Anda di halaman 1dari 24

KATA KUNCI

1. Laki-laki 40 tahun
2. Bengkak pipi kiri bawah disertai nyeri
3. Pembengkakan sejak 2 hari yang lalu
4. Berdenyut disertai demam dan nyeri
5. Gigi berlubang dan porforasi
6. Adanya cairan asing bila ditekan
7. Ada karang gigi disekeliling gigi
8. Pasien sudah minum obat
9. Pipi mengkilap dan keras sebagian lunak

PERTANYAAN

1. Apa saja macam-macam infeksi odontogenik ?


2. Apa etiologi dari kasus ?
3. Bagaimana patogenesis dari penyakit pada kasus ?
4. Apa yang menyebabkan nyeri sedangkan pasien sudah minum obat ?
5. Apa penyebab keluarnya cairan asin di intraoral pasien apabila pipinya ditekan ?
6. Mikroorganisme apa yang dominan berperan pada kasus ?
7. Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada skenario ?
8. Apa diagnosis dari kasus ?
9. Apa diagnosis banding dari kasus ?
10. Apa perawatan yang tepat dan jelaskan prosedurnya ?
11. Obat-obatan apa yang dapat diberikan pada pasien ?
12. Apa komplikasi dampak jika tidak ditangani ?
1.Macam- macam infeksi odontogenik.

Klasifikasi infeksi odotogenik


a. Berdasarkan organisme penyebab infeksi
1. Bakteri
2. Virus
3. Parasit
4. Mikotik
b. Berdasarkan jaringan
1. Odontogenik
2. Non - odontogenik
c. Berdasarkan lokasi masuknya
1. Pulpa
2. Periodontal
3. Fraktur
4. Tumor
5. Opurtunistik
d. Berdasarkan tinjauan klinis
1. Akut
2. Kronik
e. Berdasarkan spasium yang terkena
1. Spasium kaninus
2. Spasium bukal
3. Spasium infratemporal
4. Spasium submental
5. Spasium sublingual
6. Spasium submandibula
7. Spasium masseter
8. Spasium pterygomandibular
9. Spasium temporal
10. Spasium faringeal lateral
11. Spasium retrofaringeal
12. Spasium prevertebral
Macam-macam infeksi odontegenik berdasarkan spasium yang terkena

 Spasium subperiosteal
Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan lunak
mulut dan darah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra
oral, warna kulit sedikit merah pada daerah gigi penyebab. Penderita
merasakan sakit yang hebat, berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir.
Pada rahang bawah bila berasal dari gigi premolar atau molar
pembengkakan dapat meluas dari pipi sampai pinggir mandibula, tetapi
masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif pada seruhan pada sentuhan
atau tekanan.
 Spasium fosa kanina
Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang berasal dari gigi rahang
atas pada regio ini terdapat jaringan ikat dan lemak, serta memudahkan
terjadinya akumulasi cairan jaringan. Gejala klinis ditandai dengan
pembengkakan pada muka, kehilangan sulkus masolabialis dan edema
pelupuk mata bawah sehingga tampak tertutup. Bibir atas bengkak, seluruh
muka terasa sakit disertai kulit yang tegang berwarna merah.
 Spasium bukal
Spasium bukal berada diantara m.masetter, m.pterigoidus interna dan
m.businator. Berisi jaringan yang meluas ke atas ke dalam diantara otot
penguyah, menutupi fosa retrozogomatik dan spasium infratemporal.
Abses dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga rahang atas masuk
ke dalam spasium bukal. Gejala klinis abses ini terbentuk dibawah mukosa
bukal dan menonjol ke rongga mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses
supuratif, fluktuasi negatif dan gigi penyebab kadang-kadang tidak jelas.
Masa infeksi/pus dapat turun ke spasium terdekat lainnya. Pada
pemeriksaan ekstra oral tampak pembengkakan difus, tidak jelas pada
perabaan.
 Spasium infratemporal
Abses ini sering terjadi, tetapi sangat berbahaya dan sering menimbulkan
komplikasi yang fatal. Spasium infratemporal terletak dibawah dataran
horizontal arkus-zigomatikus dan bagian lateral di batasi oleh ramus
mandibula dan bagian dalam oleh m. Pterigoid interna. Bagian atas
dibatasi oleh m.pterigoid eksternus. Spasium ini dilalui a.maksilaris
interna dan n.mandibula, milohioid, lingual, businator dan n.chorda
timpani. Berisi pleksus venus pterigoid dan juga berdekatan dengan
pleksus faringeal.
 Spasium submasseter
Spasium submasseter berjalan ke bawah dan ke depan diantara insersi otot
masseter bagian superfisialis dan bagian dalam. Spasium ini berupa suatu
celah sempit yang berjalan dari tepi depan ramus antara origo m.masseter
bagian tengah dan permukaan tulang. Keatas dan belakang antara origo
m.masseter bagian tengah dan bagian dalam. Disebelah belakang
dipisahkan dari parotis oleh lapisan tipis lembar fibromuskular. Infeksi
pada spasium ini berasal ini berasal dari gigi molar tiga rahangbawah,
berjalan melalui permukaan lateral ramus ke atas spasium ini. Gejala klinis
dapat berupa sakit berdenyut diregio ramus mandibula bagian dalam,
pembengkakan jaringan lunak muka disertai trismus yang berjalan cepat,
toksik dan delirium. Bagian posterior ramus mempunyai daerah tegangan
besar dan sakit pada penekanan.
 Spasium submandibula
Spasium ini terletak dibagian bawah m.mylohioid yang memisahkannya
dari spasium sublingual. Lokasi ini dibawah dan medial bagian belakang
mandibula. Dibatasi oleh m.hyoglossus dan m.digastrikus dan bagian
posterior oleh m.pterigoid eksternus. Berisi kelenjar ludah submandibula
yang meluas ke dalam spasium sublingual. Juga berisi kelenjar limfe
submaksila. Pada bagian luar ditutup oleh fasia superfisial yang tipis dan
ditembus oleh arteri submaksilaris eksterna. Infeksi pada spasium ini dapat
berasal dari abses dentoalveolar, abses periodontal dan perikoronitis yang
berasal dari gigi premolar atau molar mandibula.
 Spasium sublingual
Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal, terletak diatas
m.milohiod dan bagian medial dibatasi oleh m.genioglosus dan lateral oleh
permukaan lingual mandibula. Gejala klinis ditandai pembengkakan dasar
mulut dan lidah terangkat, bergeser ke sisi yang normal. Kelenjar
sublingual tampak menonjol karena terletak oleh akumulasi pus
dibawahnya. Penderita akan mengalami kesulitan menelan dan terasa sakit.
 Spasium submental
Spasium ini terletak diantara m. Milohoid dan m.plastima didepannya
melintang m.digastrikus berisi kelanjar limfe submental. Perjalanan abses
kebelakang dapat meluas ke spasium mandibula dan sebaliknya infeksi
dapat berasal dari spasium submandibula. Gigi penyebab biasanya anterior
atau premolar. Gejala klinis dengan selulitis pada regio submental. Tahap
akhir terjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada
pemeriksaan intra oral tidak tampak adanya pembengkakan. Kadang-
kadang gusi disekitar gigi penyebab lebih merah dari jaringan sekitarnya.
Pada tahap lanjut infeksi dapat menyebar juga kearah spasium yang
terdekat terutama kearah belakang.
 Spasium parafaringeal
Spasium parafaringeal berbentuk konus dengan dasar kepala dan apeks
bergabung dengan selubung karotid. Bagian luar dibatasi oleh muskulus
pterigoid interna dan sebelah dalam oleh muskulus kontriktor. Sebelah
belakang oleh glandula parotis muskulus prevertebalis dan prosseus
stiloideus serta struktur yang berasal dari prosessus ini. Kebelakang dari
spasium ini merupakan lokasi arteri karotis, vena jugularis dan nervus
vagus serta struktur saraf spinal, glosofaringeal, simpatik, hipoglosal dan
kelenjar limfe. Infeksi pada spasium ini mudah menyebar keatas melalui
berbagai foramina menuju bagian otak. Kejadian tersebut dapat
menimbulkan abses otak, mengingitis atau trombosis sinus. Bila infeksi
berjalan ke bawah dapat melalui selubung karotis sampai mediastinium.1

Sumber : Fragiskos, 2007. Oral surgery. Greece: Springer. Verlag Berlin Heidelberg
2.Etiologi kasus

Abses pada spasium baik bukal, submandibula, ataupun sublingual pada dasarnya
disebabkan oleh karena adanya infeksi mikroorganisme pada daerah saluran akar gigi.

Infeksi odontogenik dapat berasal dari 2 daerah yaitu: 1) periapikal, sebagai akibat
dari nekrosis yang terjadi pada gigi dan terjadi invasi bakteri ke jaringan periapikal, 2)
periodontal, sebagai akibat dari poket periodontal yang dalam sehingga dapat terjadi
inokulasi bakteri ke jaringan lunak.2

Ketika bakteri telah mengalami inoulasi, infeksi akan menyebar ke segala arah, tapi
lebih dominan ke daerah yang least resistance. Adapun penyebaran infeksi dari gigi yang
terlibat dipengaruhi oleh dua faktor: 1) ketebalan tulang yang berada di bawah apeks gigi,
dan 2) hubungan daerah tulang yang mengalami perforasi dengan perlekatan otot pada daerah
maksila dan mandibula. 2

Berdasarkan hasil pemeriksaan objektif intraoral terdapat kavitas dan kalkulus pada
gigi pasien. Hal ini memungkinkan terjadinya invasi bakteri melalui kavitas sehingga
menyebabkan terinfeksinya saluran akar gigi tersebut. Kemudian invasi bakteri juga dapat
terjadi melalui poket periodontal (apabila telah terbentuk poket akibat dari adanya kalkulus
pada gigi pasien). Selain itu, diketahui bahwa pembengkakan terjadi pada daerah pipi bawah
atau bukal inferior.

Adapun abses spasium bukalis dapat disebabkan oleh infeksi saluran akar pada gigi posterior
mandibula. 1

Sumber :

1. Fragiskos D. Oral & maxillofacial surgery. Germany: Springer-Verlag Berlin


Heidelberg; 2007.p.206-41
2. Hupp JR, Ellis III E, Tucker MR. Contemporary oral and maxillofacial surgery. St.
Louis: Mosby Elsevier; 2008.p.293
3.Patogenesis abses spases bukal

Penyebaran infeksi odontogenik akan melalui tiga tahap yaitu tahap abses
dentoalveolar, tahap yang menyangkut spasium dan tahap lebih lanjut yang merupakan tahap
komplikasi. Suatu abses akan terjadi bila bakteri dapat masuk ke jaringan melalui suatu luka
ataupun melalui folikel rambut. Pada abses rahang dapat melalui foramen apikal atau
marginal gingival.

Penyebaran infeksi melalui foramen apikal berawal dari kerusakan gigi atau karies,
kemudian terjadi proses inflamasi di sekitar periapikal di daerah membran periodontal berupa
suatu periodontitis apikalis. Rangsangan yang ringan dan kronis menyebabkan membran
periodontal di apikal mengadakan reaksi membentuk dinding untuk mengisolasi penyebaran
infeksi. Respon jaringan periapikal terhadap iritasi tersebut dapat berupa periodontitis
apikalis yang supuratif atau abses dentoalveolar.3

Proses terjadinya penyakit diawali dari terjadinya infeksi melalui 3 tahap berikut ini:
1. tahap inokulasi, yang disebabkan karena penyebaran awal, yang mungkin melibatkan
bakteri streptococcus, ke dalam jaringan lunak. Pada tahap ini dapat dijumpai, kondisi
jaringan lunak yang mengalami pembengkakan dengan palpasi lunak, lengket, dan agak
halus disertai warna yang sedikit kemerahan.
2. Tahap Selulitis, dimana proses inflamasi mencapai puncaknya, ditandai denganadanya
inflamasi yang terasa sakit, berwarna kemerahan, terasa keras dan sangat halus ketika
dipalpasi. Pada tahap ini pasien juga kehilangan beberapa fungsi seperti terjadi trismus,
dan lidah yang menjulur.
3. Tahap Abses, dimana tahap terjadinya nekrosis. Palpasi menunjukkan adanya fluktuasi
dan halus.3

Karakteristik Inokulasi Selulitis Abses

- Durasi - 0-3 hari - 3-7 hari - > 5 hari

- Rasa sakit - Ringan-sedang - Berat dan - Sedang, berat, &


menyeluruh lokal
- Ukuran - Kecil - Besar - Kecil
- Lokalisasi - Menyebar - Menyebar - Terbatas

- Palpasi - Lunak, lengket, - Keras, sangat halus - Fluktuasi, halus


agak halus
- Warna - Normal - Kemerahan - Merah pada daerah
sekitarnya
- Kulaitas kulit - Normal - Menebal - Membulat dan
mengkilap
- Temperature - Panas ringan - Panas - Panas sedang
permukaan
- Functio laesa - Minimal atau tidak - Berat - Berat sedang
ada
- Cairan - Edema - Serous, bercak pus - Pus
jaringan
- Tingkat - Ringan - Berat - Sedang-berat
malaise
- Keparahan - Ringan - Berat - Sedang-berat

- Bakteri - aerobik - Gabungan - Anaerob


perkutaneus

Telah dibahas sebelumnya infeksi odontogenik berasal dari dua sumber utama yaitu: 1)
periapikal, sebagai akibat dari nekrosis yang terjadi pada gigi dan terjadi invasi bakteri
ke jaringan periapikal, 2) periodontal, sebagai akibat dari poket periodontal yang dalam
sehingga dapat terjadi inokulasi bakteri ke jaringan lunak.
Nekrosis pulpa sebagai akibat dari karies yang dalam sebagai jalur bagi bakteri untuk
memasuki jaringan periapikal. Ketika jaringan telah dimasuki oleh bakteri (inokulasi
bakteri) dan infeksi aktif telah terjadi, maka infeksi akan menyebar ke segala arah tapi
lebih dominan sepanjang jalur yang least resistance (pertahannya paling rendah). Infeksi
menyebar melalui tulang cancellous hingga mendapati kortikal plate. Jika kortikal plate
ini tipis, infeksi mengikis melalui tulang dan memasuki daerah sekitar jaringan lunak.
Ketika infeksi telah berhasil mengikis kortikal plate pada prosessus alveolaris,
penyebaran infeksi pada daerah anatomi tubuh tertentu dapat diprediksi. Lokasi infeksi
timbul dari gigi tertentu yang mengalami infeksi dapat ditentukan melalui 2 faktor
sebagai berikut: 1) ketebalan tulang yang berada di bawah apeks gigi, dan 2) hubungan
daerah tulang yang mengalami perforasi hingga perlekatan/attachment otot pada daerah
maksila dan mandibula. Infeksi akan menyebar melalui tualng yang lebih tipis
dibandingkan pada tulang yang lebih tebal. Ketika infeksi telah mengikis tulang, lokasi
jaringan lunak yang mengalami infeksi dapat ditetapkan berdasarkan posisi perforasi
pada perlekatan otot. Umumnya infeksi terjadi pada gigi molar atas dan infeksi yang
terjadi mengalami perforasi pada tulang di daerah superior menuju perlekatan otot
buccinators dan terjadilah infeksi spasium bukal karena otot buccinators memisahkan
spasium bukal dan vestibulum. Adapun infeksi pada gigi molar pertama mandibula
umumnya menyebabkan perforasi pada kortikal bone daerah lingual. Infeksi pada gigi
molar kedua mandibula dapat mengalami perforasi pada daerah bukal atau lingual. Otot
mylohyoid menentukan infeksi akan berada pada daerah superior otot yaitu pada spasium
sublingual atau dibawah otot mylohyoid yaitu di spasium submandibular. Terkadang
abses menyebabkan terbentuknya sinus tract kronis. Selama sinus tract berlanjut untuk
mengeluarkan pus, pasien tidak akan mengalami rasa sakit.2

Sumber : Topazian RG, Golberg MH. 2002. Oral and maxillofacial infection. 4th edition.
Philadhelpia : WB saunders compan. p.159-163, 192-4.

Hupp JR, Ellis III E, Tucker MR. Contemporary oral and maxillofacial surgery. St. Louis:
Mosby Elsevier; 2008.p.292-304,309
4.Penyebab rasa nyeri muncul padahal pasien sudah minum obat

Rasa nyeri kembali muncul meskipun sudah minum obat mungkin saja dapat terjadi
akibat dari tidak dicapainya dosis terapi. Masyarakat umumnya hanya mengonsumsi obat
tanpa memperhatikan prinsip 6 tepat pemberian obat yaitu obat tepat, bentuk sediaan obat
tepat, dosis tepat, waktu tepat, cara tepat, penderita tepat.4
Rasa nyeri juga dapat terjadi jika obat yang dikonsumsi tidak dapat menghambat
pembentukan mediator inflamasi. Adapun obat analgesik anti inflamasi non steroid (AINS).
AINS menghambat enzim cyclooxygenase (COX) sehingga konversi asam arakidonat
menjadi PGG2 terganggu. AINS yang bekerja sebagai penyekat COX akan berikatan pada
bagian aktif enzim, pada COX-1 dan atau COX-2, sehingga enzim ini menjadi tidak
berfungsi dan tidak mampu merubah asam arakidonat menjadi mediator inflamasi
prostaglandin.5
Sumber :
1. Lestari CS, Rahayu S, Sya H, Suhardjono, Maisunah, Soewarni S, et al. Seni menulis
resep teori & praktik. Jakarta: Pertja; 2000.hal.23
2. Fajriani. Pemberian obat-obatan anti inflamasi non steroid ( ains ) pada anak.
Indonesian J of Dent 2008; 15(3): 201
5.Penyebab keluarnya cairan asin (pus atau eksudat) di intraoral pasien apabila
pipinya ditekan
Infeksi odontogenik yang tidak mendapatkan perawatan akan berkembang menjadi
infeksi kronik, sebagai hasilnya terbentuk drainase spontan pada daerah intraoral atau pada
kulit. Abses kronik yang tidak dirawat biasanya membentuk fistel atau sinus tract, dimana
purulen eksudat keluar secara periodik dari dalam rongga abses hingga kosong. Jalur yang
terbuka akan terhalang dan tertutup jika pus kembali terakumulasi.1

Sumber : Fragiskos D. Oral & maxillofacial surgery. Germany: Springer-Verlag Berlin


Heidelberg; 2007.p.206-39
6.Mikroorganisme yang berperan

 Bakteri Aerob
a) Streptococci
b) Staphylococci
c) Neisseria
d) Corynbacterium
e) Haemophilus
 Bakteri Anaerob
a) Peptococcus
b) Peptosstreptococcus
c) Veilonella
d) Lactobacillus
e) Actinomyces 6

Mikroorganisme yang umum ditemukan yaitu bakteri aerob gram-positif cocci,


anaerob gram-positif cocci, dan anaerob gram-negarif rods/basil. Bakteri ini memnyebabkan
beberapa penyakit seperti karies, gingivitis, dan periodontitis. Ketika bakteri ini memperoleh
akses menuju daerah yang lebih dalam di bawah jaringan, misalnya melalui pulpa yang telah
nekrosis atau melalui poket periodontal yang dalam, mereka dapat menyebabkan infeksi
odontogenik.
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri aerob terdiri dari 6% dari semua infeksi
odontogenik. Kemudian, bakteri anaerob menyebabkan 44% infeksi odontogenik. Dan
gabungan bakteri aerob dan anaerob yang menyebabkan infeksi odontogenik meliputi 50%.
Bakteri aerob yang dominan meliputi Streptococcus milleri, terdiri dari 3 anggota kelompok
bakteri S. viridians: S. anginosus, S. intermedius, dan S. constellatus.
Pada infeksi odontogenik terjadi keterlibatan bakteri anaerob yang lebih besar.
Terbagi menjadi dua kelompok, yaitu bakteri anaerob gram-positif cocci yang ditemukan
sekitar 65% dari kasus (Streptococcus dan Peptostreptococcus). Adapun bakteri anaerob
gram-negatif rods/basil, diantaranya Prevotella, dan Porphyromonas spp. ditemukan sekitar
75% dan Fusobacterium ditemukan lebih dari 50%.2
Sumber :

1. Balaji, S.M. 2009. Textbook of oral and maxillofacial surgery. India: elsevier.
2. Hupp JR, Ellis III E, Tucker MR. Contemporary oral and maxillofacial surgery. St.
Louis: Mosby Elsevier; 2008.p.292-304,309

7.Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis

 Pemeriksaan Subjektif
a) Identitas pasien
hal ini diperlukan bila sewaktu-waktu dokter gigi perlu menghubungi pasien
pasca tindakan, terutama pada tindakan yang memerlukan beberapa kali
kunjungan seperti perawatan endodontik, serta dapat digunakan sebagai dental
forensik
 Nama
 Tempat tanggal lahir
 Alamat tinggal
 Golongan darah
 Pendidikan
 Pekerjaan
 No HP
b) Keluhan utama
Berkaitan dengan apa yang menjadi keluhan pasien dan berpengaruh terhadap
pertimbangan gigi dalam menetikan proritas utama. Pada skenario keluhan utama
dari pasien berupa gigi depan berubah warna lebih gelap dibandingan gigi
tetangganya.
c) Present illness (PI)
Pengembangan akar masalah dari keluhan utama yaitu dengan
mengidentifikasi keluha utama, menanyakan
a) kapan rasa sakit/tidak nyaman itu pertama kali muncul
b) apakah keluhan itu bersifat intermittent ( berselang ) atau terus-menerus,
jika intermittent seberapa sering
c) adakah faktor pemicunya, dan sebagainya.
d) dimana rasa sakit dirasakan ? ( satu tempat, menyeber, berubah-ubah )
e) apakah rasa sakit mengganggu tidur dan kerja ?
f) apakah sakitnya bertambah parah di pagi hari ?
g) berapa lama rasa sakit berselang ?
h) apakah ada yang memperparah rasa sakit ? ( panas, dingin, tergigit ) atau
apakah ada yang meredakan rasa sakit? ( dingin, analgetik )
i) apakah prosesnya berlangsung cepat? Atau rasa sakit yang dirasakan
berubah secara berjenjang menjadi parah dalam beberapa hari?
j) Ajukan pertanyaan kepada pasien sehubungan dengan cardinal sign
- Dolor  Tanya pasien kapan dan dimana rasa sakit pertama kali
muncul dan bagaimana penyebarannya?
- Tumor  Minta pasien untuk menjelaskan area pembengkakan.
- Calor Apakah ada daerah yang terasa hangat?
- Rubor  Apakah ada perubahan warna secara jelas, utamanya
kemerahan pada daerah yang sakit?
- Fungsio laesa  Apakah ada kesulitan dalam membuka mulut, saat
mengunyah, menelan, maupun bernapas?2
-
Pada skenario diketahui pasien pernah terbentur benda keras kurang lebih 3
tahun lalu, serta sering timbul bisul pada daerah gusi. Dari data yang
ditemukan mengenai sering timbulnya bisul menunjukkan terbentuknya abses
dan bisul tersebut menjadi jalan keluar bagi abses (fistula).

d) Riwayat medik
Hal ini juga perlu ditanyakan karena berpengaruh pada diagnosis, treatment,
dan prognosis. Bebrapa hal yang perlu ditanyakan pada pasien seperti, gejala
umum apakah pasien mengalami demam, penurunan berat badan atau gejala
lainnya?, apakah memiliki alergi pada makanan atau obat-obatan, serta
apakahmemiliki alergi dengan anastetikum tertentu?, serta menanyakan penyakit
yang pernah diderita, karena ada beberapa jenis penyakit yang memerlukan
pertimbangan khusus sebelum melakukan tindakan endodontik, seperti halnya
penyakit jantung (apakah pernah mengkonsumsi obat pengencer darah?),
penyakit diabetes militus tipe II ( apakah terkontrol atau tidak?). semua hal
tersebut harus ditanyakan, sehingga bila penyakitnya tidak terkontrol pada dapat
di rujuk ke dokter spesialis yang menangani penyakit sistemiknya.
e) Riwayat dental
Riwayat dental juga perlu ditanyakan karean akan mempengaruhi seorang
dokter gigi dalam menentukan rencana dan manajement perawatan yang akan
dilakukan. Masalaah endodontik umumnya memiliki riwayat pada giginya, pada
skenario di ketauhui bahwa gigi pasien yang mengalami perubahan warna,
dulunya perna mengalami benturan benda keras kurang lebih 3 tahun yang lalu,
selain itu juga dapat ditanyakan apakah pasien pernah melakukan perawatan
sebelumnya?, dan apakah perna mengkonsumsi obat-obatan sebelumnya?, bila
pernah maka tanyakan obat apa yang telah dikonsumsi?.

 Pemeriksaan Objektif
a) Pemeriksaan ekstra oral
Pemeriksaan yang bertujuan untuk melihat secara umum dari pasien, misalnya
pembengkakan di wajah, perubahan warna wajah dan melakukan pemeriksaan
limfonodi pada masien dengan melakukan palpasi, dan hasilnya akan menentukan
keadaan penyakit seperti lunak/tidak teraba dan sakit menunjukan akut, teraba dan
tidak sakit menunjukkan kronis, teraba sakit menunjukkan eksaserbasi.
b) Pemeriksaan intraoral
 Jaringan lunak
Tujuan evaluasi jaringan lunak adalah untuk menentukan tingkat
kerusakan jaringan dan untuk mengidentifikasi dan menghilangkan benda
asing dari luka. Pada mahkota yang fraktur yang berdekatan dengan jaringan
lunak yang luka, maka diperiksa secara visual, maka luka yang parah
memerlukan penjahitan, pada skenario diketahui bahwa pasien sering
mengalami timbulnya bisul pada daerah gusi.
 Pemeriksaan pada gigi geligi
Terlihat adanya fraktur ½ mahkota pada gigi 11, dengan keadaan sudah
mengalami perubahan warna, sehingga berbeda warna dari gigi tetangganya,
selain itu dari tes vitalitas menunjukkan respon negatif artinya gigi telah
mengalami nekrosis.
 Pemeriksaan jaringan periodontal
Dengan melakukan pemeriksaan jaringan pendukung gigi seperti
ligamentum periodontal dengan memperhatikan apakah ada mobilitas dan
poket, serta pemeriksaan pada tulang alveolar apakah terjadi fraktur akibat
trauma, atau apakah terjadi perubahan posisi gigi atau luksasi, baik itu luksasi
lateral, luksasi intrusi, luksasi ekstrusi, maupun subluksasi. Pada skenario
ditemukan adanya perubahan posisi mesiopalatoversi yang menunjukkan gigi
tersebut mengalami luksasi lateral. Perkusi menunjukan respon negatif artinya
mobilitas normal yang mengindikasikan ankilosis atau "locking" gigi di tulang
alveolar.

 Pemeriksan Penunjang (Radiografi)


Pemeriksaan radiografi dapat dilakukan bila dari pemeriksaan yang telah
dilakukan sebelumnya belum mampu memberikan diagnosis pasti, sehingga
pemeriksaan radiografi sebagai pemeriksaan tambahan untuk lebih meyakinkan
dokter gigi mengenai diagnosis, selain itu juga berfungsi untuk menampilkan
gambaran kedaan gigi yang tidak dapat dilihat secara kasat mata, seperti halnya dalam
kasus trauma, maka pemeriksaan radiografi daoat dilakukan untuk melihat apakah
fraktur terjadi hanya sebatas mahkota gigi tau bahkan telah mencapai akar atau justru
pada tulang alveolar, selain itu juga dapat melihat kondisi ligamnetum periodontal,
apakah mengalami penebalan,dan pemeriksaan daerah apikalis gigi, apakah terjadi
lesi periapikal.8

Sumber : Bakar A. Kedokteran Gigi Klinis. Ed 2. Quantum : Yogyakarta ; 2015

8.Diagnosis

Diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang, dapat ditegakkan diagnosis pada kasus
adalah Abses Spasium Bukal. Di mana abses ini berkembang adalah antara daerah mukosa bukal dan
otot masseter. Terutama, ia berkomunikasi dengan daerah pterygopalatine; inferior dengan daerah
pterygomandibular. Penyebaran nanah (pus) pada daerah bukal tergantung pada posisi apeks yang
terlibat dengan gigi relatif terhadap pelekatan mukosa bukal.
 Tanda : Hal ini ditandai dengan pembengkakan dari pipi, yang membentang dari lengkungan
zygomatic sejauh perbatasan inferior mandibula, dan dari batas anterior ramus ke sudut
mulut. Kulit tampak kencang (padat) dan merah, dengan atau tanpa fluktuasi abses yang jika
diabaikan, dapat menyebabkan drainase yang spontan.

 Gejala klinis Abses Spasium Bukal ini terbentuk dibawah mukosa bukal dan menonjol kearah
rongga mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses supuratif, fluktuasi negatif dan gigi
penyebabnya. Masa infeksi / pus dapat turun ke spasium terdekat lainnya. Pada pemeriksaan
tampak pembekakan difus, tidak jelas pada perabaan.1

Sumber : Fragiskos FD. Oral Surgery. Associate Professor, Oral and Maxillofacial Surgery,
School of Dentistry, University of Athens. New York: Springer; 2007. p. 222-3

9.Diagnosa banding kasus

Berdasarkan sesuai dengan skenario, keluhan bengkak pada pipi kiri bawah yaitu di daerah
Mandibular (Rahang Bawah).Diagnosis banding yang diambil adalah Abses Spasium
Submandibular.

 Lokasi anatomi, di daerah submandibular adalahdibatasi secara lateral oleh batas


inferior tubuhmandibula, medial oleh mukosa daerah anterior dari otot digastric,
posterior oleh ligamentum stylohyoiddan mukosa daerah posterior otot digastric,
superioroleh otot mylohyoid dan hyoglossus, dan inferioroleh lapisan superfisial
fascia servikal dalam. Daerah ini berisi submandibularkelenjar ludah dan kelenjar
getah bening submandibular.
 Etiologi, infeksi dari daerah ini mungkin berasal dari gigi molar kedua dan ketiga
mandibula, jika apeks mereka ditemukan di bawah pelekatan mylohyoidmuscle. Bisa
juga akibat penyebaran infeksidari daerah sublingual atau submental.
 Tanko—po da dan gejala klinis, infeksi ini muncul sebagai molekul bengkak di
daerah submandibular, yang menyebar dan mengakibatkan edema yang lebih besar
yang di induksi dan kemerahan kulit di atasnya. Juga sudut mandibula dihilangkan,
sementara nyeri selama palpasi dan trismus moderat akibat keterlibatan otot pterygoid
medial juga terlihat.1

Abses spasium bukalis merupakan bagian dari abses spasium subkutaneus, sehingga
dapat menyebar pada spasium periorbital dan menyebar ke tepi bawah mandibula hingga ke
jaringan subkutan yang berada dipermukaan spasium submandibula sehingga hal ini
menyebabkan kebingungan dalam menegakkan diagnosis.3

Abses Spasium
Karakteristik Abses Spasium Bukalis
Submandibularis
Sumber infeksi Gigi premolar & molar Gigi molar kedua dan ketiga
maksila, dan gigi premolar mandibula
& molar mandibula
Pembengkakan Berbentuk kubah jika dilihat Berbentuk kerucut terbalik.
dari aspek anterior, Terjadi pada bagian tepi
Pembengkakan dapat paling bawah mandibula
meluas dari tepis interior hingga tulang hyoid.7
mandibula hingga
zygomatic arch.7
Kulit tampak kencang dan Pembengkakan sedang di
kemerahan, disertai atau area submandibula,
tanpa adanya abses yang menyebar dan menyebabkan
fluktuasi dan pembentukan edema yang mengeras dan
drain secara spontan.1 berwarna kemerahan. Sudut
mandibula lenyap, sakit saat
palpasi dan trismus sedang
jika terjadi keterlibatan otot
pterygoideus lateral.1

Sumber :

1. Sumber: Fragiskos FD. Oral Surgery.Associate Professor, Oral and Maxillofacial


Surgery, School of Dentistry, University of Athens. New York: Springer; 2007. p. 222-
229
2. Topazian, Goldberg, Hupp. Oral & maxillofacial infection. 4th Ed. Philapdelphia:
WB. Saunders Company; 2002.p.193,196
10.Penatalaksanaan kasus

Prinsip dasar perawatan kasus infeksi odontogen antara lain; (1) mempertahankan dan
meningkatkan faktor pertahanan tubuh penderita, (2) pemberian antibiotik yang tepat dengan
dosis yang memadai, (3) tindakan drainase secara bedah dari infeksi yang ada, (4)
menghilangkan secepat mungkin sumber infeksi dan (5) evaluasi terhadap efek perawatan
yang diberikan. Pada kasuskasus infeksi fascial space, pada prinsipnya sama dengan
perawatan infeksi odontogen lainnya, tetapi tindakan yang dilakukan harus lebih luas dan
agresif.

Mempertahankan dan meningkatkan faktor pertahanan tubuh penderita meliputi : (a)


meningkatkan kualitas nutrisi, termasuk pemberian vitamin tambahan, diet tinggi kalori dan
protein, (b) mempertahankan keseimbangan cairan tubuh dan (c) 27 pemberian analgesik.
Pencabutan gigi atau menghilangkan faktor penyebab lain yang menjadi sumber infeksi harus
segera dilakukan setelah gejala infeksi akut mereda. Hal ini untuk mencegah timbulnya
kekambuhan dari infeksi.

Prinsip dasar perawatan infeksi dalam rangka untuk mengobati infeksi dentoalveolar akut
serta abses ruang fasia dengan benar, berikut dianggap mutlak dilakukan :
1. Ambil riwayat kesehatan yang rinci dari pasien.

2. Drainase nanah, ketika kehadirannya di jaringan didirikan. Hal ini dicapai (1) dengan cara
saluran akar, (2) dengan sayatan intraoral, (3) dengan ekstraoral sayatan, dan (4) melalui
alveolus dari ekstraksi. Tanpa evakuasi pus, yaitu dengan pemberian antibiotik saja, infeksi
tidak akan menyelesaikan.

3. Pengeboran gigi yang bertanggung jawab selama awal fase inflamasi, untuk mengalirkan
eksudat melalui saluran akar, bersama-sama dengan terapi panas. Didalam cara penyebaran
peradangan dihindari dan pasien dibebaskan dari rasa sakit. Drainase juga mungkin dilakukan
dengan trepanasi tulang bukal, ketika saluran akar tidak dapat diakses.

4. Antisepsis daerah dengan cairan antiseptik sebelum sayatan.

5. Anestesi dari daerah di mana insisi dan drainase abses harus dilakukan, dengan teknik blok
bersama dengan perangkat infiltrasi anestesi agak jauh dari daerah yang meradang, untuk
menghindari risiko mikroba yang ada menyebar ke jaringan dalam.

6. Perencanaan sayatan :

a. Cedera duktus (Wharton, Stensen) dan vessel besar dan saraf dihindari.

b. Drainase yang memadai diperbolehkan. Sayatan dalam dilakukan dangkal, pada titik
terendah dari akumulasi, untuk menghindari rasa sakit dan memfasilitasi evakuasi nanah di
bawah gravitasi.

c. Sayatan tidak dilakukan di daerah yang terlihat, untuk alasan estetika, jika mungkin
dilakukan intraoral.

d. Insisi dan drainase abses harus dilakukan pada waktu yang tepat. Ini dikarenakan ketika
nanah telah terakumulasi dalam jaringan lunak dan berfluktuasi selama palpasi, yaitu saat
ditekan antara ibu jari dan jari tengah, ada gelombang seperti pergerakan dari cairan di dalam
abses. Jika sayatan prematur, biasanya ada sejumlah perdarahan kecil, tidak ada nyeri untuk
pasien dan edema tidak mereda.

e. Lokalisasi tepat nanah dalam jaringan lunak (jika tidak ada fluktuasi hadir) dan sayatan
untuk drainase harus dilakukan setelah interpretasi data tertentu. Misalnya, memastikan
paling lembut titik pembengkakan selama palpasi, atau kemerahan pada mucosa kulit, dan
titik paling menyakitkan untuk tekanan. Daerah ini menunjukkan di mana untuk membuat
insisi dengan pisau bedah. Jika tidak ada indikasi akumulasi nanah untuk memulai dengan,
bilasan panas intraoral dengan chamomile dianjurkan untuk mempercepat pengembangan
abses dan memastikan bahwa abses ini matang.

f. Hindari aplikasi panas kompres ekstraoral, karena ini memerlukan peningkatan risiko
evakuasi nanah terhadap kulit (drainase spontan).

g. Drainase abses pada awalnya dilakukan dengan hemostat yang dimasukkan ke dalam
rongga abses dengan paruh tertutup, digunakan dengan lembut mengeksplorasi rongga
dengan paruh terbuka dan ditarik lagi dengan paruh yang terbuka. Pada saat yang sama
dengan diseksi tumpul sedang dilakukan, jaringan lunak dari wilayah ini dipijat lembut, untuk
memudahkan evakuasi nanah.

h. Penempatan karet saluran di dalam rongga dan stabilisasi dengan jahitan pada satu bibir
insisi, yang bertujuan untuk menjaga insisi terbuka untuk drainase terus menerus baru
akumulasi nanah.

i. Pencabutan gigi yang bertanggung jawab secepat mungkin untuk memastikan drainase
segera inflamasi material, dan penghapusan tempat infeksi. Ekstraksi dihindari jika gigi dapat
diawetkan, atau jika ada peningkatan risiko serius komplikasi dalam kasus di mana
pencabutan gigi sangat sulit.

j. Pemberian antibiotik, ketika pembengkakan adalah umumnya menyebar dan menyebar, dan
terutama jika ada demam hadir, dan infeksi menyebar ke ruang fasia, terlepas dari apakah ada
indikasi adanya nanah.

Perawatan pada abses pada prinsipnya adalah insisi dan drainase. Insisi adalah pembuatan
jalan keluar nanah secara bedah (dengan scapel). Drainase adalah tindakan eksplorasi pada
fascial space yang terlibat untuk mengeluarkan nanah dari dalam jaringan, biasanya dengan
menggunakan hemostat. untuk mempertahankan drainase dari pus perlu dilakukan
pemasangan drain, misalnya dengan rubber drain atau penrose drain, untuk mencegah
menutupnya luka insisi sebelum drainase pus tuntas. Apabila belum terjadi drainase spontan,
maka perawatan abses vestibular adalah insisi dan drainase pada puncak fluktua

Sumber :
1. Fragiskos. 2007. Oral surgery. Greece: Springer. Verlag Berlin Heidelberg.
p.205-08.
2. Balaji, S.M. 2009. Textbook of oral and maxillofacial surgery. India: elsevier.
p.116-20
3. Lars Andersson, Karl Erik Kahnberg, M.Anthony. 2010. Oral and
maaxillofacial surgery. 1st edition. Willey Blackwell: United State. p.467-70.

11.Obat-obatan yang dapat diberikan pada pasien


Indikasi pemberian obat antibiotic yanti pada pasien:
a. Adanya infeksi yang berkembang hinga melibatkan spasium facial yang dalam. Pada
situasi ini infeksi berlangsung agresif dan menyebar hingga prosessus alveolaris.
b. Terjadinya infeksi dengan pembengkakan difuse dan nyeri dengan hingga berat.
Infeksi biasanya pada tahap selulitis.
c. Pasien dengan medical compromised
d. Periocoronitis parah dengan temperature lebih dari 100 F, trismus, dan
pembengkakan pada aspek lateral wajah.
e. Pasien dengan osteomyelitis
Adapun antibiotic yang efektif untuk melawan infeksi odontogenik yaitu penicillin,
amoxicillin, clyndamisin, azithromycin, metronidazole, dan moxiloxacin. Antibiotik ini
eketif melawan bakteri aerob dan fakultatif streptococci (kecuali metronidazole) dan
bakteri anaerob. Metronidazole hanya efektif melawan bakteri obligat anaerob.
American Dental Association’s (ADA’s) Council on Scientific Affairs
merekomendasikan dokter gigi untuk menggunakan antibiotic spectrum sempit
(Penicillin, Clindamycin, Metronidazole) untuk infeksi yang sederhana. Adapun
Antibakteri spectrum luas (Amoxicillin, Amoxicillin dengan calvulanic acid [untuk
infeksi sinus], Azithromycin, Tetracycline, Moxifloxacin) dapat digunakan untuk infeksi
yang kompleks.2
Sumber : Hupp JR, Ellis III E, Tucker MR. Contemporary oral and maxillofacial surgery. St.
Louis: Mosby Elsevier; 2008.p.292-304,309

12.Komplikasi yang dapat terjadi pada infeksi odontogenik


Infeksi odontogenik dapat menyebar hingga ke area di dekatnya atau masuk ke dalam
pembuluh darah dan menyebabkan komplikasi sistemik. Infeksi odontogenik yang
serius/berat, dapat menyebar dan menyebabkan Ludwig’s angina, necrotizing fasciitis
pada kepala & leher, dan mediastinitis karena odontogenik atau karena penyebaran
melalui pembuluh darah atau sistem limfatik yang dapat berupa venous, dan komplikasi
neurological.6
Komplikasi postoperative dapat berupa gagalnya perawatan, dikarenakan proses bedah
yang tidak adekuat, menurunnya sistem p
ertahann host, adanya benda asing, dan masalah pada antibiotikn seperti kebutuhan
pasien tidak terpenuhi, obat tidak mencapai daerah target, dosis obat terlalu rendah, salah
diagnosis bakteri, salah antibiotic). 2
Sumber :
1. Balaji SM. Textbook of oral & maxillofacial surgery. New Delhi: Elsevier;
2007.p.123-5,133
2. Hupp JR, Ellis III E, Tucker MR. Contemporary oral and maxillofacial surgery. St.
Louis: Mosby Elsevier; 2008.p.292-304,309

Anda mungkin juga menyukai