Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MATA KULIAH GENDER DALAM PEMBANGUNAN

PERTANIAN

GENDER DAN PEMBANGUNAN


di KAWASAN ASIA PASIFIK DAN INDONESIA

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2017
1

A. MASALAH PEMBANGUNAN DAN GENDER DI WILAYAH ASIA


DAN PASIFIK

Pengakuan atas perlunya memperbaiki status perempuan dan meningkatkan


peranan potensinya di dalam pembangunan tak lagi hanya dipandang dari masalah
hak asasi manusia atau keadilan sosial saja. Sementara upaya untuk kesejajaran
gender masih tetap kuat tertanam dalam kerangka fundamental hak asasi manusia dan
keadilan gender, investasi untuk perempuan kini juga diakui menentukan dalam
pencapaian tujuan pembangunan yang berkesinambungan. Analisis ekonomi
mengakui bahwa pendidikan dan pelatihan yang rendah mutunya, tingkat kesehatan
dan status nutrisi rendah, serta akses yang terbatas terhadap sumberdaya tak hanya
menekan kualitas hidup perempuan saja, namun juga membatasi produktivitas dan
menghalangi pertumbuhan dan efisiensi ekonomi. Dengan demikian, peningkatan dan
perbaikan status perempuan perlu dikejar, atas alasan kesejajaran dan keadilan sosial
dan juga karena alasan rasa ekonomi dan merupakan praktek pembangunan yang
baik.
Tujuan strategi pembangunan Bank seperti pertumbuhan ekonomi,
penuntasan kemiskinan, pembangunan sumberdaya manusia termasuk perencanaan
kependudukan, serta kesehatan manajemen sumberdaya alam dan lingkungan tak
dapat sepenuhnya tercapai tanpa peningkatan investasi perempuan serta perhatian
yang lebih besar akan kebutuhan, kepentingan dan peranan mereka. Investasi dan
kebijakan umum yang meningkatkan pengembangan perempuan , memperoleh
imbal hasil perekonomian dalam arti laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi;
perbaikan produktivitas; penurunan biaya kesehatan dan peningkatan kesejahteraan;
tingkat kesuburan (fertilitas) dan morbiditas bayi dan ibu yang rendah; serta
peningkatan harapan hidup. Peningkatan investasi untuk perempuan menghasilkan
tenaga kerja yang lebih mampu dalam membaca tulis, lebih sehat, lebih terdidik,
angkatan kerja yang melek huruf, serta menyediakan fondasi sumber daya manusia
yang sehat untuk pembangunan ekonomi.
Melakukan investasi dalam kesehatan perempuan akan menghasilkan dampak
positif atas pengurangan laju pertumbuhan penduduk nasional, perbaikan kesehatan
dan kesejahteraan anak dan keluarga, pengurangan biaya kesehatan dan peranserta
2

dalam penuntasan kemiskinan. Telah terbukti di seluruh dunia, bahwa perbaikan


perawatan kesehatan perempuan berusia antara 15-44 tahun menawarkan imbal hasil
terbesar pada pengeluaran belanja untuk perawatan kesehatan kelompok dewasa
manapun.
Melakukan investasi dalam pendidikan anak perempuan tidak saja
menghasilkan imbal hasil bagi para remaja itu sendiri, namun imbal hasil untuk
masyarakat, bahkan lebih tinggi dan berlanjut dari generasi ke generasi. Bagi para
perempuan remaja tersebut, pendidikan berarti meningkatkan kapasitas pendapatan
di masa depan , meningkatkan akses dan kesempatan di pasar tenaga kerja,
mengurangi risiko kesehatan berkaitan dengan kehamilan dan kelahiran bayi, dan
seringkali juga pengendalian yang lebih besar terhadap kehidupan pribadi mereka.
Untuk sebagian besar masyarakat, investasi dalam pendidikan gadis remaja,
memungkinkan untuk menghasilkan pengurangan laju pertumbuhan penduduk, serta
kesehatan dan pendidikan yang lebih baik bagi generasi penerus.
Demikian juga, perbaikan akses perempuan ke pelayanan jasa keuangan
memberikan sumbangsih pada penuntasan kemiskinan, karena hal itu memungkinkan
para perempuan untuk turut berperan dalam perolehan pendapatan rumah tangga
dan peningkatan kesejahteraan keluarga; dengan demikian, mempermudah transisi
keluar dari kemiskinan bagi keluarga mereka. Memperluas pelayanan jasa kepada
perempuan, juga akan meningkatkan rasa ekonomi para perantara keuangan, karena
perempuan menujukkan bahwa mereka adalah penabung lebih baik daripada laki-
laki, hal ini mengarah ke mobilisasi tabungan secara lebih luas, dan pembayaran
kembali hutang secara lebih baik, menjadikan pinjaman bermasalah semakin kecil.
Banyak negara di Wilayah ini mengalami perubahan sosial dan ekonomi
yang cepat. Hambatan dalam peran serta perempuan dan pemanfaatan perubahan
sosial dan ekonomi tersebut, dapat berarti bahwa sumbangsih potensial dari separuh
jumlah penduduk negara tersebut tidak atau kurang dimanfaatkan. Berarti, hal ini
menunjukkan kerugian ekonomi bagi negara tersebut. Keterkaitan langsung antara
kesempatan yang makin luas buat perempuan, terutama dalam pendidikan dan
kegiatan yang meningkatkan pendapatan, dengan menurunnya pertumbuhan
penduduk, perbaikan kesehatan dan pendidikan anak-anak, berkurangnya tekanan
terhadap lingkungan hidup, perbaikan nutrisi, penuntasan kemiskinan dan
pembangunan yang berkesinambungan, menunjukkan bahwa kurangnya investasi
3

bagi perempuan merupakan keadaan tidak ekonomis yang harus ditangani.1


Menempatkan perempuan pada margin pembangunan, terbukti dapat merugikan
sasaran pembangunan secara menyeluruh negara tersebut.
Secara menyeluruh, program pembangunan yang mencakup langkah-langkah
dalam memberikan kesempatan ekonomi yang luas kepada perempuan dan
meningkatkan pendapatan mereka, atau memperbaiki kesehatan dan pendidikan
perempuan, dapat menghasilkan efisiensi ekonomi yang lebih luas dan mengurangi
tingkat kemiskinan. Kebijakan umum dalam mengurangi ketidaksejajaran gender
sangat dibutuhkan untuk memperkecil kegagalan pasar dan hal itu memperbaiki
kesejahteraan seluruh anggota masyarakat.3 Diskriminasi terhadap perempuan baik
dalam lingkup pribadi rumah tangga dan lingkup umum di pasar menyebabkan tidak
hanya kerugian terhadap individu, namun juga kerugian terhadap keadaan sosial dan
ekonomi seluruh masyarakat. Sehingga, adalah demi kepentingan negara itu sendiri,
untuk meningkatkan, mendukung, menyempurnakan dan memastikan peranserta
perempuan dalam mengecap secara bersama-sama kue pembangunan yang seimbang.
Tidak dapat disangsikan lagi, bahwa beberapa kemajuan telah dicapai di
dunia ini dalam hal pengurangan ketidaksejajaran gender. Banyak perempuan di
negara-negara berkembang telah secara positif memanfaatkan peningkatan akses
terhadap pendidikan, kesempatan kerja, keamanan air minum, pelayanan kesehatan
yang terkini, standar hidup yang makin tinggi dan mobilitas sosial yang lebih luas.
Menurut angka-angka Bank Duniauntuk semua negara-negara berkembang:
1. pada tahun 1990, 86 anak perempuan telah diterima di sekolah-sekolah dasar
di antara 100 anak laki-laki, dibandingkan dengan 67 anak perempuan untuk
setiap 100 anak laki-laki pada tahun 1960;
2. 75 gadis per 100 laki-laki diterima di sekolah menengah pertama di tahun
1990, dibandingkan dengan 53 di tahun 1960; saat ini, anak-anak perempuan
berumur 6 tahun hadir di sekolah untuk selama rata- rata 8,4 tahun
dibandingkan dengan 7,3 tahun di tahun 1980;
3. sejak tahun 1950-an, laju pertumbuhan tenaga kerja perempuan naik dua kali
lipat dibandingkan dengan laju pertumbuhan tenaga kerja laki-laki, sehingga
saat ini, terdapat 30 persen perempuan di atas umur 15 tahun di antara tenaga
kerja di negara-negara berkembang, walaupun mereka itu mengalami tingkat
pendapatan, kualitas dan status kedudukan yang relatif rendah.
4

Harapan hidup pada kelahiran (tahun) Angka melek huruf Semua Tingkat Bagian pendapatan
dewasa (%) pendidikan, angka yang diperoleh (%)
pendaftaran kotor
(%)

Kawasan Perem- Laki- Perem- Laki- Perem- Laki- Perem- Laki-


puan laki puan laki puan laki puan laki

Sub-Saharan Africa Asia 52,5 49,3 45,4 64,7 37,2 45,9 35,6 644
a
Timur dan Pasifik 70,8 66,8 71,9 89,1 55,0 61,0 37,5 625
Asia Selatan 60,5 60,1 35,0 61,7 43,2 59,6 23,9 761
Eropa Timur dan CIS 74,2 64,2 98,7 98,9 76,5 72,4 40,2 598
Timur Tengah dan Afrika
Utarab 64,1 61,5 40,4 65,6 51,0 63,4 20,0 800
Latin Amerika dan 71,2 65,9 84,2 87,0 68,2 68,9 26,1 739
Karibia

Tabel 1: Perbedaan Gender, 1993

Dalam pada itu, di banyak bagian dunia, terutama di daerah-daerah pedesaan,


banyak perempuan masih kekurangan akses ke pendidikan, perawatan kesehatan
yang layak, keamanan air minum, pelayanan jasa keluarga berencana, pengambilan
keputusan baik dalam rumah tangga maupun dalam masyarakat, hubungan kerja
dan kesempatan memperoleh pendapatan, informasi, dan sumber daya (Tabel 1).
Para perempuan terus menderita suatu status hukum yang inferior, status ekonomi
dan sosial status yang rendah, di samping kesehatan yang kurang; buta huruf; jam-
jam kerja keras yang panjang; dan beban dari peranan ganda. Menurut Laporan
Pengembangan Manusia 1995.
1. Dari penduduk buta huruf yang 900 juta di dunia, para perempuan
mempunyai angka lebih banyak daripada laki-laki dengan perbandingan
dua banding satu.
2. Dari 1,3 milyar penduduk yang hidup dalam kemiskinan, 70 persen
adalah perempuan.
3. Sekurang-kurangnya setengah juta perempuan yang meninggal setiap
tahun, akibat komplikasi kehamilan.

4. Perempuan dewasa menderita lebih banyak daripada laki-laki dalam


kekurangan gizi. Kekurangan besi yang diderita oleh 458 juta
5

perempuan dibandingkan dengan 238 juta laki-laki.


5. Sementara perempuan mewakili 41 persen dari semua pekerja di
negara-negara berkembang, maka upah perempuan adalah 30-40
persen lebih kecil daripada upah laki-laki dari pekerjaan yang
sebanding.
Peningkatan peranserta perempuan dalam angkatan kerja, meskipun
memberikan kepada perempuan lebih banyak akses yang dibutuhkan untuk
pendapatan, dalam beberapa hal, telah menimbulkan kecemasan baru bagi
perempuan bekerja. Masalah-masalah seperti kondisi kerja yang dibawah standar,
keterpaparan pada risiko kesehatan, insiden penyakit industrial yang lebih tinggi,
kesehatan pekerja dan keamanan, serta bentuk-bentuk dan pola eksploitasi baru
seperti pelecehan seksual di tempat kerja, telah menerima banyak perhatian.
Peningkatan angkatan kerja perempuan, angka peranserta, terutama di
Asia Tenggara dan bagian-bagian Asia Selatan serta Pasifik, disebabkan sebagian
besar oleh mobilisasi dan integrasi perempuan muda ke dalam hubungan kerja
dengan upah resmi di industri pembuatan produk berorientasi ekspor yang padat
karya, terutama industri elektronik, garmen, dan alas kaki. Diakui bahwa, industri-
industri ini telah menghasilkan suatu kesempatan kerja yang luas bagi para
perempuan, dengan manfaat yang menyertainya.
Dalam pada itu, banyak dari pekerjaan ini cenderung untuk tidak dapat
diandalkan, dengan jangka waktu pendek, dalam kelompok trampil dan semi-
trampil dengan sedikit cakupan perolehan ketrampilan, kondisi kerja yang
substandar secara umum dan upah rendah. Dalam hal ini, manfaat positif bagi
perempuan telah dinetralisasi oleh dampak yang merugikan akibat kondisi kerja
yang buruk, terutama di area kesehatan dan keselamatan kerja pekerjanya. Dengan
meningkatnya jumlah perempuan yang memasuki hubungan kerja dengan upah,
maka masalah-masala h perempuan dan pekerja telah mengemuka di kawasan ini
sebagai area-area kepedulian yang baru.
6

A. PEMBANGUNAN MANUSIA BERBASIS GENDER DI INDONESIA

Indeks Pembangunan Gender (IPG) pada dasarnya sama dengan Indeks


Pembangunan Manusia (IPM) yaitu merupakan suatu indeks untuk mengetahui
pencapaian pembangunan manusia, namun Indeks Pembangunan Gender (IPG)
lebih mengacu pada data terpilah antara laki-laki dan perempuan. Pembangunan
gender di Indonesia secara umum mengalami peningkatan dari tahun 1996-2010,
hanya saja nilai IPG sedikit menurun pada tahun 1999 (Gambar 2). Penurunan
nilai IPG ini disebabkan karena adanya peristiwa kekisruhan yang menuntut
diadakannya reformasi. Peristiwa kekisruhan ini telah berdampak sistemik
terhadap pembangunan, dimana pada waktu itu terjadi pergolakan di berbagai
daerah di Indonesia seperti penjarahan dan tindakan kriminal lainnya yang
kemudian berdampak terhadap penurunan kegiatan ekonomi. Peristiwa tersebut
tidak hanya mengakibatkan berhentinya kegiatan ekonomi sementara tetapi juga
mengakibatkan terjadinya inflasi yang besar kala itu sebagai bukti dari terjadinya
krisis moneter. Krisis keuangan yang terjadi telah mengakibatkan semakin
banyaknya jumlah penduduk miskin sehingga daya beli masyarakat terhadap
suatu barang ataupun jasa juga semakin menurun. Adanya proses pembangunan
kembali (recovery) yang dilakukan pasca peristiwa kekisruhan 1998 secara
perlahan meningkatkan kegiatan ekonomi kegiatan pembangunan lainnya
termasuk pembangunan gender di Indonesia. Peningkatan ini tidak terlepas dari
upaya berbagai pihak dalam mendorong kemajuan pembangunan terutama dalam
peningkatan kapabilitas perempuan untuk mencapai kualitas hidup yang lebih
baik.

Gambar 1. Grafik Dinamika IPG di Indonesia Sumber: Hasil Olahan, 2014


7

Indeks Pembangunan Gender (IPG) Indonesia tahun 1996-2010 mengalami


variasi nilai dan cenderung mengalami peningkatan di setiap provinsi. Nilai
indeks pembangunan gender (IPG) tahun 1996 memiliki nilai yang cukup tinggi
yaitu memiliki nilai indeks lebih dari lima puluh, akan tetapi nilai ini kemudian
menurun pada tahun 1999. Penurunan ini disebabkan karena adanya peristiwa
kekisruhan politik yang menuntut era reformasi dan adanya krisis moneter. Akan
tetapi nilai IPG kembali meningkat pada tahun 2002. Hal ini menunjukkan bahwa
proses recovery yang telah dilakukan secara perlahan mampu meningkatkan
kembali proses pembangunan. Peningkatan pembangunan ini terus berlanjut dan
menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi pada tahun 2010. Kondisi ini
menunjukkan bahwa Indonesia telah mampu pulih dari keterpurukan akibat krisis
moneter, mengingat tidak mudah untuk melakukan pembangunan kembali pada
berbagai aspek yang dulu sempat ambruk akibat adanya krisis moneter.

Pencapaian IPG provinsi di Indonesia dilihat berdasarkan tahun akhir


penelitian yaitu tahun 2010. Berdasarkan pencapaian tersebut terlihat bahwa
sembilan provinsi melebihi rata-rata IPG nasional yaitu sebesar 67,2 (Gambar 2).
Provinsi tersebut diantaranya adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu,
Jakarta, Yogyakarta, Bali, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara dan Maluku. Hal
ini menunjukkan bahwa pembangunan manusia di Indonesia masih belum merata.
Wilayah Indonesia bagian barat cenderung mengalami pembangunan yang lebih
pesat dibandingkan wilayah bagian timur Indonesia sehingga wilayah bagian
timur masih tertinggal dibandingkan Indonesia bagian barat.
8

Gambar 2. Grafik IPG Provinsi di Indonesia Tahun 2010 Sumber: Hasil


Olahan,2014

Ketimpangan pembangunan antar daerah berdampak pada kualitas


sumberdaya manusia Kualitas sumberdaya manusia wilayah Indonesia bagian
timur jauh tertinggal dibandingkan Indonesia bagian barat. Hal ini dapat dilihat
pada Gambar 2 nilai IPG di pulau Jawa dan Sumatera cenderung memiliki nilai
dibanding dengan pulau bagian timur. Menurut BPS dan KPPA (2011) banyak
faktor yang menyebabkan ketimpangan pembangunan dan ketertinggalan
pembangunan di wilayah ndonesia bagian timur, diantaranya terkait dengan
kondisi alam dan kondisi Infrastruktur di bagian pedalaman wilayah timur
Indonesia yang sangat buruk sehingga tercipta daerah- daerah kantong yang
terisolasi.

Meskipun demikian, jika dilihat berdasarkan pencapaian IPG secara


keseluruhan untuk semua provinsi menunjukkan peningkatan dari tahun-tahun
sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kemajuan pembangunan gender
di semua provinsi di Indonesia tetapi masih diperlukan upaya lagi untuk
pemerataan pembangunan antar provinsi dan pemerataan pembangunan antara
laki-laki dan perempuan, mengingat kesenjangan gender masih terjadi di semua
provinsi. Hal ini juga menunjukkan bahwa pembangunan kualitas manusia di
suatu wilayah belum tentu berbanding lurus dengan kesetaraan gender.
9
10

B. STUDI KASUS
11

DAFTAR PUSTAKA

Bappenas. 2011. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di


Indonesia 2011. Bappenas: Jakarta

Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan


Perlindungan Anak (KPPPA). 2011. Pembangunan Manusia Berbasis
Gender 2011.Jakarta: CV. Permata Andhi

BPS, Bappenas dan UNDP. 2001. Menuju Konsensus Baru: Demokrasi dan
Pembangunan Manusia di Indonesia. BPS, Bappenas dan UNDP: Jakarta

BPS. 2011. Indeks Pembangunan Manusia 2009-2010: Keterkaitan antara IPM,


IPG dan IDG. Badan Pusat Statistik: Jakarta

BPS. 2011. Pembangunan Manusia Berbasis Gender. Kementerian Pemberdayaan


Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP dan PA): Jakarta

BPS. 2012. Indeks Pembangunan Manusia 2010-2011. Badan Pusat Statistik:


Jakarta United Nations. 1993. Population and Development Planning. New
York

http://www.aph.gov.au/About_Parliament/Work_of_the_Parliament/Forming_and
_Governing_a_Nation/parl

Fahruddin Arif, Fauzan Desta, Dkk. 2015. DINAMIKA PEMBANGUNAN


MANUSIA BERBASIS GENDER DI INDONESIA 2015. Universitas
Muhammadiyah Surakarta : Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai