Melitus 10 Tahun
Ria Fransiska
102012100
Riafransiska100@yahoo.com
Pendahuluan
Gangren Pedis Diabetikum menurut International Concensus on the Diabetic Foot
gangren ditetapkan sebagai sebuah nekrosis yang berkelanjutan dari kulit dan struktur lain
yang mendasarinya. Gangren pedis diabetikum adalah kelainan pada ekstremitas bawah yang
merupakan komplikasi kronik diabetes melitus.1,2
Kaki diabetik merupakan kombinasi arterioskierosis ke-2 tersering sesudah
arteriosklerosis pembuluh koroner, dan yang terserang pembuluh darah tungkai bawah.
Umumnya kelainan ini dikenal sebagai PVD (Peripheral Vascular Desease). Ada 3
faktor yang dapat dipandang sebagai predisposisi kerusakan jaringan pada kaki diabetik,
yaitu neuropati, angiopati, dan infeksi. Jarang sekali infeksi sebagai faktor tunggal,
tapi seringkali merupakan komplikasi iskemia maupun neuropati. Dari segi praktis maka
kaki diabetik dapat dipandang sebagai kaki iskemia ataupun kaki neuropatik.
Skenario 6
Seorang perempuan 65 tahun datang ke Poliklinik karena luka pada telapak kaki kanannya
sejak 3 minggu yang lalu.
Anamnesis
Anamnesis terdiri dari identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu dan riwayat penyakit keluarga. Dari anamnesis akan didapatkan keluhan utama dan
perjalanan penyakit, serta faktor-faktor lain yang sering membantu ditegaknya diagnosis.
Identitas : perempuan berusia 65 tahun
KU : luka pada telapak kaki kanannya sejak 3 minggu yang lalu
1
RPS : luka kena paku tapi tidak sakit dan hanya diobatin dengan cairan
antiseptic. Luka meluas, kemerahan lama-lama kehitaman, bernanah, bau busuk,
demam.
RPD : riwayat kencing manis sejak 10 tahun yang lalu dan tidak
rutin berobat
RPK
Riwayat obat
Riwayat pribadi & sosial
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pertama-tama dilihat dari keadaan umum pasien serta kesadarannya
dilanjutkan dengan pengukuran tanda-tanda vital yaitu tekanan darah, frekuensi nafas, nadi
dan suhu. Dilanjutkan dengan inspeksi dan palpasi pada daerah sekitar luka didapatkan hasil:
Keadaan umum tampak sakit sedang, CM, Tekanan darah: 140/80 mmHg, Nadi: 90x/menit,
nafas : 20x/menit, suhu 38 C
Pada status lokalis kaki kanan : luka di plantar pedis jari I, tampak kehitaman dengan bagian
tengah tampak kemerahan, pus (+), ukuran 2x2 cm, teraba hangat dari suhu sekitar, nyeri
tekan (-), pulsasi arteri kaki kanan melemah, sensitivitas kaki kanan melemah dibandingkan
dengan kaki kiri.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam
post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ),
kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis
kuman.
2
Hasil pemeriksaan yang didapatkan:
hb 12 g/dL, ht 33%, leukosit 12.300/uL, trombosit 275.000/uL, LED 55mm, GDS 344mg/dL
Working Diagnosa
Gangren pedis dextra ec diabetes melitus atau kaki diabetikum adalah kematian
jaringan yang disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah yang memberi makan (nekrosis
iskemik), yang disebabkan oleh mikroemboli aterotrombosis akibat adanya penyakit vaskular
perifir oklusi yang menyertai penderita diabetes.3,4 Gangren ini dapat diikuti oleh invasi
bakteri sehingga terjadi infeksi dan pembusukan, dan dapat terjadi di setiap bagian tubuh
terutama di bagian distal tungkai bawah. Gangren diabetikum merupakan salah satu
komplikasi menahun diabetes mellitus (DM). Komplikasi menahun ini terutama berupa
kelainan pembuluh darah yaitu aterosklerosis yang mengenai pembuluh darah kecil dan
kapiler atau mikroangiopati, maupun pembuluh darah sedang dan besar atau
makroangiopati.5
Diagnosa Banding
Aliran darah yang berkurang secara kronik dapat berdampak pada ulserasi, infeksi dan
nekrosis kulit ekstremitas. Gangguan aliran darah akan menyebabkan berkurang atau bahkan
hilangnya pulsasi pada bagian distal dari arteri yang mengalami stenosis & dapat terdengar
bruit. Pada pasien dengan iskemia berat yang terjadi secara kronis, dapat ditemukan otot-otot
yang atropi, pucat, perubahan warna sianotik, rambut-rambut halus hilang, bahkan gangren
dan nekrosis pada kaki maupun jari. Penyembuhan luka menjadi terhambat karena adanya
hambatan aliran darah & biasanya terasa nyeri.6
Etiologi
3
b. Angiopati Diabetik (Penyempitan pembuluh darah)
Pembuluh darah besar atau kecil pada penderita DM mudah menyempit dan tersumbat
oleh gumpalan darah. Apabila sumbatan terjadi di pembuluh darah sedang/ besar pada
tungkai maka tungkai akan mudah mengalami gangren diabetik yaitu luka pada kaki yang
merah kehitaman dan berbau busuk. Adapun angiopati menyebabkan asupan nutrisi, oksigen
serta antibiotik terganggu sehingga menyebabkan kulit sulit sembuh.
c. Infeksi
Infeksi sering merupakan komplikasi akibat berkurangnya aliran listrik (neoropati).
Epidemiologi
Studi epidemiologi melaporkan lebih dari satu juta amputasi pada penyandang diabetes setiap
tahun.2 Sekitar 68% penderita gangren diabetik adalah laki-laki, dan 10% penderita gangren
mengalami rekuren.8
Faktor Risiko
Identifikasi faktor risiko penting, biasanya diabetes lebih dari 10 tahun, laki-laki, kontrol gula
darah buruk, ada komplikasi kardiovaskular, retina, dan ginjal. Hal-hal yang meningkatkan
risiko antara lain neuropati perifer dengan hilangnya sensasi protektif, perubahan
biomekanik, peningkatan tekanan pada kaki, penyakit vaskular perifer (penurunan pulsasi
arteri dorsalis pedis), riwayat ulkus atau amputasi serta kelainan kuku berat.10
Patofisiologi
Ulkus kaki diabetes disebabkan tiga faktor yang sering disebut trias, yaitu: iskemi, neuropati,
dan infeksi. Kadar glukosa darah tidak terkendali akan menyebabkan komplikasi kronik
neuropati perifer berupa neuropati sensorik, motorik, dan autonom.
4
Neuropati sensorik biasanya cukup berat hingga menghilangkan sensasi proteksi yang
berakibat rentan terhadap trauma fisik dan termal, sehingga meningkatkan risiko ulkus kaki.
Sensasi propriosepsi yaitu sensasi posisi kaki juga hilang.
Neuropati autonom ditandai dengan kulit kering, tidak berkeringat, dan peningkatan
pengisian kapiler sekunder akibat pintasan arteriovenosus kulit. Hal ini mencetuskan
timbulnya fisura, kerak kulit, sehingga kaki rentan terhadap trauma minimal. Hal tersebut
juga dapat karena penimbunan sorbitol dan fruktosa yang mengakibatkan akson menghilang,
kecepatan induksi menurun, parestesia, serta menurunnya refleks otot dan atrofi otot.
Penderita diabetes juga menderita kelainan vaskular berupa iskemi. Hal ini disebabkan proses
makroangiopati dan menurunnya sirkulasi jaringan yang ditandai oleh hilang atau
berkurangnya denyut nadi arteri dorsalis pedis, arteri tibialis, dan arteri poplitea;
menyebabkan kaki menjadi atrofi, dingin, dan kuku menebal. Selanjutnya terjadi nekrosis
jaringan, sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai.
DM yang tidak terkendali akan menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia membran
basalis arteri) pembuluh darah besar dan kapiler, sehingga aliran darah jaringan tepi ke kaki
terganggu dan nekrosis yang mengakibatkan ulkus diabetikum.11 Peningkatan HbA1C
menyebabkan deformabilitas eritrosit dan pelepasan oksigen oleh eritrosit terganggu,
sehingga terjadi penyumbatan sirkulasi dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian
jaringan yang selanjutnya menjadi ulkus. Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya
reaktivitas trombosit meningkatkan agregasi eritrosit, sehingga sirkulasi darah melambat dan
5
memudahkan terbentuknya trombus (gumpalan darah) pada dinding pembuluh darah yang
akan mengganggu aliran darah ke ujung kaki.
Klasifikasi Wagner-Meggit dikembangkan pada tahun 1970-an, digunakan secara luas untuk
mengklasifikasi lesi pada kaki diabetes.
Derajat
3 Ulkus dalam disertai kelainan kulit dan abses luas yang dalam hingga
mencapai tendon dan tulang, dengan atau tanpa osteomyelitis
Manifestasi Klinis
Sering kesemutan
6
Sensasi rasa berkurang
Kulit kering
Penatalaksanaan
Terapi Farmakologis
Jika mengacu pada berbagai penelitian aterosklerosis (jantung, otak), obat seperti aspirin
yang dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk kaki DM. Namun, sampai saat ini
belum ada bukti kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna memperbaiki
patensi pembuluh darah kaki penyandang DM.12,13
Kontrol Mekanik
o Dengan cara mengistirahatkan kaki pasien dan menghindari tekanan pada daerah
luka.
o Kontrol Metabolik
o Bertujuan untuk mengatasi infeksi dan mendukung penyembuhan luka.
o Pengaturan glukosa darah pasien secara adekuat.
o Dapat dicapai melalui terapi gizi medis maupun terapi farmakologis.
o Kontrol Vaskular
o Meliputi evaluasi status vaskuler kaki.
Kontrol Luka
o Jaringan nekrotik dan pus yang ada harus dievakuasi secara adekuat dengan
nekrotomi atau debridemen.
o Luka sebaiknya ditutup dengan pembalut yang basah.
o Apabila diperlukan, tindakan amputasi harus dipertimbangkan.
o Kontrol Infeksi
o Pemberian antibiotik harus dimulai secara empiris sebelum didapatkan hasil kultur
resistensi.
o Pada luka superficial antibiotik dengan spektrum gram +
7
o Pada luka subkutan antibiotik dengan spektrum gram – atau golongan
metronidazol bila terdapat kecurigaan ke arah infeksi bakteri anaerob.
Kontrol Edukasi
o Pemilihan alas kaki yang cermat
o Pemeriksaan kaki harian untuk mendeteksi tanda alas kaki yang tidak tepat atau
trauma minor
o Menjaga kebersihan dan kelembaban kaki
o Mencegah penatalaksanaan yang tidak tepat dan menghindari perilaku yang
beresiko tinggi
o Berkonsultasi pada tenaga kesehatan apabila terjadi kelainan
Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu pencegahan kaki
diabetes dan ulkus (pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan kulit) dan pencegahan
kecacatan yang lebih parah (pencegahan sekunder dan pengelolaan ulkus/gangren diabetik).
Komplikasi
Luka timbul spontan atau karena trauma, misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri,
lecet akibat sepatu atau sandal sempit dan bahan yang keras. Luka terbuka
menimbulkan bau dari gas gangren, dapat mengakibatkan infeksi tulang
(osteomielitis).
Sepsis
Kematian
Pencegahan
Pencegahan Primer
Penyuluhan cara terjadinya kaki diabetes sangat penting, harus selalu dilakukan setiap saat.
Berbagai usaha pencegahan sesuai dengan tingkat risiko dengan melakukan pemeriksaan dini
setiap ada luka pada kaki secara mandiri ataupun ke dokter terdekat. Deformitas (stadium 2
dan 5) perlu sepatu/ alas kaki khusus agar meratakan penyebaran tekanan pada kaki.
Pencegahan Sekunder
8
Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau kondisi klaudikasio intermitten hebat, maka
tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan, diperlukan pemeriksaan
arteriografi. Untuk oklusi panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk oklusi
pendek dapat dipikirkan prosedur endovaskular. Pada keadaan sumbatan akut dapat
dilakukan tromboarterektomi. Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah
distal dapat diperbaiki, sehingga pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik.
Wound Control
Perawatan luka sejak awal harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus
secermat mungkin. Klasifikasi ulkus pedis dilakukan setelah debridement adekuat. Jaringan
nekrotik dapat menghalangi proses penyembuhan luka dengan menyediakan tempat untuk
bakteri, sehingga dibutuhkan tindakan debridement. Debridement yang baik dan adekuat akan
sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik, dengan demikian akan sangat mengurangi
produksi pus/cairan dari ulkus/gangren. Debridement dapat dilakukan dengan beberapa
metode seperti mekanikal, surgikal, enzimatik, autolisis, dan biokemis. Cara paling efektif
adalah dengan metode autolysis debridement.
Autolysis debridement adalah cara peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri dengan
syarat utama lingkungan luka harus lembap. Pada keadaan lembap, enzim proteolitik secara
selektif akan melepas jaringan nekrosis, sehingga mudah lepas dengan sendirinya atau
dibantu secara surgikal atau mekanikal. Pilihan lain dengan menggunakan maggot. Saat ini
terdapat banyak macam dressing (pembalut) yang dapat dimanfaatkan sesuai keadaan luka
dan letak luka. Dressing mengandung komponen zat penyerap, seperti carbonated dressing,
alginate dressing akan bermanfaat pada luka yang masih produktif. Hydrophilic fiber dressing
atau silver impregnated dressing bermanfaat untuk luka produktif dan terinfeksi.
Berbagai terapi topikal dapat dimanfaatkan untuk mengurangi mikroba pada luka, cairan
normal saline sebagai pembersih luka, senyawa silver sebagai bagian dari dressing. Berbagai
cara debridement non-surgikal seperti preparat enzim dapat dimanfaatkan untuk
mempercepat pembersihan jaringan nekrotik. Jika luka sudah lebih baik dan tidak terinfeksi
9
lagi, dressing seperti hydrocolloid dressing dapat dipertahankan beberapa hari. Untuk
kesembuhan luka kronik seperti luka kaki diabetes, suasana kondusif sekitar luka harus
dipertahankan. Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan
beranjak ke proses selanjutnya. Untuk menjaga suasana kondusif dapat dipakai kasa yang
dibasahi dengan normal saline. Berbagai sarana dan penemuan baru dapat dimanfaatkan
untuk wound control, seperti: dermagrafi, apligraft, growth factor, protease inhibitor, dan
sebagainya, untuk mempercepat kesembuhan luka.Terapi hiperbarik oksigen efikasinya
masih minimal.
Microbiological Control
Data pola kuman perlu diperbaiki secara berkala, umumnya didapatkan infeksi bakteri
multipel, anaerob, dan aerob. Antibiotik harus selalu sesuai dengan hasil biakan kuman dan
resistensinya. Lini pertama antibiotik spektrum luas, mencakup kuman gram negatif dan
positif (misalnya sefalosporin), dikombinasi dengan obat terhadap kuman anaerob (misalnya
metronidazole).
Pressure Control
Jika tetap dipakai untuk berjalan (menahan berat badan/weight bearing), luka selalu mendapat
tekanan, sehingga tidak akan sempat menyembuh, apalagi bila terletak di plantar seperti pada
kaki Charcot.
Berbagai cara surgikal dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka seperti:
b. Prosedur koreksi bedah seperti operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection,
Achilles tendon lengthening, partial calcanectomy.
Prognosis
Prognosis kaki diabetik bergantung pada berbagai faktor yang terlibat dalam patofisiologi,
komplikasi, dan penyakit yang menyertai. Penatalaksanaan holistik harus ditekankan untuk
menurunkan mortalitas dan morbiditas kaki diabetik.
10
Kesimpulan
Gangren pedis merupakan salah satu komplikasi kronik dari penyakit DM. Tingkat
keberhasilan pengelolaan gangren tergantung pada berat ringannya luka. Penatalaksanaan
yang cepat dan tepat dapat memperbaiki prognosis. Perlu dilakukan tindakan bedah dan
pengontrolan kadar gula darah dalam mengatasi penyakit gangren pedis.
Daftar Pustaka
1. Diabetic Foot Care. Last Up Date : 2000. Available from file : A:Diabetic Foot Care-
Diabetes.htm
2. Sutjahjo A, Pengobatan Hiperbarik Pada Kaki Diabetik dalam Makalah Kaki
Diabetik Patogenesis dan Penatalaksanaan, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang,"1997; Bl-1 1
3. Rutherford RB. Recommended standards for reports on vascular disease and its
management. In : Callow AD, Ernst CB, editors. Vascular surgery : theory and
practice. Connecticut : Appleton and Lange ; 1995 : 1145 - 59.
4. Gibbons GW, Marcaccio EJ, Habershaw GM. Management of diabetic foot. In : Callow
AD, Ernst CB, editors. Vascular surgery : theory and practice. Connecticut : Appleton
and Lange ; 1995 : 167 - 79.
5. Daugherty A, Heinecke JW. Atherosclerosis : Epidemiology and risk factors. In : Callow
AD, Ernst CB, editors. Vascular surgery : theory and practice. Connecticut : Appleton
and Lange ; 1995 : 81 - 9.
6. Antono & Ismail. Penyakit Arteri Perifer. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II:
Jakarta: FK UI; 2009
7. Desalu OO, Salawu FK, Jimoh AK, Adekoya AO, Busari OA, Olokoba AB, et al.
Diabetic foot care: Self reported knowledge and practice among patients attending three
tertiarty hospital in Nigeria. Ghana Med J. 2011; 45(2): 60-5.
8. Tjokroprawiro A. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Surabaya: Airlangga University Press;
2007.
9. Widyatmoko S, Sulistiyani, Ulum M. Hubungan perawatan kaki pasien diabetes melitus
tipe 2 dengan kejadian ulkus diabetik di RSUD Dr. Moewardi. Surakarta: Penerbit
Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2012 .p. 5.
10. Waspadji S. Kaki diabetes. In: Sudoyo, Setiyohadi, editors. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2011 .p.1961-2.
11
11. Tellechea A, Leal E, Veves A, Carvalho E. Inflammatory and angiogenic abnormalities
in diabetic wound healing: Role of neuropeptides and therapeutic perspective. The
Open Circulation and Vascular 2010;3:43-55.
12. The Journal of Diabetic Foot Complication 2012; 4(1): 2.
13. Albert M. The role of hyperbaric oxygen therapy in wound healing. Wound Care
Canada 2008;6(1):60-2.
14. Setiati S, Nafrialdi, Alwi I, Syam AF, Simadibrata M. Anamnesis dan pemeriksaan
fisik komprehensif. Jakarta: Interna Publishing; 2013 .p. 365-72.
15. Thomas J, Monaghan T. Oxford handbook of clinical examination and practical skills.
2nd ed. United Kingdom: Oxford University Press; 2014 .p. 63.
16. Suzanna N. Bahan ajar status, SOAP & RMBM (POMR). Jakarta: Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2013. p. 7-12.
17. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary DL. Panduan praktis klinis:
Prosedur di bidang ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2015 .p. 64-5.
18. Powers A. Diabetes mellitus. In: Longo, Fauci, Kasper, editors. Harrison’s principles of
internal medicine. 18th ed. USA: McGraw Hill; 2012
19. Ismiarto YD. Aspek bedah penanganan luka diabetes. In: Kariadi SHKS, Arifin AYL,
Adhiarta IGN, Permana H, Soetedjo NNM, editors. Naskah lengkap forum diabetes
nasional V. Bandung; 2011
12