Anda di halaman 1dari 12

askep anemia hemolitik

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN ANEMIA HEMOLITIKA


A. KONSEP DASAR PENYAKIT

I. DEFINISI
Anemia hemolitik adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin atau jumlah eritrosit
lebih rendah dari normal yang disebabkan tidak seimbangnya pembentukan perubahan sel darah
merah.
Anemia hemolitik adalah anemia yang di sebabkan oleh proses hemolisis,yaitu
pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya.Pada anemia hemolitik, umur
eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit 100-120 hari).
Anemia hemolitik adalah anemia karena hemolisis, kerusakan abnormal sel-sel darah merah
(sel darah merah), baik di dalam pembuluh darah (hemolisis intravaskular) atau di tempat lain dalam
tubuh (extravascular)..
Ada dua jenis Anemia Hemolitika yaitu :
a. Anemia hemolitika turunan (Sferositosis turunan)
Merupakan suatu anemia hemolitika dengan sel darah merah kecil dan splenomegali.
b. Anemia sel sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat adanya defek pada molekul
hemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri. Anemia sel sabit adalah kerusakan genetik dan
merupakan anemia hemolitik herediter resesif. Anemia sel sabit dikarenakan oklusi vaskuler dalam
kapiler yang disebabkan oleh Red Blood Cells Sickled(RBCs) dan kerusakan sel darah merah yang
cepat (hemolisis). Sel-sel yang berisi molekul hemoglobin yang tidak sempurna menjadi cacat kaku
dan berbentuk bulan sabit ketika bersirkulasi melalui vena. Sel-sel tersebut macet di pembuluh
darah kecil dan memperlambat sirkulasi darah ke organ-organ tubuh. RBCs berbentuk bulan sabit
hanya hidup selama 15-21 hari.

II. ETIOLOGI
a. Intrisik
1. kelainan mebran
2. kelainan glikolisis
3. kelainan enzim
4. hemoglobinopati
b. Ekstrinsik
1. gangguan sistem imun
2. mikrongiopati
3. infeksi
4. hipersplenisme
5. luka bakar
III. TANDA DAN GEJALA
1. Ikterus, anoreksia, sesak napas
2. Penimegali,nausea,migrant
3. Gelisah, keringat dingin

IV. PATOFISIOLOGI
Anemia terjadi apabila produksi sel-sel darah merah sum-sum tulang terganggu atau apabila
sel-esl darah merah yang terbentuk rusak atau hilang. Beberapa kodisi yang dapat mempengaruhi
pebentukan sel darah merah di dalam sum-sum tulang. Sel-sel darah merah dapat pula dirusak oleh
sel-sel fagosit pada sistem retikuloen dotelial terutama hati lien. Bilirubin yang merupakan hasil
pemecahan sel-sel darah merah memasuuki aliran darah yang sama. Hal ini dapat merupakan
indikator dagnosa anemia. Bilirubin juga diekskresikan pada kuit yang menyebabkan warna kuning.
Ini merupakan indikator terjadinya kerusakan sel darah merah. Kerusakan ini paling sering
disebabkan oleh abnormalitas sel darah merah yang dikenal sebagai anemia hemolitika.

V.
Factor Ekstrinsik:
 Gangguan system imun
 Mikrongiopati
 Infeksi
 Hipersplenisme
 Luka bakar
Factor Intrinsik:
 Kelainan membrane
 Kelainan glikolisis
 Kelainan enzim
 hemoglobinopati
PATHWAY

Anemia Hemolitika

Anemia hemolitika turunan

Splenomegali

Distensi

Hb menurun

O2 kurang dalam tubuh

Sesak, kelemahan fisik

Ketidakmampuan mengunyah makanan

Tidak mampu mencerna makanan

Anemia sel sabit

Kerusakan sel darah merah yang cepat

Sel-sel yang berisi molekul hemoglobin yang tidak sempurna

Cacat kaku

Se-sel macet di pembuluh darah

Sirkulasi darah lambat

MK: kurang pengetahuan

MK: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

MK:

Intoleransi Aktifitas
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG/ DIAGNOSTIK
Uji diagnostic yang pasti untuk hemolisis adalah pemeriksaan ketahanan sel darah merah.
Uji ini biasanya hanya dilakukan untuk masalah diagnostic yang sulit. Sekitar 20 sampai 30ml darah
pasien diambil, dieramkan dengan kromosom-51 radioaktif kemudian diinjeksikan kembali. Krom-51
akan melabel hanya sel darah merah saja. Setelah sel ini bercampur dengan darah yang beredar,
diambil satu sampel kecil dengan interval sehari kemudian dan seminggu kemudian, dan diukur
radioaktivitasnya. Ketahanan krom-51 normal adalah 28 sampai 35 hari. Sel darah merah pasien
dengan hemolisis berat (seperti pada anemia sel sabit) mempunyai ketahanan 10 hari atau kurang.

II. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan disesuaikan dengan penyebabnya. Bila karena reaksi toksik imunologik
yang didapat diberikan adalah kortikostiroid, kalau perlu lakukan splenektomi. Apabila keduanya
tidak berhasil, dapat diberikan obat-obatan sitotoksik.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

1. Identitas pasien
Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Alamat :

Agama :

Suku bangsa :

2. Keluhan utama
Pasien dengan anemia hemolitik datang dengan keluhan sakit kepala, lemah, letih, pucat
pada kulit dan membran mukosa

3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Perlu ditanyakan pada pasien tentang awal terjadinya keluhan seperti pucat, lemah, kelemahan.
Mengenai lamanya keluhan tersebut dirasakan kualitas dan kuantitas keluhan,keadaan atau dan
siuasi yang memperberat dan memperingan keluahan dan ditanyakan apakah sudah pernah
dilakukan pengobatan.
b. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan pada pasien apakah sudah pernah menderita penyakit ini sebelum dan tanyakan
penyakit yang pernah dialami
c. Riwayat penykit keluarga
Perlu diketahui apakah dikeluarga pasien terdapat penderita yang mengalami seperti yang dialami
pasien saat ini.

II. DIAGNOSA
1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan pasien mengatakan lelah
dan lemah.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna
makanan ditandai dengan lemah otot untuk menelan dan mengunyah.
3. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi,
misinterpretasi informasi ditandai dengan sering bertanya

III. INTERVENSI
1. Dx 1 : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan pasien mengatakan
lelah dan lemah.
Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam 3x24 jam diharapkan klien toleransi aktivitas
meningkat dengan kriteria hasil :
a. Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
b. Menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah
masih dalam rentang normal.
Intervensi :

No. INTERVENSI RASIONAL


1. Kaji kehilangan atau gangguan Menunjukkan perubahan
keseimbangan, gaya jalan dan neurologi karena defisiensi vitamin
kelemahan otot. B12 mempengaruhi keamanan
pasien/risiko cedera.
2. Observasi tanda-tanda vital sebelum manifestasi kardiopulmonal dari
dan sesudah aktivitas. upaya jantung dan paru untuk
membawa jumlah oksigen adekuat
ke jaringan.

3. Berikan lingkungan tenang, batasi meningkatkan istirahat untuk


pengunjung, dan kurangi suara menurunkan kebutuhan oksigen
bising, pertahankan tirah baring bila tubuh dan menurunkan regangan
di indikasikan. jantung dan paru.

4. Gunakan teknik menghemat energi, meningkatkan aktivitas secara


anjurkan pasien istirahat bila terjadi bertahap sampai normal dan
kelelahan dan kelemahan, anjurkan memperbaiki tonus otot/stamina
pasien melakukan aktivitas tanpa kelemahan. Meingkatkan
semampunya (tanpa memaksakan harga diri dan rasa terkontrol.
diri).

2. Dx 2 : ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan


mencerna makanan ditandai dengan lemah otot untuk mengunyah untuk menelan dan mengunyah.
Tujuan dan criteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan nutrisi klien
terpenuh dengan kriteria hasil :
a. menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal.
b. tidak mengalami tanda mal nutrisi.
c. Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan
berat badan yang sesuai.
Intervensi :

No. INTERVENSI RASIONAL


1. Kaji kebiasaan makan pasien Membantu dalam memilih intervensi
selanjutnya
2. Observasi dan catat intake Memonitor intake kalori atau menilai
makanan pasien kualitas kekurangan konsumsi
makanan
3. Timbang BB tiap hari Timbang BB- memonitor kehilangan
BB atau efektivitas dari
intervensinutrisi
4. Beri makan porsi kecil tapi sering Menurunkan kelelahan dan
mempertinggi intake, mencegah
distensi gaster
5. Observasi adanya mual dan Observasi mual/ muntah gejala GI
muntah akibat dari hipoksia organ GI

6. Anjurkan pasien mengkunsumsi Meningkatkan daya tahan tubuh


makanan bergizi terhadap infeksi

3. Dx 3 : Kurangnya pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi,


misinterpretasi informasi ditandai dengan sering bertanya
Tujuan dan kriteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien mengerti dan
memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan dengan criteria hasil :
a. pasien menyatakan pemahamannya proses penyakit dan penatalaksanaan penyakit.
b. mengidentifikasi factor penyebab.
c. Melakukan tiindakan yang perlu/perubahan pola hidup.
Intervensi :

No. INTERVENSI RASIONAL


1. Berikan informasi tentang anemia memberikan dasar pengetahuan
spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa sehingga pasien dapat membuat
terapi tergantung pada tipe dan pilihan yang tepat
beratnya anemia.
2. Menurunkan ansietas dan dapat ansietas/ketakutan tentang
meningkatkan kerjasama dalam ketidaktahuan meningkatkan
program terapi. Tinjau tujuan dan stress, selanjutnya meningkatkan
persiapan untuk pemeriksaan beban jantung. Pengetahuan
diagnostic.
menurunkan ansietas.

3. Kaji tingkat pengetahuan klien dan mengetahui seberapa jauh


keluarga tentang penyakitnya. pengalaman dan pengetahuan
klien dan keluarga tentang
penyakitnya
4. Berikan penjelasan pada klien dengan mengetahui penyakit dan
tentang penyakitnya dan kondisinya kondisinya sekarang, klien dan
sekarang. keluarganya akan merasa tenang
dan mengurangi rasa cemas
5. Anjurkan klien dan keluarga untuk diet dan pola makan yang tepat
memperhatikan diet makanan nya. membantu proses penyembuhan.
6. Minta klien dan keluarga mengulangi mengetahui seberapa jauh
kembali tentang materi yang telah pemahaman klien dan keluarga
diberikan. serta menilai keberhasilan dari
tindakan yang dilakukan.

IV. IMPLEMENTASI
Sesuai Dengan Intervensi

V. EVALUASI
1. Pasien dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
3. Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan
http://coplouw.blogspot.com/2012/11/askep-anemia-hemolitik.html

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, (2002) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Volume 2. Jakarta :
EGC\
Doengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC
Handayani Wiwik dan Andi Sulistyo. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika

Anemia Hemolitik
March 3, 2011Sandurezu サンデゥレズ

Anemia hemolitik adalah kurangnya kadar hemoglobin akibat kerusakan pada eritrosit yang
lebih cepat daripada kemampuan sumsum tulang untuk menggantinya kembali.

Etiologi

Berdasarkan etiologinya, anemia hemolitik ini terbagi menjadi dua klasifikasi:

1. intrakorpuskular: hemolitik akibat faktor-faktor yang ada pada eritrosit itu sendiri,
misalnya karena faktor herediter, gangguan metabolismenya, gangguan pembentukan
hemoglobinnya, dll.
2. ekstrakorpuskular: hemolitik akibat faktor-faktor dari luar yang biasanya didapat,
misalnya karena autoimun, pengaruh obat, infeksi, dsb.

Patofisiologi

Pada proses hemolisis akan terjadi dua hal berikut:

1. Turunnya kadar Hemoglobin. Jika hemolisisnya ringan atau sedang, sumsum tulang
masih bisa mengkompensasinya sehingga tidak terjadi anemia. Keadaan ini disebut
dengan hemolitik terkompensasi. Tapi jika derajat hemolisisnya berat, sumsum tulang
tidak mampu mengompensasinya, sehingga terjadi anemia hemolitik.
2. Meningkatnya pemecahan eritrosit. Untuk hal ini ada tiga mekanisme:
o Hemolitik ekstravaskuler. Terjadi di dalam sel makrofag dari sistem
retikuloendotelial, terutama di lien, hepar dan sumsum tulang karena sel ini
mengandung enzim heme oxygenase. Lisis terjadi jika eritrosit mengalamai
kerusakan, baik di membrannya, hemoglobinnya maupun fleksibilitasnya. Jika
sel eritrosit dilisis oleh makrofag, ia akan pecah menjadi globin dan heme.
Globin ini akan kembali disimpan sebagai cadangan, sedangkan heme nanti
akan pecah lagi menjadi besi dan protoporfirin. Besi diangkut lagi untuk
disimpan sebagai cadangan, akan tetapi protoforfirin tidak, ia akan terurai
menjadi gas CO dan Bilirubin. Bilirubin jika di dalam darah akan berikatan
dengan albumin membentuk bilirubin indirect (Bilirubin I), mengalami
konjugasi di hepar menjadi bilirubin direct (bilirubin II), dieksresikan ke
empedu sehingga meningkatkan sterkobilinogen di feses dan urobilinogen di
urin.
o Hemolitik intravaskuler. Terjadi di dalam sirkulasi. Jika eritrosit mengalami
lisis, ia akan melepaskan hemoglobin bebas ke plasma, namun haptoglobin
dan hemopektin akan mengikatnya dan menggiringnya ke sistem
retikuloendotelial untuk dibersihkan. Namun jika hemolisisnya berat, jumlah
haptoglobin maupun hemopektin tentunya akan menurun. Akibatnya,
beredarlah hemoglobin bebas dalam darah (hemoglobinemia). Jika hal ini
terjadi, Hb tsb akan teroksidasi menjadi methemoglobin, sehingga terjadi
methemoglobinemia. Hemoglobin juga bisa lewat di glomerulus ginjal, hingga
terjadi hemoglobinuria. Namun beberapa hemoglobin di tubulus ginjal
nantinya juga akan diserap oleh sel-sel epitel, dan besinya akan disimpan
dalam bentuk hemosiderin. Jika suatu saat epitel ini mengalami deskuamasi,
maka hanyutlah hemosiderin tersebut ke urin sehingga terjadi
hemosiderinuria, yg merupakan tanda hemolisis intravaskuler kronis.
o Peningkatan hematopoiesis. Berkurangnya jumlah eritrosit di perifer akan
memicu ginjal mengeluarkan eritropoietin untuk merangsang eritropoiesis di
sumsum tulang. Sel-sel muda yang ada akan ‘dipaksa’ untuk dimatangkan
sehingga terjadi peningkatan retikulosit (sel eritrosit muda) dalam darah,
mengakibatkan polikromasia.

Manifestasi Klinis

Gejala umum: gejala anemia pada umumnya, Hb < 7g/dl.

Gejala hemolitik: diantaranya berupa ikterus akibat meningkatnya kadar bilirubin indirek dlm
darah, tapi tidak di urin (acholuric jaundice); hepatomegali, splenomegali, kholelitiasis (batu
empedu), ulkus dll.

Gejala penyakit dasar (penyebab) masing2 anemia hemolitik tsb.

Diagnosis dan Pemeriksaan Laboratorium

Beberapa hasil pemeriksaan lab yang menjurus pada diagnosis anemia hemolitik adalah sbb:

1. Sedian hapus darah tepi pada umumnya terlihat eritrosit normositik normokrom,
kecuali diantaranya thalasemia yang merupakan anemia mikrositik hipokrom.
2. penurunan Hb >1g/dl dalam 1 minggu
3. penurunan masa hidup eritrosit <120hari
4. peningkatan katabolisme heme, biasanya dilihat dari peningkatan bilirubin serum
5. hemoglobinemia, terlihat pada plasma yang berwarna merah terang
6. hemoglobinuria, jika urin berwarna merah, kecoklatan atau kehitaman
7. hemosiderinuria, dengan pemeriksaan pengecatan biru prusia
8. haptoglobin serum turun
9. retikulositosis

Diagnosis banding

Anemia Hemolitik perlu dibedakan dengan anemia berikut ini:

1. anemia pasca perdarahan akut dan anemia defisiensi besi, disini tidak ditemukan
gejala ikterus dan Hb akan naik pada pemeriksaan berikutnya. Sedangkan hemolitik
tidak.
2. anemia hipoplasi/ eritropoiesis inefektif, disini kadang juga ditemukan acholurik
jaundice, tapi retikulositnya tidak meningkat.
3. anemia yang disertai perdarahan ke rongga retroperitoneal biasanya menunjukkan
gejala mirip dg hemolitik, ada ikterus, acholuric jaundice, retikulosit meningkat.
Kasus ini hanya dapat dibedakan jika dilakukan pemeriksaan untuk membuktikan
adanya perdarahan ini.
4. Sindrom Gilbert, disertai jaundice, namun tidak anemi, tidak ada kelainan morfologi
eritrosit, dan retikulositnya normal.
5. mioglobinuria, pada kerusakan otot, perlu dibedakan dengan hemoglobinuria dengan
pemeriksaan elektroforesis.

Pengobatan

Pengobatan tergantung keadaan klinis dan penyebab hemolisisnya, namun secara umum ada
3:

1. terapi gawat darurat; atasi syok, pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit,
perbaiki fungsi ginjal. Jika berat perlu diberi transfusi namun dengan pengawasan
ketat. Transfusi diberi berupa washed red cell untuk mengurangi beban antibodi.
Selain itu juga diberi steroid parenteral dosis tinggi atau juga bisa hiperimun globulin
untuk menekan aktivitas makrofag.
2. terapi suportif-simptomatik; bertujuan untuk menekan proses hemolisis terutama di
limpa dengan jalan splenektomi. Selain itu perlu juga diberi asam folat 0,15 – 0,3
mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.
3. terapi kausal; mengobati penyebab dari hemolisis, namun biasanya penyakit ini
idiopatik dan herediter sehingga sulit untuk ditangani. Transplantasi sumsum tulang
bisa dilakukan contohnya pada kasus thalassemia.

Wallahu’alam
Referensi: Hematologi klinik ringkas oleh Prof.Dr.I Made Bakta

Anda mungkin juga menyukai