dr.Usi Ritami
Pembimbing :
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bronkitis adalah sebuah kondisi dimana saluran bronkus mengalami
inflamasi. Saluran ini membawa udara ke paru – paru. Orang yang
mengalami bronkitis sering menderita batuk disertai lendir (mukus). Mukus
merupakan cairan pelicin pada saluran bronkial. Bronkitis juga dapat
menyebabkan mengi (sebuah siulan atau suara melengking ketika bernapas),
nyeri dada atau ketidaknyamanan, demam, dan sesak napas.1
Klasifikasi bronkitis terdiri dari bronkitis akut dan bronkitis kronik.
Karakter bronkitis akut ditandai dengan adanya batuk dengan atau tanpa
produksi sputum yang berlangsung kurang dari 3 minggu. Bronkitis akut
sering terjadi selama masa akut akibat virus seperti influenza. Virus
menyebabkan sekitar 90% kasus bronkitis, dimana bakteri mencapai sekitar
10%.2,3
Bronkitis kronik, salah satunya adalah jenis penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK). ditandai dengan adanya batuk selama 3 bulan atau lebih
pertahun sekurang-kurangnya selama 2 tahun. Bronkitis kronik biasanya
berkembang karena cedera yang berulang pada saluran udara yang
disebabkan oleh iritasi zat-zat yang dihirup. Merokok merupakan penyebab
paling umum, diikuti dengan paparan polutan udara seperti sulfur dioksida
atau nitrogen dioksida, pajanan iritasi pernapasan individu yang terpapar asap
rokok, iritasi paru-paru kimia, atau immunocompromised yang memiliki
peningkatan resiko bronkitis.4
Berdasarkan hal ini, penulis ingin membahas lebih lanjut tentang
bronchitis akut dan kronis
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisidan etiologi dari bronchitis akut dan kronis?
2. Bagaimana patofisiologi terjadinya bronchitis akut dan kronis?
3. Bagaimana gambaran klinis pada bronchitis akut dan kronis?
4. Bagaimana penegakan diagnosis pada bronchitis akut dan kronis?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan pada bronchitis
akut dan kronis?
6. Apa saja diagnosis banding untuk penyakit bronchitis akut dan kronis?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada bronchitis akut dan kronis?
8. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada bronchitis akut dan kronis?
9. Bagaimana prognosis pasien penderita bronchitis akut dan kronis?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dan etiologi dari bronchitis akut dan kronis
2. Mengetahui patofisiologi terjadinya bronchitis akut dan kronis
3. Mengetahui gambaran klinis pada bronchitis akut dan kronis
4. Mengetahui cara penegakan diagnosis pada bronchitis akut dan kronis
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan pada
bronchitis akut dan kronis
6. Mengetahui diagnosis banding pada bronchitis akut dan kronis
7. Mengetahui penatalaksanaan pada bronchitis akut dan kronis
8. Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada bronchitis akut dan
kronis
9. Mengetahui prognosis pasien penderita bronchitis akut dan kronis
D. Manfaat
1. Menambah pengetahuan tentang definisi dan etiologi dari bronchitis akut
dan kronis
2. Menambah pengetahuan tentang patofisiologi terjadinya bronchitis akut
dan kronis
3. Mampu melakukan langkah diagnostik pasien dengan bronchitis akut dan
kronis
4. Mampu memberikan terapi pada pasien dengan bronchitis akut dan
kronis
5. Menambah pengetahuan tentang komplikasi yang dapat terjadi pada
bronchitis akut dan kronis
6. Menambah pengetahuan tentang prognosis pasien penderita bronchitis
akut dan kronis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Bronkitis 5
Bronkitis adalah penyakit respiratorius di mana membran mukosa pada
jalur bronkus di paru-paru mengalami inflamasi. Karena mukosa bronkus
tersebut membengkak (edema) dan menebal sehingga akan mempersempit
saluran nafas yang menuju paru-paru. Hal ini dilihat dari gejala batuk yang
diikuti pengeluaran dahak dan dapat juga disertai keluahn lainnya seperti
sesak nafas. Bentuk dari penyakit ini terdiri dari 2 bentuk, yaitu bronkitis akut
(berlangsung kurang dari 3 minggu) dan bronkitis kronik yang frekuensinya
hilang timbul selama periode lebih dari 2 tahun.
B. Anatomi6
Trakea merupakan pipa fleksibel yang terletak dari vertebra level CVI
dileher bagian bawah sampai vertebra level TIV/V di mediastinum, disini
trachea bercabang menjadi bronchus principalis dexter dan sinister.
Terbukanya trachea dipertahankan oleh cincin tulang rawan transversus
berbentuk huruf C yang tertanam pada dinding nya bagian yang terbuka
menghadap ke sisi posterior. Cincin trachea terbawah memiliki struktur seperti
mata kail, carna, yang menghadap ke belakang pada garis tengah antara
permulaan dua bronchi principalis. Dinding posterior trachea terutama terdiri
dari otot polos.
Setiap bronchus principale memasuki radix pulmonis dan melewati hilum
pulmonis ke dalam pulmo itu sendiri. Di dalampulmo bronchus principalis
terbagi menjadi bronchi lobares (bronchi secundus), yang masing-masing
menyuplai satu lobus. Di sisi kanan, bronchus lobaris superior berasal di
dalam radix pulmonis.Selanjutnya bronchi lobares terbagi menjadi bronchi
segmentales (bronchi tertius), yang menyuplai segmen-segmen
bronchopulmonalis. Di dalam setiap segmen bronchopulmonalis, bronchi
segmentalis bercabang-cabang menjadi divisi-divisi dan akhirnya menjadi
bronchioli, yang selanjutnya terbagi dan menyuplai permukaan respiratorius.
Terbukanya dinding bronchi dipertahankan oleh lempengan-lempengan tulang
rawan memanjang yang tidak berkelanjutan, tetapi struktur ini tidak dijumpai
di bronchioli.
D. Epidemiologi
Bronkitis akut sangat umum terjadi pada seluruh belahan dunia manapun
dan merupakan 5 alasan teratas penyebab seseorang mencari pengobatan
medis di negara-negara yang memang mengumpulkan data mengenai
penyakit ini. Tidak ada perbedaan ras terhadap kejadian bronkitis ini
meskipun lebih sering terjadi pada populasi dengan status sosioekonomi
rendah dan orang-orang yang tinggal di daerah urban dan industri11
Di Indonesia belum ada data mengenai prevalensi penyakit bronkitis.
Sebagai pembanding, di US pada studi cohort tahun 2012, 5.858 orang
dewasa, pada 34.6% didiagnosis mengalami bronkhitis kronik. Hal ini
dikarenakan tidak tercatatnya laporan gejala dan kondisi bronkitis ini masih
belum terdiagnosis.9
E. Manifestasi Klinis
Batuk merupakan gejala klinis yang sering diamati. Bronkitis akut
mungkin akan sulit dibedakan dari infeksi saluran nafas atas lainnya pada
beberapa hari pertama. Meskipun demikian, jika batuk berlangsung lebih dari
5 hari maka bisa diarahkan sebagai penyakit bronkitis akut.12,13
Pasien dengan bronkitis akut, dapat biasanya dapat terjadi selama lebih
dari 10-20 hari. Produksi sputum hampir dialami pada seluruh orang yang
mengeluhkan batuk akibat bronkitis akut ini. Warna sputum biasanya jernih,
kuning, hijau, atau bahkan seperti seperti warna darah. Sputum purulen
dilaporkan pada 50% orang dengan bronkitis akut. Perubahan warna sputum
dikarenakan pelepasan peroksidase oleh leukosit dalam sputum. Karena itulah,
warna sputum tidak dapat menjasi indikator terhadap adanya infeksi bakteri.12
Demam bukan merupakan tanda khas dan biasanya ketika disertai dengan
batuk akan lebih mengarah pada influenza ataupun pneumonia. Mual, muntah,
dan diare jarang dikeluhkan. Kasus yang berat mungkin akan menyebabkan
malaise dan nyeri dada. Ketika keluhan berat hingga mengenai trakea, gejala
dengan sensasi terbakar pada daerah substernal akan dirasakan dan nyeri dada
berhubungan pada saat batuk serta proses bernafas.11,14
Sesak nafas dan sianosis tidak teramati pada penyakit bronkitis ini kecuali
pasien memiliki penyakit paru obstruktif kronik ataupun kondisi lainnya yang
mengganggu fungsi paru. Gejala lain dari bronnkitis akut ini meliputi nyeri
tenggorokan, hidung berair atau tersumbat, nyeri kepala, nyeri otot dan
kelelahan.11,12
Bronkhitis kronis sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi akut dimana
kondisi pasien mengalami perburukan dari kondisi sebelumnya dan bersifat
akut. Eksaserbasi akut ini dapat ditandai dengan gejala yang khas, seperti
sesak napas yang semakin memburuk, batuk produktif dengan perubahan
volume atau purulensi sputum atau dapat juga memberikan gejala yang tidak
khas seperti malaise, kelelahan dan gangguan tidur. Gejala klinis bronkhitis
kronis eksaserbasi akut ini dapat dibagi menjadi dua yaitu, gejala respirasi dan
gejala sistemik. Gejala respirasi berupa sesak napas yang semakin bertambah
berat, peningkatan volume dan purulensi sputum, batuk yang semakin sering,
dan napas yang dangkal dan cepat. Gejala sistemik ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi, serta gangguan status
mental pasien.15
F. Patofisiologi
Selama episode bronkitis akut, jaringan yang melapisi lumen bronkus
megalami iritasi dan membran mukosa menjadi hiperemis dan edema
sehingga mengganggu fungsi mukosiliar bronkus. Akibatnya, saluran nafas
menjadi menjadi sempit akibat debris dan proses inflamasi. Respon akibat
produksi mukus yang banyak ini akhirnya ditandai dengan batuk
produktif.11,12
Dalam kasus pneumonia mycoplasma, iritasi bronkus menyebabkan
perlekatan organisme (Mycoplasma pneumonia) pada mukosa saluran
respirasi yang akan membuat sekresi mukosa semakin kental. Bronkitis akut
biasanya berlangsung kurang lebih 10 hari. Jika inflamasinya terus berlajut ke
bawah hingga ujung cabang bronkus, bronkiolus dan kantung alveolus, maka
akan menyebabkan bronkopneumonia.12
Bronkitis kronik dihubungkan dengan produksi mukus yang berlebihan
sehingga menyebabkan batuk berdahak selama lebih dari 3 bulan atau lebih
dalam periode waktu minimal 2 tahun. Epitel alveoli merupakan target
maupun tempat awal inflamasi pada bronkitis kronik.8
Infiltrasi netrofil dan distribusi perubahan jaringan fibrotik peribronkial
disebabkan oleh aktivitas dari interleukin 8 (IL-8), colony-stimulating factors,
dan kemotaktik serta sitokin proinflamatori lainnya. Sel epitel saluran nafas
akan melepaskan mediator inflamasi ini sebagai respon terhadap toksin, agen
infeksi, dan stimulus inflamasi lainnya serta untuk mengurangi pelepasan
produk regulasi seperti angiotensin-converting enzim ataupun
endopeptidase.8,16
Bronkitis kronik dapat dikatagorikan sebagai bronkitis kronik sederhana,
bronkitis mukopurulen kronik, ataupun bronkitis kronik yang disertai
obstruksi. Produksi sputum (industri) menandakan adanya bronkitis kronik
sederhana. Produksi sputum purulen yang persisten ataupun berulang tanpa
adanya penyakit supuratif lokal seperti bronkiektasis, menunjukkan adanya
bronkitis mukopurulen kronik.8,17
Bronkitis kronik dengan obstruksi harus dibedakan dengan asma.
Perbedaannya dibedakan berdasarkan riwayat penyakit di mana pasien yang
dikatakan mengalami bronkitis kronik dengan obstruksi memilki riwayat
batuk produktif yang lama dan onset mengi (wheezing) yang munculnya
belakangan, sementara pasien yang memiliki asma dengan obstruksi kronik
lebih dulu mengalami mengi (wheezing) dibandingkan batuk produktif.17
Bronkitis kronik dapat terjadi akibat serangan dari bronkitis akut
berulang atau dapat juga muncul perlahan-lahan karena merokok berat atau
inhalasi dari udara yang terkontaminasi oleh polutan di lingkungan. Jika orang
tersebut lebih sering batuk daripada biasanya, kemungkinan lapisan bronkus
yang menghasilkan lendir (mukus) sudah mengalami penebalan dan
penyempitan saluran nafas yang menyebabkan sulit untuk bernafas. Karena
fungsi silia untuk menyaring udara bersih dari zat iritan dan benda asing
terganggu, saluran bronkus akan cenderung mengalami infeksi lebih jauh
hingga menyebabkan kerusakan jaringan.8,18
b. Infeksi
Eksasebasi bronkhitis disangka paling sering diawali dengan
infeksi virus yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder
bakteri. Bakteri yang diisolasi paling banyak adalah Haemophilus
influenza dan Streptococcus pneumoniae
c. Polusi
Polusi tidak begitu besar pengaruhnya sebagai faktor
penyebab, tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.
Zat-zat kimia dapat juga menyebabkan bronkitis adalah zat-zat
pereduksi O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hidrokarbon,
aldehid, ozon.
d. Keturunan
Belum diketahui secara jelas apakah faktor keturunan
berperan atau tidak, kecuali pada penderita defesiensi alfa -1-
antitripsin yang merupakan suatu masalah dimana kelainan ini
diturunkan secara autosom resesif. Kerja enzim ini menetralisir
enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan
merusak jaringan, termasuk jaringan paru.
e. Faktor sosial ekonomi
Kematian pada bronkhitis ternyata lebih banyak pada
golongan sosial ekonomi rendah, mungkin disebabkan faktor
lingkungan dan ekonomi yang lebih buruk.
H. Penegakan Diangnosis
1. Anamnesis6,18,19
Anamnesis bertujuan untuk mendapatksan gejala sebagai berikut :
a. Batuk berdahak.
Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya
pasien mengalami batuk produktif di pagi hari dan tidak berdahak,
tetapi 1-2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna putih
atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen.
b. Sesak nafas
Bila timbul infeksi, sesak napas semakin lama semakin hebat.
Terutama pada musim dimana udara dingin dan berkabut.
c. Sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu).
d. Wheezing (mengi).
Saluran napas menyempit dan selama bertahun-tahun terjadi sesak
progresif lambat disertai mengi yang semakin hebat pada episode
infeksi akut
e. Wajah, telapak tangan atau selaput lendir berwarna kemerahan
Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek,
yaitu hidung meler, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot,
demam ringan dan nyeri tenggorokan. Pada bronkitis berat, setelah
sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang terjadi demam tinggi
selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa minggu
2. Pemeriksaan fisik 14, 17, 19
a. Bila ada keluhan sesak, akan terdengar ronki pada waktu ekspirasi
maupun inspirasi disertai bising mengi.
b. Pursed lips breathing
c. Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shape chest (diameter
anteroposterior dada meningkat).
d. Iga lebih horizontal dan sudut subkostal bertambah.
e. Perkusi dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati
lebih rendah, pekak jantung berkurang.
f. Pada pembesaran jantung kanan, akan terlihat pulsasi di dada kiri
bawah di pinggir sternum.
g. Pada cor pulmonal terdapat tanda-tanda gagal jantung kanan dengan
peninggian tekanan vena, hepatomegali, refluks hepato jugular dan
edema kaki
h. Penampilan blue bloater. Gambaran khas bronchitis kronis, gemuk,
sianosis, edema tungkai dan ronki basah di basal paru. Sianosis di
sentral dan perifer.
3. Pemeriksaan Penunjang 14, 17, 19
Beberapa pemeriksaan penunjang yang mendukung diangnosis adalah
sebagai berikut:
a. Cultures dan Staining.
Mendapatkan kultur sekresi pernapasan untuk virus influenza,
Mycoplasmapneumoniae, dan Bordetella pertussis ketika organisme
ini diduga. Metode kultur dan tes imunofluoresensi telah
dikembangkan untuk diagnosis laboratorium pneumoniaeinfection
dengan mendapatkan usap tenggorokan. Kultur dan gram stainning
dari dahak sering dilakukan, meskipun tes ini biasanya tidak
menunjukkan pertumbuhan atau flora saluran pernapasan normal.
Kultur darah dapat membantu jika superinfeksi bakteri dicurigai.
b. Kadar Procalcitonin.
Kadar procalcitonin mungkin berguna untuk membedakan
infeksi bakteri dari infeksi nonbakterial. Penelitian telah menunjukkan
bahwa tes tersebut dapat membantu terapi panduan dan mengurangi
penggunaan antibiotik
c. Sitologi sputum.
Sitologi sputum dapat membantu jika batuk persisten.
d. Radiografi Dada.
Radiografi dada harus dilakukan bagi pasien yang fisik temuan
pemeriksaan menunjukkan pneumonia. Pasien tua mungkin tidak
memiliki tanda-tanda pneumonia, karena itu, radiografi dada dapat
dibenarkan pada pasien, bahkan tanpa tanda-tanda klinis lain
infeksi.Pemeriksaan radiologi Ada hal yang perlu diperhatikan yaitu
adanya tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang paralel
keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan paru yang bertambah
ataupun tramline shadow yang menunjukkan adanya penebalan
dinding bronkus.
e. Bronkoskopi.
Bronkoskopi mungkin diperlukan untuk menyingkirkan adanya
aspirasi benda asing, tuberkulosis, tumor, dan penyakit kronis lainnya
dari pohon trakeobronkial dan paru-paru.
f. Tes Influenza.
Tes influenza mungkin berguna. Tes serologi tambahan, seperti
bahwa untuk pneumonia atipikal, tidak ditunjukkan.
g. Spirometri.
Spirometri mungkin berguna karena pasien dengan bronkitis
akut sering memiliki bronkospasme signifikan, dengan penurunan
besar dalam volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1). Ini
biasanya menyelesaikan lebih 4-6 minggu.
h. Laringoskopi.
Laringoskopi dapat mengecualikan epiglotitis.
i. Temuan histologis.
Sel piala hiperplasia, sel-sel inflamasi mukosa dan submukosa,
edema, fibrosis peribronchial, busi lendir intraluminal, dan otot polos
peningkatan temuan karakteristik di saluran udara kecil pada penyakit
paru obstruktif kronis.
2. Pengobatan Farmakologi23
a. Pemberian antibiotik
Obat Dosis
Amoxicillin 500 mg every (q) 8 hours
Amoxicillin/clavulanic acid 250 mg to 500 mg q 8 hours
Ampicillin 250 to 500 mg q 7 hours
Azithromycin 500 mg daily
Cefdinir 300 mg q 12 hours
600 mg q 24 hours
Clarithromycin 500 mg q 12 hours
Doxycycline 200 mg q 24 hours
100 mg twice daily
Erythromycin 250 to 333 mg 3 to 4 times daily
Trimethoprim/sulfamethoxazole 160/800 mg twice daily
b. Beta 2 agonis
Pengaruh albuterol, khususnya dihirup. Pasien dengan
bronkitis akut mungkin memiliki bronchospasme dan pengobatan
dengan bronkodilator merupakan cara yang efektif. Terapi beta-2-
agonist dalam mengurangi batuk pada pasien dengan batuk yang
berat dan saluran napas hyperresponsiveness.
c. Antitusive
Obat Dosing Adverse effects
100 to 200 mg 3 times
Benzonatate daily Gastrointestinal upset
10 to 20 mg every 4 to 7
Codeine hours Gastrointestinal upset, nausea, drowsiness, constipation
Hydrocodone 5 mg every 4 to 7 hours Gastrointestinal upset, nausea, drowsiness, constipation
Dextromethorp
han 30 mg every 12 hours Gastrointestinal upset
Agent Criteria
Antibiotics Diagnosed pertussis
Elevated procalcitonin
Elevated C-reactive protein
Respiratory illness >1 week
High risk patients
Comorbid cardiac or respiratory disease (CHF,
COPD, and asthma)
Bronchodilators Troublesome cough
Bronchospasm
Airway hyperresponsiveness
Airflow obstruction at baseline
Wheezing
FEV1<80% predicted
Antitussive Cough with discomfort
Protussives Airway secretion clearance desired which does not
delay healing
Over-the-ounter Fever (acetaminophen and NSAIDs)
Nasal congestion (nasal spray and oral decongestants)
3. Obat yang aman dan berbahaya digunakan ibu hamil
Kategori A : Aman untuk janin
Kategori C : Digunakan jika perlu, kemungkinan ada efek samping pada janin
Kategori D : Digunakan jika darurat, bisa terjadi efek samping pada janin
K. Komplikasi
Komplikasi pada bronkitis akut dan kronis yaitu :
1. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik
2. Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan
gizi kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia.
3. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi.
4. Bilasekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasis atau
Bronkietaksis.
5. Pada bronkitis kronik dapat terjadi gagal napas kronik maupun akut
6. Pembesaran jantung kanan (dilatasi atau hipertrofi) yang disebabkan oleh
karena kelainan-kelainan fungsi atau struktur paru.
7. Hipertensi pulmonal karena adanya peningkatan abnormal tekanan arteri
pulmonal
L. Prognosis
Prognosis penyakit ini bergantung pada tatalaksana yang tepat atau
mengatasi setiap penyakit yang mendasari. Komplikasi yang terjadi berasal
dari penyakit yang mendasari. Umumnya dubia ad bonam.
BAB III
KESIMPULAN
12. Wenzel RP, Fowler AA 3rd. Clinical practice. Acute bronkitis. N Engl J
Med. Nov 16 2006;355(20):2125-30. [Medline].
17. Walsh EE. Acute bronchitis. In: Mandell GL, Bennett JE, Dolin R,
eds. Principles and Practice of Infectious Diseases. 7th ed.
Philadelphia, Pa: Elsevier Churchill Livingstone; 2009:chap 61
19. Braman SS. Chronic cough due to acute bronchitis: ACCP evidence-based
clinical practice guidelines. Chest. 2006; 129 (supplement 1): S95-
S103.
20. Rasad, Sjahriar & Iwan Ekayuda. 2011. Radiologi Diagnostik. Jakarta:
FK-UI
23. Atkins, A and Tackett, K.L. Evidence Based Acute Bronchitis Therapy.
2012. Journal of Pharmacy Practice 25(6) 586-590