Disusun oleh :
Preseptor:
Dr. Cahyaningsih Fibri Rokhmani, Sp. KJ, M.Kes
0
I. PENDAHULUAN
Menurut PPDGJ III gangguan mental organik meliputi berbagai gangguan jiwa yang
dikelompokkan atas dasar penyebab yang lama dan dapat dibuktikan adanya
penyakit, cedera atau ruda paksa otak, yang berakibat disfungsi otak. Disfungsi ini
dapat primer seperti pada penyakit, cedera, dan ruda paksa yang langsung atau diduga
mengenai otak, atau sekunder, seperti pada gangguan dan penyakit sistemik yang
menyerang otak sebagai salah satu dari beberapa organ atau sistem tubuh. PPDGJ II
membedakan antara Sindrom Otak Organik dengan Gangguan Mental Organik.
Sindrom Otak Organik dipakai untuk menyatakan sindrom (gejala) psikologik atau
perilaku tanpa kaitan dengan etiologi. Gangguan Mental Organik dipakai untuk
Sindrom Otak Organik yang etiologinya (diduga) jelas. Sindrom Otak Organik
dikatakan akut atau menahun berdasarkan dapat atau tidak dapat kembalinya
(reversibilitas) gangguan jaringan otak atau Sindrom Otak dan berdasarkan
penyebabnya, permulaan gejala atau lamanya penyakit yang menyebabkannya.
1
II. PERBANDINGAN PENGGOLONGAN DIAGNOSIS
GANGGUAN MENTAL ORGANIK
Menurut PPDGJ III, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut :
l. Demensia pada penyakit Alzheimer
1.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini
1.2 Demensia pada penvakit Alzheimer dengan onset lambat
1.3 Demensia pada penyakit Alzheimer, tipe tak khas atau tipe campuran
1.4 Demensia pada penyakit Alzheimer Yang tidak tergolongkan ( YTT)
2. Demensia Vaskular
2.1 Demensia Vaskular onset akut
2.2 Demensia multi-infark
2.3 Demensia Vaskular subkortikal
2.4 Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal
2.5 Demensia Vaskular lainnya
2.6 Demensia Vaskular YTT
3. Demensia pada penyakit lain yang diklasifikasikan di tempat lain (YDK)
3.1 Demensia pada penyakit Pick
3.2 Demensia pada penyakit Creutzfeldt – Jakob
3.3 Demensia pada penyakit huntington
3.4 Demensia pada penyakit Parkinson
3.5 Demensia pada penyakit human immunodeciency virus (HIV)
3.6 Demensia pada penyakit lain yang ditentukan (YDT) dan YDK
4. Demensia YTT
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada 1-4 sebagai
berikut :
1. Tanpa gejala tambahan
2. Gejala lain, terutama waham.
3. Gejala lain, terutama halusinasi
2
4. Gejala lain, terutama depresi
5. Gejala campuran lain
5. Sindrom amnestik organik bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya
6. Delirium bukan akibat alkohol dan psikoaktif lain nya
6.1 Delirium, tak bertumpang tindih dengan demensia
6.2 Delirium, bertumpang tindih dengan demensia
6.3 Delirium lainya
6.4 DeliriumYTT
7. Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik
7.1 Halusinosis organik
7.2 Gangguan katatonik organik
7.3 Gangguan waham organik (lir-skizofrenia)
7.4 Gangguan suasana perasaan (mood, afektif) organik
7.4.1 Gangguan manik organik
7.4.2 Gangguan bipolar organik
7.4.3 Gangguan depresif organik
7.4.4 Gangguan afektif organik campuran
7.5. Gangguan anxietas organik
7.6. Gangguan disosiatif organik
7.7. Gangguan astenik organik
7.8. Gangguan kopnitif ringan
7.9. Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik
lain YDT
7.10. Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik
YTT
8. Gangguan keperibadian dan prilaku akibat penyakit, kerusakan dan fungsi otak
8.1 Gangguan keperibadian organik
8.2 Sindrom pasca-ensefalitis
8.3 Sindrom pasca-kontusio
3
8.4 Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan
dan disfungsi otak lainnya
8.5 Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan
dan disfungsi otak YTT
9. Gangguan mental organik atau simtomatik YTT
4
2.3.4. Demensia karena penyakit Huntington
2.3.5. Demensia karena penyakit Pick
2.3.6. Demensia karena penyakit Creutzfeldt – Jakob
2.4. Demensia menetap akibat zat
2.5. Demensia karena penyebab multipeL
2.6. Demensia yang tidak ditentukan (YTT)
3. Gangguan amnestik
3.1.Gangguan amnestik karena kondisi medis umum.
3.2 Gangguan amnestik menetap akibat zat
3.3 Gangguan amnestik yang tidak ditentukan ( YTT )
4. Gangguan kognitif yang tidak ditentukan
5
III. ISI
1. DELIRIUM
Tanda utama dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, biasanya terlihat
bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global. Kelainan mood,
persepsi, dan perilaku adlah gejala psikiatrik yang umum. Tremor, asteriksis,
nistagmus, inkoordinasi dan inkontinensia urine merupakan gejala neurologis
yang umum. Biasanya, delirium mempunyai onset yang mendadak (bebrapa jam
atau hari), perjalanan yang singkat dan berfluktuasi, dan perbaikan yang cepat
jika faktor penyebab diidentifikasi dan dihilangkan. Tetapi, masing-masing dari
ciri karakteristik tersebut dapat bervariasi pada pasien individual. Delirium
merupakan suatu sindrom, bukan suatu penyakit. Delirium diketahui mempunyai
banyak sebab, semuanya menyebabkan pola gejala yang sama yang berhubungan
dengan tingkat kesadaran pasien dan gangguan kognitif. Sebagian besar
penyebab delirium terletak di luar system saraf pusat contohnya pada gagal ginjal
atau hati.
Delirium tetap merupakn gangguan klinis yang kurang dikenali dan kurang
didiagnosis. Bagian dari masalah adalah bahwa sindrom disebut dengan berbagai
nama lain- sebagai contoh, keadaan konfusional akut, sindrom otak akut,
ensefalopati metabolis, psikosis toksis, dan gagal otak akut.
6
mengganggu pada unit nonpsikiatrik, seperti pada unit perawatan intensif dan
bangsal medis dan bedah umum.
Epidemiologi
Delirium adalah gangguan yang umum. Usia lanjut adalah faktor risiko untuk
perkembangan delirium. Kira-kira 30 sampai 50 persen pasien rawat di rumah
sakit yang berusia lebih dari 65 tahun mempunyai suatu episode delirium. Faktor
predisposisi lainnya untuk perkembangan delirium adalah usia muda, cedera otak
yang telah ada sebelumnya, riwayat delirium, ketergantungan alkohol, diabetes,
kanker, gangguan sensoris dan malnutrisi. Adanya delirium merupakan tanda
prognostik yang buruk.
Penyebab
Penyebab utama dari delirium adalah penyakit sitem saraf pusat dan intoksikasi
maupun putus dari agen farmakologis atau toksik. Neurotransmitter utama yang
dihipotesiskan berperan pada delirium adalah asetilkolin, dan daerah
neuroanatomis utama adalah formasio retikularis. Beberapa jenis penelitian telah
melaporkan bahwa berbagai factor yan gmenginduksi delirium menyebabkan
penurunan aktifitas asetilkolin di otak. Juga, satu penyebab delirium yang paling
sering adalah toksisitas dari banyak sekali medikasi yang diresepkan yang
mempunyai aktivitas kolinergik. Formasi retikularis batang otak adalah daerah
utama yang mengatur perhatian dan kesadaran, dan jalur utama yang berperan
dalam delirium adalah jalur tegmental dorsalis, yang keluar dari formasi
retikularis mesensefalik ke tektum dan thalamus. Mekanisme patologi lain telah
diajukan untuk delirium. Khususnya, delirium yang berhubungan dengan putus
alcohol telah dihubungkan dengan hiperaktivitas lokus sereleus dan neuron
nonadrenergiknya. Neurotransmiter lain yangberperan adalah serotonin dan
glutamate.
7
Penyebab Delirium:
a. Penyakit intrakranial
1. Epilepsi atau keadaan pasca kejang
2. Trauma otak (terutama gegar otak)
3. Infeksi (meningitis.ensetalitis)
4. Neoplasma
5. Gangguan vaskular
b. Penyebab ekstrakranial
1. Obat-obatan (di telan atau putus)
Obat antikolinergik, Antikonvulsan, Obat antihipertensi, Obat
antiparkinson. Obat antipsikotik, Cimetidine, Klonidine. Disulfiram,
Insulin, Opiat, Fensiklidine, Fenitoin, Ranitidin, Sedatif(termasuk alkohol)
dan hipnotik, Steroid.
2. Racun
Karbon monoksida, Logam berat dan racun industri lain.
3. Disfungsi endokrin (hipofungsi atau hiperfungsi)
Hipofisis, Pankreas, Adrenal, Paratiroid, tiroid.
4. Penyakit organ nonendokrin
Hati (ensefalopati hepatik), Ginjal dan saluran kemih (ensefalopati uremik),
Paru-paru (narkosis karbon dioksida, hipoksia), Sistem kardiovaskular
(gagal jantung, aritmia, hipotensi).
5. Penyakit defisiensi (defisiensi tiamin, asam nikotinik, B12 atau asain folat)
6. Infeksi sistemik dengan demam dan sepsis
7. Ketidakseimbangan elektrolit dengan penyebab apapun
8. Keadaan pasca operatif
9. Trauma (kepala atau seluruh tubuh)
10. Karbohidrat: hipoglikemi
8
Diagnosis
9
Kriteria Diagnostik untuk Delirium yang Tidak Ditentukan:
Kategori ini harus digunakan untuk mendiagnosis suatu delirium yang tidak
memenuhi kriteria salah satu tipe delirium yang dijelaskan dalam bagian ini.
a. Suatu gambaran klinis delirium yang dicuriagai karena kondisi karena kondisi
media umum atau pemakaian zat tetapi di mana tidak terdapat cukup bukti
untuk menegakkan suatu penyebab spesifik.
b. Delirium karena penyebab yang tidak dituliskan dalam bagian ini misal
pemutusan sensorik.
Delirium biasanya didiagnosis pada sisi tempat tidur dan ditandai oleh onset
gejala yang tiba-tiba. Penggunaan status pemeriksaan mental bedside seperti
Mini Mental State Examination (MMSE) pemeriksaan fisik sering kali
mengungkapkan petunjuk adanya penyebab delirium. Adanya penyakit fisik yang
diketahui atau riwayat trauma kepala atau ketergantungan alcohol ata zat lain
meningkatkan kemungkinan diagnosis.
10
Gambaran Klinis
11
mempertahankan, dan mengingat kenangan mungkin terganggu, walaupun
ingatan kenangan yang jauh mingkin dipertahankan. Di samping penurunan
kognitif yang dramatis, sebagai suatu gejala hipoaktif delirium yang
karakteristik. Pasien delirium juga mempunyai gangguan kemampuan
memecahkan masalah dan mungkin mempunyai waham yang tidak sistematik,
kadang paranoid.
d. Persepsi
Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidakmampuan umum untuk
membedakan stimuli sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi sekarang
dengan pengalaman masa lalu mereka, akibatnya pasien sering kali tertarik
oleh stimuli yang yang tidak relevan atau menjadi teragitasi jika dihadapkan
denga informasi baru. Halusinasi juga relative sering pada pasein delirium.
Halusinansi yang paling sering adalah visual dan auditoris, walaupun
halusinansi dapat juga taktil atau olfaktoris. Halusinasi visual dapat terentang
dari gambar geometric sederhana atau pola berwarna orang yang berbentuk
lengkap dengan pemandangan. Ilusi visual dan auditoris adalah sering pada
delirium.
e. Mood
Pasien dengan delirium juga mempunyai kelainan dalam pengaturan mood.
Gejala yang paling sering adalah kemarahan, kegusaran, dan rasa takut yang
tidak beralasan. Kelainan mood lain yang sering ditemukan pada pasien
delirium adalah apati, depresi, dan euphoria. Beberapa pasien dengan cepat
berpindah di antara emosi tersebut dalam perjalanan sehari.
Gejala Penyerta
Gangguan bangun tidur. Tidur pada pasien delirium secara karakteristik adalah
terganggu. Pasien sering kali mengantuk selama siang hari dan dapat ditemukan
tertidur sekejap. Tetapi tidur pada pasien delirium hampir selalu singkat dan
terputus-putus. Sering kali keseluruhan siklus tidur bangun pasien dengan
12
delirium semata-mata terbalik. Pasien sering kali mengalami eksaserbasi gejala
delirium tepat sebelum tidur situasi klinis yang dikenal luas sebagai sundowning.
Kadang pasien dengan delirium mendapat mimpi buruk yang terus berlangsung
ke keadaan terjaga sebagai pengalaman halusinasi.
Diagnosa Banding
a. Delirium vs demensia
Penting untuk membedakan delirium dari demensia, dan sejumlah gambaan
klinis membantu membedakannya. Berbeda dengan onset delirium yang tiba-
tiba, onset demensia biasanya perlahan. Walaupun kedua kondisi melibatkan
gangguan kognitif, perubahan dementia adalah lebih stabil dengan berjalannya
waktu dan tidak berfluktuasi selama perjalanan sehari. Kadang-kadang
delirium terjadi pada pesien yang menderita demensia, suatu keadaan yang
dikenal sebagai pengaburan demensia (beclouded dementia). Suatu diagnosis
delirium dapat dibuat jika terdapat riwayat definitive tentang demensia yang
ada sebelumnya.
b. Delirium vs Psikosis atau Depresi
Delirium juga harus dibedakan dengan skizofrenia dan gangguan depresif.
Pasien dengan gangguan buatan mungkin berusaha untuk mensimulasi gejala
delirium. Pasien dengan gejala hipoaktif dari delirium mungkintampak agak
mirip dengan pasien yang depresi berat tapi dapat dibedakan atas dasar EEG.
Diagnosis psikiatrik lain yang dapat dipertimbangkan dalam diagnosis
banding delirium adalah gangguan psikotik singkat, gejala skizofreniform,
dan gangguan disosiatif.
13
Perjalanan dan Prognosis
Pengobatan
Pengobatan medikamentosa
14
Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan
medikamentosa adalah psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih dari psikosis
adalah haloperidol (Haldol), suatu obat antipsikotik golongan butyrophenone.
Tergantung pada usia, berat badan, dan kondisi fisik pasien, dosis awal dapat
terentang antara 2 sampai 10 mg IM, dapat diulang dalam satu jam jika pasien
tetap teragitasi. Segera setelah pasien tenang, medikasi oral dapat dimulai. Dua
dosis oral harian harus mencukupi, dengan dua pertiga dosis diberikan sebelum
tidur. Untuk mencapai efek terapeutik yang sama, dosis oral harus kira-kira 1,5
kali lebih tinggi dari dosis parenteral. Dosis harian efektif total dari haloperidol
mugnkin terentang dari 5 sampai 50 mg untuk sebagian besar pasien delirium.
Golongan phenothiazine harus dihindari pada pasien delirium, karena obat
tersebut disertai dengan aktivitas antikolinergik yang bermakna. Insomnia paling
baik diobati dengan golongan benzodiazepine dengan waktu paruh pendek atau
dengan hydroxyzine 25 sampai 100 mg. golongan benzodiazepine dengan waktu
paruh panjang dan barbiturate harus dihindari kecuali obat tersebut telah
digunakan sebagai bagian dari pengobatan untuk gangguan dasar.
2. DEMENSIA
15
penyakit-penyakit yang reversible juka dokter memulai pengobatan tepat pada
waktunya, sebelum terjadi kerusakan yang irreversible.
Epidemiologi
Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Kira-kira lima persen dari semua
orang yang mencapai usia 65 tahun menderita demensia tipe Alzheimer,
dibandingkan dengan 15 sampai 25% sari semua orang yang berusia 85 atau
lebih. Faktor risiko untuk perkembangan demensia tipe Alzheimer adalah wanita,
mempunyai sanak saudara tingkat pertama dengan gangguan tersebut. Dan
mempunyai riwayat cedera kepala. Sindrom down juga secara karakteristik
berhubungan dengan perkembangan demensia tipe Alzheimer. Tipe demensia
yang paling sering kedua adalah demensia vascular- yaitu demensia yang secara
kausatif berhubungan dengan penyakit serebrovakular. Demensia vascular
berjumlah 15 sampai 30 persen dari semua kasus demensia. Demensia vaskuler
paling sering ditemukan pada orang berusia antara 60 sampai 70 tahun, dan lebih
sering pada laki-laki dibandingkan wanita. Hipertensi merupakan predisposisi
seseorang terhadap penyakit. Kira-kira 10 sampai 15 persen pasien menderita
demensia vascular dan demensia tipe Alzheimer yang terjadi bersama-sama.
Penyebab demensia lainnya yang sering masing-msing mencerminkan satu
sampai 5 persen kasus adalah trauma kepala, demensia yang berhubungan
dengan gangguan pergerakan. Contoh penyakit Huntington, dan penyakit
Parkinson.
Penyebab
16
Diagnosis akhir penyakit alzheimer didasarkan pada pemeriksaan
neuropatologi otak, namun demikian, demensia tipe Alzheimer bisanya
didiagnosis dalam lingkungan klinis setelah penyebab demensia lainnya telah
disingkirkan dari pertimbangan diagnostik. Walaupun penyebab demensia
tipe Alzheimer masih tidak diketahui, beberapa penelitian menyatakan bahwa
sebanyak 40% pasien mempunyai riwayat keluarga menderita demensia tipe
Alzheimer, jadi faktor genetik dianggap berperan sebagian dalam
perkembangan gangguan dalam sekurangnya beberapa kasus. Angka
persesuaian untuk kembar monozigotikadalah lebih tinggi dari angka untuk
kembar dizigotik. Dan dalam beberapa kasus yang telah tercatat baik,
gangguan telah di transmisikan dalam keluarga melalui suatu gen autosomal
dominan, walaupun transimis tersebut adalah jarang.
Neuropatologi
Gen untuk protein prekusor amyloid adalah pada lengan panjang dari
kromosom 21.
Kelainan neurotransmitter
17
Neurotransmitter yang paling berperan yang paling berperan dalam patologis
adalah asetilkolin dan norepinephrine, keduanya dihipotesiskan menjadi
hipoaktif pada penyakit Alzheimer. Ditemukan juga penurunan konsentrasi
asetilkolin dan kolin asetil transferase di dalam otak. Kolin asetiltransferase
adalah enzim kunci untuk sintesis asetilkolin, dan penurunan konsentrasi kolin
asetiltransferase menyatakan penurunan jumlah neuron kolinergik yang ada.
Dukungan tambahan untuk hipotesis deficit kolinergik berasal dari observasi
bahwa antagonis kolinergik seperti physostigmine dan arecholine telah
dilaporkan meningkatkan kemampuan kognitif. Penurunan aktivitas
norepinephrine pada penyakit Alzheimer diperkirakan dari penurunan neuron
yang mengandung norepinephrine di dalam lokus sereleus yang telah
ditemukan pada pemeriksaan patologis otak dari pasien dengan penyakit
Alzheimer. Dua neurotransmitter lain yang berperan adalah dua peptide
neuroaktif, somatostatin dan kortikotropin, keduanya telah dilaporkan
menurun pada penyakit Alzheimer.
b. Demensia Vaskular
18
Penyebab utama demensia vaskular dianggap adalah penyakit vaskular
serebral yang multipel, yang menyebabkan pola gejala demensia. Gangguan
dulu disebut sebagai demensia multi infark. Demensia vascular paling sering
ditemui pada laki-laki, khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah
ada sebelunya atau faktor kardiovaskular lainnya. Gangguan terutama
mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dansedang, yang
mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkim multipel yang menyebabr
pada daerah otak yang luas. Penyebab infark mungkin termasuk oklusi
pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat asal
yang jauh. Suatu pemeriksaan pasien dapat menemukan bruit karotis, kelainan
funduskopi atau pembesaran kamar jantung.
Penyakit Binswanger
c. Penyakit Pick
Penyakit ini ditandai dengan atrofi yang lebih banyak dalam daerah
frontotemporal. Daerah tersebut juga mengalami kehilangan neuronal, gliosis,
dan adanya badan pick neuronal, yang merupakan masa elemen sitoskletal.
Penyakit pick ini berjumlah kira-kira lima persen dari semua demensia yang
irreversible. Penyakit pick ini sulit dibedakan dengan demensia Alzheimer
walaupun stadium awal dari penyakit ini lebih sering ditandai oleh perubahan
kepribadian dan perilaku, dengan fungsi kognitif lain yang lebih bertahan.
d. Penyakit Creutzfeldt-Jakob
19
Penyakit ini adalah penyakit degeneratif otak yang jarang disebabkan oleh
agen yang progresif secara lambat, dan dapat ditransmisikan, paling mungkin
suatu prion yagn merupakan agen proteinaseus yang tidak mengandung RNA
dan DNA. Penyakit ini secara cepat dan progresif menyebabkan demensia
yang berat dan kematiandalam usia 6 sampai 12 tahun. Penyakit ini ditandai
oleh adanya pola elektroensefalogram (EEG) yang tidak bisa, yang terdiri dari
lonjakan gelombang lambat dengan tegangan tinggi.
e. Penyakit Huntington
Penyakit ini bisanya disertai dengan perkembangan demensia. Demensia yang
terlihat pada penyakit ini adalah tipe demensia subkortikal yang ditandai
dengan kelainan motoric yang lebih banyak dan kelainan bicara yagn lebih
sedikit dibandingkan tipe demensia kortikal. Demensia pada penyakit
huntinton ditandai oleh perlambatan psikomotor dan kesulitan melakukan
tugas yang kompleks, tetapi ingatan,bahasa, dan tilikan tetap relative utuh
pada stadium awal dan menegah penyakit. Tetapi saat penyakit berkembang
demensia menjadi lengkap, can ciri yang membedakan ini dengan demensia
tipe Alzheimer adalah tingginya insidensi depsresi dan psikosis, disamping
gangguan pergerakan kortikosteroid yang klasik.
f. Penyakit Parkinson
Seperti penyait Huntington, parkinsonisme adalah suatu penyakit ganglia
basalis yang sering disertai dengan demensia dan depresi. Diperkirakan 20-
30% pasien dengan dengan penyakit perkinson menderita demensia.
Pergerakan yang lambat pada penyakit Parkinson adalah disertai dengan
berpikir yang lambat pada beberapa pasien yang terkena, hal ini disebut juga
bradyphenia.
20
Infeksi virus HIV seingkali menyebabkan demensia dan gejala psikiatrik
lainnya. Perkembangan demensia pada pasien yang terinfeksi HIV seringkali
disertai oleh tampaknya kelainan parenkimal pada pemeriksaan MRI.
Diagnosis
21
Kondisi akibat zat
Defisit tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan Aksis I lainnya (misalnya,
gangguan depresif berat, skizofrenia)
22
1. Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut :
b. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan
yang bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu
penurunan bermakna dan tingkat fungsi sebelumnya.
c. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya, peninggian refleks tendon dalam,
respon ekstensor plantar, palsi pseudo bulbar, kelainan gaya berjalan, kelemahan
pada satu ekstremitas) atau tanda-tanda laboratorium adalah indikatif untuk
penyakit serebrovaskular (misalnya, infark multipel yang mengenai korteks dan
substansia putih di bawahnya) yang berhubungan secara etiologi dengan
gangguan.
d. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium
Kode didasarkan pada ciri yang menonjol
1. Dengan delirium jika delirium menumpang pada demensia
2. Dengan waham jika waham merupakan ciri yang menonjol
3. Dengan suasana perasaan terdepresi : jika suasana perasaan terdepresi (termasuk
gambaran yang memenuhi kriteria gejala lengkap untuk episode depresif berat)
adalah ciri yang menonjol. Suatu diagnosis terpisah gangguan suasana perasaan
karena kondisi medis umum tidak diberikan.
4. Tanpa penyulit : jika tidak ada satupun di alas yang menonjol pada gambaran
klinis sekarang.Sebutkan jika : Dengan gangguan perilaku
Catalan penulisan : juga tuliskan kondisi serebrovaskular pada Aksis III.
Diagnosis Klinis
23
dalam perincian yang kecil-kecil dapat merupakan karakteristik. Ledakan
kemaraha yang tiba-tiba, atau sarkasme dapat terjadi. Labilitas emosional,
dandanan yang kotor, ucapan yang tidak tertahan, gurauan yang bodoh, atau
ekspresi wajah dan gaya yang bodoh, apatik, atau kosong menyatakan demensia,
terutama jika disertai dengangn gangguan ingatan.
Gambaran klinis
Pada stadium awal demensia, pasein menunjukkan kesulitan untuk kesulitan untuk
mempertahankan kinerja mental, fatigue, dan kecendrungan untuk gagal jika suatu
tugas adalah baru atau kompleks atau memerlukan penggeseran strategi
pemecahan masalah. Ketidak mampuan mengerjakan tugas menjadi semakin berat.
Defek utama dalam demensia melibatkan orientasi, ingatan, persepsi, fungsi
intelektual, dan pemikiran. Dan semua fungsi tersebut menjadi secara progresif
terkena saat proses penyakit berlanjut . perubahan afektif dan perilaku, seperti
control impuls yang defektif dan labilitas emosional sering ditemukan., seperti
juga penonjolan dan perubahan sifat kepribadian premorbid.
1. Gangguan Daya Ingat
Gangguan daya ingat merupakan ciri yang awal dan menonjol pada
demensia yang mengenai korteks, seperti demensia tipe Alzheimer, pada
awal perjalanan demensia gangguan daya ingat adalah ringan dan biasanya
paling jelas untuk peristiwa yang baru terjadi. Saat perjalanan demensia
berkembang gangguan emosional menjadi parah dan hanya informasi
yang dipelajari paling baik dipertahankan.
2. Orientasi
Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, tempat,
dan waktu, orientasi dapat terganggu secara progresif, selama perjalanan
penyakit demensia.
24
3. Gangguan Bahasa
Proses demensia yang mengenai korteks, terutama demensia tipe
Alzheimer sdan demensia vaskular dapat mempengaruhi kemampuan
berbahasa pasien. Kesulitan berbahasa mungkin ditandai oleh cara berkata
yang samar, stereotipik, tidak tepat atau berputar-putar. Pasien juga
kesulitan untuk menyebutkan nama suatu benda.
4. Perubahan Kepribadian
Perubahan kepribadian ini merupakan hal yang paling mengganggu. Sifat
kepribadian sebelumnya mungkin diperkuat Selama perkembangan
demensia. Pssien dengan demenisa juga mungkin introvert dan tampaknya
kurang memperhatikan tentang efdek prilaku mereka terhadap orang lain.
Pasien demensia yang mempunyai waham paranoid biasanya bersikap
bermusuhan terhadap anggota keluarga dan orang lain. Pasein dengan
gangguan frontal dan temporal kemunginan mengalami perubahan
kepribadian yangjelas dan mudah marah yang meledak-ledak.
5. Psikosis
Diperkirakan 20-30% pasien demensia terutama pasien dengan demensia
tipe Alzheimer memiliki halusinasi, dan 30 sampai 40% memiliki waham,
terutama dengan sifat paranoid atau presekutorik yang itdak sistematik,
walaupunn waham yang kompleks menetap, tersistematik dengan baik
juga dilaporkan pada pasien demensia. Agresi fisik dan bentuk kekerasan
lainnya adalah seringpad pasien demensia yang juga mempunyai gejala
psikotik.
6. Gangguan lain
6.1. Psikiatrik.
Disamping psikosis dan perubahan kepribadian, depresi, kecemasan adalh
gejala utama pada kira-kira 40 sampai 50% pasien demensia. Walaupun
sindrom gangguan depresif yang mungin hanya ditemukan pada 10
25
sampai 20 % psien demensia. Pasien dengan demensia juga menunjukkan
tertawa atau menangis yang patologis, yaitu emosi yang extreme tanpa
provokasi yang terlihat.
6.2. Neurologis
Disamping afasia pada pasien demensia, apraksia dan agnosia sering juga
terjadi. Tanda neurologis lain adalah kejang dan presentasi neurologis
yang atipikal seperti sindrom lobus parietalis non dominan. Reflex
primitive seperti reflex menggenggam, moncong, mengisap, kaki tonik,
dan palmomental mungkin ditemukan pada pemeriksaan neurologis dan
ditemukan juga jerks mioklonis. Pasien dengan demensia vascular
mungkin mempunyai gejala tambahan seperti nyeri kepala, pusing,
pingsan, kelemahan, tanda neurologis fokal dan ganggua tidur yang
mungkin menunjukkan lokasi penyakit serebrovaskular. Pasli
serebrobulbar, disatria dan disfagia jugalebih sering pada demnsia
vaksular daripada demensia lain.
6.3. Reaksi katastropik
Pasein demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan dalam
berprilaku abstrak, kesulitan dalam menbentuk konsep, mengambil
perbedaan dan persamaandari konsep tersebut. Sulit memecahkan masalah
dan alasan yang logis. Ditemukan juga control impulse yang buruk,
khususnya pada ademnsia yang mempenaruhi lobus frontalis.
6.4. Syndrome Sundowner
Sindrom ini ditandai dengan mengantuk, konfusi, ataksia, dan terjatuh
secara tidak sengaja. Keadaan ini terjadi pada pasien lanjut usia dengan
yang mengalami sedasi berat da pada pasien demensia yang bereaksi
secara menyimpang bahkan terhadap dosis kecil obat psikoaktif. Sindrom
ini juga terjadi pada pasien demensia jika mendapatkan stimuli external.
Diagnosis Banding
26
Pemeriksaan laboratorium yang lengkap harus dilakukan pada pasien dengan
demensia. Tujuan pemeriksaan adalah untuk mendeteksi penyebab reversible dari
demensia dan untuk memberikan pasien dan kelaurga suatu diagnosis definitif.
Pemeriksaan pencitraan menggunakan MRI dan SPECT (Singe Photon Emission
Computed Tomography) yang berguna unutk mendeteksi pola metabolism otak
dalam berbagai demensia dapat membantu menyingkirkan diagnosis banding.
1. Demensia Tipe Alzheimer vs Demensia Vaskuler
Demensia vaskuler dibedakan dengandemensia Alzheimer adalah dari adanya
perburukan yang mungkin menyertai penyakit serebrovaskuler selama suatu
periode waktu. Gejala fokal lebih sering ditemukan pada demensia vaskuler.
2. Demensia Vaskuler vs Serangan Iskemik Transien
Serangan iskemik transien adalah episode singkt disfungsi neurologis fokal
yang berlangsung kurang dari 24 jam. Keadaan ini seringkali disebabkan oleh
mikroembolisasi dari suatu lesi intracranial proksimal. Dan jika hal ini
menghilang biasanya tanpa perubahan patologis yang bermakna pada jaringa
parenkim.
3. Delirium
Delirium dibedakan dari onsetnya yang cepat durasi yang singkat, fluktuasi
gangguan kognitif selama perjalanan hari, eksaserbasi nokt nal dari gejala,
gangguan jelas dari siklus bangun tidur, dan gangguan perhatian dan persepsi
yang menonjol.
4. Depresi
Pada suatu keadaan dimana gangguan kognitif dari demensia sulit dibedakan
dari depresi, hal ini dikenal sebagai pseudodemensia. Pasien dengan disfungsi
kognitif yang berhubungan dengan depresi mempunyai gejala depresif yang
menonjol, dan mempunyai lebih banyak tilikan terhadap gejalanya dibanding
pasien demensia., dan sering kali mempunyai riwayat episode depresif dimasa
lalu.
5. Skizofrenia
27
Walaupun skizofrenia mungkin disertai dengan adanya suatu derajat gangguan
intelektual di dapat gejalanya jauh kurang berat dibandingkan gejala yang
berhubungan dengan psikosis dan gangguan pikiran yang ditemukan pada
demensia.
6. Penuaan Normal
Ketuaan tidak selalu disertai dengan adanya penurunan kognitif yang
bermakna, tapi suatu derajat ringan masalah ingatan dapat terjadi sebagai
bagian dari proses penuaan normal. Kejadian normal tersebut sering kali
disebut sebagai benign senescent forgetfulness atau age associated memory
impairment. Keadaan tersebut dapat dibedakan dari demensia oleh
keparahannya yang ringan dan oleh kenyataan bahwa keadaan tersebut tidak
mengganggu secara bermakna pada kehidupan sosial atau pekerjaan pasien.
Perjalanan klasik dari dementia adalah onsetnya pada pasien yang berusia 50 an
dan 60 an denga perburukan bertahap selama 5 sampai 10 tahun, yang akhirnya
menyebabkan kematian. Usia saat onset dan kecepatan perburukannya adalah
bervariasi diantara tipe demensia yang berbeda dan dalam kategori diagnostik
individual.
Perjalanan demensia yang paling sering dimulai dengan sejumlah tanda yang
samar-samar yang pada awalnya mungkin diketahui oleh pasien dan orang yang
paling dekat denga pasien. Onset gejala yang bertahap paling sering berhubungan
denga demensia tipe Alzheimer, demensia vascular, endokrinopati, tumor otak dan
gangguan metabolik. Sebaliknya onset demensia yang disebabkan oleh trauma
kepala, henti jantung dan hipoksia serebral atau ensefalopati mungkin terjadi
secara tiba-tiba. Walaupun gejala fase awal demensia adalah samar-samar, gejala
menjadi jelas saat demensia berkembang. Pasien demensia mungkin peka terhadap
penggunaan benzodiazepine atau alcohol yang dapat mencetuskan perilaku yang
28
teragitasi, agresif dan psikotik. Dengan pengobatan psikologis dan farmakologis
dan kemungkinan karena sifat otak yang dapat menyembuhkan diri sendiri, gejala
demensia dapat berkembang hanya lambat untuk suatu waktu atau bahkan mundur
sesaat.
Regresi gejala tersebut jelas merupakan suaatu kemungkinan pada demensia yang
reversible jika pengobatan dimulai. Perjalanan demensia bervariasi dari kemajuan
yang tetap dampai bemburukan demensia yang bertambah sampai suatu demensia
yang stabil.
1. Faktor psikososial
Keparahan dan perjalanan semensia dapat dipengaruhi oleh factor psikososial.
Pasien yang mempunyai onset demensia yang cepet menggunakan lebih
sedikit pertahanan dibandingkan denga pasien yang mengalami onset bertahap
kecemasan dan depresi mungkin memperkuat dan memperburuk gejala,
pseudodemensia terjadi pada pasien depresi yang mengeluh gangguan daya
ingat, tetapi pada kenyataannya, menderita dari suatu gangguan depresif. Jika
depresi diobati, defek kognitif menghilang.
2. Demensia Tipe Alzheimer
Demensia ini dapat dimulai pada setiap usia. Kira-kira setengah dari pasien
dengan demensia tipe Alzheimer mengalami gejala pertamanya pada usia
kurang dari 65 dan 70 tahun. Perjalanan gangguan secara karakteristik adalah
penurunan bertahap selama 8 sampai 10 tahun, walaupun perjalanan dapat
jauh lebih cepat atau jauh lebih bertahap. Jika gejala demensia telah menjadi
berat kematian sering kali terjadi setelah periode waktu yang singkat.
3. Demensia Vaskular
Berbeda dengan onset demensia tipe Alzheimer, onset demensia vascular
kemungkinan mendadak. Juga berbeda denga demensia tipe Alzheimer
terdapat penahanan kepribadian yang lebih besar pada pasiendengan demensia
29
vascular. Perjalanan demensia vaskular sebelumnya telah digambarkan
sebagai bertahap dan setengah-setengah.
Pengobatan
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak yang
disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan
dilakukan tepat pada waktunya. Pendekatan pengobatan umumpada pasien
demensia adalah untuk memberikan perawatan media suportif, bantuan emosional
untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan medika mentosa untuk gejala
spesifik.
1. Pengobatan Medikamentosa
Pengobatan yang tersedia saat ini untuk insomnia dan kecemasan, dokter
meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan kecemasan, antidepresan
untuk depresi, dan antipsikotik untuk waham dan halusinasi. Tapi perlu
diperhatikan adanya efdek idiosinkrartik dari obat lanjut usia sperti
perangsangan yang paradoksal, konfusi, dan peningkatan sedasi. Obat dengan
aktivitas kolinergik tinggi dihindari. Benzodiazepine kerja singkat dalam dosis
kecil adalah medikasi ansiolitik dan sedative lebih disukai untuk pasien
demensia.
2. Faktor psikodinamik
Pemburukan kemampuan mental mempunyai arti pskiologis yang bermakna
pada pasien dengan demensia. Pengalaman seseorang memiliki kontinuitas
selama perjalanan waktu adalah tergantung pada ingatan. Dari segi
30
psikodinamik, dapat tidak terdapat hal tertentu seperti suatu demensia yang
tidak dapat diobati.
3. GANGGUAN AMNESTIK
Gangguan amnestik ditandai terutama oleh gejala tunggal suatu gangguan daya
ingat yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan.
Diagnosis dibuat apabila pasien mempunyai tanda lain dari gangguan kognitif.
Gangguan amnestik ini dibedakan dari gangguan dissosiatif.
Epidemiologi
Tidak ada data pasti mengenai gangguan amnestic ini, bebrapa penelitian
melaporkan adanya insidensi atau prevelensi gangguan ingatan pada penggunaan
alkohol dan cedera kepala.
Etiologi
Struktur anatomi yang terlibat dalam daya ingat dan perkembangan gangguan
amnestik adalah terutama struktur diensefalik, dan struktur lobus midtemporalis.
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa hemisfer kiri lebih kritikal
dibanding hemisfer kanan dalam perkembangan gangguan daya ingat. Gangguan
amnestik memiliki banyak penyebab. Berikut table penyebab gangguan
amnestik.
31
Kejang, trauma kepala, tumor serebral, penyakit serbrovaskular, prosedur
bedah pada otak, ensefalitis, hipoksia, amnesia global transien, trapi
elektrokonvulsif, sclerosis multiple.
c. Penyebab berhubungan dengan zat
Gangguan penggunaan alkohol, neurotoksin, benzodiazepine
Diagnostik
Pusat gejala dari gangguan daya ingat yang diandai oleh gangguan pada
kemampuan untuk mempelajari informasi baru (amnesia anterograde) dan
ketidakmampuan untuk mengingat pengetahuan yang sebelumnya diingat
(amnesia retrograde) gejala harus menyebabkan masalah bermakna bagi pasien
32
dalam fungsi social dan pekerjaanya. Daya ingat jangka pendek dan daya ingat
baru saja biasanya terganggu. Daya ingat jauh untuk informasi atau yang dipelajari
secara mendalam adalah baik. Tetapi daya ingat untuk peristiwa yang kurang lama
adalah terganggu.
Onset gejala dapat mendadak seperti pada trauma, serangan serebrovaskuler dan
gangguan akibat zat kimia neurotoksik atau bertahap. Amnesia dapat terjadi
singkat atau lama. Berbagai gejala lain dapat menyertai gangguan amnestik. Tetapi
jika pasien mempunyai gangguan kognitif lainnya, diagnose demensia atau
delirium adalah lebih tepat dibandingkan diagnosis gangguan amnestik. Pasein
dengan gangguan amnestik mungkin apatik, tidak memiliki inisiatif, mengalami
episode agitasi tanda provokasi, atau tampak sangat bersahabat dan mudah setuju.
Pasien dengan gangguan amnestik mungkin juga tampak kebingungan dan
berusaha menutupi konfusinya dengan jawaban konfabulasi terhadap pertanyaan.
1. Penyakit Serebrovaskular
Penyakit serebrovaskular yang mempengaruhi hipokampus mengenai artrei
serebralis posterior dan basilaris beserta cabang-cabangnya. Infark adalah
jarang terbatas pada hipokampus. Infark sering kali mengenai lobus oksipitalis
dan parietalis. Jadi gejala penyerta yang sering dari penyakit serebrovaskuler
di daerah tersebut adalah tanda neurologis fokal yang mengenai modalitas
penglihatan atau sensorik. Penyakati serebrovaskular yang mengenai thalamus
medial secara bilateral, khususnya pada bagian anterior, sering disertai gejala
gangguan amnestik.
2. Sklerosis Multipel
Proses patologis dari sklerosis multipel adalah pembentukan plak yang
tampaknya terjadi secara acak di dalam parenkim otak. Jika plak terjadi di
lobus temporalis dan daerah diensefalik, gejala gangguan daya ingat dapat
terjadi.
3. Sindrom Korsakof
33
Sindrom Korsakof adalah sindrom amnestik yang disebabkan oleh defisiensi
tiamin, yang paling sering berhubungan dengan kebiasaan nutrisional yang
buruk dari seseorang dengan penyalahgunaan alkohol kronis. Penyebab lain
nutrisi yagn bururk, karsinoma lambung, hemodialysis, hyperemesis
gravidarum, hiperalimentasi intravena berkepanjangan dan pelipatan lambung
juga dapat mengakibatkan defisiensi tiamin. Penyakit ini sering disertai
dengan ensefalopati Wernicke yang merupakan sindrom penyerta berupa
konfusi, ataksia, dan oftalmoplegia. Temuan neurofisologi pada penyakit ini
menggambarkan adanya perubahan samar pada akson neuronal. Walaupun
delirium menghilang dalam dalam sebulan atau lebih, sindrom amnestik
menyertai atau mengikuti ensefalopati Wernicke.
4. Blackout Alcoholic
Pada beberapa orang yang menyalahgunakan alcohol, keadaan ini dapat
terjadi dimana pasien akan terbangun dipagi hari dan tidak mampu mengingat
kejadian pada malam sebelumnya saat terintoksikasi.
5. Terapi Elektrokonvulsif
Terapi elektrokonvulsif (ECT) biasanya disertai dengan amnesia retrogard
selama beberapa menit sebelum pengobatan dan suatu amnesia anterogard
setelah pengobatan. Defisit daya ingat ini menetap selama satu sampai dua
bulan setelah siklus pengobatan.
6. Cedera Kepala
Cedera kepala dapat menyebabkan berbagai gejala neuropsikiatrik termasuk
demensia, depresi, perubahan kepribadian, dan gangguan amnestic. Gangguan
amnestic yang disebabkan oleh cedera kepala seringkali berhubungan dengan
suatu periode amnesia retrogard sebelum kecelakaan traumatis dan amnesia
teerhadap kecelakaan traumatis sendiri. Beratnya cedera otak agak
berhubungan dengan lamanya danberatnya sindrom amnestik, tetapi yang
berhubungan paling baik dengan perbaikan akhir adalah derajat perbaikan
klinis amnesia selama minggu pertama setelah pasien mencapai kesadaran.
34
Diagnosis Banding
35
pada epilepsy lobus temporalis, ECT, penggunaan obat tertentu seperti
benzodiazepine dan barbiturate dan resusitasi dari henti jantung. Sindrom amnestik
permanen dapat mengikuti suatu cdedera kepala, keracunan monoksida, infarks
serebral, perdarahan subarachnoid, dan ensefalitis herpes simpleks.
Pengobatan
a. Gangguan Degeneratif
36
Gangguan degeneratif yang sering mengenai ganglia basalis sering disertai
dengan tidak saja gangguan pergerakan tetapi juga depresi, demensia, dan
psikosis.
b. Epilepsi
Epilepsi adalah penyakit neurologis kronis yang paling umum. Masalah utama
adalah pertimbangan suatu diagnostik epilepsi pada pasien psikiatrik,
pembedaan psikososial dari suatu diagnosis epilepsi untuk seorang pasien, dan
efek psikologis dan efek kognitif dari obat antiepileptik yang sering
digunakan. Gejala perilaku yang paling umum dari epilepsi adalah perubahan
kepribadian; psikosis, kekerasan, dan depresi adalah gejala yang lebih jarang
dari gangguan epileptik.
Definisi
Klasifikasi
37
Dua kategori utama kejang adalah parsial dan umum. Kejang parsial
melibatkan aktivitas epileptiformis didaerah otak setempat. Kejang umum
melibatkan keseluruhan otak.
a. Kejang umum
Kejang tonik klonik umum mempunyai gejala klasik hilangnya kesadaran,
gerakan tonik, klonik umum pada tungkai menggigit lidah dan peristiwa
inkontinensia. Masalah psikiatrik yang peling sering berhubungan dengan
kejang umum adalah membantu pasien menyesuaikan gangguan neurologis
kronis dan menilai efek kognitif atau perilaku dari obat antiepileptik.
Absence (Petit Mal)
Sifat epileptik dari episode mungkin berjalan tanpa diketahui karena
manifestasi motorik atau sensorik sangat ringan. Epilepsi ini bisa dimulai
pada masa anak antara usia 5 sampai 7 tahun dan menghilang pada masa
pubertas. Kehilangan kesadaran singkat selama psien tiba-tiba kehilangan
kontak dengan lingkungan, adalah karakteristik dari epilepsi petit mal
tetapi pasien tidak mengalami kehilangan kesadaran atau gerakan kejang
yang sesungguhnya epilepsi ini dapat terjadi pada masa dewasa namun
jarang, onsetnya ditandai dengan episode psikotik atau delirium yang tiba-
tiba dan rekuren dan disertai pingsan.
Gejala
Gejala praiktal
Peristiwa praiktal pada epilepsi parsial kompleksa adalah termasuk sensasi
otonomik, sensasi kognitif, keadaan afektif dan secara klasik automatisme.
38
Gejala iktal
Perilaku yang tidak terinhibisi, terdisorganisasi dan singkat menandai
serangan iktal. Gejala kognitif termasuk amnesia untuk waktu selama kejang
dan suatu periode delirium yang menghilang setelah kejang. Pasein dengsn
epilepsi parsial kompleks, suatu fokus kejang dapat ditemukan pada
pemeriksaan EEG.
Gejala interiktal
Kelainan psikiatrik yang seling dilaporkan adalah gangguan kepribadian dan
biasanya kemungkinan terjadi pada pasien dengan epilepsi yang berasal dari
lobus temporalis. Ciri yang paling sering adalah perubahan perilaku seksual,
viskositas kepribadian, religiositas dan pengalaman emosi yang melambung.
Perubahan prilaku seksual dapat dimanifestasikan sebagai hiperseksualitas,
penyimpangan minat seksual. Hiposeksualitas. Gejala viskositas kepribadian
biasanya paling dapat diperhatikan pada percakapan pasien yang mungkin
lambat, serius, berat dan suka menonjolkan keilmuan, penuh dengan rincian
yang tidak penting dan seringkali berputar-putar. Religiositas mungkin jelas
dan dapat dimanifestasikan bukan hanya dengan meningkatnya peran serta
pada aktivitas yang sangat religious tetapi juga oleh permasalah moral dan
etik yang tidak umum, keasyikan dengan benar dan salah, dan meningkatnya
minat pada permasalahan global dan filosofi. Ciri hiperreligius kadang dapat
tampak seperti gejala prodromal skizofrenia.
Gejala psikotik. Keadaan psikotik interiktal adalah lebih sering dari psikosis
iktal. Episode interpsikotik interpsikotik yang mirip skizofrenia dapat terjadi
pada pasien dengan epilepsi khususnya yang berasal dari lobus temporalis.
Onset gejala psikotik pada epilepsi adalah bervariasi. Biasanya gejala psikotik
tampak apda pasien yang telah menderita epilepsi untuk jangka wwaktu yang
lama, dan onset gejala psikotik didahului oleh perkembangan perkembangan
perubahan kepribadian yang berhubungan dengan aktivitas otak epileptik.
39
Gejala psikosis yang paling karakteristik adalah halusinasi, dan waham
paranoid. Gejala gangguan pikiran pada pasien epilepsy psikotik paling
mering merupakan gejala yang melibatkan konseptualisasi dan
sirkumstansialitas. Pada pasien ini juga muncul gejala kekerasan dan gejala
gangguan mood.
Diagnosis
Diagnosis epilepsi yang tepat dapat sulit khususnya jika gejala iktal dan
interiktal dari epilepsi merupakan manifestasi berat dari gejala psikiatrik tanpa
adanya perubahan yang bermakna pada kesadaran dan kemampuan kognitif.
Diagnosis banding lain yang dipertimbangkan adalah kejang semu, dimana
pasien mempunyai suatu kontrol kesadaran atas gejala kejang yang mirip.
Pengobatan
40
mengendalikan gejala iritabilitas dan meledaknya agresi, karena dua obat
tersebut adalah obat antipsikotik tipikal.
c. Tumor Otak
Kira-kira 50% pasien dengan tumor otak mengalami gejala mental, kira-kira
80% pasien tumor otak dengan gejala mental mempunyai tumor di daerah
otak frontalis atau limbic. Meningioma kemungkinan dapat menyebabkan
gejala fokal karena lesi menekan daerah korteks yang terbatas, sedangkan
glioma kemungkinan menyebabkan gejala yang difus. Delirium merupakan
suatu komponen yang paling sering dari tumor yang tumbuh dengan cepat,
besar atau metastatik. Jika pada pemeriksaan fisik ditemukan intoktinensia
kandung kemih atau usus, suatu tumor lobus frontalis harus dicurigai. Jika
riwayat penyakit dan pemeriksaan menemukan kelainan pada daya ingat dan
pembicaraan, suatu tumor lobus temporalis harus dicurigai.
1. Kognisi
Gangguan fungsi intelektual sering menyertai adanya tumor otak, dan tidak
tergantung pada jenis dan lokasinya
2. Keterampilan berbahasa
Gangguan fungsi berbahasa dapat berat, terlebih jika pertumbuhan tumor
dapat cepat.
3. Daya ingat
Hilangnya daya ingat merupakan gejala yang paling sering dari tumor otak.
Peristiwa yang belum lama, bahkan peristiwa yang menyakitkan dapat
hilang, tetapi ingatan yang lama dapat dipertahankan, dan pasien tidak
menyadari kehilangan ingatannya terhdap peristiwa yang baru saja terjadi.
4. Persepsi
41
Defek persepsi yang berat sering berhubungan dengan gangguan perilaku,
khususnya jika pasien perlu mengintegrasi persepsi taktil, auditoris, dan
visual.
5. Kesiagaan
Perubahan kesadaran merupakan gajala yang lambat dan sering dari
peningkatan tekanan intra kranial yang disebabkan oleh suatu tumor otak.
Pasien tidak dapat bergerak dan menjadi bisu, walaupun pasien itu sadar.
Kista koloid
Walaupun bukan tumor otak, dalam pembicaraan yang jelas, kista koloid yang
berlokasi di ventrikel ketiga dapat menimbulkan tekanan fisik pada struktur
diendsefalon, yang menyebabkan gejala mental tertentu seperti depresi,
labilitas emosi, gejala psikotik, dan perubahan kepribadian.
d. Trauma Kepala
Trauma kepala dapat menyebabkan berbagai gejala mental. Trauma kepala
dapat mengarahkan ke diagnosis demensia oleh trauma kepala atau gangguan
mental karena kondisi medis umum yang tidak ditentukan. Sindrom
pascagegar tetap kontroversial, karena menyebabkan berbagai gejalapsikiatrik.
Patofisiologi
Trauma kepala merupaka situasi klinis yang umum. Trauma kepala paling
sering terjadi pada usia 15 sampai 25 tahun, dan mempunyai perbandingan
laki-laki dan perempuan sebanyak 3:1. Trauma kepala secara kasar dibedakan
menjadi trauma kepala tembus, dan trauma tumpul. Juga dapat terjadi suatu
kontusi fokal. Peregangan parenkim otak menyebabkan kerusakan aksonal
difus. Proses yang timbul kemudian, seperti edema, dan perdarahan, dapat
menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut.
42
Gejala
Dua petunjuk gejala utam yang berhubungan dengan trauma kepala adalah
gejala dari gangguan kognitif dan gejala dari sekuele prilaku. Setelah suatu
periode amnesia pasca traumatis, biasanya terjadiperiode pemulihan selama 6
sampai 12 bulan. Masalah kognitif yagn paling sering adalah menurunnya
kecepatan pemprosesan informasi, penurunan perhatian, meningkatnya
distraktibilitas, defisit dalam pemecahan masalah dan kemampuan terus
berusaha, dan masalah dengan daya ingat dan mempelajari informasi baru.
Pada perilaku, gejala yang utama adalah perubahan kepribadian, depresi,
meingkatnya impulsivitas, dan meningktanya agresi.
Pengobatan
Pengobatan gangguan kognitif dan perilaku pada pasien trauma kepala pada
dasarnya adalah sama dengan pendekatan pengobatan yang digunakan pada
pasien lain dengna gejala tersebut. Pasien trauma kepala mungkin rentan
terhadap efek samping yang berhubungan dengan obat psikotropik, sehingga
obat harus diberikan dalam dosis rendah. Antidepresan standar dapat
digunakan untuk mengobati depresi, baik antikonvulsan maupun antipsikotik
dapat digunakan untuk mengobati agresi dan impulsivitas.
e. Gangguan Demielinisasi
Gangguan demielinisasi yang utama adalah skelrosis multipel, gangguan
lainnya adalah sklerosis lateral amiotropik.
Skelrosis multipel
43
Skelrosis multiple ditandai dengan episode gejala yang multipel. Secara
patofisiologi berhubungan dengan lesi multifokal di substansia alba di sistem
saraf pusat. Gejala neuropsikiatrik dibagi atas gejala kognitif dan gejala
perilaku. Pasien dengan sklerosis multipel menunjukkan adanya penurunan
kecerdasan dan daya ingat. Gejala prilaku yang timbul adalah euphoria,
depresi, dan perubahan kepribadian. Psikosis adalah komplikasi yang jarang
pada pasien dengan sklerosis multipel. Namun, depresi sering terjadi. Faktor
risiko untuk bunuh diri adalah pasda pasien jenis kelamin laki-laki, dengan
onset sklerosis multipel sebelum usia 30 tahun.
f. Penyakit Infeksi
Ensefalitis herpes simpleks adalah jenis ensefalitis fokal yang paling sering
terjadi, penyakit ini paling sering mengenai lobus fronalis dan temporalis.
Gejala sering berupa anosmia, halusinasi olfaktoris, dan gustatoris, perubahan
kepribadian dan juga prilaku yang aneh.
Ensefalitis Rabies
Neurosifilis
44
Penyakit ini bisanya mengenai lobus frontalis, sehingga menyebabkan
perubahan kepribadian, perkembangan gangguan pertimbangan, irirtabilitas,
dan penurunan perawatan untuk diri sendiri. Dapat terjadi waham kebesaran,
demensia dan tremor.
Meningitis Kronis
Meningitis kronis juga sering ditemukan. Gejala yang biasanya timbul adalah
nyeri kepala, gangguan daya ingat, konfusi dan demam.
g. Gangguan Kekebalan
h. Gangguan Endokrin
Ganggan Tiroid
45
Disfungsi kelenjar paratiroid menghasilkan regulasi abnormal pada
metabolisme kalsium, sekresi hormon paratiroid yang berlebihan
menyebabkan hiperkalsemia, yang menyebabkan delirium, perubahan
kepribadian, dan apati. Eksitabilitas neuromuscular yang tergantung pada
konsentrasi ion kalsium yang tepat adalah menurun dan dapat terjadi
kelemahan otot. Hipokalsemia dapat menyebabkan gejala neuropsikiatrik
berupa delirium dan perubahan kepribadian.
Gangguan Adrenal
i. Gangguan Metabolisme
46
Gagal hati berat dapat menyebabkan ensefalopati hepatik, yang ditandai
dengan perubahan kesadaran, asteriksis, hiperventilasi dan kelainan EEG.
Perubahan kesadaran dapat terentang dari apati sampai mengantuk hingga
koma. Gejala psikiatrik yang berhubungan adalah perubahan daya ingat,
keterampilan intelektual umum dan pada kepribadian.
Ensefalopati Uremik
Gagal ginjal sering disertai dengn perubahan daya ingat, orientasi dan
kesadaran. Gejala neuropsikiatrik cenderung reversibel.
Ensefalopati hipoglikemik
Ketoasidosis Metabolik
j. Gangguan Nutrisional
47
Defisiensi Niasin
Defisiensi Tiamin
Defisiensi kobalamin
Perubahan mental yang dapat muncul berupa apati, depresi, iritablitas dan
kemurungan sering ditemukan.
48
IV. KESIMPULAN
49
DAFTAR PUSTAKA
50