Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bioteknologi memiliki sejarah panjang yang mencakup praktik-praktik terdahulu


seperti pembiakan selektif hewan ternak dan penggunaan mikrooganisme untuk membuat
anggur dan keju. Kini bioteknologi juga mencakup rekayasa genetik (Genetic engineering),
manipulasi langsung gen demi tujuan praktis. Rekayasa genetik telah melancarkan sebuah
revolusi dalam bioteknologi, sehingga sangat mengembangkan lingkup potensi aplikasi
bioteknologi.

Pada tahun 1995, sebuah pencapaian ilmiah besar diumumkan. Untuk pertama kali,
para peneliti telah menyeksuekensing seluruh genom dari salah satu spesies organisme yang
hidup bebas, bakteri Haemophilus influenza. Berita ini membuat komunitas sains terperanjat
hanya sedikit di antara mereka yang berani bermimpi bahwa hanya 12 tahun sesudah itu,
sekensing genom untuk lebih dari 2.000 spesies tengah dilakukan. Pada 2007, para peneliti
telah selesai menyekuensing ratusan genom prokariota dan lusinan genom eukariota,
termasuk sekitar 3 miliar pasang basa genom manusia.

Pada dasarnya pencapaian ini dimungkinkan oleh kemajuan teknologi DNA, metode
untuk mengolah dan memanipulasi DNA yang mulai berkembang pada 1970-an. Salah satu
keberhasilan penting adalah penemuan teknik untuk membuat DNA rekombinan
(Recombinant DNA). Pada makalah ini mempelajari mengenai analisis teknologi DNA
rekombinan yang digunakan untuk menganalisis DNA hasil rekombinasi.

1.2. Tujuan
Tujuan dari perumusan dan pembahasan makalah ini adalah untuk mengetahui
analisis apa yang diterapkan pada teknologi DNA Rekombinan.

1.3. Rumusan Masalah


a) Apa itu teknologi DNA Rekombinan?
b) Apa saja analisis yang digunakan dalam teknologi DNA Rekombinan?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian
DNA rekombinan adalah Teknologi DNA Rekombinan merupakan kumpulan teknik
atau metode yang digunakan untuk mengkombinasikan gen-gen secara buatan.. Teknik-
teknik tersebut meliputi :
1. Teknik untuk mengisolasi DNA.
2. Teknik untuk memotong DNA.
3. Teknik untuk menggabungkan atau menyambung DNA.
4. Teknik untuk memasukkan DNA ke dalam sel hidup.

Kumpulan teknik-teknik atau metode-metode yang telah dikembangkan oleh para


ilmuwan telah memungkinkan bagi kita untuk mengisolasi DNA dari berbagai organisme,
menggabungkan DNA yang berasal dari organisme yang berbeda sehingga terbentuk
kombinasi DNA (DNA Rekombinan), memasukkan DNA rekombinan ke dalam sel
organisme prokariot maupun eukariot hingga DNA rekombinan tersebut dapat bereplikasi
dan bahkan dapat diekspresikan.

2.2. Prinsip-prinsip Teknologi DNA Rekombinan


Dasar pemikiran yang melandasi rekayasa genetika adalah bahwa gen merupakan
segmen DNA yang mengendalikan proses metabolisme di dalam jasad hidup aliran informasi
genetik ini dari DNA ke mRNA dan kemudian ke protein. Dogma inilah yang mendasari
biologi modern dalam mengembangkan rekayasa Genetika sebagai titik sentral bioteknologi
modern.
Rekayasa genetika merupakan salah satu usaha untuk memanipulasikan pewarisan
sifat suatu organisme. Teknik baru untuk memanipulasikan pewarisan sifat adalah DNA
rekombinan. Prinsip-prinsip DNA rekombinan meliputi:

1. Perangkat Teknologi DNA Rekombinan


Perangkat yang digunakan dalam teknologi DNA rekombinan adalah perangkat-
perangkat yang ada pada bakteri. Perangkat tersebut antara lain adalah : enzim
restriksi, enzim DNA ligase, Plasmid, transposon, pustaka genom, enzim transkripsi
balik, pelacak DNA/RNA.
a. Enzim Restriksi
Enzim restriksi digunakan untuk memotong DNA. Pada tahun 1960, Werner
Arber & Hamilton Smith menemukan enzim dari mikroba yang dapat memotong
DNA utas ganda. Enzim tersebut sekarang dikenal dengan nama enzim restriksi
atau endonuklease restriksi. Enzim tersebut mengenal dan memotong DNA pada
sekuens spesifik yang panjangnya 4 sampai dengan 6 pasang basa.
Enzim tersebut sekarang dikenal dengan nama enzim restirksi atau enzim
endonuklease restriksi. Secara alami, bakteri menghasilkan enzim restriksi untuk
menghancurkan DNA fage yang menginfeksinya (yang masuk ke dalam sel
bakteri). Sampai saat ini sudah banyak jenis enzim restriksi yang telah di temukan
dan diisolasi dari berbagai spesies bakteri.
Nama setiap enzim restriksi diawali dengan tiga huruf yang menyatakan nama
bakteri yang menghasilkan enzim tersebut. Setiap enzim restriksi mengenal
sekuens dan situs pemotongan yang khas. Enzim restriksi memotong DNA bukan
pada sembarang tempat, tetapi memotong DNA pada bagian tertentu. Bagian
pada DNA yang dikenai aksi pemotongan oleh enzim restriksi ini dinamakan
sekuens pengenal. Suatu sekuens pengenal adalah urutan nukleutida (urutan basa)
tertentu yang di kenal oleh enzim restriksi sebagai tempat atau bagian yang akan
dipotongnya.
Salah satu contoh enzim restriksi ini adalah enzim EcoRI yang telah diisolasi
pertama kali oleh Hobert Boyer pada tahun 1969 dari bakteri Escherichia coli.
Enzim EcoRI memotong DNA pada bagian yang urutan basanya adalah
GAATTC (sekuens pengenal bagi EcoRI adalah GAATTC). Di dalam sekuens
pengenal tersebut, enzim EcoRI memotongnya tidak pada sembarang situs tetapi
hanya memotong pada bagian atau situs antara G dan A.
Pada DNA utas ganda, sekuens GAATTC ini akan berpasangan dengan
sekuens yang sama tetapi berlawanan arah. Enzim EcoRI ini memotong setiap
utas dari utas ganda tersebut pada bagian antara G dan A. Sebagai akibatnya,
potongan-potongan atau fragmen-fragmen DNA utas ganda yang dihasilkan akan
memilih ujung berutas tunggal. Ujung seperti ini yang dikenal dengan istilah
sticky ends atau cohesive ends.
Pengklonaan gen dan rekayasa genetic mengandalkan penggunaan enzim-
enzim yang memotong molekul DNA pada lokasi yang spesifik dalam jumlah
terbatas. Enzim-enzim ini, disebut endonuklease restriksi, atau enzim restriksi
(restriction enzyme), ditemukan pada bakteri. Enzim restriksi melindungi sel
bakteri dengan cara memotong-motong DNA asing dari organisme lain atau fag.
Ratusan enzim restriksi yang berbeda telah diidentifikasi dan diisolasi. Setiap
Enzim restriksi bersifat sangat spesifik, mengenali sekuens DNA pendek tertentu,
atau situs restriksi (retriction site), dan memotong kedua untai DNA pada titik-
titik yang sangat spesifik di dalam situs restriksi. DNA sel bakteri dilindungi dari
enzim restriksi sel itu sendiri oleh penambahan gugus metal (-CH3) ke adenine
atau sitosin di dalam sekuens yang dikenali oleh enzim. Bagian gambar
mengilustrasikan sebuah situs restriksi yang dikenali oleh sejenis enzim restriksi
tertentu dari E.coli. Seperti yang ditunjukkan dalam contoh, kebanyakan situs
restriksi bersifat simetris. Dengan kata lain, enzim restriksi memotong-motong
DNA dengan cara yang dapat diulang kembali.
Enzim-enzim restriksi yang paling berguna akan memotong tulang punggung
gula fosfat dikedua untai DNA secara tidak merata, seperti yang diindikasikan
pada gambar. Fragmen restriksi berutai-ganda yang dihasilkan setidaknya
memiliki satu ujung beruntai-tunggal. disebut ujung lengket (styky end).
Penjuluran-penjuluran pendek ini dapat membentuk pasangan basa berikatan
hydrogen dengan ujung lengket yang komplementer pada molekul DNA lain yang
dipotong dengan enzim yang sama. Sambungan yang terbentuk dengan cara ini
hanyalah sementara, Namun dapat dibuat permanen dengan enzim DNA ligase.
Seperti yang telah dipelajari bahwa enzim ini mengatalisis pembentukan ikatan-
ikatan kovalen yang menyambungkan tulang punggung gula-fosfat dari untai
DNA. Misalnya, DNA ligase menggabung-gabungkan fragmen-fragmen Okazaki
saat replikasi. Anda bisa melihat di bagian bawah gambar. Bahwa penggabungan
DNA yang dikatalisis oleh ligase dari dua sumber yang berbeda akan
menghasilkan molekul DNA rekombinan yang stabil.
b. Enzim Ligase
Enzim DNA ligase digunakan untuk menyambung DNA. Pada tahun 1972,
David Jackson, Robert Simon, dan Paul Berg melaporkan bahwa mereka berhasil
membuat molekul DNA rekombinan. Mereka berhasil menggabungkan fragmen-
frgemen DNA dengan cara memasangkan (anneal) ujung sticky ends dari satu
fragmen dengan ujung sticky ends fragmen lainnya, kemudian menyambungkan
enzim DNA ligase. Keberhasilan membuat DNA rekombinan ini terjadi tidak
lama setelah enzim restriksi ditemukan dan diisolasi pertama kali dari E-coli oleh
Herbert Boyer yaitu pada tahun 1969.
Di dalam sel fungsinya adalah untuk mereparasi tempat putusnya untai tunggal
“diskontinuitas” yang terjadi pada molekul DNA untai ganda yang mungkin
terjadi pada waktu replikasi DNA. Ligase DNA dari kebanyakan organisme juga
akan menyambungkan dua fragmen DNA untai ganda.

c. Plasmid
Plasmid digunakan sebagai vektor untuk mengklonkan gen atau
mengklonkan fragmen DNA atau mengubah sifat bakteri. Pada umunya bakteri
mempunyai satu kromosom. Kromosom bakteri berupa DNA sirkular atau DNA
yang berbentuk lingkaran. Di samping memiliki satu kromosom, berbagai jenis
bakteri juga memiliki DNA sirkular lainnya yang ukurannya jauh lebih kecil dari
pada DNA kromosomnya. DNA sirkular selain kromosom yang terdapat pada
bakteri dinamakan plasmid. Jadi, plamid merupakan DNA bakteri yang terpisah
dari kromosom bakteri. Plasmid dapat bereplikasi sendiri. Plasmid juga
mengandung berbagai gen. Jenis, jumlah jenis, dan Jumlah tiap jenis (copy)
plasmid bervariasi antar sel. Bahkan antar sel dalam satu spesies bakteri.
Salah satu contoh plasmid yang telah lama digunakan sebagai vector untuk
mangklon gen adalah plasmid pBR322. Plasmid pBR322 ini mengandung gen
penyandi resistensi terhadap ampisilin dan tetrasiklin.
Karakteristik Plasmid meliputi:
1) DNA untai ganda
2) Berbentuk Lingkaran
3) Bersalinan Tinggi
4) Berukuran Kecil (Mudah di manipulasi)
5) Dapat Bereplikasi sendiri di dalam sel
6) Dapat disisipi DNA asing (DNA sisipan)
7) Ada dua gen marker yaitu: untuk mendeteksi adanya vector dan untuk
mendeteksi adanya DNA sisipan.

d. Transposon
Transposon digunakan sebagai alat untuk melakukan mutagenesis dan untuk
menyisipkan penanda. Keberhasilan para ahli dalam melakukan rekayasa
genetika terhadap berbagai organisme tidak lepas dari peranan transposon.
Transposon atau elemen loncat mula-mula ditemukan oleh Barbara McClintock.
Untuk sampai pada penemuan tentang adanya transposon.
Barbara McClintock mempelajari mengapa ada biji jagung yang warnanya
tidak seragam sehingga nampak kuning dengan bercak-bercak coklat. Pola
bercaknya tidak teratur. Biji yang satu dengan biji lainnya juga berbeda pola
bercaknya. Dengan melakukan persilangan-persilangan antar tanaman jagung
yang berbeda warna bijinya, akhirnya Barbara McClintock menemukan bahwa
ketidak-seragaman atau variasi warna biji jagung disebabkan oleh adanya bagian
dari kromosom yang berpindah-pindah. Bagian dari kromosom tersebut pindah
dari satu tempat ketempat lain pada kromosom yang sama atau pindah dari satu
kromosom ke kromosom lainnya. Bagian dari kromosom yang dapat berpindah
tersebut dinamakan transposon.

2. Bakteri Klon
Transfer DNA atau perpindahan DNA ke dalam bakteri dapat melalui tiga cara
konjugasi, transformasi, dan transduksi. DNA yang masuk ke dalam sel bakteri
selanjutnya dapat berintegrasi dengan DNA atau kromosom bakteri sehingga
terbentuk kromosom rekombinan.
a) Konjugasi
Konjugasi merupakan perpindahan DNA dari satu sel (sel donor) ke dalam sel
bakteri lainnya sel (resipien) melalui kontak fisik antara kedua sel. Sel donor
(sel jantan) memasukkan sebagian DNA–nya kedalam sel resipien (sel betina).
Transfer DNA ini melalui pili seks yang dimiliki oleh sel jantan. Sel betina
tidak memiliki pili seks. DNA dari sel jantan berpindah ke dalam sel betina
secara replikatif. Oleh karena itu, setelah proses konjugasi selesai, sel jantan
tidak kehilangan DNA. Setelah konjugasi selesai kedua sel berpisah kembali
dan jumlah sel tidak bertambah (setelah konjugasi tidak dihasilkan anak sel).
Oleh karena itu, proses konjugasi ini disebut juga sebagai proses atau
mekanisme seksual yang tidak reproduktif.

b) Transformasi
Transformasi, merupakan pengambilan DNA oleh bakteri dari lingkungan di
sekelilingnya. DNA yang berada disekitar bakteri (DNA asing) dapat berupa
potongan DNA atau fragmen DNA yang berasal dari sel bekteri lainnya atau dari
organisme lainnya. Masuknya DNA dari lingkungan kedalam sel bakteri ini dapat
terjadi secara alami. Fenomena transformasi ini telah diamati oleh Griffith (1928)
dan kelompok Avery (1944).Griffith (1928) telah menemukan bahwa starin
bakteri yang tidak virulen (starin yang penampilan koloninya kasar) dapat
berubah sifatnya menjadi strain yang virulen (penampilan koloninya halus).
Perubahan sifat ini disebabkan sel-sel bakteri strain virulen (strain halus) yang
telah dimatikan.
Very, McCleod, dan McCarty (1944) menemukan bahwa perubahan sifat atau
transformasi dari bakteri kasar menjadi bakteri halus atau perubahan dari tidak
virulen menjadi virulen tersebut disebabkan oleh adanya DNA dari sel bakteri
halus yang masuk ke dalam sel bakteri kasar.
Berdasarkan pada mekanisme transformasi alami ini, kita dapat melakukan
transformasi bakteri secara buatan. Dengan perlakuan tertentu, kita dapat
memasukkan potongan DNA ke dalam sel bakteri. Prinsipnya sederhana yaitu
mencampurkan sel-sel bakteri hidup dengan potongan DNA tertentu di dalam
tabung reaksi. Beberapa waktu kemudian kita dapat menyeleksi sel-sel bakteri
yang sudah mengandung potongan DNA tertentu tersebut.

c) Transduksi
Transduksi adalah cara pemindahan DNA dari satu sel ke dalam sel lainnya
melalui perantaraan fage. Beberapa jenis virus berkembang biak di dalam sel
bakteri. Virus-virus yang inangnya adalah bakteri seringkali di sebut bakteriofage
atau fage. Pada waktu fage menginfeksi bakteri, fage memasukkan DNA-nya ke
dalam bakteri. DNA fage ini kemudian bereplikasi di dalam sel bakteri atau
berintegrasi dengan kromosom bakteri (ingat siklus hidup fage:siklus litik dan
siklus lisogenik). Pada waktu DNA fage dikemas di dalam pembungkusnya untuk
membentuk partikel fage-fage baru. DNA fage tersebut dapat membawa sebagian
dari DNA bakteri lainnya, maka fage akan memasukkan DNA-nya yang
mengandung sebagian dari DNA bakteri inangnya yang sebelumya. Dengan
demikian, fage tidak hanya juga memasukkan DNA dari sel bakteri lainnya yang
ikut terbawa pada DNA fage. Jadi, secara alami fage memindahkan DNA dari
satu sel bakteri ke sel bakteri lainnya.
2.3. Tahapan DNA Rekombinan
Tahapan dalam mengklonkan gen meliputi: Isolasi DNA, pemotongan plasmid,
menyisipkan gen atau fragmen DNA, memasukkan DNA kedalam sel bakteri (transformasi),
seleksi klon bakteri yang benar yaitu bakteri yang mengandung plasmid rekombinan.
1. Isolasi DNA
Isolasi DNA diawali dengan melakukan perusakan serta penghilangan dinding
sel. Dalam proses ini dapat dilakukan secara mekanis ataupun dengan cara enzimatis.
Setelah perusakan sel telah dilakukan, langkah selanjutnya adalah pelisisan sel hal ini
dapat dilakukan dengan menggunakan buffer nonosmotik, serta deterjen yang kuat
seperti triton X-100 atau dengan sodium dodesil sulfat (SDS). Remukan sel yang
diakibatkan oleh lisisnya sel dibuang dengan melakukan sentrifugasi sehingga bisa
dibedakan antara bagian yang rusak serta organel target.
Yang pada akhirnya didapatkan DNA yang nantinya dilakukan pemurnian dengan
penambahan amonium asetat dan alkohol. Teknik isolasi DNA ini dapat diaplikasikan
untuk DNA genomiK maupun DNA vektor, khususnya plasmid. Plasmid pada
umumnya berada dalam struktur tersier yang sangat kuat atau dikatakan mempunyai
bentuk covalently closed circular sedangkan DNA kromosom ikatan antara kedua
untaiannya lebih longgar.
Hal ini akan menyebabkan DNA plasmid lebih rentan terhadap terjadinya
denaturasi protein apabila dibandingkan dengan DNA kromosom. Tahap kedua dalam
kloning gen adalah pemotongan molekul DNA, baik genomik maupun plasmid.
Perkembangan teknik pemotongan DNA berawal dari saat ditemukannya sistem
restriksi dan modifikasi DNA pada bakteri E. coli, yang berkaitan dengan infeksi virus
atau bakteriofag lambda. Virus l digunakan untuk menginfeksi dua strain E. coli, yakni
strain K dan C. Jika l yang telah menginfeksi strain C diisolasi dari strain tersebut dan
kemudian digunakan untuk mereinfeksi strain C, maka akan diperoleh l progeni
(keturunan) yang lebih kurang sama banyaknya dengan jumlah yang diperoleh dari
infeksi pertama.

3. Pemotongan Plasmid
Selanjutnya adalah pemotongan DNA dengan menggunakan enzim restriksi
endonuklease. Pemutusan ini dilakukan di dalam strain tertentu yang bertujuan untuk
mencegah agar tidak merusak DNA. Selain itu strain tersebut juga mempunyai suatu
sistem modifikasi yang menyebabkan pemutusan basa pada urutan tertentu yang
merupakan recognition sites bagi enzim restriksi tersebut. Pemotongan DNA genomik
dan DNA vektor dengan menggunakan enzim restriksi ini harus menghasilkan ujung-
ujung potongan yang kompatibel dalam arti setiap fragmen DNAnya harus dapat
disambungkan dengan DNA vektor yang sudah berbentuk linier.
Pada tahap pemotongan plasmid biasanya jenis plasmid yang digunakan yaitu.
Plasmid pBR322. Pertama Plasmid di potong di dalam tabung reaksi menggunakan
enzim restriksi PstI maka pBR322 akan terpotong atau terbuka pada bagian gen ampR.
Kedua menyisipkan gen atau fragmen DNA. Bila pBR322 yang sudah terbuka
lingkarannya di campur dengan potongan DNA asing dan kemudian ditambahkan
enzim DNA ligase, maka kemungkinan hasilnya adalah berupa campuran yang berisi:
a) Plasmid pBR322 yang tersambung kembali atau membentuk lingkaran lagi
seperti semula.
b) Plasmid rekombinan yaitu pBR322 yang telah disisipi oleh DNA asing.

4. Memasukkan DNA
Tahap penyambungan DNA terdapat beberapa cara, yaitu penyambungan dengan
menggunakan enzim DNA ligase dari bakteri, penyambungan dengan menggunakan
DNA ligase dari sel E. coli yang telah diinfeksi dengan bakteriofag T4 atau sering
disebut dengan enzim T4 ligase. Serta dengan pemberian enzim deoksinukleotidil
transferase untuk menyintesis untai tunggal homopolimerik 3’. Dengan untai tunggal
semacam ini akan diperoleh ujung lengket buatan, yang selanjutnya dapat diligasi
menggunakan DNA ligase. Aktivitas enzim ini berada pada suhu 37 °C. Namun, proses
penyambungan biasa dilakukan pada suhu 4 dan 15°C.
Pada bakteri memasukkan DNA kedalam sel, kedua bentuk plasmid kemudian
dicampurkan dengan kumpulan sel-sel bakteri hidup yang tidak mempunyai plasmid.
Kemungkinan hasilnya berupa campuran yang berisi:
a) Sel bakteri yang mendapatkan plasmid pBR322 tanpa sisipan
b) Sel yang mendapatkan plasmid rekombinan (pBR322 yang telah disisipi DNA
asing
c) Sel bakteri yang tidak mengandung (tidak dimasuki) plasmid.

5. Analisa Terhadap Hasil Pemotongan DNA.


Tahap berikutnya adalah analisa terhadap hasil pemotongan DNA genomik dan
DNA vektor serta analisis hasil ligasi molekul-molekul DNA dengan menggunakan
teknik elektroforesis. Hasil dari penyambungan ini dimasukkan ke dalam sel inang agar
dapat diperbanyak dengan cepat. Dalam hal ini pada campuran reaksi tersebut selain
terdapat molekul DNA rekombinan, juga ada sejumlah fragmen DNA genomik dan
DNA plasmid yang tidak terligasi satu sama lain. Tahap memasukkan campuran reaksi
ligasi ke dalam sel inang ini dinamakan transformasi. Sehingga diharapkan sel inang
mengalami perubahan sifat tertentu setelah dimasuki molekul DNA rekombinan.

6. Seleksi Klon Bakteri


Seleksi klon bakteri yang benar yaitu bakteri yang mengandung plasmid
rekombinan. Dalam contoh ini, seleksi dilakukan dengan menggunakan media tumbuh
bakteri yang mengandung antibiotik. Sel yang tidak mengandung ampisilin maupun
tetrasiklin. Sel bakteri yang mengandung plasmid tanpa sisipan (pBR322 semula)
tumbuh pada media yang mengandung tetrasiklin tetapi tidak tumbuh pada media yang
mengandung ampisilin karena gen ampR disisipi DNA asing sehingga tidak berfungsi.
Dalam teknis pelaksanaannya, cairan suspensi dalam pekerjaan tranformasi
(campuran antara bakteri, plasmid, dan DNA asing yang telah diperlakukan dalam
rangka transformasi) disebarkan pada media yang mengandung tetrasiklin. Koloni
bakteri yang tumbuh adalah koloni Sel 1 dan koloni Sel 2 (koloni adalah sekumpulan
sel yang sama yang semula berasal dari satu sel). Sel bakteri yang tidak mengandung
plasmid tidak mampu tumbuh. Masing-masing koloni yang tumbuh pada
media+tetrasiklin kemudian dipindahkan pada media+ampisilin adalah koloni yang
diinginkan (sel-sel bakterinya mengandung plasmid rekombinan).
Contoh plasmid lainnya yang telah lama digunakan sebagai vektor untuk
mengklonkan gen adalah plasmid pUC118 dan pUC119. Plasmid ini merupakan
pengembangan dari pBR322. Plasmid pUC118 dan pUC119 mengandung gen lacZ
yang menyandikan enzim b-galactosidase. Pada lacZ terdapat daerah yang disebut
daerah polikloning.
Pada daerah polikloning ini terdapat banyak situs restriksi dari berbagai enzim
restriksi. Dalam hal ini, kita dapat menggunakan berbagai enzim restriksi untuk
memotong pUC118 atau pUC119 pada bagian lacZ. Dengan demikian kita dapat
menyisipkan DNA asing pada bagian lacZ. Bila gen lacZ disisipi oleh DNA asing maka
gen lacZ tersebut tidak berfungsi (tidak menghasilkan β-galactosidase). Bila kita
menggunakan pUC118 atau pUC119 sebagai plasmid vektor, maka koloni yang
membawa plasmid rekombinan dapat di deteksi dengan menggunakan Xgal (5-bromo-
4-chloro-indolyl-β-D-galactosida). Enzim β-galactosidase akan memecah Xgal menjadi
galaktosa dan 5-bromo-4-chloroindigo berwarna biru.
Koloni bakteri yang mengandung plasmid pUC118 atau pUC119 akan berwarna
biru bila ditumbuhkan pada media yang mengandung Xgal. Hal ini karena 1 bakteri
meghasilkan enzim β-galactosidase. Oleh karena medianya, mengandung Xgal maka
enzim β-galactosidase memecahkan Xgal sehingga dihasilkan 5-bromo-4-chloroindigo
berwarna biru. Koloni bakteri akan berwarna putih bila pUC118 atau pUC119 telah
disisipi DNA asing pada bagian lacZ. Dalam hal ini sel bakteri tidak menghasilkan
enzim β-galactosidase karena gen lacZ tidak berfungsi karena disisipi DNA asing.
Teknik DNA Rekombinan

2.4. Analisis DNA Rekombinan


Setelah proses transformasi sel inang dengan DNA hasil ligase, maka langkah
selanjutnya adalah adalah analisis hasil keberadaan DNA rekombinan di dalam sel inang.
Secara umum, analisis keberadaan DNA rekombinan di dalam sel yang di transformasi dapat
dilakukan dengan :
a) Analisis restriksi DNA
Teknik ini merupakan teknik yang paling mudah dilakukan untuk menentukan
apakah suatu melekul DNA rekombinan telah masuk ke dalam sel. Hal ini dapat
dilakukan dengan terlebih dahulu mengisolasi DNA dari koloni-koloni
transforman yang tumbuh pada medium selektif. Setalh dilakukan isolasi DNA
plasmid, maka selanjutnya DNA tersebut di potong dengan suatu enzim restriksi
yang spesifik sehingga dapat menunjukkan ada perbedaan antara sel yang
membawa DNA rekombinan dengan sel yang membawa DNA vektor saja tanpa
sisipan DNA asing. Hasil pemotongan DNA tersebut kemudian di elektroforesis
pada gel agarose sehingga diperoleh pita-pita DNA. Analisis terhadap ukuran
pita-pita DNA yang muncul tersebut akan memberikan gambaran apakah suatu
koloni transforman membawa molekul DNA rekombinan atau tidak. Teknik
semacam ini cukup praktis dan cepat dilakukan jika jumlah koloni transforman
yang di analisis tidak terlalu banyak.

b) Hibridasi dengan pelacak DNA


Keberadaan DNA rekombinan dapat juga dianalisis dengan menggunakan
pelacak DNA (probe) khusus. Pelacak DNA adalah suatu molekul yang biasanya
berukuran pendek dan di label dengan radioaktif atau dengan molekul non
radioaktif misalnya digoxigenin. Urutan DNA pelacak dibuat sedemikian rupa
sehingga mempunyai kemiripan dengan urutan nukleotida DNA rekombinan yang
akan dilacak. Proses pelacakan dilakukan dengan terlebih dahulu memindahkan
koloni-koloni Transforman yang muncul pada pada medium selective ke atas
suatu membran misalnya nitroselulosa atau nilon. Selain dipindahkan ke
membran, juga dibuat replikasi koloni-koloni tersebut pada medium agar sebagai
Master plate. Koloni-koloni sel yang sudah dipindahkan ke membran selanjutnya
dilisiskan dengan Senyawa alkali sehingga DNA di dalam selnya terpapar keluar.
membran tersebut selanjutnya diinkubasi dengan pelacak DNA jika di antara
koloni-koloni tersebut ada DNA yang mempunyai kemiripan dengan pelacak
maka akan terjadi hibridisasi prestasi antara DNA target dengan DNA pelacak.
DNA yang dapat terhibridisasi tersebut dapat dideteksi dengan menempatkan
membran yang sudah dihibridisasi diatas film khusus sehingga sinyal radio aktif
Dari pelacak yang menempel pada member pada denah target akan menciptakan
Citra atau image berupa noktah noktah hitam pada film setelah diproses. Deteksi
juga dapat dilakukan dengan reaksi biokimiawi jika pelacak DNA yang
digunakan tersebut di label dengan senyawa non radioaktif
Teknik analisis ini biasanya hanya digunakan jika tersedia pelacak DNA yang
sesuai dan terdapat banyak koloni Transforman yang muncul sehingga
penggunaan teknik analisis restriksi menjadi tidak praktis.

c) Analisis ekspresi gen asing yang di klon


Keberadaan molekul DNA rekombinan yang membawa gen asing juga dapat
dianalisis dengan menguji ekspresi gen asing tersebut secara langsung. Jika gen
asing tersebut disisipkan pada suatu vektor mempunyai promoter tertentu,
keberadaan gen asing seringkali dapat dianalisis dengan cara menginduksi
ekspresinya melalui romoter tersebut. Bahkan, kadang-kadang gen yang diklon
tersebut juga meliputi promoternya sendiri. Jika promoter gen tersebut bersifat
kompatibel dengan sistem ekspresi sel inang yang digunakan, gen tersebut dapat
diekspresikan. Analisis ekspresinya dapat dilakukan dengan berbagai macam
cara, tergantung pada pemunculan sifat baru yang dikode oleh gen tersebut. Sifat
baru tersebut dapat muncul dalam bentuk ketahanan terhadap antibiotik tertentu,
kemampuan sintesis suatu protein atau enzim, kemampuan mengkomplementasi
mutasi pada sel inang, dan lain-lain.
Salah satu teknik analisis ekspresi gen asing tersebut adalah dengan
menggunakan antibodi yang dibuat dengan menggunakan protein yang dikode
oleh gen asing tersebut sebagai antigen. Sebagai contoh, jika kita mengklon gen
yang mengkode sintesis protein papain dari tanaman pepaya, misalnya maka
terlebih dahulu kita buat antibodi terhadap papain. Untuk membuat antibodi
tersebut diperlukan protein papain yang dapat diisolasi dari daun pepaya. Protein
yang diperoleh selanjutnya digunakan sebagai antigen untuk menginduksi
pembentukan antibodi, misalnya pada kelinci. Antibodi yang diperoleh nantinya
dipergunakan sebagai alat deteksi ekspresi gen papain yang diklon. Setelah gen
papain diklon, maka keberhasilan kloning dapat dianalisis dengan
mengekspresikan fragmen DNA hasil kloning tersebut. Jika ada ekspresi protein
papain di dalam sel inang, maka protein papain tersebut dapat dideteksi dengan
antibodi terhadap papain. Jika ada reaksi positif antara antibodi dengan antigen
maka hal tersebut menunjukkan ada ekspresi gen papain hasil kloning, yang
berarti ada fragmen DNA yang mengkode pembentukan papain.
Selain dengan cara tersebut di atas, metode lain yang sekarang banyak
digunakan, khususnya pada tanaman tingkat tinggi, adalah dengan menggunakan
penanda genetik khusus yang dapat diekspresi kan bersama-sama dengan ekspresi
gen asing. Salah satu penanda genetik yang sering digunakan adalah gen yang
mengkode sintesis enzim luciferase, yaitu suatu enzim yang ada di dalam tubuh
kunang-kunang yang dapat menyebabkan pendar cahaya hijau. Gen luciferase
telah berhasil diklon dan dikembangkan sebagai penanda genetik untuk
membuktikan keberadaan molekul DNA rekombinan. Ekspresi DNA
rekombinan, yang termasuk di dalamnya adalah penanda genetik luciferase,
ditunjukkan dalam bentuk pendar cahaya hijau pada bagian tanaman yang
mengekspresikan gen tersebut.
d) Amplifikasi DNA dengan teknik PCR
Penyisipan suatu fragmen DNA asing di dalam vektor juga dapat dianalisis
dengan melakukan amplifikasi terhadap fragmen DNA tersebut dengan teknik
PCR (Polymerase Chain Reaction). Primer yang digunakan dapat berupa
oligonukleotida yang komplementer dengan fragmen DNA asing tersebut, atau
oligonukleotida yang komplementer dengan bagian hulu dan hilir tempat
penyisipan fragmen DNA asing tersebut, Hasil amplifikasi selanjutnya dianalisis
dengan elektroforesis menggunakan gel agarose untuk membuktikan apakah ada
pita DNA yang dapat teramplifikasi.

e) Elektroforesis gel
Banyak pendekatan yang digunakan untuk mempelajari molekul-molekul
DNA melibatkan elektroforesis gel (gel electrophoresis). Teknik ini
menggunakan gel dari polimer, misalnya polisakarida. Gel bekerja sebagai
penapis molekular untuk memisahkan asam nukleat atau protein berdasarkan
ukuran,muatan listrik, dan sifat-sifat fisik lain. Karena mengandung muatan
negatif dalam gugus-gugus fosfatnya, molekul asam nukleat bergerak ke arah
kutub positif dalam medan listrik. Saat bergerak, kisi-kisi serat polimer
menjadikan molekul panjang lebih sulit bergerak daripada molekul pendek,
sehingga molekul-molekul terpisah berdasarkan panjang.
Dengan demikian, elektroforesis gel memisahkan pita-pita, yang masing-masing
terdiri atas molekul-molekul DNA yang panjangnya sama.

f) DNA sequencing
Untuk lebih memastikan keberadaan DNA asing di dalam vektor rekombinan
adalah dengan melakukan penentuan urutan nukleotida fragmen DNA asing
tersebut. Dengan teknik ini maka sekaligus akan diketahui secara rinci urutan
nukleotida gen asing yang diklon sehingga dapat dilakukan analisis lebih lanjut.
Teknik ini biasanya hanya dilakukan setelah digunakan teknik analisis DNA
rekombinan yang lebih sederhana. Oleh karena itu teknik hanya digunakan untuk
karakterisasi secara rinci gen yang diklon
Kini, sekuensing berlangsung secara otomatis, dilaksanakan oleh mesin
sekuensing. Prosedur yang otomatis itu didasarkan pada teknik yang disebut
metode terminasi rantai dideuksiribonukleatida (atau disingkat dideuksi). Metode
ini dikembangkan oleh ahli biokimia Inggris, Fredrick Sanger, yang menerima
Hadiah Nobel tahun 1980 larena pencapaiannya. (Sanger adalah satu dari empat
orang yang memenangkan dua hadiah Nobel. Ia juga menerima hadiah ini pada
1975 atas keberhasilannya menentukan sekuens asam insulin.
Dengan mengetahui sekuens dari sebuah gen, para peneliti dapat
membandingkan gen itu secara langsung dengan gen-gen dalam spesies lain,
dengan fungsi produk gen yang mungkin telah diketahui. Jika dua gen dari
spesies yang berbeda memiliki sekuens yang cukup mirip, masuk akal untuk
menanggap bahwa produk-produk gennya melaksanakan fungsi yang serupa.
Dengan cara ini, perbandingan sekuens memberikan petunjuk tentang fungsi gen,
topik yang akan segera dibahas. Seperangkat petunjuk lain diperoleh dari
pendekatan percobaan yang menganalisis kapan dan dimana gen diekspresikan.
DAFTAR PUSTAKA

Irawan, Boedihardjo. 2008. Genetika Molekuler. Airlangga University Press:


Surabaya. Halaman 12-15
Yuwono, T. 2008. Bioteknologi Pertanian. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai