BAB I
ILUSTRASI KASUS
1.2 Anamnesis
1.2.1 Keluhan Utama
Sesak nafas
2.1 Definisi
PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran
napas yang bersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis
kronik dan emfisema atau gabungan keduanya. Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang
ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun
berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru
yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding
alveoli.1
PPOK adalah penyakit yang sering terjadi dan dapat diobati dengan karakteristik hambatan
aliran udara yang persisten yang biasanya progressif dan terkait dengan respon inflamasi kronis pada
saluran nafas dan paru-paru terhadap partikel atau gas berbahaya. 2,7
2.3 Patofisiologi
Seperti telah dijelaskan, bahwa faktor resiko utama dari PPOK ini adalah merokok.
Komponen-komponen asap rokok ini merangsang perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil
mukus bronkus dan silia. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia.2
Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan sel-sel silia ini mengganggu sistem
eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit
dikeluarkan dari saluran nafas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme
penyebab infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema dan
pembengkakan jaringan. Ventilasi, terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari
ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan. 2
Sel inflamasi : Makrofag, (CD8+ > CD4+) limfosit T, limfosit B, folikel limfoid, fibroblas,
beberapa neutrofil atau eosinofil.
Perubahan struktural : penebalan dinding saluran nafas, fibrosis peribronkial, eksudat inflamasi
luminal, penyempitan saluran nafas, peningkatan respon inflamasi dan eksudat yang berhubungan
dengan kegawatan penyakit.
Parenkim Paru (bronkioulus respirasi dan alveoli)
3. Hipersekresi mukus
Hipersekresi mukus, penyebab batuk kronis, tidak dialami semua pasien dengan PPOK.
Hal ini disebabkan metaplasia mukus dengan peningkatan jumlah sel-sel goblet dan pembesaran
kelenjar submukosa, sebagai respon terhadap iritasi saluran nafas kronis akibat asap rokok dan
agen berbahaya lainnya.1,7
4. Hipertensi pulmonal
Hipertensi ringan juga dapat terjadi pada pasien PPOK. hal ini disebabkan vasokonstriksi
hipoksik dari arteri pulmonal kecil, yang akhirnya menyebabkan trejadinya hiperplasia intima.
Pada PPOK, tejadi respon inflamasi pada pembuluh darah serupa dengan yang terlihat pada
saluran nafas dan pada disfungsi sel endotel. 7
5. Inflamasi sistemik
Merokok merupakan faktor risiko umum untuk PPOK dan beberapa penyakit penyerta
yang dapat memicu peradangan sistemik dengan menginduksi stress oksidatif, serta menyebabkan
proses disfungsi endotel. Proses ini terjadi pada perokok hanya dalam beberapa tahun dan pada
perokok pasif.5
Respons peradangan sistemik ditandai dengan ada mobilisasi dan aktivasi sel inflamasi
dalam sirkulasi, produksi protein fase akut dan peningkatan mediator radang. Stress oksidatif dari
radikal bebas memicu disfungsi endotel dengan mengurangi vasodilatasi, pertumbuhan sel
endotel dan meningkatkan pembentukan serta robekan plak pada dinding pembuluh darah. Efek
peradangan sistemik pada PPOK dapat dilihat pada gambar 3. 3
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi atas 4
derajat :4
1. Derajat I: PPOK ringan
Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran udara
ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang tersebut mungkin
tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.
2.5 Diagnosis
Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat.
Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru
PPOK di tegakkan berdasarkan :2
A. Gambaran klinis
1. Anamnesis
Diagnosis klinis PPOK seyogyanya dipertimbangkan pada setiap penderita yang
mengalami dyspneu, batuk kronis dengan produksi sputum dan/ atau adanya faktor resiko
(genetik: defisiensi alfa-1 antitripsin, paparan rokok dan polusi udara, oksidatif stres, gender,
usia, infeksi saluran nafas, dll).2
Batuk-batuk pada pagi hari sering dikatakan oleh penderita karena merokok, dan
dianggap bukan sebagai keluhan oleh penderita. Makin lama batuk makin berat, timbul
sepanjang hari. Bila disertai infeksi saluran nafas, batuk akan bertambah hebat dan berkurang
bila infeksi menghilang. Umumnya sputum pasien PPOK berwarna putih atau mukoid, bila
terdapat infeksi akan menjadi purulen atau mukopurulen dan kental. Keluhan sesak
bertambah berat bila terdapat infeksi.2
Hal-hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis pasien dengan PPOK diantaranya
sebagai berikut (PDPI, 2003) :
Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR),
infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi2
2. Pemeriksaan Fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
a. Inspeksi
Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
Penggunaan otot bantu napas
Hipertropi otot bantu napas
Pelebaran sela iga
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher dan
edema tungkai
Penampilan pink puffer atau blue bloater1
b. Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar 1
c. Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah,
hepar terdorong ke bawah1
d. Auskultasi
Suara napas vesikuler normal, atau melemah
Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi
paksa ekspirasi memanjang bunyi jantung terdengar jauh1
Ciri khas yang mungkin ditemui pada penderita PPOK :
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed – lips breathing1
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema
tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer 1
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan
retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik. 1
1. Pemeriksaan rutin
a. Faal paru
Spirometri adalah pengukuran volume dan aliran udara yang masuk dan keluar paru-
paru. Spirometer dapat mengukur volume paru, seperti volume tidal dan kapasitas paru,
seperti kapasitas total.
-
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( %).
-
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
-
VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
-
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20% 6
Uji bronkodilator
-
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
-
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <
20% nilai awal dan < 200 ml
-
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil6
Darah rutin
-
Hb, Ht, leukosit6
Radiologi
-
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
-
Pada emfisema terlihat gambaran :
a) Hiperinflasi
b) Hiperlusen
c) Ruang retrosternal melebar
d) Diafragma mendatar
e) Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
-
Pada bronkitis kronik :
a) Normal
b) Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus6
2.7 Diagnosis Banding
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering ditemukan di
Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan prognosisnya berbeda.
2.8 Penatalaksanaan
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil.
Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah
menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Tujuan dari
edukasi pada PPOK adalah untuk mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan, melaksanakan
pengobatan yang maksimal, mencapai aktiviti normal serta meningkatkan kualitas hidup. 1,2
2. Obat – obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan
disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan
inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat
diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long
acting ). Macam - macam bronkodilator :1
Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga
mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
Golongan agonis beta – 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan
dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya
digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan
untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka
panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena
keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat
kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita. 2
Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang,
terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk
mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi akut.2
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena,
berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau
prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat
> 20% dan minimal 250 mg.1
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin
makrolid
- Lini II : Amoksisilin dan asam klavulanat
Sefalosporin
Kuinolon
Makrolid baru1
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin7
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan
eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi
eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin. 1
f. Antitusif
Diberikan dengan hati – hati1
3. Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan
kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ -
organ lainnya.1
Terapi oksigen dapat dilaksanakan di rumah maupun di rumah sakit. Terapi oksigen di
rumah diberikan kepada penderita PPOK stabil derajat berat dengan gagal napas kronik.
Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK eksaserbasi akut di unit gawat daruraat,
ruang rawat ataupun ICU.1
4. Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut,
gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas
kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah. 1,7
5. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan
energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni
menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK
karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru. Diperlukan keseimbangan antara kalori
yang masuk denagn kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus
menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster.1
6. Rehabilitasi
Penderita PPOK memerlukan upaya untuk memperbaiki, mencegah penurunan faal paru
dan meningkatkan kualitas hidup. Rehabilitasi medik adalah salah satu upaya untuk
mengembalikan dan menstabilisasi fisio dan psikopatologi dari penyakit paru. Bentuk rehabilitasi
medik paru adalah terapi fisik paru dan latihan fisik. Keberhasilan program rehabilitasi medik
ditentukan oleh motivasi penderita dan dukungan keluarga, sehingga keluarga perlu diberdayakan
dengan memberikan penyuluhan tentang tujuan dan cara-cara terapi, sehingga upaya
pemberdayaan keluarga menjadi penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita PPOK. 2
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin
yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog. Program rehabilitiasi terdiri
dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan. 1
DAFTAR PUSTAKA
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2003. PPOK. Pedoman Praktis Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia.
Antonio et all 2007. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. USA
Fahri et al., 2010. Efek Peradangan Sistemik Pada PPOK Terhadap Sistem
Kardiovaskular. Departemen Ilmu Penyakit Jantung dan Kedokteran Vaskular FKUI
KEMENKES. 2008. Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik
Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Mohan et al, 2012. Systemic Manifestations of COPD. JAPI. Vol 60
Suyono, S., 2006. buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universita
Indonesia
Roberto et all 2011. Global Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic
Obstructive Pulmonary Disease. USA