Anda di halaman 1dari 7

Nama : Nuzullia Kusuma Anggia

NIM : 10214015

Prodi : S1- Keperawatan

Tugas : Komunitas III

Masalah Kesehatan jiwa Komunitas

1. Kekerasan dalam Rumah Tangga


a. Definisi
Kekerasan dalam rumah tangga (disingkat KDRT) adalah tindakan yang
dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami, istri, maupun anak yang
berdampak buruk terhadap keutuhan fisik, psikis, dan keharmonisan hubungan sesuai
yang termaktub dalam pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
b. Epidemiologi
Kekerasan dalam rumah tangga memiliki tren yang terus meningkat dari tahun
ke tahun. Data yang dipeoleh dari Jurnal Perempuan edisi ke 45, menunjukkan bahwa
dari tahun 2001 terjadi 258 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Tahun 2002
terjadi sebanyak 226 kasus, pada tahun 2003 sebanyak 272 kasus, tahun 2004 terjadi
328 kasus dan pada tahun 2005 terjadi 455 kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(Jurnal Perempuan edisi 45). Kekerasan Dalam Rumah Tangga menjadi kasus yang
tak pernah habis dibahas karena meskipun berbagai instrumen hukum, mulai dari
Internasional sampai pada tingkat nasional belum mampu menekan angka kasus
Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang terjadi.
Dari data di atas dapat kita ketahui bahwa dari tahun ke tahun Kekerasan
Dalam Rumah Tangga cenderung meningkat karena kekerasan yang dihadapai
perempuan juga meningkat. Sedangkan dari sumber yang sama didapati bahwa jenis
kekerasan yang paling sering dihadapi oleh perempuan adalah kekerasan psikis
(45,83 %).
Data Komnas Perempuan menunjukkan bahwa pada awal tahun 2004
menunjukkan peningkatan serius dalam jumlah kasus kekerasan berbasis gender yang
menimpa perempuan. Pada tahun 2001 terdapat 3.169 kasus yang dilaporkan ke
lembaga pengada layanan tersebut. Pada tahun 2002 angka itu meningkat menjadi
5.163 kasus dan tahun 2003 terdapat 5.934 kasus. Sedangkan tahun 2006, catatan dari
Ketua Komnas Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Kamala Chandrakirana,
menunjukkan kekerasan terhadap perempuan (KTP) sepanjang tahun 2006, mencapai
22.512 kasus, dan kasus terbanyak adalah Kekerasan dalam Ruah Tangga sebanyak
16.709 kasus atau 76%.
c. Undang-Undang yang Mendukung
UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga No. 23 Tahun 2004 Pasal
1 angka 1 (UU PKDRT). UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 5 Bentuk-Bentuk Kekerasan
Dalam Rumah Tangga. Kekerasan fisik menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 6.
Kekerasan psikis menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 7. Kekerasan seksual
menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 8. Penelantaran rumah tangga menurut UU
No. 23 Tahun 2004 Pasal 9.
d. Penyebab dan Dampak KDRT
Penyebab KDRT adalah:
 Laki-laki dan perempuan tidak dalam posisi yang setara.
 Masyarakat menganggap laki-laki dengan menanamkan anggapan bahwa laki-laki
harus kuat, berani serta tanpa ampun.
 KDRT dianggap bukan sebagai permasalahan sosial, tetapi persoalan pribadi
terhadap relasi suami istri.
 Pemahaman keliru terhadap ajaran agama, sehingga timbul anggapan bahwa laki-
laki boleh menguasai perempuan
Dampak KDRT :
 Kekerasan fisik langsung atau tidak langsung dapat mengakibatkan istri
menderita rasa sakit fisik dikarenakan luka sebagai akibat tindakan kekerasan
tersebut.
 Kekerasan seksual dapat mengakibatkan turun atau bahkan hilangnya gairah seks,
karena istri menjadi ketakutan dan tidak bisa merespon secara normal ajakan
berhubungan seks.
 Kekerasan psikologis dapat berdampak istri merasa tertekan, shock, trauma, rasa
takut, marah, emosi tinggi dan meledak-ledak, kuper, serta depresi yang
mendalam.
 Kekerasan ekonomi mengakibatkan terbatasinya pemenuhan kebutuhan sehari-
hari yang diperlukan istri dan anak-anaknya.
2. Anak Putus Sekolah
a. Definisi
Putus sekolah adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari suatu lembaga
pendidikan tempat dia belajar. Artinya adalah terlantarnya anak darimsebuah
lembaga pendidikan formal, yang disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya
kondisi ekonomi keluarga yang tidak memadai (Musfiqon,2007:19).
b. Epidemiologi
Berdasarkan data direktorat edukasi kesetaraan depdiknas tahun 2005 kemudian di
Indonesia terdaftar jumlah pelajar SLTP yang putus sekolah ialah sebanyak
1.000.746 siswa/siswi, sementara pelajar SLTA yang putus sekolah ialah sebanyak
151.976. jumlah alumni SLTA yang tidak melanjutkan edukasi keperguruan tinggi
pada tahun itu tercatat sejumlah 691.361 siswa/ siswi. Laporan Organisai Buruh
Internasional (ILO) tahun 2005 mengaku bahwa sejumlah 4,18 juta anak umur
sekolah di Indonesia tidak bersekolah dan sebagainya menjadi “pekerja anak”
perwakilan ILO di Indonesia mengaku bahwa banyaknya anak putus sekolah dan
menjadi pekerja anak diakibatkan karena ongkos pendidikan di Indonesia masih
dirasakan terlalu mahal dan tak tercapai oleh beberapa kalangan masyarakat. Angka
partisipasi kasar (APK) program mesti belajar 9 tahun yang diluncurkan Depdiknas
menunjukan baru menjangkau 88,68% dari target 95% partisipasi anak umur sekolah
yang diharapkan.
c. Undang-Undang yang Mendukung
Landasan hukum kependidikan di Indonesia sesuai dengan tata urutan perundang-
undangan terdiri dari sebagai berikut:
 UUD 1945 pasal 31 dan 32. Pasal 31 ayat 1 berbunyi: Tiap-tiap warga negara
berhak mendapat pengajaran. Ayat 2 berbunyi: Setiap warga negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Pasal 31 ayat 3
berbunyi: Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional.
 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
adalah sebagai induk peraturan perundang-undangan pendidikan.
 Undang-undang RI Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen.
Otonomi kampus menuju universitas bertaraf dunia ini berdasarkan sebagai
berikut.
d. Dampak dan Penyebab Anak Putus Sekolah
Sebagaimana menurut Baharuddin (1982), faktor yang menyebabkan terjadinya putus
sekolah adalah :
 Faktor kependudukan
 Faktor ledakan usia sekolah
 Faktor biaya (ekonomi)
 Faktor kemiskinan
 Faktor sarana
 Faktor sekolah
 Faktor I.Q (Intelegensi)
 Faktor mentalitet anak didik
Dampak Anak Putus Sekolah :
 Wawasan/ilmu pengesahuan yang dimiliki oleh anak sangat minim
 Masa depan anak tidak jelas
 Ini juga bisa menyebabkan banyaknya pengangguran di masa mendatang
 Di masa mendatang anak ini cenderung berpikiran lebih mentingkan adat/budaya
daripada pendidikan, seperti halnya orang tuanya.
3. Masalah Anak Jalanan
a. Definisi
Departemen Sosial RI mendefinisikan, “anak jalanan adalah anak yang
sebagian besar menghabiskan waktunyauntuk mencari nafkah atau berkeliaran di
jalanan atau tempat-tempat lainnya”.
UNICEF memberikan batasan tentang anak jalanan, yaitu : Street child are
those who have abandoned their homes, school and immediate communities before
they are sixteen years of age, and have drifted into a nomadic street life (anak jalanan
merupakan anak-anak berumur dibawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari
keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat terdekatnya, larut dalam kehidupan
yang berpindah-pindah di jalan raya (H.A Soedijar, 1988 : 16).
b. Epidemiologi
Fenomena masalah anak jalanan merupakan isu global yang telah mencapai
titik yang mengkhawatirkan. Jumlah anak jalanan bertambah setiap hari dan
mempunyai prevalensi yang cukup tinggi di negara – negara yang miskin dan
berkembang terutamanya di benua Latin Amerika, Asia dan Afrika. Sampai pada
detik ini, jumlah anak jalanan yang pasti di seluruh dunia masih tidak diketahui lagi,
tetapi UNICEF (2003) mengestimasi bahwa ada sekurangnya sekitar 100 juta orang.
Publikasi artikel oleh Railway Children (2009), menunjukkan India mempunyai
jumlah anak jalanan yang paling banyak di dunia ini dengan mencatatkan jumlah
sekurangnya 11juta orang. Berdasarkan kepada stastistik yang dikumpul,
dianggarkan terdapat sekitar 170,000 orang anak jalanan di Indonesia (
Irwanto,1999).
c. Undang-Undang yang Mendukung
Sampai saat ini istilah “Anak Jalanan” belum tercantum dalam Undang-
Undang apapun. Akan tetapi kita dapat mengkaji hal tersebut melalui beberapa UU
yang menyangkut tentang anak-anak terlantar. Pasal 34 UUD45 menyebutkan “Fakir
miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara”
d. Dampak dan Penyebab
Faktor-faktor penyebab terjadinya anak jalanan ini bisa digolongkan menjadi dua,
yaitu :
a) Faktor Internal
Faktor internal yang menyebabkan terjadinya anak jalanan diantaranya adalah:
 Sifat malas dan tidak mau bekerja.
 Adanya cacat-cacat yang bersifat biologis- psikologis.
 Tidak ada kegemaran.
 Ketidakmampuan penyesuaian diri terhadap perubahan lingkungan yang baik
dan kreatif.
 Impian Kebebasan Berbagai masalah yang dihadapi anak didalam keluarga
dapat menimbulkan pemberotakan didalam dirinya dan berusaha mencari
jalan keluar.
 Ingin memiliki uang sendiri Berbeda dengan faktor dorongan dari orang tua
b) Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya anak jalanan diantaranya adalah:
 Dorongan Keluarga Keluarga.
 Pengaruh Teman.
 Kekerasan dalam keluarga
Dampak Dari Adanya Anak Jalanan :

 Menjadikan suasana lingkungan tampak kumuh.


 Menjadi salah satu masalah social.
 Masa depan dari anak jalanan makin suram.
 Semakin bertambahnya angka anak yang putus sekolah

4. Kasus Kriminalitas Anak remaja


a. Definisi
Anak/remaja Nakal atau kriminal dianggap sebagai anak maladaptive yaitu anak
yang tidak dapat melakukan perilaku yang sesuai dengan nilai dan norma sosial.
b. Epidemiologi
Data Direktorat Jenderal Kemasyarakatan Dephukham dan komnas
pelindungan anak (PA) menujukan bahwa pada tahun 2005 di Indonesia terdapat
2.179 tahanan anak dan 802 narapidana anak, 7 diantaranya anak perempuan. Tahun
2006 angkanya menjadi 4.130 tahanan anak serta 1.325 narapidana anak, dimana 34
diantaranya adalah anak perempuan. Menurut survey Komnas PA penyebab anak
masuk LP Anak adalah 40% karena terlibat kasus Narkoba (Napza), 20% karena
perjudian sedangkan sisanya karena kasus lain-lain. Kira-kira 20% tindak kekerasan
seksual pada tahun 2006 pelakunya adalah anak remaja, 72% anak remaja pelaku
kekerasan seksual mengaku terinspirasi Tayangan TV, setelah membaca media cetak
porno dan nonton film porno. Laporan Komnas PA menyatakan bahwa 50-70% anak
terlibat dalam tindak pidana kriminalitas lalu di vonis penjara dan masuk LP Anak
justru perilakunya menjadi lebih jelek dan menjadi residivis dikemudian hari.
c. Undang-Undang yang Mendukung
Kejahatan yang dilakukan anak di usia di bawah 18 tahun di sebut sebagai
kenakalan, sedangkan bagi kejahatan yang dilakukan sama anak yang usianya di atas
18 tahun disebut sebagai kejahatan, hal ini berdasarkan pada Undang-undang No.23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 1.
Undang-undang lainnya yang mengatur masalah kenakalan remaja
berdasarkan pada sumber fakultashukum-universitaspanjisakti.com, ada banyak
sekali jumlahnya, contoh lain selain yang udah disebutkan tadi adalah telah
dipertegas bahwa penyidikan terhadap perkara anak nakal dilakukan oleh penyidik
Polri dengan dasar hukum Pasal 26 ayat (1) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak dan yang pokok masalahnya menyebutkan bahwa 'penyidikan
terhadap perkara anak dilakukan oleh penyidik yang ditetapkan berdasarkan Surat
Keputusan Kepala Kepolisian RI atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kapolri'
d. Dampak Dan Penyebab Kriminalitas Anak Remaja
Faktor-faktor penyebab munculnya kenakalan remaja:
 Kurangnya sosialisasi dari orangtua ke anak mengenai nilai-nilai moral dan
sosial.
 Contoh perilaku yang ditampilkan orangtua (modeling) di rumah terhadap
perilaku dan nilai-nilai anti-sosial.
 Kurangnya pengawasan terhadap anak (baik aktivitas, pertemanan di sekolah
ataupun di luar sekolah, dan lainnya).
 Kurangnya disiplin yang diterapkan orangtua pada anak.
 Rendahnya kualitas hubungan orangtua-anak.
 Tingginya konflik dan perilaku agresif yang terjadi dalam lingkungan keluarga.
 Kemiskinan dan kekerasan dalam lingkungan keluarga.
 Anak tinggal jauh dari orangtua dan tidak ada pengawasan dari figur otoritas lain.
 Perbedaan budaya tempat tinggal anak, misalnya pindah ke kota lain atau
lingkungan baru.
 Adanya saudara kandung atau tiri yang menggunakan obat-obat terlarang atau
melakukan kenakalan remaja.

Anda mungkin juga menyukai