anda di halaman 1dari 27

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka akibat trauma benda tumpul adalah kerusakan jaringan yang disebabkan oleh benda
atau alat yang tidak bermata tajam, konsistensi keras atau kenyal, dan permukaan halus atau
kasar. Cara kejadian trauma benda tumpul lebih sering disebabkan karena kecelakaan atau
penganiayaan, jarang karena bunuh diri .
Jenis luka yang ditimbulkan akibat trauma benda tumpul yang sering dijumpai dalam kasus
kecelakaan lalu lintas antara lain luka memar, luka babras, luka robek dengan tepi tidak rata,
serta patah tulang. Bagian tubuh yang paling banyak terkena adalah kepala dan anggota gerak
atas dan bawah. Luka-luka tersebut dapat menyebabkan dampak kerusakan jaringan maupun
organ bervariasi mulai dari ringan hingga berat, bahkan lebih parah yaitu kematian. Sebab
kematian terjadi karena kerusakan organ vital atau perdarahan yang banyak .
Agen penyebab trauma dapat diklasifikasikan dalam bebrapa cara, antara lain akibat
kekuatan mekanik, aksi suhu, agen kimia, agen electromagnet, asfiksia dan trauma emboli.
Dalam prakteknya sering terdapat kombinasi trauma yang disebabkan oleh satu jenis
penyebab, sehingga klasifikasi trauma ditentukan oleh alat penyebab dan usaha yang
menyebabkan trauma. Dalam laporan kasus ini akan dipaparkan mengenai trauma yang
diakibatkan oleh benda tumpul.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Trauma


Trauma atau luka dari aspek medikolegal sering berbeda dengan pengertian medis.
Pengertian medis menyatakan trauma atau perlukaan adalah hilangnya diskontinuitas dari
jaringan. Dalam pengertian medikolegal trauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Trauma mekanik terjadi karena alat atau
senjata dalam berbagai bentuk, alami atau dibuat manusia, trauma tumpul sendiri diakibatkan
oleh benda yang memiliki permukaan tumpul

2.2 Trauma Benda Tumpul


Trauma benda tumpul adalah luka yang disebabkan karena persentuhan tubuh dengan
benda yang permukaannya tumpul. Benda tumpul yang sering mengakibatkan luka antara lain
adalah batu, besi, sepatu, tinju, lantai, jalan dan lain-lain. Adapun definisi dari benda tumpul itu
sendiri adalah :
- Tidak bermata tajam
- Konsistensi keras / kenyal
- Permukaan halus / kasar
Luka akibat trauma benda tumpul dapat terjadi karena dua sebab yaitu benda yang
mengenai atau melukai orang yang relatif tidak bergerak dan orang bergerak ke arah benda yang
tidak bergerak. Dalam bidang medikolegal kadang-kadang hal ini perlu dijelaskan, walaupun
terkadang sulit dipastikan. Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan
lebih lanjut terdapat perbedaan hasil pada kedua mekanisme itu (Vincent dan Dominick, 2001).
Terdapat beberapa pola trauma akibat kekerasan tumpul yang dapat dikenali, yang
mengarah kepada kepentingan medikolegal. Pola trauma banyak macamnya dan dapat bercerita
pada pemeriksa medikolegal. Kadangkala sukar dikenali, bukan karena korban tidak diperiksa,
namun karena pemeriksa cenderung memeriksa area per area, dan gagal mengenali polanya. Foto

2
korban dari depan maupun belakang cukup berguna untuk menetukan pola trauma. Persiapan
diagram tubuh yang memperlihatkan grafik lokasi dan penyebab trauma adalah latihan yang
yang baik untuk mengungkapkan pola trauma
Contoh pola trauma:
a. Luka terbuka tepi tidak rata pada kulit akibat terkena kaca spion pada saat terjadi
kecelakaan, Ketika terjadi benturan, kaca spion tersebut akan menjadi fragmen-fagmen kecil.
Luka yang terjadi dapat berupa abrasi, kontusio, dan laserasi yang berbentuk segiempat atau
sudut.
b. Pejalan kaki yang ditabrak kendaraan bermotor biasanya mendapatkan fraktur
tulang panjang kaki. Hal ini disebut ‘bumper fractures’. Adanya fraktur tersebut yang disertai
luka lainnya pada tubuh yang ditemukan di pinggir jalan, memperlihatkan bahwa korban
adalah pejalan kaki yang ditabrak oleh kendaraan bermotor dan dapat diketahui tinggi
bempernya. Karena hampir seluruh kendaraan bermotor ‘nose dive’ ketika mengerem
mendadak, pengukuran ketinggian bemper dan tinggi fraktur dari telapak kaki, dapat
mengindikasikan usaha pengendara kendaraan bermotor untuk mengerem pada saat
kecelakaan terjadi.
c. Penderita serangan jantung yang terjatuh dapat diketahui dengan adanya pola luka
pada dan di bawah area ‘hat band’ dan biasanya terbatas pada satu sisi wajah. Dengan adanya
pola tersebut mengindikasikan jatuh sebagai penyebab, bukan karena dipukul.
d. Pukulan pada daerah mulut dapat lebih terlihat dari dalam. Pukulan yang kepalan
tangan, luka tumpul yang terjadi dapat tidak begitu terlihat dari luar, namun menimbulkan
edem jaringan pada bagian dalam, tepat di depan gigi geligi. Frenum pada bibir atas kadang
rusak, terutama bila korban adalah bayi yang sering mendapat pukulan pada kepala.
e. Kekerasan benda tumpul pada leher dapat berakibat patah tulang leher, robek
pembuluh darah, otot, oesophagus, trachea/larynx, dan kerusakan syaraf
f. Kekerasan benda tumpul pada dada dapat berakibat patah os costae, sternum,
scapula, clavicula, robek organ jantung, paru, pericardium
g. Kekerasan benda tumpul pada perut dapat berakibat patah os pubis, os sacrum,
symphysiolysis, luxatio sendi sacro iliaca, robek organ hepar, lien, ginjal. Pankreas, adrenal,
lambung, usus,v.urinari

3
h. Kekerasan benda tumpul pada vertebra dapat berakibat fraktura, dislokasi os
vertebrae
i. Kekerasan benda tumpul pada anggota gerak dapat berakibat patah tulang,
dislokasi sendi, robek otot, pembuluh darah, dan kerusakan saraf

2.3 Jenis Luka Akibat Trauma Benda Tumpul


Luka akibat trauma benda tumpul dapat berupa salah satu atau kombinasi dari luka memar,
luka lecet, luka robek, patah tulang atau luka tekan.
Derajat luka, perluasan luka, serta penampakan dari luka yang disebabkan oleh trauma
benda tumpul bergantung kepada:
- Kekuatan dari benda yang mengenai tubuh
- Waktu dari benda yang mengenai tubuh
- Bagian tubuh yang terkena
- Perluasan terhadap bagian tubuh yang terkena
- Jenis benda yang mengenai tubuh
Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai beberapa cara menahan kerusakan yang
disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut menimbulkan berbagai tipe luka. Luka akibat
trauma benda tumpul dibagi menurut beberapa kategori (Vincent dan Dominick, 2001).
a Luka Lecet (Abrasi)
Luka lecet adalah luka yang superfisial, kerusakan tubuh terbatas hanya pada lapisan kulit
epidermis. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis pembuluh darah dapat terkena
sehingga terjadi perdarahan. Arah dari pengelupasan dapat ditentukan dengan pemeriksaan luka.
Dua tanda yang dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah arah dimana epidermis bergulung,
tanda yang kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang menandakan ketidakteraturan
benda yang mengenainya.
Karakteristik luka lecet :
- Sebagian/seluruh epitel hilang terbatas pada lapisan epidermis
- Disebabkan oleh pergeseran dengan benda keras dengan permukaan kasar dan
tumpul
- Permukaan tertutup exudasi yang akan mengering (krusta)
- Timbul reaksi radang (Sel PMN)

4
- Sembuh dalam 1-2 minggu dan biasanya pada penyembuhan tidak
meninggalkan jaringan parut
Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang mengenainya. Waktu
terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang. Perkiraan kasar usia luka dapat
ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang digunakan untuk menentukan usia luka adalah
saat ini (beberapa jam sebelum), baru terjadi (beberapa jam sebelum sampai beberapa hari),
beberapa hari lalu, lebih dari beberapa hari. Efek lanjut dari abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi
dapat terjadi pada abrasi yang luas.
Memperkirakan umur luka lecet:
- Hari ke 1 – 3 : warna coklat kemerahan
- Hari ke 4 – 6 : warna pelan-pelan menjadi gelap dan lebih suram
- Hari ke 7 – 14 : pembentukan epidermis baru
- Beberapa minggu : terjadi penyembuhan lengkap
Luka lecet juga harus dibedakan terjadinya, apakah ante mortem atau post mortem. Berikut
ini tabel yang menunjukkan perbedaan dari keduanya:
Tabel 1. Perbedaan Luka Lecet Ante Motem dan Post Mortem
ANTE MORTEM POST MORTEM
Coklat kemerahan Kekuningan
Terdapat sisa sisa-sisa epitel Epidermis terpisah sempurna dari
Tanda intravital (+) dermis
Sembarang tempat Tanda intravital (-)
Pada daerah yang ada penonjolan tulang

Sesuai dengan mekanisme terjadinya, luka lecet dapat diklasifikasikan sebagai luka lecet
gores (scratch), luka lecet serut (scrape), luka lecet tekan (impact abrasion) dan luka lecet
berbekas (patterned abrasion).
- Luka lecet gores (Scratch)
Diakibatkan oleh benda runcing (misalnya kuku jari yang menggores kulit) yang
menggeser lapisan permukaan kulit (epidermis) di depannya dan mengakibatkan lapisan
tersebut terangkat, sehingga dapat menunjukan arah kekerasan yang terjadi.

5
- Luka lecet serut (Scraping)
Adalah variasi dari luka lecet gores yang daerah persentuhannya dengan permukaan
kulit lebih lebar. Arah kekerasan di tentukan dengan melihat letak tumpukan epitel.

Gambar 1 .Bentuk dari abrasi dapat menandakan jenis permukaan yang kontak
dengan kulit.

- Luka lecet tekan (Impact abrasion)


Disebabkan oleh penjejakan benda tumpul pada kulit. Karena kulit adalah jaringan yang
lentur maka, bentuk luka lecet tekan belum tentu sama dengan bentuk permukaan benda
tumpul tersebut, tetapi masih memungkinkan identifikasi benda penyebab yang mempunyai
bentuk yang khas, misalnya kisi-kisi radiator mobil, jejas gigitan dan sebagainya. Gambaran
luka lecet tekan yang di temukan pada mayat adalah daerah kulit yang kaku dengan warna
yang lebih gelap dari sekitarnya akibat menjadi lebih padatnya jaringan yang tertekan serta
terjadinya pengeringan yang berlangsung pasca kematian.

6
Gambar 2. Impact abrasion pada sisi kanan wajah.

b. Kontusio (Luka Memar)


Kontusio terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang singkat. Penekanan ini
menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat menimbulkan perdarahan pada
jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya. Kontusio adalah suatu keadaan dimana terjadi
pengumpulan darah dalam jaringan yang terjadi sewaktu orang masih hidup, dikarenakan
pecahnya pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda tumpul .
Bila kekerasan benda tumpul yang mengakibatkan luka memar terjadi pada daerah dimana
jaringan longgar, seperti di daerah mata, leher, atau pada orang yang lanjut usia, maka luka
memar yang tampak seringkali tidak sebanding dengan kekerasan, dalam arti seringkali lebih
luas; dan adanya jaringan longgar tersebut memungkinkan berpindahnya “memar” ke daerah
yang lebih rendah, berdasarkan gravitasi.
Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi mengenai bentuk dari
benda tumpul, ialah apa yang dikenal dengan istilah “perdarahan tepi” (marginal haemorrhages),
misalnya bila tubuh korban terlindas ban kendaraan, dimana pada tempat yang terdapat tekanan
justru tidak menunjukkan kelainan, kendaraan akan menepi sehingga terbentuk perdarahan tepi
yang bentuknya sesuai dengan bentuk celah antara kedua kembang ban yang
berdekatan.Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun
waktu tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada standar
pasti untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara pemeriksaan fisik.

7
Luka memar dapat diklasifikasikan sebagai luka memar superficial (Superficial), Luka
memar dalam (Deep), dan luka memar berbekas (Patterned/ imprint).
a. Luka memar superfisial
Luka memar superficial dapat terjadi secara segera, disebabkan oleh akumulasi darah
secara subkutan.
b. Luka memar dalam
Luka memar dalam menandakan adanya akumulasi pendarahan lebih dalam dari lapisan
kulit subkutan. Biasanya jenis luka ini memerlukan 1 sampai 2 hari untuk dapat terlihat di
permukaan kulit.
c. Luka memar berbekas
Luka memar berbekas disebabkan oleh penekanan pada tubuh, biasanya objek yang
menekan tubuh meninggalkan bekas pada permukaan kulit. Pada mayat waktu antara terjadinya
luka memar, kematian dan pemeriksaan menentukan juga karekteristik memar yang timbul.
Semakin lama waktu antara kematian dan pemeriksaan luka akan semakin membuat luka memar
menjadi gelap. Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk menentukan
waktu terjadinya luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan secara pasti karena hal
tersebut pun bergantung pada keahlian pemeriksa.

Gambar 3. Luka memar pada bagian dada kiri

Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan darah dalam
sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat menyebabkan syok,
penurunan kesadaran, bahkan kematian. Yang kedua adalah terjadinya agregasi darah di bawah
kulit yang akan mengganggu aliran balik vena pada organ yang terkena sehingga dapat

8
menyebabkan ganggren dan kematian jaringan. Yang ketiga, memar dapat menjadi tempat media
berkembang biak kuman. Kematian jaringan dengan kekurangan atau ketiadaaan aliran darah
sirkulasi menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat hidup,
kuman tersering adalah golongan clostridium yang dapat memproduksi gas gangrene .
Memperkirakan umur luka memar :
- Hari ke 1 : terjadi pembengkakan warna merah kebiruan
- Hari ke 2 – 3 : warna biru kehitaman
- Hari ke 4 – 6 : biru kehijauan–coklat
- > 1 minggu-4 minggu : menghilang / sembuh
Lebam mayat atau livor mortis sering salah diinterpretasikan dengan luka memar. Livor
mortis merupakan perubahan warna ungu kemerahan pada area mengikuti posisi tubuh
disebabkan oleh akumulasi darah oleh pembuluh darah kecil secara gravitasi. Berikut ini
perbedaan luka memar dengan lebam mayat: (Vincent dan Dominick, 2001).
Tabel 2. Perbedaan Luka Memar dan Lebam Mayat
LUKA MEMAR LEBAM MAYAT
Di sembarang tempat Bagian tubuh yang terendah
Pembengkakan (+) Pembengkakan (-)
Tanda Intravital (+) Tanda Intravital (-)
Ditekan tidak Ditekan Menghilang
menghilang Diiris : dibersihkan dengan kapas menjadi
Diiris : tidak bersih
menghilang

Luka memar atau kontusio juga dapar terjadi pada organ dan jaringan dalam. Kontusio
pada tiap organ memiliki karakteristik yang berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan otak
jika terjadi kontusio dapat menyebabkan kelainan fungsi dan bahkan kematian.
Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan terjadi peradangan
dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat menyebabkan reaksi peradangan bertambah
hebat. Peradangan ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran, koma dan kematian. Kontusio
dan perangan yang kecil pada otak dapat menyebabkan gangguan fungsi organ lain yang luas dan
kematian jika terkena pada bagian vital yang mengontrol pernapasan dan peredaran darah.

9
Hampir seluruh kontusio otak superfisial, hanya mengenai daerah abu-abu. Beberapa dapat
lebih dalam, mengenai daerah putih otak. Kontusio pada bagian superfisial atau daerah abu-abu
sangat penting dalam ilmu forensik. Rupturnya pembuluh darah dengan terhambatnya aliran
darah menuju otak menyebabkan adanya pembengkakan dan seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, lingkaran kekerasan dapat terbentuk apabila kontusio yang terbentuk cukup besar,
edema otak dapat menghambat sirkulasi darah yang menyebabkan kematian otak, koma, dan
kematian total. Poin kedua terpenting dalam hal medikolegal adalah penyembuhan kontusio
tersebut yang dapat menyebabkan jaringan parut yang akan menyebabkan adanya fokus epilepsi.
Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan sempit pada daeran
yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls dapat menyebabkan gannguan pada
irama jantung atau henti jantung. Kontusio luas yang mengenai kerja otot jantung dapat
menghambat pengosongan jantung dan menyebabkan gagal jantung. Kontusio pada organ lain
dapat menyebabkan ruptur organ yang menyebabkan perdarahan pada rongga tubuh.
Perlu dipertimbangkan lokasi kontusio tipe superfisial yang berhubungan dengan arah
kekerasan yang terjadi. Hal ini bermakna jika pola luka ditemukan dalam pemeriksaan kepala
dan komponen yang terkena pada trauma sepeti pada kulit kepala, kranium, dan otak. Ketika
bagian kepala terkena benda yang keras dan berat seperti palu atau botol bir, hasilnya dapat
berupa, kurang lebihnya, yaitu abrasi, kontusio, dan laserasi dari kulit kepala. Kranium dapat
patah atau tidak. Jika jaringan dibawahnya terkena, hal ini disebut coup. Hal ini terjadi saat
kepala relatif tidak bergerak. Kita juga harus mempertimbangkan situasi lainnya dimana kepala
yang bergerak mengenai benda yang padat dan diam. Pada keadaan ini kerusakan pada kulit
kepala dan pada kranium dapat serupa dengan apa yang ditemukan pada benda yang bergerak-
kepala yang diam. Namun, kontusio yang terjadi, bukan pada tempat trauma melainkan pada sisi
yang berlawanan. Hal ini disebut kontusio contra-coup.
Pada pemeriksaan kepala penting untuk mengetahui pola trauma. Karena foto dari semua
komponen trauma kepala dari berbagai tipe kadang tidak tepat sesuai dengan demontrasi yang
ada, diagram dapat menjelaskan hubungan trauma yang terjadi. Kadang-kadang dapat terjadi hal
yang membingungkan, dapat saja kepala yang diam dan terkena benda yang bergerak pada
akhirnya akan jatuh atau mengenai benda keras lainnya, sehingga gambaran yang ada akan
tercampur, membingungkan, yang tidak memerlukan penjelasan mendetail.

10
Tipe lain kontusio adalah penetrasi yang lebih dalam, biasanya mengenai daerah putih atau
abu-abu, diliputi oleh lapisan normal otak, dengan perdarahan kecil atau besar. Perdarahan kecil
dinamakan “ball haemorrhages” sesuai dengan bentuknya yang bulat. Hal tersebut dapat serupa
dengan perdarahan fokal yang disebabkan hipertensi. Perdarahan yang lebih besar dan dalam
biasanya berbentuk ireguler dan hampir serupa dengan perdarahan apopletik atau stroke.
Anamnesis yang cukup mengenai keadaan saat kematian, ada atau tiadanya tanda trauma kepala,
serta adanya penyakit penyerta dapat membedakan trauma dengan kasus lain yang menyebabkan
perdarahan.
Perdarahan intraserebral tipe apopletik tidak berhubungan dengan trauma biasanya
melibatkan daerah dengan perdarahan yang dalam. Tempat predileksinya adalah ganglia basal,
pons, dan serebelum. Perdahan tersebut berhubungan dengan malformasi arteri vena. Biasanya
mengenai orang yang lebih muda dan tidak mempunyai riwayat hipertensi. Edema paru tipe
neurogenik biasanya menyertai trauma kepala. Manifestasi eksternal yang dapat ditemui adalah “
foam cone” busa berwarna putih atau merah muda pada mulut dan hidung. Hal tersebut dapat
ditemui pada kematian akibat tenggelam, overdosis, penyakit jantung yang didahului
dekompensasio kordis. Keberadaan gelembung tidak membuktikan adanya trauma kepala.

c. Laserasi (Luka robek)


Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan kontusio dari
jaringan subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa, permukaan benda tersebut
cukup lancip untuk menyebabkan sobekan pada kulit yang menyebabkan laserasi. Laserasi
disebabkan oleh benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam sehingga merobek
kulit dan jaringan bawah kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi
dari laserasi ireguler dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian
yang lebih rata dari benda tersebut yang mengalami indentasi.
Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan dibawahnya tidak
sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan, tepi luka yang ireguler, kasar dan
luka lecet membedakan laserasi dengan luka oleh benda tajam.

11
Gambar 4 . Luka robek dengan terdapatnya jembatan jaringan

Tepi dari laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang paling rusak
dan tepi laserasi yang landai menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat
memar juga menunjukkan arah awal kekerasan.
Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab kekerasan tersebut.
Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang berlebihan terjadi sebelum robeknya
jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi karena palu tidak harus berbentuk permukaan
palu atau laserasi yang berbentuk semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung laserasi yang
sudutnya berbeda dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan “swallow tails”. Beberapa
benda dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip.
Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut, perubahan tersebut
tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu pembekuan dari darah, yang berada
pada dasar laserasi dan penyebarannya ke sekitar kulit atau membran mukosa. Bekuan darah
yang bercampur dengan bekuan dari cairan jaringan bergabung membentuk eskar atau krusta.
Jaringan parut pertama kali tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi saluran
luka. Kemudian, epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan penyembuhan selesai.
Skar tersebut tidak mengandung apendises meliputi kelenjar keringat, rambut dan struktur lain.
Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak seperti luka atau
memar. Pembagiannya adalah sangat segera segera, beberapa hari, dan lebih dari beberapa hari.
Laserasi yang terjadi setelah mati dapat dibedakan ddengan yang terjadi saat korban hidup yaitu
tidak adanya perdarahan.

12
Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil tanpa adanya robekan
arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi terus menerus. Laserasi yang
multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis dapat menyebabkan perdarahan yang hebat
sehingga menyebabkan sampai dengan kematian. Adanya diskontinuitas kulit atau membran
mukosa dapat menyebabkan kuman yang berasal dari permukaan luka maupun dari sekitar kulit
yang luka masuk ke dalam jaringan. Port d entree tersebut tetap ada sampai dengan terjadinya
penyembuhan luka yang sempurna.
Bila luka terjadi dekat persendian maka akan terasa nyeri, khususnya pada saat sendi
tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut sehingga dapat menyebabkan disfungsi dari sendi
tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan bawah kulit yang memiliki jaringan lemak dapat
menyebabkan emboli lemak pada paru atau sirkulasi sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada
organ akibat dari tekanan yang kuat dari suatu pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati dan
limpa. Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang dapat
terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan perdarahan hebat .

2.4 Kombinasi dari luka lecet, memar dan laserasi


Luka lecet, memar dan laserasi dapat terjadi bersamaan. Benda yang sama dapat
menyebabkan memar pada pukulan pertama, laserasi pada pukulan selanjutnya dan lecet pada
pukulan selanjutnya. Tetapi ketiga jenis luka tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu pukulan.
Luka robek atau luka terbuka akibat kekerasan benda tumpul dapat dibedakan dengan luka
terbuka akibat kekerasan benda tajam, yaitu dari sifat-sifatnya serta hubungan dengan jaringan
sekitar luka. Luka robek mempunyai tepi yang tidak teratur, terdapat jembatan-jembatan jaringan
yang menghubungkan kedua tepi luka, akar rambut tampak hancur atau tercabut bila
kekerasannya di daerah yang berambut, di sekitar luka robek sering tampak adanya luka lecet
atau luka memar. Oleh karena luka pada umumnya mendatangkan rasa nyeri yang hebat dan
lambat mendatangkan kematian, maka jarang dijumpai kasus bunuh diri dengan membuat luka
terbuka dengan benda tumpul mengenai tubuh korban .

13
d. Fraktur

Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada bedah hanya memiliki
sedikit makna pada ilmu forensik. Pada bedah, fraktur dibagi menjadi fraktur sederhana dan
komplit atau terbuka.

Terjadinya fraktur selain disebabkan suatu trauma juga dipengaruhi beberapa faktor seperti
komposisi tulang tersebut. Anak-anak tulangnya masih lunak, sehingga apabila terjadi trauma
khususnya pada tulang tengkorak dapat menyebabkan kerusakan otak yang hebat tanpa
menyebabkan fraktur tulang tengkorak. Wanita usia tua sering kali telah mengalami
osteoporosis, dimana dapat terjadi fraktur pada trauma yang ringan.

Pada kasus dimana tidak terlihat adanya deformitas maka untuk mengetahui ada tidaknya
fraktur dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan sinar X, mulai dari fluoroskopi, foto polos.
Xero radiografi merupakan teknik lain dalam mendiagnosa adanya fraktur.

Fraktur mempunyai makna pada pemeriksaan forensik. Bentuk dari fraktur dapat
menggambarkan benda penyebabnya (khususnya fraktur tulang tengkorak), arah kekerasan.
Fraktur yang terjadi pada tulang yang sedang mengalami penyembuhan berbeda dengan fraktur
biasanya. Jangka waktu penyembuhan tulang berbeda-beda setiap orang. Dari penampang
makros dapat dibedakan menjadi fraktur yang baru, sedang dalam penyembuhan, sebagian telah
sembuh, dan telah sembuh sempurna. Secara radiologis dapat dibedakan berdasarkan akumulasi
kalsium pada kalus. Mikroskopis dapat dibedakan daerah yang fraktur dan daerah penyembuhan.
Penggabungan dari metode diatas menjadikan akurasi yang cukup tinggi. Daerah fraktur yang
sudah sembuh tidaklah dapat menjadi seperti tulang aslinya.

Perdarahan merupakan salah satu komplikasi dari fraktur. Bila perdarahan sub periosteum
terjadi dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan disfungsi organ tersebut. Apabila terjadi
robekan pembuluh darah kecil dapat menyebabkan darah terbendung disekitar jaringan lunak
yang menyebabkan pembengkakan dan aliran darah balik dapat berkurang. Apabila terjadi
robekan pada arteri yang besar terjadi kehilangan darah yang banyak dan dapat menyebabkan
pasien shok sampai meninggal. Syok yang terjadi pada pasien fraktur tidaklah selalu sebanding
dengan fraktur yang dialaminya.

14
Selain itu juga dapat terjadi emboli lemak pada paru dan jaringan lain. Gejala pada emboli
lemak di sereberal dapat terjadi 2-4 hari setelah terjadinya fraktur dan dapat menyebabkan
kematian. Gejala pada emboli lemak di paru berupa distres pernafasan dapat terjadi 14-16 jam
setelah terjadinya fraktur yang juga dapat menyebabkan kematian. Emboli sumsum tulang atau
lemak merupakan tanda antemortem dari sebuah fraktur.

Fraktur linier yang terjadi pada tulang tengkorak tanpa adanya fraktur depresi tidaklah
begitu berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang dapat membuat hematom ekstra
dural, sehingga diperlukan depresi tulang secepatnya. Apabila ujung tulang mengenai otak dapat
merusak otak tersebut, sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran, kejang, koma hingga
kematian.

Gambar 5 . Fraktur tulang

e. Kompresi
Kompresi yang terjadi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan efek lokal maupun
sistemik yaitu asfiksia traumatik sehingga dapat terjadi kematiaan akibat tidak terjadi pertukaran
udara.

15
Gambar 8. Kompresi pada vertebra

F. Perdarahan
Perdarahan dapat muncul setelah terjadi kontusio, laserasi, fraktur, dan kompresi.
Kehilangan 1/10 volume darah tidak menyebabkan gangguan yang bermakna. Kehilangan ¼
volume darah dapat menyebabkan pingsan meskipun dalam kondisi berbaring. Kehilangan ½
volume darah dan mendadak dapat menyebabkan syok yang berakhir pada kematian. Kecepatan
perdarahan yang terjadi tergantung pada ukuran dari pembuluh darah yang terpotong dan jenis
perlukaan yang mengakibatkan terjadinya perdarahan. Pada arteri besar yang terpotong, akan
terjadi perdarahan banyak yang sulit dikontrol oleh tubuh sendiri. Apabila luka pada arteri besar
berupa sayatan, seperti luka yang disebabkan oleh pisau, perdarahan akan berlangsung lambat
dan mungkin intermiten. Luka pada arteri besar yang disebabkan oleh tembakan akan
mengakibatkan luka yang sulit untuk dihentikan oleh mekanisme penghentian darah dari dinding
pembuluh darah sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip yang telah diketahui, yaitu perdarahan
yang berasal dari arteri lebih berisiko dibandingkan perdarahan yang berasal dari vena.

Hipertensi dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan cepat apabila terjadi perlukaan
pada arteri. Adanya gangguan pembekuan darah juga dapat menyebabkan perdarahan yang lama.
Kondisi ini terdapat pada orang-orang dengan penyakit hemofili dan gangguan pembekuan
darah, serta orang-orang yang mendapat terapi antikoagulan. Pecandu alcohol biasanya tidak
memiliki mekanisme pembekuan darah yang normal, sehingga cenderung memiliki perdarahan
yang berisiko. Investigasi terhadap kematian yang diakibatkan oleh perdarahan memerlukan

16
pemeriksaan lengkap seluruh tubuh untuk mencari penyakit atau kondisi lain yang turut berperan
dalam menciptakan atau memperberat situasi perdarahan.

Gambar 9. Perdarahan

I. Klasifikasi Trauma Tumpul Berdasarkan Jaringan atau Organ yang Terkena


a. Kulit
 Luka Lecet
 Luka Memar
 Luka Robek
b. Kepala
 Tengkorak
 Jaringan Otak
c. Leher dan Tulang Belakang
d. Dada
 Tulang
 Organ dalam dada
e. Perut
 Organ Parenchym
 Organ berongga
f. Anggota Gerak

17
II. Akibat Kekerasan Benda Tumpul Pada Organ Yang Terkena
a. Kepala
 Cedera Kepala Pada Penutup Otak
Jaringan otak dilindungi oleh 3 lapisan jaringan. Lapisan paling luar disebut duramater,
atau sering dikenal sebagai dura. Lapisan ini tebal dan lebih dekat berhubungan dengan
tengkorak kepala dibandingakan otak. Antara tengkorak dan dura terdapat ruang yang disebut
ruang epidural atau ekstradural. Ruang ini penting dalam bidang forensik.

Lapisan yang melekat langsung ke otak disebut piamater. Lapisan ini sangat rapuh, melekat
pada otak dan meluas masuk ke dalam sulkus-sulkus otak. Lapisan ini tidak terlalu penting
dalam bidang forensik.

Lapisan berikutnya yang terletak antara dura mater dan pia mater disebut arakhnoid. Ruang
yang dibentuk antara lapisan dura mater dan arakhnoid ini disebut ruang subdural. Kedalaman
ruang ini bervariasi di beberapa tempat. Perlu diingat, cairan otak terdapat pada ruang
subarakhnoid, bukan di ruang subdural.

Perdarahan kepala dapat terjadi pada ketiga ruang yaitu ruang epidural, subdural atau ruang
subarakhnoid, atau pada otak itu sendiri.

Gambar 10. Perdarahan intrakranial

18
 Perdarahan Epidural (Hematoma)
Perdarahan jenis ini berhubungan erat dengan fraktur pada tulang tengkorak. Apabila
fraktur mengenai jalinan pembuluh darah kecil yang dekat dengan bagian dalam tengkorak,
umumnya arteri meningea media, dapat menyebabkan arteri terkoyak dan terjadi perdarahan
yang cepat. Kumpulan darah akhirnya mendorong lapisan dura menjauh dari tengkorak dan
ruang epidural menjadi lebih luas. Akibat dari lapisan dura yang terdorong ke dalam, otak
mendapatkan kompresi atau tekanan yang akhirnya menimbulkan gejala-gejala seperti nyeri
kepala, penurunan kesadaran bertahap mulai dari letargi, stupor dan akhirnya koma. Kematian
akan terjadi bila tidak dilakukan terapi dekompresi segera. Waktu antara timbulnya cedera
kepala sampai munculnya gejala-gejala yang diakibatkan perdarahan epidural disebut sebagai
“lucid interval”

 Perdarahan Subdural (Hematoma)


Perdarahan ini timbul apabila terjadi “bridging vein” yang pecah dan darah berkumpul di
ruang subdural. Perdarahan ini juga dapat menyebabkan kompresi pada otak yang terletak di
bawahnya. Karena perdarahan yang timbul berlangsung perlahan, maka “lucid interval” juga
lebih lama dibandingkan perdarahan epidural, berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari.
Jumlah perdarahan pada ruang ini berkisar dibawah 120 cc, sehingga tidak menyebabkan
perdarahan subdural yang fatal.

Tidak semua perdarahan epidural atau subdural bersifat letal. Pada beberapa kasus,
perdarahan tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi pada otak,
sehingga hanya menimbulkan gejala-gejala yang ringan. Pada beberapa kasus yang lain,
memerlukan tindakan operatif segera untuk dekompresi otak.

Penyembuhan pada perdarahan subdural dimulai dengan terjadinya pembekuan pada


perdarahan. Pembentukan skar dimulai dari sisi dura dan secara bertahap meluas ke seluruh
permukaan bekuan. Pada waktu yang bersamaan, darah mengalami degradasi. Hasil akhir dari
penyembuhan tersebut adalah terbentuknya jaringan skar yang lunak dan tipis yang menempel
pada dura. Sering kali, pembuluh dara besar menetap pada skar, sehingga membuat skar tersebut
rentan terhadap perlukaan berikutnya yang dapat menimbulkan perdarahan kembali. Waktu yang

19
diperlukan untuk penyembuhan pada perdarahan subdural ini bervariasi antar individu,
tergantung pada kemampuan reparasi tubuh setiap individu sendiri.

Hampir semua kasus perdarahan subdural berhubungan dengan trauma, meskipun dapat
tidak berhubungan dengan trauma. Perdarahan ini dapat terjadi pada orang-orang dengan
gangguan mekanisme pembekuan darah atau pada pecandu alcohol kronik, meskipun tidak
menyebabkan perdarahan yang besar dan berbahaya. Pada kasus-kasus perdarahan subdural
akibat trauma, dapat timbul persarahan kecil yang tidak berisiko apabila terjadi pada orang
normal. Akan tetapi, pada orang-orang yang memiliki gangguan pada mekanisme pembekuan
darah, dapat bersifat fatal.

Ada kalanya juga perdarahan subdural terjadi akibat perluasan dari perdarahan di tempat
lain. Salah satu contohnya adalah perdarahan intraserebral yang keluar dari substansi otak
melewati pia mater, kemudian masuk dan menembus lapisan arakhnoid dan mencapai ruang
subdural.

 Perdarahan Subarakhnoid
Penyebab perdarahan subarakhnoid yang tersering ada 5, dan terbagi menjadi 2 kelompok
besar, yaitu yang disebabkan trauma dan yang tidak berhubungan dengan trauma. Penyebabnya
antara lain:

- Nontraumatik :
- Ruptur aneurisma pada arteri yang memperdarahi otak
- Perdarahan intraserebral akibat stroke yang memasuki subarakhnoid
- Traumatik :
- Trauma langsung pada daerah fokal otak yang akhirnya menyebabkan perdarahan
subarakhnoid
- Trauma pada wajah atau leher dengan fraktur pada tulang servikal yang menyebabkan
robeknya arteri vertebralis
- Robeknya salah satu arteri berdinding tipis pada dasar otak yang diakibatkan gerakan
hiperekstensi yang tiba-tiba dari kepala.
Arteri yang lemah dan membengkak seperti pada aneurisma, sangat rapuh dindingnya
dibandingkan arteri yang normal. Akibatnya, trauma yang ringan pun dapat menyebabkan ruptur

20
pada aneurisma yang mengakibatkan banjirnya ruang subarakhnoid dengan darah dan akhirnya
menimbulkan disfungsi yang serius atau bahkan kematian.

Yang menjadi teka-teki pada bagian forensik adalah, apakah trauma yang menyebabkan
ruptur pada aneurisma yang sudah ada, atau seseorang mengalami nyeri kepala lebih dahulu
akibat mulai pecahnya aneurisma yang menyebabkan gangguan tingkah laku berupa perilaku
mudah berkelahi yang berujung pada trauma. Contoh yang lain, apakah seseorang yang jatuh
dari ketinggian tertentu menyebabkan ruptur aneurisma, atau seseorang tersebut mengalami
ruptur aneurisma terlebih dahulu yang menyebabkan perdarahan subarakhnoid dan akhirnya
kehilangan kesadaran dan terjatuh. Pada beberapa kasus, investigasi yang teliti disertai dengan
otopsi yang cermat dapat memecahkan teka-teki tersebut.

Perdarahan subarakhnoid ringan yang terlokalisir dihasilkan dari tekanan terhadap kepala
yang disertai goncangan pada otak dan penutupnya yang ada di dalam tengkorak. Tekanan dan
goncangan ini menyebabkan robeknya pembuluh-pembuluh darah kecil pada lapisan
subarakhnoid, dan umumnya bukan merupakan perdarahan yang berat. Apabila tidak ditemukan
faktor pemberat lain seperti kemampuan pembekuan darah yang buruk, perdarahan ini dapat
menceritakan atau mengungkapkan tekanan trauma yang terjadi pada kepala.

Jarang sekali, tamparan pada pada sisi samping kepala dan leher dapat mengakibatkan
fraktur pada prosesus lateralis salah satu tulang cervical superior. Karena arteri vertebralis
melewati bagian atas prosesus lateralis dari vertebra di daerah leher, maka fraktur pada daerah
tersebut dapat menyebabkan robeknya arteri yang menimbulkan perdarahan masif yang biasanya
menembus sampai lapisan subarakhnoid pada bagian atas tulang belakang dan akhirnya terjadi
penggenangan pada ruang subarakhnoid oleh darah. Aliran darah ke atas meningkat dan
perdarahan meluas sampai ke dasar otak dan sisi lateral hemisfer serebri. Pada beberapa kasus,
kondisi ini sulit dibedakan dengan perdarahan nontraumatikyang mungkin disebabkan oleh
ruptur aneurisma.

Tipe perdarahan subarakhnoid traumatik yang akan dibicarakan kali ini merupakan tipe
perdarahan yang massif. Perdarahan ini melibatkan dasar otak dan meluas hingga ke sisi lateral
otak sehingga serupa dengan perdarahan yang berhubungan dengan aneurisma pada arteri besar
yang terdapat di dasar otak.Akan tetapi, pada pemeriksaan yang cermat dan teliti, tidak

21
ditemukan adanya aneurisma, sedangkan arteri vertebralis tetap intak. Penyebab terjadinya
perdarahan diduga akibat pecahnya pembuluh darah berdinding tipis pada bagian bawah otak,
serta tidak terdapat aneurisma. Terdapat 2 bukti, meskipun tidak selalu ada, yang bisa
mendukung dugaan apakah kejadian ini murni dimulai oleh trauma terlebih dahulu. Bukti
pertama yaitu adanya riwayat gerakan hiperekstensi tiba-tiba pada daerah kepala dan leher, yang
nantinya dapat menyebabkan kolaps dan bahkan kematian.

 Kontusio otak
Hampir seluruh kontusio otak superfisial, hanya mengenai daerah abu-abu. Beberapa dapat
lebih dalam, mengenai daerah putih otak. Kontusio pada bagian superfisial atau daerah abu-abu
sangat penting dalam ilmu forensik. Rupturnya pembuluh darah dengan terhambatnya aliran
darah menuju otak menyebabkan adanya pembengkakan dan seperti yang telah disebutkan
sebelumnya, lingkaran kekerasan dapat terbentuk apabila kontusio yang terbentuk cukup besar,
edema otak dapat menghambat sirkulasi darah yang menyebabkan kematian otak, koma, dan
kematian total. Poin kedua terpenting dalam hal medikolegal adalah penyembuhan kontusio
tersebut yang dapat menyebabkan jaringan parut yang akan menyebabkan adanya fokus epilepsi.

Yang harus dipertimbangan adalah lokasi kontusio tipe superfisial yang berhubungan
dengan arah kekerasan yang terjadi. Hal ini bermakna jika pola luka ditemukan dalam
pemeriksaan kepala dan komponen yang terkena pada trauma sepeti pada kulit kepala, kranium,
dan otak.

Ketika bagian kepala terkena benda yang keras dan berat seperti palu atau botol bir,
hasilnya dapat berupa, kurang lebihnya, yaitu abrasi, kontusio, dan laserasi dari kulit kepala.
Kranium dapat patah atau tidak. Jika jaringan dibawahnya terkena, hal ini disebut coup. Hal ini
terjadi saat kepala relatif tidak bergerak.

Kita juga harus mempertimbangkan situasi lainnya dimana kepala yang bergerak mengenai
benda yang padat dan diam. Pada keadaan ini kerusakan pada kulit kepala dan pada
kranium dapat serupa dengan apa yang ditemukan pada benda yang bergerak-kepala yang diam.
Namun, kontusio yang terjadi, bukan pada tempat trauma melainkan pada sisi yang berlawanan.
Hal ini disebut kontusio contra-coup.

22
Pemeriksaan kepala penting untuk mengetahui pola trauma. Karena foto dari semua
komponen trauma kepala dari berbagai tipe kadang tidak tepat sesuai dengan demontrasi yang
ada., diagram dapat menjelaskan hubungan trauma yang terjadi. Kadang dapat terjadi hal yang
membingungkan, dapat saja kepala yang diam dan terkena benda yang bergerak pada akhirnya
akan jatuh atau mengenai benda keras lainnya, sehingga gambaran yang ada akan tercampur,
membingungkan, yang tidak memerlukan penjelasan mendetail.

Tipe lain kontusio adalah penetrasi yang lebih dalam, biasanya mengenai daerah putih atau
abu-abu, diliputi oleh lapisan normal otak, dengan perdarahan kecil atau besar. Perdarahan kecil
dinamakan ‘ball hemorrhages’ sesuai dengan bentuknya yang bulat. Hal tersebut dapat serupa
dengan perdarahan fokal yang disebabkan hipertensi. Perdarahan yang lebih besar dan dalam
biasanya berbentuk ireguler dan hampir serupa dengan perdarahan apopletik atau stroke.
Anamnesis yang cukup mengenai keadaan saat kematian, ada atau tiadanya tanda trauma kepala,
serta adanya penyakit penyerta dapat membedakan trauma dengan kasus lain yang menyebabkan
perdarahan.

Perdarahan intraserebral tipe apopletik tidak berhubungan dengan trauma biasanya


melibatkan daerah dengan perdarahan yang dalam. Tempat predileksinya adalah ganglia basal,
pons, dan serebelum. Perdahan tersebut berhubungan dengan malformasi arteri vena. Biasanya
mengenai orang yang lebih muda dan tidak mempunyai riwayat hipertensi.

Edema paru tipe neurogenik biasanya menyertai trauma kepala. Manifestasi eksternal yang
dapat ditemui adalah ‘foam cone’ busa berwarna putih atau merah muda pada mulut dan hidung.
Hal tersebut dapat ditemui pada kematian akibat tenggelam, overdosis, penyakit jantung yang
didahului dekompensasio kordis. Keberadaan gelembung tidak membuktikan adanya trauma
kepala.

23
Gambar 11. Kontusio cerebri

b. Leher
Dapat berakibat :

 Patah tulang leher


 Robek pembuluh darah, otot, oesophagus, trachea/larynx
 Kerusakan saraf

Gambar 12. Trauma pada leher

c. Dada
Dapat berakibat :

 Patah os costae, os. sternum, os. scapula, os. Clavicula


 Robek organ jantung, paru, pericardium

24
d. Perut
Dapat berakibat :

 Patah os pubis, os sacrum, symphysiolysis, Luxatio sendi sacro iliaca


 Robek organ hepar, lien, ginjal. Pankreas, adrenal, lambung, usus, kandung seni

Gambar 12. Trauma tumpul pada dada, perut, dan kandungan

b. Tulang Belakang (Vertebra)


Dapat berakibat :

 Fraktura, dislokasi os vertebrae


Dapat karena :

 Trauma langsung
 Tidak langsung karena tarikan / tekukan
c. Anggota Gerak
Dapat berakibat :

25
 Patah tulang, dislokasi sendi
 Robek otot, pembuluh darah, kerusakan saraf

26
DAFTAR PUSTAKA

Alexandropoulou, C. A., dan Panagiotopoulos, E. 2010. Wound Ballistics: Analysis of Blunt and

Penetrating Trauma Mechanisms. Health Science Journal, vol. 4, issue 4, pp. 225-236

Idries, A. M. 2008. Sistematik Pemeriksaan Ilmu Kedokteran Forensik Khusus Pada Korban

Perlukaan. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan, Bab 7, hal.

133-143. Jakarta: Sagung Seto

Satyo, A. C. 2006. Aspek Medikolegal Luka pada Forensik Klinik. Majalah Kedokteran

Nusantara, vol. 39, no. 4, pp. 430-433

Shkrum, M. J. dan Ramsay, D. A. 2007. Blunt Trauma. Forensic Pathology of Trauma, Chapter

8, pp. 405-518

Vincent J. D. dan Dominick, D. 2001. Blunt Trauma Wounds. Forensic Pathology Second

Edition, Chapter 4, pp. 1-26

Dahlan S, Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman bagi Dokter dan Penegak Hukum, Cetakan Ke 3,

Universitas Diponegoro Semarang 2000. Hal 67-92

Amir. A. Kapita Selekta Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,

Medan, 1995. Hal.101-9.

27

Anda mungkin juga menyukai