Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penderita Stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau ruangan pada hampir
semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf. Karena, selainmenimbulkan beban
ekonomi bagi penderita dan keluarganya, Stroke juga menjadi beban bagi pemerintah dan
perusahaan asuransi kesehatan.\Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, Stroke
masih merupakanmasalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk
mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi penangulangan Stroke yangmencakup aspek
preventif, terapi rehabilitasi, dan promotif.Keberadaan unit Stroke di rumah sakit tak lagi sekadar
pelengkap, tetapisudah menjadi keharusan, terlebih bila melihatangka penderita Stroke yang
terusmeningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Karena penanganan Stroke yang cepat,tepat
dan akurat akan meminimalkan kecacatan yang ditimbulkan. Untuk itulah penulis menyusun
makalah mengenai Stroke yang menunjukan masih menjadi salahsatu pemicu kematian tertinggi
di Indonesia.

B. RUMUSAN DAN BATASAN MASALAH

Dengan melihat latar belakang yang dikemukakan sebelumnya maka beberapamasalah yang
akan dirumuskan dalam makalah ini adalah:

1.Pengertian Stroke

2.Jenis/ Bentuk/ Klasifikasi Stroke

3.Faktor Resiko

4.Mekanisme Kausal Terjadinya Penyakit

5.Tanda dan Gejala Klinis

6.Diagnosis

7.Upaya Pencegahan8.Pengobatan
C. TUJUAN

1.Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Epidemiologi Kesehatan

2.Untuk mengetahui factor penyebab terjadinya Stroke

3.Untuk mengetahui seberapa besar pengembalian kesehatan orang yangterkena Stroke

4.Untuk mengetahui cara penyembuhan Stroke


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Stroke didefinisikan sebagai suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan
deficit neurologis sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak. (IPD edisi IV,2007).

SNH sering juga disebut cerebro vaskuler accident (CVA) yaitu gangguan fungsi syaraf yang disebabkan
oleh gangguan aliran darah dalam otak yang dapat timbul secara mendadak atau cepat dengan tanda
atau gejala yang sesuai dengan daerah yang teerganggu (Harsono, 2000).

Stroke Non Haemoragik (SNH) juga didefinisikan sebagai defisit neurologis fokal yang mempunyai awitan
mendadak dan berlangsung 24 jam dimana diakibatkan oleh gangguan aliran darah di otak (Hudak &
Gallo, 1997).

Stroke Non Haemoragik (SNH) adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak
terjadi akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat
lain di tubuh (Pahria, 2004).

Stroke Non Haemoragik (SNH) merupakan gangguan sirkulasi cerebri yang dapat timbul sekunder dari
proses patologis pada pembuluh misalnya : trombus, embolus atau penyakit vaskuler dasar seperti
artero sklerosis dan arteritis yang mengganggu aliran darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen
ke otak menurun yang menyebabkan terjadinya infark (Price, 2006).

Stroke Non Hemoragik juga disebut sebagai stroke iskemik yaitu penyumbatan yang bisa terjadi di
sepanjang jalur pembuluh darah arteri menuju ke otak (Wikipedia, 2009).

Stroke adalah penyebab kematian ketiga pada orang dewasa dan lansia di Amerika Serikat. Angka
kematian setiap tahun akibat stroke lebih dari 200.000. Insiden stroke secara nasional diperkirakan
adalah 750.000 per tahun. Dua per tiga kasus stroke terjadi pada orang yang berusia lebih dari 65 tahun.
Berdasarkan data dari seluruh dunia, penyakit stroke adalah penyebab kematian tersering pertama dan
kedua dan menempati urutan kelima dan keenam sebagai penyebab kecacatan (Price, 2006).

Stroke iskemik merupakan salah satu penyakit dengan angka kematian yang tinggi. Angka kematian
tersebut berbeda antara populasi kulit hitam dan kulit putih. Angka kematian pada pria kulit hitam
adalah 50,9 per 100.000 populasi dan 39,2 per 100.000 wanita kulit hitam. Sedangkan angka kematian
pada pria kulit putih adalah 26,3 per 100.000 dan 22,9 per 100.000 pada wanita kulit putih. Alasan yang
tepat mengenai perbedaan ini tidak diketahui dengan pasti, tetapi diperkirakan bahwa faktor genetik,
geografi dan budaya ikut berpengaruh (Wikipedia, 2009).

Jumlah penderita stroke di Indonesia kian meningkat dari tahun ke tahun. Sekitar 28,5% penderita
penyakit stroke di Indonesia meninggal dunia. Berdasarkan hasil laporan bagian Rekam Medis RS
Sanglah Denpasar, didapatkan data pasien yang menderita stroke tahun 2002 sebagai berikut : pasien
yang rawat inap 659 orang, dimana 310 orang (47%) diantaranya dengan SH, 349 orang (53%) dengan
SNH dengan jumlah pasien meninggal dunia 149 orang, rawat jalan sebanyak 1482 orang. Tahun 2003,
pasien rawat inap dengan stroke 738 orang, dirawat dengan SH sebanyak 340 orang (47%), SNH 398
orang (54%) dan yang meninggal dunia 129 orang, dirawat jalan sebanyak 1409 orang. Tahun 2004
rawat inap sebanyak 662 orang, dirawat dengan SH 255 orang (44,6%), dengan SNH 367 orang (55,4%),
meninggal dunia 107 orang, pasien rawat jalan 1528 orang. Data di atas menunjukkan tingginya angka
kejadian SNH dibanding SH.

B.Etiologi

Menurut Smeltzer, 2002 penyebab stroke non hemoragic yaitu:

1. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)


Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran darah ke jaringan
otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis ini
terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan
otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi
pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan
aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemia serebral.
Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.\
2. Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang
lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada
umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik
3. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak
Pendapat lain dikemukakan oleh Junaidi, 2006 yang menyatakan ada beberapa etiologi lain yang
dapat menyebabkan terjadinya stroke non hemorhagik, antara lain :
1. Aterosklerosis
Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak) yang
kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Endapan yang terbentuk menyebabkan
penyempitan lumen pembuluh darah sehingga mengganggu aliran darah.
2. Emboli
Benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi darah. Biasanya benda
asing ini berasal dari trombus yang terlepas dari perlekatannya dalam pembuluh darah
jantung, arteri atau vena.
3. Infeksi
Peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang
menuju otak. Yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke adalah tuberkulosis,
malaria lues, leptospirosis, dan infeksi cacing.
4. Obat-obatan
Ada beberapa obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti amfetamin
dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah otak.
5. Hipotensi atau hipertensi.
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah
ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika
hipotensi ini sangat parah dan menahun. Sedangkan Hipertensi dapat mengakibatkan
pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak
pecah maka timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit
maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel – sel otak akan mengalami kematian

C. Manifestasi Klinis
Stroke menyebabkan berbagai deficit neurologik, gejala muncul akibat daerah otak tertentu
tidak berfungsi akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan
jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Gejala tersebut antara lain :
1. Umumnya terjadi mendadak, ada nyeri kepala
2. Parasthesia, paresis, Plegia sebagian badanStroke adalah penyakit motor neuron atas
dan mengakibatkan kehilangan control volunter terhadap gerakan motorik. Di awal
tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralysis dan hilang atau
menurunnya refleks tendon dalam
3. Dysphagia
4. Kehilangan komunikasi Fungsi otak lain yang di pengaruhi oleh stroke adalah bahasa
dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan
komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut; disartria (kesulitan berbicara),
disfasia atau afasia (gangguan berbicara karena gangguan pada otak), apraksia
(ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya).
5. Gangguan persepsi Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterpretasikan
sensasi. Stroke dapat mengakibatkan disfungsi persepsi visual, gangguan dalam
hubungan visual-spasial dan kehilangan sensori. Disfungsi persepsi visual karena
gangguan jaras sensori primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat pada pasien dengan hemiplegia kiri. Pasien mungkin tidak dapat memakai
pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian
tubuh.Untuk membantu pasien ini, perawat dapat mengambil langkah untuk mengatur
lingkungan dan menyingkirkan perabot karena pasien dengan masalah persepsi mudah
terdistraksi. Akan bermanfaat dan memberikan pengingat lembut tentang di mana
objek ditempatkan. Kehilangan sensori karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan
ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam menginterpretasikan
stimuli visual, taktil dan auditorius
6. Perubahan kemampuan kognitif dan efek psikologi Bila kerusakan terjadi pada lobus
frontal, mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi
mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas,
kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi yang menyebabkan pasien ini
menghadapi masalah frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Masalah psikologik
lain juga umum terjadi dan dimanifestasikan oleh labilitas emosional, bermusuhan,
frustasi, dendam dan kurang kerjasama.
7. Disfungsi Kandung Kemih Setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontinensia
urinarius sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan,
dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Kadang-kadang setelah stroke kandung kemih menjadi atonik, dengan
kerusakan sensasi dalam respon terhadap pengisian kandung kemih. Kadang-kadang
kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang. Selama periode ini dilakukan
kateterisasi interminten dengan teknik steril. Ketika tonus otot meningkat refleks
tendon kembali, tonus kandung kemih meningkat dan spastisitas kandung kemih dapat
terjadi
8. Defisit neurologik stroke manifestasi klinisnya adalah sebagai berikut :

D.Komplikasi

a. Hipoxia serebral, diminimalkan dengan memberikan oksigen ke darah yang adekuat ke otak,
pemberian oksigen, suplemen dan mempertahankan hemoglobin dan hematokrit pada tingkat
dapat di terima akan membantu dalam mempertahankan oksigen jaringan.
b. Aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung dan integritas pembuluh
darah serebral. Hipertensi atau hipotensi eksterm perlu di hindari untuk mencegah perubahan
pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
c. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium. Embolisme akan
menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral.
d. Pneumonia terjadi akibat gangguan pada gerakan menelan. Mobilitas dan pengembangan paru
serta batuk yang parah setelah serangan stroke, maka dapat terjadi peradangan di dalam
rongga dada dan kadang-kadang pnemonia.
e. Dekubitus, karena penderita mengalami kelumpuhan dan kehilangan perasaannya. Dekubitus
selalu menjadi ancaman khususnya di daerah bokong, panggul, pergelangan kaki, tumit bahkan
telinga.
f. Kejang atau konvulsi, serangan ini lebih besar kemungkinannya terjadi bila korteks serebri
sendiri telah terkena dari pada serangan stroke yang mengenai struktur otak yang lebih dalam.
g. Vasospasme, terjadi stroke hemorogic juga sebelum pembedahan. Pada individu dengan
aneurisme biasanya terjadi dari 3-12 hari setelah hemoragi subaraknoid.
h. Hidrosefalus, menandakan adanya ketidakseimbangan antara pembentukan dan reabsorbsi dari
CSS. Hidrosefalus terjadi pada 15-20 % pasien dengan hemoragi subaraknoid.
i. Disritmia, karena darah dalam CSS yang membasahi batang otak mengiritasi area tersebut.
Batang otak mempengaruhi frekuensi jantung sehingga adanya iritasi kimia, dapat
mengakibatkan ketidakteraturan ritme jantung.

E.Patofisiologi dan Pathway

Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh daralidan adekdatnya
sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai
darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli,
perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant
dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pad-a otak. Trombus dapat
berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran
darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin, 2008). Trombus dapat pecah
dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus
mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan
dan edema dan kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar
daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-
kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan
perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal„
jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada
dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada
pada pembuluh darah yang tersumbat . menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal
ini akan menyebabkan perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2008).
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi pembuluh darah.
Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering menyebabkan kematian di
bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi

destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum (Muttaqin, 2008).
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak, dan perdarahan batang
otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak
terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin,
2008). Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan yang
disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel
jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang
bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2008).

Pathway
F.Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan
Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark
2. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri
3. Pungsi Lumbal
a.menunjukan adanya tekanan norma
b. tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan adanya perdarahah
4. MRI : Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik.
5. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
6. Ultrasonografi Dopler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
7. Sinar X Tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal

(Doengoes,2008)

G.Penatalaksanaan

Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut:

1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:


a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha memperbaiki
hipotensi dan hipertensi.Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
2. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus
dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.

Pengobatan Konservatif
1) Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3) Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.

Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
1) Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher.
2) Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh pasien TIA.
3) Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
4) Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
H.Asuhan keperawatan sesuai teori

1. Pengkajian
1. Riwayat
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke non hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti
Rochani, 2000)
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat
anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna
D.Ignativicius, 1995)
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus (Hendro Susilo, 2000)
6. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.

2.Pola Gordon
a. Pola nutrisi dan metabolism
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah
pada fase akut.
b. Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
c. Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah
d. Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
e. Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
g. Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang
sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses
berpikir.
h. Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis
histamin.
i. Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
j. Pola tata nilai dan kepercayaan
k. Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh
l. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
m. Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.

3.Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang
tidak bisa bicara
Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
2. Pemeriksaan integument
Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda - tanda
dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding
harus bed rest 2-3 minggu
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis .
Rambut : umumnya tidak ada kelainan
3. Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
4. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan
reflex batuk dan menelan.
5. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang
terdapat kembung
6. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensi urine
7. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8. Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
Pemeriksaan reflex
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan reflex
patologis.(Jusuf Misbach, 1999)

Anda mungkin juga menyukai