Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Salah satu organisasi profesional Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di USA,
International Association of Safety Professional (IASP) menetapkan 8 prinsip K3 yang
menjadi landasan pengembangan K3 (Ramli, 2010:23) sebagai berikut:
1. K3 adalah tanggung jawab moral atau etik (Safety is an ethical responsibility)
Masalah K3 hendaknya dilihat sebagai tanggung jawab moral untuk melindungi
keselamatan sesama manusia. Oleh karena itu, K3 bukan sekadar pemenuhan
perundangan atau kewajiban, tetapi merupakan tanggung jawab moral setiap pelaku
bisnis untuk melindungi keselamatan pekerjanya.
2. K3 adalah budaya, bukan sekadar program (Safety is a culture, not a program)
Banyak perusahaan yang menganggap K3 hanya sekadar program yang dijalankan dalam
perusahaan atau untuk memperoleh penghargaan dan sertifikat. Padahal K3 adalah
cerminan dari budaya (safety culture) dalam organisasi. K3 harus menjadi nilai-nilai yang
dianut dan menjadi landasan dalam pengembangan bisnis.
3. K3 adalah tanggung jawab manajemen (Management is responsible)
Selama ini manajemen sering melemparkan tanggung jawab K3 kepada para pengawas
dan jika terjadi kecelakaan akan melimpahkan kepada mereka yang berada di tempat
kerja. Padahal secara moral, tanggung jawab mengenai keselamatan ada pada manajemen.
Tanggung jawab ini tentu dalam wujud kebijakan, kepedulian, kepemimpinan dan
dukungan penuh terhadap upaya keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan.
4. Pekerja harus dididik untuk bekerja dengan aman (Employees must be trained to work
safety)
Setiap tempat kerja, lingkungan kerja dan jenis pekerjaan memiliki karakteristik dan
persyaratan K3 berbeda. Karena itu, K3 tidak bisa timbul sendirinya pada diri pekerja
atau pihak lainnya. K3 harus ditanamkan dan dibangun melalui pembinaan dan pelatihan.
5. K3 adalah cerminan kondisi ketenagakerjaan (Safety is a condition of employment)
Tempat kerja yang baik adalah tempat kerja yang aman. Lingkungan kerja yang
menyenangkan dan serasi akan mendukung tingkat keselamatan. Oleh karena itu, kondisi

5
K3 dalam perusahaan adalah pencerminan dari kondisi ketenagakerjaan dalam
perusahaan.
6. Semua kecelakaan dapat dicegah (All injuries are preventable)
Prinsip dasar ilmu K3 adalah semua kecelakaan dapat dicegah karena semua kecelakaan
pasti ada sebabnya. Jika sebab kecelakaan dapat dihilangkan, maka kemungkinan
kecelakaan dapat dihindarkan.
7. Program K3 bersifat spesifik (Safety programs must be site specific)
Prinsip ini melihat bahwa program K3 tidak bisa dibuat, ditiru, atau dikembangkan
semuanya. Namun harus berdasarkan kondisi dan kebutuhan nyata di tempat kerja sesuai
dengan potensi bahaya sifat kegiatan, kultur, kemampuan finansial, dan lainnya. Program
K3 harus dirancang spesifik untuk masing-masing organisasi atau perusahaan sehingga
tidak bisa sekadar meniru atau mengikuti arahan dan pedoman dari pihak lain.
8. K3 baik untuk bisnis (Safety is good business)
Melaksanakan K3 jangan dianggap sebagai pemborosan atau biaya tambahan, namun
harus dilihat sebagai bagian dari proses produksi atau strategi perusahaan. K3 adalah
bagian integral dari aktivitas perusahaan. Kinerja K3 yang baik akan memberikan manfaat
terhadap bisnis perusahaan.

2.2 Tujuan dan manfaat K3


Sering timbul anggapan bahwa K3 merupakan pemborosan, pengeluaran biaya yang
sia-sia atau sekadar formalitas yang harus dipenuhi oleh organisasi. K3 masih dianggap
sebagai beban tambahan bagi organisasi. Persepsi seperti ini sangat menghambat
pelaksanaan K3. Aspek K3 bersifat multi dimensi. Karena itu tujuan dan manfaat K3 juga
harus dilihat dari berbagai sisi seperti dari sisi hukum, perlindungan tenaga kerja, ekonomi,
pengendalian kerugian, sosial, dan lainnya.
2.3 Sistem Manajemen K3 (SMK3)
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) harus dikelola sebagaimana dengan aspek
lainnya dalam perusahaan seperti operasi, produksi, logistik, sumber daya manusia,
keuangan dan pemasaran. Aspek K3 tidak akan bisa berjalan seperti apa adanya tanpa
intervensi dari manajemen berupa upaya terencana untuk mengelolanya. Karena itu, ahli K3
sejak awal Tahun 1980an berupaya meyakinkan semua pihak, khususnya manajemen
organisasi untuk menempatkan aspek K3 setara dengan unsur lain dalam organisasi. Hal
inilah yang mendorong

6
lahirnya berbagai konsep mengenai Manajemen K3 (safety management). Semua sistem
manajemen K3 bertujuan untuk mengelola ririko K3 yang ada dalam perusahaan agar
kejadian yang tidak diinginkan atau dapat menimbulkan kerugian dapat dicegah. Mengelola
K3 sama juga dengan mengelola aspek lain dalam perusahaan dengan menggunakan
pendekatan manajemen modern mulai dari perencanaan, pengorganisasian, penerapan dan
pengawasan.
Selanjutnya International Labour Organization (ILO) mengeluarkan pedoman
Sistem Manajemen K3 untuk digunakan di lingkungan kerja. Hal serupa juga terjadi di sector
industry lainnya sehingga berkembang berbagai system manajemen keselamatan seperti
Food Safety Management System, Railway Safety Management System, Marine Safety
Management System, Road Safety Management System, Construction Safety Management
System, Hospital Safety Management System, dan lainnya. Faktor inilah antara lain yang
mendorong lahirnya system manajemen K3 OHSAS 18001.
2.3.1 Pengertian SMK3
Menurut Kepmenaker 05 Tahun 1996, Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari
Sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan,
tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja dalam pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan
kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
SMK3 merupakan konsep pengelolaan K3 secara sistematis dan komprehensif dalam
suatu sistem manajemen yang utuh melalui proses perencanaan, penerapan, pengukuran dan
pengawasan. Pendekatan SMK3 telah berkembang sejak Tahun 1980an yang dipelopori oleh
pakar K3 seperti James Tye dari British Safety Council, Dan Petersen, Frank Birds dan
lainnya. Dewasa ini terdapat berbagai bentuk SMK3 yang dikembangkan oleh berbagai
lembaga dan institusi di dalam dan luar negeri. antara lain:
a. Sistem Manajemen Five Star dari British Safety Council, UK
Dikembangkan oleh lembaga K3 di Inggris sekitar Tahun 1970 dan digunakan di berbagai
perusahaan dan institusi. Lembaga ini memberi penghargaan kepada perusahaan yang
berprestasi berbentuk pedang keselamatan (Sword of Honour). Beberapa perusahaan di
Indonesia, seperti Pertamina dan Petrokimia telah memperoleh penghargaan ini.
b. British Standard BS 8800 Guide to Occupational Health and Safety Management System
Merupakan standar tentang SMK3 yang diberlakukan di Inggris dan Negara lain di
sekitarnya.

7
c. Occupational Health and Safety (OHS) Management System, OHSA,USA
d. International Safety Rating System (ISRS) dari ILCI/DNV
Suatu SMK3 yang dipelopori oleh ahli K3 dari USA yaitu Mr. Frank Bird yang
mengembangkan metode penilaian kinerja K3 yang disebut ISRS. Sistem ini memberi
peringkat kinerja K3 suatu perusahaan melalui audit dan nilai (system scoring). Di
Indonesia telah banyak perusahaan yang menerapkan sistem ini.
e. Process Safety Management, OHSA Standard CFR 29 1910.119
Merupakan SMK3 yang dirancang khusus untuk industri proses berisiko tinggi seperti
perminyakan dan petrokimia. Di Indonesia dikenal dengan istilah Manajemen
Keselamatan Proses (MKP) yang telah dikembangkan oleh berbagai industri dan
perusahaan.
f. Sistem Manajemen K3 dari Depnaker RI
Sistem ini telah dikembangkan di Indonesia dan diimplementasikan oleh berbagai
perusahaan. Auditnya dilakukan melalui Sucofindo.
g. American Petroleum Institute: API 9100A: Model Environmental Health and Safety
(EHS) Management System
Lembaga ini mengeluarkan pedoman tentang sistem manajemen keselamatan kerja dan
lingkungan
h. American Petroleum Institute: API RP 750, Management of Process Hazards
i. ILO – OHS 2001: Guideline on OHS Management System
Lembaga perburuhan dunia ini juga mengembangkan pedoman SMK3 yang banyak
digunakan sebagai acuan oleh berbagai Negara dan perusahaan.
j. E&P Forum: Guidelines for Development and Application of HSE Management System
Semua SMK3 tersebut memiliki kesamaan yaitu berdasarkan proses dan fungsi
manajemen modern. Yang berbeda adalah elemen implementasinya yang disesuaikan
dengan kebutuhan masing-masing.

2.3.2 Tujuan SMK3


Berbagai tujuan SMK3 tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
a. Sebagai alat ukur kinerja K3 dalam organisasi
b. Sebagai pedoman implementasi K3 dalam organisasi
c. Sebagai dasar penghargaan (awards)
d. Sebagai sertifikasi

8
Mengingat banyaknya SMK3 yang dikembangkan oleh berbagai institusi tersebut,
timbul kebutuhan untuk menstandarisasikan sekaligus memberikan sertifikasi atas
pencapaiannya. Dari sini lahirlah penilaian kinerja K3 yang disebut OHSAS 18000
(Occupational Health and Safety Assessment Series). Sistem ini dapat disertifikasikan
melalui lembaga sertifikasi dan diakui secara global. OHSAS 18000 pertama kali
diperkenalkan pada Tahun 1999 dan kemudian disempurnakan pada Tahun 2007 dan
disepakati sebagai suatu Standar Sistem Manajemen K3. OHSAS 18000 terdiri dari dua
bagian yaitu OHSAS 18001 sebagai standar atau persyaratan SMK3, dan OHSAS 18002
sebagai pedoman pengembangan dan penerapannya.
2.3.3 Proses SMK3
Menurut OHSAS 18001, sistem manajemen merupakan suatu set elemen elemen
yang saling terkait untuk menetapkan kebijakan dan sasaran untuk mencapai objektif
tersebut. SMK3 terdiri atas dua unsur pokok yaitu proses manajemen dan elemen-elemen
implementasinya. Proses SMK3 menjelaskan bagaimana sistem manajemen tersebut
dijalankan atau digerakkan. Sedangkan elemen merupakan komponen-komponen kunci
yang terintegrasi satu dengan yang lainnya membentuk satu kesatuan sistem manajemen.
Elemen-elemen ini mencakup antara lain tanggung jawab, wewenang, hubungan
antar fungsi, aktivitas, proses, praktis, prosedur dan sumber daya. Elemen ini dipakai untuk
menetapkan kebijakan K3, perencanaan, objektif dan program K3. Proses SMK3
menggunakan pendekatan PDCA (Plan – Do – Check – Action) yaitu mulai dari
perencanaan, penerapan, pemeriksaan, dan tindakan perbaikan. Dengan demikian, SMK3
akan berjalan terus-menerus secara berkelanjutan selama aktivitas organisasi masih
berlangsung.
SMK3 dimulai dengan penetapan kebijakan K3 oleh manajemen puncak sebagai
perwujudan komitmen manajemen dalam mendukung penerapan K3. Kebijakan K3
selanjutnya dikembangkan dalam perencanaan. Tanpa perencanaan yang baik, proses K3
akan berjalan tanpa arah (misguided), tidak efisien, dan tidak efektif. Berdasarkan hasil
perencanaan tersebut, dilanjutkan dengan penerapan dan operasional, melalui pengerahan
semua sumber daya yang ada, serta melakukan berbagai program dan langkah pendukung
untuk mencapai keberhasilan. Secara keseluruhan, hasil penerapan K3 harus ditinjau ulang
secara berkala oleh manajemen puncak untuk memastikan bahwa SMK3 telah berjalan
sesuai dengan kebijakan dan strategi bisnis serta untuk mengetahui kendala yang dapat
mempengaruhi pelaksanaanya. Dengan demikian, organisasi dapat segera melakukan
perbaikan dan langkah koreksi lainnya.

9
2.4 Kecelakaan dan Keselamatan Kerja
2.4.1 Kecelakaan Kerja
Dalam proses terjadinya (Ramli, 2010:30), kecelakaan terkait empat unsur produksi
yaitu People, Equipment, Material, Environment (PEME) yang saling berinteraksi dan
bersama-sama menghasilkan suatu produk atau jasa. Kecelakaan terjadi dalam proses
interaksi tersebut yaitu ketika terjadi kontak antara manusia dengan alat, material dan
lingkungan dimana dia berada. Kecelakaan dapat terjadi karena kondisi alat atau material
yang kurang baik atau berbahaya. Kecelakaan juga dapat dipicu oleh kondisi lingkungan
kerja yang tidak aman seperti ventilasi, penerangan, kebisingan, atau suhu yang tidak aman
melampaui ambang batas.
Disamping itu, kecelakaan juga dapat bersumber dari manusia yang melakukan
kegiatan di tempat kerja dan menangani alat atau material. Faktor-faktor penyebab
kecelakaan seperti dikemukakan oleh H.W. Heinrich (1930) dengan teori dominonya yang
menggolongkan atas:
a. Tindakan tidak aman dari manusia (unsafe action), misalnya tidak mau menggunakan alat
keselamatan dalam bekerja, melepas alat pengaman atau bekerja sambil bergurau.
Tindakan ini dapat membahayakan dirinya dan orang lain yang dapat berakhir dengan
kecelakaan.
b. Kondisi tidak aman (unsafe condition), yaitu kondisi di lingkungan kerja baik alat,
material, maupun lingkungan yang tidak aman dan membahayakan.
Teori tersebut selanjutnya dikembangkan oleh Frank Bird yang menggolongkan atas
sebab langsung (immediate causes) dan faktor dasar (basic causes). Penyebab langsung
kecelakaan adalah pemicu yang langsung menyebabkan terjadinya kecelakaan, sedangkan
penyebab tidak langsung merupakan faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap
kejadian tersebut.
2.4.2 Pendekatan Pencegahan Kecelakaan
Prinsip mencegah kecelakaan sebenarnya sangat sederhana yaitu dengan
menghilangkan faktor penyebab kecelakaan yang disebut tindakan tidak aman dan kondisi
yang tidak aman. Namun dalam prakteknya tidak semudah yang dibayangkan karena
menyangkut berbagai unsur yang saling tekait mulai dari penyebab langsung, penyebab
dasar dan latar belakang. Oleh karena itu, berkembang berbagai pendekatan dalam
pencegahan kecelakaan. Banyak teori dan konsep yang dikembangkan para ahli, dan
beberapa diantaranya yaitu:

10
a. Pendekatan Energi
Sesuai dengan konsep energi, kecelakaan bermula karena adanya sumber energi yang
mengalir mencapai penerima (recipient). Karena itu pendekatan energi mengendalikan
kecelakaan melalui tiga titik yaitu pada sumbernya, pada aliran energi (path way) dan pada
penerima.
b. Pendekatan Manusia
Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian mengenai K3 dilakukan berbagai
pendekatan dan program K3 antara lain:
1). Pembinaan dan Pelatihan
2). Promosi dan Kampanye K3
3). Pembinaan Perilaku Aman
4). Pengawasan dan Inspeksi K3
5). Audit K3
6). Komunikasi K3
7). Pengembangan prosedur kerja aman (Safe Working Practices)
c. Pendekatan Teknis
Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses maupun
lingkungan kerja yang tidak aman. Untuk mencegah kecelakaan yang bersifat teknis
dilakukan upaya keselamatan antara lain:
1) Rancang bangun yang aman disesuaikan dengan persyaratan teknis dan standar yang
berlaku untuk menjamin kelaikan instalasi atau peralatan kerja.
2) Sistem pengaman pada peralatan atau instalasi untuk mencegah kecelakaan dalam
pengoperasian alat atau instalasi.
d. Pendekatan Administratif
Pendekatan secara administratif dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:
1) Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kelelahan dan paparan bahaya dapat
dikurangi
2) Penyediaan alat keselamatan kerja
3) Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan tentang K3
4) Mengatur pola kerja, sistem produksi dan proses kerja
e. Pendekatan Manajemen
Banyak kecelakaan yang disebabkan oleh faktor manajemen yang tidak kondusif
sehingga mendorong terjadinya kecelakaan. Upaya pencegahan yang dilakukan antara lain:
1) Menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3)

11
2) Mengembangkan organisasi K3 yang efektif
3) Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3, khususnya untuk manajemen
tingkat atas.
2.4.3 Filosofi Keselamatan
Setiap kecelakaan pasti ada penyebabnya. Tidak ada kejadian apapun yang tanpa
sebab sebagai pemicunya. Jika faktor penyebab tersebut dihilangkan, maka dengan
sendirinya kecelakaan bisa dicegah. Atas dasar tersebut, maka menurut Heinrich yaitu setiap
kecelakaan dapat dicegah. Selanjutnya dikemukakan sepuluh aksioma sebagai berikut:
a. Bahwa kecelakaan merupakan rangkaian proses sebab dan akibat. Tidak ada kecelakaan
yang disebabkan oleh faktor tunggal, namun merupakan rangkaian sebab dan akibat yang
saling terkait.
b. Bahwa sebagian besar kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakannya
yang tidak aman.
c. Bahwa kondisi yang tidak aman dapat membahayakan dan menimbulkan kecelakaan.
d. Bahwa tindakan tidak aman dari seseorang dipengaruhi oleh tingkah laku, kondisi fisik,
pengetahuan dan keahlian serta kondisi lingkungan kerjanya.
e. Untuk itu upaya pencegahan kecelakaan harus mencakup berbagai usaha antara lain
dengan melakukan perbaikan teknis, tindakan persuasif, penyesuaian individu dengan
pekerjaannya dan dengan melakukan penegakan disiplin (law inforcement).
f. Keparahan suatu kecelakaan berbeda satu dengan lainnya.
g. Program pencegahan kecelakaan harus sejalan dengan program lainnya dalam organisasi.
h. Pencegahan kecelakaan atau program keselamatandalam organisasi tidak akan berhasil
tanpa dukungan dan peran serta manajemen puncak dalam organisasi
i. Pengawas merupakan unsur kunci dalam program K3
j. Bahwa usaha keselamatan menyangkut aspek ekonomis.

2.4.4 Persyaratan Keselamatan Kerja


Keselamatan kerja dalam suatu tempat kerja mencakup berbagai aspek yang
berkaitan dengan kondisi dan keselamatan sarana produksi, manusia dan cara kerja.
Persyaratan keselamatan kerja menurut Undang-undang No.1 tahun 1970 adalah sebagai
berikut:
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran
c. Mencegah dan mengurangi bahaya kebakaran

12
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri dalam kejadian kebakaran atau
kejadian lainnya
e. Memberikan pertolongan dalam kecelakaan
f. Memberikan alat pelindung diri bagi pekerja
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembapan, debu,
kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik, maupun psikis,
keracunan, infeksi dan penularan. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang baik
l. Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerja
n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman, atau barang
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan
p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan, dan penyimpanan
barang.
q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya

2.5 Alat Pelindung Diri (APD)


Perlindungan tenaga kerja melalui usaha – usaha teknis pengamanan tempat,
peralatan dan lingkungan kerja adalah sangat perlu diutamakan. Namun kadang-kadang
keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya. Sehingga pihak manajemen
akan mengambil tindakan untuk melindungi pekerja itu dengan berbagai cara yaitu
mengurangi sumber bahaya ataupun menggunakan alat pelindung diri (personal protective
devices). Namun dalam realisasinya pemakaian APD masih sangat sulit, mengingat para
pekerja akan menganggap bahwa alat ini akan mengganggu pekerjaan. APD adalah suatu
kewajiban dimana biasanya para pekerja atau buruh bangunan yang bekerja di sebuah proyek
atau pembangunan sebuah gedung, diwajibkan menggunakannya. Kewajiban itu sudah
disepakati oleh pemerintah melalui Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia. Alat-alat
demikian harus memenuhi persyaratan tidak mengganggu kerja dan memberikan
perlindungan efektif terhadap jenis bahaya. APD berperan penting terhadap keselamatan dan
kesehatan kerja. Dalam pembangunan nasional, tenaga kerja memiliki peranan dan
kedudukan yang penting sebagai pelaku pembangunan, sehingga perlu dilakukan upaya-
upaya perlindungan baik dari aspek ekonomi, politik, sosial, teknis dan medis dalam

13
mewujudkan kesejahteraan tenaga kerja. Terjadinya kecelakaan kerja dapat mengakibatkan
korban jiwa, cacat, kerusakan peralatan, menurunnya mutu dan hasil produksi, terhentinya
proses produksi, kerusakan lingkungan, dan akhirnya akan merugikan semua pihak serta
berdampak pada perekonomian nasional. Bahaya yang mungkin terjadi di lantai produksi
dan menimpa tenaga kerja adalah:
a. Tertimpa benda keras dan berat
b. Tertusuk atau terpotong benda tajam
c. Terjatuh dari tempat tinggi
d. Terbakar atau terkena aliran listrik
e. Terkena zat kimia berbahaya pada kulit atau melalui pernafasan
f. Rusak pendengaran karena kebisingan
g. Rusak penglihatan karena cahaya berlebihan
h. Terkena radiasi
Kerugian yang harus ditanggung apabila terjadi kecelakaan adalah :
a. Produktivitas pekerja berkurang selama beberapa waktu
b. Adanya biaya perawatan medis atas tenaga kerja yang terluka, cacat, bahkan meninggal
c. Kerugian atas kerusakan mesin
d. Menurunnya efisiensi perusahaan, dan lain-lain

2.6 Manajemen Risiko


2.6.1 Konsep Risiko
Memahami konsep risiko secara luas, akan merupakan dasar yang esensial untuk
memahami konsep dan teknik manajemen risiko. Oleh karena itu, dengan mempelajari
berbagai definisi risiko, diharapkan pemahaman tentang konsep risiko menjadi semakin
jelas. Definisi yang pertama adalah risk is the chance of loss yang menyebutkan bahwa
risiko adalah kans kerugian, biasanya dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan
dimana terdapat suatu keterbukaan (exposure) terhadap kerugian atau suatu kemungkinan
kerugian. Sebaliknya jika disesuaikan dengan istilah yang dipakai dalam statistik, maka
chance sering dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan munculnya situasi
tertentu.

Manajemen Risiko adalah proses manajemen terhadap risiko yang dimulai dari
kegiatan mengidentifikasi bahaya, menilai tingkat risiko dan mengendalikan risiko (Permen
PU, 2014).

14
2.6.2. Manajemen Risiko K3

Tujuan upaya K3 adalah untuk mencegah kecelakaan yang ditimbulkan karena


adanya suatu bahaya di lingkungan kerja. Karena itu pengembangan SMK3 harus berbasis
pengendalian risiko sesuai dengan sifat dan kondisi bahaya yang ada. Bahkan secara ekstrem
dapat dikatakan bahwa K3 tidak diperlukan jika tidak sumber bahaya yang harus dikelola.
Keberadaan bahaya dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan atau insiden yang
membawa dampak terhadap manusia, peralatan, material dan lingkungan (Soehatman Ramli,
2010). Risiko menggambarkan besarnya potensi bahaya tersebut untuk dapat menimbulkan
insiden atau cedera pada manusia yang ditentukan oleh kemungkinan dan keparahan yang
diakibatkannya. Adanya bahaya dan risiko tersebut harus dikelola dan dihindarkan melalui
manajemen K3 yang baik. Karena itu, manajemen K3 memiliki kaitan yang sangat erat
dengan manajemen risiko.
2.7 Perundangan K3
Salah satu usaha pemerintah untuk mendukung terlaksananya penyelenggaran SMK3
dalam rangka mematuhi tata tertib adalah membuat peraturan yang diwujudkan melalui
kumpulan perundangan, peraturan pemerintah, peraturan menteri serta surat edaran yang
dapat didapatkan atau diakses secara mudah.
Dalam penelitian ini, peneliti mendasari dengan beberapa perundangan tentang K3
dan SMK3 khususnya dibidang konstruksi, sebagai berikut :
a. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 09/PER/M/2008 Tentang Pedoman Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Konstruksi Bidang Pekerjaan
Umum
b. Peraturan Pemerintah Nomor: 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 100)
c. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2014 tentang Pedoman Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan
Umum
d. Surat Edaran Nomor: 66/SE/M/2015 Tentang Biaya Penyelenggaran Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Kosntruksi Bidang Pekerjaan Umum

15
2.8 Kajian Analisis Data
2.8.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/pertanyaan yang
mempunyai kualitas atau karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut Sugiyono (2008), populasi bukan hanya
orang, tetapi juga objek dan benda-benda alam lain. Populasi bukan sekadar jumlah yang
ada pada objek/pertanyaan yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang
dimiliki oleh pertanyaan/objek.
Tujuan diadakan populasi adalah agar kita dapat menentukan besarnya anggota
sampel yang diambil dari anggota populasi. Populasi dalam setiap penelitian harus
disebutkan secara tersurat yaitu berkenan dengan besarnya anggota populasi serta wilayah
penelitian yang dicakup.
2.8.2 Sampel
Sampel adalah jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut
(Sugiyono,2008). Bila dalam penelitian populasinya besar, dan peneliti tidak dapat
mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan
waktu, maka peneliti itu dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut.
Beberapa kriteria yang perlu diperhatikan dalam mengambil sampel adalah:
a. Menentukan daerah generalisasi terlebih dahulu
b. Member batas-batas yang tegas tentang sifat-sifat populasi
c. Menentukan sumber-sumber informasi tentang populasi
d. Memilih teknik sampling dan menghitung jumlah besar anggota sampel yang sesuai
dengan tujuan penelitiannya

2.9 Penentuan Variabel dan Indikator

Penentuan variabel dan indikator pada penelitian ini disimpukan berdasarkan :

1. Mencari informasi dengan cara bertanya/wawancara langsung dengan orang-orang yang


berkaitan dengan permasalahan di proyek yang ditinjau.

2. Mencari informasi dari literatur-literatur/peneltian-penelitian terdahulu yang sesuai


dengan rumusan masalah penelitian ini.

3. Membuat forum diskusi dengan para ahli dibidang manajemen konstruksi untuk
menentukan indikator apa saja yang cocok dengan penelitian ini dan mengelompokannya
ke dalam beberapa variabel.

16
2.10 Statistik

Menurut Anderson dan Bancroft (1952) statistik merupakan ilmu dan juga seni
perkembangan serta metode yang paling efektif untuk pengumpulan , pentabulasian ,serta
penginterprestasian data kuantitatif sedemikan rupa, sehungga salam dalam kesimpulan
tersebut dapat diperkirakan dengan penggunaan penalan induktif yang berdasarkan pada
matematika probabilitas (peluang). Sedangkan menurut Prof. DR. Agus Irianto statistik
sebagai sekumpulan cara yang berhubungan dengan pengumpulan data, analisis data,
penarikan kesimpulan dari data-data yang berbentuk angka dengan menggunakan asumsi
tertentu.

2.11 Uji Validitas

Validitas adalah suatu derajat ketepatan/kelayakan instrumen yang digunakan untuk


mengukur apa yang akan diukur. Menurut Sukardi (2013) validitas adalah derajat yang
menunjukkan dimana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur.

Menurut Jack R. Fraenkel (dalam Siregar 2010) validitas konstruk merupakan yang
terluas cakupannya dibanding dengan validitas lainnya, karena melibatkan banyak prosedur
termasuk validitas isi dan validitas kriteria.Pengujian Validitas instrument test. Penelitian
berupa achivement test, memiliki nilai benar – salah, maka pengujian validitas item
instrumen dilakukan dengan menggunakan rumus koefisien korelasi biserial. Rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut:

n. XY    X .  Y
r
n.  X  (  X )2  
. n .  Y 2  (  Y )2 
2
................................(2.1)

Dimana :

r = koefisien korelasi antara butir dan total

X = Skor butir pertanyaan

Y = Skor total

n = Jumlah responden

Valid tidaknya suatu instrument dapat diketahui dengan membandingkan indeks


korelasi Product Moment Person dengan tarif signifikan sebesar 0.05 (5%) sebagai

17
nilai kritisnya dengan rumus 2.1 dengan membandingkan r_( hitung) dengan r_( table)
pada lampiran 1 maka dapat ditentukan validitas instrumen dengan kreteria sebagai
berikut :

r_( hitung) > r_(table ) ∶ Valid

r_( hitung) < r_(table ) ∶ Tidak Valid.

2.12 Uji Realibilitas

Reliabilitas diterjemahkan dari kata reliability yang berarti hal yang dapat dipercaya
(tahan uji). Sebuah tes dikatakan mempunyai reliabilitas yang tinggi jika tes terebut
memberikan data hasil yang ajeg (tetap) walaupun diberikan pada waktu yang berbeda
kepada responden yang sama. Hasil tes yang tetap atau seandainya berubah maka perubahan
itu tidak signifikan maka tes tersebut dikatakan reliabel. Oleh karena itu reliabilitas sering
disebut dengan keterpercayaan, keterandalan, keajegan, konsistensi, kestabilan, dan
sebagainya. Reliabilitas menyangkut masalah ketepatan alat ukur. Ketepatan ini dapat dinilai
dengan analisa statistik untuk mengetahui kesalahan ukur. Reliabilitas lebih mudah
dimengerti dengan memperhatikan aspek pemantapan, ketepatan, dan homogenitas. Suatu
instrumen dianggap reliabel apabila instrumen tersebut dapat dipercaya sebagai alat ukur
data penelitian (Fred. N kerlinger, 1973).

Kerlinger (1986) mengemukakan reliabilitas dapat diukur dari tiga kriteria, yaitu
stability, dependability, dan predictability. Stability menunjukkan keajekan suatu tes dalam
mengukur gejala yang sama pada waktu yang berbeda. Dependability menunjukkan
kemantapan suatu tes atau seberapa jauh tes dapat diandalkan. Predictability menunjukkan
kemampuan tes untuk meramalkan hasil pada pengukuran gejala selanjutnya.

Menurut perhitungan product-moment dari pearson, ada tiga macam reliabilitas,


yaitu :

1. Koefisien stabilitas (coefficient of stability) adalah jenis reliabilitas yang menggunakan


teknik test and retest, yaitu memberikan tes kepada sekelompok individu, kemudian
diadakan pengulangan tes pada kelompok yang sama dengan waktu yang berbeda. Cara
memperoleh koefisien stabilitas adalah dengan mengorelasikan hasil tes pertama dengan
hasil tes kedua dari kelompok yang sama, tes yang sama, pada waktu yang berbeda.

18
2. Koefisien konsistensi internal (coefficient of internal consistency) adalah reliabilitas
yang didapat dengan jalan mengorelasikan dua buah tes dari kelompok yang sama, tetapi
diambil dari butir-butir yang bernomor genap untuk tes yang pertama dan butir-butir
bernomor ganjil untuk tes yang kedua. Teknik ini sering juga disebut split-half method.

3. Koefisien ekuivalen (coefficient of equivalence) adalah jika mengorelasikan dua buah tes
yang paralel pada kelompok dan waktu yang sama. Metode yang digunakan untuk
memperoleh koefisien ekuivalen adalah metode dengan menggunakan dua buah bentuk
tes yang paralel (equivalen) atau disebut equivalence forms method.

Reliabilitas berkenaan dengan tingkat keajegan atau ketetapan hasil pengukuran


Kuesioner dikatakan reliabel jika dapat memberikan hasil relatif sama (ajeg) pada saat
dilakukan pengukuran kembali pada obyek yang berlainan pada waktu yang berbeda atau
memberikan hasil yang tetap. Uji reliabilitas dilakukan dengan rumus cronbach alpha
sebagai berikut :

 k   s1 
2
ri    1  2  ........................................................................(2.2)
 k  1  st 

Dimana :

ri = reabilitas instrumen (Cronbach’s Alpha)

k = mean kuadrat antar subyek

∑s12 = mean kuadrat kesalahan

st 2 = varians total

Apabila koefisien Cronbach Alpha (r11) ≥ 0,7 maka dapat dikatakan instrumen
tersebut reliabel (Johnson & Christensen, 2012).

2.13 Regresi Linear Berganda

Menurut Umi Narimawati (2008) pengertian analisis regresi linier berganda yaitu
Suatu analisis asosiasi yang digunakan secara bersamaan untuk meneliti pengaruh dua atau
lebih variabel bebas terhadap satu variabel tergantung dengan skala interval. Sedangkan
pengertian analisis regresi linier berganda menurut Sugiyono (2010), adalah Analisis yang
digunakan peneliti, bila bermaksud meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya)
variabel dependen (kriterium), bila dua atau lebih variabel independen sebagai faktor
prediktor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya).
19
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + ……. + bnXn ……………(5)
Keterangan:
Y = Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan
a = Harga Y prediksi jika X = 0 (harga konstan)
b1, bn = Koefisien regresi, menunjukkan angka peningkatan atau penurunan
X1, Xn = Subyek dalam variabel independen yang mempunyai nilai tertentu

2.14 Uji Korelasi


Korelasi sebagai sebuah analisis memiliki berbagai jenis menurut tingkatannya.
Beberapa tingkatan korelasi yang telah dikenal selama ini antara lain adalah korelasi
sederhana, korelasi parsial, dan korelasi ganda. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-
masing korelasi dan bagaimana cara menghitung hubungan dari masing-masing korelasi
tersebut.
2.14.1 Korelasi Sederhana
Korelasi Sederhana merupakan suatu teknik statistik yang dipergunakan untuk
mengukur kekuatan hubungan antara 2 variabel dan juga untuk dapat mengetahui bentuk
hubungan keduanya dengan hasil yang bersifat kuantitatif. Kekuatan hubungan antara 2
variabel yang dimaksud adalah apakah hubungan tersebut erat, lemah, ataupun tidak erat.
Sedangkan bentuk hubungannya adalah apakah bentuk korelasinya linear positif ataupun
linear negatif.
Korelasi Pearson Product Moment adalah korelasi yang digunakan untuk data
kontinu dan data diskrit. Korelasi pearson cocok digunakan untuk statistik parametrik.
Ketika data berjumlah besar dan memiliki ukuran parameter seperti mean dan standar deviasi
populasi. Korelasi Pearson menghitung korelasi dengan menggunakan variasi data.
Keragaman data tersebut dapat menunjukkan korelasinya. Korelasi ini menghitung data apa
adanya, tidak membuat ranking atas data yang digunakan seperti pada korelasi Rank
Spearman. Ketika kita memiliki data numerik seperti nilai tukar rupiah, data rasio keuangan,
tingkat pertumbuhan ekonomi, data berat badan dan contoh data numerik lainnya, maka
Korelasi Pearson Product Moment cocok digunakan. Sebaliknya, Koefisien Korelasi Rank
Spearman digunakan untuk data diskrit dan kontinu namun untuk statistik nonparametrik.
Koefisien korelasi Rank Spearman lebih cocok untuk digunakan pada statistik
nonparametrik. Statistik nonparametrik adalah statistik yang digunakan ketika data tidak
memiliki informasi parameter, data tidak berdistribusi normal atau data diukur dalam bentuk
ranking. Berbeda dengan Korelasi Pearson, korelasi ini tidak memerlukan asumsi

20
normalitas, maka korelasi Rank Spearman cocok juga digunakan untuk data dengan sampel
kecil.
Korelasi Rank Spearman menghitung korelasi dengan menghitung ranking data
terlebih dahulu. Artinya korelasi dihitung berdasarkan orde data. Ketika peneliti berhadapan
dengan data kategorik seperti kategori pekerjaan, tingkat pendidikan, kelompok usia, dan
contoh data ketegorik lainnya, maka Korelasi Rank Spearman cocok digunakan. Korelasi
Rank Spearman pun cocok digunakan pada kondisi dimana peneliti dihadapkan pada data
numerik (kurs rupiah, rasio keuangan, pertumbuhan ekonomi), namun peneliti tidak
memiliki cukup banyak data.

2.15 Kerangka Pemikiran


SMK3 merupakan konsep pengelolaan K3 secara sistematis dan komprehensif dalam
suatu sistem manajemen yang utuh melalui proses perencanaan, penerapan, pengukuran dan
pengawasan. SMK3 termasuk kedalam sebuah bagian manajemen konstruksi sehingga
sangat erat hubungannya terhadap keberhasilan suatu pekerjaan.
Manajemen konstruksi adalah ilmu yang mempelajari dan mempraktikkan aspek-
aspek manajerial dan teknologi industri konstruksi. Manajemen konstruksi juga dapat
diartikan sebagai sebuah model bisnis yang dilakukan oleh konsultan konstruksi dalam
memberi nasihat dan bantuan dalam sebuah proyek pembangunan.
Construction Management Association of America (CMAA) menyatakan bahwa ada
tujuh kategori utama tanggung jawab seorang manajer konstruksi, yaitu perencanaan proyek
manajemen, manajemen harga, manajemen waktu, manajemen kualitas, administrasi
kontrak, manajemen keselamatan dan praktik profesional.

Berdasarkan hubungan antara SMK3 dengan manajemen konstruksi dan


keberhasilan suatu proyek atau pekerjaan maka dilakukan penelitian ini untuk
mengidentifikasi dan mengevaluasi pelaksanaan sistem manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja pada sebuah proyek konstruksi apakah sudah diterapkan sesuai dengan
Permen PU No 9 tahun 2008 tentang pedoman penyelenggaraan SMK3 konstruksi bidang
PU dan OHSAS 18001

Hasil dari penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan evaluasi serta edukasi
kepada pihak kontraktor untuk lebih meningkatkan mutu dan kinerja mereka dalam
manajemen konstruksi khususnya K3 yang dimana akhir-akhir ini menjadi sebuah topik
21
yang sering diangkat dalam dunia konstruksi. Bagi para pekerja menjadi nilai tambah serta
pengetahuan mengenai K3 serta mengetahui hak-hak mereka yang telah diatur dalam
perundangan. Dimana keseluruhan maksud peneliti tidak lain untuk menambah kesadaran
akan pentingnya sebuah kesehatan dan keselamatan seorang pekerja dan membantu
perusahaan berkembang menjadi perusahaan konstruksi yang mampu bersaing dalam skala
pekerjaan yang lebih besar kemudian hari.

22

Anda mungkin juga menyukai