Anda di halaman 1dari 17

BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Ekologi Perairan tentang Ekosistem Pantai dan Mangrove
dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 14 November 2016 Pukul 09.00 WIB -
selesai bertempat di pantai Bentar kecamatan Gending kota Probolinggo provinsi
Jawa Timur.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
1. DO meter
2. Botol Film
3. Botol winkler
4. Secchidisk
5. Thermometer
6. Planktonet
7. Bola Arus
8. Refraktometer
9. Bambu
10. Tali Rafia
11. Mikroskop
12. Saringan
13. Roll Meter
3.2.2 Bahan
1. H2SO4
2. Sampel Air
3. Aquades
4. Amilum
5. NaOH – KI
6. Natrium ThioSulfate
7. Kertas Lakmus
8. MnSO4
9. Teskit ( amonia, nitrat, nitrit )
10. Indikator PP
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Pengukuran kimia
3.3.1.1 pH
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Mencelupkan indikator PP pada air
3. Mengamati perubahan warna
4. Mencocokan warna pada indikator PP
5. Mencatat hasil dan merapikan alat dan bahan
3.3.1.2 Nitrat
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Mengambil sampel air sebanyak 5 ml
3. Meneteskan No3 sebanyak 10 tetes
4. Meneteskan No2 sebanyak 10 tetes
5. Menutup tabung dan dikocok tunggu 5 menit
6. Mencocokan warna dengan indikator nitrat
7. Mencatat hasil dan merapikan alat dan bahan
3.3.1.3 Nitrit
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Meneteskan nitrit pada tabung reaksi yang sudah terisi air sebanyak 5
tetes
3. Menutup tabung reaksi dan menunggu 5 menit
4. Mencocokan warna dengan indikator nitrait
5. Mencatat hasil dan merapikan alat dan bahan
3.3.1.4 DO
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Mengambil air sebanyak 250 ml dengan botol winker
3. Menambah 2 ml MnSO4
4. Menambahkan NaOH KL
5. Mengocok botol kemudian mendiamkan sampai mengendap
6. Membuang larutan atau air yang bening
7. Menambahkan 1 ml H2SO4 pekat tambah 3 tetes almunium
8. Mentritasi dengan No2CO3 hingga lareutan berwarna bening
9. Menghitung dengan rumus
10. Mencatat hasil dan merapikan alat dan bahan
3.3.1.5 CO2
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Mengambil sampel sebanyak 25 ml sengan erlenmeyer
3. Meneteskan indikator pp sebanyak 3 tetes
4. Mentitrasi dengan Na2CO3 hingga larutan berwarna pink
5. Menghitung dengan rumus
6. Mencatat hasil dan merapikan alat dan bahan
3.3.1.6 Amonia
1. Menyiapakan alat dan bahan
2. Mengamati sampel air sebanyak 5 ml
3. Memeneteskan reagen amonia 8 tetes botol 1
4. Meneteskan reagen amonia 8 tets botol 2
5. Menutup tabung reaksi dan mengocoknya
6. Menunggu 5 menit
7. Mencocokan dengan indikator amonia
8. Mencatat hasil dan merapikan
3.3.1.7 Salinitas
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Membuka kaca penutup pada refraktometer
3. Meneteskan 1-2 tetes air laut pada kaca prisma biru
4. Mengamati hasil salinitas di bagian eye place
5. Mencatat hasil pengamatan
6. Merapikan alat dan bahan

3.3.2 Parameter fisika


3.3.2.1 Suhu
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Menyelupkan thermometer pada perairan
3. Mencatat hasil dan merapikan alat dan bahan
3.3.2.2 Kecerahan
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Menenggelamkan secchi disk kedalam laut sampai samar samar
3. Menenggelamkan secchi disk kedalam laut sampai tidak terlihat
4. Menghitung dengan rumus
5. Mencatata hasil dan merapikan alat dan bahan
3.3.2.3 Kedalaman
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Mengukur kedalaman diarea transek dengan menggunakan roll meter
3. Mencatat hasil pengukuran
4. Merapikan alat
3.3.2.4 Warna Air
1. Mengamati warna air dengan cara melihat langsung warna dari
perairan
2. Mencatat hasil pengamatan
3.3.2.5 Tipe Substrat
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Mengambil substrat kedalam dasar perairan pada area transek
3. Mengamati substrat kedalam dasar perairan pada area transek
4. Mencatat hasil pengamatan

3.3.3 Parameter biologi


3.3.3.1 Plankton
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Mengambil sampel dengan planton net
3. Meletakan sampel yang ada di botol film
4. Meneteskan sampel pada objek glass
5. Mengamati dengan mikroskop
6. Mencatat hasil dan merapikan alat dan bahan
3.3.3.2 Benthos
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Memasukan saringan kedalam dasar perairan lalu mengangkatnya
3. Mengambil organisme yang termasuk dalam bentos
4. Mencatat hasil pengamatan
5. Merapikan alat dan bahan

3.3.3.3 Nekton
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Mengambil organisme yang ada di perairan dengan serokan dan
memasukkan kedalam toples
3. Mengamati organisme yang termasuk nekton
4. Mencatat hasil pengamatan
5. Merapikan alat dan bahan

3.3.3.4 Neuston
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Mengambil organisme yang ada pada permukaan dengan serokan dan
memasukkan pada toples
3. Mengamati organisme yang terambil apakah termasuk neuston atau
bukan
4. Mencatat hasil pengamatan
5. Merapikan alat dan bahan

3.3.3.5 Periphyton
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Menyaring organisme yang ada pada perairan
3. Mengambil hasil yang didapat dan memasukkan kedalam baskom
4. Mencatat hasil pengamatan
5. Merapikan alat dan bahan
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL
4.1.1 Parameter Fisika

No Jenis Hasil Subtransek Keterangan


Pengamatan 1 2 3
1 Warna Air Bening Kecoklatan Pengamatan
langsung
2 Suhu 33° C 33° C 33° C Menggunakan
termometer
3 Kecerahan 1m 1m 1m Menggunakan
secchidisk
4 Kedalaman 110 cm 113 cm 114 cm Menggunakan rol
meter
5 Tipe Substrat Lumpur Lumpur Lumpur Mengambil substrat
Berpasir yang ada didasar

4.1.2 Parameter Kimia

No Jenis Hasil Subtransek Keterangan


Pengamatan 1 2 3
1 pH 7 7 7 Menggunakan kertas
lakmus
2 Salinitas 33 34 35 Menggunakan
refraktometer
3 Amonia 1.0 1.0 1.0 Menggunakan
indikator amonia
4 Nitrit 0.25 0.25 0.25 Menggunakan
indikator nitrit
5 Nitrat 0 0 0 Menggunakan
indikator nitrat
6 DO 4.87 4.87 4.87 Volume titran 7 ml
7 CO2 Tinggi Tinggi Tinggi Indikator PP 3 tetes

4.1.3 Parameter Biologi

No Jenis Hasil Subtransek Keterangan


Pengamatan 1 2 3
1 Nekton Ada Ada Ada -Ikan baby GT dan
ekor kuning
- kepiting laut
2 Neuston Ada Ada Ada Serangga di
permukaan air
3 Periphyton Tidak Tidak Tidak -
Ada Ada Ada
4 Benthos Ada Ada Ada Keong dan tiram
5 Plankton Ada Ada Ada Fitoplankton dan
Zooplankton
4.2 Pembahasan
4.2.1 Parameter Fisika
4.2.1.1 Suhu
Berdasarkan pengukuran suhu dengan termometer, perairan di pantai
Bentar mempunyai suhu rata-rata 33℃. Pengukuran suhu dilakukan dibagian
ujung transek. Suhu yang ada di perairan tersebut sama. Suhu pada perairan
tersebut dikatakan sangat panas. Padahal untuk pertumbuhan fitoplankton
memiliki suhu optimum 20 0C–30 0C. Menurut Nybakken (1988), salah satu
faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran
organisme adalah temperatur. Hewan makrobenthos juga dipengaruhi oleh
temperatur perairan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut
Effendi (2003), bahwa kisaran temperatur yang optimal untuk pertumbuhan
fitoplankton secara umum di perairan adalah 20 0C–30 0C. Jadi berdasarkan
suhunya, perairan pantai Bentar termasuk dalam kategori normal.

4.2.1.2 Kecerahan
Berdasarkan pengukuran kecerahan dengan sechhidisk, perairan di pantai
Bentar mempunyai kecerahan rata-rata 1 m. Hasil tersebut didapat dari
pengukuran D1 dan D2 dibagi dengan 2. Kecerahan pada umumnya menunjukkan
populasi plankton atau organisme yang ada di perairan. Hal ini tidak sesuai
dengan pernyataan Akrimi dan Subroto (2002) menyatakan bahwa kecerahan air
berkisar antara 40-85 cm,tidak menunjukkan perbedaan yang besar.Kecerahan
pada musim kemarau adalah 40-85 cm,dan pada musim hujan antara 60-80
cm,kecerahan air di bawah 100 cm tergolong tingkat kecerahan rendah.
Berdasarkan intensitas cahaya perairan bahari secara vertikal dibagi menjadi 3
wilayah,yaitu zona eupotik, zona disfotik dan zona afotik.Menurut Ghufran dan
Andi (2007), kecerahan perairan berlawanan dengan kekeruhan yang juga
disebabkan adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut,
maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikrooganisme
lainnya.Jadi berdasarkan kecerahan, perairan pantai Bentar memiliki tingkat
kecerahan buruk.
4.2.1.3 Substrat
Berdasarkan pengamatan substrat, perairan di pantai Bentar mempunyai
substrat berupa lumpur. Menurut Sahri etal. (2000) substrat dasar yang berupa
batuan merupakan habitat yang penting baik dibandingkan dengan substrat pasir
dan kerikil. Substrat pasir dan kerikil mudah sekali terbawa oleh arus air.
Sedangkan substrat batuan tidak mudah terbawa oleh arus air. Kandungan bahan
organik menggambarkan tipe dan substrat dan kandungan nutrisi di dalam
perairan. Tipe substrat berbeda-beda seperti pasir, lumpur dan tanah liat. Jadi
berdasarkan substratnya, perairan pantai Bentar memiliki substrat yang kurang
baik bagi hewan untuk menempel. Menurut Wijayanti (1999), bakau tumbuh di
atas substrat lumpur atau pasir berlumpur. Jadi untuk ekosistem mangrove, pantai
Bentar mempunyai substrat yang baik.

4.2.1.4 Kedalaman
Kedalaman pada perairan berbeda-beda. Dilihat dari kemiringan dasar
perairan. Pada transek I memiliki kedalaman 110cm, transek II memiliki
kedalaman 113cm sedangkan transek III memilik kedalaman 114cm. Hal tersebut
dapat mempengaruhi jumlah cahaya yang masuk dalam perairan. Cahaya
digunakan untuk proses fotosintesi bagi fitoplankton. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Hutabarat dan Evans (1985) bahwa Fitoplankton dalam melakukan
fotosintesis membutuhkan sinar matahari, penyinaran cahaya matahari akan
berkurang secara cepat sesuai dengan makin tingginya kedalaman suatu perairan
tersebut, oleh sebab itu fitoplankton sebagai produsen primer hanya didapat pada
daerah atau kedalaman dimana sinar matahari masih dapat menembus badan
perairan. Sinar matahari yang masuk ke laut akan semakin berkurang energinya
karena diserap (absorbsi) dan disebarkan (scattering) oleh molekul-molekul di
laut, selain berkurang energinya, sinar matahari yang masuk akan mengalami pula
perubahan kualitas dalam komposisi spektrumnya.
4.2.1.5 Warna Air
Warna air laut pada praktiku kali ini adalah bening kecoklatan. Warna pad
air laut dipengaruhi oleh jenis mikroorganisme atau senyawa-senawa yang ada
dalam perairan tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hutabarat dan Evans
(1985) bahwa Air laut berwarna karena proses alami, baik yang berasal dari
proses biologis maupun non-biologis. Produk dari proses biologis dapat berupa
humus, gambut dan lain-lain, sedangkan produk dari proses non-biologis dapat
berupa senyawa-senyawa kimia yang mengandung unsur Fe, Ni, Co, Mn, dan
lain-lain. Selain itu perubahan warna air laut dapat pula disebabkan oleh kegiatan
manusia yang menghasilkan limbah berwarna.

4.2.2 Parameter Kimia


4.2.2.1 Derajat Keasaman(pH)
Berdasarkan pengukuran pH dengan kertas lakmus, perairan di pantai
Bentar mempunyai pH sama dengan 7. Angka 7 menunjukkan bahwa perairan
tersebut bersifat netral, tidak terlalu asan dan tidak terlalu basa. Menurut Arisandi
(2011), air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH
berkisar antara 6,5 – 7,5.Air dapat bersifat asam atau basa tergantung pada besar
kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion hidrogen di dalam air. Jadi
berdasarkan tingkat keasamannya, perairan pantai Bentar memiliki pH yang baik
dan normal.

4.2.2.2 Oksigen Terlarut (DO)


Berdasarkan pengukuran DO dengan DO meter, perairan di pantai Bentar
mempunyai DO rata-rata 4.87 mg/l. DO sangat menentukan kehidupan organisme
yang ada dalam perairan. DO rendah akan berpengaruh terhadap ikan. Menurut
Arisandi (2011), oksigen terlarut sangat penting bagi penapasan zoobenthos dan
organisme-organisme akuatik lainnya.Berdasarkan nilai DO, kualitas perairan
dikelompokkan menjadi empat yaitu tidak tercemar (>6,5 ppm), tercemar ringan
(4,5-6,5 ppm), tercemar sedang (2,0-4,4 ppm) dan tercemar berat (<2,0 ppm).Jadi
berdasarkan kadar oksigen terlarutnya, perairan pantai Bentar memiliki kondisi
tercemar ringan. Hal tersebut dikarenakan di pantai Bentar banyak terdapat
endapan material organik. Kemungkinan besar kadar oksigen banyak digunakan
untuk mendekomposisi bahan-bahan organik tersebut.

4.2.2.3 Karbondioksida (CO2)


Dalam Praktikum lapang di pantai Bentar, dilakukan pengukuran kadar
karbondioksida terlarut. Kadar CO2 dalam perairan tersebut dapat dikatakan
tinggi. Pada perairan CO2 meruapkan unsur penting bagi tumbuhan akuatik
karena dapat digunakan sebagai proses fotosintesis. Namun, jika kadar CO2 yang
terlalu banyak maka dapat bersifat racun bagi organisme yang ada dalam perairan.
Hal ini sesaui dengan pernyataan Ghufran dan Andi (2007), Perairan alami pada
umumnya mengandung karbondioksida sebesar 2 mg/l. Konsentrasi
karbondioksidayang tinggi (>10 mg/l), dapat beracun, keberadaannya dalam darah
dapat menghambat pengikatan oksigen oleh hemoglobin.

4.2.2.4 Salinitas
Berdasarkan pengukuran salinitas dengan refraktometer, perairan di pantai
Bentar mempunyai salinitas rata-rata 34 ppm. Pada perairan laut memiliki
salinitas beriksar 30-40 ppm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wahida (2013), air
laut mempunyai kadar salinitas > 30 o/oo . Umumnya salinitas air laut relatif stabil
kecuali pada muara-muara sungai dimana tempat pertemuan air tawar dan air laut.
Jadi berdasarkan salinitas, perairan pantai Bentar dapat dikatakan normal.

4.2.2.5 Nitrat
Berdasarkan pengukuran nitrat dengan nitrat teskit, perairan di pantai
Bentar mempunyai kadar nitrat terlarut sebesar 0 mg/l. Hal tersebut menunjukkan
bahwa perairan tidak tercemar. Menurut Franz (2013), nitrat berasal dari oksidasi
amonium secara sempurna yang dilakukan oleh bakteri nitrifikasi yang bersifat
autotrof. Nitrat tersebut sangat bermanfaat sebagai unsur hara yang dibutuhkan
oleh alga namun jika berlebihan akan mengakibatkan blooming alga.

4.2.2.6 Nitrit
Berdasarkan pengukuran nitrit dengan nitritteskit, perairan di pantai
Bentar mempunyai kadar nitrit terlarut sebesar 0,25 mg/l. Menurut Franz (2013),
nitrit merupakan produk intermediet antara amonium dan nitrat dimananitrit
dihasilkan dari dekomposisi bahan organik oleh bakteri Nitrosomonas.
Kandungan nitritdalam air biasanya lebih kecil dari 8 ppm. Berdasarkan
kandungan nitrit terlarut, perairan pantai Bentar mempunyai kondisi normal.
4.2.2.7 Amonia
Pada pengamatan parameter fisika yang terakhir adalah pengukuran kadar
amonia dalam perairan. Amonia merupakan perombakan senyawa nitrogen oleh
organisme renik yang dilakukan pada perairan anaerob. Hasil yang diperoleh dari
hasil pengukuran yaitu sebesar 1 mg/l. Batas minimum kandungan amonia pada
perairan sebesar 1 mg/l. Jika amonia lebuh dari 1 mg/l maka dapat menghambat
daya serap hemoglobin darah terhadap oksigen dan ikan akan mati karena sesak
napas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arfiati (2009) bahwa batas minimum
kandungan amonia dalam perairan adalah 1 ppm. Jia lebih dari itu, maka ikan
akan mengalami gangguan bahkan kematian.

4.2.3 Parameter Biologi


4.2.3.1 Plankton
Berdasarkan pengamatan sampel air dari pantai Bentar dengan mikroskop,
tidak ditemukan satu pun plankton. Hal ini dikarenakan sampel air terlalu lama
ditimbun, sehingga kemungkinan terbesar plankton trsebut mati. Menurut
Nybakken (1988) komunitas mangrove merupakan tempat yang ideal bagi
fitoplankton danlarva-larva biota laut untuk hadir dan mengawali kehidupan,
karena tersedianya tempat dan pakan yang memadai. Umumnya biota-biota yang
ada di daerah terseut adalah larva ikan yang masih planktonik yang sangat
tergantung arus untuk datang dan pergi ke komunitas mangrove. Jadi
kemungkinan besar tidak ditemukannya plankton dalam sampel air pantai Bentar
akibat kesalahan prosedur. Sampel mungkin terlalu lama disimpan atau juga
konsentrasi lugol yang dipakai tak sesuai.

4.2.3.2Benthos
Pada praktikum, ditemukan 1 jenis benthos yaitu, kerang tutut (Bellamya
costata). Menurut Odum (1971), bentos merupakan organisme yang melekat atau
beristirahat pada dasar endapan. Bentos dapat dibagi berdasarkan makananya
menjadi pemakan penyaring seperti (kerang) dan pemakan deposit seperti (siput).
Hewan bentos hidup relatif menetap, sehingga baik digunakan sebagai petunjuk
kualitas lingkungan, karena selalu kontak dengan limbah yang masuk ke
habitatnya. Kelompok hewan tersebut dapat lebih mencerminkan adanya
perubahan faktor-faktor lingkungan dari waktu ke waktu. Jadi berdasarkan jumlah
benthos yang ditemukan, perairan pantai Bentar punya bentos yang beragam.

4.2.3.3Nekton
Pada praktikum, ditemukan 3 jenis nekton, yaitu ikan GT, kepiting dan
ubur-ubur. Menurut Odum (1971), nekton merupakan hewan yang bergerak aktif
dengan menggunakan otot yang kuat. Hewan tingkat tinggi yang hidup di
ekosistem air tawar maupun air laut, misalnya ikan, dalam mengatasi perbedaan
tekanan osmosis melakukan osmoregulasi untuk memelihara keseimbangan air
dalam tubuhnya melalui sistem ekskresi, insang dan pencernaan. Nekton
merupakan organisme yang dapat bergerak dan berenang dengan kemauan sendiri.
Dikarenakan pada saat praktikum kondisi air sedang surut, nekton berupa ikan
tidak dapat ditemukan karena mungkin sudah mengikuti surutnya air.

4.2.3.4Neuston
Berdasarkan pengamatan sampel dari pantai Bentar, ditemukan satu
neuston. Menurut Odum (1971), Neuston merupakan organisme yang mengapung
atau berenang di permukaan air atau bertempat pada permukaan air, misalnya
serangga air. Organisme yang tinggal atau beristirahat di atas permukaan air, yang
pergerakannya tidak di pengaruhi oleh pergerakan arus.Dikarenakan pada saat
praktikum kondisi air sedang surut, neuston tidak dapat ditemukan karena
mungkin sudah mengikuti surutnya air.

4.2.3.5 Perifiton
Berdasarkan pengamatan sampel dari pantai Bentar, tidak ditemukan satu
pun perifiton.Menurut Odum (1971), perifiton merupakan hewan yang ukurannya
sangat kecil (mikroskopis), oleh karena itu perifiton tidak dapat dilihat oleh mata
tanpa bantuan mikroskop. Perifiton adalah tumbuhan atau hewan yang tumbuh
dan menempel pada objek yang tenggelam. Tidak ditemukannya perifiton
kemungkinan diakibatkan tidak adanya substrat keras untuk menempel karena
substrat Diana adalah lumpur.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1) Ekosistem pantai adalah sebuah ekosistem yang berbentuk geografis yang
terdiri dari pasir, dan terdapat di daerah pesisir laut. Daerah pantai menjadi
batas antara daratan dan perairan lautPantai letaknya berbatasan dengan
ekosistem darat, laut, dan daerah pasang surut. Pantai dipengaruhi oleh
siklus harian pasang surut laut. Daerah ini dihuni oleh beberapa jenis
ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi bagi kepiting dan
burung pantai.
2) Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan
biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalam suatu habitat
mangrove.Mangrove atau bakau adalah suatu tumbuhan yang membentuk
komunitasdidaerah pasang surut, hutan mangrove atau yang sering disebut
hutan bakau merupakan sebagian wilayah ekosistem pantai.
3) Parameter yang terdapat di ekosistem mangrove antara lain parameter
fisika yang meliputi suhu, kecerahan, substrat atau sedimen, pasang surut
dan arus, kemudian parameter kimia yang meliputi derajat keasaman,
oksigen terlarut, karbondioksida, salinitas, kadar nitrat, nitrit, dan fosfat,
kemudian parameter biologi meliputi plankton, benthos, nekton,
neustonnekton dan perifiton.
4) Kondisi perairan di ekosistem bakau pantai Bentar Probolinggo jika
ditinjau dari parameter fisika kondisinya normal, jika ditinjau dari
parameter kimia kondisinya normal, tetapi jika ditinjau dari parameter
biologi kondisinya kurang baik karena sedikitnya biota yang ditemukan.
5) Jenis-jenis dari mangrove adalah : Avicennia (Api-Api), Acrostichum
aureum (Paku Laut), Acanthus (Jeruju) dan Rhizophora (Bakau)

5.2 Saran
1. Untuk laboratorium untuk melengkapi alat-alat praktikum
2. Untuk asisten sebaiknya kalau lagi ada masalah internal tidak dibawa saat
praktikum
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Iqbal. 2008. Analisis Vegetasi 1. Bandung. Gramedia

Arisandi, Riko. 2011. Ekosistem Lentik. Bogor : IPB

Dronkers, J. J. 1964. Tidal Computation sinrivers and coast alwaters.


Amsterdam: North-HollandPublishing Company

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan.Yogyakarta : Kanisius

Fajri, Nur El dan Agustina. 2013. Penuntun Praktikum dan Lembar Kerja
Praktikum Ekologi Perairan.Pekanbaru : Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan UR

Franz. 2013. Nitrit, Nitrat dan Amonia. Jakarta : PT.Rineka Cipta

Ghufran H. Kordik, M danAndi Baso Tanang. 2007. Pengelolaan Kualitas Air


dalam Budidaya Perairan. Jakarta: Rineka Cipta

Heddy, S dan Kurniati, M. 1996. Prinsip-prinsip Dasar Ekologi. Jakarta: Raja


Grafindo Persada.

Noor, Y. R. Khazali, M, dan Suryadiputra, I. N. N. 1999. Panduan Pengenalan


Mangrove di Indonesia. Bogor : Wetlends International-Indonesia
Programe

Nybakken, J.M. 1988. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta :


Gramedia

Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. Toronto: W.B. Sounders Company

Odum, E.P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Jakarta: UGMP

Oosting. 1956. The Study Of Plant Community. London: Freeman and Company

Priscilla, A. 2013. Data Sungai. Yogyakarta : Kanisius

Ramzahas. 2012. Analisa Vegetasi. Surabaya : Universitas Airlangga


Sandy, IM, 1985. DAS-Ekosistem Penggunaan Tanah. Sualwesi : Publikasi
Direktorat Taguna Tanah Departemen Dalam Negeri

Suparta, A. 2013. Laporan Ekosistem Perairan Mengalir. Jakarta : Erlangga

Sihotang,C. dan Efawani. 2006. Penuntun Praktikum Limnologi. Fakultas


Perikanan dan Ilmu Kelautan UR. Pekanbaru.

Soerianegara 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Laboratorium Ekologi


Hutan Fakultas Kehutanan IPB.

Syafei. 1990. Dinamika Populasi. Kajian Ekologi Kuantitatif. Jakarta : Pustaka


Sinar Harapa

Wahida. Nurul2013. Mengidetifikasi Kualitas Air Secara Fisika dan Kimia. Bogor
:IPB

Widjanarko., 2005. Tingkat Kesuburan Perairan. Kendari. Universitas Kendari

Wijayanti, Tri. 1999.Konservasi Hutan Mangrove Sebagai Wisata Pendidikan.


Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Vol.1 EdisiKhusus.

Anda mungkin juga menyukai