Anda di halaman 1dari 76

TUGAS SARJANA

BIDANG KONVERSI

PERENCANAAN INSTALASI PEMBANGKIT LISTRIK


TENAGA AIR KAPASITAS........KEC. KUANTAN
KAB. SIJUNJUNG

Diajukan Untuk Memenuhi persyaratan Dalam Menyelesaikan


Program Strata Satu (S1) Pada Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknologi Industri
Universitas Bung Hatta

Oleh :

MUHAMAD SAUKI
0810017211005

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS BUNG HATTA
PADANG
2013
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Wilayah Sumatera Barat terkenal berelief kasar yang terdiri dari

pegunungan (perbukitan) serta adanya lembah. Lembah ini umumnya merupakan

daerah aliran sungai (DAS) yang bisa dimanfaatkan untuk pembangkit energi

listrik, untuk mengganti energi alternatif PLTN yang sudah mengalami defisit

dalam beberapa tahun terakhir karena adanya permintaan akan energi listrik yang

terus meningkat.

Ada beberapa daerah aliran sungai yang sudah dimanfaatkan oleh

masyarakat hanya untuk sekledar kebutuhan penerangan dengan memakai

teknologi sederhana.

Selain itu beberapa PLTMH (pembangkit listrik mini hidro) juga telah

dibangun, namun demikian sekitar 80% PLTMH yang ada sudah tidak beroperasi

lagi karena sudah masuknya jaringan PLN dan teknologi secara sederhana.

Kapasitas pembangkit energi listrik sampai tahun 2028 diperkirakan

sebesar 9.757.507.038 KVA terdiri untuk kebutuhan domestik sebesar

7.392.050.786 KVA dan untuk prasarana umum 2,36 MW.

Untuk bahan pertimbangan ada beberapa potensi energi listrik tenaga air

yang tersebar di Sumatera Barat seperti tabel 1.1. dibawah ini :

1
Tabel 1.1. Potensi Energi Listrik Air Yang Tersebar Di Sumatera Barat

No Kabupaten Jumlah Daya (KVA) Total Daya


(Unit) (KVA)

1 Agam 27 3-60 317

2 50 Kota 8 3-10 51

3 Pasaman 30 2-60 280

4 Solok 14 3-60 338

5 Pesisir Selatan 8 2-40 85

6 SWL Sijunjung 2 5-30 35

7 Tanah Datar 4 3-15 26

Total 93 2-60 1.132

Dalam hal ini kita akan memakai istilah Pembangkit Listrik Tenaga Air

yang dipergunakan untuk instalasi pembangkit listrik yang menggunakan energi

air. Kondisi air yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber daya (resources)

penghasil listrik adalah memiliki kapasitas aliran dan ketinggian tertentu dan

instalasi. Semakin besar kapasitas aliran maupun ketinggian dari instalasi maka

semakin besar energi yang bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik.

Biasanya pembangkit listrik tenaga air yang dibangun berdasarkan kenyataan

bahwa adanya air yang mengalir di suatu daerah dengan kapasitas dan ketinggian

yang memadai. Istilah kapasitas mengacu kepada jumlah volume aliran air

persatuan waktu (flow capacity), sedangkan beda ketinggian daerah aliran sampai

ke instalasi dikenal dengan istilah heed.

2
Ada beberapa daerah yang memiliki sungai dan dapat dimanfaatkan untuk

pembangkit listrik tenaga air seperti dibawah ini :

Tabel 1.2. Lokasi, Nama Sungai, Luas dan Besar Kapasitas Energi Listrik Yang

Dihasilkan Yang Tersebar Di Sumatera Barat

Nama Luas
No Lokasi Tipe (MW) M (M/Sec) Koordinat Kecamatan/Desa
Sungai (Km2)
Bt. 0o19,3’ Pasaman,
1 Pasaman 414.40 ROR 21,17 100 29
Pasaman LU, 99o BT Talamau
Bt. 0o25’ LS, Tanah Datar,
2 Sinamar-2 1,840.30 ROR 13,07 89 20
Sinamar 100o45 BT Lintau Buo
Bt. 0o9’ LS,
3 Masang-2 - ROR 14,48 100 20 Agam, Palupuh
Masang 100o14’ BT
1o25,2’ LS, Pesisir Selatan,
4 Tuik Bt. Tuik 103.80 ROR 3,88 80 7
100o43’ BT Koto Gunung
Bt. 01o33’ LS, Pesisir Selatan,
5 Lanajan-2 94.00 ROR 3,06 80 5
Lengayang 100o51’ BT Koto Pulai
0o40’ LU, Pasaman, Batang
6 Lubuk-2 Bt. Rokan 159.00 ROR 4,63 100 6
99o52’ BT Samo
0o41’ LU, Pasaman, Kota
7 Asik Bt. Asik 186.90 RSV 1,68 29 8
100o0’ BT Raja
0o50,2’
Pasaman, Batang
8 Lubuk-4U Bt. Lubuk 310.00 ROR 4,77 59 11 LU, 99o57’
Samo
BT
0o33’ LS,
Bt. Pasaman,
9 Sumpur-1U 1,510.00 RSV 2,72 29 13 100o9,5’
Sumpur Curanting
BT
Bt.
Kampar 0o20’ LU,
10 Kampar 546.00 RSV 29,39 86 47 50 Koto, Galugur
KN-1 100o20’ BT
Kanan
Bt.
Kampar 0o24’ LU,
11 Kampar 645.00 RSV 8,57 53 22 50 Kota, Galugur
KN-2 100o26’ BT
Kanan
0o14,5’
50 Kota,
LU,
12 Kapur-1 Bt. Kapur 187.50 RSV 10,62 85 17 Kampung
100o24,5’
Harapan
BT
01o14,5’
LU, 50 Kota, Batu
13 Mahat-10 Bt. Mahat 401.90 RSV 12,58 62 28
100o24,5’ Belah
BT
0o8’ LU,
50 Kota, Pasar
14 Mahat-2U Bt. Mahat 943.00 RSV 2,19 14 21 100o46,2’
Buyuh
BT
Bt. 0o35’ LS, S. Sijunjung,
15 Sumpur-K1 240.00 RSV 8,10 65 17
Sumpur 100o55’ BT Curantiang
Bt. 0o55,3’ LS, S. Sijunjung,
16 Palangki-1 446.30 RSV 11,84 129 13
Palangki 100o54’ BT Kabun
Bt. 0o47’ LS, S. Sijunjung,
17 Palangki-2 120.60 RSV 17,90 93 26
Palangki 100o54’ BT Kabun
Bt. 0o47’ LS, S. Sijunjung,
18 Sikabur 386.30 RSV 5,47 48 16
Sikabur 100o5’ BT Taratak Baru
0o44’ LS, S. Sijunjung,
19 Sukam Bt. Sukam 4,918.00 RSV 19,37 49 54
100o1’ BT Curantiang
0o37,5’ LS,
S. Sijunjung,
20 Kuantan-1 Batanghari 5,908.00 ROR 3,42 11 44 100o59,5’
Muaro
BT
21 Batanghari- Batanghari 3,865.00 ROR 6,74 10 89 1o11’ LS, Solok Selatan,

3
Nama Luas
No Lokasi Tipe (MW) M (M/Sec) Koordinat Kecamatan/Desa
Sungai (Km2)
o
5 101 20’ BT Dusun Tengah
Batanghari- 1o4’ LS, Solok Selatan,
22 Batanghari 4,295.00 ROR 10,07 14 100
6 101o25’ BT Sungai Kambah
Batanghari- 0o57’ LS, Dharmasraya,
23 Batanghari 5,500.00 ROR 6,88 9 100
7 101o36’ BT Koto Tua
0o0’50”
LS, Pasaman Barat,
24 Fatimah Fatimah 142.00 ROR 0,76 35 3
100o04’12” Ladang Panjang
BT
0o24’06”
LS, Pasaman Barat,
25 Sikarbau Sikarbau 115.00 ROR 0,68 31 3
100o34’32” Ujung Gading
BT
1o35’55”
LS, Solok Selatan,
26 Balangir Balangir 142.00 ROR 0,44 30 2
101o13’46” Muaro Labuh
BT
1o43,3’ LS, Pesisir Selatan,
27 Landai-1 Bt. Langir 141.00 ROR 6,81 94 10
101o1’ BT Silarendang
00o09’00”
Bt. LS,
28 Guntung 147.00 ROR 0,58 26 3 Agam, Palupuh
Guntung 100o04’22”
BT
1o20’ LS, Pesisir Selatan,
29 Sungai Puih Bt. Lumpo 52.00 ROR 1,69 51 5
100o30’ BT Lumpo
1o6’32”
Pesisir Selatan,
Bt. Bayang LS,
30 Kerambil - ROR 1,55 80 3 Bayang Koto
Janiah 100o36’9”
Tanah
BT
1o07’02”
Bt. Muaro LS,
31 Muaro Sako 102.00 ROR 2,40 60 5 Pesisir Selatan
Sako 100o14’34”
BT
01o25’38”
Bt. LS,
32 Induring 45.00 ROR 2,22 67 5 Pesisir Selatan
Jalamu 00o13’48”
BT
01o42’03”
Bt. LS, Pesisir Selatan,
33 Palangai-3 300.60 ROR 4,12 80 7
Palangai 00o54’5” Balai Selasa
BT
Bt. 01o31’ LS, Pesisir Selatan,
34 Kambang-1 136.9 ROR 5,47 80 9
Kambang 100o48’ BT Balai Selasa
Bt. 01o17’ LS, Pesisir Selatan,
35 Kapas-1 117.00 ROR 8,11 80 14
Tumpatih 100o43’ BT Taratak Tumpah
01o50’02”
Bt. Air LS, Pesisir Selatan,
36 Landai-2 383.00 ROR 7,06 80 12
Haji 100o02’15” Bukik Kacik
BT
Bt. 0o31’ LS, Tanah Datar,
37 Sumpur-K2 142.00 ROR 4,23 72 8
Sumpur 100o28’ BT Curantiang
0o45’ LS,
S. Sijunjung,
38 Lawas-1D Bt. Lawas 160.00 RSV 11,18 84 18 100o49,3’
Lubuk Sipayang
BT
Sumber : Data Dinas ESDM Provinsi Sumatera Barat, 2012

Dilihat dari tabel diatas, akan dilakukan study pemanfaatan sumber energi

yang menjadi energi alternatif nantinya yaitu pembangkit listrik tenaga air. Dari

data yang ada daerah yang dipilih adalah Kabupaten Sijunjung dengan alasan

4
Feseability study ini nantinya akan digunakan untuk rencana pembangunan

pembangkit listrik tenaga air, dimana kapasitas debit air yang dihasilkan akan

membedakan apa yang akan dibangun nantinya seperti dibawah ini, antara lain :

a. Large Hydro : diatas 100 MW.

b. Medium Hydro : 15 MW – 100 MW.

c. Small Hydro : 1 MW – 15 MW (klasifikasi ini sudah termasuk PLTA).

d. Mini Hydro : 100 KW – 1 MW.

e. Micro Hydro : 5 KW – 100 KW.

f. Pico Hydro : ratusan Watt – 5 KW.

Dilihat dari klasifikasi diatas yang akan diusulkan untuk dilakukan dalam

Feseability Study adalah dalam Kategori Mini Hydro dengan kapasitas listrik

yang akan dihasilkan berkisar 100 KW – 1 MW.

Kabupaten Sijunjung adalah salah satu kabupaten di Sebelah Timur

Propinsi Sumatera Barat, di sebelah Barat Negara Kesatuan Republik Indonesia

dengan sebagian besar penduduknya bersuku minangkabau dengan falsafah adat,

pola pikir, tatanan budaya serta norma yang khas.

Kabupaten Sijunjung memiliki luas wilayah 3.130,80 Km2 atau sekitar

313.080 Hektar. Kabupaten Sijunjung terbentang pada posisi geografis 0o 18’ 43”

LS – 1o 41’ 46” LS & 101o 30’ 52” BT – 100o 37’ 40” BT.

Di sebelah Utara, Kabupaten Sijunjung berbatasan dengan Kabupaten

Tanah Datar dan Kota Sawahlunto, di sebelah selatan berbatasan dengan

Kabupaten Dharmasraya, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kuantan

5
Singingi, Propinsi Riau dan di sebelah barat dengan Kabupaten Solok. Kabupaten

Sijunjung berada pada ketinggian sekitar 118 meter sampai 1.335 meter dari

permukaan laut.

Kondisi dan topografi Kabupaten Sijunjung bervariasi antara bukit,

bergelombang dan dataran. Kabupaten Sijunjung memiliki sekitar 8 sungai besar

dan kecil. Dari pantauan alat pengukur pada sejumlah daerah, curah hujan pada

tahun 2008 rata-rata sebesar 231,81 mm. Curah hujan paling tinggi terjadi pada

bulan Januari, sebesar 431,00 mm. Berdasarkan hasil dari stasiun pemantauan,

Sungai Lansek merupakan daerah dengan rata-rata curah hujan tertinggi mencapai

320 mm rata-rata selama tahun 2008.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Dengan adanya latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka beberapa

rumusan masalah dalam penyusunan perencanaan ini adalah :

1. Kecamatan Kuantan Kabupaten Sijunjung mempunyai banyak potensi

tenaga air. Dengan demikian, bagaimana upaya yang digunakan untuk

memanfaatkan sumber daya air yang melimpah di Kecamatan Kuantan

Kabupaten Sijunjung.

2. Secara nasional terjadi krisis energi, terutama tenaga listrik, bahkan

Kabupaten Sijunjung terkena imbasnya. Maka, bagaimana agar krisis

listrik tersebut bisa dijawab.

3. Kecamatan Kuantan di Kabupaten Sijunjung yang tidak Semua

mendapatkan suplai listrik dari pemerintah pusat atau Pemerintah

6
Kabupaten, bagaimana agar kecamatan tersebut dapat disuplai energi

listrik.

4. Sistim pembangkit tenaga listrik yang dibangun bagaimana kemudian

harus memenuhi standar perencanaan yang telah ditetapkan.

1.3. TUJUAN

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengatasi permasalahan yang ada

seperti krisis energi listrik, dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang

ada di daerah tersebut, dalam hal ini di perlukan suatu konsep yang akan di

aplikasikan dalam perencanaan penelitian ini, adapun tujuan penelitian di bedakan

menjadi dua kategori;

1. Tujuan Umum

a. Merencanakan pusat listrik tenaga air.

b. Memanfaatkan potensi alam yang tersedia di daerah tersebut.

c. Mengatasi krisis energi listrik yang sedang terjadi

2. Tujuan Khusus

a. Tinjauan kapasitas PLTM

b. Perencanaan bangunan sipil

i. Bangunan Pengambil (Intake)

ii. Bangunan pengendap

iii. Saluran pembawa dan pembuang

iv. Bak penenang

c. Pipa pesat (Penstock)

d. Perencanaan Turbin

7
e. Perencanaan generator

1.4. BATASAN MASALAH

Pada prinsipnya, dalam pelaksanaan perencanaan maupun pembangunan

pusat listrik tenaga air pekerjaannya sangat kompleks. Pada tulisan ini hanya akan

dibahas mengenai perhitungan serta kriteria-kriteria yang mendasari desain dari

suatu bangunan pusat listrik tenaga air dan turbin air. Pembahasan tersebut

meliputi :

1. Perhitungan kapasitas penyediaan air.

2. Perencanaan tinggi jatuh efektif

3. Perhitungan daya turbin

4. Perencanaan bangunan sipil

a. Bangunan Pengambil (Intake)

b. Bangunan pengendap

c. Saluran pembawa dan pembuang

d. Bak penenang

5. Perencanaan pipa pesat (penstock)

6. Perencanaan turbin

7. Perencanaan draftub/rumah turbin

8. Perencanaan poros turbin

9. Perencanaan generator

10. Desain / Gambar sesuai hasil perencanaan

8
1.5. LOKASI PERENCANAAN

Bangunan pusat pembangkit listrik tenaga air ini terletak pada Daerah

Aliran Sungai Kuantan yang berada pada :

Nagari : Durian Gadang

Kecamatan : Sijunjung

Kabupaten : Sijunjung

LOKASI PLTMH

Gambar 1.1 Peta Kabupaten Sijunjung

1.6. SISTEMATIKA PENULISAN

Tugas Akhir ini disusun dalam 3 (tiga) bagian yang mencakup bagian

pendahuluan, bagian pembahasan dna bagian Penutup. Bagian pendahuluan terdiri

dari halaman judul, halaman pengesahan, halaman persembahan, kata pengantar,

9
daftar isi, daftar gambar, daftar tabel dan daftar lampiran. Sedangkan bagian

pembahasan terdiri dari studi pustaka, metodologi penelitian dan perencanaan.

Sementara bagian penutup terdiri dari kesimpulan, saran serta daftar pustaka.

Tiga bagian tersebut akan disistematiskan dalam 5 (lima) bab, dengan

susunan sebagai berikut :

BAB I adalah pengenalan yang menjelaskan pentingnya penelitian. Yang

menyajikan latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian,

metodologi penelitian ruang lingkup, serta system matik penulisan.

BAB II menyajikan tinjauan literatur yang mendasari suatu tujuan dalam

perencanaan, Tinjauan tersebut berfokus pada penelitian dan perancangan instalasi

pembangkit listrik tenaga air yang berkapasitas 1 (satu) MW di Kecamatan

Kuantan, Kabupaten Sijunjung.

BAB III menyajikan prosedur perencanaan sistim pembangkit listrik

tenaga air. Bab ini menjelaskan peralatan yang digunakan dalam dan variabel-

variabel dalam melakukan perencanaan. Berbagai instrumen yang diperlukan dan

menjelaskan instrumen yang digunakan.

BAB IV menyajikan hasil analisa perencanaan dan perancangan dengan

dasar teori teori yang mendukung dan menuangkan dalam bentuk sebuah gambar

kerja dengan dimensi yang tepat dari hasil analisa perencanaan.

BAB V menyajikan kesimpulan dari penelitian dan hasil pengolahan data

perencanaan, gambar rancangan, dalam instalasi sistim pembangkit listrik. Dan

10
menyajikan saran yang membangun dalam dalam perencanaan sebuah sistim

pembangkit listrik tenaga air.

11
BAB II
TEORI DASAR

2.1. Tinjauan Umum Sistem Pembangkit

Pembangkitan listrik tenaga air adalah suatu bentuk perubahan energi dari

air dengan ketinggian dan debit tertentu (energi potensial menjadi energi

mekanik) dengan bantuan turbin. Dengan bantuan turbin air dan generator daya

yang di hasilkan adalah suatu persentase hasil perkalian tinggi terjun air dan debit

air. Oleh karena itu keberhasilan dalam perencanaan sistim pembangkitan listrik

tenaga air tergantung dengan debit dan tinggi jatuh nya potensi air sebagai

pembangkit secara produktiv.

Sebagai perbandingan dengan pemanfaatkan potensi yang ada maka

sebuah sungai pada umumnya kemiringan di hulu sungai lebih curam dan

memiliki tinggi terjun yang besar, sedangkan di hilir sungai tinggi terjun rendah

dan memiliki debid yang besar. Adapun faktor yang menentukan ukuran, dimensi

dan peralatan mesin adalah debit air. Sedangkan untuk tinggi terjun air tinggi dan

debit kecil memerlukan peralatan, permesinan dan dimensi yang kecil pula, dan

untuk tinggi terjun air yang rendah dan debit besar memerlukan peralatan,

permesinan dan dimensi yang besar. Maka dari itu bagian hulu sungai sebagai

lokasi yang efektif dan ekonomis di bandingkan hilir sungai.

Sistim pembangkitan listrik tenaga air yang di dapat dari sebuah

bendungan pada prinsipnya sebgai peneyedia tekanan yang cukup untuk

membangkitkan tenaga listrik juga sebagai penyedia aliran air yang cukup dan

12
konstan untuk waktu tertentu. Oleh karena itu perlu adanya sebuah waduk sebagi

penampung air dari sungai yang dapat di manfaatkkan secara optimal.

Dalam perencanaaya sistem pembangkit listrik tenaga air dapat di

golongkan berdasarkan daya yang di bangkitkan, adapun kriteria sistem

pembangkit di golongkan sebagai berikut :

a. Large Hydro : diatas 100 MW.

b. Medium Hydro : 15 MW – 100 MW.

c. Small Hydro : 1 MW – 15 MW (klasifikasi ini sudah

termasuk PLTA).

d. Mini Hydro : 100 KW – 1 MW.

e. Micro Hydro : 5 KW – 100 KW.

f. Pico Hydro : ratusan Watt – 5 KW.

Dari kriteria di atas sebuah sistem pembangkit di tentukan berdasrkan

besar kecilnya daya yang di bangkitkan oleh potensi yang ada, oleh karan itu perlu

dilakukanya survei untuk mendapatkan data – data yang dapat di olah dalam

perencanaan sitem pembangkit itu sendiri, sehingga dapat di tentukan kriteria

sistem pembangkit berdasarkan kapasitas yang di bangkitkan.

Besarnya tenaga air yang tersedia dari suatu sumber tenaga air bergantung

pada besarnya head dan debit air. Dalam hubungan dengan reservoir air maka

head adalah beda tinggi antara muka air pada reservoir dengan muka air keluar

pada turbin. Total daya yang terbangkitkan dari suatu turbin air adalah merupakan

reaksi antara head dan debit air seperti di tunjukan pada persamaan berikut:

13
P=Q x g x h x ηturbin x ηgenerator ................................................ (2.1)

Dengan:

P = daya (watt)

Q = Debit (m3/s)

g = gaya gravitasi

h = tinggi jatuh efektif (m)

η = efisiensi (%)

2.2. Data Hidrologi

Pada perencanaan pembangunan sistem pembangkit listrik tenaga air ini,

data hidrologi digunakan untuk memperhitungkan daya dan dimensi struktur

bangunan sipil yang diperlukan. Data hidrologi yang diperlukan guna

merencanakan PLTM antara lain:

2.2.1. Debit Andalan

Guna mendapatkam kapasitas PLTM, tidak terlepas dari perhitungan

berapa banyak debid air yang dapat diandalakan untuk membangkitkan sistem

pembangkit listrik tenaga air. Debit andalan adalah debit minimum (terkecil) yang

masih dimungkinkan untuk keamanan operasional suatu bangunan air, dalam hal

perencanaan sistem pembangkit listrik tenaga air.

Teori diatas di anggap teori sedehana dalam perencanaan sistem

pembangkit listrik tenaga air untuk mendapatkan debid, kecepatan aliran, yang di

manfaatkan untuk menghasilkan daya yang di bangkitkan.

14
2.3. Bangunan Sipil

Dalam sebuah instalasi sistim PLTM tidak terlepas dari bangunan –

bangunan yang berhubungan dengan ilmu sipil, peran bangunan itu sendiri sangat

berpengaruh bagi PLTM dan tidak dapat dipisahkan keduanya, bangunan yang

berhubungan dengan ilmu sipil itu sendiri antara lain :

1. Dam atau Weir

2. Saluran Pengambil (Intake)

3. Saluran Penegendap (Sedimen trap)

4. Saluran Pembawa

5. Bangunan Pelimpah

6. Bak Penenang (Forebay)

7. Pipa Pesat/Penstock Pipe

8. Power House

2.3.1. Bendungan (Weir)

Bendungan didefinisikan sebagai bangunan yang berada melintang sungai

yang berfungsi untuk membelokan arah aliran air. Konstruksi bendungan

bertujuan untuk menaikkan dan mengontrol tinggi air dalam sungai secara

signifikan sehingga elevasi muka air cukup untuk dialihakan kedalam Intake

pembangkit itu sendiri.

15
Konstruksi bendungan di lengkapi dengan bangunan pengambil

(intake) yang berfungsi mengarahkan air dari sungai masuk kedalam saluran

pembawa Headrace channel).

Sumber : Jurnal Ari Wibisono1, Pitojo Tri Juwono2, Prima Hadi Wicaksono2

Gambar 2.1 Skema Bendungan

2.3.2. Bangunan Pengambil I (Intake)

Dalam perencaan nya bangunan pengambil Intake berfungsi mengambil

air sungai atau kolam untuk di alirkan ke saluran, bak penampungan dan pipa

pesat. Masalah utama dari bangunan intake adalah ketersediaan debid air, baik

dari kondisi debid rendah maupun banjir dan seringkali adanya lumpur, pasir dan

kerikil atu dahan/ranting pohon tumbang dari sekitar sungai yang terbawa aliran.

Penentuan lokasi Bangunan intake pada pedoman studi kelayakan sipil

Direktorat Jendral Listrik dan Pemanfaatan Energi (buku 2B) bangunan Intake

direncanakan dibuat disebelah kanan aliran sungai dan sejajar.

Besarnya luas bukaan intake (A) diperoleh dari formula berikut;


16
........................................................................................... (2.2)

Dimana Q adalah debit rencana sebesar 30% dari debit yang

tersedia. Untuk keperluan pembilasan di bak Pengendap debit air yang masuk ke

intake ditambah sebesar 20% dari debit rencana. Konstanata merupakan

koefisien debit yang berfungsi untuk mengakomodir pengaruh penyempitan arus

masuk pada intake. Dalam keperluan praktis nilai diambil 0.8. Untuk

menghalangi sedimen dan benda-benda yang melayang dipermukaan sungai

masuk kesaluran pengarah maka dasar intake direncanakan sesuai dengan kondisi

lapangan atau kontur sungai tersebut. Pada bukaan dilengkapi dengan saringan

kasar yang terbuat dari batang baja seperti pada (Gambar 2.2) dibawah ini.

Sumber : Jurnal Ari Wibisono1, Pitojo Tri Juwono2, Prima Hadi Wicaksono2

Gambar 2.2 Bangunan Pengambil (Intake)

Dalam perencanaanya lokasi bangunan pengambilan (Intake) selalu pada

posisi luar dari lengkungan sungai sebagaimana di perlihatkan pada Gambar

2.3.nhal ini di lakukan untuk memper kecil pengendapan sedimen di dalam

saluran pembawa. Konstruksi Intake umumnya di buat pintu air untuk melakukan

pembilasan sedimen.
17
Sumber :Pedoman Study Kelayakan Sipil Dirjen ESDM 2009

Gambar 2.3. Contoh free intake dengan bendungan sederhana

2.3.3. Bak Pengendap (Sedimen Trap)

Walaupun telah ada usaha untuk mencegah masuknya sedimen kedalam

saluran pembawa, masih ada banyak partikel – partikel halus yang masuk pada

system saluran. Untuk mencegah agar sedimen ini tidak mengendap diseluruh

saluran pembawa maka perlu sebuah bak pengendap. Bak pengenap berfungsi

untuk mengendapkan sedimen-sedimen yang terbawa oleh aliran air dari intake.

18
Sumber :Kriteria Perencanaan Bangunan utama (KP-02)
Gambar 2.4 Bentuk Saluran Pengendap

Untuk ukuran sedimen minimum yang harus diendapkan pada bak sangat

berfariasi seperti, pasir, tanah, dan partikel – partikel lainya, untuk ukuran ukuran

sedimen yang di endapkan pastinya memiliki ukuran dan yang berbeda beda,

dalam menentukan ukuran sedimen tersebut di tentukan pada grafik di bawah ini.

Sumber :Kriteria Perencanaan Bangunan utama (KP-02)


Gambar 2.5 Standar Ukuran Sedimen
19
Arah vektor kecepatan endap (w) adalah kebawah sehingga luas

permukaan bak pengendap (Ah) dapat ditentukan dengan persamaan sebagai

berikut ;

dan .......................................................... (2.3)

Dimana Q adalah debit rencana dan Ah = panjang bak (L) x Lebar rata-

rata bak (B).Untuk mencegah terjadinya aliran meander pada bak, maka

diisyaratkan L=8B Kecepatan aliran air dibak pengendap saat eksplorasi normal

(Vn) diambil sebesar 0.3 m/s. Jika kecepatan terlalu lambat maka akan dapat

tumbuh vegetasi, Sebaliknya jika terlalu cepat maka sedimen akan melayang

dalam bak. Arah vektor kecepatan air dibak adalah kehilir sehingga luas basah

penampang melintang (Av) dapat ditentukan sebagai berikut ;

dan ........................................................ (2.4)

Dimana Q adalah debit rencana dan Av adalah air di Bak (h) x Lebar rata-

rata bak (B).

Untuk keperluan pembilasan maka debit air yang masuk ke bak harus

ditambah 20 % agar kebutuhan air di turbin tetap terjaga .Kantong Bak didisain

berdsarkan kecepatan pembilasan dalam hal ini kecepatan pembilasan di

rencanakan. Kecepatan pembilasan yang efektif ini harus dibawah kecepatan kritis

yaitu sebesar 3 m/s, sehingga tidak terjadi aliran yang sangat deras

sekali.Kemiringan dasar bak (Sn) dan kemiringan kantong lumpur (Ss) masing-

masing dapat ditentukan dengan formula Manning berikut;

20
.................................................................................... (2.5)

2.3.4. Saluran Pembawa Dan Pembuang

Saluran pembawa berfungsi mengalirkan air dari saluran pengendap dan

pembilas ke bak penenang (forebay). Dalam perencanaanya saluran pembawa

mengunakan saluran terbuka yang terbuat dari pasangan batu, untuk dimensi

saluran pembawa dan pembuang di tentukan dengan kondisi topografi atau

kondisi lapangan,

Sumber :Pedoman Study Kelayakan Sipil Dirjen ESDM 2009

Gambar 2.6 Saluran pembawa

Untuk panjang saluran pada saluran pembawa ini dapat di rencanakan

sesuai dengan perencanaan dan kondisi tropografi. Penampang saluran pada

saluran pembawa direncanakan berupa saluran terbuka berbentuk trapesium

terbuat dari pasangan batu. Lebar dan tinggi air disaluran diperoleh dengan

mengunakan formula Manning berikut ;

dan Q = A . V.............................................................. (2.6)

21
Untuk mencegah tumbuhnya vegertasi dan aliran yang terlalu deras di Bak

penenang maka kecepatan air disaluran harus rendah dan dijaga berkisar antara

0.3 – 2 m/s.

Tabel 2.1 Nilai Kecepatan Saluran Pembawa

NO Tipe Saluran Kecepatan maksimum Kecepatan Minimum

(m/s) (m/s)

1 Soil 0.6 0.3

2 Stone Masonry 2 0.3

3 Concrete 3 0.3

Kriteria untuk mendapatkan penampang saluran yang paling ekonomis

maka haruslah keliling basah saluran (P) bernilai minimium atau;

................................................................................................... (2.7)

Dimana:

H : Tinggi air disaluran.(m)

P : Keliling basah saluran (m2)

Untuk saluran berbentuk trapesium maka proses differensialisasi diatas

akan menghasilkan aturan, ” panjang sisi miring = ½ kali lebar atas trapesium dari

penampang saluran.

22
2.3.5. Bak Penenang

Bak Penenang direncanakan untuk mereduksi arus turbin sebelum aliran

masuk kedalam pipa pesat (penstock). Kolam penenang juga berfungsi sebagai

saringan akhir sebelum air masuk kedalam penstock dan akhirnya masuk turbin.

Sumber :Pedoman Study Kelayakan Sipil Dirjen ESDM 2009

Gambar 2.7 Contoh rencana bak penenang(forebay)

Beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam perhitungan dimensi bak

penenang sebagai berikut:

1. Untuk mendapatkan tinggi air dibak penenang, dilakukan terlebih dahulu

perhitungan jarak sisi atas pipa pesat ke muka air normal (y). Perhitungan

jarak (y) ini diperlukan untuk mengantisipasi positif dan negative surge

akibat penutupan dan pembukaan pipa pesat diturbin. Formula emperis

yang digunakan adalah sebagai berikut :

23
 Untuk pipa pesat yang tegak lurus aliran air

................................................ (2.10)

 Untuk pipa pesat yang searah aliran air

.................................................. (2.8)

Diamana :

D = Diameter pipa pesat (m),

Q = debit desain (m3/s)

y = diameter dalam (m)

2. Secara Praktis nilai y berkisar sekitar 2 kali diameter pipa pesat.

Selanjutnya kapasitas bak penenang (vol) ditentukan dengan formula

berikut ini ;

....................................................................................... (2.9)

3. Untuk menentukan tinggi air di bak penenang dengan mengunakan

hubungan persamaan berikut ;

H= y + dia pipa pesat + 0.6 (m)....................................................... (2.10)

Konstanta 0.6 berasal dari perkiraan 2 x lebar penstock + jarak sisi bawah

penstock ke dasar bak (sekitar 1 m).

4. Lebar bak diambil minimum sebesar 2 kali lebar rata-rata saluran

pembawa. Lebar bak harus sama dengan saringan halus yang dipasang

didepan lubang masuk pipa pesat. Bak penenang direncanakan terbuat dari

beton bertulang. Panjang bak penenang 3 X lebarnya.

24
5. Kecepatan partikel sedimen di Bak Penenang ditetapkan 0.03 m/s

6. Untuk keperluan pembuangan endapan sedimen , kolam penenang

dilengkapi dengan pintu penguras

7. Kolam penenang juga dilengkapi dengan pelimpah yang direncanakan

untuk membuang kelebihan debit pada saat banjir.

8. Kontruksi kolam penenang dan sand trap berupa pasanangan batu diplester

dengan dasar bak berupa coran beton.

2.4. Pipa Pesat (Penstock)

Pipa pesat adalah pipa yang berfungsi untuk mengalirkan air dari kolam

penenang (forebay). Perencanaan pipa pesat mencakup pemilihan material,

diameter pipa, tebal dan jenis sambungan. Pemilihan material didasarkan pada

pertimbangan operasi, aksesbility, berat, sistim penyambungan, dan biaya.

Diameter pipa pesat dipilih dengan pertimbangn keamanan, kemudahan

proses pembuatan, ketersediaan material dipasaran dan friksion losses seminimal

mungkin. Ketebalan pipa dipilih untuk menahan tekanan hidrolik dan surge

pressure yang terjadi dalam pipa.

Dalam menentukan suatu material dalam perencanaan pipasat (penstock)

harus mempertimbangkan beberapa faktor yang mendasari dalam perencanaan

pipa pesat, adapun jenis material dan nilai kekasaran pipa pesat di tunjukan pada

tabel di bawah ini.

25
Tabel 2.2 Material & Nilai Kekasaran Pipa

Sumber :Mekanika Fluida Bruce R. Muson dkk 2003

Dalam perencanaan instalasi pipa penstock di rancang dan di sesuaikan dengan

kondisi topografi karna hal tersebut akan mempengaruhi tipe pipa yang akan di

rencanakan, adapun contoh instalasi pipa penstock di tunjukan pada gambar di bawah .

Sumber :Pedoman Study Kelayakan Sipil Dirjen ESDM 2009

Gambar 2.8 Contoh Pipa Pesat (penstock pipe)

2.4.1 Diameter Penstock

Diameter penstock ditentukan berdasarkan sudut rata-rata penstock dan

debit rencana dengan mengunakan hubungan persamaan sebagai berikut:

.................................................................. (2.11)
26
Dimana :

D=Diameter penstock (m)

Q=Debit rencana (m3/s)

Vopt=kecepatan optimum air (m/s)

Kecepatan optimum diambil dari table dibawah ini:

Gambar 2.9 Penentuan Kecepatan Optimum

Sudut rata-rata penstock diperoleh dengan membagi beda tinggi antara

forebay dengan rumah turbin dengan panjang penstock, atau ditulis :

.......................................................................................... (2.12)

Dimana :

Ap= sudut rata-rata penstock

Hp= beda ketinggian antara forebay dengan powerhouse

27
Lp= panjang pipa penstock

2.4.2. Tebal Pipa Pesat (Penstok Pipe)

Ketebalan pipa perlu ditambah dengan faktor korosi (fk). Ketebalan korosi

yang diizinkan untuk pipa pesat 1-3 mm, sehingga tebal pipa adalah ;

tmin= t + fk........................................................................................ (2.16)

Standar Tebal minimum pipa pesat adalah

 Sampai dengan diameter 0.8 m, tebal minimum adalah 5 mm

 Sampai dengan diameter 1.5 m, tebal minimum adalah 6 mm

 Sampai dengan diameter 2.1 m, tebal minimum adalah 12 mm

Menurut standar ASME ketebalan minimum pipa dapat dihitung dengan

mengunakan hubungan 2.5 kali diameter pipa ditambah 1.2 mm: tmin =2.5D+1.2.

Standar minimum yang diambil adalah 12 mm.

2.4.3. Rugi Aliran Sepanjang Pipa Pesat (Penstock Pipe Losses)

Kerugian energi (head losses) yang terjadi di dalam pipa dapat di


kelompokkan atas dua bagian :
1. Kerugian terjadi sebagai akibat dari gesekan air disepanjang pipa (Head

losses mayor), menurut Strickler kerugian ini dapat dihitung dengan

persamaan

Q2 L
Hlf = 10,249 .............................................................. (2.17)
k D 5,33
2

Dimana :
Hlf = Head losses mayor (m)
Q = Debit air (m3/s)
k = Angka gesek Strickler
D = Diameter dalam pipa (m)

28
(Suryono, 1991:34)

Tabel 2.3 Angka Gesek Stricker


Macam bahan Angka Gesek, k
Pipa Pesat
70 80 90 100 110 120 130 140

Beton
Baja bersambungan keling

Besi tuang dilapisi tir

Baja bersambungan las


Asbes semen

Plastik

Sumber : Suryono, 1991 :39

Secara empiris head losses mayor ini dapat dicari dengan persamaan 2.18
Hazen – Williams :

10,666 Q1,85
Hlf = L ...................................................................... (2.18)
C1,85 D 4,85

Dimana :
Q = Debit air (m3/s)
D = Diameter dalam pipa (m)
L = Panjang pipa (m)
C = Koefisien kekasaran
(Sularso,1987 :31)

29
Tabel 2.4 Angka koefisien (C) Hazen – Wiliams

No Bahan Pipa C
1 Beton (tidak terpengaruh oleh umur) 130
2 Besi Tuang
Baru 130
Umur 5 Tahun 120
Umur 20 Tahun 100
3 Baja Las, Baru, Papan Kayu (tidak terpengaruh oleh 120
4 umur) 110
5 Lempung, Baja Keling, baru 100
6 Gorong – gorong Beton 140
Semen asbes
Sumber : Ray K. Linsley,1985: 270

2. Kerugian yang terjadi diawal pipa, belokan pipa, perubahan penampang,


dan lain – lain (Head losses minor). Kerugian ini dapat dinyatakan
dengan persamaan 2.12:

V2
Hlm = f 2g
.............................................................................. (2.19)

Dimana :
Hlm = Head losses minor (m)
V = Kecepatan air dalam pipa (m/s)

 f = Total koefisien kerugian


(Suryono,1991:40)

Sumber : Sularso, 1987 : 34

Gambar 2.10 Koefisien kerugian di ujung masuk pipa

30
(i) f = 0.5
(ii) f = 0.25
(iii) f = 0.06 (untuk r kecil) sampai 0.005 (untuk r besar)
(iv) f = 0.56
(v) f = 3.0 (untuk sudut tajam) sampai 1.3 (untuk sudut 450)
(vi) f = f1 + 0.3 cos θ+ 0.2 cos2 θ


 15 0 22,5 0 30 0 45 0 60 0 90 0
Sambungan
Jumlah
1 1 2 2 3 3
sambungan

0,08 0,10 0,12 0,18 0,25 0,31

Sumber: Suryono, 1991 :41

Gambar 2.11 Koefisien kerugian pada belokan pipa

2.5. Pemilihan Jenis Turbin

Jenis turbin yang digunakan sangat tergantung dari besarnya debit air (Q)

dan tinggi jatuh air yang tersedia, besarnya harga dari debit dan tinggi jatuh air ini

didapat dari hasil survey ke lapangan. Secara teoritis dalam perencanaan

pemilihan jenis turbin ditentukan berdasarkan kecepatan spesifik (ns) dan tinggi

jatuh air efektif (He).

2.5.1. Berdasarkan Kecepatan Spesifik

Yang dimaksud dengan kecepatan spesifik dari suatu turbin ialah

kecepatan putaran runner yang dapat dihasilkan daya effektif 1 BHP untuk setiap

tinggi jatuh 1 meter atau dengan rumus dapat ditulis.(Lal, Jagdish, 1975).
31
............................................................................................ (2.20)

Dimana

ns : Kecepatan Spesifik Turbin (rpm)

n : Kecepatan Putaran Turbin (rpm)

Hefs : Tinggi Jatuh Spesifik (m)

Sumber :Turbin Pompa dan Kompresor. Fritz Dietzel 1980.

Gambar 2.12 Jenis Turbin Berdasarkan Kecepatan Spesifik

Untuk setiap turbin air memiliki nilai kecepatan spesifik, tabel 2.5 Pada

tabel tersebut menjelaskan batasan kecepatan spesifik sebuah turbin konvensional.

(Lal, Jagdish, 1975).

32
Tabel : 2.5 Batas Kecepatan Spesifik Pada Turbin

No Jenis Turbin Kecepatan Spesifik


1 Pelton dan kincir air 10-35 rpm
2 Francis 60-300 rpm
3 Cross-Flow 70-80 rpm
4 Kaplan dan propeller 300-1000 rpm

2.5.2. Berdasarkan Head dan Debit

Dalam pengaplikasianya turbin akan di sesuaikan dengan potensi yang ada

di sekitar, seperti debit air, dan head hal tersebut bertujuan agar turbin berfungsi

secara maksimal dan sesuai dengan hal yang di inginkan. Adpun klasifikasi turbin

berdasarkan Head dan Debit sebagai berikut.

Grafik 2.13 Effisiensi Turbin Berdasarkan Debit Sebagai Variabel

 Head yang rendah yaitu dibawah 40 meter tetapi debit air yang besar,

maka Turbin Kaplan atau propeller cocok digunakan untuk kondisi seperti

ini.
33
 Head yang sedang antara 30 sampai 200 meter dan debit relatif cukup,

maka untuk kondisi seperti ini gunakanlah Turbin Francis atau Cross-

Flow.

 Head yang tinggi yakni di atas 200 meter dan debit sedang, maka

gunakanlah turbin impuls jenis Pelton.

Adapun bentuk kontruksi empat macam runner turbin konvensional.

Seperti gambar di bawah ini. (Haimerl, L.A., 1960).

Sedangkan menurut Keller pada dasarnya daerah kerja operasi turbin

dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

1. Low head powerpalnt dengan tinggi jatuhan air (head)

2. Medium head powerplant dengan tinggi jatuhan antara low head

dan high head.

3. High head powerplant dengan tinggi jatuhan air yang memenuhi

persamaan

H > 100 (Q) ........................................................................ (2.21)

Dimana :

H = Tinggi terjunan (head)

Q = Debit desain (m3/det)

2.6. Komponen Transmisi Daya


Komponen transmisi daya ini berfungsi untuk mentransmisikan daya yang

dihasilkan oleh roda turbin ke generator pembangkit listrik. Komponen tersebut

antara lain poros turbin, dimana putaran yang dihasilkan oleh roda turbin

diteruskan ke poros turbin, untuk memindahkan daya dari poros turbin ke poros

generator pembangkit dibutuhkan komponen tambahan seperti Pully, kopling,


34
atau roda gigi. Komponen tambahan yang digunakan harus disesuaikan dengan

jenis turbin dan berapa besar daya yang di transmisikan.

2.6.1. Poros Turbin

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa poros turbin berfungsi

untuk memindahkan daya dari putaran turbin. Beban yang diterima oleh poros

turbin antara lain beban puntir dan beban lentur, sehingga dengan adanya beban

ini maka akan terjadi tegangan puntir dan tegangan lentur sebagai akibat dari

adanya momen puntir dan momen lentur (Sularso, 1994 17). Momen puntir pada

turbin dapat dinyatakan dengan persamaan.

P
Mp = .............................................................................................. (2.22)
w

Dimana :
Mp = Momen puntir (N.mm)

P = Daya yang ditransmisikan (KW)

w = Kecepatan sudut (rpm)

w = 2.π.n............................................................................................ (2.23)

n = Kecepatan putaran turbin (rpm)


Sumber : Stolk,1993 :170

35
2.6.2. Pemilihan Bahan Poros Penggerak

Pemilihan suatu bahan yang akan digunakan dapat ditentukan dengan

menghitung momen puntir (momen torsi rencana) yang dialami poros. Setelah di

ketahui harga dar momen puntir, untuk material dapat di tentukan dengan teabel

dibawah :

Dalam pemilihan bahan perlu diperhatikan beberapa hal seperti pada tabel

berikut, dan kita dapat menyesuaikan dengan yang kita butuhkan.

Tabel 2.6 Batang baja karbon yang difinis dingin (Standar JIS)

Kekuatan Kekerasan
Perlakuan Diameter
Lambang Tarik H RC
Panas (mm) HB
(N/mm2) (HRB)
20 atau -
58 – 79 (84) – 23
Dilunakkan kurang 144 –
53 – 69 (73) – 17
21 – 80 216
S35C-D
20 atau -
Tanpa 63 – 82 (87) – 25
kurang 160 –
Dilunakkan 58 – 72 (84) – 19
21 – 80 225

Tabel 2.7. Batang baja karbon yang difinis dingin (Lanjutan)

Lamban Perlakua Diamete Kekuatan Kekerasan


g n r Tarik H RC HB
Panas (mm) (N/mm2) (HRB)
S45C-D Dilunakk 20 atau 65 – 86 (89) – 27 -
an kurang 60 – 76 (85) – 22 166 – 238
21 – 80
Tanpa 20 atau 71 – 91 12 – 30 -
Dilunakk kurang 66 – 81 (90) – 24 183 – 253
an 21 – 80
S55C-D Dilunakk 20 atau 72 – 93 14 – 31 -
an kurang 67 – 83 10 – 26 188 – 260
21 – 80

36
Tidak 20 atau 80 – 101 19 – 34 -
Dilunakk kurang 75 – 91 16 – 30 213 – 285
an 21- 80
(Sularso, “Dasar-dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Pradya

Pramita, Jakarta 1994)

2.6.3. Diameter Poros

Perencanaan untuk diameter poros dapat diperoleh dari rumus:

1/ 3
 5,1 
dp =  . K t . Cb . M p  ................... .................................... (2.24)
 a 

Dimana :

dp = diameter poros (mm)

τa = tegangan geser izin (N/mm2)

Kt = faktor koreksi tumbukan, harganya berkisar 1,5 – 3,0

Mp = momen puntir yang ditransmisikan (Nm).

Cb = faktor koreksi untuk terjadinya kemungkinan terjadinya

beban lentur, dalam perencanaan ini diambil 1,2-2,2 karena diperkirakan tidak

akan terjadi beban lentur

2.7. Rumah Turbin (Power House)

Rumah pembangkit (powerhouse) berfungsi untuk menyediakan tempat

bagi peralatan elektrikal dan mekanikal yang akan dipasang.Turbin beserta sistim

37
transmisi mekanik, generator, panel control dan ballas load terpasang didalam

bangunan ini. Power house direncanakan berupa bangunan semi permanen.

Selain sebagai tempat yang menyediakan peralatan elektrikal dan

mekanikal rumah pembangkit juga di fungsikan sebagai pelindung perelatan

elektrikal dan mekanikal. Beberapa pertimbangan dalam memilih lokasi dan

bangunan rumah pembangkit, antara lain:

a. Konstruksi harus berada diatas struktur tanah yang sangat stabil,

tidak di lereng yang curam dan umumnya di pinggir badan sungai

yang relatif rendah dan rendah untuk mempermudah aliran di tail

race.

b. Memiliki jalan yang cukup untuk transportasi peralatan elektrikal

mekanikal yang akan di pasang dan mempermudah akses untuk

perawatan sesuai penjadwalan.

c. Lokasi yang relatif rata, kering dan relatif luas sehingga dapat di

gunakan untuk tempat kerja seperti perbaikan dan perawatan.

d. Elevasi lantai harus berada diatas elevasi muka air saat banjir yang

paling besar.

e. Harus memiliki ventilasi udara, dan jendela untuk pencahayaan

yang senantiasa untuk menjaga kenyamanan dalam rumah

pembangkit.

38
f. Ruangan yang di bangun harus menyediakan ruangan yang di

pergunakan untuk penyimpanan peralatan (tools) serta suku cadang

perelatan elektrikal dan mekanikal.

g. Kondisi pondasi harus cukup kuat untuk menahan pemasangan

beberapa peralatan yang memiliki berat cukup besar.

Sumber :Pedoman Study Kelayakan Sipil Dirjen ESDM 2009

Gambar 2.14 Contoh Rumah Pembangkit (Power House)

2.8. Generator

Dalam hal ini, putaran generator turbin adalah merupakan fungsi

hubungan daripada frekuwensi dengan jumlah pasang kutub dari generator itu

sendiri. Sedangkan frekwensi yang umumnya dipakai di Indonesia adalah 50 hz

maka dalam bentuk persamaan dapat di tulis :

Ng = 120 x F/P ................................................................................ (2.25)

Dimana :

Ng = Putaran Generator (rpm)

F = Frequensi (hz)
39
P = Pole

Kecepatan putar generator untuk beberapa kondisi dapat dilihat pada table

.3. berikut;

Tabel 2.8 Scedule generator berdasarkan Julah Kutub (Pole)dan Putaran

Jumlah Kutub 50 ( Hz ) 60 ( Hz )
Putaran (rpm) Putaran (rpm)
6 1.000 1.200
8 750 900
10 600 720
12 500 600
14 429 514
16 375 450
18 333 400
20 300 360
24 250 300
28 214 257
32 188 225
36 167 200
40 150 180
48 125 150
56 107 129
64 94 113
72 83 100
80 75 90
88 68 82

Dari table di atas terlihat bahwa makin banyak jumlah kutub makin rendah

putaran generator, sebaiknya jumlah kutub sedikit putaran generator makin tinggi.

Putaran generator perlu dipertimbangkan didalam pemilihan sebagai berikut ;

Jika Putaran Tinggi :

o Jumlah kutub sedikit, maka generator akan semakin

ringan/kecil dan lebih kompak dan ekonomis.

o Turbin akan lebih kecil.

40
o Jika turbin dan generator kecil maka, pembuatannya akan

lebih mudah namun membutuhkan bahan material yang

lebih kuat.

Jika Putaran Rendah ;

o jumlah kutub banyak maka, generator akan lebih berat dan

tidak ekonomis.

o Turbin dan generator relative besar, maka pasangan kutub

akan lebih banyak.

o Gaya centrifugal yang timbul kecil

41
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Prosedur Penelitian

Dalam perencanaan sebuah PLTM (Pembangkit Listrik Mini Hidro)

penulis mencoba tahapan – tahapan yang harus di lakukan dalam penelitian

perencanaan sebuah PLTM, dimana thapan - tahapan itu mencakup berbagai

aspek.

1. Mulai

2. Studi literatur

3. Peralatan

4. Survei lokasi & Pengumpulan data

 Pengumpulan data Primer

 Pengumpulan data skunder

5. Pengolahan data

6. Perencanaan

 Perencanaan Bangunan Sipil

 Perencanaan Peralatan Mekanikal (Turbin) & Elektrikal

(generator)

7. Penyusunan Laporan

8. Selesai

3.2. Studi literatur

Studi literatur ini di siapkan pada saat konsep penelitian perencanaan

42
sistim pembangkit di rencanakan, pada studi literatur ini sebuah penelitian akan di

tentukan pokok – pokok pengumpulan data yang menjadi sumber pengolahan data

seperti, Penentuan tinggi jatuh efektif /head (H), Debid (Q) Kecepatan aliran (V)

dan kondisi Topografi yang menjadi dasar perencanaan bangunan sipil.

3.3. Peralatan

Sebelum melakukan survei pada sebuah lokasi yang telah di tetapkan

pada perencanaan sistim pembangkit ada beberapa peralatan yang di gunakan

untuk pengumpulan data, adapun alat yang di gunakan sebagai berikut :

1. Curent Meter

Fungsi curent meter digunakan untuk mengukur kecepatan aliran fluida

pada saluran terbuka

Gambar 3.2 Current meter

2. Teodolit

Sebuah alat yang di gunakan untuk menentukan, ketinngian, kedataran

dan beda ketinggian permukaan tanah.

43
Gambar 3.3 Theodolit

3. Stopwat

Stop wat digunakan sebagai penentuan waktu saat menentukan

pengukuran kecepatan rata – rata aliran sungai

Gambar 3.4 Stopwatt

4. Mistar Gulung

Mistar gulung digunakan untuk menentukan nilai panjang, lebar suatu

44
area tertentu, dalam penelitian ini meteran di gunakan untuk menentukan luas

sungai dan jarak saat pengambilan nilai tinggi jatuh efektif menggunakan

teodolit.

Gambar 3.5 Mistar Gulung

3.4. Survei Lokasi

Dalam pelaksanaan perencanaan PLTM dalam suatu wilayah sebaiknya

harus dilakukan survei dimana lokasi tersebut berpotensi untuk di bangun sebuah

pembangkit, beberapa foktor yang sangat perlu di perhatikan dalam penentuan

lokasi sebuah sisitim pembangkit di suatu wilayah, diantaranya potensi alam,

sosial, ekonomi, dan yang terpenting kebutuhan energi listrik di suatu daerah itu

sendiri.

Adapun pengumpulan data yang harus di lakukan saat survei lokasi yang

akan di lakukan perencanaan PLTM sebagai berikut :

45
3.4.1. Data Sungai

 Debid Sungai

 Tinggi Jatuh Head

 Kecepatan Aliran Sungai

 Luas Sungai

 Kedalaman Sungai

3.4.2. Data Topografi

Data topografi di perlukan dalam perencanaan PLTM dimana dalam

perencanaan PLTM tidak terlepas dari bangunan – bangunan sipil, bangunan

tersebut membutuhkan perencanaan yang matang dan penempatan yang sesui

dengan kondisi di lapangan, data topografi antaralain meliputi perencanaan dan

penempatan bangunan sipil yang digunakan pada sisitem PLTM.

3..5. Pengolahan Data

Setelah mendapatkan sejumlah data hasil survei, yang telah memenuhi

persyaratan yang di rancang dalam konsep perencanaan PLTM tersebut,

selanjutnya data – data yang di peroleh tersebut, baik itu data Sungai maupun

data topografi, utuk dilakukan pengolahan data. Dalam pengolahan data tersebut

dibagi menjadi dua kategori :

1. Perencanaan bangunan sipil

Dalam perencanaanya bangunan sipil yang digunakan dalam perencanaan

PLTM ini meliputi:

i. Bangunan Pengambil (Intake)

ii. Saluran Penegendap

46
iii. Saluran Pembawa & Pembuang

iv. Bank Penenang

v. Perencanaan pipa penstock

2. Perencanaan Peralatan Mekanikal & Elektrikal

a) Perencanaan Turbin

i. Daya Turbin

ii. Putaran Turbin

iii. Kecepatan Spesifik Turbin

iv. Diameter Runner Turbin

v. Jumlah Sudu (Blade) Turbin

vi. Diameter Poros Turbin

b) Perencanaan Peralatan Elektrikal

i. Perencanaan Putaran Generator

ii. Perencanaan Daya Generator

iii. Perencanaan Jumlah Pole Generator

Setelah melui tahapan – tahapan yang di laksanakan dalam perencanaan

PLTM baik itu, studi literatur, survei lokasi, peralatan yang digunakan,

pengolahan data, setelah semua hasil perencanaan tersebut di anggap memenuhi

kriteria, langkah selanjutnya menuangkan hasil analisa tersebut dalam sebuah

tulisan.

47
3.6. Flowchart Prosedur Perencanaan

Mulai

Studi Literatur

Peralatan

Survei, Pengumpulan Data

Data Sungai Data Topografi


Debid, Head, Kecepatan Perencanaan Penempatan
Aliran,Luas, Kedalaman Lokasi Bangunan Sipil

Input Data :

Perencanaan Peralatan Mekanikal (Turbin) Perencanaan Fasilitas Sipil


Daya Turbin,Putaran Spesifik,Diameter Bangunan Pengambil,Bangunan Pengendap,
Runner,Jumlah Sudu, Diameter Poros Saluran Pembawa, Bak Penenang,Pipa Pesat

Memenuhi
Persyaratan

Penyusunan Laporan

Selesai

Gambar : 3.1 Bagan Alir Penelitian

48
BAB IV

ANALISA PERENCANAAN

4.1 Data Lapangan

4.1.1 Perencanaan Debid (Q)

Seperti kita ketahui sunagai batang kuantan yang terletak di desa Kuantan

Kab. Seijunjung memiliki potensi yang cukup dalam perencanaan sistim

pembangkit, dari data survey di peroleh data sebagai berikut :

4.1 Tabel perhitungan Debid,Luas,dan Kecepatan Aliran Air

Data Formula Nilai


Q=A*V
Debid Q 26.93 m3/s
Hasil pengukuran
dengan Teodolit
Head H 15.00 m
V= (2*g*H)½
keceptan Aliran V 17.16 m/s
A=Q/V
Luas Permukaan Sungai A 1.57 m
satuan
Grafitasi G 9.81 kg/s2

Dari hasil perhitungan di atas debid sungai yang sudah di dapatkan tidak

digunakan sepenuhnya dalam perencanaan sisitim pembangkit, dalam

perencanaan sistim pembangkit ini debid yang ada di manfaatkan sebesar 30%

dari debid sungai, selebihnya digunakan sebagai keperluan pertanian dan

masyarakat lainya.

Jadi dalam perencanaan instalasi sistim pembangkit di dapat debid

perencanaan sebagai berikut :

49
Tabel 4.2 Tabel Perencanaan Debid

Data Perencanaan Debid Rencana Masuk Saluran Pengambil

Data Formula Nilai


Debid Q 30% * Q 8.08 m3/s

4.1.2 Perncanaan Head (H)

Head diukur sebagai tinggi jatuh air dari bak penenang sampai keposisi

rumah turbin. Pada bagian sebelumnya tinggi jatuh head diukur dengan

menggunakan GPS dan koreksi data sekunder, namun pengkuran tinggi jatuh

(head) dilakukan kembali guna mendapatkan hasil yang lebih akurat. Pengukuran

tinggi jatuh tersebut dilakukan dengan mengunakan theodolit, dan diperoleh head

aktual sebesar 15 meter. Panjang saluran penghantar terukur lebih kurang 100 m

hingga sampai ke bak penenang.

Tabel 4.3. Perencanaan Head dan Panjang Saluran Pembawa

Data Perencanaan
Data Formula Nilai
Debid H menggunakan Teodolit 15 m3/s
Panjang Saluran L Rencana 100 m

4.2 Perencanaan Fasilitas Sipil

4.2.1 Perencanaan Bangunan Pengambil (Intake)

Bangunan intake direncanakan dibuat disebelah kanan aliran sungai.

Besarnya luas bukaan intake (A) diperoleh dari formula berikut;

50
Dimana Q adalah debit rencana diambil 8,1 m 3/s. Untuk keperluan pembilasan di

bak Pengendap debit air yang masuk ke intake ditambah sebesar 20% dari debit

rencana. Konstanata merupakan koefisien debit yang berfungsi untuk

mengakomodir pengaruh penyempitan arus masuk pada intake. Dalam keperluan

praktis nilai diambil 0.8. Untuk menghalangi sedimen dan benda-benda yang

melayang dipermukaan sungai masuk kesaluran pengarah maka dasar intake

direncanakan setinggi 2.5 m dari dasar sungai (lihat gambar dibawah ini). Pada

bukaan dilengkapi dengan saringan kasar yang terbuat dari batang baja.

Gambar 4.1 Desain Bangunan Pengambil

Adpun perencanaan luas bukaan pengambil (intake) di berikan pada

analisa sebagai berikut :

51
Tabel 4.4 Tabel Perencanaan (Intake)

Perencanaan luas bukaan pengambil (intake)


Data Formula Nilai
Luas Bukaan A A=Q/V 1.08 m
Debid Q Q+20% 8.28 m3/s
Kecepatan Aliran V V=(2*9.81*h)½ 7.67 m/s
Penambahan debid % 20 m
konstanta μ 0.8
Ketinggian h Direncanakan 3 m

4.2.2 Perencanaan Bak Pengendap (Sedimen Trap)

Walaupun telah ada usaha untuk mencegah masuknya sedimen kedalam

saluran pembawa, masih ada banyak partikel – partikel halus yang masuk pada

system saluran. Untuk mencegah agar sedimen ini tidak mengendap diseluruh

saluran pembawa maka perlu sebuah bak pengendap. Bak pengenap berfungsi

untuk mengendapkan sedimen-sedimen yang terbawa oleh aliran air dari intake.

Sumber :Kriteria Perencanaan Bangunan utama (KP-02)


Gambar 4.2 Kriteria Bak Pengendap

Untuk PLTM Seijunjung dengan tekanan sedang (heat 15 m), ukuran

sedimen minimum yang harus diendapkan pada bak adalah 0.2 mm. Kecepatan

52
endap (w) untuk sedimen ukuran ini diambil sebesar 0.03 m/s.data diambil berasal

dari gambar dibawah ini;

Gambar 4.3 Standar Ukuran Sedimen

Arah vektor kecepatan endap (w) adalah kebawah sehingga luas

permukaan bak pengendap (Ah) dapat ditentukan dengan persamaan sebagai

berikut ;

dan

Dimana Q adalah debit rencana dan Ah = panjang bak (L) x Lebar rata-

rata bak (B).Untuk mencegah terjadinya aliran meander pada bak, maka

diisyaratkan L=8B Kecepatan aliran air dibak pengendap saat eksplorasi normal

(Vn) diambil sebesar 0.3 m/s. Jika kecepatan terlalu lambat maka akan dapat

53
tumbuh vegetasi, Sebaliknya jika terlalu cepat maka sedimen akan melayang

dalam bak. Arah vektor kecepatan air dibak adalah kehilir sehingga luas basah

penampang melintang (Av) dapat ditentukan sebagai berikut ;

Proses dan hasil perhitungan bak pengendap diberikan pada tabel berikut

ini :

Tabel 4.5 Perhitungan Desain Bak Pengendap


Perkiraan luas rata rata bak Formula Nilai
Debid Desain Data Q+20% 8.3 m3/s
koefisien kekasaran Data n 0.02
Kecepatan Partikel ukuran > 0,2 Gbr kp 0,2 w 0.03 m/s
Perkiraan luas rata rata bak H/w = L/v LxB
Lebar rata rata bak pengendap yg di perlukan L/B >8 B 6 m
Lebar rata rata bak pengendap yg di Gunakan Direncanakan B 6 m
Panjang Bak Pengendap L = 8*B L 48 m
Slop Horizontal Bak Pengendap Direncanakan m 1 m
Kondisi ekplorasi normal kantong sedimen hampir penuh
0,2 m/s sd 0,3
Vn 0.3 m/s
kecepatan aliran air di bak m/s
Luas basah potongan melintang aliran An =Q/Vn An 27.67 m
Tinggi air di bak h=An/B h 4.61 m
Kondisi Pembilasan, Sedimen Kosong
Debid pembilasan Qs =1.2 * Q Qs 9.96 m3/s
Kecepatan aliran di bak saat pembilasan Direncanakan Vs 2.00 m/s
Luas Basah kantong bak Hs*Bs = Qs/Vs Hs *B 4.98 m
Lebar kantong bak b =B-(m*h/2) b 3.69 m
Tinggi kantong bak Hs = Qs/b Hs 2.70 m
Cek kecepatan kritis
Debid permeter lebar kantong q = Qs/b q 2.70 m3/s
Kedalaman air kritis Hc =(q²/9.81)½ hc 0.91 m
Kecepatan kritis Vc =(9.81*hc)½ vc 2.99 m/s
Kecepatan bembilas kecil dari kritis
keliling basah bak P=b+2h(m²+1)½ P 16.74 m
Slop Lantai dasar Sn
Keliling basah kantong bak Ps = b+2 *Hs Ps 9.09 m
Slop lantai dasar kantong bak Ss

54
Resume Hasil Perhitungan
Lebar rata-rata bak pengendap 6 m
Panjang bak pengendap 48 m
Tinggi air di bak 4.61 m
Tinggi Pelimpah 0.3 m
Tinggi bak 4.91 m
Lebar kantong bak 3.69 m
Tinggi kantong bak 2.70 m

Untuk keperluan pembilasan maka debit air yang masuk ke bak harus

ditambah 20 % agar kebutuhan air di turbin tetap terjaga .Kantong Bak didisain

berdsarkan kecepatan pembilasan dalam hal ini diambil sebesar 2 m/s.Kecepatan

ini dibawah kecepatan kritis yaitu sebesar 3 m/s, sehingga tidak terjadi aliran yang

sangat deras sekali.Kemiringan dasar bak (Sn) dan kemiringan kantong lumpur

(Ss) masing-masing dapat ditentukan dengan formula Manning berikut;

4.2.3 Perencanaan Saluran Pembawa dan Pembuang

Saluran pembawa direncanakan mengunakan saluran terbuka yang terbuat dari

pasangan batu. Kondisi Topografi daerah sepanjang saluran berupa bukit. Panjang

saluran pembawa 1.150 m Penampang saluran direncanakan berupa saluran

terbuka berbentuk trapesium dengan kemiringan 1:0.5. Saluran direncanakan

terbuat dari pasangan batu. Lebar dan tinggi air disaluran diperoleh dengan

mengunakan formula Manning berikut;

55
dan Q = A . V

Untuk mencegah tumbuhnya vegertasi dan aliran yang terlalu deras di Bak

penenang maka kecepatan air disaluran harus rendah dan dijaga berkisar antara

0.3 – 2 m/s.

Tabel 4.6 Nilai Kecepatan Saluran Pembawa


NO Tipe Saluran Kecepatan maksimum Kecepatan Minimum
(m/s) (m/s)
1 Soil 0.6 0.3
2 Stone Masonry 2 0.3
3 Concrete 3 0.3

Kriteria untuk mendapatkan penampang saluran yang paling ekonomis

maka haruslah keliling basah saluran (P) bernilai minimium atau;

Dimana “h” adalah tinggi air disaluran. Untuk saluran berbentuk trapesium

maka proses differensialisasi diatas akan menghasilkan aturan, ” panjang sisi

miring = ½ kali lebar atas trapesium dari penampang saluran.Proses dan

perhitungan saluran diberikan pada tabel dibawah ini;

Tabel 4.7 Perhitungan Saluran Pembawa dan Pembuang (Saluran Terbuka)

Resume Hasil Perhitungan


Tinggi air salura 1 m
tinggi jagaan m
0.25
Tinggi total saluran m
1.25
Lebar dasar saluran m
2.1

56
Lebar atas saluran m
3.35
Slop horizontal dinding saluran m

Panjang sisi miring saluran m

Rasio sisi miring dengan lebar atas saluran m

4.2.4 Bak Penenang

Bak Penenang direncanakan untuk mereduksi arus turbin sebelum aliran

masuk kedalam pipa pesat (penstock). Kolam penenang juga berfungsi sebagai

saringan akhir sebelum air masuk kedalam penstock dan akhirnya masuk turbin.

Beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam perhitungan dimensi bak

penenang mengacu ke teori yang ada di tunjukan sebagai berikut:

Tabel 4.8 Perhitungan Desain Bak Penenang

Perhitungan Desain Bak Penenang


Parameter Data Formula Nilai
Diameter Penstock D=(1.273*Q/Vop)½ D 1.92 m
Debid desain Perencanaan Q 8.1 m3/s
Jarak dari sisi atas penstock ke muka air
Untuk penstock yang searah aliran y=(0.69+Q)/(d⅕) y 3.31 m
untuk penstock yang tegak lurus
y 3.38 m
aliran y=(0.89+Q)/(d⅕)
d>1X diameter d
1.50 m
Jarak minimum penstock min
Jarak yang digunakan 3.38 m
Desain dimensi bak
Kapasitas bak penenang Vol = 10*Q V 81.00 m3

kedalaman air H= y+d+0.6 H 5.90 m


luas permukaan yang diperlukan A=Vol/H A 13.73 m2
Lebar bak penenang B> 3 x Lebar saluran Bmin 12
Lebar bak penenang yang di gunakan Direncanakan L 12 m
Panjang Bak Penenang yang
L 36 m
digunakan Direncanakan
Kecepatan air dibak V=Q/(BxH) V 0.11 m/s
Resume hasil perhitungan

57
Lebar bak 12 m
Panjang Bak 36 m
Tinggi Bak 6.20 m
Tinngi pelimpah 0.3 m
tinggi air di bak 5.90 m
Jarak sisi atas penstock muka air 0.3 m

4.3 Pipa Pesat (Penstock)

Ketebalan pipa perlu ditambah dengan faktor korosi (fk). Ketebalan korosi

yang diizinkan untuk pipa pesat 1-3 mm, sehingga tebal pipa adalah ;

tmin= t + fk

Standar Tebal minimum pipa pesat adalah

 Sampai dengan diameter 0.8 m, tebal minimum adalah 5 mm

 Sampai dengan diameter 1.5 m, tebal minimum adalah 6 mm

 Sampai dengan diameter 2.1 m, tebal minimum adalah 12 mm

Menurut standar ASME ketebalan minimum pipa dapat dihitung dengan

mengunakan hubungan 2.5 kali diameter pipa ditambah 1.2 mm: tmin =2.5D+1.2.

Standar minimum yang diambil adalah 12 mm

Table 4.9 Tabel perhitungan kecepatan aliran dalam pipa penstock

Perhitungan kecepatan aliran dalam penstock


Debit Rencana(Q) = 8.1 m3/s
Luas Penampang (A) = 2.89
m
Kecepatan air dipenstock (Vop) = 2.80 m/s

58
Tabel 4.10 Tabel Perencanaan Pipa Pesat

Perencanaan pipa pesat (penstock)

Parameter Data Formula Nilai


Panjang Pipa Direncanakan LP 40 m
Diameter D=(1.273*Q/Vop)½ D 1.92 m
Ketebalan minimum t = 2.5*D+1.2 t 6 mm
Beda Ketinngian Direncanakan HP 16 m
Sudut rata rata penstock Ap=HP/LP Ap 0.40
Menurut standar ASME
Ketebalan minimum t = 2.5*D+1.2 t 1 mm

Pada pipa pipa yang tersedia secara komersial kekasaran tidak begitu

seragam dan terdefinisi dengan baik seperti pada pipa pipa dengan kekasaran

artificial yang digunakan nikuradse. Namun demikian, sebuah ukuran kekasaran

relative efektif dari pipa pipa tersebut tetap mungkin didapatkan dengan demikian

dapat diperoleh factor gesekan. Nilai nilai kekasaran yang khas untuk berbagai

permukaan pipa deiberikan pada table dibawah ini :

Tabel 4.11 Tabel Kekasaran Ekivalen Untuk Pipa Baru

Tabel Kekasaran Ekivalen Untuk Pipa Baru


[(mody reff.7 dan Colebrook (reff.8)]
kekasaran ekivalen,ɛ
Pipa
Feet milimeter
Paku baja 0.003-0.03 0.9-9.0
beton 0.001-0.01 0.3-3.0
kayu diamplas 0.0006-0.003 0.18-0.9
besi tuang 0.00085 0.26
besi galvanis 0.0005 0.15
besi komesial/tempa 0.00015 0.45
pipa saluran 0.000005 0.0015
plastik,gelas 0.0 halus 0.0 halus
Sumber : Mekanika Fluida BruceR.Munson Jilid 2

59
Dengan diketahui variable dalam perencanaan dapat di tentukan penurunan

tekanan dalam pipa sepanjang 40 m dan menentukan jenis aliran apakah laminar dan

turbulen.

Table 4.11Tabel perhitungan head loses,jenis aliran

Perhitungan head losses


Panjang pipa Lp 40 m
Kecepatan aliran dalam pipa V 2.80 m²/s
Luas penampang A 2.89 m2
debit in penstok Qin 8.1 m³/s
Diameter penstok 2 Dp 1.92 m

JENIS PIPA KOMERSIL

faktor kekasaran e 0.00085 m


Diameter penstok D 6.299 feet
Head losess hl 0.10 m
e/D 1.3 x 10 ¯⁴ 0.00013
RE Re =p*V*D/μ 5x10⁶
kekasaran relatif f 0.012
Penurunan Tekanan sepanjang pipa ΔP =f*l/D*1/2*ρV² 1.21 kPa
loses belokan kl=(hl*2g)/V² 0.25
Total losess Hltot=kl+ΔP+hl 1.56

4.4 Perencanaan Fasilitas Elektrikal – Mekanikal

4.4.1 Perencanaan Turbin

Turbin air berperan untuk mengubah energi air (energy potensial, tekanan

dan energy kinetic) menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran poros turbin.

Putaran poros tadi akan diubah oleh generator menjadi tenaga listrik. Ada banyak

pilihan turbin yang digunakan untuk kondisi tertentu nya. Secara umum biasanya

ada dua jenis turbin yaitu turbin impulse dan turbin reaksi. Untuk mendapatkan

pilihan yang tepat dari jenis turbin yang akan digunakan perlu ditetapkan kriteria

sebagai berikut yaitu :

60
o Head

o Kecepatan Spesifik

o Kavitasi

o Biaya

Dari data pengukuran lapangan diperoleh head aktual 15 m dan debit Q =

8.1 m3/s. Berdasarkan data tersebut pilihan turbin yang mungkin dapat dilihat

pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.12 Jenis Turbin berdasarkan head

Jenis Turbin Range Ketinggian/head ( m)


Kaplan dan propeler 2 < H < 40
Francis 10 < H < 350
Pelton 50 < H < 1300
Banki/Cross Flow 3 < H < 250
Turgo 3 < H < 2500

Penentuan jenis turbin dapat pula berdasarkan putaran spesifik (ns).

Kecepatan spesifik merupakan suatu istilah yang dipakai untuk mengelompokan

turbin-turbin atas dasar unjuk kerja dan ukuran perimbangnya. Rumus kecepatan

spesifik yang dipergunakan adalah:

Dimana n adalah putaran turbin (Rpm), Q = debit (m3/s) dan Head =

tinggi jatuh air (m). Putaran adalah variable lain yang perlu dipertimbangkan

dalam pemilihan turbin. Putaran turbin harus disesuaikan dengan putaran


61
generator. Jika turbin dikopel langsung dengan generator putaran turbin harus

dbuat sama dengan putaran generator, namun hal ini seringkali tidak dapat

dilakukan karena memaksa turbin bekerja tidak pada putaran yang menghasilkan

efisiensi maksimal. Sehingga perlu perubah putaran seperti sabuk atau sistim roda

gigi. Turbin Francis lebih menguntungkan karena turbin tersebut beroperasi pada

putaran yang relatif lebih smooth sehingga lebih dekat dengan putaran generator.

Lihat gambar Gambar.4.4 diabwah ini tentang Perbandingan Putaran Spesifik

dengan Tinggi jatuh air.

Sumber : Fritz Dietzel “Turbin Pompa dan Kompresor 1993

Gambar 4.4. Perbandingan Putaran Spesifik dengan Tinggi jatuh air.

62
Setelah dilakukan perhitungan berdasarkan data dan litelatur yang di pakai

maka didapat hasil perhitungan untuk turbin sebagai berikut:

Table 4.13 Hasil Perencanaan Turbin

DAYA YANG DI BANGKITKAN


Debid Q 8.10 m3/s
Head H 15.00 m
Luas sungai A 2.89 m
kecepatan aliran V 2.80 m
faktor koreksi T 0.90
Efisiensi Turbin Eft 0.85 %
Putaran Turbin n 300 rpm
Grafitasi g 9.81 m/s
DAYA AIR Pa 1.19 MW
DAYA TURBIN Pt 1.01 MW
kedalaman Sungai 0.00
BERDASARKAN TABEL BUKU (Fritz Dietzel) translate Dakso Sriyono
U1* tabel 1.12
U2* tabel 0.48
Cm1* tabel 0.27
Phi π 3.14
U2a* tabel 1.17
C2* tabel 0.32
U2i* tabel 0.47
Faktor penyempitan T 0.90

Data turbin
Kecepatan Spesifik Ns 112.02 rpm
Kecepatan aliran dalam penstock V 2.80 m/s
Kecepatan Tangensial Roda turbin sisi masuk U1 3.14 m/s
Kecepatan Tangensial Roda turbin sisi keluar U2a 3.28 m/s
Diameter Turbin D1 0.20 mΦ
Kecepatan aliran masuk roda turbin Cu1 39.86 m/s
Aksial Komponen Cm1 0.76 m/s
kecepatan masuk C1 39.86 m/s
sudut kecepatan masuk Sinα 0.02 m/s
sudut α α 1.09
sudut b ᵝ 67.38

63
b1 6.56 m
w1 W1 18.95 m
jumlah Sudu z

DATA PADA SISI KELEUAR TURBIN


U2i 1.32 m/s
Kecepatan tangensial pada roda turbin sisi keluar
Diameter keluar roda turbin D2i 0.08 m
Kecepatan tangensial pada roda turbin sisi keluar C2 0.90 m/s
sisi keluar roda turbin U2a 3.28 m/s
Diameter keluar roda turbin D2a 0.21 m
Diameter rata rata D2 0.15 m
dari U2 rata rata U2 2.30 m
w2² 1.59 m
w2a 1.59 m

Dari hasil analisa perencanaan di atas, tipe turbin dapat di tentukan

berdasarkan kecepatan spesifik. Untuk tipe turbin yang digunakan yaitu “Turbin

Francis” berdasarkan data perencanaan debid (Q), head/tingi jatuh air (h),

kecepatan aliran (V) dan kecepatan spesifik turbin (ns).

4.5. Perencanaan Poros

Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa poros turbin berfungsi

untuk memindahkan daya dari putaran turbin. Beban yang diterima oleh poros

turbin antara lain beban puntir dan beban lentur, sehingga dengan adanya beban

ini maka akan terjadi tegangan puntir dan tegangan lentur sebagai akibat dari

adanya momen puntir dan momen lentur (Sularso, 1994 17).

64
Berdasarkan data perencanaan pada Tabel 4.14 dengan di tetapkanya

debid (Q) serta putaran (n) sehingga perencanaan poros untuk sebuah turbin dapat

dilakukan :

Diketahui :

Daya (P) : 1 MW = 1000 kW

Putaran (n) : 300 rpm

Maka untuk meneruskan daya dan putaran ini, terlebih dahulu dihitung

daya perencanaannya (Pd).

Pd =fcP

dimana :

Pd = daya perencanaan (kW)

fc = faktor koreksi

P = daya masukan (kW)

Daya mesin (P) merupakan daya nominal output dari motor penggerak,

daya inilah yang ditransmisikan melalui poros dengan putaran tertentu.

Tabel 4.14. Jenis-jenis Faktor Koreksi Berdasarkan Daya yang akan Ditransmisikan

Daya Yang Akan Ditransmisikan fc

Daya rata-rata 1,2 – 2,0


Daya maximum 0,8 – 1,2
Daya Normal 1,0 – 1,5
(Sumber: Sularso,Kiyokatsu Suga, “ Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin

“)

Untuk perancangan poros ini diambil daya maksimum sebagai daya

rencana dengan faktor koreksi sebesar fc = 1,2 Harga ini diambil dengan

65
pertimbangan bahwa daya yang direncanakan akan lebih besar dari daya

maksimum sehingga poros yang akan direncanakan semakin aman terhadap

kegagalan akibat momen puntir yang terlalu besar.

Pd = 1,2 x 1000 kW

= 1,200 kW

= 1,200,000 W

4.5.1 Pemilihan Bahan Poros Penggerak

Pemilihan suatu bahan yang akan digunakan dapat ditentukan dengan

menghitung momen puntir (momen torsi rencana) yang dialami poros. Momen

puntir rencana adalah:

Besarnya momen puntir yang dikerjakan pada poros dapat dihitung dari

Pd 60 Pd
Mp  
 2 n

30 Pd
Mp 
 n

dimana:

M p = momen puntir (N.m)

Pd = daya rencana (W)

n = putaran (rpm).

Untuk daya perencana, Pd = 1,090,000 W dan putaran, n = 300 rpm maka

momen puntirnya adalah :

66
30 Pd 30 1,090,000
Mp  =
 n 3.14 300

M p  32126.475 Nm

Dalam pemilihan bahan perlu diperhatikan beberapa hal seperti pada tabel

berikut, dan kita dapat menyesuaikan dengan yang kita butuhkan.

Tabel 4.15. Batang baja karbon yang difinis dingin (Standar JIS)

Kekuatan Kekerasan
Perlakuan Diameter
Lambang Tarik H RC
Panas (mm) HB
(N/mm2) (HRB)
(84) –
20 atau -
58 – 79 23
Dilunakkan kurang 144 –
53 – 69 (73) –
21 – 80 216
17
S35C-D
(87) –
20 atau -
Tanpa 63 – 82 25
kurang 160 –
Dilunakkan 58 – 72 (84) –
21 – 80 225
19

Tabel 4.16. Batang baja karbon yang difinis dingin (Lanjutan)

Lamba Perlaku Diamet Kekuatan Kekerasan


ng an er Tarik H RC HB
Panas (mm) (N/mm2) (HRB)
S45C-D Dilunak 20 atau 65 – 86 (89) – 27 -
kan kurang 60 – 76 (85) – 22 166 – 238
21 – 80
Tanpa 20 atau 71 – 91 12 – 30 -
Dilunak kurang 66 – 81 (90) – 24 183 – 253
kan 21 – 80
S55C-D Dilunak 20 atau 72 – 93 14 – 31 -
kan kurang 67 – 83 10 – 26 188 – 260
21 – 80
Tidak 20 atau 80 – 101 19 – 34 -
Dilunak kurang 75 – 91 16 – 30 213 – 285
kan 21- 80
(Sularso, “Dasar-dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Pradya

Pramita, Jakarta 1994)

67
Dalam pemilihan bahan perlu diketahui tegangan izinnya, yang dapat

dihitung dengan rumus:

b
τa 
Sf1  Sf2

dimana : τa = tegangan geser izin (N/mm2)

σb = kekuatan tarik bahan (N/mm2)

Sf1 = faktor keamanan yang tergantung pada jenis bahan, dimana

untuk bahan S-C besarnya : 6,0.

Sf2 = faktor keamanan yang bergantung dari bentuk poros, dimana

harganya berkisar antara 1,3 – 3,0.

Untuk Sf2 diambil sebesar 1.4 maka tegangan geser izin bahan S55C-D

(AISI 1045), maka tegangan geser izin adalah:

101
a   12.02 N / mm 2
6 x 1.4

4.5.2 Perencanaan diameter poros

Perencanaan untuk diameter poros dapat diperoleh dari rumus:

1/ 3
 5,1 
dp =  . K t . Cb . M p 
 a 

dimana : dp = diameter poros (mm)

τa = tegangan geser izin (N/mm2)

Kt = faktor koreksi tumbukan, harganya berkisar 1,5 – 3,0

68
Cb = faktor koreksi untuk terjadinya kemungkinan terjadinya beban

lentur, dalam perencanaan ini diambil 1,2-2,2 karena

diperkirakan tidak akan terjadi beban lentur

Mp = momen puntir yang ditransmisikan (Nm).

Dalam hal ini faktor koreksi tumbukan pada range 1,5 – 3,0 diambil Kt =

1,5. Dan dalam mekanisme ini beban lentur yang terjadi kemungkinan adalah

kecil karena poros adalah relatif pendek, sehingga faktor koreksi untuk beban

lentur Cb = 1,3 , dan momen puntir yang terjadi M p  32126.475 Nm,

Tabel 4.17. Perencanaan Poros Turbin

Perencanaan Diameter Poros


Daya Pd 1.008.771 watt
Putaran n 300 rpm
Diameter Poros Dp 281,91 mm
faktor koreksi fc 1.0
Momen puntir Mp 32.126,475 N/mm2
kekuatan tarik σb 101 N/mm2
Faktor keamanan sf1 6
Faktor keamanan sf2 1,40
tegangan geser terjadi τa 12,02 N/mm2
momen puntir kt 1,50
momen lentur cb 1,30
tegangan izin geser tg 0,00731 N/mm2

Hasil diameter poros yang dirancang harus diuji kekuatannya.

Pemeriksaan dapat dilakukan dengan memeriksa tegangan geser yang terjadi

akibat tegangan puntir yang dialami poros. Jika tegangan geser lebih besar dari

tegangan geser izin dari bahan tersebut, maka perancangan akan dikatakan gagal.

69
Besar tegangan geser yang timbul pada poros adalah :

16.Mp
τg =
 .d 3

dimana : τg = tegangan geser akibat momen puntir (N/mm2)

Mp = momen puntir yang ditransmisikan (Nm)

dp = diameter poros (mm)

Untuk momen puntir, M p  32,126.475 Nm, dan diameter poros,dp=

283.79 mm, maka perhitungan tegangan gesernya adalah sebagai berikut:

16  32126.475
τg = = 0.00731 N/mm2
3.14  283.79 3

Menurut hasil yang diperoleh dari perhitungan diatas, terlihat bahwa tegangan

geser yang terjadi adalah lebih kecil daripada tegangan geser yang diizinkan τg < τa

( a  12.02 / mm 2 ). Dengan hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa poros ini aman

untuk digunakan pada sproket yang dirancang untuk memindahkan daya dan putaran

yang telah ditentukan.

Gaya tangensial poros dapat dihitung dari:

 Mp 
F=
 d S 
 p f2 

dimana:

F = Gaya tangensial (N)

Mp = Momen puntir (Nm)

dp = Diameter poros (mm)

70
Sf2 = Faktor keamanan yang tergantung pada bentuk poros dimana berkisar

antara 1,3-3,0.

Kita ambil Sf2 = 1,4, Maka:

 32126.47 
F=  
 283.79 / 1,4 

= 122.29 N

Diperoleh gaya tangensial poros tersebut 122.29 N.

4.6. Perencanaan Generator

Generator berfungsi mengkonversikan energy mekanik yang ditransfer

oleh turbin melalui transmisi mekanik menjadi energi listrik. Ada dua jenis

generator yang dapat digunakan untuk PLTM, yaitu Generator Sinkron dan

generator induksi. Generator Sinkron pengunaanya sudah demikian luas pada

PLTM, sedangkan generator induksi masih baru berkembang sehingga belum

begitu luas diketahui pengoperasiannya oleh masyarakat. Didasarkan

pertimbangan tersebut maka dalam perencaanaan ini digunakan generator sinkron

dengan frekwensi 50 Hz dan Jumlah Pole (P)=12, putaran generator (n g) dapat

dihitung ;

71
Tabel 4.18 Tabel Penentuan Jumlah Kutub (pole) dan Frequenzi

Jumlah Kutub 50 ( Hz ) 60 ( Hz )
Putaran (rpm) Putaran (rpm)
6 1.000 1.200
8 750 900
10 600 720
12 500 600
14 429 514
16 375 450
18 333 400
20 300 360
24 250 300
28 214 257
32 188 225
36 167 200
40 150 180
48 125 150
56 107 129
64 94 113
72 83 100
80 75 90
88 68 82

Daya listrik yang dhasilkan dari generator dihitung berdasarkan daya turbin

(1.008 kW) dikalikan dengan faktor efisiensi transmisi dan efisiensi generator

dengan mengunakan hubungan sebagai berikut :

Direncanakan efisensi transmisi dan efisiensi generator 95% dan 90% sehingga

daya output generator adalah sebagai berikut;

72
=1008.771*0,9*095= 862.49 kW =0.862MW
Asumsikan faktor daya =0.8 , maka kVA generator dapat ditentukan

sebagai berikut yaitu;

Tabel 4.19 Hasil perhitungan Perencanaan

Perencanaan Generaort
Data Perencanaan Parameter Nilai Satnu
Daya Turbin Pt data turbin 1.008,77 kW
Putaran Generator ng ng =120.f/P 300 rpm
Efisiensi Daya yg di hasilkan generator Ef gen Pg=Pt*eft*efg 862,50 kW
Ef Transmisi Eft 95% 0,95
Ef Generator Efg 90% 0,9
Asumsi vaktor daya asumsi 0,8
kVA generator kVA kVA=Pg/0,8 1078,1243 kVA

Untuk pengontrolan tegangan output generator mengunakan AVR yang

biasanya sudah sepaket dengan generator. Selain itu pada unit generator tersebut

juga dilengkapi dengan komponen proteksi standar untuk generator. Sedangkan

pengentrolan perubahan frekwensi sebagai akibat perubahan beban dikontrol

dengan ELC (electronic load Control).

Sistim elektrikal pembangkit juga dilengkapi dengan main panel

pembangkit. Panel dilengkapi dengan CB, lampu indicator, NFB dan Fuse untuk

masing-masing cabang distribusi. Disamping itu panel juga dilengkapi alat-alat

ukur seperti : 3 buah ampermeter yang dilengkapi dengan CT, Volmeter yang

dilengkapi selector switch, frekwensimeter, kWh meter dan Hoursmeter.

Pada rumah pembangkit terdapat sistim pentanahan, yaitu pentanahan

sistim dan pentanahan penangkal petir. Tahanan pentanahan untuk sistim tidak

73
boleh lebih dari 3 ohm, sedangkan tahanan pentanahan untuk penangkal petir

tidak boleh lebih 1 ohm. Sementara komponen utamanya turbin dan generator

dibeli sesuai dengan spesifikasi diatas.

74
 Linsley, K. Ray dan Joseph B. Franzini, Teknik Sumber Daya Air (terjemahan Ir.

Djoko Sasongko, M.Sc), halaman 148 – 149, Jakarta, 1990.

 Linsley, K. Ray dan Joseph B. Franzini, Teknik Sumber Daya Air (terjemahan Ir.

Djoko Sasongko, M.Sc), halaman 143, Jakarta, 1990.

 Jurnal Amplifier Vol. 2 No.1 2012

 Arismunandar, Artono dan Susumu Kuwahara (ibid), halaman 39

 Patty, O.F, Tenaga Air, halaman 80, Jakarta, 1994. (tabel Lampiran)

 Dandekar, M.M dan K.N Sharma, Pembangkit Listrik Tenaga Air (Terjemahan D.

Bambang Setyadi), halaman 333, Jakarta, 1991.

 http://gihonmp.blogspot.com/

 Rifqi Alhdila, makalah plta program studi teknik listrik Jurusan teknik elektro

Politeknik negeri malang 2009

 Dani Aditiya, Perencanaan Turbin Cross Flow dengan Head 10 m dan Diameter Pipa

Penstock 4 1nc. Teknik Mesin FTI. ITS.

 H. Azharuddin, STUDI AWAL PERENCANAAN SISTEM MEKANIKAL DAN

KELISTRIKAN PIPA PENSTOCK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MINI-

HIDRO PADA DESA PENYANDINGAN KAB. OKU SELATAN, Jurusan Teknik

Mesin Politeknik Negeri Sriwijaya. 2010.

 Haimerl, L.A.(1960). The Cross Flow Turbine. Jerman Barat


 Bachtiar, Asep Neris. (1988). Perencanaan Turbin Air Penggerak Generator Listrik
Pedesaan. Tugas Akhir

Anda mungkin juga menyukai